Anda di halaman 1dari 55

REFERAT

ASPEK MEDIKOLEGAL PENANGANAN PASIEN


CORONAVIRUS 2019

Pembimbing:
Disusun Oleh:

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK RS


BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

Coronavirus (CoV) merupakan virus RNA bagian genus Coronavirus,


famili Coronaviridae. Dengan kemampuan mutasi yang cukup tinggi, CoV
merupakan patogen zoonotik yang muncul pada manusia dan beberapa
hewan dengan fitur klinis yang luas dari asimtomatik hingga memerlukan
rawat inap di ICU, menyebabkan infeksi paru-paru, gastrointestinal, hepatik
dan sistem neurologis.
Pada bulan Desember 2019, novel Coronavirus (nCoV) muncul di
Wuhan, Provinsi Hubei, Cina sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh
karena epidemi pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya. Bulan
Desember tanggal 12 2019, influenza dan beberapa coronavirus lainnya
telah disingkirkan dari etiologi secara pemeriksaan laboratorium. Pada
tanggal 7 Januari 2020 diumumkan oleh autoritas Cina bahwa ditemukan
tipe baru CoV (novel Coronavirus, nCoV) di yang kemudian disebut
COVID-19 oleh WHO pada tanggal 12 Januari 2020. COVID-19 diduga
dari kasus pertama yang muncul, merupakan infeksi yang ditransmisi oleh
agen zoonotic (dari hewan ke manusia). Peningkatan jumlah kasus di kota
Wuhan dan secara internasional telah mengindikasikan bahwa terdapat
transmisi sekunder dari manusia-ke-manusia. Kasus baru teridentifikasi di
negara Asia dan beberapa negara lain seperti AS dan Perancis.1
Virus COVID-19 ditransmisi melalui droplets, alat/benda dan kontak
erat, dengan kemungkinan penyebaran melalui feses, bukan ditransmisi
melalui udara. Terkecuali kasus demam hemoragik (seperti Ebola) dan
kolera, jenazah tidak infeksius secara umum. Hanya paru-paru dari pasien
dengan pandemic influenza, apabila ditangani dengan tidak benar saat otopsi
dapat menjadi infeksius. Selain itu, jasad tidak mentransmisi penyakit.
Merupakan suatu mitos yang umum bahwa jasad pasien dengan penyakit
menular harus dikremasi, namun hal tersebut tidak tepat.2

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Coronavirus (CoV) merupakan virus RNA berselubung/berkapsul yang
secara luas ditemukan pada manusia dan binatang. Terdapat total 6 spesies
telah diidentifikasi yang menyebabkan penyakit pada manusia yang
menginfeksi sistem saraf, respirasi, enteric dan hepatic. Beberapa decade
terakhir telah terjadi endemic dalam bentuk MERS-CoV (Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus) dan SARS-CoV (Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus).
Saat ini telah muncul wabah lain yang disebabkan oleh strain lain yakni
SARS-CoV-2 virus (COVID-19). Wabah yang muncul awalnya berupa
pneumonia tanpa etiologi yang jelas pada pasien di Wuhan, Cina. Pusat
infeksi dihubungkan oleh pasar makanan laut dan binatang di kota tersebut.
SARS-CoV-2 sangat menular dan menyebabkan pandemi yang pesat.
COVID-19 merupakan infeksi yang ditransmisi oleh agen zoonotik (dari
hewan ke manusia). Peningkatan jumlah kasus di kota Wuhan dan secara
Internasional telah mengindikasikan bahwa terdapat transmisi sekunder dari
manusia-ke-manusia.3
Tanggal 20 Februari 2020, telah dikonfirmasi adanya transmisi manusia-
ke-manusia dan infeksi nosocomial telah terjadi. Transmisi dari COVID-19
mayoritas melalui droplet respirasi dan kontak dengan pasien terinfeksi.

2.2 Epidemiologi COVID-19


Sejak Februari 2020, jumlah kasus kumulatif dari COVID-19 terus
meningkat dengan cepat. Angka mortalitas COVID-19 terbilang lebih
rendah dibandingkan kasus coronavirus lainnya yaitu 2,67%. COVID-19
dan MERS memiliki rasio yang hampir sama terkait jenis kelamin, dimana
lebih banyak laki-laki (67%) dibandingkan perempuan (46,9%).4

2
Secara global hingga tanggal 1 April 2020, berdasarkan data WHO
telah terkonfirmasi sebanyak 823 626 kasus dengan 40 598 kematian.
Jumlah kasus tertinggi di area Pasifik Barat adalah Cina (82,631 kasus)
diikuti oleh Korea (9887 kasus). Regio Eropa terbanyak diduduki oleh
Italia (105,792 kasus) diikuti Spanyol (95,517 kasus). Regio Asia
Tenggara memiliki 5175 kasus dan 3115 kematian, dengan Thailand
sebagai negara dengan kasus tertinggi (1771 kasus), India (1636 kasus)
dan Indonesia (1528 kasus).5
Hingga 4 April 2020 total pasien terkonfirmasi positif di Indonesia saat
ini meningkat, mencapai 2092 kasus dengan 191 diantaranya meninggal.
Lima (5) provinsi dengan kasus terbanyak COVID-19 di Indonesia
ditempati oleh DKI Jakarta (1028 kasus, 89 meninggal, 56 sembuh),
diikuti Jawa Barat (247 kasus, 28 meninggal, 12 sembuh), Banten (173
kasus, 17 meninggal, 7 sembuh), Jawa Timur (152 kasus, 14 meninggal,
29 sembuh), dan Jawa Tengah (120 kasus, 18 meninggal, 11 sembuh).6

2.3 Faktor Risiko & Manifestasi Klinis COVID-19


2.3.1. Faktor Risiko
Berdasarkan laporan kasus dari CDC China didapatkan bahwa usia tua,
penyakit jantung, diabetes, penyakit paru kronis, hipertensi dan kanker
dihubungkan dengan peningkatan risiko kematian dari infeksi COVID-19.
Meta-analisis dari 8 studi menunjukkan infeksi paling berat pada penderita
hipertensi, penyakit paru yang mendasari dan penyakit jantung. Penelitian
lain menunjuukan hubungan peningkatan risiko infeksi berat dengan
obesitas dan merokok. Di Italia, risiko lebih besar dilaporkan pada laki-laki
dibanding perempuan.7
2.3.2. Gejala Klinis
Infeksi COVID-19 menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala
klinis utama yaitu demam (suhu >380C), batuk dan sulit bernafas. Selain itu
dapat disertai sesak memberat, fatigue, myalgia, gejala gastrointestinal

3
(diare) dan gejala saluran nafas lain. Setengah dari pasian timbul sesak
dalam 1 minggu. Kasus berat perburukan secara cepat dan progresif seperti
ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan
atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien,
gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam
kondisi kritis bahkan meninggal.8
2.3.3. Klasifikasi Klinis
Sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi diantara lain:
a. Tidak berkomplikasi
b. Pneumonia ringan
c. Pneumonia berat
d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
e. Sepsis
f. Syok septik

2.4 Diagnsosis COVID-19


2.4.1. Anamnesis
Tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit
bernafas atau sesak. Ingat bahwa demam tidak didapatkan pada beberapa
keadaan seperti usia geriatric atau imunokompromais. Gejala tambahan lain
yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Beberapa
kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran nafas akut berat
(infeksi saluran nafas akut dengan riwayat demam >=380C dan batuk
dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu rawat inap rumah sakit).
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Tergantung ringan atau beratnya manifestasi klinis
 Kesadaran: kompos mentis atau penurunan

