Anda di halaman 1dari 69

IDENTITAS MATA KULIAH

MATA KULIAH : STATISTIK


BOBOT : 2 SKS
KODE MATA KULAIH :
SEMESTER : 2 ( DUA )
DOSEN : STEPHANUS OLA DEMON,ST.MT.
BAB I
STATISTIKA DAN PENGGUNAANNYA
1.1. PENDAHULUAN

Untuk membahas kegunaan statistika, dibawah ini dikemukan dua


defenisi tentang statistika.
➢ Pertama, defenisi menurut Boot dan Cox (1970:3) , menyatakan
bahwa statistika adalah suatu kumpulan teori dan metodologi
yang digunakan untuk menganalisis bukti – bukti numerik guna
menetapkan satu dari beberapa alternatif keputusan atau
tindakan, dimana tidak semua fakta yang relevan diketahui.
➢ Kedua, defenisi menurut Sanders,dkk.(1980:6), menyatakan
bahwa statistika adalah suatu kumpulan prinsip dan prosedur
yang dikembangkan untuk pengumpulan, pengklasifikasian,
perangkuman, pemaknaan dan mengkomunikasikan
penggunaan data tersebut.
Dari kedua definisi tersebut diatas diperoleh pengertian bahwa
statistika adalah suatu ilmu terapan yang digunakan sebagai
sarana pengambilan keputusan jika tidak terdapat cukup bukti
atau informasi untuk pengambilan keputusan secara langsung.

Atau kata lain Statistika adalah suatu metodologi pengambilan


keputusan atau tindakan berdasarkan analisis data atau informasi
yang dikumpulkan secara sistematik, jika tidak cukup bukti
untuk pengambilan keputusan secara langsung.

Dengan statistika memungkinkan seseorang mendeskripsikan


hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan diketahuinya
hubungan-hubungan tersebut maka seorang peneliti dapat
memberikan beberapa alternatif keputusan atau tindakan. Melalui
statistika seseorang dapat memprediski apa yang akan terjadi
dimasa mendatang, yakni dengan menganalisis hubungan
peristiwa-peristiwa masa lalu dengan apa yang terjadi dewasa ini
dalam masalah yang sama
1.2. Statistika Deskriptif dan Statistika Inferensial
Mulai

a. Pengumpulan Data

b. Pengolahan Data

c. Penyajian Informasi / Data

Apakah d. Gunakan Informasi Sampel


Yes
Informasi Dari Untuk Menyimpulkan
Sampel ? Karakteristik Populasi

No
Gunakan Sensus Untuk e. Tarik Kesimpulan Tentang
Menganalisis Karakteristik Populasi Karakteristik Populasi

Selesai
Gambar 1.1. Diagram Alir Statistika
Prosedur statistika sebagaimana dikemukakan oleh Sanders,dkk.
Terdiri dari serangkaian kegiatan :
a. Pengumpulan Data
b. Pengolahan Data (Meng-klasifikasikan, merangkum data)
c. Penyajian dan menginformasikan data
d. Menyimpulkan data
e. Menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi
Dalam bentuk diagram alir (flow-chart), kelima kegiatan tersebut
dilukiskan seperti tertera pada gambar 1.1.

Kegiatan (a) sampai dengan (c) dikenal sebagai statistika


deskriptif, yakni kegiatan yang berkaitan dengan bagaimana
memperoleh dan menyajikan data atau informasi agar mudah
dpahami oleh pihak lain yang berkepentingan.
Kegiatan (d) dan (e) dikenal sebagai statistika inferensial, yakni
yang berkaitan dengan pengambilan kesimpulan tentang
karakteristik populasi yang dikaji.
1.3. Pengertian Data dan Statistik
Ada 2 terminologi yang sering digunakan dalam statistika yaitu :
Data dan Statistik.
a. Data :
Rincian dari sejumlah informasi numerik.
b. Statistik :
Suatu nilai numerik tunggal, misalnya rerata,koefisi korelasi,
simpangan baku atau besaran-besaran lain yang dihitung dari
sekumpulan data.

