Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASKEB LANJUT II

DISUSUN OLEH

MERANTI WAGOLA

BK.1808288

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GRAHA EDUKASI MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis menyetujui syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
terdiri dari sehat fisik maupun akal, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini sebagai tugas penunjang nilai UAS dari mata kuliah ASKEB Lanjut Dua.
Penulis tentu sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan juga saran dari pembaca untuk
makalah ini. Demikian, semoga materi dari makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat
bagi setiap pihak, yang diperuntukkan bagi para baca.

Makassar,..Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Penanganan efek samping imunisasi/ KIPI..............................................3
B. Pertolongan pertama dan penyakit- penyakit/ masalah
Kegawatdaruratan yang sering terjadi pada neonates, bayi dan balita... .5
C. Penilaian skor Dubowitz..........................................................................10
D. Deteksi dini autism pada bayi atau balita................................................11
E. Penggolongan bayi yang terinfeksi HIV, hepatitis
dan ibu ketergantungan obat....................................................................12
F. Merujuk BBL, bayi dan Balita dengan aman...........................................19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................21
B. Saran........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa bayi adalah masa keemasan sekaligus masa kritis perkembangan
seseorang. Dikatakan masa kritis karena pada masa ini bayi sangat peka terhadap
lingkungan dan dikatakan masa keemasan karena masa bayi berlangsung sangat
singkat dan tidak dapat diulang kembali (Departemen Kesehatan, 2009). Bayi adalah
individu yang lemah dan memerlukan proses adaptasi. Bayi harus dapat melakukan 4
penyesuaian agar dapat tetap hidup yaitu penyesuaian perubahan suhu, menghisap dan
menelan, bernafas dan pembuangan kotoran. Kesulitan penyesuaian atau adaptasi akan
menyebabkan bayi mengalami penurunan berat badan, keterlambatan perkembangan
bahkan bisa sampai meniggal dunia (Mansur, 2009 ).
Tenaga kesehatan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan
memperhatikan aspek pelayanan yang berkualitas sehingga dapat memberikan kontribusi
dalam menurunkan kesakitan dan kematian neonatal. Pelaksanaan kunjungan neonatal
yang optimal dengan memberikan asuhan bayi baru lahir melalui pemberian pelayanan
yaitu deteksi dini tanda bahaya, menjaga kehangatan, pemberian ASI, pencegahan
infeksi, pencegahan pendarahan dengan memberikan vitamin K injeksi untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian pada masa Neonatal. Menurut ICM
(International Confederation Of Midwives), Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti
program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut,
serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki ijin yang sah
(lisensi) untuk melakukan praktik kebidanan. Bidan merupakan salah satu tenaga
kesehatan yang memiliki posisi penting terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Berdasarkan Millennium Development Goals (MDGs) 2015, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia menargetkan mengurangi 2/3 angka kematian balita dalam
kurun waktu 1990 dan 2015. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 1991 sebanyak 68 AKB, tahun 2007 sebanyak 34 AKB dan 2015 sebanyak 23
AKB. Target selanjutnyan yakni menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) hingga 3/4
dalam kurun waktu 1990-2015. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 1991 sebanyak 390 AKI, tahun 2007 sebanyak 228 AKI dan target pada tahun
2015 diperkirakan menurun sebanyak 102 AKI. Hasil penurunan AKI yang signifikan
dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100. 000 kelahiran hidup pada tahun 2007,
tetapi perlu upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015 ( Kemenkes RI. 2011 )
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penanganan efek samping imunisasi/ KIPI?
2. Bagaimana pertolongan pertama dan penyakit- penyakit/ masalah atau
kegawatdaruratan yang sering terjadi pada neonates, bayi dan balita?
3. Bagaimana penilaian skor Dubowitz?
4. Bagaimana deteksi dini autisme pada bayi atau balita?
5. Bagaimana pengelolaan bayi yang terinfeksi HIV, hepatitis dan ibu ketergantungan
obat?
6. Bagaimana merujuk BBL, bayi dan balita dengan aman?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penanganan efek samping imunisasi/ KIPI?
2. Untuk mengetahui bagaimana pertolongan pertama dan penyakit- penyakit/ masalah
atau kegawatdaruratan yang sering terjadi pada neonates, bayi dan balita?
3. Untuk mengetahui penilaian skor Dubowitz?
4. Untuk mengetahui bagaimana deteksi dini autisme pada bayi atau balita?
5. Untuk mengetahui pengelolaan bayi yang terinfeksi HIV, hepatitis dan ibu
ketergantungan obat?
6. Untuk mengetahui bagaimana merujuk BBL, bayi dan balita dengan aman?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penanganan Efek Samping Imunisasi/ KIPI


KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu
bulan setelah imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), KIPI dibagi menjadi 3 (tiga) kategori
( chaerunnisya, Dinda. 2012) yaitu :
1. Related programme atau hal – hal berkaitan dengan kegiatan imunisasi,
misalnyatimbul bengkak bahkan abses pada bekas suntikan vaksin. Biasanya
karena jarum tidaksteril. Contoh lain adalah kelenjar limfe misalnya di daerah
ketiak, atau lipat pahamembengkak dan terasa sedikit nyeri. Ini akibat
aktivitas sistem kekebalan tubuh yangmenerima vaksin tersebut.
2. Reaction related to properties of vaccine atau reaksi terhadap sifat – sifat yang
dimiliki oleh vaksin yang bersangkutan. Misalnya saja reaksi terhadap bahan
campuran vaksin. Reaksi ini biasanya berupa pembengkakan, kemerahan,
demam (misalnya terhadap vaksin campak, biasanya akan normal kembali
dalam satu hari).
3. Coincidental atau koinsidensi, koisidensi adalah adalah dua kejadian secara
bersama tanpa adanya hubungan satu sama lain. Ketika anak menerima
imunisasi, sebenarnya dia sudah dalam keadaan masa perjalanan penyakit
yang sama atau penyakit lain (masa tunas) yang tidak ada hubungannya
dengan vaksin yang bersangkutan. Misalnya saja, anak sedang dalam
perjalanan mau sakit batuk pilek atau diare bahkan sering kali penyakit akut
yang lebih serius disertai demam.
Tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila
seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga
dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit
ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus
dilakukan observasi selama 15 menit. Untuk menghindarkan kerancuan maka gejala
klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala
klinis.

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat Timbul KIPI

Toksoid Tetanus Syok anafilaksis neuritis brachial 4 jam, atau 2- 18 hari


(DPT,DT,TT) komplikasi akut termasuk Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
Pertussis whole cell Syok anafilaksis ensefalopati 4– 72 jam tidak tercatat
( DPwT) komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian

Campak Syok anafilaksis ensefalopati 4 jam atau 5- 15 hari tidak


komplikasi akut termasuk tercatat
kecacatan dan kematian
Trombosit openia Klinis campak 7- 30 hari 6 bulan tidak
pada resipien imunokompromais tercatat
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
Polio Hidup ( HPV ) Polio paralisisPolio paralisis pada 30 hari sampai 6 bulan
resipien imunokompromais
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
Hepatitis Syok anafilaksisKomplikasi akut 4 jam tidak tercatat
termasuk kecatatan dan kematian
BCG BCG-it is 4- 6 jam

Penanganan Masalah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) :


a. Abses pada tempat suntikan. Abses pada tempat suntikan. Bengkak tidak perlu diobati
dikompres dengan air hangat atau larutan fisiologis NaCl bila timbul nanah, tetapi bila
luka besar dan bengkak diketiak anjurkan ke dokter
b. Limfadenitis. Limfadenitis BCG adalah timbulnya pembesaran kelenjar disekitar tempat
suntikan BCG seperti diketiak atau di lipatan paha. Limfadenitis BCG merupakan efek
samping yang sering dijumpai pada vaksinasi BCG meskipun jarang menimbulkan
masalah yang serius. Kejadiannya berkisar 1- 2 per 1000 vaksinasi. Penanganan
limfadenitis BCG masih di perdebatkan. Di lapangan tidak jarang kelainan ini diberi obat
anti tuberculosis (Isoniasid, INH) meskipun hasilnya tidak memuaskan. Bahkan ada yang
melakukan oprasi pengambilan kelenjar yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada tipe
lirnfadenitis non-supuratif, tindakan eksisi tidak dianjurkan, sedangkan pada tipe
supuratif, eksisi dapat dianjurkan. Tindakan eksisi dilakukan apabila dengan aspirasi
tidak menunjukkan hasil yang baik, sudah terjadi bentuk sinus, atau kelenjarnya multipel.
Selain itu tindakan eksisi lebih di indikasikan pada kosmetik yaitu rnencegah pecahnya
kelenjar secara tidak beraturan. Pemberian obat anti tuberkulosis setelah eksisi tidak
memberikan hasil yang lebih baik. Kalau eksisi dianjurkan, maka tindakan insisi pada
limfadenitis BCG tidak dianjurkan .