4
 TTV: frekuensi nadi meningkat, nafas meningkat, tekanan darah
normal/menurun, suhu tubuh meningkat, saturasi oksigen normal
atau turun
 Disertai retraksi otot pernafasan
 Paru dapat tidak simetris statis dinamis, fremitus mengeras, redup
pada daerah konsolidasi, suara nafas bronkovesikuler atau bronkial
dan ronki kasar.
2.4.3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan thoraks, menunjukkan
opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru
atau nodul, tampilan ground-glass. Pada stage awal, terlihat
bayanangan multiple plak kecil dengan perubahan interstisial yang
jelas di perifer paru kemudian berkembang menjadi bayangan
multiple ground glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat
dapat ditemukan konsolidasi paru, bahkan white-lung dan effusi
pleura (jarang).
 Pemeriksaan specimen saluran nafas atas dengan swab tenggorok
(naso dan oro faring), saluran nafas bawah (sputum, bilas bronkus,
BAL, aspirat menggunakan endotrakeal tube)
o Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi
pengambilan sampel dari saluran nafas atas dan bawah untuk
petunjuk klirens dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2-4 hari
sampai 2 kali hasil negatif dari kedua sampel serta klinis
perbaikan setidaknya 24 jam.
 Bronkoskopi
 Pungsi pleura (sesuai kondisi)
 Kimia darah
o Darah perifer lengkap (leukosit normal atau turun; hitung jenis
limfosit menurun). LED & CRP meningkat

5
o Analisis gas darah
o Fungsi hepar, ginjal
o Gula darah sewaktu
o Elektrolit
o Faat hemostasis (pada kasus berat D-dimer meningkat)
o Prokalsitonin
o Laktat (untuk menunjang curiga sepsis)
 Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran nafas
dan darah
 Pemeriksaan feses & urin (investigas kemungkinan penularan).8

2.5 Deskripsi Patologis COVID-19


Informasi mengenai temuan patologis pada COVID-19 masih sangat
terbatas, namun terdapat beberapa laporan kasus yang telah dipublikasi.
Telah di garis bawahi oleh Public Health England (PHE), sebuah kriteria
untuk menilai kemungkinan infeksi COVID-19 pada pasien. Kriteria dapat
digunakan pada pasien yang telah meninggal dengan syarat bahwa waktu
yang diberikan merupakan waktu sebelum kematian atau onset gejala yang
relevan sebelum meninggal diketahui.
Kriteria pasien possible case pasien memerlukan rawat inap:
 Memerlukan rawat inap di rumah sakit DAN
 Memiliki bukti klinis atau radiologis pneumonia ATAU
 Sindrom distress respiratori akut (ARDS) ATAU
 Influenza like illness (demam >- 37,80C DAN setindaknya 1 dari
gejala respirasi dengan onset akut: batuk persisten (dengan/tanpa
sputum), serak, kongesti atau cairan nasal, nafas pendek/sulit
bernafas, nyeri tenggorokan, mengi, bersin
Kriteria pasien yang dapat rawat jalan (pasien tinggal di rumah, tidak
diprioritaskan untuk pemeriksaan):

6
 Batuk baru DAN/ATAU
 Suhu tubuh tinggi.9
Apabila diduga COVID-19 berhubungan dengan kematian oleh kriteria
tersebut, pilihan berikutnya adalah untuk melakukan pemeriksaan
postmortem secara lengkap atau terbatas pada mengambil sampel yang
dibutuhkan untuk verifikasi infeksi COVID-19 yang diputuskan
tergantung dari kasus individu dan wajib meliputi permintaan dari yang
berwenang atau pihak yang berhubungan (pertinent individuals).
Pemeriksaan postmortem yang bertahap juga dapat dipertimbangkan dan
direkomendasikan, yakni dengan pengambilan sampel diagnostic saja
pada awal pemeriksaan, kemudian pertimbangan otopsi lengkap setelah
hasil dari tes telah keluar.
2.5.1. Ciri makroskopis
Biasanya terdapat pada daerah thoraks dan dapat melibatkan pleura,
pericarditis, konsolidasi paru, edema pulmonal. Berat paru-paru dapat
meningkat dibandingkan normal. Harus diingat bahwa dapat terjadi infeksi
sekunder yang superimposed terhadap infeksi virus yang menyebabkan
inflamasi purulent, tipikal infeksi bakteri.
2.5.2. Ciri mikroskopis
Kerusakan alveolar difus disertai eksudat. Infalmasi predominan limfositik,
dengan multinucleated giant cells disekitar pneumosit atipik yang besar,
tidak ada inklusi virus yang definitive. Ciri ini sangat mirip dengan temuan
pada SARS dan MERS-CoV.
2.5.3. Postmortem CT (PMCT)
Histopatologis dengan persetujuan local mengenai akses fasilitas scan dapat
mempertimbangkan penggunaan PMCT untuk menunjukkan temuan
pulmonal yang signifikan atau mengidentifikasi kasus kematian dengan
infeksi SARS-CoV-2 yang incidental. Penelitian terbaru menujukkan
adanya opasitias ground-glass pada 86% kasus, atau campuran ground-
glass dan konsolidasi pada 64% pasien. Pembesaran vascular dan traksi

7
bronkiektasis juga ditemukan (71%, 53%). Perubahan struktur tampak
bilateral, terdistribusi perifer dan melibatkan lobus inferior. Keputusan
untuk melakukan PMCT harus dengan konsultasi dengan radiologis
mengenai penggunaan saluran nafas seadanya, pembuatan trakeostomi
postmortem, untuk memberikan akses ventilasi dan potensi sampling traktus
respirasi bagian bawah.
2.5.4. Otopsi
Sampel yang dibutuhkan untuk diagnosis COVID-19 pada otopsi sama
dengan yang dibutuhkan saat pasien masih hidup yaitu 5 mL sampel darah
untuk serologi, swab traktus aerodigestive bagian atas (hidung &
tenggorok), dan traktus respirasi bagian bawah (lavase bronkoalveolar atau
sputum).10

2.6 Hukum-hukum yang mendasari


Di Indonesia telah di tetapkan beberapa protokol serta usaha
penanggulangan wabah akibat virus corona di Indonesia, diantara lain:11

 Protokol Isolasi Diri Sendiri Dalam Penanganan Coronavirus


Disease (COVID-19)
 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/182/2020 Tentang Jejaring Laboratorium
Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
 Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi nomor
HK.01.07/Menkes/169/2020 Tentang Penetapan Rumah Sakit
Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu
 Surat Edaran Kementrian Kesehatan No. PK.02.01/B.VI/839/2020
tentang Upaya Pencegahan Penularan COVID-19 di Tempat Kerja

Merujuk pada Undang-undang dan peraturan tentang Wabah Penyakit


Menular diantara lain:

8
2.6.1. Undang-Undang no 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular12

a. Mengatur beberapa pengertian, seperti wabah penyakit menular dan


sumber penyakit.
b. Maksud undang-undang wabah adalah melindungi penduduk dari
malapetaka yang disebabkan oleh wabah sedini mungkin.
c. Mengatur jenis-jenis penyakit yang dapat menimbulkan wabah,
menetapkan daerah wabah, dan upaya penanggulangan wabah.
d. Mengatur hak dan kewajiban masyarakat, petugas, dan pemerintah yang
berkaitan dengan penanggulangan wabah.
e. Mengatur ketentuan pidana yang ditujukan terhadap usaha menghalangi
penanggulangan wabah, karena kealpaannya mengakibatkan wabah,
secara sengaja atau kelalaian mengelola tidak benar bahan-bahan yang
mengakibatkan wabah.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

a. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian


berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka
b. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda yang
mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat
menimbulkan wabah.
c. Kepala Unit Kesehatan adalah Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan
Pemerintah.
d. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II

9
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi
penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam
rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat

BAB III
JENIS PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH
Pasal 3 
Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat
menimbulkan wabah.
BAB IV
DAERAH WABAH
Pasal 4
(1) Menteri menetapkan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang
terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
(2) Menteri mencabut penetapan daerah wabah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimakiud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
UPAYA PENANGGULANGAN
Pasal 5
(1) Upaya penanggulangan wabah meliputi:
a.  penyelidikan epidemiologis;
b. pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk
tindakan karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;