1.4. Populasi dan Sampel


BAB II
UKURAN LETAK DAN VARIASI DATA
2.1. GEJALA PEMUSATAN

• Dalam Statistika, ukuran letak dan


variasi data merupakan deskripsi awal
untuk mengetahui karakteristik data
penelitian.
• Sedangkan rerata, modus dan median
dikenal sebagai ukuran dari gejala
pemusatan
2.2. RERATA
Ada 3 jenis retata
( mean ) yakni :
• Rerata Aritmatik
• Rerata Ukur
• Rerata harmonik
a) Rerata Aritmatik
Dalam statika, sekumpulan data
numerik dapat diwakili oleh satu nilai
yang disebut rerata aritmatik.
Ada 2 cara menentukan rerata yaitu :
• Secara langsung dari data mentah
(Ungrouped data)
• Dengan terlebih dahulu
mengelompokkan ke dalam
beberapa kelas atau kategori
( grouped data)
Perhitungan rerata secara langsung
dari data tak tersusun dilakukan
dengan menggunakan rumus :

Dimana :
n : Jumlah data
i : 1,2,3,.....n
Perhitungan rerata data tersusun
ditentukan dengan rumus :

Dimana :
fi : frekwensi pada kelas ke i
i : 1,2,3,.....k
XT : nilai tengah dari kelas ke i
Tabel 2.1
b) Rerata Ukur
Apabila perbandingan tiap dua data
yang berurutan sama atau hampir
sama, perhitungan rerata lebih teliti
jika dilakukan dengan menggunakan
rerata ukur daripada rerata aritmatik.
Untuk sekumpulan data xi dimana i =
1,2,3,....n. Rerata ukur dihitung dengan
rumus :
Untuk bilangan-bilangan besar, rumus diatas
dapat dirubah kedalam bentuk logaritma :

Sebagai contoh, tiga bilangan yang


memenuhi syarat deret ukur :
2000,4000,8000 akan memberikan logaritma
rerata-ukur :

Dengan menggunakan kalkulator ( 103.6021 )


atau tabel logaritma di peroleh U = 4000
c) Rerata Harmonik
Jika dari sebuah sampel berukuran n
diperoleh xi dimana i =1,2,3,...n maka
rerata harmonik di hitung dengan
rumus :

Contoh seorang pengemudi melakukan


antar jemput staf perusahaan dari
Kupang – Takari dua kali pergi pulang
dalam sehari.
Jarak Kupang – Takari sejauh 90 km itu
ditempuh dengan kecepatan rata – rata
60 km/jam,45 km/jam,40 km/jam dan
36 km/jam. Berapakah kecepatan rata –
rata pengemudi itu menjalankan
mobilnya dalam sehari ?.
4
𝐻=
0,017 + 0,022 + 0,025 + 0,028
4
𝐻= = 43,58 km / jam
0,092