B. Pertolongan Pertama Dan Penyakit- Penyakit/ Masalah Kegawatdaruratan Yang Sering


Terjadi Pada Neonatus, Bayi Dan Balita ( Rukiyah, Ai Yeyeh dan Yulianti, Lia. 2013)
1. Asfiksia Neonatorium.
Asfiksa neonatrum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir ( Sarwono, 2007 ). Beberapa factor yang dapat
menimbulkan gawat janin atau asfiksia adalah
a. Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya gangguan aliran pada tali
pusat seperti lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban
telah pecah, kehamilan lewat waktu, pengaruh obat, karena narkoba saat
persalinan.
b. Factor ibu, misalnya gangguan his : tetania uterihipertoni, turunya tekanan darah
mendadak, perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta, vaso kontriksi
arterial, hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklampsia- eclampsia,
gangguan pertukaran nutrisi/ O2, solusio plasenta.
Penatalaksanaan
a. Tindakan umum
Bersikan jalan nafas : kepala bayi diletakan lebih rendah agar lender mudah
mengalir, bila perlu di gunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lender
dari saluran nafas yang lebih dalam.
b. Tindakan khusus/ asuhan yang diberikan oleh bidan.
Pada kasus asfiksia berat : berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten
melalui pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah
diperkaya dengan O2. Tekanan O2 diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan
spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan
pertengahan sternum 80- 100x/ menit.
Asfiksia sedang/ ringan : pasang relkiek pernafasan ( hisap lender, rangsang
nyeri ) selama 30- 60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok ( frog
breathing ) 1- 2 menit yaitu kepala bayi ekstensi maksimal beri Oz 1- 2 x/ menit
melalui kateter dalam hidung serta gerakan dagu keatas- bawah secara teratur
20x/ menit.
c. Lakukan resusitasi.
Lakukan resusitasi dengan ventilasi positif memakai balon dan sungkup.
1) Jelaskan keadan bayi dan tindakan
2) Pasang sungkup menutupi hidung dan mulut bayi
3) Lakukan pengujian ventilasi 2x
4) Bila dada tidak mengembang, periksa/ lihat kepala dan sungkup, apakah ada
lendir dalam mulut bayi
5) Lakukan ventilasi 40x dalam 60 detik sambal memantau gerakan naik turun di
dinding dada
6) Lakukan penilaian pernafasan dalam 10 detik, denyut jantung dalam 10 detik
dan warna kulit, bila tidak terjadi pernafasan spontan setelah 2- 3 menit maka
harus dirujuk. Lakukan ventilasi selama menuju ke fasilitas rujukan, dan
lakukan penilaian sampai pernafasan spontan terjadi.
2. Bayi Baru Lahir Rendah ( BBLR )
Bayi baru lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram ( sampai dengan 2499 gram). Byi bru lahir rendah dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu bayi premature sesuai masa kehamilan ( SMK ),
dan bayi premature kecil untuk masa kehamilan ( KMK ), etiologinya bisa disebakan
oleh factor ibu, factor janin, dan factor lain.
Penatalaksanaan
a. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermi,
oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat
b. Mencegah infeksi dengan ketat, BBLR sangat rentan dengan infeksi, perhatikan
prinsip- prinsip pencegaan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang
bayi
c. Pengawasan nutrisi/ ASI. Reflex menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu
pemberian nutrisiharus dilakukan dengan cermat
d. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/ nutrisi
bayi erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan harus dilakukan dengan ketat
e. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih,
pertahankan suhu tetap hangat
f. Kepala bayi ditutup topi, beri oksigen bila perlu
g. Tali pusat harus dalam keadaan bersih
h. Beri minum dengan sonde/ tetes dengan pemberian ASI
i. Bila tidak mungkin infuse dekstrose 10% + bicarbonas natricus 1,5 % = 4 : 1, hari
1 = 60 cc/kg/hari ( kolaborasi dengan dokter ) dan berikan antibiotic
3. Perdarahan tali pusat
Perdarahan tali pusat dapat disebabkan oleh trauma, ikatan tali pusat yang longgar,
atau kegagalan pembentukan thrombus yang normal.kemungkinan lain sebab
perdarahan adalah penyakit perdarahan pada neonates dan infeksi local maupun
sistemik.
Penatalaksanaan
a. Pada perdarahan umbilikusakibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan
kembali pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh repitan atau
tarifan dari klem. Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15- 20 menit maka tali
pusatnya harus segera dilakukan beberapa jahitan pada luka bekas pemotongan
tersebut
b. Perdarahan umbilicus akibat robekan umbilicus harus segera dijahit. Kemudian
segera lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan anatomic
pembuluh darah sehingga dapat segera dilakukan tindakan oleh dokter
c. Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan
harus segera merujuk. Bahkan rujuk lebih baik segera dilakukan jika kelainan
tersebut sudah diketahui sebelumnya bayi lahir sehingga dapat dilakukan tindakan
sesegera mungkin untuk membuat peluang bayi lahir hidup lebih besar.
4. Hipotermia ( Maryunani, anik dan puspita eka. 2013 )
Hipotermia merupakan keadaan dimana seorang individual gagal mempertahankan
suhu tubuh dala batas normal 36- 37,5°C ( Warih. 1992 )
Penatalaksanaan
a. Menyiapkan tempat melahirkan yang bersih, hangat dan kering
b. Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir dengan handuk yang kering dan bersih
c. Menjaga bayi tetap hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dan keduanya
