Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN AGAMA ISLAM DENGAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Yayuk Paramita : 1720301010
2. Destiana : 1730301028
3. Mira Rahma : 1930301015

DOSEN PENGAMPU :
MUHAMMAD AMIN, M.HUM

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHULUGGIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAN RADEN FATAH PALEMBANG
2020
PEMBAHASAN
A. Pandangan Ajaran Islam Tentang Ilmu Sosial
Sejak kelahirannya belasan abad yang lalu, Islam telah tampil sebagai agama yang
memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia
dengan Tuhan, dan antara hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dengan
muamalah.
Selanjutnya jika kita adakan perbandingan antara perhatian Islam terhadap urusan ibadah
dengan urusan muamalah ternyata Islam menekankan urusan muamalah lebih besar dari pada
urusan ibadah dalam arti yang khusus. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial
dari pada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi sebagai
masjid tempat mengabdi kepada Allah dalam arti yang luas. Muamalah jauh lebih luas dari pada
ibadah dalam arti yang khusus. 1
Keterkaitan agama dengan masalah kemanusian sebagaimana tersebut di atas menjadi
penting jika dikaitkan dengan situasi kemanusian di zaman modern ini. Kita mengetahui bahwa
dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang benar-benar membutuhkan
pemecahan segera. Kadang-kadang kita merasa bahwa situasi yang penuh dengan problematika di
dunia modern justru di sebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri. Di balik
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi
yang dapat menghancurkan martabat manusia. Umat manusia telah berhasil mengorganisasikan
ekonomi, menata struktur politik, serta membangun peradaban yang maju untuk dirinya sendiri,
tetapi pada saat yang sama, kita juga melihat bahwa umat manusia telah menjadi tawanan dari
hasil ciptaannya sendiri. Sejak manusia memasuki zaman modern, mereka mampu
mengembangkan potensi-potensi rasionalnya, mereka memang telah membebaskan diri dari
belenggu pemikiran mistis yang irrasional dan belengggu pemikiran hukum alam yang sangat
mengikat kebebasan manusia. Tetapi ternyata di dunia modern ini manusia tidak dapat
melepaskan diri dari jenis belenggu lain, yakni penyembahan kepada hasilnya ciptaan dirinya
sendiri. Dalam keadaan demikian, kita saat ini nampaknya sudah mendesak untuk memiliki ilmu
pengetahuan sosial yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema tersebut. Ilmu

1 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta: Raja Gravindo persada,2003),hlm.54


pengetahuan sosial yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang di gali dari nilai-nilai agama
yang disebut sebagai ilmu sosial profetik.

B. Ilmu Sosial yang Bernuansa Islam


Dewasa ini ilmu sosial mengalami kemandekan dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapinya, dibutuhkan ilmu sosial yang tidak berhenti pada menjelaskan fenomena sosial,
tetapi dapat memecahkan secara memuaskan. Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial
profetik yaitu ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga
memberi petujuk ke arah mana tranformasi itu dilakukan, yaitu ilmu sosial yang mampu mengubah
fenomena berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Yaitu perubahan yang didasarkan pada
tiga hal yaitu cita-cita kemanusiaan (humanisasi), liberasi, dan transendensi. 2
Pertama tujuan humanisasi ialah memanusiakan manusia dari proses dehumanisasi.
Industrialisasi yang kini terjadi kadang menjadikan manusia sebagai bagian dari masyarakat
abtrak tanpa wilayah kemanusiaan. Manusia telah menjadi bagian dari sekrup mesin yang tidak
lagi menyadari keberadaanya secara utuh.
Kedua liberasi tujuannya adalah pembebasan manusia dari kungkungan teknologi dan
pemerasan kehidupan, menyatu dengan orang miskin yang tergusur oleh kekuatan ekonomi
raksasa, dan berusaha membebaskan manusia dari belenggu yang kita buat sendiri.
Ketiga tujuan transendensi adalah menumbuhkan dimensi transendental dalam
kebudayaan. Kita Sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme, materialisme dan budaya
buruk lainnya. Kini yang harus kita lakukan adalah membersihkan diri dengan meningkatkan
kehidupan pada dimensi transendentalnya. Kita ingin agar rahmat Tuhan menyertai hidup kita,
terlepas dari dimensi ruang dan waktu pada saat kita berserah diri kepada kebesaran Tuhan.
Dengan ilmu sosial profetik kita diharuskan mempunyai pandangan bahwa sumber ilmu
bukan hanya berasal dari rasio dan empiri sebagaimana yang dianut dalam masyarakat barat, tetapi
juga dari wahyu. Dengan ilmu sosial yang demikian maka umat Islam akan dapat meluruskan
gerak langkah perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi saat ini dan juga meredam berbagai
kerusuhan sosial dan tindakan kriminal. Fenomena kerusuhan tindakan kriminal, bencana alam,
penyimpangan sosial, dan masaalah sosial lainnya yang terus berkembang, secara sosiologis

