Anda di halaman 1dari 2

Perkembangan HAM di Indonesia

Dalam siding BPUPKI, perdebatan sengit terjadi antara Mr. Moh. Yamin dan Drs.
Moh. Hatta di satu pihak dengan Ir. Soekarno dan Mr. Supomo di pihak lain. Saat itu Hatta
dan Yamin berusaha meyakinkan dan menekankan pentingnya nilai-nilai HAM masuk dalam
konstitusi. Tujuannya adalah untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang
bersinggungan dengan HAM yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Supomo yang
didukung Sukarno dengan tegas menolak karena menurutnya usulan itu terlalu berlebihan dan
dapat berdampak negative, karena terkait dengan individualism. Perdebatan-perdebatan itu
akhirnya menemui jalan tengah, yaitu dengan dimasukkannya hak-hak warga negara dalam
batang tubuh UUD 1945 menjadi pasal 27, 28, 29, 31, dan 34.
Langkah maju dalam bidang HAM terjadi dengan berlakunya konstitusi RIS (1949-
1950). Dalam UUD RI tahun 1950 masalah HAM kurang mendapat tempat. Salah satu
keistimewaannya ialah adanya hak untuk berdemonstrasi dan mogok kerja sebagai alat buruh
untuk memperjuangkan hak-haknya(Pasal 21). Dengan adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
19959 sehingga Indonesia kembali ke UUD 1945, maka HAM di Indonesia dikembalikan ke
pasal-pasal yang menjamin hak warga negara.
1. Masa Pemerintahan Soekarno.
Di masa Orde Lama pelanggaran HAM secara signifikan banyak
terjadi akibat adanya Penpres No. 11/1963 tentang subversi. Keberadaanya
sangat dirasakan karena membatasi gerak dan kreasi sesorang dalam
beraktivitas sehari-hari. Di masa itu ada beberapa konvensi yang disahkan,
yaitu Konvensi Hak Politik Wanita melalui UU No. 68/1958, Konvensi ILO
No. 98 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding melalui UU No. 18/1956.
2. Masa Pemerintahan Suharto
Pergantian tonggak kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru memberi
secercah harapan dalam hal penghormatan dan penegakan HAM, yaitu dengan
dibentuknya Panitia Ad Hoc tentang HAM berdasar Ketetapan MPRS No.
XIV/MPRS.1966. Akan tetapi harapan tersebut pupus ketika rancangan
tersebut tidak jadi dibahas pada sidang umum(SU) MPRS tahun 1968, dengan
alasan SU lebih mengutamakan untuk membahas masalah yang berkaitan
dengan G30S/PKI. Langkah maju dalam bidang HAM baru terlihat di
tahun1993 dengan dibentuknya KOMNAS HAM berdasar Keppres. No.
50/1993. Namun demikian di masa-masa berikutnya perkembangan HAM di
Indonesia terkesan berjalan di tempat. Hal ini terlihat melalui banyaknya kasus
yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, seperti masalah tapol
G30S/PKI, kasus Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi dan lain lain.
Selama 32 tahun berkuasa ternyata rejim Orde Baru hanya
mengesahkan 3 konvensi PBB tentang HAM, yaitu: Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan UU No. 7/1998,
Konvensi Hak Anak dengan Keppres No. 36/1990 dan Konvensi Internasional
Menentang Apartheid dalam Olahraga dengan Keppres No. 48/1993
3. Masa Pemerintahan Habibie
Masa pemerintahan Habibie menjadi momentum tepat bagi penegakan
HAM di Indonesia. Hal itu ditandai dengan lahirnya TAP MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM dan Keppres. No. 129/1998 tanggal 15
Agustus 1998 mengenai Rencana Aksi Nasinal HAM (RAN-HAM) 1998-
2003 dengan tujuan untuk memberi jaminan perlindungan HAM di Indonesia
dengan mempertimbangkan aspek adat istiadat, budaya, dan agama berdasar
Pancasila. RAN-HAM akan dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan dalam satu program 5 tahun. Selain itu DPR juga telah
menyetujui sejumlah UU yang terkait dengan HAM, yaitu : UU No. 2/1999
Partai Politik, UU No. 3/1999 tentang Pemilu, UU No. 8/1999 tentang
Kebebasan Menyatakan Pendapat, UU No. 26/1999 tentang Pencabutan
Penpres No 11/1963.
Ada 6 konvensi HAM PBB yang disahkan pada periode ini, yaitu :
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainnya dengan UU
No. 5/1999, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
dengan UU No. 29/1999, Perlindungan Hak untu berorganisasi dengan
Keppres. No. 83/1998, Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja
Paksa dengan UU No. 19/1999, Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan dengan UU No. 21/1999, dan Konvensi ILO No.
138 tentang Usia Minimum untuk Diperolehkan Bekerja denga UU No.
20/1999
4. Masa Pemerintahan Abdurahman Wahid
Di masa memajukan dan perlindungan HAM mendapat perhatian
cukup serius. Selain menyempurnakan RAN HAM juga dibentuk lembaga
baru, yaitu Menteri Negara Urusan HAM yang semula berdasarkan hasil
reshuffle cabinet bulan AGustus 2000 berada di bawah Departemen
Kehakiman dan HAM.
Selain itu juga ada 2 konvensi HAM PBB yang sedang dalam proses
ratifikasi, yaitu International Covenant and Political Rights (ICCPR) dan
International Coenant on Economic, Social and Cultural Rights and Optional
Protocol to International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(ICESCR)
Walaupun upaya Indonesia dalam hal pengakan dan memajukan HAM melalui ratifikasi
konvensi-konvensi HAM cukup banyak, namun dibandingkan dengan negara lain ternyata
Indonesia masih jauh keitnggalan.

Anda mungkin juga menyukai