diselimuti ( metode kanguru ) atau bayi diletakan didalam inkubator
d. Memberikan ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat
merangsang rooting reflex dan bayi dapat memperoleh kalori dan panas tubuh
e. Mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat selama dalam perjalanan
menuju tempat rujukan
5. Ikterus/ Hiperbilirubinemia ( Maryunani, anik dan Puspita, eka. 2013 )
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal, biasanya terjadi pada bayi baru lahir.
Penatalaksanaan
Penanganan sendiri dirumah :
a. Berikan ASI yag cukup ( 8- 12 kali sehari )
b. Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah
diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat
matahari pagi antara jam 7- 8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala
agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30
menit, 25 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar
dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian
( telanjang ) namun hati- hati jangan sampa bayi kedinginan
Terapi medis :
a. Dilakukan terapi medis ( Phototherapy ) sesuai dengan peningkatan dengan kadar
bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi
b. Jika terapi sinar standar tidak menolong unrtuk penurunan kadar bilirubin, maka
bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar ganda
c. Jika gagal dalam terapi sinar maka dilakukan transfuse tukar yaitu pergantian
darah bayi dengan pendonor darah
6. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonates ( bayi berusia
kurang 1 bulan ) yang disebabkan oleh Clastridium tetani, yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin ( racun yang menyerang system saraf pusat ). Penyebab infeksi
neonatorum adalah terjadi infeksi tali pusat, akibat pemotongan tali pusat yang
kurang steril, ibu yang tidak mendapatkan imunisasi tetanus toksoid, dan pertolongan
persalinan tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Penatalaksanaan
a. Mengatasi kejang
1) Kejang dapat di atasi dengan mengurangi rangsangan, penderita/ bayi
ditempatkan dikamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat penderita
sangat peka akan suara dan cahaya
2) Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi
fenobarbital dan largaktil. Kombinasi yang lain ialah kloralhidrat yang
diberikan lewat anus
b. Menjaga jalan nafas tetap bebas, dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan
spatel bila lidah tergigit
c. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di talipusat atau telinga
d. Pemberian antitoksin : untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS
dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari berturut- turut dengan IM,
kalau perinfus diberikan ATS 20.000 IU sekaligus
e. Pemberian antibiotic, untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000
IU setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun atau ampisilin
100 mg/ kg BB per hari dibagi dalam 4 dosis secara intravena selama 10 hari
f. Perawatan yang adekuat :
1) Kebutuhan oksigen
2) Makanan ( harus hati- hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen
atau karet )
3) Keseimbangan cairan dan elektolit, kalau pemberian makanan peros tidak
mungkin maka diberikan makanan dan cairan intravena. Cairan intravena
berupa larutan glukosa 5% : NaCl fisiologik 4 : 1 selama 48- 70 jam sesuai
dengan kebutuhan, sedangkan untuk selanjutnya untuk memasukan obat. Bila
sakit
g. Tali pusat dirawat dengan kasa bersih dan kering
C. Penilaian Skor Dubowitz ( Studylibid. 2015 )
Penilaian menurut Dubowitz adalah dengan menggabungkan hasil penilaian fisik
eksternal dan neurologis. Kriteria neurologis diberikan score, demikian pula kriteria fisik
eksternal. Jumlah score fisik dan neurologis dipadukan, kemudian dengan menggunakan
grafik regresi linier dicari masa gestasinya. Penilaian fisik eksternal terlihat pada table 3.
Instrument.
Pemeriksaan The Dubowitz Score dilakukan secara mendalam dan detail serta
dilakukan Pemeriksaan karakteristik fisik, neurologis, dan tingkah laku.
1. Karakteristik Neuromuskular
a. Posture. Memeriksa postur dan tingkat fleksi ekstremitas neonatus. Pada neonatus
premature, fleksi otot masih imatur dan tonus otot lemah, akibatnya ekstremitas
neonates dalam keadaan ekstensi. Dan sebaliknya pada neonatus cukup bulan.
Nilai 0 (tonus otot lemah dan ekstremitas ekstensi) Nilai 4 (fleksi otot bagus pada
semua ekstremitas).
b. Square window. Melipat pergelangan tangan sampai telapak tangan sedatar
mungkin dengan lengan. Dilakukan dengan perlahan-lahan. Sudut antara telapak
tangan dan lengan diukur. Jika sudutnya 900, nilainya 0. Bayi semakin matur,
semakin kecil sudut yang terbentuk.
c. Arm Recoil. Perawat memegang lengan neonatus dengan siku difleksikan selama
5 detik, kemudian tarik tangan bayi lurus ke sisi badannya. Tangan dilepaskan dan
tingkat fleksi diukur. Nilai 0 (lengan tidak bergerak sama sekali) Nilai 4 (lengan
bergerak cepat dan fleksi dengan sudut di siku kurang dari 900.
d. Popliteal Angel. Kaki neonates dilipat pada lutut dengan paha fleksi pada
abdomen, panggul bayi tetap datar. Kemudian kaki diluruskan sampai tahanan
dirasakan. Nilai sudut yang terbentuk pada lutut belakang. Nilai 1 (kaki bias
diekstensikan) Nilai 5 (sudut yang terbentuk kurang dari 900).
e. Scarf Sign Perawat memegang tangan neonetus dan menarik tangannya melewati
tubuh bagian yang berlawanan. Yang dinilai adalah posisi siku dengan garis
tengah tubuh bayi. Nilai 1 jika tonus otot jelek dimana lengan bayi melawati
tubuhnya seperti scsrf (selendang) Nilai 4 jika siku bayi tidak dapat mencapai
garis tengah tubuhnya.