2 Harun Nasution, Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press,1979),hlm. 75


bukanlah masalah yang berdiri sendiri, semua itu merupakan produk sistem dan pola pikir.
Pemecahan terhadap masalah tersebut salah satu alternatifnya adalah dengan memberikan nuansa
keagamaan pada ilmu sosial yang oleh Kuntowijoyo disebut sebagai ilmu sosial profetik. 3
Dewasa ini ilmu sosial yang dibutuhkan tidak hanya berhenti pada menjelaskan
fenomena sosial, tetapi dapat memecahkannya secara memuaskan. Menurut Kuntowijoyo, pada
zaman modern ini butuh ilmu sosial profetik, yaitu ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan dan
mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberikan petunjuk ke arah mana transformasi itu di
lakukan, untuk apa dan oleh siapa. Perubahan tersebut didasarkan pada tiga hal yaitu: tujuan
manusia (tujuan humanisasi), tujuan liberasi dan tujuan transendensi. Sebagaimana terkandung
dalam ayat 110 surat Ali’Imran sebagai berikut. Yang Artinya:Kamu sekalian adalah sebaik-
baiknya umat yang ditugaskan kepada manusia menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat munkar
dan beriman kepada allah. (QS Al-Imran, 110).
Dari firman Allah swt diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tujuan manusia (tujuan humanisasi)
Tujuan humanisasi adalah memanusiakan manusia dari proses dehumanisasi.
Industrialisasi yang kini terjadi terkadang menjadikan manusia sebagai bagian dari
masyarakat abstrak tanpa wilayah kemanusiaan.
2. Tujuan liberasi
Tujuan liberasi adalah pembebasan manusia dari lingkungan teknologi, pemerasan
kehidupan, menyatu dengan orang miskin yang tergusur oleh kekuatan ekonomi
raksasa dan berusaha membebaskan manusia dari belenggu yang kita buat sendiri.
3. Tujuan transendensi
Tujuan transendensi adalah menumbuhkan transendental dalam kebudayaan. Kita
sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme, meterialisme, dan budaya dekaden
lainnya. Kini yang harus dilakukan adalahmembersihkan diri dengan mengikatkan
kembali kehidupan pada dimensi transendentalnya.
Ilmu sosial mengalami kemandekan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya,
dibutuhkn ilmu sosial yng tidak berhenti pada menjelaskan fenomena sosial, tetapi dapat
memecahkan secara memuaskan. Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial Profetik: yaitu ilmu
sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi petujuk

