Professionalisme Guru Antara Motivasi, Persiapan, Dan Kondisi Menjadi Seorang Guru Di Negara Indonesia
Professionalisme Guru Antara Motivasi, Persiapan, Dan Kondisi Menjadi Seorang Guru Di Negara Indonesia
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Kajian Pedagogik
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Melly Sri Sulastri Rifa’I, M.Pd.
oleh
Firdamdam Sasmita
NIM 1906671
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...........................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.4 Tujuan Penulisan................................................................................................3
1.5 Manfaat Penulisan..............................................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan.........................................................................................3
BAB II TEORI PROFESSIONALISME GURU................................................................5
2.1 Guru: Suatu Profesi Mulia dalam Mendidik.......................................................5
2.2 Motivasi: Penggerak Hati dan Diri dalam Mendidik..........................................6
2.3 Persiapan: Bentuk Konkrit Seorang Guru dalam Mendidik................................6
2.4 Kondisi Seorang Guru Memasuki Fase Mendidik..............................................8
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................11
3.1 Professionalisme: Mutu Seorang Guru Indonesia.............................................11
3.2 Kualifikasi: Membumikan Standarisasi Guru Indonesia..................................13
3.3 Motivasi: Berawal dari Mindset, Minat, dan Niat.............................................15
BAB IV KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI....................................17
4.1 Kesimpulan......................................................................................................17
4.2 Implikasi...........................................................................................................17
4.2.1 Implikasi Teoritis.........................................................................................17
4.2.2 Implikasi Praktis...........................................................................................17
4.3 Rekomendasi....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tidak termasuk pada kualifikasi minimal yang dicantumkan dalam
UUGD (UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen)(Kartowagiran,
2011) dalam pasal 8 yang menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional” (Ristekdikti, 2005). Di tahun 2019,
KemenDikBud mencatat bahwa sekitar 21% di jenjang pendidikan SD
(Sekolah Dasar), 18% di jenjang PLB (Pendidikan Luar Biasa), 9% di
jenjang SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan 5% di jenjang SMA
(Sekolah Menengah Atas), guru – guru tidak termasuk pada
kualifikasi minimal undang – undang (Databoks, 2019). Dilain itu,
dilansir dari situs Indonesiana bahwa kenyataan dari rendahnya
kualifikasi disebabkan oleh minatnya seorang guru dalam
mengembangkan diri, dalam artian lain, motivasi seorang guru untuk
menjadi seorang guru yang professional sangat minim (Yunus, 2019).
Menanggapi hal itulah, maka perlu adanya guru yang memiliki
kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan
tugas professionalnya (Maisah, Sri Sudiarti, Aris Dwi Nugroho,
2019).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi dilapangan, yang
berkenaan dengan professionalisme guru, dalam penulisan ini, penulis
berkeinginan untuk memaparkan tentang profesi guru yang ditinjau
dari segi motivasi, persiapan, dan kondisi yang harus dihadapinya.
2
3. Motivasi seorang guru untuk menjadi seorang guru yang
professional sangat minim.
3
Sistematika penulisan dalam makalah ini meliputi BAB I, BAB II,
BAB III, dan BAB IV. Uraian dalam masing-masing BAB,
diantaranya:
BAB I menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,
dan Struktur Sistematika Penulisan.
BAB II memaparkan teori – teori yang berelevansi dengan
penulisan yang dilakukan.
BAB III memaparkan pembahasan mengenai persiapan menjadi
seorang guru, kondisi yang terjadi, serta motivasi untuk seorang
guru.
Dan yang terakhir BAB IV, yaitu menyimpulkan, memberikan
implikasi dan rekomendasi.
4
BAB II
TEORI PROFESSIONALISME GURU
5
3) Mampu menunjukan kompetensinya yang mengacu pada standar
negara di dalam setiap mata pelajaran
Selain ditinjau dari kualifikasi, adapun dua aspek dari segi
pengajaran seorang guru yang harus diperhatikan untuk
menjadikannya professional, yaitu dengan melakukan perundingan
bersama (collective bargaining) dan pengambilan keputusan bersama
(shared decision) (Ornstein, Levine, & Gutek, 2011l).