Catatan : Untuk menjawab pertanyaan


ini umumnya orang akan
menggunakan rerata aritmatik :
(60+45+40+36)/4 = 45,25 km/jam.
Jawaban ini salah karena waktu untuk
menempuh jarak 90 km itu masing-
masing adalah 1,5 jam ; 2 jam ; 2,25 jam
dan 2,5 jam.
Jarak yang ditempuh dalam sehari 4 x
90 = 360 km. Jadi kecepatan rata-rata
perjalanan dalam sehari itu adalah
360/(1,5+2+2,25+2,5) = 360/8,25 = 43,64
km/jam.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan rumus rerata harmonik
diperoleh nilai yang lebih mendekati
nilai sebenarnya ( selisih 0,06 km/jam
karena pembulatan pada perhitungan
pecahan ).
2.3. Median ( Me )
Ukuran kedua yang digunakan untuk
menunjukkan nilai sentral adalah median.
Median (Me) adalah nilai tengah setelah
sekelompok data disusun dalam urutan
dari nilai terkecil ke nilai terbesar atau
sebaliknya. Jika jumlah data ganjil, maka
mediannya adalah angka yang terletak di
tengah-tengah. Misalnya suatu sampel
menghasilkan data : 12,7,8,14,16,19,10.
Setelah disusun menurut urutan nilai
diperoleh : 7,8,10,12,14,16,19. Pada contoh
ini median Me = 12.
Jika jumlah data genap, misalnya :
7,8,8,10,12,14,16,19 maka mediannya berada
diantara 10 dan 12, besarnya Me = (10+12)/2 = 11.
Untuk data tersusun nilai median ditentukan
dengan rumus :
𝑛 − 2𝐹
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝
2𝑓
Dimana Me = Median ; b = Nilai batas
terendah dari kelas dimana median berada ;
p = interval kelas median, n = ukuran sampel
, F = jumlah semua frekwensi dengan nilai
tengah kelas lebih kecil dari nilai tengah
median dan f = frekwensi kelas median.
Perhitungan median untuk data yang tertera
pada tabel 2.1, diketahui : median terletak
pada kelas ke empat sehingga b =20 ; p=4,99 ; f
= 20 ; n = 80 dan F = 37.
Dengan menggunakan rumus tersebut diatas
maka diperoleh :
80 − 2.37
𝑀𝑒 = 20 + 4,99
2.20
4,99 .6
𝑀𝑒 = 20 + = 20,75
40
2.4. Modus ( Mo )
Untuk menyatakan gejalah sentral yang
paling banyak terjadi digunakan ukuran
modus.
Jika sampel menghasilkan nilai :
12,14,34,34,28,28,34,14,37 ; setelah disusun
menurut urutan besarnya nilai akan
diperoleh : 12,14,14,28,28,34,34,34,37. Data
ini menunjukan nilai 34 muncul terbanyak
( tiga kali ) sehingga modus dari sampel
tersebut adalah M0 = 34.
Untuk data tersusun seperti pada 2.1,
besarnya modus ditentukan dengan
rumus :
𝑓1
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝
𝑓1 + 𝑓2
Dimana Mo = Modus ; b = Batas bawah
kelas modus ; p = interval kelas modus,
f1 = selisih frekwensi antara kelas
modus dengan frekwensi kelas
sebelumnya ; f2 = selisih frekwensi antara
kelas modus dengan frekwensi kelas
berikutnya :
Dari tabel 2.1. diperoleh b = 20; p = 4,99;
f1 = 20-19 = 1 ; f2 = 20-13 =7 sehingga ,
1
𝑀𝑜 = 20 + 4,99
1+7
4,99
𝑀𝑜 = 20 + = 20,62
8
2.5. Variasi Data
Beberapa rerata,median dan modus
memberikan satu bilangan yang mewakili
sekelompok data. Namun informasi yang
terkandung dalam nilai sentral tersebut
belum dapat menggambarkan sebaran
(dispersion) frekuensi dari suatu sampel.
Dapat direnungkan bahwa, dari beberapa
sampel yang diambil dari populasi yang
sama akan menghasilkan sebarn
frekuensi yang berbeda. Hal tersebut
menunjukkan adanya variasi data.
Sebagai contoh, untuk membandingkan dua
perusahaan asuransi X danY, yang dalam enam tahun
berkembang dengan pertumbuhan revenu :
Perusahaan X : 6,0 5,7 5,6 5,9 6,1 dan 5,5 persen
Perusahaan Y : 7,2 7,7 4,9 3,1 3,4 dan 8,5 persen
Rerata perkembangan kedua perusahaan tersebut
adalah sama, yakni 5,8 % pertahun. Jika penilaian
hanya didasarkan pada nilai rerata, maka kesimpulan
yang ditarik dari data tersebut adalah : kedua
perusahaan tersebut sama baiknya. Analisis yang lebih
teliti menunjukkan bahwa, perusahaan X berkembang
dekat pada nilai 5,8% (bervariasi antara 5,5 % dan 6,1%),
sedangkan perusahaan Y bervariasi antara 3,1% dan
8,5% sehingga dapat disimpulkan bahwa, perusahaan X
lebih stabil daripada perusahaan Y.
Ukuran variasi yang lebih sederhana adalah
rentang sebaran (range). Rentang sebaran
didefenisikan sebagai selisih antara nilai
terbesar dan nilai terkecil dari suatu sampel.
Rentang sebaran merupakan ukuran variasi
yang buruk karena hanya menunjukkan
perbedaan antara nilai terbesar dan nilai
terkecil.
Pada bagian selanjutnya akan diperkenalkan
ukuran variasi yang lazim dipakai, yakni :
➢ Simpangan Baku
➢ Bilangan Baku
➢ Koefisien Variasi
➢ Kurtosis
2.6. Simpangan Baku
Simpangan Baku dari suatu sampel
didefenisikan sebagai “ akar kuadrat dari
jumlah kuadrat selisih keseluruhan data
terhadap rerata”. Brdasarkan defenisi
tersebut, maka simpangan baku untuk
sampel tak terseusun dihitung dengan
rumus :
σ𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 − 𝑋ത 2
𝑠=
𝑛
Dimana s = simpangan baku dari sampel
n = Ukuran Sampel
i = 1,2,...n.
Selanjutnya untuk menghitung simpangan
baku data tersusun digunakan rumus :