3 Ibid,hlm.55
kearah mana tranformasi itu dilakukan, yaitu ilmu sosial yang mampu mengubah fenomena
berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Yaitu yang berdasarkan tiga hal : cita-cita manusia,
libersi, dan ketiga transendensi.
Cita-cita profetif dapat dilihat dalam kandungan surat Ali-Imran ayat 110 :
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”
Tujuan pertama ialah memanusiakan manusia; seperti Industrialisasi yang kini terjadi
kadang menjadikan manusia sebagian dari masyarakat abtrak tanpa wilayah kemanusiaan. Kita
menjalani obyektifasi ketika berada di tengah-tengah mesin politik dan mesin pasar, manusia telah
menjadi bagian dari sekrup mesin yang tidak lagi menyadari keberadaanya secara utuh.
Kedua liberasi bertujuan pembebasan manusia dari kungkungan teknologi, dan memeras
kehidupan orang miskin yang tergusur oleh kekuatan ekonomi raksasa dan berusaha membebaskan
manusia dari belenggu yang kita buat sendiri. Ketiga tujuan transendensi adalah menumbuhkan
dimensi transendental dalam kebudayaan. Dan yang harus kita lakukan membersihkan diri dengan
meningkatkan kehidupan pada dimensi transendentalnya.
Dengan ilmu sosial Profetik kita di haruskan mempunyai pandangan bahwa sumber ilmu
bukan hanya berasal dari rasio dan empiri sebagaimana yang dianut dalam masyarakat barat, tetapi
juga dari wahyu. Dengan ilmu sosial yang demikian maka umat islam akan dapat meluruskan gerak
langkah perkembangan ilmu pengetahun yang terjadi saat ini dan juga meredam berbagai
kerusuhan sosial dan tindakan kriminal. Fenomena kerusuhan tindakan kriminal, bencana
kebakaran hutan, penyimpangan sosial, dan masaalah sosial lainnya bukan masalah yang berdiri
sendiri, semua itu merupakn produk sistem dan pola pikir. Pemecahan terhadp masalah tersebut
salah satu alternatif adalah dengan memberikn nuansa keagamaan pada ilmu sosial. Yang oleh
Kuntowijoyo disebut sebagai ilmu sosial profetik. 4
C. Peran Ilmu Sosial Profetik pada Era Globalisasi
Dengan ilmu sosial profetik yang kita bangun dari ajaran Islam kita tidak perlu takut atau
khawatir terhadap dominasi sains Barat dan arus globalisasi yang terjadi saat ini. Islam selalu
membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban. Islam adalah sebuah paradigma terbuka. Sejak
beberapa abad yang lalu Islam mewarisi tradisi sejarah dari seluruh warisan peradaban manusia.
Kita tidak membangun dari ruang yang hampa seperti dalam kandungan surat Al Maidah ayat 3

4 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interperstasi untuk aksi, ( Bandung: Mizan,1991),hlm.52


yang berarti “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu Nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu agama bagimu.”5
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi Islam bukanlah agama tertutup. Islam
adalah sebuah paradigma terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Islam mengembangkan
matematika India, ilmu kedokteran dari Cina, sistem pertahanan Sasanid, logika Yunani dan
sebagainya. Namun dalam proses penerimaannya itu terdapat dialektika internal. Misalnya untuk
bidang-bidang pengkajian tertentu Islam menolak bagian logika Yunani yang sangat rasional,
diganti dengan cara berpikir intuitif yang menekankan rasa seperti yang dikenal dalam tasawuf.
Al-Qur'an sebagai sumber utama ajaran Islam diturunkan bukan dalam ruang hampa,
melainkan dalam setting sosial aktual, respon normatifnya merefleksikan kondisi sosial aktual itu.
Meskipun jelas bahwa Al-Qur'an memiliki cita-cita sosial tertentu. Bukti sejarah memperlihatkan
dengan jelas bahwa sejak kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama
terbuka akomodatif. Serta berdampingan dengan agama, kebudayaan, dan perdaban lainnya.
Tetapi dalam waktu bersamaan Islam juga tampil memberikan kritik, perbaikan, bahkan penolakan
dengan cara-cara yang amat simpatik dan tidak menimbulkan gejolak sosial yang membwa korban
yang tidak diharapkan. Dengan sifat karkteristik ajaran Islam demikian itu maka melalui ilmu
sosial yang berwawasan profetik Islam siap memasuki era globalisasi yang di tandai dengan
adanya perubahan bidang ekonomi, teknologi, sosial, informasi, dan sebagainya akan dapat
diambil dengan sebaik-baiknya. Islam mempunyai perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap
masalah sosial. Untuk itu maka kehadiran ilmu sosial yang hanya membicarakan tentang manusia
tersebut dapat diakui oleh Islam. Namun Islam mempunyai pandangan yang khas tentang ilmu
sosial yang dikembangkan yaitu ilmu sosial profetik yang dibangun dari ajaran Islam dan
diarahkan untuk humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Dengan ilmu sosial profetik kita bangun dari ajaran islam, kita tidak perlu takut atau
khawatir terhadap dominasi sains barat dan arus globalisasi yang terjadi saat ini. Islam selalu
membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban.
Sejak beberapa abad yang lalau islam mewarisi tradisi sejarah dari seluruh warisan
peradaban manusia. Kita tidak membangun dari ruang yang hampa, seperti, dalam kandungan surat
Al Maidah ayat 3