6
mempersiapkan dirinya untuk memiliki sertifikasi yang diberikan oleh
negara berdasarkan mata pelajaran yang mereka ambil. Berlakunya
sertifikasi dihitung sejak 3 hingga 5 tahun kedepan. Namun, sertifikasi
tersebut tidak berlaku jika seorang guru berpindah ke negara bagian
lainnya, misalnya seorang guru di New York yang memiliki sertifikasi
tidak akan berlaku di Illonis, karena berbeda wilayah (Ornstein,
Levine, & Gutek, 2011d). Proses kepemilikan sertifikasi tersebut tidak
terlepas dari standarisasi mengajar yang diberikan oleh negara kepada
seorang guru, seperti halnya di negara Amerika, ada yang dinamakan
dengan NCATE (The National Council for Accreditaion of Teacher
Education) (Ornstein, Levine, & Gutek, 2011m).
Dalam rangka untuk menarik calon guru yang lebih berbakat dalam
mengajar, contohnya seperti pada bidang sains dan matematika,
sebagian negara telah memperkenalkan program sertifikasi alternatif
(alternative certification). Program sertifikasi alternatif tidak melalui
jalur persiapan yang semestinya dilakukan di sekolah atau perguruan
tinggi. Persyaratan yang harus ditempuh yaitu memiliki skor prestasi
yang tinggi, berpotensial, dan siap dilatih secara intensif selama
delapan minggu, seperti halnya pada program TFA (Teach for
America) di negara Amerika. Dengan demikian, calon guru tersebut
bisa ditempatkan di pendidikan daerah perkotaan yang dinilai
memiliki banyak masalah (Ornstein, Levine, & Gutek, 2011e).
Dilain itu, selain program sertifikasi, beberapa program lainnya
untuk mempersiapkan guru atau masa pra-jabatan, secara konkrit
ditunjukan dalam bentuk layanan. Layanan yang diberikan setidaknya
meliputi 3 poin penting, diantaranya :
1) Program empat sampai lima tahun
2) Pengajaran reflektif
3) Penggunaan komputer dan teknologi
Satu, program empat sampai lima tahun (Fifth-Year and Five Year
Programs) dimaksudkan untuk memperluas wawasan pendidikan
seorang guru selama lima tahun. Tepatnya, selama empat tahun calon
7
guru memperoleh gelar sarjana, dan di tahun kelimanya
dikonsentrasikan agar lebih professional. Dua, pengajaran reflektif
(Reflective Teaching) dimaksudkan untuk menghasilkan calon guru
yang mampu untuk meningkatkan keterampilan berpikir dan
pemahaman siswa, konkritnya calon guru seringkali mengamati dan
memikirkan hasil pengajaran mereka dan menyesuaikan metode
pengajarannya. Tiga, penggunaan komputer dan teknologi
dimaksudkan untuk melatih wawasan guru terhadap penggunaan dan
akses komputer (Ornstein, Levine, & Gutek, 2011f).
8
ketidakcukupan waktu untuk menangani konseling, merencanakan
pelajaran, dan fungsi pengajaran lainnya, seperti kurangnya
persediaan dan peralatan, serta adanya kewajiban untuk ikut
berpartisipasi dalam pengembangan yang dianggap olehnya tidak
revelan atau tidak efektif (Ornstein, Levine, & Gutek, 2011h).
Diantara puas atau tidaknya seorang guru, adapun beberapa
langkah untuk memberdayakan seorang guru melalui (1) manajemen
berbasis sekolah (school-based management), (2) kepemimpinan
untuk para guru (lead teachers), dan (3) komunitas keguruan yang
professional (professional practices communities). Upaya dalam
manajemen berbasis sekolah diberikan kepada guru yang berasosiasi
dengan dewan sekolah dalam menentukan kebijakan dan praktek
sekolah. Penentuan kebijakan tersebut memberikan peluang pada
fakultas untuk memberikan metode, bahan pengajaran, dan akumulasi
dana yang akan dipakai untuk berbelanja akan kebutuhan sekolah.
Sedangkan, Lead teachers berarti menjadi seorang pemimpin yang
dapat menjadi mentor atau merencanakan perbaikan terhadap
pengajaran. Dan yang terakhir komunitas, komunitas keguruan yang
professional dapat memberikan ide-ide yang bermanfaat melalui guru
lainnya, saling bekerja sama dan berkoordinasi mengenai kegiatan
pembelajaran (Ornstein, Levine, & Gutek, 2011i).