σ𝑘𝑖=1 𝑋𝑇 − 𝑋ത 2. 𝑓𝑖
𝑠=
𝑛−1
Dimana k = Jumlah Kelas
fi = frekuensi kelas ke-i
XT = nilai tengah kelas ke-i
i = 1,2,3,...k.
Kuadrat dari simpangan baku disebut varians.
Dalam bentuk rumus varians dari data tak
tersusun adalah :

σ𝑛 ത
𝑖=1 𝑋𝑖 −𝑋
2
s 2=
𝑛

Dan untuk data tersusun :

σ𝑘𝑖=1 𝑋𝑇 − 𝑋ത 2. 𝑓𝑖
𝑠2 =
𝑛−1
2.7. Bilangan Baku dan koefisien Variasi
Dari sampel berukuran n dengan data xi
dimana i = 1,2,3,...n dan rerata
ഥ 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐬𝐢𝐦𝐩𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐤𝐮 𝒔 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐝𝐢𝐬𝐮𝐬𝐮𝐧 𝐝𝐚𝐭𝐚
𝑿
zi dengan menggunakan rumus :
𝑋𝑖 −𝑋ത
zi=
𝑠
Data baru tersebut menunjukkan

penyimpangan suatu data Xi terhadap rerata 𝑿
yang dinyatakan dalam satuan simpangan baku
sehingga bilangan baru yang didapat disebut
bilangan baku zi .
Bilangan baku ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi posisi prestasi atau kinerja
induvidu dalam kelompok.
Contoh soal 1.
Untuk mengetahui perkembangan penguasaan
matakuliah statistika, seorang pengajar
mengadakan dua kali tes formatif sebelum tes
sumatif. Hasil tes formatif pertama dan kedua
ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Jika nilai
kelulusan terendah ditetapkan 56, hitunglah
rerata dan simpangan baku dari hasil kedua tes
formatif tersebut.
Tabel 2.2. Nilai Tes Formatif 1 dan tes formatif 2
Tes Formatif 1
36 30 40 48 35 45 50 50
27* 38 63 53 70 55 53 75
55 62 32 65 44 54 80 54
60 54 65 30 74 64 52 85
54 65 54 50 94 42 45 40

Tes Formatif 2
36 30 65 56 46 65 55 55
28 68 45 60 75 45 70 75
55 65 56 65 44 55 55 60
60 70 50 46 80 64 76 85
60 70 75 75 95* 56 76 57
Penyelesaiannya :
➢ Batas terendah dan tertinggi dari kumpulan
data tersebut adalah 27 dan 95. Karena nilai
kelulusannya = 56, maka pengklasifikasian
data diatur sebagai berikut : 26 - 35, 36 – 45,
46 – 55, 56 – 65, 66 – 75, 76 – 85 dan 86 – 95
( tujuh kelas )
➢ Setelah melalui tabulasi, maka untuk
menghitung rerata dan simpangan baku
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel2.3. Tabel perhitungan rerata dan
simpangan baku