10
f. penyuluhan kepada masyarakat;
g. upaya penanggulangan lainnya.
(2) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 6
(1) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif.
(2) Tata cara dan syarat-syarat peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
Pasal 7
Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit dan
dapat menimbulkan wabah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 8
(1) Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan
oleh upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) dapat diberikan ganti rugi.
(2) Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan
wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan
penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya.
(2) Pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10

11
Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan
wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

Pasal 11
(1) Barang siapa yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungan tertentu
yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, wajib melaporkan kepada Kepala
Desa atau Lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu
secepatnya.
(2) Kepala Unit Kesehatan dan/atau Kepala Desa atau Lurah setempat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing segera melaporkan
kepada atasan langsung dan instansi lain yang bersangkutan.
(3) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) serta tata cara penyampaian laporan adanya penyakit yang dapat
menimbulkan wabah bagi nakoda kendaraan air dan udara, diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Kepala Wilayah/Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah
di wilayahnya atau adanya tersangka penderita penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan
penanggulangan seperlunya.
(2) Tata cara penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Barang siapa mengelola bahan-bahan yang mengandung penyebab
penyakit dan dapat menimbulkan wabah, wajib mematuhi ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA 
Pasal 14

12
(1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan
wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan
pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-
tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan
penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau
denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
Pasal 15
(1) Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat menimbulkan
wabah, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-bahan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat menimbulkan
wabah, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
(3) Apabila tindak pidana sebagainiana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
suatu badan hukum, diancam dengan pidana tambahan berupa pencabutan
izin usaha.
(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Dengan diundangkannya Undang-Undang ini peraturan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah dan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6

13
Tahun 1962 tentang Wabah tetap berlaku, sepanjang peraturan pelaksanaan
tersebut belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2.6.2. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular13

a. Mengatur beberapa pengertian, seperti wabah penyakit menular, daerah


wabah, upaya penanggulangan, kejadian luar biasa
b. Penetapan dan pencabutan daerah tertentu di wilayah Indonesia yang
terjangkit wabah sebagai daerah wabah oleh Menteri. Penetapan dan
pencabutan daerah wabah didasarkan pertimbangan epidemiologis dan
keadaan masyarakat.
c. Upaya penanggulangan wabah meliputi tindakan penyelidikan
epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita
termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan
penyebab penyakit, penanganan jenazah, penyuluhan dan upaya-upaya lain
d. Peran serta masyarakat dalam penanggulangan wabah, seperti memberikan
informasi adanya penderita atau tersangka penderita penyakit wabah,
membantu kelancaran penanggulangan wabah, menggerakkan motivasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah.
e. Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyakit, meliputi pemasukan,
penyimpanan, penggunaan, pengangkutan, penelitian, dan pemusnahan.
f. Ganti rugi dan penghargaan, pembiayaan dan pelaporan penanggulangan
wabah.
g. Ketentuan pidana yang merujuk pada undang-undang wabah
BAB I

14
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
pengertian Wabah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
2. Daerah Wabah adalah suatu wilayah yang dinyatakan terjangkit wabah
3. Wilayah adalah wilayah administratif sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Di Daerah.
4. Data Epidemi adalah data yang berisikan keadaan wabah penyakit
menular pada suatu wilayah.
5. Penyelidikan Epidemiologis adalah penyelidikan terhadap seluruh
penduduk dan makhluk hidup lainnya, benda dan lingkungan yang
diduga ada kaitannya dengan terjadinya wabah
6. Upaya Penanggulangan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memperkecil angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran
penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain.
7. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan/kematian yang bermakan secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah.
8. Kepala Wilayah/Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atau Camat.
9. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN PENETAPAN
DAERAH WABAH
Pasal 2

15
(1) Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam
wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
(2) Penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan atas pertimbangan epidemiologis dan keadaan masyarakat.
Pasal 3
Penetapan atau pencabutan penetapan daerah wabah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 diberlakukan untuk satu Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
Pasal 4
(1) Pertimbangan epidemiologis didasarkan pada data epidemiologi antara
lain angka kesakitan, angka kematian dan metode penanggulangannya.
(2) Data epidemiologi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh
Pejabat Kesehatan bekerjasama dengan pejabat instansi yang terkait
untuk dilaporkan kepada Menteri.
Pasal 5
(1) Pertimbangan keadaan masyarakat didasarkan pada keadaan sosial
budaya, ekonomi dan pertimbangan keamanan.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh Kepala
Wilayah/Daerah untuk dilaporkan kepada Menteri
BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN
Pasal 6
(1) Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis upaya penanggulangan
wabah.
(2) Dalam upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri
berkoordinasi dengan Menteri lain atau Pimpinan Instansi lain yang terkait.
Pasal 7
(1) Penanggung jawab operasional pelaksanaan penanggulangan wabah pada
Daerah Tingkat II adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

16
(2) Dalam melaksanakan penanggulangan wabah, Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II mengikutsertakan instansi terkait di Daerah.
Pasal 8
(1) Dalam upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II bertanggung jawab kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(2) Dalam hal terjadi daerah wabah lebih dari satu Daerah Tingkat II di satu
Propinsi, upaya penanggulangannya dikoordinasikan oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I.
Pasal 9
(1) Penanggung jawab teknis pelaksanaan penanggulangan wabah pada Daerah
Tingkat II adalah Kepala Kantor Departemen Kesehatan.
(2) Kepala Kantor Departemen Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan atas
teknis pelaksanaan penanggulangan wabah.
Pasal 10
Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis,
pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit,
penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya
penanggulangan lainnya.
Pasal 11
(1) Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan wabah
ditujukan untuk:
a. Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah
b. Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah;
c. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah;
d. Menentukan cara penanggulangan.
(2) Tindakan penyelidikan epidemiologis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:

17
a. Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk
b. Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis
c. Pengamatan terhadap penduduk pemeriksaan terhadap makhluk hidup
lain dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga
mengandung penyebab penyakit wabah.
Pasal 12
Tindakan pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita dan
tindakan karantina dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, atau di tempat lain
yang ditentukan.
Pasal 13
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap masyarakat
yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah.
Pasal 14
Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan dengan atau
tanpa persetujuan dari orang yang bersangkutan.
Pasal 15
(1) Tindakan pemusnahan penyebab penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, dilakukan terhadap:
a. bibit penyakit/kuman
b. hewan, tumbuh-tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab
penyakit.
(2) Pemusnahan harus dilakukan dengan cara tanpa merusak lingkungan hidup atau
tidak menyebabkan tersebarnya wabah penyakit.
(3) Tata cara pemusnahan diatur lebih lanjut oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Tindakan penanganan jenazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan
dengan memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

18
(2) Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara khusus
menurut jenis penyakitnya
(3) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. Pemeriksaan jenazah oleh pejabat kesehatan;
b. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapus hamaan bahan-bahan dan alat
yang digunakan dalam penanganan jenazah diawasi oleh pejabat
kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut penanganan secara khusus maupun ketentuan izin
membawa jenazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 17
(1) Penyuluhan kepada masyarakat mengenai upaya penanggulangan wabah
dilakukan oleh pejabat kesehatan dengan mengikutsertakan pejabat instansi lain,
lembaga swadaya masyarakat, pemuka agama dan pemuka masyarakat.
(2) Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai
media komunikasi massa baik Pemerintah maupun swasta.
Pasal 18
Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 19
(1) Upaya penanggulangan wabah harus dilakukan dengan cara yang aman dan
tepat, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
dengan menggunakan teknologi tepat guna.
Pasal 20
(1) Upaya penanggulangan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
dilaksanakan secara dini.
(2) Penanggulangan secara dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi
upaya penanggulangan seperlunya untuk mengatasi kejadian luar biasa yang
dapat mengarah pada terjadinya wabah.