Melalui masa awal pengajaran, terkadang kondisi seorang guru
cenderung merasa tertekan (stress), khususnya pada pendidikan dasar
dan menengah, dengan tekanan yang unik (berbeda yang satu dengan
yang lainnya). Maka dari itu, terdapat 2 pendekatan dalam menangani
tekanan seorang guru, pertama menggunakan pendekatan coping
techniques dan stress-reduction. Berikut langkah untuk mereduksi
tekanan menjadi seorang guru melalui coping techniques:
1) Berolahraga
2) Beristirahat
3) Memenuhi kegiatan dengan hobi yang diminati
4) Memakan nutrisi makanan yang baik
9
5) Meditasi atau teknik relaksasi lainnya
Selain kelima langkah diatas, jika tekanan (stress) tinggi dirasakan
oleh seorang guru, maka disarankan untuk melakukan aktifitas pribadi
yang dinilai lebih efisien atau pergi untuk berlibur sebagai bentuk
implementasi dari teknik stress-reduction (Ornstein, Levine, & Gutek,
2011j).
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
faktor bagi guru Indonesia dalam menangani murid – muridnya dalam
proses belajar mengajar. Kredibilitas berarti kredibel atau dapat
dipercaya, salah satunya dalam aspek keilmuan yang diberikan oleh
seorang guru. Keilmuan inilah yang berkaitan dengan wawasan yang
luas. Pada bulan Februari 2020, Indonesia dinilai darurat guru teladan.
Hal itu dilatarbelakangi oleh kasus – kasus yang terjadi pada seorang
guru, seperti memukuli siswa, ceroboh dan membahayakan siswa,
bahkan sampai memperkosa siswa. Penyebab dari peristiwa tersebut
dikarenakan faktor kredibilitas seorang guru yang dipertanyakan.
Menaggapi hal tersebut, salah seorang peneliti bernama Yusparizal
memaparkan beberapa langkah dalam memberdayakan seorang guru,
diantaranya (1) melakukan kolaborasi dengan teman sejawat dan (2)
membentuk kelompok belajar guru (Yusparizal, 2008).
Memberdayakan seorang guru telah dilakukan pula oleh negara
Amerika yang meliputi pengadaan komunitas keguruan yang
professional (professional practices communities). Hal tersebut
tentunya tidak jauh dengan apa yang dilakukan oleh negara Indonesia
dalam memberdayakan seorang guru. Penulis setuju dengan adanya
bentukan komunitas bagi seorang guru, karena di dalam komunitas
bentukan tersebut, diharapkan terjadi perundingan (collective
bargaining) untuk memikirkan kendala – kendala seorang guru atau
langkah teknis dalam meningkatkan performa siswa, yang pada
akhirnya akan menghasilkan suatu keputusan bersama (shared
decision) dari diskusi yang dilakukan. Jadi, seorang guru tidak
terbatas hanya kenal nama atau saling sapa saja, namun ada hal – hal
yang perlu didiskusikan dalam menyelsaikan permasalahan
pendidikan, baik dari segi guru maupun siswa, yang di sisi lain,
membangun keakraban yang pada akhirnya akan mencerminkan
kredibilitas – kredibilitas pada setiap guru dan diharapkan akan
meminimalisir tingkat kriminalitas yang tinggi di lingkungan
pendidikan, khususnya di Indonesia.
12
3.2 Kualifikasi: Membumikan Standarisasi Guru Indonesia
“Membumikan” menjadi kiasan bagi kita unuk merealisasikan
standarisasi seorang guru dari nilai – nilai yang terkandung dalam
ketetapan undang – undang negara di Indonesia. Seperti yang kita
ketahui bahwa ketika kita berbicara “guru” pasti tidak jauh dari kata
“mengajar” (teaching), karena memang itu khas dari pekerjaan nya.
Mengajar tentu memiliki makna untuk mentransfer atau memberikan
ilmu atau pemahaman kepada khalayak yang membutuhkannya, dalam
hal ini, secara signifikan ditujukan pada seorang guru. Kita sebagai
manusia yang dicap sebagai mahluk berkategori homo economicius
(tidak pernah puas) oleh Adam Smith (Fleming, n.d.) tentu
berkeinginan untuk menggali secara terus menerus mengenai
pemahaman atau ilmu yang kita peroleh, yang dalam hal ini dilakukan
oleh seorang Guru.
Dalam proses mengajar, siswa dapat belajar dengan benar bila
ilmu benar. Kebenaran akan ilmu yang dimilikinya tentu berelasi dari
kebenaran akan ilmu yang disampaikan oleh seorang guru. Maka dari
itu, di negara Indonesia, seorang guru setidaknya harus memenuhi
“kualifikasi” yang telah ditetapkan oleh undang – undang negara.
Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturaan Menteri Pendidikan
Nasonal Nomor 16 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) bahwa “Setiap guru
wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
yang berlaku secara nasional.”. Dalam standar kualifikasi akademik,
salah satunya berada pada ruang lingkup pendidikan formal, yang
dimana pada semua jenjang nya, minimal bergelar D-IV (Diploma
IV). Sedangkan untuk standar kompetensi guru, setidaknya meliputi
beberapa kompetensi, diantaranya pedagogik, kepribadian, sosial, dan
professional (Nasional, 2007). Seperti halnya di Amerika, dalam
NCLBA (No Child Left Behind Act) yang telah dipaparkan di BAB 2,
seorang guru dinyatakan memenuhi kualifikasi jika (1) bergelar
sarjana, (2) tersertifikasi dan memiliki lisensi sebagai seorang guru,
13
dan (3) mampu menunjukan kompetensinya yang mengacu pada
standar negara di dalam setiap mata pelajaran. Mengenai
tersertifikasinya seorang guru, dalam peraturan yang dipaparkan
sebelumnya, ada yang dinamakan dengan Standar Antara yang
berisikan bahwa “Sebelum standar kualifikasi akademik berlaku
efektif, BSNP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) mengembangkan
Standar Antara yang secara bertahap menuju pencapaian standar
kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 Peraturan
Pemerintah ini”.
Berkenaan dengan ketiga nilai yang dipaparkan oleh negara
Amerika, penulis melihat bahwa ada kesesuaian dalam membumikan
undang – undang yang telah ditetapkan untuk proses kualifikasi
seorang guru. Namun, ada sedikit perbedaan yang terjadi pada nilai
pertama. Di negara Amerika, gelar Diploma atau Diploma-IV tidak
menjadi standar kualifikasi minimal, namun kenyataannya gelar
sarjana lah yang menjadi kualifikasi minimalnya. Dalam hal ini, tentu
ada maksud dibalik “kenapa di Indonesia tidak ditetapkan saja
standar minimalnya seperti amerika? Yaitu bergelar sarjana?”.
Penulis mencoba berhipotesis bahwa mungkin karena disebabkan oleh
faktor masyarakatnya yang dalam segi pengembangan dinilai kurang,
sebagaimana dilansir dalam penelitian Ali Muhson, UNY (Universitas
Negeri Yogyakarta) bahwa negara Indonesia di tahun 2002, nilai
HDInya (Human Development Index) dinyatakan kurang (Muhson,
2012). Lalu, bagaimana di tahun 2020 atau tahun sebelumnya 2019?
Data mengatakan bahwa negara Indonesia berada pada peringkat ke-
111 (Nations, 2019). Maka dari itu, penulis lebih setuju apabila
Indonesia sekarang lebih menetapkan gelar Diploma-IV sebagai batas
minimalnya, dikarenakan kondisi Indonesia masih belum dapat
berkembang dengan pesat dalam pendidikannya, sehingga perlu solusi
yang benar – benar konkrit dan benar – benar mengatasi permasalahan
dalam pendidikannya, yang pada akhirnya bisa membawa Indonesia
menjadi negara yang lebih maju setelah berkembang dan bisa
14
menetapkan standar minimal pada kualifikasi seorang guru yang
bergelar Sarjana.
15
pengetahuan, (3) karena suka mengajar, dan (4) ingin
melayani/menolong masyarakat. Nilai – nilai itulah yang setidaknya
dilakukan oleh negara Amerika untuk menjadi standar seorang guru
dalam memasuki awal karirnya sebagai seorang guru.
Berdasarkan keempat nilai untuk membangkitkan niat, penulis
kurang setuju karena tidaklengkapannya pada nilai – nilai tersebut.
Penulis meninjau bahwa dengan rasa cinta pada anak, memberikan
pengetahuan, suka mengajar, melayani atau menolong, tidak beda jauh
dengan guru – guru yang ada di SD (Sekolah Dasar), yang terjangkit
dengan kasus – kasus kriminal, seperti pemerkosaan yang dilakukan
oleh seorang siswa-siswi, dan seorang guru menutupi kasusnya
melalui sogokan uang (Santoso, 2020). Kenapa hal itu bisa terjadi
pada seorang guru? kita buatlah hipotesis bahwa seorang guru tersebut
memang pintar dan memenuhi aspek ke empat nilai diatas, karena
berdasarkan wawancara tidak ada data yang merujuk pada keempat
nilai diatas, namun, berdasarkan data, guru tersebut sudah lama
mengajar disitu, dan yang namanya lama, tentu sudah mengetahui
situasi dan kondisi sekolah, alias paham betul akan proses mengajar
dan pengajaran yang dilakukan. Dengan demikian, salah satu nilai
yang dinyatakan tidak lengkap itu termasuk pada nilai – nilai rohani.
Karena hal itulah, rohani menjadi “komando” terhadap jasmani
(Mustari, 2011).
16
BAB IV
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat dipaparkan melalui tujuan pada
penulisan ini, yang meliputi :
1. Dalam meningkatkan professionalisme seorang guru, segi kondisi
dan kredibilitas perlu diperhatikan, yaitu dengan memenuhi ketujuh
aspek dalam mengembalikan kondisi guru dan adanya pembentukan
komunitas guru untuk meningkatkan kredibilitasnya.
2. Berdasarkan kondisi HDI Indonesia, seorang guru di Indonesia
tidak dituntut untuk memenuhi kualifikasi minimal bergelar Sarjana,
namun Diploma-IV.
3. Untuk membangkitkan motivasi tidak hanya dibangun melalui (1)
cinta pada anak, (2) ingin untuk memberikan pengetahuan, (3) karena
suka mengajar, dan (4) ingin melayani/menolong masyarakat, namun
perlunya juga memiliki aspek - aspek kerohanian.
4.2 Implikasi
4.2.1 Implikasi Teoritis
Adapun implikasi secara teoritis untuk meningkatkan wawasan
masyarakat, khususnya seorang guru dalam ruang lingkup pengenalan
terhadap professionalisme guru, undang – undang, dan motivasi yang
harus dimiliki.
17
4.3 Rekomendasi
Penulis merekomendasikan kepada seorang guru untuk lebih
memahami professionalisme guru dalam sudut pandang kondisi yang
terjadi di zaman sekarang, lebih merealisasikan dari konsep teori yang
telah dipaparkan pada penulisan ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Fleming, P. (n.d.). The Death of Homo Economicus: Work, Debt and the Myth of
Endless Accumulation.
Nations, U. (2019). Education index. Retrieved March 12, 2020, from United
Nations Development Programme website:
19
http://hdr.undp.org/en/indicators/103706
Nisa, A. F., Prasetyo, Z. K., & Istiningsih. (2020). The Teachings of Ki Hadjar
Dewantara in Improving the Character of Elementary School Students in the
Revolution of Industry 4.0 Era*. 401(Iceri 2019), 49–56.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.200204.010
20
Ornstein, A. C., Levine, D. U., & Gutek, G. L. (2011i). Motivation, Preparation,
and Conditions for the Entering Teacher. In Foundations of Education2
(Eleventh, p. 25). Wadsworth.
Ornstein, A. C., Levine, D. U., & Gutek, G. L. (2011k). The Teaching Profession.
In Foundations of Education (Eleventh, p. 33). Wadsworth.
Ornstein, A. C., Levine, D. U., & Gutek, G. L. (2011l). The Teaching Profession.
In Foundations of Education (Eleventh, pp. 35–41). Wadsworth.
Ornstein, A. C., Levine, D. U., & Gutek, G. L. (2011m). The Teaching Profession.
In Foundations of Education (Eleventh, p. 30). Wadsworth.
Ornstein, A. C., Levine, D. U., & Gutek, G. L. (2011n). The Teaching Profession.
In Foundations of Education (Eleventh, p. 36). Wadsworth.
Rohman, H. (n.d.). Nadiem Makarim dan “Link and Match.” Retrieved from
https://news.detik.com/kolom/d-4759461/nadiem-makarim-dan-link-and-
match
Sandyta, F. (2018). Bagaimana rasanya bekerja sebagai guru? Apa hal yang paling
berkesan saat kamu menjadi guru? Retrieved March 12, 2020, from Quora
Indonesia website: https://id.quora.com/Bagaimana-rasanya-bekerja-sebagai-
guru-Apa-hal-yang-paling-berkesan-saat-kamu-menjadi-guru
21
https://www.suara.com/news/2020/03/12/150154/siswi-sd-di-jambi-diduga-
diperkosa-4-senior-di-kelas-saat-jam-sekolah
22