Test Formatif 1
ഥ)
(XT -𝑿 ഥ )2 * fi
(XT -𝑿
Kelas Interval XT fi XT * fi ഥ
𝑿

1 26-35 30,5 5 152,5 51,75 -21,25 2257,81


2 36-45 40,5 8 324.0 51,75 -11,25 1012,50
3 46-55 50,5 14 707,0 51,75 -1,25 21,88
4 56-65 60,5 7 423,5 51,75 8,75 535,94
5 66-75 70,5 3 211,5 51,75 18,75 1054,69
6 76-85 80,5 2 161,0 51,75 28,75 1653,13
7 86-95 90,5 1 90,5 51,75 38,75 1501,56
- - 40 2070,0 - - 8037,51
𝟐𝟎𝟕𝟎,𝟎

𝑿= = 51,75
𝟒𝟎

8037,51
𝑠= _
40 1 = 14,36

Sedangkan test formatif 2 dapat dilihat pada


tabel berikut :
Test Formatif 2
ഥ)
(XT -𝑿 ഥ )2 * fi
(XT -𝑿
Kelas Interval XT fi XT * fi ഥ
𝑿

1 26-35 30,5 2 61,0 59,75 -29,25 1.711,13


2 36-45 40,5 4 162,0 59,75 -19,25 1.482,25
3 46-55 50,5 8 404,0 59,75 -9,25 684,50
4 56-65 60,5 13 786,5 59,75 0,75 7,31
5 66-75 70,5 8 564,0 59,75 10,75 924,50
6 76-85 80,5 4 322,0 59,75 20,75 1.722,25
7 86-95 90,5 1 90,5 59,75 30,75 945,56
- - 40 2390,0 - - 7477,5
𝟐𝟑𝟗𝟎,𝟎

𝑿= = 59,75
𝟒𝟎

7477,5
𝑠= _
40 1 = 13,85
Contoh soal 2.
Jika pada kedua test formatif pada contoh soal 1
itu seorang Mahasiswa mendapat nilai 90
kemudian naik menjadi 95, Bagaimanakah
posisi prestasinya dalam kelas ?
Penyelesaiannya sbb :
Dengan menggunakan rumus :
𝑋𝑖 −𝑋ത
zi=
𝑠
Diperoleh bilangan baku pada kedua test
tersebut yaitu :
90−51,75
z1= = 2,66 dan
14,36

95−59,75
z 2= = 2,55
13,85

Z2 < z1 (2,55 < 2,66) menunjukkan bahwa, walaupun


nilainya meningkat tetapi prestasi mahasiswa
tersebut dalam kelasnya turun.
Hal ini terjadi karena rerata kelas pada tes formatif
2 meningkat dari 51,75 menjadi 59,75.
Simpangan baku dari sekumpulan data atau hasil
pengukuran sering digunakan sebagai indikator
ketelilitian.
Dalam statistika, ketelitian dinyatakan dengan
ukuran yang disebut Koefisien variasi relatif V yang
dinyatakan dengan rumus :
𝑆
V= 𝑋ത
. 100%
2.8. Ukuran Kemiringan dan Kurtosis
Bentuk kurva sebaran frekuensi bisa
bermacam – macam.

Pada gambar diatas menunjukkan kurva


sebaran dari dua buah sampel yang simetris
dengan rentang sebaran yang sama tetapi
dengan rerata yang berbeda.
Pada gambar diatas menunjukkan kurva
sebaran dengan rentang sebaran yang
berbeda tetapi memiliki rerata yang sama
Pada gambar diatas menunjukkan kurva sebaran
yang tidak simetris. Kurva P dinyatakan sebagai
kurva yang miring kekiri ( dengan ekor disebelah
kanan ). Bentuk ini juga disebut kurva dengan
kemiringan positif. Sebaliknya kurva N dinyatakan
sebagai kurva yang miring kekanan ( ekor disebalah
kiri ), juga disebut sebagai kurva dengan kemiringan
negatif.
Ukuran kemiringan diperiksa dengan rumus :

3 (𝑋−𝑀𝑒)
SK =
𝑠
Jika nilai kemiringan positif berarti kurva miring
kekiri dan nilai negatif berarti kirva miring ke kanan
sementara nilai nol menunjukkan kurva simetris.