19
(3) Upaya penanggulangan seperlunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dilakukan sama dalam upaya penanggulangan wabah

BAB IV
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 21
Setiap orang berperanserta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan wabah.
Pasal 22
(1) Peranserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dilakukan dengan:
a. Memberikan informal adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit wabah
b. Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah;
c. Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan
wabah;
d. Kegiatan lainnya.
(2) Peranserta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa bantuan tenaga,
keahlian, dana atau bentuk lain.
Pasal 23
Pelaksanaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)
yang berasal dari dalam negeri dikoordinasikan oleh Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II.
Pasal 24
Pelaksanaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)
yang berasal dari luar negeri dikoordinasikan oleh Menteri.
BAB V
PENGELOLAAN BAHAN-BAHAN YANG MENGANDUNG PENYEBAB
PENYAKIT
Pasal 25

20
(1) Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit meliputi
kegiatan Pemasukan, penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, penelitian dan
pemusnahan.
(2) Bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berasal dari manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan atau benda-benda/zat-zat yang diperkirakan
tercemar atau mengandung penyebab penyakit.
(3) Bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dikelola sesuai
dengan jenis dan sifatnya.
Pasal 26
(1) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, menjadi
tanggung jawab tenaga kesehatan
(2) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, yang berasal
dari hewan dan tumbuh-tumbuhan dikelola sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(3) Pihak lain yang terkait wajib membantu pelaksanaan pengelolaan bahan
tersebut.
Pasal 27
Tata cara pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ditetapkan oleh Menteri dan Menteri lain yang terkait sesuai dengan bidang
tugasnya.
BAB VI
GANTI RUGI DAN PENGHARGAAN
Pasal 28
(1) Harta benda yang diduga dapat menyebarkan wabah dapat dimusnahkan.
(2) Kepada mereka yang menderita kerugian sebagai akibat pemusnahan harta
benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan ganti rugi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 29
(1) Kepada petugas tertentu yang telah melakukan upaya penanggulangan wabah
dapat diberikan penghargaan.

21
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh
Menteri
BAB VII
PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN WABAH
Pasal 30
(1) Semua biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan wabah dibebankan pada
anggaran instansi masing-masing yang terkait.
(2) Biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan seperlunya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, dibebankan pada anggaran Pemerintah Daerah.

BAB VIII
PELAPORAN
Pasal 31
(1) Kegiatan pelaksanaan penanggulangan wabah harus dilaporkan secara
berjenjang kepada Menteri
(2) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
dipidana berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan
yang berhubungan dengan Penanggulangan Wabah Penyakit Menular sepanjang

22
tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan masih tetap
berlaku.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia

2.6.3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang


Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan penanganan
Coronavirus disease 2019 (COVID-19)14

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial


Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-191
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (COVID-I9).

Pasal 2

(1) Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan
orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/ kota tertentu.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman,

23
efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Pasal 3

Pembatasan Sosial Berskala Besar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. jumlah kasus danlatau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan


menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. b. terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau
negara lain.

Pasal 4

(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:


a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja,
dan ibadah penduduk.
(3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
dengan memperhatikan pemenuhan kcbutuhan dasar penduduk.

Pasal 5

(1) Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai
pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

24
Pasal 6

(1) Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diusulkan oleh


gubernur/bupati/walikota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan memperhatikan
pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Corona Virus Dsease 20 1 9 (COVID- 1 9).
(3) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dapat mengusulkan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk
menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu.
(4) Apabila menteri yang menyclenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan menyetujui usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kepala daerah di wilayah tertentu wajib
melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar

2.7 Penanganan COVID-19


2.7.1. Penanganan pasien COVID-19
 Definisi Operasional
o Pasien Dalam Pengawasan (PDP)/Suspek
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu
demam (≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak
nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat
DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat

25
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan
transmisi lokal
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA
DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan
o Orang Dalam Pemantauan (ODP)
 Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat
demam; atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN
o tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN
o pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
 Orang yang mengalami gejala gangguan sistem
pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN
o pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
COVID-19.
o Orang Tanpa Gejala (OTG)
 Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular
dari orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG)
merupakan kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.
 Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik
atau berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1

26
meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau
konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak
erat adalah:
a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat,
mengantar dan membersihkan ruangan di tempat
perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai
standar.
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama
dengan kasus (termasuk tempat kerja, kelas, rumah,
acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala
dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter)
dengan segala jenis alat angkut/kendaraan dalam 2
hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari
setelah kasus timbul gejala
o Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan
tes positif melalui pemeriksaan PCR.

27
Bentuk Karantina Karantina Rumah (Isolasi Diri) Karantina Fasilitas Karantina Rumah Sakit
Khusus/RS Darurat
COVID-19
Status OTG, ODP, PDP, Gejala Ringan ODP >60 tahun dengan PDP Gejala Berat
penyakit peserta yang
terkontrol, PDP gejala ringan
tanpa fasilitas karantina
rumah yang tidak memadai
PDP gejala sedang
Tempat Rumah sendiri/fasilitas sendiri Tempat yang disediakan Rumah Sakit
Pemerintah (RS darurat
COVID-19)
Pengawasan Dokter, perawat dan/atau tenaga kesehatan Dokter, perawat dan/atau Dokter, perawat dan/atau
lain tenaga kesehatan lain tenaga kesehatan lain
Dapat dibantu oleh Bhabinkatibnas, Babinsa
dan/atau relawan
Pembiayaan Mandiri Pemerintah: BNPB, Pemerintah: BNPB,
Pihak lain yang bisa membantu Gubernur, Bupati, Walikota, Gubernur, Bupati,
Camat dan Kades Walikota, Camat dan Kades

Monitoring & DIlakukan oleh Dinas Kesehatan setempat Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh Dinas
Evaluasi Kesehatan setempat Kesehatan setempat

Kegiatan Karantina Sesuai Kondisi dan Status Pasien


Upaya surveilans merupakan pemantauan yang berlangsung terus menerus terhadap kelompok berisiko. Sedangkan karantina
merupakan pembatasan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu wilayah termasuk wilayah yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

28
Penanganan berdasarkan Status & Kondisi Pasien
o Orang Tanpa Gejala (OTG)
o Kegiatan surveilans terhadap OTG dilakukan selama 14 hari
sejak kontak terakhir dengan kasus positif COVID-19.
o Terhadap OTG dilakukan pengambilan spesimen pada hari
ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan RT PCR.
o Dilakukan pemeriksaan Rapid Test apabila tidak tersedia
fasilitas pemeriksaan RT PCR, apabila hasil pemeriksaan
pertama menunjukkan hasil:
a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina
mandiri dengan menerapkan PHBS dan physical
distancing; pemeriksaan ulang pada 10 hari
berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang positif, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2
kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium
pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT
PCR.
b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina
mandiri dengan menerapkan PHBS dan physical
distancing; Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama
2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
o Orang Dalam Pemantauan (ODP)
o Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan selama 14 hari
sejak mulai munculnya gejala. Terhadap ODP dilakukan
pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk
pemeriksaan RT PCR. Pengambilan spesimen dilakukan oleh
petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan
berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.

29
o Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dilakukan
pemeriksaan Rapid Test. Apabila hasil pemeriksaan Rapid
Test pertama menunjukkan hasil:
a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di
rumah; pemeriksaan ulang pada 10 hari berikutnya.
Jika hasil pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama
2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di
rumah; Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama
2 hari berturut-turut,di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
o Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
o Kegiatan surveilans terhadap PDP dilakukan selama 14 hari
sejak mulai munculnya gejala.
o Terhadap PDP dilakukan pengambilan spesimen pada hari
ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan RT PCR.
o Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di
fasyankes atau lokasi pemantauan.
o Pengiriman spesimen disertai formulir pemeriksaan
ODP/PDP
o Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dilakukan
pemeriksaan Rapid Test. Apabila hasil pemeriksaan Rapid
Test pertama menunjukkan hasil:
a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah sesuai kondisi:
ringan (isolasi diri di rumah), sedang (rujuk ke RS
Darurat), berat (rujuk ke RS Rujukan); pemeriksaan

30
ulang pada 10 hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan
ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan
RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut,
di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan
pemeriksaan RT PCR.
b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah adalah sesuai
kondisi: ringan (isolasi diri di rumah), sedang (rujuk
ke RS Darurat), berat (rujuk ke RS Rujukan); Pada
kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari
berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.
Kegiatan surveilans terhadap OTG, ODP dan PDP dilakukan berkala
untuk mengevaluasi adanya perburukan gejala selama 14 hari. Petugas
kesehatan dapat melakukan pemantauan melalui telepon atau melalui
kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada formulir pemantauan
harian. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh
dan skrining gejala harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas
kesehatan layanan primer dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
setempat. Orang tanpa gejala yang tidak menunjukkan gejala COVID-
19, ditetapkan melalui surat pernyataan yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan.
o Pelaku Perjalanan
Terhadap 2 kelompok pelaku perjalananan ini diberikan HAC
(Health Alert Card) dan petugas kesehatan harus memberikan
edukasi jika dalam 14 hari timbul gejala, maka segera datangi
fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan membawa HAC.
o Dari Negara/Wilayah Terjangkit COVID-19 (melaporkan kasus
konfirmasi tapi bukan transmisi local)
 Pelaku tidak bergejala wajib melakukan monitoring mandiri

31
(self monitoring) terhadap kemungkinan munculnya gejala
selama 14 hari sejak kepulangan.
 Setelah kembali dari negara/area terjangkit sebaiknya
mengurangi aktivitas yang tidak perlu dan menjaga jarak
kontak (≥ 1 meter) dengan orang lain.
o Dari Negara/Wilayah dengan Transmisi Lokal COVID-19
 Harus melakukan karantina mandiri di rumah selama 14 hari
sejak kedatangan dan bagi warga negara asing harus
menunjukkan alamat tempat tinggal selama di karantina dan
informasi tersebut harus disampaikan pada saat kedatangan di
bandara.
 Selama masa karantina diharuskan untuk tinggal sendiri di
kamar yang terpisah, menghindari kontak dengan anggota
keluarga lainnya, dan tidak boleh melakukan aktivitas di luar
rumah
 Tindak Lanjut Kontak Erat
o Komunikasi risiko harus secara disampaikan kepada masyarakat
untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti munculnya
stigma dan diskriminasi akibat ketidaktahuan.
o Petugas surveilans provinsi bertindak sebagai supervisor bagi
petugas surveilans kab/kota. Petugas surveilans kab/kota bertindak
sebagai supervisor untuk petugas puskesmas.
o Laporan dilaporkan setiap hari untuk menginformasikan
perkembangan dan kondisi terakhir dari kontak erat.
o Setiap petugas harus memiliki pedoman pencegahan dan
pengendalian COVID-19 yang didalamnya sudah tertuang pelacakan
kontak dan tindakan yang harus dilakukan jika kontak erat muncul
gejala. Petugas juga harus proaktif memantau dirinya sendiri.15

32
 Alur Deteksi dini & Respon di Pintu Masuk dan Wilayah

33
 Alur Pelaporan

34
 Tatalaksana pasien COVID-19 sesuai dengan beratnya penyakit. Kasus
suspek dan terkonfirmasi harus diisolasi di rumah sakit dengan tempat
isolasi yang efektif dan protektif. Kasus suspek harus diisolasi dalam 1
ruangan sendiri, dan kasus terkonfirmasi boleh dimasukkan ke ruangan yang
sama. Kasus kritis harus segera ditangani di ICU sesegera mungkin.
Tatalaksana umum
 Tirah baring, suportif, memastikan energi sufisien;
perhatikan balans cairan dan elektrolit dan menjaga stabilitas
lingkungan internal; perhatikan tanda vital dan saturasi
oksigen, dan lain-lain
 Monitor darah rutin, urin rutin, C-reactive protein (CRP),
dan indikasi kesehatan (enzim liver, enzim miokardial,
fungsi renal, dan lain-lain), fungsi koagulasi, analisis gas
darah jika diperlukan, periksa ulang foto toraks
 Berdasarkan perubahan saturasi oksigen, berikan terapi
oksigen efektif sesuai waktu, baik dengan nasal kanul atau
masker. Apabila diperlukan, berikan terapi oksigen aliran
tinggi via hidung, non-invasif atau invasive ventilasi
mekanis, dan seterusnya
 Pengobatan antiviral: tidak ada antiviral yang efektif untuk
saat ini. Pemberian IFN-alfa aerosol inhalasi (5 juta
unit/waktu untuk dewasa 2x sehari), dan atau
Lopinavir/Ritonavir oral (2 tablet /waktu, 2x sehari)
 Pengobatan antibiotic dihindari, hanya digunakan apabila
terjadi infeksi sekunder bakterial
Tatalaksana Kasus Berat dan kritis
 Prinsip terapi: tergantung penanganan simptomatik, hindari
dan tangani komplikasi, obati penyakit yang mendasari,
hindari infeksi sekunder dan berikan dukungan fungsi organ.
 Pendukung respirasi: berikan ventilasi mekanik non-invasif

35
selama 2 jam, jika kondisi tidak membaik atau pasien tidak
toleransi terhadap ventilasi non-invasif, disertai sekresi
saluran nafas yang banyak, batuk berat, atau hemodinamik
tidak stabil, pasien harus ditransfer ke ventilasi mekanis
invasive secepatnya.
 Pendukung sirkulasi: tingkatkan mikrosirkulasi berdasarkan
resusitasi cairan, obat vasoaktif dan monitoring hemodinamik
 Lain-lain: tergantung derajat dispneu dan progress foto
thoraks, gunakan glukokortikoid sesuai untuk jangka pendek
(3-5 hari) dengan dosis yang direkomendasikan tidak lebih
dari ekuivalen metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari4
2.7.2. Penanganan pasien COVID-19 yang Meninggal
1. Penanganan berdasarkan WHO
Pasien dapat meninggal karena COVID-19 di fasilitas kesehatan,
rumah ataupun lokasi lain. Hingga saat ini tidak ada bukti bahwa
pasien terinfeksi dari paparan jasad pasien COVID-19.
o Persiapan & pembungkusan jasad untuk perpindahan
dari ruang rawat ke unit otopsi, pemakaman atau
krematorium.
o Sebelum menangani pasien yang meninggal, harus
dipastikan higenitas tangan dan alat pelindung diri
(APD) seperti sarung tangan dan gown tersedia.
o Kehormatan dari budaya dan agama serta tradisi dari
yang meninggal, juga keluarganya harus dihormati
dan dijaga selama proses penanganan jasad.
o Apabila terdapat risiko terkena cairan tubuh atau
sekret, petugas wajib menggunakan proteksi wajah,
termasuk face shield atau goggles serta masker
medis.
o Siapkan jasad dengan melepas infus, kateter dan

36
semua selang yang dipasang.
o Pastikan cairan tubuh yang keluar tertampung dengan
baik.
o Pastikan pergerakan minimal terhadap jasad.
o Bungkus jasad dengan kain dan pindahkan
secepatnya ke area pemakaman.
o Tidak diperlukan disinfeksi jasad sebelum
dipindahkan, tidak perlu menggunakan body bags
meskipun dapat dipertimbangkan apabila keluarnya
cairan tubuh terlalu banyak; dan tidak ada kendaraan
khusus yang diperlukan untuk transportasi.
o Penanganan di pemakaman
o Petugas kesehatan atau petugas pemakaman
menyiapkan jasad (memandikan, merapikan rambut,
dan lain-lain) harus menggunakan APD yang sesuai
standar (sarung tangan, gown tidak permeable dan
sekali pakai) atau apron, masker medis, proteksi
mata).
o Keluarga yang ingin melihat jasad dan tidak
menyentuh diperbolehkan, menggunakan APD.
o Berikan instruksi yang jelas untuk tidak memegang
atau mencium jasad. Jenazah tidak dianjurkan untuk
diawetkan. Lanjut usia >60 tahun dan imunosupresi
tidak dianjurkan berdekatan dengan jasad.
o Otopsi, termasuk kontrol lingkungan
o Prosedur yang aman untuk pasien meninggal karena
COVID-19 harus disamakan dengan pasien yang
meninggal karena penyakit respirasi lainnya. Jasad
dengan COVID-19, pada paru-paru dan organ lain

37
mungkin masih terdapat virusyang hidup, dan
proteksi respirasi tambahan diperlukan saat prosedur
yang menyebabkan tersebarnya partikel seperti
penggunaan gergaji atau pencucian usus.
o Apabila diduga atau terkonfirmasi COVID-19 dan
dibutuhkan otopsi, fasilitas kesehatan harus
memastikan kebutuhan keamanan ada ditempat
o Lakukan otopsi dalam ruangan dengan ventilasi yang
adekuat (setidaknya ventilasi alami dengan
setidaknya aliran udara 160 L/s/pasien saat
menggunakan ventilasi mekanik)
o Hanya jumlah minimal petugas yang boleh terlibat
dalam otopsi
o APD yang sesuai harus selalu ada, termasuk scrub
suit, gown fluid-resistant tangan panjang, sarung
tangan, face shield atau goggles dan boots. Respirator
partikel (masker N95 atau FFP2 atau FFP3 atau
setaranya) harus digunakan pada prosedur yang
menimbulkan partikel aerosol.
o Kontrol dan pembersihan lingkungan
o CoV dapat tetap infeksius pada permukaan hingga 9
hari. COVID-19 telah terdeteksi hingga 72 jam pada
kondisi eksperimental. Oleh karena itu sangat penting
untuk membersihkan lingkungan.
o Pemakaman harus tetap bersih dan ada ventilasi
setiap saat
o Pencahayaan harus adekuat. Permukaan dan
instrument harus terbuat dari bahan yang dapat di
desinfeksi dengan mudah

38
o Bahan yang digunakan saat otopsi harus dibersihkan
dan disinfeksi segera setelah otopsi sebagai prosedur
rutin
o Permukaan lingkungan dimana jasad dipersiapkan
harus dibersihkan dengan air dan sabuh atau
detergen.
o Setelah membersihkan, disinfektan dengan
konsentrasi minimum 0,1% (1000 ppm) Natrium
hipoklorit (pemutih) atau 70% etanol harus
diletakkan pada permukaan minimal 1 menit.
o Petugas harus menggunakan APD
o Penguburan
o Pasien COVID-19 yang meninggal dapat dikubur
atau dikremasi
o Konfirmasi ketentuan nasional dan lokal untuk
penanganan dan disposisi jasad
o Keluarga dan kerabat diperbolehkan melihat jasad
setelah dipersiapkan untuk penguburan, tergantung
budaya. Tidak boleh menyentuh atau mencium jasad
dan harus mencuci tangan dengan sabun setelah
melihat
o Petugas yang menguburkan harus menggunakan APD
dan mencuci tangan dengan air dan sebum setelah
selesai
o Penguburan oleh anggota keluarga di rumah
o Dalam konteks dimana tidak ada pelayanan
pemakaman standar, atau dimana biasanya pasien
meninggal di rumah dan tradisi penguburan dapat
diberikan edukasi dan peralatan untuk penguburan

39
dengan supervisi
o Siapapun yan gmempersiapkan jasad (anggota
keluarga, pemimpin agama) harus menggunakan
APD. Pakaian yang dikenakan pada saat persiapan
harus segera diganti dan dicuci setelah prosedur.
o Tidak diperbolehkan mencium jasad dan harus
mencuci tangan dengan air dan sabun setelah
penanganan
o Pastikan anggota keluarga terpapar seminimal
mungkin. Anak-anak, lanjut usia (>60 tahun), dan
yang sedang sakit (penyakit paru, jantung, diabetes,
atau imunokompromais) tidak diperbolehkan ikut
mempersiapkan jasad. Seminimal mungkin orang
yang ikut mempersiapkan jasad, yang lainnya dapat
observasi tanpa menyentuh dengan minimal jarak 1
meter.
o Keluarga dan kerabat boleh melihat jasad setelah
dipersiapkan, tidak boleh menyentuh atau mencium
dan harus mencuci tangan dengan air dan sbut setelah
melihat; physical distancing minimal 1meter antar
orang.
o Orang dengan gejala respirasi tidak boleh partisipasi
melihat atau setidaknya menggunakan masker medis
untuk mencegah kontaminasi dari tempat dan
tansmisi penyakit ke orang lain di sekitar
o Petugas yang mengubur harus menggunakan APD
dan melakukan hand hygiene
o Membersihkan APD yang dapat digunakan kembali
sesuai instruksi produk dengan disinfektan
o Anak, lanjut usia >60 tahun, dan imunosupresi tidak

40
boleh kontak langsung dengan jasad
o Acara pemakaman (funeral ceremony) yang tidak
melibatkan penguburan harus ditunda hingga akhir
epidemi. Apabila harus dilaksanakan, jumlah orang
harus terbatas dan mengaplikasikan physical
distancing setiap saat, serta etika batuk dan hand
hygiene.
o Barang milik pasien yang meninggal tidak harus
dibakar. Namun, harus ditangani dengan sarung
tangan dan dibersihkan dengan detergen, kemudian
didisinfeksi dengan cairan minimal 70% etanol atau
0,1% (1000 ppm) pemutih dan
o Pakaian dan kain lainnya milik pasien yang
meninggal harus dicuci dengan mesin menggunakan
air hangat 60-900C dan detergen. Apabila tidak
tersedia mesin cuci, linen dapat direndam air panas
dan sabun dalam drum besar menggunakan tongkat
untuk mengaduk dan hindari cipratan. Drum harus
dikosongkan, linen direndam dalam 0,05% klorin
sekitar 30 menit, akhirnya di bilas dengan air bersih
dan keringkan secara total di bawah matahari.16

2. Panduan Penatalaksanaan Jenazah Suspek COVID-1917


o Kriteria jenazah:
o Dari RS dengan diagnosis ISPA, ISPB, pneumonia,
ARDS dengan atau tanpa keterangan kontak dengan
penderita COVID-19 yang mengalami perburukan
kondisi dengan cepat
o Jenazah PDP dari dalam RS sebelum keluar hasil
swab

41
o Jenazah dari luar RS yang memiliki riwayat termasuk
ke dalam kriteria ODP atau PDP (termasuk pasien
Death on Arrival rujukan dari RS lain)
o Langkah-langkah:
o Pemindahan & Penjemputan Jenazah
 Swab nasofaring atau sampel lain dilakukan
leh petugas yang ditunjuk di ruang peawatan
sebelum jenazah dijemput petugas kamar
jenazah
 Jenazah di tutup/disumpal lubang hidung &
mulut menggunakan kapas, dipastikan tidak
ada cairan yang keluar
 Bila luka akibat tindakan medis, dilakukan
penutupan dengan plester kedap air
 Petugas kamar jenazah yang akan menjemput
jenazah membawa:
o APD (masker, goggle, apron plastik &
sarung tangan non steril)
o Kantong jenazah bila tidak tersedia
disiapkan plastik pembungkus
o Brankar jenazah dengan tutup yang
dapat dikunci
 Sebelum memindahkan jenazah dari tempat
tidur perawatan ke brankar dipastikan lubang
hidung dan mulut tertutup serta luka tertutup
lalu dimasukkan kantong jenazah atau
dibungkus plastik pembungkus, harus tertutup
sempurna
 Brankar ditutup dan dikunci rapat