5 Al-Qur’an Surat AL-MAIDAH ayat 3


Pada hari telah ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu
nikmat-ku, dan telah ku ridhai Islam itu agama bagimu.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) islam bukanlah agama tertutup,
islam adalah sebuah paradigma terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Islam
mengembangkan matematika India, ilmu kedokteran dari Cina, sistem pertahanan sasanid, logika
Yunani, dan sebagainya. 6 Misalnya, untuk bidang-bidang pengkajian tertentu islam menolak
bagian logika Yunani yang sangat rasional diganti dengan cara berfikir intuitif yang menekankan
rasa seperti yang di kenal dalam tasawuf. Alquran sebagai sumber utama ajaran islam diturunkan
bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam setting sosial aktual.
Dalam bidang ekonomi pada saat ini mengalami kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh
perbedaan tingkat ekonomi. Kesenjangan dalam bidang ekonomi tersebut menunjukkan bahwa
ilmu sosial yang ada sekarang perlu ditinjau kembali, antara lain dengan menerapkan ilmu sosial
profetik. Misalnya islam mengakui adanya perbedaan kelas sebagai fitrah, dimana tuhan
melebihkan yang satu atas yang lain. Namun, bersamaan dengan itu islam menyuruh umatnya agar
menegakkan keadilan dan egaliter. Perbedaan kelas yang ada tidak boleh diartikan bahwa islam
mentolerir terjadinya ketidaadilan sosial. Islam berupaya mengikis kesenjangan tersebut dengan
melalui berbagai upaya seperti melalui institusi zakat, infaq, sadaqah dan sebagainya.
Dalam hubungan ini islam mengakui adanya upaya suatu gerakan kelompok yang membela
kelas tertindas, tetapi gerakan ini tidak seperti gerakan komunis dan sebagainya, dan bukan untuk
menghancurkan kelas yang menguasai alat-alat produksi.7 Dari sini terlihat dengan jelas tentang
kepedulian islam terhadap upaya mengikis kesenjangan yang terjadi dimasyarakat.
Bukti sejarah tersebut memperhatikan dengan jelas bahwa dari sejak kelahiran lima belas
abad yang lalu islam telah tampil sebagai agama terbuka, akomodatif serta berdampingan dengan
agama, kebudayaan dan peradaban lainnya, tetapi dalam waktu bersamaan islam juga tampil
memberikan kritik, perbaikan, bahkan penolakan dengan cara-cara yang amat simpatik dan tidak
menibulkan gejolak sosial yang membawa korban yang tidak diharapkan. Dengan sifat dan
karakteristik ajaran islam demikian itu, maka melalui ilmu sosial yang berwawasan profetik
sebagaiman disebutkan diatas, maka islam siap untuk memasuki era globalisasi. Era globalisasi

6 Poeradisastra, Sumbangan Islam Terhadap Peradaban Modern,( Jakarta: P3M, 1982),hlm. 123
7 Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, ( Bandung: Mizan, 1991),hlm. 42
yang ditandai dengan adanya perubahan bidang ekonomi, teknologi, sosial, informasi, dan
sebagainya.
Islam selalu membuka diri terhadap seluruh warisan kebudayan sejak beberapa abad yang
lalu islam mewarisi peradaban manusia. Kita tidak membangun dari ruang hampa hal tersebut
dapat dipahami dari kandungan surat al-maidah ayat 3. kata “telah KU- sempurnakan agama-mu”
mengandung arti bukan membangun dari ruang hampa melainkan dari bahan-bahan yang sudah
ada. Hal demikian dapat dilihat dari kenyataan sejarah semua agama dan peradapan mengalami
proses meminjam dan memberi dalam interaksi mereka satu sama lain sepanjang sejarah. Dalam
bidang IPTEK Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah paradigma terbuka sebagai mata
rantai peradaban dunia. Islam mewarisi peradapan yunani dari barat dan peradaban persia, india,
dan cina dari timur. Ketika abad VIII – XV peradaban barat dan timur tenggelam dan mengalami
kemerosotan. Islam bertindak sebagai pewaris utama kemudian diambil alih oleh barat sekarang.
Islam mengembangkan matematika India, ilmu kedokteran dari Cina, sistem pertahanan Sasanid
dan logika Yunani dan sebagainnya.
Namun dalam proses penerimaannya itu terdapat dialektika internal. Mislnya untuk bidang
pengkajian tertentu Islam menolak bagian logika Yunani yang sangat rasional, diganti dengan cara
berfikir yang menekankan rasa seperti yang dikenal dalam Tasawuf. Al-Qur’an sebagai sumber
utama ajaran islam diturunkan bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam setting sosial aktual,
respon normatifnya mereflaksikan kondisi sosial aktual itu. Meskipun jelas bahwa al-Quran
memiliki cita-cita sosial tertentu. Bukti sejarah memperlihatkan dengan jelas bahwa sejak
kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama terbuka akomodatif. Serta
berdampingan dengan agama, kebudayaan, dan perdaban lainnya. Tetapi dalam waktu bersamaan
Islam juga tampil memberikan kritik, perbaikan, bahkan penolakan dengan cara-cara yang amat
simpatik dan tidak menimbulkan gejolak sosial yang membwa korban yang tidak diharapkan.
Dengan sifat karkteristik ajaran islam demikian itu maka melalui ilmu sosial yang berwawasan
profetik Islam siap memasuki era globalisasi yang di tandai dengan adanya perubahan bidang
ekonomi, teknologi, sosial, informasi, dsb. Akan dapat diambil dengan sebaik-baiknya.
Islam mempunyai perhatian dan kepedulian yang tinggi terhadap masalah sosial. Untuk itu
maka kehadiran ilmu sosial yang hanya membicarakn tentang manusia tersebut dapat diakui oleh
Islam. Namun islam mempunyai pandangan yang khas tentang ilmu sosial yang dikembngkan
yaitu ilmu sosial profetik yang dibangun dari ajaran islam dan diarahkan untuk humanisasi,
liberasi, dan transendensi. 8

8 Yatimin Abdullah, Studi Islam konteporer ( Jakarta: Amzah, 2006),hlm. 72-74


PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa, ilmu sosial seharusnya
di gali dari ilu-ilmu agama agar menjadi ilmu yang mampu mengatasi berbagai problematika yang
ada dalam kehidupan yang semakin modern ini. Ilmu sosial yang bernuansa Islam bisa di jadikan
alternatif dalam membekali diri menghadapi era globalisasi yang tanda-tandanya sudah mullai bisa
di rasakan. Peran ilmu sosial profetik di era globalisasi adalah menjadi filter terhadap dampak
globalisasi yaitu membuang hal yang negatif dan mengambil hal yang bermanfaat untuk
membangun manusia Indonesia seutuhnya pada era globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yamin.2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah


Kuntowijoyo.1991.Paradigma Islam Interprestasi untuk Aksi. Bandung: Mizan
Nata Abdullah. 2003. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Gravindo Prasada
Nasution Harun.1979. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta:UI Press
Poeradisastra.1982.Sumbangan Islam Terhadap Peradaban Modern. Jakarta:P3M
Rahmat Jalaludin.1991. Islam Alternatif. Bandung:Mizan

Anda mungkin juga menyukai