Bentuk kurva yang simetris ditentukan oleh rentang


sebaran dan simpangan baku, yang disebut Kurtosis.
Terdapat tiga bentuk Kurtosis yaitu :
➢ Leptokurtik : Jika sebaran mengumpul dekat pada
nilai rerata. Hal ini terjadi jika nilai simpangan
baku kecil ditandai dengan bentuk kurva yang
runcing
➢ Mesokurtik : Jika bentuknya tidak terlalu runcing.
➢ Platikurtik : Jika bentuknya cenderung datar
seperti punggung kura-kura. Bentuk ini
mempunyai sebaran yang luas atau nilai
simpangan baku yang besar.
Latihan soal.
Dalam suatu ujian diikuti oleh 600 peserta diperoleh
data hasil ujian seperti tertera dalam tabel dibawah
ini. Tentukanlah :
a. Nilai rata-rata
b. Simpangan Baku
c. Bilangan Baku pada skor 85
SKOR UJIAN FREKUENSI
20 - 29 4
30 - 39 48
40 - 49 117
50 - 59 235
60 - 69 140
70 - 79 39
80 - 89 10
90 - 99 7
BAB III
TEORI DISTRIBUSI
3.1. RAGAM DISTRIBUSI
Dalam bab ini dibahas empat macam
teori distribusi yaitu :
➢ Distribusi Normal
➢ Distribusi –t
➢ Distribusi – X2 dan
➢ Distribusi - F
3.2. DISTRIBUSI NORMAL
Suatu pola distribusi yang banyak dipakai
dalam penelitian adalah distribusi normal
atau distribusi Gauss (Sebutan menurut
penemunya).
Distribusi ini memyerupai bentuk lonceng
ഥ sebagai
(bell shape) dengan nilai rerata 𝑿
sumbu simetrinya.
Menurut Gauss, fungsi densitas pada X = X1
dinyatakan dengan persamaan :
𝟐
𝒙−𝝁
𝟏 −
𝒇(𝒙𝟏 ) = .𝒆 𝟐𝝈𝟐
𝝈 𝟐𝝅

Sifat-sifat penting dari distribusi normal adalah :


a. Grafik selalu di atas sumbu-X (horisontal)
b. Bentuk simetri terhadap sumbu-Y pada X = 𝝁
c. Mempunyai modus pada X = 𝝁 sebesar 0,3989/𝝈
d. Grafik mendekati sumbu-X (asimtotis) pada
X = 𝝁 − 𝟑𝝈 𝒅𝒂𝒏 X = 𝝁 + 𝟑𝝈
e. Kurva normal digunakan sebagai acuan
pengujian hipotesis jika ukuran sampel n≥ 𝟑𝟎
f. Luas daerah yang dibatasi oleh sumbu-X dan
Kurva Normal sama dengan satu satuan luas.
Untuk setiap pasangan 𝝁 𝒅𝒂𝒏 𝝈 sifat-sifat diatas selalu
dipenuhi namun bentuk kurvanya bisa tergantung pada besar-
kecilnya simpangan baku 𝝈 . Jika harga 𝝈 makin besar bentuk
kurvanya semakin platikurtik, sebaliknya Jika harga 𝝈 makin
kecil bentuk kurva cenderung leptokurtik.
Untuk penggunaan praktis telah dibuat daftar distribusi
normal baku (standart) yakni dengan 𝝁 = 0 dan 𝝈 = 1 sehingga
fungsi densitas menjadi :

𝟏
𝟏 −𝟐𝒛𝟐
𝒇(𝒙𝟏 ) = .𝒆
𝟐𝝅

Dengan batas-batas −∞, 𝑿, ∞. Untuk mengubah distribusi


normal umum menjadi distribusi normal baku digunakan
rumus :
𝑿−𝝁 𝑿−𝑿ഥ
𝒛= 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒛=
𝝈 𝒔
Perubahan dari skala-X ke skala-Z tersebut
ditunjukkan pada gambar dibawah ini, sementara
bentuk sebaran tidak berubah.