D. Deteksi Dini Autisme Pada Bayi/ Balita (Rahayu,Sri Muji. 2014 )


Penyebab autis sanggat kompleks, yang telah diketahui sekarang adalah karena
gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat. Gangguan fungsi ini diakibatkan karena
kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin usia dibawah 3 bulan. Ibu
mungkin mengidap virus TORCH, mengkonsumsi makanan yang mengganggu
pertumbuhan sel otak, menghirup udara beracun, mengalami perdarahan hebat. Factor
genetic juga memegang peran terhadap munculnya autism.
Diperkirakan kehidupan manusia yang terlalu banyak memakai zat kimia beracun
dapat menyebabkan mutase kelainan genetik. Pencernaan yang buruk juga memegang
peran yang penting, seringkali adanya jamur yang terlalu banyak di usus sehingga
menghambat sekresi enzim. Usus tidak dapat meyerap sari- sari makanan tetapi berubah
menjadi “ morfin” yang mempengaruhi perkembangan anak.
Beberapa gejala yang dapat diamati dan perlu diwaspadai menurut usia adalah :
1. Usia 0-6 bulan
a. Bayi Nampak terlalu tenang
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu/ terusik
c. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
d. Tidak perna menjadi kontak mata atau senyum secara berlebihan
e. Bila digendong mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan
2. Usia 6- 12 bulan
a. Kalua digendong kaku dan tegang
b. Tidak tertarik pada minuman
c. Tidak bereaksi terhadap suara atau kata
d. Selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri secara lama ( akibat
terlambat dalam perkembangan motoric halus dan kasar )
3. Usia 2- 3 tahun
a. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak- anak lain
b. Tidak ada kontak mata
c. Tidak perna focus
d. Kaku terhadap orang lain
e. Senang di gendong dan malas menggerakan tubuhnya
4. Usia 4- 5 tahun
f. Suka berteriak- teriak
g. Suka membeo atau menirukan suara orang atau mengeluarkan suara- suara aneh
h. Gampang marah atau emosi apabila rutinitasnya diganggu dan kemauannya tidak
dituruti
i. Agresif dan mudah menyakiti diri sendiri

E. Penggolongan Bayi Yang Terinfeksi HIV, Hepatitis Dan Ibu Ketergantungan Obat

1. Penggolongan Bayi Yang Terinfeksi HIV ( The Working Group on antiretroviral and
medical management of HIV-infected children, 2014 )
a. Klasifikasi berdasarkan status infeksi HIV

1) Infeksi HIV :
a) Anak usia < 18 bulan lahir dari ibu HIV (+) dan terbukti positif pada dua
kali pemeriksaan yang berbeda dengan HIV kultur, HIV PCR, HIV
antigen (p24) atau dijumpai kriteria AIDS
b) Anak usia > 18 bulan lahir dari ibu HIV (+) atau anak terinfeksi oleh
darah, produk darah dimana HIV antibodi positif dengan ELISA dan
Western blot atau dijumpai kriteria AIDS.
2) Perinatally exposed: anak yang tidak termasuk dalam kriteria diatas, HIV (+)
secara ELISA pada anak < 18 bulan atau tidak diketahui status antibodi tetapi
lahir dari ibu HIV(+)
3) Seroreverter: Anak yang lahir dari ibu HIV(+),antibodi HIV negatif setelah
dua kali pemeriksaan pada usia 6-18 bulan, atau satu kali negatif secara
ELISA pada usia > 18 bulan dan tidak didapatkan AIDS.
b. Klasifikasi infeksi HIV berdasarkan gambaran klinis
Keadaan kondisi klinis yang termasuk dalam kategori C untuk anak terinfeksi
HIV