42
 Sermua APD yang digunakan selama proses
pemindahan dibuka & dibuang di ruang
perawatan
 Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah.
Selama perjalanan, petugas tetap
menggunakan masker surgical
 Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat
Medis Penyebab KEmatian dibuat oleh dokter
yang merawat dengan melingkari jenis
penyakit penyebab Kematian sebagai penyakit
menular
 Jenazah hanya dipindahkan dari brankar
jenazah ke meja pemulasaraan jenazah di
kamar jenazah oleh petugas yang
menggunakan APD lengkap
o Desinfeksi Jenazah di Kamar Jenazah
 Petugas kamar jenazah harus memberikan
penjelasan kepada keluarga mengenai
tatalaksana jenazah dengan penyakit menular,
terutama pada pandemic COVID-19
 Pemulasaraan jenazah dengan penyakit
menular atau sepatutnya digua meninggal
karena pneyakit menular harus di desinfeksi
terlebih dahulu
 Desinfeksi dilakukan oleh tenaga yang
kompeten, yaitu: dokter spesialis forensic dan
medicolegal dan teknisi forensic dengan
mengguakan APD lengkap (shoe cover ata
Boots, Apron, masker N-95, ppenutup
kepala/head cap, goggle/face shield, hand

43
schoen non steril)
 Bahan desinfeksi mengunakan larutan
formaldehida 10% atau lebih dengan paparan
minimal 30 menit dengan Teknik intraarterial
(bila memungkinkan), intrakavitas dan
permukaan saluran pernafasaan. Setelah
desinfeksi, pastikan tidak ada cairan yang
menetes atau keluar dari lubang tubuh. Bila
terdapat penolakan penggunaan formaldehida,
dapat dipertimbangkan klorin dengan
pengenceran 1:9 atau 1:100 untuk intrakavitas
dan permukaan saluran nafas.
 Semua lubang hidung dan mulut
ditutup/disumpal kapas dipastikan tidak ada
cairan yang keluar
 Jenazah yang masuk kriteria mati tidak wajar,
desinfeksi dilakukan setelah prosedur forensic
selesai dilaksanakan
o Pemeriksaan Mayat dan/atau Bedah Mayat
 Tiap jenazah yang akan dilakukan
pemeriksaan mayat dan atau bedah mayat
diperlakukan sebgai jenazah infeksius
 Petugas pemeriksa hendak melakukan
wawancara dengan keluarga terkait kondisi
jenazah sebelum meninggal untuk mencari
tanda yang sesuai kriteria ODP atau PDP
 Bila jenazah masuk dalam kriteria ODP atau
PDP, petugas mengedukasi keluarga tentang
tindakan desinfeksi setelah pemeriksaan
mayat dan atau bedah mayat

44
 Bila bedah mayat tidak langsung dilakukan
atau menunggu beberapa waktu, maka setelah
selesai dilakukan pemeriksaan
mayat/pemeriksaan luar, dilakukan penutupan
lubang hidung & mulut dengan kapas hingga
rapat, dimasukkan ke kantong jenazah dan
dimasukkan ke dalam freezer jenazah
 APD yang digunakan pada saat pemeriksaan
luar/mayat terdiri dari: shoe cap/boots, apron
plastik, masker surgical, penutup kepala,
kacamata/face shield, sarung tangan
 APD yang digunakan pada pemeriksaan
bedah mayat/dalam terdiri dari: shoe
cap/boots, apron lengan panjang/gaun,
masker N-95, penutup kepala, kacamata/face
shield, sarung tangan
o Tindakan Pemulasaraan Jenazah
 Pemandian Jenazah
 Transportasi jenazah
 Layanan kedukaan
o Desinfeksi Lingkungan
 Alat medis yang telah digunakan sesuai
prosedur desinfeksi di RS.
 Langkah desinfeksi lingkungan:
o Cairan yang digunakan untuk
desinfeksi (alkohol 70% atau klorin
pengenceran 1:50)
o Petugas melakukan desinfeksi
lingkungan menggunakan APD

45
lengkap
o PEnyemprotan desinfektan dilakukan
pada daerah yang terpapar: Meja
pemeriksaan, meja tulis, punggung
kursi, keyboard computer, gagang
pintu, lantai & dinding ruangan,
Brankar jenazah, tombol lift,
permukaan dalam mobil jenazah
o Desinfeksi dilakukan seminggu sekali
o Desinfeksi permukaan brankar, meja
pemeriksaan, permukaan dalam mobl
jenazah dan seluruh permukaan yang
kontak dengan jenazah dilakukan
setiap selesai digunakan
o Desinfeksi alat yang tidak berkontak
langsung dengan jenazah dilakukan 1
kali sehar
o Desinfeksi mobil jenazah dilakukan
dengan menyemprotkan cairan
desinfektan secara menyeluruh ke
permukaan dalam mobil jenazah
o Langkah-langkah hand hygiene
 6 langkah cuci tangan pada 5 saat:
o Sebelum kontak dengan pasien atau
jenazah
o Setelah kontak dengan pasien atau
jenazah
o Sebelum tindakan medis
o Setelah tindakan medis

46
o Setelah kontak dengan lingkungan

2.8 Pencegahan COVID-19


2.8.1. Pencegahan secara umum
Ruang observasi gejala demam harus disiapkan pada stasiun, bandara, dan
tempat umum lainnya untuk mendeteksi suhu tubuh penumpang masuk dan
keluar area dan mengimplementasikan observasi untuk pasien yang
mencurigakan. Penggunaan masker, desinfektan, dan alat protektif.
Peningkatan surveilans kesehatan masyarakat, pengetahuan tentang
higenitas pada masyarakat serta monitoring tempat public dibutuhkan.
Institusi medis yang komprehensif dan rumah sakit khusus harus disiapkan
untuk menerima pasien COVID-19 untuk memastikan kasus berat dan kritis
dapat dibedakan, didiagnosis dan ditangani secara efektif secepatnya.
Langkah pencegahan paling efektif di masyarakat meliputi:
 Melakukan kebersihan tangan dengan hand sanitizer jika tangan
tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan
terlihat kotor
 Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
 Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke
tempat sampah;
 Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan
melakukan kebersihan tangan setelah membuang masker;
 Menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala
gangguan pernapasan.
2.8.2. Pencegahan dan Pengendalian infeksi dalam Pelayanan
Kesehatan
 Menerapkan kebersihan tangan dan pernafasan dengan 5 momen
kebersihan tangan

47
 Menyarankan untuk menerapkan etika batuk dan kebersihan
 Penggunaan APD sesuai risiko
 Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
 Pengelolahan limbah yang aman
 Pembersihan lingkungan, sterilisasi linen dan peralatan pasien
 Memastikan identifikasi awal triase klinis dan pengendalian sumber
nosocomial: pastikan ruang cukup untuk triase setidaknya berjarak 1
meter antara staf/pasien
Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber
 Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk
identifikasi dini pasien ISPA mencegah transmisi pathogen ke tenaga
kesehatan dan pasien lain
 Memperhatikan: daftar pertanyaan skrining, memiliki tingkat
kecurigaan klinis yang tinggi, pasang petunjuk di area umum
mengenai algoritma triase, media KIE tentang kebersihan pernafasan
 Pasien ISPA tunggu di area khusus dengan ventilasi cukup
 Area triase perlu:
o Ruang yang cukup (jarak setidaknya 1 meter antara staf dan
pasien atau staf yang masuk)
o Ada pembersih tangan alkohol dan masker (serta APD lain
sesuai risiko)
o Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah 1 meter
o Alur gerak pasien dan staf satu arah
o Petunjuk jelas tentang gejala dan arah
o Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase
mencegah area triase terlalu penuh
2.8.3. Pencegahan & Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah
 Dilakukan terhadap orang yang bergejala ringan dan tanpa kondisi
penyerta seperti (penyakit paru, jantung, ginjal dan kondisi

48
immunocompromised) dengan tetap memperhatikan kemungkinan
terjadinya perburukan.
 Beberapa alasan pasien dirawat di rumah yaitu perawatan rawat inap
tidak tersedia atau tidak aman.
 Rekomendasi prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
isolasi di rumah:
1. Tempatkan pasien dalam ruangan tersendiri yang memiliki
ventilasi yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu
terbuka)
2. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang
sama. Pastikan ruangan bersama (seperti dapur, kamar
mandi) memiliki ventilasi yang baik.
3. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang
berbeda, dan jika tidak memungkinkan maka jaga jarak
minimal 1 meter dari pasien (tidur di tempat tidur berbeda)
4. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idealnya 1 orang
yang benar-benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan
lain atau gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak
diizinkan sampai pasien benar-benar sehat dan tidak
bergejala.
5. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak
dengan pasien atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan
sebelum dan setelah menyiapkan makanan, sebelum makan,
setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan kelihatan
kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan
hand sanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan kotor
menggunakan air dan sabun.
6. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk
kertas sekali pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa
menggunakan handuk bersih dan segera ganti jika sudah

49
basah.
7. Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah
(masker datar) diberikan kepada pasien untuk dipakai
sesering mungkin.
8. Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan
masker bedah terutama jika berada dalam satu ruangan
dengan pasien. Masker tidak boleh dipegang selama
digunakan. Jika masker kotor atau basah segera ganti dengan
yang baru. Buang masker dengan cara yang benar (jangan
disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang).
Buang segera dan segera cuci tangan.
9. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan
mulut atau pernapasan (dahak, ingus dll) dan tinja. Gunakan
sarung tangan dan masker jika harus memberikan perawatan
mulut atau saluran nafas dan ketika memegang tinja, air
kencing dan kotoran lain. Cuci tangan sebelum dan sesudah
membuang sarung tangan dan masker.
10. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah
terpakai.
11. Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci
dengan sabun dan air setelah dipakai dan dapat digunakan
kembali)
12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan
kamar mandi secara teratur. Sabun atau detergen rumah
tangga dapat digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5%
(setara dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian air).
13. Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan
sabun cuci rumah tangga dan air atau menggunakan mesin
cuci dengan suhu air 60-900C dengan detergen dan
keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan

50
digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan
pakaian dengan bahan-bahan yang terkontaminasi.
14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat
membersihkan permukaan pasien, baju, atau bahan-bahan
lain yang terkena cairan tubuh pasien. Sarung tangan (yang
bukan sekali pakai) dapat digunakan kembali setelah dicuci
menggunakan sabun dan air dan didekontaminasi dengan
larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah
menggunakan sarung tangan.
15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama
perawatan harus dibuang di tempat sampah di dalam ruangan
pasien yang kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai
kotoran infeksius.
16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya
seperti sikat gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan
sprei).
17. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan
rumah, maka selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi
pencegahan penularan penyakit melalui droplet.

51
BAB 3

KESIMPULAN

Pandemi COVID-19 telah menyebar ke seluruh dunia dengan kecepatan


yang sangat pesat dan telah menyebabkan lebih banyak infeksi dan kematian
dibandingkan SARS atau MERS. Pasien lanjut usia dan imunokompromais
serta pasien dengan komorbid lain merupakan kelompok orang yang
berisiko lebih untuk infeksi berat bahkan kematian. Penyebaran yang sangat
cepat ini memerlukan surveilans yang intens dan protocol isolasi untuk
mencegah transmisi. Tenaga kesehatan dan masyarakat juga harus memiliki
tingkat kecurigaan tinggi terhadap tanda dan gejala serta komunikasi,
informasi dan edukasi harus ditingkatkan. Tidak ada obat-obatan yang
terkonfirmasi atau vaksin yang telah ditemukan. Strategi penanganan saat
ini bertujuan pada perawatan suportif dan simptomatik dan terapi oksigen.
Penanganan bagi pasien meninggal akibat COVID-19 baik petugas
kesehatan dan petugas forensic serta petugas jenazah harus mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan untuk mencegah penyebaran infeksi terutama
penggunaan APD, hand hygiene, dan desinfeksi lingkungan.

52
DAFTAR PUSTAKA
1. Sahin A. 2019 Novel Coronavirus (COVID-19) Outbreak: A Review of the
Current Literature. Eurasian Journal of Medicine and Oncology.
2020;4(1):1-7.
2. WHO. Infection Prevention and Control for the safe management of a dead
body in the context of COVID-19 Interim guidance 24 March 2020
[Internet]. WHO. 2020 [cited 4 April 2020]. Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331538/WHO-COVID-19-
lPC_DBMgmt-2020.1-eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y
3. Hassan S, Sheikh F N, Jamal S, et al. (March 21, 2020) Coronavirus
(COVID-19): A Review of Clinical Features, Diagnosis, and Treatment.
Cureus 12(3): e7355. doi:10.7759/cureus.7355
4. Deng S, Peng H. Characteristics of and Public Health Responses to the
Coronavirus Disease 2019 Outbreak in China. Journal of Clinical Medicine.
2020;9(2):575.
5. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
Situation Report – 72 [Internet]. WHO. 2020 [cited 4 April 2020]. Available
from: https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-
reports/20200401-sitrep-72-covid-19.pdf?sfvrsn=3dd8971b_2
6. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia.
Dashboard Pemantauan Kasus COVID-19 [Internet]. Hub InaCOVID-19.
2020 [cited 4 April 2020]. Available from: http://covid19.bnpb.go.id/
7. Jordan R, Adab P, Cheng K. Covid-19: risk factors for severe disease and
death. British Medical Journal. 2020;(368):p.1198.
8. Burhan E, Isbaniah F, Susanto A, Aditama T, Sartono T, Sugiri Y, et al.
PNEUMONIA COVID-19 DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI
INDONESIA. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); 2020.
9. Public Health England. COVID-19: Investigation and initial clinical
management of possible cases [Internet]. GOV.UK. 2020 [cited 4 April
2020]. Available from:
https://www.gov.uk/government/publications/wuhan-novel-coronavirus-
initial-investigation-of-possible-cases/investigation-and-initial-clinical-
management-of-possible-cases-of-wuhan-novel-coronavirus-wn-cov-
infection
10. Hanley B, Lucas S, Youd E, Swift B, Osborn M. Autopsy in suspected
COVID-19 cases. Journal of Clinical Pathology. 2020;0(1):jclinpath-2020-
206522.
11. PERSI. Corona virus Update [Internet]. Persi.or.id. 2020 [cited 5 April
2020]. Available from: https://www.persi.or.id/118-adv/1290-corona-virus-
update
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular. Available from:
https://www.hukumonline.com/js/pdfjs/web/viewer.html?
file=/pusatdata/viewfile/lt4c3d6af42df7f/parent/415

53
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. Available from:
https://www.persi.or.id/images/regulasi/pp/pp401991.pdf
14. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease
2019 (COVID-19). Available from:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/135059/pp-no-21-tahun-2020
15. KEMENKES RI. PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
CORONAVIRUS DISESASE (COVID-19) [Internet]. 4th ed. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2020 [cited 5 April 2020]. Available from:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-
19%20dokumen%20resmi/REV-04_Pedoman_P2_COVID-19_
%2027%20Maret2020_Tanpa%20TTD.pdf.pdf
16. WHO. Infection Prevention and Control for the safe management of a dead
body in the context of COVID-19 Interim guidance 24 March 2020
[Internet]. WHO. 2020 [cited 4 April 2020]. Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331538/WHO-COVID-19-
lPC_DBMgmt-2020.1-eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y
17. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia.
Pedoman Umum Menghadapi Pandemi COVID-19 Bagi Pemerintah Daerah:
Pencegahan, Pangendalian, Diagnosis dan Manajemen. Jakarta: Kementerian
Dalam Negeri; 2020 p. 133-137.

54

Anda mungkin juga menyukai