Konversi simpangan baku s ke bilangan baku z

Luas bidang diantara kurva normal baku dengan


sumbu-z sama dengan satu satuan luas. Penggunaan
tabel distribusi normal sebagai acuan pengujian
hipotesis tidak selalu didahului dengan mengubah
skala x ke skala z (z=bilangan baku).
Dari suatu distribusi, hal yang sering
dipertanyakan adalah, berapa persenkah sampel
yang berada di daerah yang dibatasi oleh
simpangan-simpangan baku : -1s dan +1s, -2s dan
+2s, atau antara -3s dan +3s diukur dari sumbu
simetrinya.
Dengan melihat tabel diatas, proporsi luas kurva
yang berada dalam daerah -1s dan +1s mencakup
luas 2 x 0,3413 = 0,6826 atau menggambarkan
sebaran dari 68,26% sampel ; sebaran yang berada
dalam daerah -2s dan +2s mencakup luas 2 x 0,4772 =
0,9544 atau mencakup 95,44% dan antara -3s dan +3s
mencakup luas 2 x 0,4987 = 0,9974 atau mencakup
99,74% sampel. Gambaran luas kurva tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut :
Proporsi luas kurva pada distribusi normal

Berikut diberikan beberapa contoh penggunaan


tabel distribusi normal.
Contoh soal 1
Indeks prestasi kumulatif (IPK) rata-rata
mahasiswa suatu perguruan tinggi adalah 2,76
dengan simpangan baku 0,40. Jika diasumsikan
IPK berdistribusi normal, berapa persenkah
mahasiswa yang memperoleh IPK ≥ 3,00 ?.
Penyelesaian :
Letak IPK = 3,00 pada kurva normal ditunjukkan
oleh bilangan baku :
𝑿−𝑿ഥ 𝟑,𝟎𝟎−𝟐,𝟕𝟔 𝟎,𝟐𝟒
𝒛= = = = 0,6
𝒔 𝟎,𝟒𝟎 𝟎,𝟒𝟎
Dari tabel normal diatas maka proporsi luas antara z =
0 dan z = 0,60 adalah 0,2257 sehingga proporsi
mahasiwa dengan IPK 3,00 (bagian yang diarsir) adalah
0,5000 - 0,2257 = 0,2743 atau 27,43%. Visualisasi
kurvanya dapat dilihat pada gambar berikut:
Visualisasi soal nomor 1

Contoh soal 2
Hasil ujian statistika dari suatu kelas memperoleh
nilai rata-rata 68 dengan simpangan baku 8,2. Jika
diasumsikan sebaran mengikuti pola distribusi
normal, dibawah nilai berapakah perolehan nilai
10% terendah ?
Penyelesaian:
Proporsi luas kurva yang ditinjau adalah 0,1000
sehingga proporsi luas dari z=0 sampai batas z1
(yang belum diketahui) = (-0,5000 - (-0,1000)
= -0,4000.
Dari tabel normal untuk proporsi = -0,4000
diperoleh harga z1 = -1,28 (dalam tabel didekati
dengan nilai proporsi 0,3997). Subsitusi ke dalam rumus
bilangan baku diperoleh :
𝑿−𝟔𝟖
-1,28 = 𝒔𝒆𝒉𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂 𝑿 = 𝟔𝟖 + −𝟏, 𝟐𝟖 𝟖, 𝟐 = 𝟓𝟕, 𝟓𝟎𝟒
𝟖,𝟐