• Infeksi bakteri serius, multiple atau • Coccidioidomycosis


berulang yang dikonfirmasi
• dengan paling sedikit dua hasil • Cryptococcosis ekstra pulmonal
kultur dalam dua tahun.
• Kandidiasis esofagus atau pernafasan • Ensefalopati
(bronkus, trachea, paru)
• Cryptosporidiosis atau Isosporiasis • Histoplasmosis
dengan diare persisten > 1bulan.
• CMV dengan masa timbul gejala • Mycobactrium avium complex
pada usia > 1 bulan, dilokasi selain
• Lymphoma primer di otak
hati, limpa atau kelenjar limfe
• Infeksi virus Herpes simplex yang • Mycobactrium avium complex
menyebabkan ulkus mukokutan,
selama > 1bulan • Pneumocystis carinii pneumonia
• Mycobacterium tuberkulosis yang
menyebar atau ektrapulmonal • Progresif multifocal
Salmonella (nontifoid • Septikemia karena
leukoencephalopathy
• Toksoplasma di otak dengan masa
timbul pada usia > 1bulan
• Wasting syndrome/ failure to
thrive

c. Klasifikasi infeksi HIV berdasarkan gambaran klinis

Kategori N Anak tanpa gejala infeksi HIV atau hanya 1 gejala


Asimtomatik pada kategori A
Kategori A Anak dengan 2 gejala atau lebih dibawah ini tetapi
tanpa gejala kategori B dan C
Gejala ringan :
a. Limfadenopati
b. Dermatitis
c. Hepatomegali
d. Parotitis
e. Splenomegali
f. Infeksi saluran nafas atas rekuren,
sinusitis atau otitis media
Kategori B Gejala sedang :
a. Anemia, netropenia, trombositopeni menetap
b. HSVbronkitis pneumonitis, atau ≥30 hari
esofagitis sebelum usia 1 bulan
c. Meningitis bakteri, pneumonia, sepsis
d. Herpes zoster > 2 episode dalam 1
e. Kandidiasis orofaring >2 bulan, anak>6
bulan tahun
f. Kardiomiopati
g. Leiomiosarkoma
h. Infeksi CMV sebelum usia 1 bulan
i. LIP (lymphoid interstitial pneumonia)
j. Diare kronik atau rekuren
k. Nefropati
l. Hepatitis
m. Nokardiosis
n. HSV stomatitis rekuren lebih dari 2 episode
o. Demam lebih dari 1 bulan dalam 1 tahun
p. Toksoplasmosis, sebelum usia 1 bulan
q. Varisela
Kategori C Gejala berat: sesuai dengan definisi AIDS kecuali
LIP

d. Klasifikasi infeksi HIV berdasarkan sistim imun (CD4+)

Umur
Kategori < 12 bulan 1- 5 tahun 6- 12 tahun
imun no/mm % no/mm % no./mm %
3 3
Kategori 1
Tanpa ≥1,500 (≥25%) ≥1000 (≥25%) ≥500 (≥25%)
supresi
Kategori 2 750- (15-24%) 500- (15-24%) 200-499 (15-
Supresi 1,499 999 24%)
sedang (<15%) (<15%) <200

Kategori 3 < 750 <500 (<15%)

Supresi
berat

2. Penggolongan Bayi Yang Terinfeksi Hepatitis


Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati. Penyebabnya
dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obatobatan, termasuk obat
tradisional. Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis : hepatitis A, B, C, D, E, F dan
G. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling banyak ditemukan. Manifestasi penyakit
hepatitis akibat virus bisa akut (hepatitis A), kronik (hepatitis B dan C) ataupun
kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B dan C).
Tabel. Perbandingan Virus Hepatitis

Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E


Inkubasi 2-4 minggu 1-6 bulan 2 minggu – 3 minggu – 3-6 minggu
6 bulan 3 bulan
Penularan - Fekal-oral - Darah -Sporadik - Darah - Fekal-oral
-Jarang - Seksual -Seksual : - Seksual Dan
terjadi - Perinatal sering pada kontaminasi
melalui penderita makanan
darah/ seks yang
bergantigant
i pasangan
- Perinatal :
tak ada
laporan
Kelompok - Militer -Pecandu -Pecandu -Pecandu - Pelancong
berisiko -Penitipan obat obat obat daerah
anak Homoseksual -Tenaga -Penderita endemic
-Tenaga Kesehatan hepatitis B
Kesehatan -Resipien
-Resipien darah
darah
Diagnosis IgM Anti Klinis IgM Anti- Klinis
akut -HBc HBs HDV
Ag
Diagnosis Anti-HBc HCV Ab HDV Ag
kroni total HBs Ag
3. Ibu Ketergantungan Obat ( Prawirohardjo. 2016 )
Ketergantungan obat adalah adanya kebutuhan psikologis terhadap terhadap suatu
obat dalam jumlah yang makin lama makin bertambah besar untuk menghasilkan efek
yang diharapkan. Penyalahgunaan NAZA saat hamil dapat mempengaruhi
perkembangan janin baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya
secara langsung dari obat melalui plasenta dapat menimbulkan efek pada sel embrio,
sedangkankan pengaruh tidak langsung dengan mempengaruhi perfusi plasenta dan
oksigenasi janin. Disamping pengaruh buruk terhadap kehamilan juga meningkatkan
biaya untuk penanganan bayi yang baru dilahirkan (fetal alcohol syndrome). Selain
itu dapat menimbulkan masalah misalnya, seperti penyakit menular seksual (PMS)
seperti HIV, Hepatitis virus B, PNC yang terlambat atau tidak sama sekali, dan gizi
buruk.
Mekanisme dasar yang menyebabkan efek buruk pada janin yng terpapar dengan
senyawa legal ( alcohol, tembakau, amfetamin, dan benzodiazepine ) maupun
senyawa illegal ( narkotika/ psikotropika ) selama kehamilan meliputi efek biologic
dan lingkungan serta interaksi antara keduanya.
a. Menunjukan efek pemaparan senyawa terhadap system saraf yang sedang
berkembang
b. Menyebabkan persalinan kurang bulan dan ganguan pertumbuhan janin
melalui mekanisme :
1) Efek langsung pada pertumbuhan otak dan vasokonstriksi pada pembuluh
darah uterus
2) Efek yang menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga terjadi
gangguan nutrisi, berat badan sebelum hamil lebih rendah dan
pertambahan berat badan selama hamil rendah
3) Kemampuan merawat diri saat kehamilan yang tidak memadai, hal ini
merupakan karakteristik mayoritas perempuan pengguna obat terlarang
c. Mempunyai karakteristik lebih mudah depresi, agresif, dan kurang
menghargai dirinya sendiri.
Tabel. Periode dan jenis gangguan pertumbuhan janin

periode waktu Proses biologik Gangguan


perkembangan
Gametogenesis Sebelum konsepsi Perkembangan sel Abresi kromosom
benih pria- wanita
Blastogenesis Hari ke- 0 sampai Pembelahan Kematian bayi,
dengan hari ke- 18 pertama dari zigot, cacat rangkap
perkembangan simetris dan
blastula, asimetris
diferensiasi
menjadi embrioblas
dan trofoblas
Embryogenesis Hari ke 18- sampai Pembentukan Cacat tunggal,
dengan minggu ke- organ dan system misalnya
8 organ, diferensiasi disprasia,
organ, hubungan anomaly jantung
sirkulasi ibu, dan pembuluh
diferensiasi darah
plasenta
Fetogenesis Minggu ke- 8 Pertumbuhan Kerusakan-
sampai kelahiran lanjut, berhentinya kerusakan akibat
diferensiasi organ, infeksi misalnya
pematangan akibat
spirokhaeta
toksoplasma,
morbus
haemolitikus
nenonatusrum
F. Merujuk BBL, Bayi dan Balita Dengan Aman ( Maryanti, Dwi. 2011 )

System rujukan adalah suatu system yang memberikan suatu gambaran tata cara
pengeriman neonates resiko tinggi dari tempat yang kurang mampu memberikan
penanganan ke Rumah Sakit yang dianggap mempunyai fasilitas yang lebih mampu
dalam hal penatalaksanaanya secara menyeluruh. Dalam rujukan terjadi antara lain :

1. Penyerahan tanggung jawab timbal balik perawatan penderita dari suatu unit
kesehatan secara partikel dan horizontal pada unit kesehatan yang lebih
mampu
2. Penyaluran pengetahuan dan keterampilan dari unit kesehatan yang lebih
mampu pada unit kesehatan yang lebih kecil
3. Pengiriman bahan untuk memeriksa laboratorium dari unit kesehtan yang
kecil pada unit kesehatan yang lebih mampu dan pengeriman hasil kembal
pada unit kesehatan yang mengirimnya.
Berdasarkan factor resiko dan kemampuan unit kesehatan, pada dasarnya tingkat
perawatan dibagi menjadi :
1. Pelayanan dasar termasuk didalamnya adalah RS kelas D, puskesmas dengan
tempat tidur, dan rumah bersalin
2. Pelayanan spesialitik didalamnya termasuk RS kelas C, RS kabupaten, RS
swasta dan RS provinsi.
3. Pelayanan subspesialitis ialah RS kelas A, rumah sakit kelas B pendidikan non
pendidikan pemerintah dan swasta
Alur Pelayanan Bayi Baru Lahir dengan Komplikasi :

Bayi baru lahir

Sarana pelayanan kesehatan


mengidentifikasi komplikasi pada bayi baru
lahir

Sarana pelayanan merujuk bayi baru lahir


dengan komplikasi ke sesuai kriteria kasus

Bayi sakit berat Bayi sakit sedang Bayi sakit ringan

Perawatan bayi sakit di RS Perawatan bayi sakit Perawatan bayi sakit di


PONEK di puskesmas PONED berbagai jenis sarana
pelayanan kesehatan

System pelayanan
kesehatan melaporkan
bayi baru lahir dengan
komplikasi

Dinkes kab/ kota menerima


laporan hasil penanganan
bayi baru lahir dengan
komplikasi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu
bulan setelah imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). seorang anak telah mendapatkan imunisasi
perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat).
Penganan KIPI adalah dengan Abses pada tempat suntikan dan limfadenitis.
Pertolongan pertama dan penyakit- penyakit/ masalah kegatdaruratan yeng sering
terjadi pada neonates, bayi dan balita yaitu asfiksia neonatrum, BBLR, perdarahan tali
pusat, icterus/ hyperbilirubinemia dan tetanus neonatrum.
Penilaian menurut Dubowitz adalah dengan menggabungkan hasil penilaian fisik
eksternal dan neurologis. Kriteria neurologis diberikan score, demikian pula kriteria fisik
eksternal. Jumlah score fisik dan neurologis dipadukan, kemudian dengan menggunakan
grafik regresi linier dicari masa gestasinya. Penilaian fisik eksternal terlihat pada table 3.
Instrument. Pemeriksaan The Dubowitz Score dilakukan secara mendalam dan detail
serta dilakukan Pemeriksaan karakteristik fisik, neurologis, dan tingkah laku.
Penyebab autis sanggat kompleks, yang telah diketahui sekarang adalah karena
gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat. Gangguan fungsi ini diakibatkan karena
kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin usia dibawah 3 bulan. Ibu
mungkin mengidap virus TORCH, mengkonsumsi makanan yang mengganggu
pertumbuhan sel otak, menghirup udara beracun, mengalami perdarahan hebat. Factor
genetic juga memegang peran terhadap munculnya autism.
Penggolongan Bayi Yang Terinfeksi HIV dibedakan menjadi Klasifikasi
berdasarkan status infeksi HIV, gambaran klinis, dan system imun. Sedangkan
penggolongan bayi yang terinfeksi Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis : hepatitis A,
B, C, D, E, F dan G. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling banyak ditemukan.
Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (hepatitis A), kronik (hepatitis B dan
C) ataupun kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B dan C).
Ketergantungan obat adalah adanya kebutuhan psikologis terhadap terhadap suatu
obat dalam jumlah yang makin lama makin bertambah besar untuk menghasilkan efek
yang diharapkan. Mekanisme dasar yang menyebabkan efek buruk pada janin yng
terpapar dengan senyawa legal ( alcohol, tembakau, amfetamin, dan benzodiazepine )
maupun senyawa illegal ( narkotika/ psikotropika ) selama kehamilan meliputi efek
biologic dan lingkungan serta interaksi antara keduanya
System rujukan adalah suatu system yang memberikan suatu gambaran tata cara
pengeriman neonates resiko tinggi dari tempat yang kurang mampu memberikan
penanganan ke Rumah Sakit yang dianggap mempunyai fasilitas yang lebih mampu
dalam hal penatalaksanaanya secara menyeluruh.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan diharapkan bisa lebih prefesional dalam menangani setiap
kasus pada neonatus, bayi dan balita
2. Bagi teman- teman yang sudah membaca makalah ini, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membaca makalah ini. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun dari pembaca diharapakan dapat membantu saya dalam perbaikan
penyusunan dan penyampaian isi materi yang kami sajikan pada makalah ini

DAFTAR PUSTAKA
Chaerunnisya, Dinda. dkk. 2012. Penanganan efek samping imunisasi dan KIPI.
https://www.academia.edu/31555045/Inilah_Penanganan_Efek_Samping_Imunisasi_dan_KIPI.
Https://Studylibid.com/doc/264923/penilaian-dubowitz-score-pengertian-penularan. 20 juli 2015
Maryunani, anik dan eka puspita sari ( Ed.). 2013. Asuhan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal. Jakarta : Cv Trans Info Media.
Maryanti, Dwi. sujianti. Dan Tri Budiarti. 2011. Buku ajar neonates, bayi dan balita. Jakarta :
CV trans Info Media.
Prawirohardjo, sarwono ( Ed. ). 2016. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.
The working group on antiretroviral and medical management of HIV- infected children, The
National resources and services administrasion, and the national institute of health.
Guidelines for the use of antiretroviral agents in pediatric HIV infection. December 14,
2001. Diperoleh dari http://aidsinfo.org.
Rukiyah, Ai Yeyeh dan yulianti lia. 2013. Asuhan Neonatus bayi dan balita. Jakarta : Cv Trans
info medika.

Anda mungkin juga menyukai