Dengan demikian nilai 10% terendah adalah 57,5


atau kurang.
3.3. DISTRIBUSI-t
Distribusi dengan variabel acak yang
kontinu lainnya, yang mirip dengan
distribusi normal adalah distribusi-t
(singkatan dari student-t distribution)
dengan persamaan densitas :

𝑲
𝒇(𝒕) = 𝒏/𝟐
𝒕𝟐
𝟏+
𝒏−𝟏
Dimana berlaku harga-harga t yang
memenuhi −∞ < 𝒕 < ∞ dan K bilangan tetap
yang bergantung pada ukuran sampel n.
Dalam rumus diatas terdapat (n-1) yang
disebut yang disebut derajat kebebasan
(degree of freedom,df). Bentuk kurva-t
identik dengan bentuk kurva normal, tetapi
kurtosisnya ditentukan oleh besar-kecilnya
derajat kebebasan df.
Untuk n ≥ 30 pada distribusi-t
mendekati pola distribusi
normal.
Seperti halnya distribusi normal,
untuk keperluan perhitungan-
perhitungan telah tersedia tabel
distribusi-t .
Distribusi-t dapat digunakan sebagai acuan
menetapkan estimasi atau pengujian
hipotesis dengan ukuran sampel baik untuk
n < 30 maupun untuk n ≥ 30.
Tetapi karena untuk n ≥ 30 lebih lazim
menggunakan distribusi normal, maka
distribusi-t cenderung hanya digunakan
untuk n < 30 . Sama dengan gagasan yang
𝑿−𝝁 𝑿−𝑿ഥ
mendasar rumus 𝒛 = 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒛 =
𝝈 𝒔
maka untuk sampel kecil statistik t dihitung
dengan rumus :
𝑿−𝑿ഥ
𝒕𝜶Τ𝟐;𝒅𝒇 = . 𝒏
𝒔
Dimana harga t tergantung pada df dan
tingkat kepercayaan ditulis (1- 𝜶 ) yang
dipilih. Penunjukkan harga t sebagai batas-
batas interval kepercayaan ditulis 𝒕𝜶,𝒅𝒇 untuk
estimasi satu sisi dan 𝒕𝜶Τ𝟐,𝒅𝒇 untuk estimasi
dua sisi. Sebagai contoh, harga t pada tingkat
kepercayaan 0.95 atau 𝜶 = 0.05 dengan df =4,
untuk estimasi satu sisi ditulis 𝒕𝟎.𝟎𝟓,𝟒 dan
pada estimasi dua sisi ditulis 𝒕𝟎.𝟎𝟐𝟓,𝟒 .
Dibawah ini diberikan contoh penggunaan
tabel distribusi-t.
Contoh.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan
mahasiswa dalam mata kuliah statistik dari
suatu kelas, diambil subyek sebanyak lima
orang mahasiswa. Nilai rata – rata yang
diperoleh = 61,0 dengan simpangan baku
17,35. Berapakah nilai tertinggi jika dihitung
pada tingkat kepercayaan 0,95 ?.
Penyelesaian :
Dalam contoh ini n = 5 sehingga df = n-1 = 5-1
= 4, 𝑿ഥ = 61,0 dan s = 17,35. Dari tabel Lampiran
C, pada df = 4 dan 𝜶/2 =0,025 diperoleh harga
t0,025;4 =2,776.
Dengan menggunakan rumus
𝑿−𝑿ഥ
𝒕𝜶Τ𝟐;𝒅𝒇 = . 𝒏 maka
𝒔

𝑿−𝑿ഥ
t0,025;4 = . 𝒏
𝒔

t0,025;4 ഥ 𝟐,𝟕𝟕𝟔 .𝟏𝟕,𝟑𝟓


X= .𝐬 + 𝑿 = + 61,0 = 82,54
𝒏 𝟓

Jadi nilai tertinggi dari kelima subjek


tersebut adalah 82,54 dan nilai terendah
adalah : 61,00 – (2,776.17,35)/(5)0,5 = 61,0 – 21,54
= 39,46
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai