Anda di halaman 1dari 149

MODUL

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BBL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA
2019
MATERI
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

Salah satu materi yang harus dikuasai untuk dapat memberikan asuhan kebidanan pada
ibu bersalin adalah peserta didik menguasai materi faktor Passage/panggul dan Power/kekuatan
ibu dapat mempengaruhi proses persalinan. Sehingga dengan memahami materi ini peserta
didik mempunyai landasan yang kuat dalam memberikan Asuhan Kebidanan Persalinan dan
Bayi Baru Lahir. Untuk memahami Faktor Panggul Ibu/Passage yang dapat mempengaruhi
proses persalinan, mahasiswa diharapkan membaca dengan penuh konsentrasi materi berikut
ini.
A. PASSAGE (PANGGUL IBU)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi menjadi dua yaitu bagian keras adalah tulang tulang
panggul (rangka panggul) dan bagian lunak adalah otot-otot, jaringan- jaringan dan ligament-
ligament.
1. Jalan Lahir Keras (panggul)
Panggul dibentuk oleh empat buah tulang yaitu: dua tulang pangkal paha (os coxae) terdiri
dari os illium, os ischium dan os pubis, 1 tulang kelangkang (os sacrum), dan 1 tulang
tungging (os cocygis) .

a. Os ilium/tulang usus
Ukurannya terbesar dibanding tulang lainnya. sebagai batas dinding atas dan
belakang panggul/pelvis. Pinggir atas os ilium yang tumpul dan menebal disebut crista
iliaka. Bagian terdepan Crista iliaka spina iliaka anterior posterior (SIAS) dan beberapa
sentimeter dibawahnya menonjol spina iliaka anterior inferior (SIAI). Bagian paling
belakang dari crista iliaka anterior os ischium terletak di bawah os ilium, pada bagian
posterior superior (SIPI).
Lengkungan di bawah SIPI dinamakan incisura ischiadika mayor. Pada sisi dalam
os ilium merupakan batas antara panggul mayor dan panggul minor dinamakan incisura
ischiadika mayor. Pada sisi dalam os ilium merupakan batas antara panggul mayor dan
panggul minor dinamakan linia innominata/linia terminalis.

b. Os Ischium/tulang duduk
Posisi os ischium di bawah os ilium, pada bagian belakang terdapat cuat duri
dinamakan spina ischiadika. Lengkung dibawah spina ischiadika dinamakan incisura
ischiadika minor, pada bagian bawah menebal, sebagai penopang tubuh saat duduk
dinamakan tuber ischiadikum.

c. Os Pubis/tulang kemaluan
Membentuk suatu lubang dengan os ischium yaitu foramen obturatorium, fungsi di
dalam persalinan belum diketahui secara pasti. Di atas foramen obturatorium dibatasi
oleh sebuah tangkai dari os pubis yang menghubungkan dengan os ischium disebut ramus
superior osis pubis. Pada ramus superior osis pubis kanan dan kiri terdapat tulang yang
bersisir, dinamakan pectin ossis pubis. Kedua ramus inferior ossis pubis membentuk
sudut yang disebut arkus pubis. Pada panggul wanita normal sudutnya tidak kurang dari
90o. Pada bagian atas os pubis terdapat tonjolan yang dinamakan tuberkulum pubic.

d. Os Sacrum/tulang kelangkang
Bentuknya segitiga, dengan dasar segitiga di atas dan puncak segitiga pada ujung
di bawah: terdiri lima ruas yang bersatu, terletak diantara os coxae dan merupakan
dinding belakang panggul. Permukaan belakang pada bagian tengah terdapat cuat duri
dinamakan crista skralia. Permukaan depan membentuk cekungan disebut arcus sakralia
yang melebar luas panggul kecil/pelvis minor. Dengan lumbal ke – 5 terdapat artikulasio
lumbo cakralis. Bagian depan paling atas dari tulang sacrum dinamakan promontorium,
dimana bagian ini bila dapat teraba pada waktu periksa dalam, berarti ada kesempitan
panggul.

e. Os Cocsygis/tulang ekor
Dibentuk oleh 3 – 5 ruas tulang yang saling berhubungan dan berpadu dengan
bentuk segitiga. Pada kehamilan tahap akhir koksigeum dapat bergerak (kecuali jika
struktur tersebut patah). Perhubungan tulang-tulang panggul: di depan panggul terdapat
hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri disebut simpisis pubis. Di belaka terdapat
artikulasio artikulasio sakro-iliaka yang menhubungkan os sacrum dan os ilium. Di
bagian bawah panggul terdapat artikulasio sakro koksigea yang menghubungkan os
sacrum dengan os koksigis.
Tulang panggul dipisahkan oleh pintu atas panggul menjadi dua bagian:
1) Panggul palsu/false pelvis (pelvis mayor), yaitu bagian pintu atas panggul dan tidak
berkaitan dengan persalinan.
2) Pintu Atas Panggul (PAP): bagian anterior pintu atas panggul, yaitu batas atas panggul
sejati dibentuk oleh tepi atas tulang pubis. Bagian lateral dibentuk oleh linea
iliopektenia, yaitu sepanjang tulang inominata. Bagian posteriornya dibentuk oleh
bagian anterior tepi atas sacrum dan promontorium sacrum.
3) Panggul sejati/ true pelvis (pelvis minor) Bentuk pelvis menyerupai saluran yang
menyerupai sumbu melengkung ke depan. Pelvis minor terdiri atas: pintu atas panggul
(PAP) disebut pelvic inlet. Bidang tengah panggul terdiri dari bidang luas dan bidang
sempit panggul.
4) Rongga panggul Merupakan saluran lengkung yang memiliki dinding anterior
(depan) pendek dan dinding posterior jauh lebih cembung dan panjang. Rongga
panggul melekat pada bagian posterior simpisis pubis, ischium, sebagian ilium,
sacrum dan koksigeum.
5) Pintu Bawah Panggul Yaitu batas bawah panggul sejati. Struktur ini berbentuk
lonjong agak menyerupai intan, di bagian anterior dibatasi oleh lengkung pubis,
dibagian lateral oleh tuberosisitas iskium, dan bagian posterior (belakang) oleh ujung
koksigeum.
f. Bidang Hodge
Bidang Hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan
persalinan yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui pemeriksaan dalam/vagina
toucher (VT). Adapun bidang hodge sebagai berikut: 1) Hodge I: Bidang yang setinggi
Pintu Atas Panggul (PAP) yang dibentuk oleh promontorium, artikulasio sakro iliaca,
sayap sacrum, linia inominata, ramus superior os pubis, dan tepi atas symfisis pubis. 2)
Hodge II: Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis berhimpit dengan PAP (Hodge
I). 3) Hodge III: Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan PAP (Hodge I) 4)
Hodge IV: Bidang setinggi ujung os coccygis berhimpit dengan PAP (Hodge I).

g. Ukuran-Ukuran Panggul
1) Panggul luar
a) Distansia spinarum: diameter antara dua spina iliaka anterior superior kanan dan
kiri.: 24- 26 cm.
b) Distansia kristarum: diameter terbesar kedua crista iliaka kanan dan kiri: 28- 30cm.
c) Distansia boudeloque atau konjugata eksterna: diameter antara lumbal ke-5 dengan
tepi atas symfisis pubis 18-20 cm.
d) Ketiga distansia ini diukur dengan jangka panggul.
e) Lingkar panggul: jarak antara tepi atas symfisis pubis ke pertengahan antara
trokhanter dan spina iliaka anterior superior kemudian ke lumbal ke-5 kembali ke
sisi sebelahnya sampaai kembali ke tepi atas symfisis pubis. Diukur dengan metlin,
berukuran normal 80-90 cm.
2) Panggul dalam
a) Pintu atas panggul
(1) Konjugata vera atau diameter antero posterior (depan-belakang) yaitu diameter
antara promontorium dan tepi atas symfisis sebesar 11 cm. Cara pengukuran
dengan periksa dalam akan memperoleh konjugata diagonalis yaitu jarak dari tepi
bawah symfisis pubis ke promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm.
(2) Konjugata obstetrika adalah jarak antara promontorium dengan pertengahan
symfisis pubis.
(3) Diameter transversa (melintang), yaitu jarak terlebar antara ke dua linia inominata
sebesar 13 cm.
(4) Diameter oblik (miring): jarak antara artikulasio sakro iliaka dengan tuberkulum
pubikum sisi yang bersebelah sebesar 12 cm.

b) Bidang tengah panggul


(1) Bidang luas panggul, terbentuk dari titik tengah symfisis pertengahan acetabulum
dan ruas sacrum ke-2 dan ke-3. Merupakan bidang yang mempunyai ukuran paling
besar, tidak menimbulkan masalah dalam mekanisme turunnya kepala. Diameter
antero posterior 12,75 cm, diameter transfersa 12,5.
(2) Bidang sempit panggul, merupakan bidang yang berukuran kecil, terbentang dari
tepi bawah symfisis, spina ischiadika kanan dan kiri, dan 1- 2 cm dari ujung bawah
sacrum. Diameter antero-posterior sebesar 11,5 cm dan diameter transversa sebesar
10 cm.
c) Pintu bawah panggul
(1) Terbentuk dari dua segitiga dengan alas yang sama, yaitu diameter tuber
ischiadikum. Ujung segitiga belakang pada ujung os sacrum, sedangkan ujung
segitiga depan arcus pubis.
(2) Diameter antero-posterior ukuran dari tepi bawah symfisis ke ujung sacrum: 11,5
cm.
(3) Diameter transfersa: jarak antara tuber ischiadikum kanan dan kiri: 10,5 cm.
(4) Diameter sagitalis posterior yaitu ukuran dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran
transversa: 7,5 cm.
3) Inklinatio pelvis Adalah kemiringan panggul, sudut yang terbentuk antara bidang semu.
Pintu atas panggul dengan garis lurus tanah sebesar 55-60 derajat.
4) Sumbu panggul Sumbu secara klasik garis yang menghubungkan titik persekutuan antara
diameter transversa dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titik sejenis di
hodge II, III, dan IV. Sampai dekat hodge III sumbu itu lurus sejajar dengan sacrum,
untuk seterusnya melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sacrum.

Diameter bidang pintu atas panggul tengah, pintu bawah dan sumbu jalan lahir
menentukan mungkin tidaknya persalinan pervaginam berlangsung dan bagaimana janin
dapat menuruni jalan lahir. Sudut sub pubis yang menunjukkan jenis lengkung pubis serta
panjang ramus pubis dan diameter intertuberositas, merupakan bagian terpenting. Karena
pada tahap awal janin harus melalui bagian bawah lengkung pubis maka sudut subpubis
yang sempit kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan lengkung yang bulat dan
lebar.
h. Jenis Panggul Dasar
Jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai berikut:
1) Ginekoid (tipe wanita klasik)
2) Android (mirip panggul pria)
3) Anthropoid (mirip panggul kera anthropoid)
4) Platipeloid (panggul pipih)

Bagian GINEKOID ANDROID ANTROPOID PLATIPELOID


(50%wanita) (23% wanita) (24% wanita) (3% wanita)

Pintu atas Sedikit lonjong Berbentuk hati anteroposterio Sisi


atau sisi kiri dan bersudut r lebih lebar anteroposterior
Oval kanan bulat pipih, kanan-
kiri lebar

Bentuk Bulat Hati Oval Pipih

Kedalaman Sedang Dalam Dalam Dangkal

Dinding tepi Lurus Konvergen Lurus Lurus

Spina Tumpul, agak Menonjol Menonjol, Tumpul,


iskiadika jauh terpisah diameter diameter terpisah jauh
interspinosa interspinosa
sempit seringkali
sempit

Sakrum Dalam, Sedikit Sedikit Sedikit


melengkung melengkung, melengkung melengkung
bagian ujung
sering bengkok
Lengkung Lebar Sempit Sempit Lebar
subpubis

Model Pervaginam Sesaria Forsep/Sponta Spontan


persalinan Spontan Posisi Pervaginam n dengan
yang biasa oksipito anterior Sulit jika posisi
terjad menggunakan f oksipitoposteri
Orsep or atau
oksipito
anterior

Terkadang dijumpai bentuk panggul kombinasi dari keempat bentuk klasik tersebut,
misalnya:
 Jenis gineko-android
 Jenis gineko-antropoid
 Kombinasi lainnya ada 14 jenis
2. Bagian lunak panggul
a. Tersusun atas segmen bawah uterus, serviks uteri, vagina, muskulus dan ligamentum
yang menyelubungi dinding dalam dan bawah panggul:
1) Permukaan belakang panggul dihubungkan oleh jaringan ikat antara os sacrum dan
ilium dinamakan ligamentum sacroiliaca posterior, bagian depan dinamakan
ligamentum sacro iliaca anterior.
2) Ligamentum yang menghubungkan os sacro tuber os sacrum dan spina ischium
dinamakan ligamentum sacro spinosum.
3) Ligamentum antara os sacrum dan os tuber iskhiadikum dinamakan ligamentum sacro
tuberosum.
4) Pada bagian bawah sebagai dasar pangggul. Diafragma pelvis terdiri dari bagian otot
disebut muskulus levator ani.
5) Bagian membrane disebut diafragma urogenetal.
6) Muskulus levator ani menyelubungi rectum, terdiri atas muskulus pubo coccygeus,.
7) Musculus iliococcygeus dan muskulus ishio coccygeus.xs
8) Ditengah-tengah muskulus pubococcygea kanan dan kiri ada hiatus urogenetalis yang
merupakan celah berbentuk segitiga. Pada wanita sekat ini dibatasi sekat yang
menyelubungi pintu bawah panggul sebelah depan dan merupakan tempat keluarnya
urettra dan vagina.
9) Fungsi diafragma pelvis adalah untuk menjaga agar genetalia interna tetap pada
tempatnya. Bila muskulus ini menurun fungsinya, maka akan terjadi prolaps atau
turunnya alat genetalia interna.

Gambar 1. Pelvis dan Ligaments


b. Perineum
Merupakan daerah yang menutupi pintu bawah panggul, terdiri dari:
1) Regio analis, sebelah belakang. Spincter ani eksterna yaitu muskulus yang
mengelilingi anus.
2) Regio urogenetalis terdiri atas muskulus bulbo cavernosus, ischiocavernosus
dan transversus perinei superficialis.
B. Power/Kekuatan
Power atau kekuatan terdiri dari:

1. Kontraksi Uterus
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot
otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen.

Tabel Perbedaan his pendahuluan dan his persalinan

His pendahuluan/his palsu His persalinan


Teratur
Tidak teratur
Nyeri
Tidak nyeri
Tambah kuat sering
Tidak pernah kuat
Ada pengaruh pada serviks
Tidak ada pengaruh pada serviks

a. Pengkajian his
1) Frekuensi: jumlah his dalam waktu tertentu
2) Durasi : lamanya kontraksi berlangsung dalam satu kontraksi
3) Intensitas: kekuatan kontraksi diukur dalam satuan mmhg dibedakan menjadi;
kuat, sedang dan lemah
4) Interval: masa relaksasi (diantara dua kontraksi)
5) Datangnya kontraksi: dibedakan menjadi; kadang-kadang, sering, teratur.
b. Cara mengukur kontraksi
1) Selama 10 menit
2) Contoh hasil pengukuran: 3x/10’/40-50”/kuat dan teratur.
c. Pengaruh his
1) Cerviks menipis (effacement)
2) Cerviks berdilatasi sehingga mengakibatkan janin turun.

2. Tenaga mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong
anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut
yang mengakibatkan peninggian tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan
tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. Saat kepala
sampai pada dasar panggul, timbul suatu reflek yang mengakibatkan ibu menutup
glottisnya, mengkontraksikan otot-otot perutnya dan menekan diafragmanya
kebawah.
Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan
paling efektif sewaktu ada his. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir,
misalnya pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu
dengan forceps Tenaga mengejan ini juga melahirkan placenta setelah placenta lepas
dari dinding rahim.

C. Passenger
1. Janin, Plasenta Dan Air Ketuban Kepala Janin
a. Presentasi Janin
1) Presentasi janin: bagian janin yang pertama kali memasuki PAP dan terus melalui
jalan lahir saat persalinan mencapai aterm.
2) Bagian presentasi: bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa
saat melakukan pemeriksaan dalam
3) Bagian presentasi: presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, presentasi
muka, dll.

b. Presentasi Kepala

c. Letak Janin
1) Letak janin: hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu
panjang (punggung) ibu.
2) Letak janin: memanjang, melintang, obliq/miring
3) Letak janin memanjang: letak kepala, letak bokong.
4) Sikap Janin
5) Sikap: hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan yang lain, hal ini sebagian
merupakan akibat pola pertumbuhan janin dan sebagian akibat penyesuaian janin
terhadap bentuk rongga rahim.
6) Sikap: Fleksi umum, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi kearah sendi lutut,
tangan disilangkan di depan toraks dan tali pusat terletak di antara lengan dan
tungkai.

d. Posisi Janin
Posisi: hubungan antara bagian presentasi (occiput, sacrum, mentum,
sinsiput/puncak kepala menengadah) yang merupakan indikator untuk menetapkan
arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap
empat kuadran panggul ibu, missal pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun
kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.

e. Variasi Posisi Kepala


Letak belakang kepala (LBK) ditentukan dengan Indikator: ubun-ubun kecil (UUK)
Variasi posisi:
1) Ubun-ubun kecil kiri depan (uuk ki-dep)
2) Ubun-ubun kecil kiri belakang (uuk ki-bel)
3) Ubun-ubun kecil melintang kiri (uuk mel-ki)
4) Ubun-ubun kecil kanan depan (uuk ka-dep)
5) Ubun-ubun kecil kanan belakang (uuk ka-bel)
6) Ubun-ubun kecil melintang kanan (uuk mel-ka)
f. Presentasi Dahi
Letak dahi ditentukan dengan Indikator: teraba dahi dan ubun-ubun besar (UUB).
Variasi posisi:
1) Ubun-ubun besar kiri depan (uub ki-dep)
2) Ubun-ubun besar kiri belakang (uub ki-bel)
3) Ubun-ubun besar melintang kiri (uub mel-ki)
4) Ubun-ubun besar kanan depan (uub ka-dep)
5) Ubun-ubun besar kanan belakang (uub ka-bel)
6) Ubun-ubun besar melintang kanan (uub mel-ka)

g. Presentasi Muka
Letak muka ditentukan dengan Indikator: dagu (mento). Variasi posisi:
1) Dagu kiri depan (da ki-dep)
2) Dagu kiri belakang (da ki-bel)
3) Dagu melintang kiri (da mel-ki)
4) Dagu kanan depan (da ka-dep)
5) Dagu kanan belakang (da ka-bel)
6) Dagu melintang kanan (da mel-ka)

h. Presentasi Bokong
Letak bokong ditentukan dengan Indikator: sacrum. Variasi posisi:
1) Sacrum kiri depan (sa ki-dep)
2) Sacrum kanan depan (sa ka-dep)
3) Sacrum kanan belakang (sa ka-bel)
4) Sacrum melintang kanan (sa mel-ka)

i. Presentasi Vertex (Oksipito Anterior)

Oksipito Anterior Kanan Oksipito Anterior Kiri

j. Presentasi Muka

Mento anterior kanan Mento posterior kanan


k. Plasenta (Uri)
Plasenta: adalah produk kehamilan yang akan lahir mengiringi kelahiran janin,
yang berbentuk bundar atau oval, ukuran diameter 15- 20 cm, tebal 2-3 cm, berat
plasenta 500 - 600 gram. Letak plasenta yang normal: pada korpus uteri bagian
depan atau bagian belakang agak ke arah fundus uteri. Bagian plasenta: permukaan
maternal, permukaan fetal, selaput ketuban, tali pusat. Variasi anatomi plasenta :
1) Plasenta suksenturiata
2) Plasenta sirkumvalata → insersi lateralis
3) Insersi battledore tali pusat → insersi marginalis
4) Insersi velamentosa
5) Plasenta bipartite
6) Plasenta tripartite

l. Air ketuban
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cc. Ciri-
ciri air ketuban: berwarna putih keruh, berbau amis dan berasa manis, reaksinya agak
alkalis dan netral, dengan berat jenis 1,008. Komposisi: terdiri atas 98% air, sisanya
albumin, urea, asam uric, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks caseosa,
dan garam organic. Kadar protein kira-kira 2,6% gram per liter, terutama albumin.

m. Fungsi air ketuban


Pada persalinan: selama selaput ketuban tetap utuh, cairan amnion/air ketuban
melindungi plasenta dan tali pusat dari tekanan kontraksi uterus. Cairan ketuban juga
membantu penipisan dan dilatasi cerviks.

2. Psikologis
Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang ibu
dan keluarganya. Banyak ibu mengalami psikis (kecemasan, keadaan emosional
wanita) dalam menghadapi persalinan, hal ini perlu diperhatikan oleh seseorang yang
akan menolong persalinan. Perasaan cemas, khawatir akan mempengaruhi hormone
stress yang akan mengakibatkan komplikasi persalinan. Tetapi sampai saat ini
hampir tidak ada catatan yang menyebutkan mengenai hormone stress terhadap
fungsi uteri, juga tidak ada catatan mengenai hubungan antara kecemasan ibu,
pengaruh lingkungan, hormone stress dan komplikasi persalinan. Namun demikian
seseorang penolong persalinan harus memperhatikan keadaan psikologis ibu yang
akan melahirkan karena keadaan psikologis mempunyai pengaruh terhadap
persalinan dan kelahiran.

3. Penolong
Penolong persalinan perlu kesiapan, dan menerapkan asuhan sayang ibu. Asuhan
sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang
ibu. Beberapa prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan
suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama
persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses
persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa
aman dan hasil yang lebih baik (Enkin, et al,2000). Disebutkan pula bahwa hal
tersebut diatas dapat mengurangi terjadinya persalinan dengan vakum, cunam, dan
seksio sesar, dan persalinan berlangsung lebih cepat (Enkin, et al, 2000).
Prisip umum dari asuhan sayang ibu yang harus diikuti oleh bidan adalah:
a. Rawat ibu dengan penuh hormat.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan ibu. Hormati
pengetahuan dan pemahaman mengenai tubuhnya. Ingat bahwa mendengar sama
pentingnya dengan memberikan nasihat.
c. Menghargai hak-hak ibu dan memberikan asuhan yang bermutu serta sopan.
d. Memberikan asuhan dengan memperhatikan privasi.
e. Selalu menjelaskan apa yang akan dikerjakan sebelum anda melakukannya serta
meminta izin dahulu
f. Selalu mendiskusikan temuan-temuan kepada ibu, serta kepada siapa saja yang ia
inginkan untuk berbagi informasi ini.
g. Selalu mendiskusikan rencana dan intervensi serta pilihan yang sesuai dan
tersedia bersama ibu.
h. Mengizinkan ibu untuk memilih siapa yang akan menemaninya selama
persalinan, kelahiran dan pasca salin.
i. Mengizinkan ibu menggunakan posisi apa saja yang diinginkan selama persalinan
dan kelahiran.
j. Menghindari penggunaan suatu tindakan medis yang tidak perlu (episiotomy,
pencukuran dan enema).
k. Memfasilitasi hubungan dini antara ibu dan bayi baru lahir (Bounding and
attachment).
MATERI
KEBUTUHAN DASAR PERSALINAN

Kebutuhan dasar manusia adalah suatu kebutuhan manusia yang paling


dasar/pokok/utama yang apabila tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan di dalam
diri manusia.
A. Kebutuhan Fisiologis
1. Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan kebutuhan oksigen selama proses persalinan perlu diperhatikan
oleh bidan, terutama pada kala I dan kala II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat
penting artinya untuk oksigenasi janin melalui plasenta. Suplai oksigen yang tidak
adekuat, dapat menghambat kemajuan persalinan dan dapat mengganggu
kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat dapat diupayakan dengan pengaturan
sirkulasi udara yang baik selama persalinan.
Ventilasi udara perlu diperhatikan, apabila ruangan tertutup karena
menggunakan AC, maka pastikan bahwa dalam ruangan tersebut tidak terdapat
banyak orang. Hindari menggunakan pakaian yang ketat, sebaiknya penopang
payudara/BH dapat dilepas/dikurangi kekencangannya. Indikasi pemenuhan
kebutuhan oksigen adekuat adalah Denyut Jantung Janin (DJJ) baik dan stabil.

2. Kebutuhan Cairan Dan Nutrisi


Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan kebutuhan yang
harus dipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses persalinan. Pastikan bahwa pada
setiap tahapan persalinan (kala I, II, III, maupun IV), ibu mendapatkan asupan
makan dan minum yang cukup. Asupan makanan yang cukup (makanan utama
maupun makanan ringan), merupakan sumber dari glukosa darah, yang merupakan
sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang rendah akan
mengakibatkan hipoglikemia. Sedangkan asupan cairan yang kurang, akan
mengakibatkan dehidrasi pada ibi bersalin.
Pada ibu bersalin, hipoglikemia dapat mengakibatkan komplikasi persalinan
baik ibu maupun janin. Pada ibu, akan mempengaruhi kontraksi/his, sehingga akan
menghambat kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden persalinan dengan
tindakan, serta dapat meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Pada janin, akan
mempengaruhi kesejahteraan janin, sehingga dapat mengakibatkan komplikasi
persalinan seperti asfiksia.
Dehidrasi pada ibu bersalin dapat mengakibatkan melambatnya kontraksi/his,
dan mengakibatkan kontraksi menjadi tidak teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi
dapat diamati dari bibir yang kering, peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang
sedikit. Dalam memberikan asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota keluarga
yang mendampingi ibu. Selama kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan dan
minum, untuk mendukung kemajuan persalinan.
Pada kala II, ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi, karena terjadi
peningkatan suhu tubuh dan terjadinya kelelahan karena proses mengejan. Untuk
itu disela-sela kontraksi, pastikan ibu mencukupi kebutuhan cairannya (minum).
Pada kala III dan IV, setelah ibu berjuang melahirkan bayi, maka bidan juga harus
memastikan bahwa ibu mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairannya, untuk
mencegah hilangnya energi setelah mengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran
bayi (pada kala II).

3. Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan kebutuhan eliminasi selama persalinan perlu difasilitasi oleh
bidan, untuk membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Anjurkan ibu untuk berkemih secara spontan sesering mungkin atau
minimal setiap 2 jam sekali selama persalinan. Kandung kemih yang penuh, dapat
mengakibatkan:
1. Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul,
terutama apabila berada di atas spina isciadika
2. Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
3. Mengingkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena bersama
dengan munculnya kontraksi uterus
4. Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II
5. Memperlambat kelahiran plasenta
6. Mencetuskan perdarahan pasca persalinan, karena kandung kemih yang penuh
menghambat kontraksi uterus.
Apabila masih memungkinkan, anjurkan ibu untuk berkemih di kamar mandi,
namun apabila sudah tidak memungkinkan, bidan dapat membantu ibu untuk
berkemih dengan wadah penampung urin. Bidan tidak dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum ataupun setelah kelahiran bayi dan
placenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan apabila terjadi retensi urin,
dan ibu tidak mampu untuk berkemih secara mandiri. Kateterisasi akan
meningkatkan resiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.
Sebelum memasuki proses persalinan, sebaiknya pastikan bahwa ibu sudah
BAB. Rektum yang penuh dapat mengganggu dalam proses kelahiran janin. Namun
apabila pada kala I fase aktif ibu mengatakan ingin BAB, bidan harus memastikan
kemungkinan adanya tanda dan gejala kala II. Apabila diperlukan sesuai indikasi,
dapat dilakukan lavement pada
saat ibu masih berada pada kala I fase latent.
4. Kebutuhan Hygiene (Kebersihan Personal)
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan bidan dalam
memberikan asuhan pada ibu bersalin, karena personal hygiene yang baik dapat
membuat ibu merasa aman dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi,
mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan
memelihara kesejahteraan fisik dan psikis.
Tindakan personal hygiene pada ibu bersalin yang dapat dilakukan bidan
diantaranya:
a. Membersihkan daerah genetalia (vulva-vagina, anus), dan memfasilitasi ibu
untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi.
b. Mandi pada saat persalinan tidak dilarang. Pada sebagian budaya, mandi
sebelum proses kelahiran bayi merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk
mensucikan badan, karena proses kelahiran bayi merupakan suatu proses yang
suci dan mengandung makna spiritual yang dalam. Secara ilmiah, selain dapat
membersihkan seluruh bagian tubuh, mandi juga dapat meningkatkan sirkulasi
darah, sehingga meningkatkan kenyamanan pada ibu, dan dapat mengurangi rasa
sakit. Selama proses persalinan apabila memungkinkan ibu dapat diijinkan
mandi di kamar mandi dengan pengawasan dari bidan.
Pada kala I fase aktif, dimana terjadi peningkatan bloodyshow dan ibu sudah
tidak mampu untuk mobilisasi, maka bidan harus membantu ibu untuk menjaga
kebersihan genetalianya untuk menghindari terjadinya infeksi intrapartum dan
untuk meningkatkan kenyamanan ibu bersalin. Membersihkan daerah genetalia
dapat dilakukan dengan melakukan vulva hygiene menggunakan kapas bersih yang
telah dibasahi dengan air Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), hindari penggunaan air
yang bercampur antiseptik maupun lisol. Bersihkan dari atas (vestibulum), ke
bawah (arah anus). Tindakan ini dilakukan apabila diperlukan, misalnya setelah ibu
BAK, setelah ibu BAB, maupun setelah ketuban pecah spontan.
Pada kala II dan kala III, untuk membantu menjaga kebersihan diri ibu
bersalin, maka ibu dapat diberikan alas bersalin (under pad) yang dapat menyerap
cairan tubuh (lendir darah, darah, air ketuban) dengan baik. Apabila saat mengejan
diikuti dengan faeses, maka bidan harus segera membersihkannya, dan
meletakkannya di wadah yang seharusnya. Sebaiknya hindari menutupi bagian tinja
dengan tisyu atau kapas ataupun melipat undarpad.
Pada kala IV setelah janin dan placenta dilahirkan, selama 2 jam observasi,
maka pastikan keadaan ibu sudah bersih. Ibu dapat dimandikan atau dibersihkan di
atas tempat tidur. Pastikan bahwa ibu sudah mengenakan pakaian bersih dan
penampung darah (pembalut bersalin, underpad) dengan baik. Hindari
menggunakan pot kala, karena hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu
bersalin. Untuk memudahkan bidan dalam melakukan observasi, maka celana
dalam sebaiknya tidak digunakan terlebih dahulu, pembalut ataupun underpad dapat
dilipat disela-sela paha.

5. Kebutuhan Istirahat
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin
tetap harus dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV)
yang dimaksud adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba
relaks tanpa adanya tekanan emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada
his (disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat his,
makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang lain untuk melepas
lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya
ibu diusahakan untuk tidak mengantuk.
Setelah proses persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan observasi,
bidan dapat mengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan. Namun sebagai
bidan, memotivasi ibu untuk memberikan ASI dini harus tetap dilakukan. Istirahat
yang cukup setelah proses persalinan dapat membantu ibu untuk memulihkan
fungsi alat-alat reproduksi dan meminimalisasi trauma pada saat persalinan.

6. Posisi Dan Ambulasi


Posisi persalinan yang akan dibahas adalah posisi persalinan pada kala I dan posisi
meneran pada kala II. Ambulasi yang dimaksud adalah mobilisasi ibu yang dilakukan pada
kala I. Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka bidan
sebaiknya tidak mengatur posisi persalinan dan posisi meneran ibu. Bidan harus
memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi persalinan dan posisi meneran, serta
menjelaskan alternatif-alternatif posisi persalinan dan posisi meneran bila posisi yang
dipilih ibu tidak efektif.
Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar
proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin. Dengan memahami posisi
persalinan yang tepat, maka diharapkan dapat menghindari intervensi yang tidak perlu,
sehingga meningkatkan persalinan normal. Semakin normal proses kelahiran, semakin
aman kelahiran bayi itu sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan:
a. Klien/ibu bebas memilih, hal ini dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan perasaan
sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya secara alamiah.
b. Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
c. Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri bukanlah posisi berbaring.
Menurut sejarah, posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam
bekerja. Sedangkan posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah
penciptaan manusia sampai abad ke-18.

Pada awal persalinan, sambil menunggu pembukaan lengkap, ibu masih


diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi/aktivitas. Hal ini tentunya disesuaikan dengan
kesanggupan ibu. Mobilisasi yang tepat dapat membantu dalam meningkatkan kemajuan
persalinan, dapat juga mengurangi rasa jenuh dan kecemasan yang dihadapi ibu menjelang
kelahiran janin. Pada kala I, posisi persalinan dimaksudkan untuk membantu mengurangi
rasa sakit akibat his dan membantu dalam meningkatkan kemajuan persalinan (penipisan
cerviks, pembukaan cerviks dan penurunan bagian terendah). Ibu dapat mencoba berbagai
posisi yang nyaman dan aman.
Peran suami/anggota keluarga sangat bermakna, karena perubahan posisi yang aman
dan nyaman selama persalinan dan kelahiran tidak bisa dilakukan sendiri olah bidan. Pada
kala I ini, ibu diperbolehkan untuk berjalan, berdiri, posisi berdansa, duduk, berbaring
miring ataupun merangkak. Hindari posisi jongkok, ataupun dorsal recumbent maupun
lithotomi, hal ini akan merangsang kekuatan meneran. Posisi terlentang selama persalinan
(kala I dan II) juga sebaiknya dihindari, sebab saat ibu berbaring telentang maka berat
uterus, janin, cairan ketuban, dan placenta akan menekan vena cava inferior. Penekanan ini
akan menyebabkan turunnya suplai oksigen utero-placenta. Hal ini akan menyebabkan
hipoksia. Posisi telentang juga dapat menghambat kemajuan persalinan.
Macam-macam posisi meneran diantaranya:
a. Duduk atau setengah duduk, posisi ini memudahkan bidan dalam membantu kelahiran
kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum.
b. Merangkak, posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada
perineum berkurang.
c. Jongkok atau berdiri, posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala janin,
memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya
laserasi (perlukaan) jalan lahir.
d. Berbaring miring, posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena cava
inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin karena
suplai oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami
kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.
e. Hindari posisi telentang (dorsal recumbent), posisi ini dapat mengakibatkan: hipotensi
(beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplai oksigen dalam sirkulasi
uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang
bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mengalami gangguan untuk
bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang semangat,
dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.
Berdasarkan posisi meneran di atas, maka secara umum posisi melahirkan dibagi
menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi berbaring. Secara anatomi, posisi tegak lurus
(berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang paling sesuai untuk melahirkan, kerena
sumbu panggul dan posisi janin berada pada arah gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi
tegak lurus adalah:
a. Kekuatan daya tarik, meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan pada leher rahim
dan mengurangi lamanya proses persalinan.
Pada Kala 1
1) Kontraksi, dengan berdiri uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis pintu masuk
panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas kontraksi meningkat.
2) Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus.
3) Sedangkan pada posisi berbaring, otot uterus lebih banyak bekerja dan proses
persalinan berlangsung lebih lama.
Pada Kala 2
1) Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih
besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala
2) Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di sekitar
otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang ditekan,
sehingga kadar oksitosin meningkat.
3) Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi dasar
panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran.
4) Sedangkan pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga
meningkatkan hambatan dalam meneran.

b. Meningkatkan dimensi panggul


1) Perubahan hormone kehamilan, menjadikan struktur panggul
dinamis/fleksibel.
2) Pergantian posisi, meningkatkan derajat mobilitas panggul.
3) Posisi jongkok, sudut arkus pubis melebar mengakibatkan pintu atas panggul
sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin.
4) Sendi sakroiliaka, meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke belakang).
5) Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum.
6) Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan mangakibatkan tulang ekor
tertarik ke belakang.
7) Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang
tetapi ke depan (tekanan yang berlawanan).

c. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada
pembuluh vena cava inferior
1) Pada posisi berbaring, berat uterus/cairan amnion/janin mengakibatkan
adanya tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah
ibu. Serta perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.
2) Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke
janin lebih baik.

d. Kesejahteraan secara psikologis


1) Pada posisi berbaring, ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.
2) Pada posisi tegak, ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih
alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah
bayi lahir
3) dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).

Ada beberapa keuntungan pada persalinan dengan posisi tegak lurus. Namun
ada beberapa kerugian yang mungkin ditimbulkan dari persalinan dengan posisi
tegak, diantaranya adalah:
a. Meningkatkan kehilangan darah
1) Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir
setelah kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera
lahir.
2) Meningkatkan terjadinya odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti-
ganti posisi.
b. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir
1) Odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke
bagian tubuh yang lebih rendah).
2) Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh.
3) Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada
perineum meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat.

c. Untuk memudahkan proses kelahiran bayi pada kala II, maka ibu dianjurkan
untuk meneran dengan benar, yaitu:
1) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dorongan alamiah selama kontraksi
berlangsung.
2) Hindari menahan nafas pada saat meneran. Menahan nafas saat meneran
mengakibatkan suplai oksigen berkurang.
3) Menganjurkan ibu untuk berhenti meneran dan istirahat saat tidak ada
kontraksi/his
4) Apabila ibu memilih meneran dengan posisi berbaring miring atau setengah
duduk, maka menarik lutut ke arah dada dan menempelkan dagu ke dada akan
memudahkan proses meneran
5) Menganjurkan ibu untuk tidak menggerakkan anggota badannya (terutama
pantat) saat meneran. Hal ini bertujuan agar ibu fokus pada proses ekspulsi
janin.
6) Bidan sangat tidak dianjurkan untuk melakukan dorongan pada fundus untuk
membantu kelahiran janin, karena dorongan pada fundus dapat meningkatkan
distosia bahu dan ruptur uteri.
Keterangan:
A. Posisi duduk pada meja persalinan yang dirancang khusus
B. Posisi duduk pada kursi berlubang
C. Posisi duduk dengan bersandar pada pasangan
D.Posisi telentang/dorsal recumbent (posisi ini tidak disarankan untuk
meneran/selama persalinan)
E. Posisi setengah duduk kombinasi litothomi
F. Posisi setengah duduk dengan bersandar pada pasangan
G. Posisi setengah duduk dengan bersandar pada bantal
H. Posisi merangkak
I. Posisi jongkok
J. Posisi miring
K. Posisi miring dengan satu kaki diangkat
L. Posisi berdiri dengan bersandar pada meja khusus

7. Pengurangan Rasa Nyeri


Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang
terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan
janin selama persalinan. Respons fisiologis terhadap nyeri meliputi: peningkatan
tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan
otot. Rasa nyeri ini apabila tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan rasa
khawatir, tegang, takut dan stres, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya persalinan lama.
Rasa nyeri selama persalinan akan berbeda antara satu dengan lainnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri, diantaranya: jumlah
kelahiran sebelumnya (pengalaman persalinan), budaya melahirkan, emosi,
dukungan keluarga, persiapan persalinan, posisi saat melahirkan, presentasi janin,
tingkat beta-endorphin, kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang
nyeri alami. Beberapa ibu melaporkan sensasi nyeri sebagai sesuatu yang
menyakitkan. Meskipun tingkat nyeri bervariasi bagi setiap ibu bersalin, diperlukan
teknik yang dapat membuat ibu merasa nyaman saat melahirkan.
Tubuh memiliki metode mengontrol rasa nyeri persalinan dalam bentuk beta-
endorphin. Sebagai opiat alami, beta-endorphin memiliki sifat mirip petidin, morfin
dan heroin serta telah terbukti bekerja pada reseptor yang sama di otak. Seperti
oksitosin, beta-endorphin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis dan kadarnya tinggi
saat berhubungan seks, kehamilan dan kelahiran serta menyusui. Hormon ini dapat
menimbulkan perasaan senang dan euphoria pada saat melahirkan. Berbagai cara
menghilangkan nyeri diantaranya: teknik self-help, hidroterapi, pemberian entonox
(gas dan udara) melalui masker, stimulasi menggunakan TENS (Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation), pemberian analgesik sistemik atau regional. Menurut
Peny Simpkin, beberapa cara untuk mengurangi nyeri persalinan adalah:
mengurangi rasa sakit dari sumbernya, memberikan rangsangan alternatif yang
kuat, serta mengurangi reaksi mental/emosional yang negatif dan reaksi fisik ibu
terhadap rasa sakit.
Adapun pendekatan-pendekatan yang dilakukan bidan untuk mengurangi rasa
sakit pada persalinan menurut Hellen Varney adalah: pendamping persalinan,
pengaturan posisi, relaksasi dan latihan pernafasan, istirahat dan privasi, penjelasan
tentang kemajuan persalinan, asuhan diri, dan sentuhan. Bidan dapat membantu ibu
bersalin dalam mengurangi nyeri persalinan dengan teknik self-help. Teknik ini
merupakan teknik pengurangan nyeri persalinan yang dapat dilakukan sendiri oleh
ibu bersalin, melalui pernafasan dan relaksasi maupun stimulasi yang dilakukan
oleh bidan.
Teknik self-help dapat dimulai sebelum ibu memasuki tahapan persalinan,
yaitu dimulai dengan mempelajari tentang proses persalinan, dilanjutkan dengan
mempelajari cara bersantai dan tetap tenang, dan mempelajari cara menarik nafas
dalam. Stimulasi yang dapat dilakukan oleh bidan dalam mengurangi nyeri
persalinan dapat berupa kontak fisik maupun pijatan. Pijatan dapat berupa
pijatan/massage di daerah lombo-sacral, pijatan ganda pada pinggul, penekanan
pada lutut, dan counterpressure. Cara lain yang dapat dilakukan bidan diantaranya
adalah: memberikan kompres hangat dan dingin, mempersilahkan ibu untuk mandi
atau berada di air (berendam).
Pada saat ibu memasuki tahapan persalinan, bidan dapat membimbing ibu
untuk melakukan teknik self-help, terutama saat terjadi his/kontraksi. Untuk
mendukung teknik ini, dapat juga dilakukan perubahan posisi: berjalan, berlutut,
goyang ke depan/belakang dengan bersandar pada suami atau balon besar. Dalam
memberikan asuhan kebidanan, bidan dapat dibantu dan didukung oleh suami,
anggota keluarga ataupun sahabat ibu. Usaha yang dilakukan bidan agar ibu tetap
tenang dan santai selama proses persalinan berlangsung adalah dengan membiarkan
ibu untuk mendengarkan musik, membimbing ibu untuk mengeluarkan suara saat
merasakan kontraksi, serta visualisasi dan pemusatan perhatian.
Kontak fisik yang dilakukan pemberi asuhan/bidan dan pendamping
persalinan memberi pengaruh besar bagi ibu. Kontak fisik berupa sentuhan, belaian
maupun pijatan dapat memberikan rasa nyaman, yang pada akhirnya dapat
mengurangi rasa nyeri saat persalinan. Bidan mengajak pendamping persalinan
untuk terus memegang tangan ibu, terutama saat kontraksi, menggosok punggung
dan pinggang, menyeka wajahnya, mengelus rambutnya atau mungkin dengan
mendekapnya.

8. Penjahitan Perineum (Jika Diperlukan)


Proses kelahiran bayi dan placenta dapat menyebabkan berubahnya bentuk
jalan lahir, terutama adalah perineum. Pada ibu yang memiliki perineum yang tidak
elastis, maka robekan perineum seringkali terjadi. Robekan perineum yang tidak
diperbaiki, akan mempengaruhi fungsi dan estetika. Oleh karena itu, penjahitan
perineum merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu bersalin.
Dalam melakukan penjahitan perineum, bidan perlu memperhatikan prinsip
sterilitas dan asuhan sayang ibu. Berikanlah selalu anastesi sebelum dilakukan
penjahitan. Perhatikan juga posisi bidan saat melakukan penjahitan perineum.
Posisikan badan ibu dengan posisi litotomi/dorsal recumbent, tepat berada di depan
bidan. Hindari posisi bidan yang berada di sisi ibu saat menjahit, karena hal ini
dapat mengganggu kelancaran dan kenyamanan tindakan.

9. Kebutuhan Akan Proses Persalinan Yang Terstandar


Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan persalinan yang terstandar
merupakan hak setiap ibu. Hal ini merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu
bersalin, karena dengan pertolongan persalinan yang terstandar dapat meningkatkan
proses persalinan yang alami/normal. Hal yang perlu disiapkan bidan dalam
memberikan pertolongan persalinan terstandar dimulai dari penerapan upaya
pencegahan infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir dapat mengurangi risiko penularan infeksi
pada ibu maupun bayi. Dilanjutkan dengan penggunaan APD (alat perlindungan
diri) yang telah disepakati.
Tempat persalinan perlu disiapkan dengan baik dan sesuai standar, dilengkapi
dengan alat dan bahan yang telah direkomendasikan Kemenkes dan IBI. Ruang
persalinan harus memiliki sistem pencahayaan yang cukup dan sirkulasi udara yang
baik. Dalam melakukan pertolongan persalinan, bidan sebaiknya tetap menerapkan
APN (asuhan persalinan normal) pada setiap kasus yang dihadapi ibu. Lakukan
penapisan awal sebelum melakukan APN agar asuhan yang diberikan sesuai.
Segera lakukan rujukan apabila ditemukan ketidaknormalan.

B. Kebutuhan Psikologis
Proses persalinan pada dasarnya merupakan suatu hal fisiologis yang dialami
oleh setiap ibu bersalin, sekaligus merupakan suatu hal yang menakjubkan bagi ibu
dan keluarga. Namun, rasa khawatir, takut maupun cemas akan muncul pada saat
memasuki proses persalinan. Perasaan takut dapat meningkatkan respon fisiologis dan
psikologis, seperti: nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah, yang
pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Bidan sebagai pemberi asuhan dan
pendamping persalinan diharapkan dapat memberikan pertolongan, bimbingan dan
dukungan selama proses persalinan berlangsung. Asuhan yang mendukung selama
persalinan merupakan standar pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dengan asuhan
mendukung adalah bersifat aktif dan ikut serta selama proses asuhan berlangsung.
Kebutuhan psikologis ibu selama persalinan menurut Lesser dan Kenne meliputi:
1. Kehadiran seorang pendamping secara terus-menurus
2. Penerimaan atas sikap dan perilakunya
3. Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan aman.

1. Pemberian Sugesti
Pemberian sugesti bertujuan untuk memberikan pengaruh pada ibu dengan
pemikiran yang dapat diterima secara logis. Sugesti yang diberikan berupa sugesti
positif yang mengarah pada tindakan memotivasi ibu untuk melalui proses
persalinan sebagaimana mestinya. Menurut psikologis sosial individu, orang yang
mempunyai keadaan psikis labil akan lebih mudah dipengaruhi/mendapatkan
sugesti. Demikian juga pada wanita bersalin yang mana keadaan psikisnya dalam
keadaan kurang stabil, mudah sekali menerima sugesti/pengaruh. Sugesti positif
yang dapat diberikan bidan pada ibu bersalin diantaranya adalah dengan
mengatakan pada ibu bahwa proses persalinan yang ibu hadapi akan berjalan lancar
dan normal, ucapkan hal tersebut berulang kali untuk memberikan keyakinan pada
ibu bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Contoh yang lain, misal saat terjadi his/kontraksi, bidan membimbing ibu
untuk melakukan teknik relaksasi dan memberikan sugesti bahwa dengan menarik
dan menghembuskan nafas, seiring dengan proses pengeluaran nafas, rasa sakit ibu
akan berkurang. Sebaiknya bidan selalu mengucapkan kata-kata positif yang dapat
memotivasi ibu untuk tetap semangat dalam menjalani proses persalinan. Inti dari
pemberian sugesti ini adalah pada komunikasi efektif yang baik. Bidan juga
dituntut untuk selalu bersikap ramah dan sopan, dan menyenangkan hati ibu dan
suami/keluarga. Sikap ini akan menambah besarnya sugesti yang telah diberikan.
2. Mengalihkan Perhatian
Mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang dihadapi selama proses persalinan
berlangsung dapat mengurangi rasa sakit yang sebenarnya. Secara psikologis,
apabila ibu merasakan sakit, dan bidan tetap fokus pada rasa sakit itu dengan
menaruh rasa empati/belas kasihan yang berlebihan, maka rasa sakit justru akan
bertambah. Upaya yang dapat dilakukan bidan dan pendamping persalinan untuk
mengalihkan perhatian ibu dari rasa sakit selama persalinan misalnya adalah
dengan mengajaknya berbicara, sedikit bersenda gurau, mendengarkan musik
kesukaannya atau menonton televisi/film. Saat kontraksi berlangsung dan ibu masih
tetap merasakan nyeri pada ambang yang tinggi, maka upaya-upaya mengurangi
rasa nyeri misal dengan teknik relaksasi, pengeluaran suara, dan atau pijatan harus
tetap dilakukan.

3. Membangun Kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu poin yang penting dalam membangun
citra diri positif ibu dan membangun sugesti positif dari bidan. Ibu bersalin yang
memiliki kepercayaan diri yang baik, bahwa dia mampu melahirkan secara normal,
dan dia percaya bahwa proses persalinan yang dihadapi akan berjalan dengan
lancar, maka secara psikologis telah mengafirmasi alam bawah sadar ibu untuk
bersikap dan berperilaku positif selama proses persalinan berlangsung sehingga
hasil akhir persalinan sesuai dengan harapan ibu.
Untuk membangun sugesti yang baik, ibu harus mempunyai kepercayaan
pada bidan sebagai penolongnya, bahwa bidan mampu melakukan pertolongan
persalinan dengan baik sesuai standar, didasari pengetahuan dasar dan keterampilan
yang baik serta mempunyai pengalaman yang cukup. Dengan kepercayaan tersebut,
maka dengan sendirinya ibu bersalin akan merasa aman dan nyaman selama proses
persalinan berlangsung.
MATERI
EVIDENCE BASED DALAM ASUHAN PERSALINAN

A. Pengertian Evidance Based


Evidance based adalag suatu pendekatan medic dengan disertai
berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang berguna untuk kepentingan kesehatan
penderita.

B. Tujuan Evidance Based


Membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik u/ kepentingan
pencegahan, diagnosis, terapeutik, maupun rehabilitatif yg didasarkan pd bukti-
bukti ilmiah
1. Bahwa informasi up-date mengenai diagnosis, prognosis, terapi &
pencegahan sgt dibutuhkan dlm praktek sehari-hari.
2. Informasi2 tradisional sering keliru & menyesatkan, tdk efektif, terlalu byk,
shg membingungkan.
3. Dgn bertambahnya pengalaman klinik seseorg mk kemampuan u/
mendiagnosis & menetapkan bentuk terapi jg meningkat
4. Dgn meningkatnya jml Pasien, wkt yg diperlukan u/ pelayanan semakin byk

C. Evidance Dalam Persalinan


Beberapa evidence based dalam asuhan persalinan yaitu :
1. Episiotomi
 Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara
rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur
ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi
atau hanya terjadi robekan minimal pada perineum.
2. Persalinan yang Bersih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi
 Kajian dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa asuhan persalinan bersih,
aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk
mencegah terjadinya kesakitan dan kematian
3. Pencukuran rambut Pubis
 Pencukuran rambut pubis dapat mengurangi infeksi pada ibu
 Pencukuran rambut pubis seharusnya tidak dilakukan karena tidak
terbukti dapat mencegah infeksi pada ibu

4. Baby Friendly
 Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi
sayang bayi) adalah untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung
inisiasi dan kelanjutan menyusui.
 Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang
menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah
fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi
dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan
yang baik.

5. Penundaan Pemotongan tali pusat


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993) dan
oleh Eillen K. Hutton (2007) menunjukkan bahwa ketika pemotongan tali
pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan:
 Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah
 Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
 Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
 Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan
dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
 Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
 Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih
baik
6. Water birth
 Persalinan di air (Inggris: waterbirth) adalah proses persalinan atau
proses melahirkan yang dilakukan di dalam air hangat.
 Ada yang mengatakan persalinan dengan water birth dapat mengurangi
rasa sakit hingga mencapai 40-70%.
7. Lotus Birth
 Lotus Birth, atau tali pusat yang tidak dipotong, adalah praktek
meninggalkan tali pusat yang tidak diklem dan lahir secara utuh
 Berdasarkan beberapa pengujian pada bayi lahir cukup bulan dan
prematur, terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penundaan
pemotongan tali pusat. Bayi tersebut akan menerima pasokan darah dari
plasenta yang masih terhubung. Pasokan darah tambahan terhitung sekitar
30% lebih banyak, jika dibandingkan dengan bayi yang tali pusatnya
langsung dipotong.
Pada proses persalinan kala II ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya
kita lakukan ternyata setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau
bahkan dapat merugikan pasien.
Adapun hal-hal yang tidak bermanfaat pada kala II persalinan berdasarkan EBM
adalah:
Tabel Evidence Based Pada Kala II Persalinan

Tindakan yang
No.
dilakukan Sebelum EBM Setelah EBM
Ibu bersalin dilarang Ibu bebas melakukan
1. Asuhan sayang ibu untuk aktifitas
makan dan minum apapun yang mereka
bahkan sukai
untuk mebersihkan
dirinya
Ibu hanya boleh Ibu bebas untuk memilih
2. Pengaturan posisi bersalin posisi
persalinan dengan posisi telentang yang mereka inginkan
Ibu harus menahan Ibu boleh bernafas seperti
3. Menahan nafas saat nafas pada biasa
mengeran saat mengeran pada saat mengeran

Hanya dilakukan pada


4. Tindakan epsiotomi Bidan rutin melakukan saat
episiotomy pada
persalinan tertentu saja
Semua tindakan tersebut diatas telah dilakukan penelitian sehingga dapat
di kategorikan aman jika dilakukan pada saat ibu bersalin. Adapun hasil
penelitian yang diperoleh pada:
1. Asuhan sayang ibu pada persalinan setiap kala
 Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai
budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Sehingga saat penting
sekali diperhatikan pada saat seorang ibuakan bersalin.

2. Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan


tingkat kenyamanan seorang ibu bersalin antara lain:
a. Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM
diperleh kesimpulan bahwa pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy
yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak makan dan minum untuk
beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam proses
persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan
ketosis yang dapat menyebabkan gawat janin.
b. Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak
ada alasan untuk melarang makan dan minum.
c. Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan
pembentukkan glukosa intravena yang telah dibuktikan dapat
berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh karena itu
ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw
dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas 1980.

3. Ibu diperbolehkan untuk memilih siapa pendamping persalinannya


Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai
budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan
sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan kenyamanan dan
keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat
membantu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang
pendamping saat proses persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan
penelitian keuntungan hadirnya seorang pendemping pada proses persalinan
adalah:
a. Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara
emosional maupun pisik kepada ibu selama proses persalinan.
b. Kehadiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini
ibu sedang mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran
suami ibu dapat merasa sedikit rileks karena merasa ia tidak perlu
menghadapi ini semua seorang diri.
c. Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam
memberikan asuhan misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi
sesuai dengan tingkat kenyamanannya masing – masing, membantu
memberikan makan dan minum.
d. Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat
dan dorongan kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan
kelahiran bayi.
e. Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan
nyaman karena merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka
sayangi.
f. Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan
mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih
sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.

4. Pengaturan posisi persalinan pada persalinan kala II


Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di
anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang/litotomi. Tetapi
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang ini
tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini
dikarenankan:
a. Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
b. Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi
telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma
perineum yang lebih besar.
c. Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan
bagian bawah janin.
d. Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan
isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh
lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan
dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.
e. Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di
punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung
pada masa post partum (nifas).

Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi
setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995,
dan Gardosi 1989. Karenan posisi ini mempunyai kelebihan sebagai barikut:
a. Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri.
b. Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih seingkat.
c. Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan
lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit.
d. Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan
terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan
sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul.
e. Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan
bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.
f. Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam
mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga
mengurangi keluhan haemoroid.
MATERI
ASUHAN PERSALINAN KALA I

Definisi Persalinan Kala I

 Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (Janin + Uri),


yang dapat hidup kedunia luar, dari rahim melalui jalan lahir / dengan jalan
lahir.
(Sinopsis Obstetri Jild I,1998 ; 91)

 Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran


bayi yang cukup bulan/hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin
(Obstetri fisiologi, 1983 ;221).

 Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi
pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak
melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 Jam.
(Sinopsis Obstetri Jild I,1998 ; 91)

B. Macam-macam Persalinan :

1. Persalinan Spontan
Pada pesalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2. Persalinan Buatan
Pada proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3. Persalinan Anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan
jalan rangsangan.
(Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan, 1998 ;157)

C. Etiologi
1. Teori Penurunan kepala :
1-2 mgg sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Progesteron sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesteron turun.
2 Oxcytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxcytocin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim
3 Kerenggangan Otot-otot
Terenggang otot-otot rahim oleh karena isinya bertambah maka timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya
4. Pengaruh Janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin memegang peranan karena pada
amenchephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
5. Teori Prostagladin
Pada akhir kehamilan kadar prostagladin dalam air ketuban maupun daerah
perifer meningkat sehingga menimbulkan miometrium.

D. Pengertian Kala I

 Kala I / Kala Pembukaan


Dimulai dari His persalinan yang pertama sampai pembukaan serviks
menjadi lengkap
(Obstetri Fisiologi , 1985 ;224).
 Kala I Persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi
uterus dengan frekuensi, Intensitas dan durasi yang cukup untuk
menghasilkan pendataran dan dilatasi servik yang progesif.
(William Obstetri, 2005 ; 274)
 Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap
(10cm).proses ini terbagi dalam 2 fase , fase Laten (8 Jam)servik membuka
sampai 3 cm dan fase aktif (7 Jam)servik membuka dari 3-10 cm kontraksi
lebih kuat dan sering selama fase aktif.
(Buku Acuan Nasional , ;100)
 Inpartu (partus mulai)ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah (blood show), karena servik mulai membuka (dilatasi)dan
mendatar (effacement)darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler
sekitar karnalis servikalis karena pergeseran ketika servik mendatar dan
terbuka.
(Obstetri Sipnosis,1998 ;94)

E. Tanda-Tanda Kala I

1. Penipisan dan Pembukaan servik


2. Kontraksi Uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (Frekuensi
minimal 2X dalam 10 menit)
3. Cairan lendir bercampur darah (show) melalaui
vagina .(APN, 2007 ;37)

 Awitan Pesalinan secara klinis


Sebuah tanda yang agak dapat ditandalkan akan dimulainya awitan
persalinan aktif (asalkan belum dilakukan pemeriksaan rectal atau vaginal
dalam 18 jam sebelumnya) adalah keluarnya sedikit mukus bercampur darah
dari vagna. Tanda ni menunjukkan aktrusi sumbat mukus yang mengisi
saluran servik sepanjang kehamilan, dan disebut sebagai “ show “ atau “
bloody show “ (darah lendir). Ini merupakan tanta lanjut, karena umumnya
persalinan sudah berjalan atau mungkin akan terjadi dalam beberapa jam
sampai beberapa hari sesudahnya, Normalnya darah yang keluar dari sumbat
mukus hanya beberapa tetes; pendarahan yang lebih banyak menunjukkan
penyebab yang abnormal.
(William Obstetri,2005 ;275)

 Kontraksi Uterus yang khas untuk persalinan


Kontraksi otot polos uterus pada persalinan terasa sangat nyeri, dan hal ini
merupakan sesuatu yang unik dibanding kontraksi otot fisiologis lainnya.
Interval antara kontraksi berkurang secara bertahap dari sekitar 10 menit
pada awitan kala I persalinan menjadi 1 menit atau kurang pada kala II.
Pada fase aktif persalinan, lama masing-masing kontraksi berkisar dari 30
sampai 90 detik, dengan rata-rata sekitar 1 menit. Intensitas kontraksi uterus
bervariasi lumayan besar pada persalinan yang jelas normal, pada persalinan
spontan : rata-ratanya sekitar 40 mmHg, terapi berkisar dari 20-60 mmHg.
 Diferensiasi Aktivitas uterus
Selama persalinan aktif, uterus berubah menjadi 2 bagian yang berbeda.
Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika
persalinan maju. Bagian bawah, yang terdiri dari segmen bawah uterus dan
serviks, relatif pasif dibanding dengan segmen atas dan bagian ini
berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk janin.
. (William Obstetri,2005 ;275,276)

 Tanda-Tanda Kala I
1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirnya
4. pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada.
(Obstetri Sinopsis,1998 ;93)

F. Faktor yang Mempengaruhi Kala I Persalinan


Kontraksi uterus yang menyebabkan perubahan serviks.
(APN,2007 ;3)

G. Fase-fase dalam Kala I


Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (Frekuensi dan Kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap
(10cm). Kala I persalinan terdiri atas 2 Fase, yaitu : a . Fase Laten
b. Fase Aktif
* Fase Laten pada Kala I Persalinan
o Dimulai dari sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukan serviks secara bertahap
o Berlangsung hingga serviks membuka < 4 cm
o Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir/hingga 8 jam.

* Fase Aktif pada Kala I Persalinan


1. Fase Akselerasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
2.Fase Dilatasi max
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm jadi 9
cm
3.Fase Deselerasi
Pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9
cm jadi lengkap.

H. Masalah-masalah Kala I
Rasa tidak nyaman selama persalinan disebabkan oleh 2 hal .
Pada tahap Pertama persalinan, kontraksi rahim menyebebkan :
1.Dilatasi dan penipisan serviks
2.Eskemia rahim (Penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalam
defisit), akibat kontraksi Arteri miometrium

a. Rasa tidak nyaman dan Nyeri


Implus terasa nyeri pada tahap pertama persalinan ditransmisi melalui
segmen syaraf spinalis meningkat 11-12 dan syaraf-syaraf aksesoro, torakal
bawah serta syaraf simpatik lumbal atas. Syaraf –syaraf ini berasal dari
korpus uterus dan serviks. Rasa tidak nyaman akibat perubahan serviks dan
iskemia rahim adalah nyeri Viceral. Nyeri ini berasal dari bagian bawah
abdomen dan menyebar ke daerah lumbal punggung dan menurun ke paha.
Biasanya ibu mengalami rasa nyeri ini hanya selam kontraksi dan bebas dari
rasa nyeri/interval antar kontraksi.
(Keperawatan Maternitas,2004 ;253)
o Penatalaksanaan Farmakologi Rasa tidak Nyaman
1. sedatif
- barbiturat
2. analgesi dan anastesia
- analgesia sistemik
- senyawa analgesik narkotik
- senyawa antagonis agonis campuran
- agen pembangkit efek analgesik (ataraktik)
- antagonis narkotik
- anastesi dan analgesi blok syaraf
- anastesi infilhasi lokal
- blok pudendal
- anastesi sub anaknoid(spinal)
- blok epidural
- narkotik epidural dan spinal
- blok paraservikal uterus sacrum
- anastesi umum
- analgesik inhalasi

o Penatalaksanaan Nyaman
- Hipnosis,
- acupressure
- Yoga
- Sentuhan terapeutik
- Terapi aroma
- Vokalisasi/mendengarkan bunyi-bunyian untuk menurunkan
penegangan
- Relaksasi dengan bantuan imajina
- Visualisasi untuk mengarahkan wanita berpikiran positif

(Keperawatan Maternitas,2004 ;255)

b.Uterus tidak Berkontraksi


Kontraksi miometrium uterus secara teratur merupakan cara untuk
pembukaan serviks. Kontraksi ini dipengaruhi oleh protein, kontraksi,
sumbat energi, dan pertukaran ion-ion elektrolit, serta sumber-sumber
endokrin gangguan pada faktor-faktor tersebut dapat berakibat dalam in
efektif, disfungsional persalinan dengan pola hipertonik dan hipotonik.
Perpanjangan, prosipitus, dan persalinan preterm mengakibatkan juga dapat
terjadi perpanjangan Fase aktif dan laten.
(Dasar-dasar Keperawatan Maternitas,1995 ;
179)

Penatalaksnaan Farmakologi Uterus tidak berkontraksi


o Pemberian Oksitosin
Penatalaksnaan Uterus tidak berkontraksi
o Rangsangan Puting susu

(Keperawatan Maternitas,2004 ;255)

Asuhan Persalinan Kala I


1. Memberikan dukungan persalinan
Sifat-sifat dukungan persalinan antara lain : sederhana, efektif, murah atau
terjangkau, dan berisiko rendah. Kemajuan persalinan bertambah baik dan
menjadikan hasil persalinan akan bertambah baik, sehingga dukungan
persalinan akan bertambah baik. Dukungan persalinan bertujuan untuk:
a. Mengurangi nyeri pada sumbernya
b. Memberi perangsang alternatif yang kuat untuk mengurangi sensasi
nyeri/menghambat rasa sakit
c. Mengurangi reaksi negatif emosional dan reaksi fisik wanita terhadap rasa
sakit

Dukungan suami kepada ibu saat bersalin merupakan bagian dari dukungan
sosial. Dukungan sosial secara psikologis dipandang sebagai hal yang
kompleks. Wortmen dan Dunkell Scheffer (dalam Abraham, 1997)
menidentifikasikan beberapa jenis dukungan meliputi ekspresi peranan positif,
termasuk menunjukkan bahwa seseorang diperlukan dengan penghargaan yang
tinggi dan ekspresi persetujuan atau pemberitahuan tentang ketepatan,
keyakinan dan perasaan seseorang.
Dukungan keluarga, terutama suami saat ibu melahirkan sangat dibutuhkan
seperti kehadiran kelurga dan suami untuk mendampingi istri menjelang
melahirkan atau suami menyentuh tangan istri dengan penuh perasaan sehingga
istri akan merasa lebih tenang untuk menhadapi proses persalinan. Selain itu
kata-kata yang mampu memotivasi dan memberikan keyakinan pada ibu bahwa
proses persalinan yang dijalani ibu akan berlangsung dengan baik, sehingga ibu
tidak perlu merasa cemas, tegang atau ketakutan (Musbikin, 2005).

2. Pengurangan rasa sakit


Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri yang dialami diantaranya
dengan melakukan kompres panas atau dingin kemudian sentuhan dan
pemijatan ringan dengan remasan, pijatan melingkar yang halus dan ringan
(pemijatan dalam kategori rangsangan dan sentuhan ringan dan halus).
a. Kompres panas
Kompres dapat dilakukan dengan menggunakan handuk panas, silika gel
yang telah dipanaskan, kantong nasi panas atau botol yang telah diiisi air
panas. Dapat juga langsung dengan menggunakan shower air panas langsung
pada bahu, perut atau punggung jika dia merasa nyaman. Kompres panas
dapat meningkatkan suhu lokal pada kulit sehingga meningkatkan sirkulasi
pada jaringan untuk proses metabolisme tubuh. Hal tersebut dapat
mengurangi spasme otot dan mengurangi nyeri.
Indikasi pemberian kompres panas
Saat yang tepat pemberian kompres panas, yaitu saat ibu mengeluh sakit atau
nyeri pada daerah tertentu, saat ibu mengeluh adanya tanda - tanda
ketegangan otot saat ibu mengeluh ada perasaan tidak nyaman. Kompres
panas tidak diberikan pada ibu dalam keadaan demam dan disertai tanda -
tanda peradangan lain, mengompres daerah yang mengalami peradangan
(ditandai dengan bengkak, panas, dan merah) dapat memperluas peradangan,
atau kompres panas tidak dilakukan jika petugas takut dengan kemungkinan
terjadinya demam akibat kompres hangat.
b. Kompres dingin
Cara pemberian kompres dingin adalah dengan meletakkan kompres dingin
butiran es, handuk basah dan dingin, sarung tanagn karet yang diisi dengan
butiran es, botol plastik dengan air es pada punggung atau perieum. Selain
itu kompres dingin dapat digunakan pada wajah ibu yang bengkak, tangan
dan kaki serta dapat diletakkan pada anus untuk mengurangi nyeri
haemorrhoid pada kala II. Kompres dingin sangat berguna untuk
mengurangi ketegangan otot dan nyeri dengan menekan spasme otot (lebih
lama daripada kompres panas) serta memperlambat proses penghantaran rasa
sakit dari neuron ke organ.
Kompres dingin juga mengurangi bengkak dan mendinginkan kulit.
Kompres dingin diberikan pada kondisi nyeri punggung, rasa panas saat
inpartu, hemoroid yang menimbulkan sakit. Setelah persalinan, kompres
dingin dapat digunakan pada perineum. Kompres dingin tidak diberikan pada
saat ibu menggigil atau jika ibu nengatakan tidak ada perubahan dengan
kompres panas dan menimbulkan iritasi.
c. Hidroterapi
Hidroterapi adalah jenis terapi yang menggunakan media air dengan suhunya
tidak lebih 37 – 37,5 0 C untuk mengurangi rasa sakit, ketegangan otot, nyeri
atau cemas pada beberapa wanita. Hidroterapi juga dapat mengurangi nyeri
punggung dengan menggunakan teknik tertentu, diantaranya sebagai berikut:
a. Hip Squeeze Kedua tangan memberi tekanan pada otot gluteal (daerah
bokong) bergerak ke atas. Teknik ini mengurangi ketegangan pada sakro
iliaka dan juga pada ligamentum. b. Knee Press. Dilakukan penekanan pada
lutut dengan posisi duduk. Cara ini dapat mengurangi nyeri punggung.

Beberapa teknik dukungan/pendekatan untuk mengurangi rasa sakit dapat


dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Kehadiran seorang pendamping yang terus menerus, sentuhan yang
nyaman dan dorongan dari orang yang memberikan dukungan
2) Perubahan posisi dan pergerakan
3) Sentuhan dan massage
4) Counter pressure untuk mengurangi tegangan pada ligamen
5) Pijatan ganda pada pinggul
6) Penekanan pada lutut
7) Kompres hangat dan kompres dingin
8) Berendam
9) Pengeluaran suara
10) Visualisasi dan pemusatan perhatian (dengan berdoa)
11) Musik yang lembut dan menyenangkan ibu.

3. Persiapan Persalinan
a. Bagi Bidan
1) Mempersiapkan Ruangan untuk Persalinan dan Kelahiran Bayi.
2)  Di manapun persalinan dan kelahiran bayi terjadi, diperlukan hal-hal
pokok sebagai berikut :
3) Ruangan yang hangat dan bresih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan
terlindung dari tiupan angin.
4) Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan dan memandikan ibu
sebelum dan sesudah melahirkan.
5) Air disinfeksi tingkat tinggi (air yang dididihkan dan didinginkan) untuk
membersihkan vulva dan perineum sebelum dilakukan periksa dalam dan
membersihkan perineum ibu setelah bayi lahir.
6) Kecukupan air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih, kain pel dan
sarung tangan karet untuk membersihkan ruangan, lantai, perabotan,
dekomentasi dan proses peralatan.
7) Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan penolong
persalinan.
8) Tempat yang lapang untuk ibu berjalan-jalan dan menunggu saat
persalinan, melahirkan bayi dan untuk memberikan asuhan bagi ibu dan
bayinya setelah persalinan. Pastikan ibu mendapatkan privasi yang
diinginkannya.
9) Tempat tidur yang bersih untuk ibu.
10) Meja yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan persalinan.
11) Meja untuk tindakan resusitasi BBL.

b. Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan.


Setiap persalinan dan kelahiran bayi perlu mempersiapkan:

4. Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis ibu dan keluarga


Kebutuhan Ibu Selama Persalinan :
a. Kebutuhan Fisiologis
1) Oksigen
2) Makan dan minum
3) Istirahat selama tidak ada his
4) Kebersihan badan terutama genetalia
5) Buang air keil dan buang air besar
6) Pertolongan persalinan yang terstandar
7) Penjahitan perineum bila perlu
b. Kebutuhan rasa aman
1) Memilih tempat dan penolong persalinan
2) Informasi tentang proses persalinan atau tindakan yang akan
dilakukan
3) Posisi tidur yang dikehendaki ibu
4) Pendampingan oleh keluarga
5) Pemantauan selama persalinan
6) Intervensi yang diperlukan.
c. Kebutuhan dicintai dan mencintai
1) Pendampingan oleh suami / keluarga.
2) Kontak fisik (memberi sentuhan ringan).
3) Masase untuk mengurangi rasa sakit
4) Berbicara dengan suara yang lemah, lembut, serta sopan.
d. Kebutuhan harga diri
1) Merawat bayi sendiri dan menetekinya.
2) Asuhan kebidanan dengan memperhatikan privasi ibu.
3) Pelayanan yang bersifat simpati dan empati
4) Informasi bila akan melakukan tindakan
5) Memberikan pujian pada ibu terhadap tindakan positif yang ibu
lakukan.
e. Kebutuhan aktualisasi diri
1) Memilih tempat dan penolong sesuai keinginan.
2) Memilih pendamping salama persalinan
3) Bounding and attachment
4) Ucapan selamat atas kelahiran anaknya

f. Tanda bahaya kala I


Tanda bahaya kala I dan manajemenya, untuk tindakan dan / atau rujukan
segera selama kala I persalinan :
Temuan-temuan anamnesis dan/atau
Rencana untuk asuhan atau perawatan
pemeriksaan
Riwayat bedah sesar     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berilah
dukungan dan semangat.

Perdarahan pervaginam selain dari lendir Jangan melakukan pemeriksaan dalam


bercampur darah (show)     Baringkan ibu ke sisi kiri.
    Pasang infus menggunakan jarum
berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan
berikan ringer loktat atau cairan garam
fisiologis (NS).
    Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki
kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Kurang dari 37 minggu (persalinan     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kurang bulan) kemampuan penatalaksanaan
kegawatdaruratan obstetrik dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan serta semangat.
Ketuban pecah disertai dengan keluarnya
    Baringkan ibu ke sisi kiri
mekonium kental     Dengarkan DJJ
    Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan untuk
melakukan bedah sesar.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa
partus set, kateter penghisap lendir delle dan
handuk/kain untuk mengeringkan dan
menyelimuti bayi kalau ibu melahirkan di
jalan.
Ketuban pecah bercampur dengan sedikit Dengarkan DJJ, jika ada tanda-tanda gawat
mekonium disertai tanda-tanda gawat janin laksanakan asuhan yang sesuai (lihat di
janin bawah)
Ketuban telah pecah (lebih dari 24 jam)
    Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
atau ketuban pecah pada kehamilan kemampuan melakukan asuhan kegawat
kurang bulan (usia kehamilan kurang dari daruratan obstetrik.
37 minggu)     Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan serta semangat.
Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi :     Baringkan ibu miring kekiri
- Temperatur tubuh     Pasang infus menggunakan jarum
- Menggigil berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan
- Nyeri abdomen berikan ringer laktat atau cairan garam
- Cairan ketuban yang berbau fisiologis (NS) dengan tetesan 125 ml/jam.
    Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki
kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan serta semangat.
Tekanan darah lebih dari 160/ 110     Baringkan ibu miring kekiri
dan/atau terdapat protein dalam urine     Pasang infus menggunakan jarum
(preeklamsia berat) berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan
berikan ringer laktat atau cairan garam
fisiologis (NS)
    Jika mungkin berikan dosis awal 4 g MgSO4
20% IV selama 20 menit.
    Suntikan 10 g MgSO4 50% 15 g IM pada
bokong kiri dan kanan.
    Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kapabilitas asuhan kegawat daruratan
obstetrik dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan serta semangat.
Tinggi fundus 40 cm atau lebih     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
(makrosomia, polihidramniofis, kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
kehamilan ganda     Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
semangat dan dukungan.
Alasan :
Jika diagnosisnya adalah polihidramnion,
mungkin ada masalah-masalah dengan
janinnya. Dengan adanya makrosomia risiko
distosia bahu dan perdarahan pasca persalinan
atau lebih besar.
DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180     Baringkan ibu miring ke kiri, dan anjurkan
kali/menit pada 2 x penilaian dengan untuk bernapas secara teratur.
jarak 5 menit (gawat janin)     Pasang infus menggunakan jarum
berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan
berikan renger laktat atau cairan garam
fisiologis (NS) dengan tetesan 125 ml/jam.
    Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetrik dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.

Primipara dalam persalinan fase aktif     Baringkan ibu miring ke kiri
dengan palpasi kepala janin masih 5/5     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan pembedahan bedah sesar.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Presentasi bukan belakang kepala     Baringkan ibu miring ke kiri.
(sungsang, letak lintang, dll)     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Presentasi ganda (majemuk) (adanya     Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel
bagian janin, seperti misalnya lengan atau ke dada atau miring ke kiri.
tangan, bersamaan dengan presentasi     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
belakang kepala) kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Tali pusat menumbung (jika tali pusat     Gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat,
masih berdenyut) letakan satu tangan divagina dan jauhkan
kepala janin dari tali pusat janin. Gunakan
tangan yang lain pada abdomen untuk
membantu menggeser bayi dan menolong
bagian terbawah bayi tidak menekan tali
pusatnya. (keluarga mungkin dapat
membantu).
    Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
semangat serta dukungan
ATAU
    Minta ibu untuk melakukan posisi bersujud
dimana posisi bokong tinggi melebih kepala
ibu, hingga tiba ke tempat rujukan.
    Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan
kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
semangat serta dukungan.
Tanda-tanda gejala syok :     Baringkan ibu miring ke kiri
    Nadi cepat, lemah (lebih dari 110     Jika mungkin naikkan kedua kaki ibu untuk
kali/menit) meningkatkan aliran darah ke jantung.
    Tekanan darahnya rendah (sistolik     Pasang infus menggunakan jarum
kurang dari 90 mm Hg berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan
    Pucat berikan RL atau cairan garam fisiologis (NS),
    Berkeringat atau kulit lembab, dingin. infuskan 1 liter dalam waktu 15 – 20 menit,
    Napas cepat (lebih dari 30 x/menit) jika mungkin infuskan 2 liter dalam waktu 1
     Cemas, bingung atau tidak sadar jam pertama, kemudian turunkan tetesan
    Produksi urin sedikit (kurang dari 30 menjadi 125 m/jam.
ml/jam)     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
    Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Tanda-tanda gejala persalinan dengan     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
fase laten yang memanjang. kapasitas kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
    Pembukaan serviks kurang dari 4 cm     Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
setelah 8 jam. dukungan serta semangat.
    Kontraksi teratur lebih dari 2 dalam 10
menit)
Tanda dan gejala belum inpartu     Anjurkan ibu untuk minum dan makan.
    Kurang dari 2 kontraksi dalam 10 menit,     Anjurkan ibu untuk bergerak bebas dan
berlangsung kurang dari 20 detik leluasa.
    Tidak ada perubahan serviks dalam     Jika kontraksi berhenti dan/atau tidak ada
waktu 1 – 2 jam. perubahan serviks, evaluasi djj, jika tidak ada
tanda-tanda kegawatan pada ibu dan janin.
Persilahkan ibu pulang dengan nasehat untuk :
    Menjaga cukup makan dan minum
    Datang untuk mendapatkan asuhan jika
terjadi peningkatan frekuensi dan lama
kontraksi.

Tanda dan gejala partus lama     Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
    Pembukaan serviks mengarah kesebelah kemampuan penatalaksanaan
kanan garis waspada (partograf) kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
    Pembukaan serviks kurang dari 1 cm     Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
perjam semangat serta dukungan.
    Kurang dari 2 kontraksi dalam waktu 10
menit, masing-masing berlangsung
kurang dari 40 detik.

MATERI
PEMANTAUAN KEMAJUAN PERSALINAN
PARTOGRAF
1. PENGERTIAN
Partograf adalah alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesa
dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya untuk
membuat keputusan klinik selama kala I persalinan.

2. TUJUAN UTAMA PENGGUNAAN PARTOGRAF


Kegunaan utama dari partograf adalah :

 Mengamati dan mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan


menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
 Menentukan apakah persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini
persalinan lama sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai
kemungkinan persalinan lama.
 Data pelengkap yang terkait kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses
persalinan, bahan dan medika mentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang
diberikan dimana semua itu dicatatkan secar rinci pada status atau rekam
medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.

3. KEUNTUNGAN PARTOGRAF
Adapun keuntungan dari partograf adalah :

 Tidak mahal
 Efektif dan pragmatik dalam kondisi apapun.
 Meningkatkan mutu dan kesejahteraan janin dan ibu selama persalinan.
 Untuk menentukan kesejahteraan janin atau ibu
4. BAGIAN – BAGIAN DARI PARTOGRAF
A. Pada Lembar Depan Partograf
 Informasi tentang Ibu

 Informasi tentang Janin

Keterangan :
Air Ketuban
 U : Ketuban utuh (belum pecah)
 J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
 M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
 D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
 K : ketuban sudah pecah dan tidak air ketuban (“kering”)
Penyusupan
 0 : Tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi.
 1 : Tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
 2 :Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan.
 3 : Tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

 Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks

19.30

b. Penurunan kepala janin

c. Kontraksi uterus

 Obat-obatan dan cairan yang diberikan


 Keadaan Ibu

B. Pada Lembar Belakang Partograf


 Data Dasar / Catatan Persalinan

Tanggal : ………………………………………………………………
Nama bidan : ………………………………………………………
Tempat persalinan : ……………………………………………
Alamat tempat persalinan : ………………………………..
Catatan : rujuk, kala I / II / III / IV
Alasan merujuk : ………………………………………………...
Tempat rujukan : …………………………………………………
Pendamping pada saat merujuk :
Bidan teman
Suami dukun
Keluarga tidak ada

 Kala I
9. Partograf melewati garis waspada : Y / T

10. Masalah lain, sebutkan : ………………………………………………..

………………………………………………………………………………
 Kala II

13. Episiotomi :
Ya, indikasi…..………………………………………………………..
Tidak
14. Pendamping pada saat persalinan :
Suami Teman Tidak ada
Keluarga Dukun
15. Gawat janin :
Ya, tindakan yang dilakukan :
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
Tidak
16. Distosia bahu
Ya, tindakan yang dilakukan :
…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
Tidak
17. Masalah lain, sebutkan : …………………………………………………….
18. Penatalaksanaan masalah tersebut : …………………………………………..
…………………………………………………………………………..…….
19. Hasilnya : ………………………………………………..…………………..

 Kala III
20. Lama kala III : ………………………………………………………….menit
21. Pemberian oksitosin 10 U im ?
Ya, waktu : …………………………………….menit sesudah persalinan
Tidak, alasan………………………………………………………………
22. Pemberian ulang oksitosin (2x)?
Ya, alasan …………
……………………………………………………..
Tidak
23. Penegangan tali pusat terkendali ?
Ya
Laserasi :alasan …………………………………………………………….
Tidak,
24. Masase
Ya, dimanafundus uteri ?
………………………………………………………………..
Ya
Tidak
Tidak,
Jika alasan
laserasi …………………………………………………………….
perineum, derajat 1/2/3/4
25. Plasenta
Tindakan : lahir lengkap (intact) Ya / Tidak
Jika tidak lengkap, tindakan yang
Penjahitan, dengan / tanpa anastesi dilakukan :
……………………………………………………………………………
Tidak dijahit, alasan………………………………….…………………..
…………………………………………………………………………..
Atonia uteri :
PlasentaYa,tidak lahir >: 30 menit :
tindakan Ya / Tidak
Ya, tindakan :
.…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
Tidak
Jumlah darah yang keluar …………………………………………….ml
Masalah lain, sebutkan …………………………………………………………
Penatalaksanaan masalah tersebut ……………………………………………
…………………………………………………………………………………
Hasilnya :……………………………………………………………………….

 Bayi Baru Lahir


34. Berat badan ……………….gram

35. Panjang ………………….cm

36. Jenis kelamin: L / P

37. Penilaian bayi baru lahir : baik / ada penyulit

Normal, tindakan :

 Pemantauan Persalinan Kala IV


Mengeringkan

Menghangatkan

Rangsang taktil

Bungkus bayi dan tempatkan di sisi ibu


Kon Jml Jml
Tekan
Jam Wak Nad TF t h h
an
ke tu i U Uter Uri dara
Darah
us n h

Masalah kala IV :
……………………………………………………………………………
Penatalaksanaan masalah tersebut : …………………………………………….
Hasilnya :
……………………………………………………………………………………….

5. PENCATATAN PADA FASE LATEN DAN FASE AKTIF PERSALINAN


 Pencatatan Pada Fase Laten Kala I Persalinan
 Fase laten : pembukaan serviks 1 – 3 cm
 Fase aktif : pembukaan serviks 4 – 10 cm

Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus
dicatat terpisah dari partograf yaitu pada catatan atau pada Kartu Menuju Sehat
(KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan
selama fase laten persalinan dan semua asuhan serta intervensi harus dicatatkan.

Kondisi ibu dan janin yang harus dicatat dan dinilai adalah:

 DJJ, Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus, nadi setiap 1/2 jam
 Pembukaan serviks, penurunan kepala, tekanan darah, setiap 4 jam
 Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Jika ditemui tanda – tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih
sering dilakukan

 Pencatatan Pada Fase Aktif Persalinan


Pada fase aktif persalinan pencatatan hasil observasi dan pemeriksaan fisik
dimasukkan pada partograf. Hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu :

 Informasi tentang Ibu


 Kondisi janin
 Kemajuan persalinan
 Jam dan waktu
 Kontraksi uterus
 Obat – obatan dan cairan yang diberikan
 Kondisi ibu

Kesimpulan

1. Fase laten persalinan didefinisikan sebagai pembukaan kurang dari 4 cm.


Biasanya fase laten berlangsung tidak lebih dari 8 jam.
2. Dokumentasi asuhan, pengamatan dan pemeriksaan selama fase laten persalinan
pada catatan kemajuan persalinan yang dibuat secara terpisah atau padsa kartu
KMS
3. Fase aktif persalinan didefinisikan sebagai pembukaan serviks dari 4 – 10 cm.
Biasanya pembukaan serviks selama fase aktif persalinan sedikitnya 1 cm/jam.
4. Saat persalinan maju dari fase laten ke fase aktif, dimulailah pencatatan pada
garis waspada di partograf.
5. Jika ibu datang pada saat fase aktif persalinan, pencatatan kemajuan pembukaan
serviks dilakukan pada garis waspada.
6. Pada persalinan tanpa penyulit, catatan pembukaan serviks umumnya tidak
akan melewati garis waspada.

Latihan Siswa

1. Ny. Ida umur 24 tahun masuk kamar bersalin Pk. 13.00 dengan perut mules –
mules sejak jam 04.00. Ini adalah kehamilannya yang pertama. Bidan Ayu
melakukan pemeriksaan didapatkan hasil : pembukaan serviks 1 cm dengan
penurunan kepala 5/5 di atas pap. Menurut anda kapan waktu yang tepat bagi
bidan Ida untuk melakukan pemeriksaan kembali ?

2. Pada Pk. 14.00 seorang ibu di antar suaminya ke bidan Septi karena ny. Wati
merasa mules dan mengeluarkan darah bercampur lendir sejak Pk. 06.30.
G2P1Ao. pembukaan 5 cm, kepala 4/5, his 2 kali dalam 10 menit lamanya 25
menit. Tensi 110/70 mmHg, nadi 88X/ menit, suhu 37 o
c. DJJ 144 X/ menit.
Ketuban belum pecah, penyusupan tidak ada. Pk. 18.30 ketuban pecah warna
jernih, his 4 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik, DJJ 140 X/ menit. Pk 19.00
pembukaan serviks lengkap 10 cm, kepala 0/5 di atas pap dan his 5 kali dalam
10 menit lamanya 40 detik.

Studi Kasus

Ny. Eni umur 26 tahun, G2,Pi,Ao datang ke tempat bersalin pukul 09.00 terasa
mules 3 jam yang lalu. Hasil pemeriksaan : kontraksi uterus 2x/ 10 menit, lama 20
detik, belum kuat. DJJ 128 x/menit, dilatasi serviks 2 cm,tipis, kantung ketuban
utuh, peneurunan kepala 3/5, tidak ada molase, TD 120/80, denyut nadi 80x/menit,
suhu 37oC. Urin 200 ml, protein negatif.

Pertanyaan

a. catat data partograf dari hasil pemeriksaan pertama. Berdasarkan data


tersebut apa diagnosis anda ?
b. berdasarkan diagnosis anda apakah rencana anda untuk Ny. Eni ?
Studi kasus lanjutan

4 jam kemudian pada jam 13.00 anda memeriksa Ny. Eni. Hasil pemeriksaan
sebagai berikut :

- dilatasi serviks 7 cm, tipis,ketuban utuh,


kontraksi uterus 4x/10 menit, lama 40 detik kuat, penurunan kepala 3/5.
- TD 120/80 , Nadi 84 x/menit, suhu 37 o C. urin
300 cc, protein urin negatif
Pertanyaan

a. catat data pada partograf dari hasil pemeriksaan kedua. Berdasrkan data
tersebut apa diagnosis anda ?
b. berdasarkan data – data di ats apa rencana asuhan anda untuk Ny. Eni ?
c. 2 jam kemudian kantong ketuban pecah, apa yang anda lakukan ?

Studi kasus lanjutan

Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui detak jantung janin adalah 140x/


menit. Penurunan kepala 1/5. Setelah melakukan pemeriksaan vagina, anda melihat
bahwa pembukaan serviks sudah 9 cm, dan sepenuhnya telah menipis. Warna air
ketuban bening, tidak berbau, dan tidak teraba adanya tali pusat. Kontraksi sudah 5
kali setiap 10 menit, berlangsung 50 detik dan sudah kuat.
Pertanyaan

a. Catatlah data di atas pada partograf. Berdasarkan partograf anda, apakah


persalinan ini masih berjalan normal ?
b. Menurut partograf tersebut, pukul berapakah Ny. Eni seharusnya mencapai
pembukaan serviks 10 cm jika persalinan terus berjalan normal?

MATERI
FISIOLOGIS PADA KALA II

A. PENATALAKSANAAN FISIOLOGIS PADA KALA II


1. Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan

a. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim


Sejak kehamilan yang lanjut uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, ialah
segmen atas rahim yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang
terjadi dari isthmus uteri. Dalam persalinan perbedaannya lebih jelas lagi. Segmen
atas berkontraksi dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya
persalinan. Sebaliknya, segmen bawah rahim dan serviks mengadakan relaksasi
dan dilatasi menjadi saluran tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.
Segmen atas makin lama makin mengecil, sedangkan segmen bawah makin
diregang dan makin tipis dan isi rahim sedikit demi sedikit pindah ke segmen
bawah. Karena segmen atas makin tebal dan segmen bawah makin tipis, maka batas
antara segmen atas dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini disebut lingkaran
retraksi yang fisiologis. Kalau segmen bawah sangat diregang maka lingkaran
retraksi lebih jelas lagi dan naik mendekati pusat dan disebut lingkaran retraksi
yang patologis (Lingkaran Bandl). Lingkaran Bandl adalah tanda ancaman robekan
rahim dan terjadi jika bagian depan tidak dapat maju misalnya panggul
sempit.

b. Perubahan bentuk rahim


Pada tiap kontraksi sumbu panjang rahim bertambah panjang sedangkan
ukuran melintang maupun ukuran muka belakang berkurang.

c. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan


Ligamentum rotundum mengandung otot–otot polos dan kalau uterus
berkontraksi, otot–otot ligamentum rotundum ikut berkontraksi hingga ligamentum
rotundum menjadi pendek.
d. Perubahan serviks

Serviks akan mengalami pembukaan yang biasanya didahului oleh pendataran


serviks yaitu pemendekan dari kanalis servikalis, yang semula berupa sebuah
saluran yang panjangnya 1-2 cm, menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang
tipis. Lalu akan terjadi pembesaran dari ostium eksternum yang tadinya berupa suatu
lubang dengan diameter beberapa milimeter menjadi lubang yang dapat dilalui anak,
kira–kira 10 cm. Pada pembukaan lengkap tidak teraba lagi bibir portio, segmen
bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan satu saluran.

e. Perubahan pada vagina


Sejak kehamilan vagina mengalami perubahan–perubahan sedemikian rupa,
sehingga dapat dilalui bayi. Setelah ketuban pecah, segala perubahan, terutama pada
dasar panggul diregang menjadi saluran dengan dinding–dinding yang tipis oleh bagian
depan anak. Waktu kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas

2. Amniotomi
a. Pengertian amniotomi
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan
membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat
cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion .Tindakan ini umumnya dilakukan
pada saat pembukaan lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi dilakukan pada fase aktif awal,
sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian, dilakukan penilaian
serviks, penurunan bagian terbawah dan luas panggul, menjadi sangat menentukan
keberhasilan proses akselerasi persalinan.

b. Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan ketuban/selaput ketuban


Ada beberapa istilah dalam nomenklatur kebidanan yang harus diketahui oleh
petugas kesehatan yang berhubungan dengan cairan selaput ketuban, yaitu:
1) Utuh (U)
Membran masih utuh, memberikan sedikit perlindungan kepada bayi uterus, tetapi
tidak memberikan informasi tentang kondisi
2) Jernih (J)
Membran pecah dan tidak ada anoksia
3) Mekonium (M)
Cairan ketuban bercampur mekonium, menunjukkan adanya anoksia/anoksia
kronis pada bayi
4) Darah (D)
Cairan ketuban bercampur dengan darah, bisa menunjukkan pecahnya pembuluh
darah plasenta, trauma pada serviks atau trauma bayi

5) Kering (K),
Kantung ketuban bisa menunjukkan bahwa selaput ketuban sudah lama pecah
atau postmaturitas janin.

c. Indikasi amniotomi
1) Induksi persalinan
2) Persalinan dengan tindakan
3) Untuk pemantauan internal frekuensi denyut jantung janin secara
elektronik apabila diantisipasi terdapat gangguan pada janin.
4) Untuk melakukan penilaian kontraksi intra uterus apabila persalinan
kurang memuaskan
5) Amniotomi dilakukan jika ketuban belum pecah dan serviks telah
membuka sepenuhnya.

d. Kontra indikasi amniotomi


1) Bagian terendah janin masih tinggi
2) Persalinan preterm
3) Adanya infeksi vagina
4) Polihidramnion
5) Presentasi muka
6) Letak lintang
7) Placenta previa
8) Vasa previa

e. Persiapan alat
1) Persiapan ibu dan keluarga
2) Memastikan kebersihan ibu, sesuai prinsip Pencegahan Infeksi (PI)
a) Perawatan sayang ibu
b) Pengosongan kandung kemih per 2 jam
c) Pemberian dorongan psikologis
3) Persiapan penolong persalinan
a) Perlengkapan pakaian
b) Mencuci tangan (sekitar 15 detik)
4) Persiapan peralatan
a) Ruangan
b) Penerangan
c) Tempat tidur

d) Handscoon
e) Klem setengah kocher
f) Bengkok
g) Larutan klorin 0.5%
h) Pengalas
i) Bak instrument

f. Teknik amniotomi
Berikut cara-cara melakukan amniotomi yaitu:
1) Bahas tindakan dan prosedur bersama keluarga
2) Dengar DJJ dan catat pada Partograf
3) Cuci tangan
4) Gunakan handscoon DTT
5) Diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam (PD), Jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis,
sentuh ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba
adanya tali pusat atau bagian-bagian kecil lainnya (bila tali pusat dan bagian-bagian
yang kecil dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban dan rujuk segera).
6) Pegang 1/2 klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan memasukkan
kedalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang mengenakan sarung
tangan hingga menyentuh selaput ketuban dengan hati-hati. Setelah kedua jari
berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa,
sehingga telapak tangan menghadap kearah atas.
7) Saat kekuatan his sedang berkurang tangan kiri kemudian memasukan pengait
khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat
menusuk dan merobek selaput ketuban 1-2 cm hingga pecah (dengan menggunakan
separuh klem Kocher (ujung bergigi tajam, steril, diasukkan kekanalis servikalis
dengan perlindungan jari tangan.)
8) Biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk pemeriksaan
9) Tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher/kelly dan rendam dalamlarutan
klorin 0,5%. Tetap pertahankan jari2 tangan kanan anda di dalam vagina
untuk merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak teraba adanya
tali pusat, setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba talipusat, keluarkan
jari tangan kanan dari vagina secara perlahan.
10) Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium atau darah
keluarnya mekonium atau air ketuban yang bercampur mekonium pervaginam
pada presentasi kepala merupakan gejala gawat janin (fetal distress)
11) Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tangan dalam kondisi terbalik dan biarkan
terendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
12) Cuci kedua tangan.
13) Periksa kembali Denyut Jantung Janin.
14) Catat pada partograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban,
warna air ketuban dan DJJ.

3. Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot- otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi dilakukan untuk memperluas jalan lahir sehingga bayi lebih mudah
untuk dilahirkan. Selain itu episiotomi juga dilakukan pada primigravida atau pada
wanita dengan perineum yang kaku dan atas indikasi lain.
a. Tujuan episiotomi
Saat ini terdapat banyak kontroversi terhadap tindakan tersebut. Sejumlah
penelitian observasi dan uji coba secara acak menunjukkan bahwa episiotomi rutin
menyebabkan peningkatan insiden robekan sfingter ani dan rektrum. Selain itu
penelitian-penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan inkontinensia
platus , inkontinensia alvi, bahkan inkontinensia awal jangka panjang. Eason dan
Feldman menyimpulkan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin.
Prosedur harus diaplikasikan secara selektif untuk indikasi yang tepat,
beberapa diantaranya termasuk indikasi janin seperti distosia bahu dan lahir
sungsang; ekstraksi forseps atau vakum, dan pada keadaan apabila episiotomi
tidak dilakukan kemungkinan besar terjadi ruptur prenium. Bila episiotomi akan
dilakukan, terdapat variabel penting yang meliputi waktu insisi dilakukan, jenis
insisi, dan teknik perbaikan.
b. Waktu episiotomi
Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat selama kontraksi sampai
diameter 3-4 cm dan bila perineum telah menipis serta kepala janin tidak
masuk kembali ke dalam vagina.

c. Indikasi
1) Indikasi janin
a) Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam,
ekstraksi vakum, dan janin besar.
2) Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan
terjadi robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.

d. Teknik episiotomi
1) Episiotomi mediana
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas
atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi
antara lain dengan larutan procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%;
atau larutan Xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi
dengan mempergunakan gunting episiotomi dimulai dari bagian terbawah introitus
hingga kepala dapat dilahirkan.
2) Episiotomi mediolateral
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4
cm. Insisi ini dapat dipilih untul melindungi sfingter ani dan rektum dari laserasi
derajat tiga atau empat, terutama apabila perineum pendek, arkus subpubik sempit
atau diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.
3) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh
karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke
arah dimana terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat
menimbulkan rasa nyeri yang menganggu penderita.

B. PEMANTAUAN SELAMA KALA II


1. Definisi
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai
kala pengeluaran bayi.

2. Tanda dan gejala kala II


a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/atau
vaginanya
c. Vulva-vagina dan spingter ani membuka
d. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

3. Tanda pasti kala II


Ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya
adalah :
a. Pembukaan serviks telah lengkap
b. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
4. Persiapan penolong persalinan
Salah satu persiapan penting bagi penolong adalah memastikan
penerapan prinsip dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan,
termasuk mencuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan
pelindung pribadi.
a. Sarung tangan
Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus selalu dipakai
selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomi,
penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi bayi baru lahir.
b. Perlengkapan pelindung diri
Pelindung pribadi merupakan penghalang atau barier antara penolong
dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit seperti
celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat
menolong persalinan, masker penutup mulut dan pelindung mata
(kacamata) yang bersih dan nyaman
c. Persiapan tempat persalinan, peralatan dan bahan
Penolong persalinan harus menilai ruangan dimana proses persalinan akan
berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan / penerangan
yang cukup.
d. Penyiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi
Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi baru
lahir dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal
25°C), pencahayaannya cukup, dan bebas dari tiupan angin (matikan kipas
angin atau pendingin udara bila sedang terpasang).

5. Pemantauan kala II
a. Periksa denyut jantung setiap 15 menit dan tekanan darah setiap 30 menit
b. Tanya ibu dan palpasi kantung kemih untuk memastikan kantung kemih
tersebut kosong
c. Hidrasi dan kondisi umum
1) perlukah ibu minum?
2) apakah ibu letih?
d. Upaya untuk meneran
apakah ibu meneran dengan efektif dan secara fisiologis?
(dengan kontraksi pada saat ibu merasa ingin meneran)

6. Pemantauan ibu dan janin


Kondisi ibu, bayi, dan kemajuan persalinan harus selalu dipantau secara
berkala dan ketat selama berlangsungnya kala II persalinan.
Pantau, periksa, dan catat :
a. Nadi ibu setiap 30 menit
b. Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
c. DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit
d. Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan abdomen
(periksa luar) dan periksa dalam setiap 4 jam atau jika ada indikasi, hal ini
dilakukan lebih cepat
e. Warna air ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur
menkoneum atau darah)
f. Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka
g. Putaran paksi luar segera setelah kepala bayi lahir
h. Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama lahir
i. Catatkan semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan
persalinan
j. Memberikan asuhan dukungan selama kala II

Pemantauan Janin selama Kala II


a. Penurunan janin, presentasi dan sikap
b. Kondisi kepala dan caput
c. Denyut jantung janin dan frekuensinya

7. Kebutuhan ibu pada kala II


a. Mengatur posisi
Wanita mungkin akan melakukan beberapa posisi seperti jongkok,
berbaring miring, fowler dan berdiri. Ranjang dan kursi bersalin bersih
b. Penanganan pada kala II
Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan :
1) Mendampingi ibu agar merasa nyaman (menawarkan minum,
mengipasi, dan memijat ibu)
2) Menjaga kebersihan diri (ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar
dari infeksi, dan jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera di
bersihkan)
3) Mengipasi dan masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu
4) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau
ketakutan ibu, dengan cara: menjaga privasi ibu, dan memberikan
penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu
5) Mengatur posisi ibu. dalam membimbing mengedan dapat dipilih
posisi berikut: jongkok, menungging, tidur miring, dan setengah duduk
6) Menjaga kandung kemih tetap kosong
7) Memberikan cukup minum: memberi tenaga dan mencegah dehidrasi

8. Dukungan Persalinan dan Kehadiran Seorang Pendamping


Menurut penelitian, dukungan persalinan dengan menghadirkan
pendamping saat persalinan akan menghasilkan :
a. Kelahiran dengan bantuan vakum / forceps lebih sedikit
b. Sectio caesaria untuk membantu kelahiran semakin berkurang
c. Skor APGAR < 7 lebih sedikit
d. Lamanya persalinan semakin pendek
e. Kepuasan ibu semakin besar dalam pengalaman melahirkan

Besar artinya kehadiran seorang pendamping persalinan karena dapat


berbuat banyak untuk membantu ibu saat persalinan antara lain :
a. Membantu menghitung kontraksi sehingga ibu mengetahui kemajuan
persalinan
b. Memberi dorongan dan keyakinan pada ibu selama persalinan
c. Membantu mengawasi pintu dan melindungi privasi ibu
d. Melaporkan gejala-gejala atau sakit pada bidan
e. Membantu ibu mengatasi rasa tidak nyaman fisik

9. Penyebab rasa sakit dalam persalinan


a. Kontraksi uterus
1) Umumnya dimulai dari bawah pinggang menyebar ke bagian bawah
perut dan kaki
2) Dalam medis sakit kontraksi dikategorikan bersifat tumpul (Visceral-
Dull and Anching)
3) Merupakan nyeri primer melibatkan pinggang, punggung, perut dan
pangkal paha
4) Menyebabkan nyeri sekunder seperti mual, muntah, panas dingin, kram
dan pusing
b. Penurunan kepala janin
1) Menyebabkan peregangan jaringan perineum
2) Ibu merasa sakit akibat perobekan jaringan
3) Bersifat tajam panas (Somatic-Sharp and Burning)

10. Faktor-faktor yang Memperparah Rasa Sakit


a. Faktor fisik :
1) Tindakan bidan/dokter dalam menolong persalinan mis.
Vakum/forseps, episiotomi, manual plasenta, induksi oksitosin
2) Partus lama
3) Penyakit yang timbul saat bersalin, asma, jantungm hipertensi
4) Periksa dalam yang berulang-ulang
b. Faktor psikologis :
1) Tanpa pendamping
2) Keletihan
3) Stress, cemas dan tegang selama kontraksi
4) Berfikir tentang sakit
5) Tidak siap menghadapi persalinan
6) Kehamilan tdk diinginkan
7) Tenaga kesehatan kurang bersahabat

Untuk membantu ibu mengurangi rasa nyeri persalinan, ada beberapa cara
yang dapat dilakukan yaitu :
a. Tindakan medis :
1) Pemberian analgetik obat pereda sakit
2) Suntikan epidural
3) Blok saraf perineal dan pudendal
4) Menggunakan mesin TENS
b. Metode alternatif :
1) Pendamping Persalinan
2) Perubahan posisi & pergerakan
3) Sentuhan dan massage
4) Kompres hangat dan dingin
5) Berendam di air hangat
6) Terapi akupuntur
7) Visualisasi & pemusatan perhatian
8) Musik

Kebiasaan rutin yang membahayakan :


a. Katerisasi rutin
b. Pencukuran rambut Pubis
c. Praktek yang membahayakan : pemberian oksitosin, posisi telentang, ma
mi <, PD berulang, meneran belum lengkap
d. Huknah

C. MEKANISME PERSALINAN NORMAL DAN FETAL SKULL

1. Engagement
Engagement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan sedangkan
pada multigravida dapat terjadi pada awal persalinan. engagement adalah peristiwa
ketika diameter biparetal (Jarak antara dua paretal) melewati pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis melintang atau oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi.
Masuknya kepala akan mengalami ksulitan bila saat masuk ke dalam panggu
dengan sutura sgaitalis dalam antero posterior. Jika kepala masuk kedalam pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis melintang di jalan lahir, tulang parietal kanan dan
kiri sama tinggi, maka keadaan ini disebut sinklitismus.
Kepala pada saat melewati pintu atas panggul dapat juga dalam keadaan
dimana sutura sgaitalis lebih dekat ke promontorium atau ke simfisis maka hal
ini disebut asinklitismus.

2. Penurunan kepala
a. Dimulai sebelum persalinan/inpartu. Penurunan kepala terjadi bersamaan dengan
mekanisme lainnya.
b. Kekuatan yang mendukung yaitu:
1) Tekanan cairan amnion
2) Tekanan langsung fundus ada bokong
3) Kontraksi otot-otot abdomen
4) Ekstensi dan pelurusan badan janin atau tulang belakang janin

3. Fleksi
a. Gerakan fleksi di sebabkan karena janin terus didorong maju tetapi kepala janin
terlambat oleh serviks, dinding panggul atau dasar panggul
b. Kepala janin, dengan adanya fleksi maka diameter oksipito frontalis 12 cm
berubah menjadi suboksipito bregmatika 9 cm
c. Posisi dagu bergeser kearah dada janin
d. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba daripada ubun- ubun
besar.

4. Rotasi dalam (putaran paksi dalam)


a. Rotasi dalam atau putar paksi dalam adalah pemutaran bagian terendah janin dari
posisi sebelumnya kearah depan sampai dibawah simpisis. Bila presentasi belakang
kepala dimana bagian terendah janin adalah ubun-ubun kecil maka ubun-ubun kecil
memutar ke depan sampai berada di bawah simpisis.Gerakan ini adalah upaya kepala
janin untuk menyesuaikan dengan bentuk jalan lahir yaitu bentuk bidang tengah dan
pintu bawah panggul. Rotasi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala. Rotasi
ini terjadi setelah kepala melewati Hodge III (setinggi spina) atau setelah didasar
panggul. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil mengarah ke jam 12.
b. Sebab-sebab adanya putar paksi dalam yaitu:
1) Bagian terendah kepala adalah bagian belakang kepala pada letak fleksi.
2) Bagian belakang kepala mencari tahanan yang paling sedikit yang disebelah
depan yaitu hiatus genitalis.
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah
ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu
bawah panggul mengarah ke depan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi
untuk melaluinya. Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak nya ke bawah
dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Setelah
suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju karena kekuatan tersebut
di atas bagian yang berhadapan dengan suboksiput, maka lahirlah berturut- turut pada
pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan
gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomochlion.

6. Rotasi luar (putaran paksi luar)


Terjadinya gerakan rotasi luar atau putar paksi luar dipengaruhi oleh faktor-faktor
panggul, sama seperti pada rotasi dalam.
a. Merupakan gerakan memutar ubun-ubun kecil ke arah punggung janin, bagian belakang
kepala berhadapan dengan tuber iskhiadikum kanan atau kiri, sedangkan muka janin
menghadap salah satu paha ibu. Bila ubun-ubun kecil pada mulanya disebelah kiri maka
ubun-ubun kecil akan berputar kearah kiri, bila pada mulanya ubun-ubun kecil
disebelah kanan maka ubun-ubun kecil berputar ke kanan.
b. Gerakan rotasi luar atau putar paksi luar ini menjadikan diameter biakromial janain
searah dengan diameter anteroposterior pintu bawah panggul, dimana satu bahu di
anterior di belakang simpisis dan bahu yang satunya di bagian posterior
dibelakang perineum.
c. Sutura sagitalis kembali melintang.
Engagement
, Descent,
Flexion

Internal External Rotation


Rotation (Restitution)

Extension Beginning (Rotation complete) External Rotation (Shoulder


rotation)

Extension Expulsio
Complete n

gambar 1.1

Mekanisme Persalinan Normal

7. Ekspulsi
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion untuk
kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah kedua bahu lahir disusul lahirlah
trochanter depan dan belakang sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu
depan, bahu belakang dan seluruhnya
MATERI
60 LANGKAH APN (ASUHAN PERSALINAN NORMAL)

MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA


1. Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan
 Ibu ada merasa ada dorongan kuat dan meneran
 Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
 Pirenium tampak menonjol
 Vulva dan spingter ani membuka
MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat obatan esensial untuk menolong
persalinan dan menatalaksana komplikasi segera pada ibu dan bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi siapkan:
 Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat
 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi)
 Alat penghisap lender
 Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu
 Menggelar kain di perut bawah ibu
 Menyiapkan oxitosin 10 unit
 Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepas dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan
sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau
handuk pribadi yang bersih dan kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk priksa dalam
6. Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang menggunakan
sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat
suntik)
MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN
7. Membersihkan vulva dan pirenium, menyekanya dengan hati-hati dari
anterior(depan) ke posterior(belakang) menggunakan kasa atau kapas yang
dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, pirenium atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
 Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam
sarungtangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% (langkah #9. Pakai sarung
tangan DTT/ steril untuk melaksanakan langkah lanjutan
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
 Bila slaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan kedalam larutan clorin 0,5%, lepas sarung tangan dalam keadaan terbalik,
dan rendam dalam clorin 0,5% selama 10 menit) cucu tangan setelah sarung
tangan dilepaskan
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda (delaksasi)
untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-160 x/menit)
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan DJJ, semua temuan pemeriksaan
dan asuhan yang diberikan dama partograf

MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES


MENERAN
11. Beritahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin cukup baik,
kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
 Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada
 Jelaskan pada anggota keluaga tentang peran mereka untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu dan meneran secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa ingin
meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu ibu diposisikan setengah
duduk atau posisi lain yang di inginkan dan pastikan ibu merasa nyamana
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu ingin meneran atau timbul
kontraksi yang kuat
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila cara tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
 Anjurkan keluarga member dukungan dan semangat untuk ibu
 Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segara rujuk jika bayi belum atau tidak akan lahir segera lahir setelah
pembukaan lengkap dan pimpin meneran ≥120 menit (dua jam) pada primi
grapida atau ≥ 60 menit (I jam) pada multigravida
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran adalam selang waktu 60
menit
PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut bawah ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan priksa kembali kelengkapan peralatan dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT / steril pada kedua tangan
PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI
Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi pirenium dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk mempertahankan posisi
defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif atau
bernafas cepat dan dangkal
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi) segera lanjutkan proses kelahiran bayi
Perhatikan:
 Jika tali pusat melilit secara longgar, lepaskal lilitan lewat bagian atas
kepala bayi
 Jika tali pusat melilit secra kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong
tali pusat di antara dua klem tersebut
21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara spontan
Lahirnya bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparental.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala
kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menolong kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah
atas
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki ( masukkan telunjuk di
antara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada
satu sisi dan jari-jari lainya pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari
telunjuk)
ASUHAN BAYI BARU LAHIR
25. Lakukan penilaian (selintas):
 Apakah bayi cukup bulan?
 Apakan bayi menangis kuat dan / atau bernafas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif
Bila salah satu jawaban “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada bayi baru
lahir dengan asfiksia ( lihat penuntun belajar resusitasi bayi Asfiksia). Bila
smua jawaban “YA” lanjut ke-26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
(kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah
dengan handuk/ kain yang kering. Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi aman
di perut bagian bawah ibu
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir (hamil
tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gamelli)
28. Beritahu ibu bahwa dia akan di suntik oksitosin agar uterus berkontraksi dengan
baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuscular) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).
30. Setelah dua menit sejak bayi lahir (cukup bulan), pegang tali pusat dengan satu
tangan pada skitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan jari tengah
tangan lain menjepit tali pusat dan geser hingga 3 cm proksimal dari pusar bayi.
Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem ini pada posisinya,
gunakan jari telunjuk dan tengah tangan lain untuk mendorong isi tali pusat kea
rah ibu (sekitar 5 cm ) dan klem tali pusat pada skitar 2 cm distal dari klem
pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah di jepit (lindungi perut
bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan
lagi benang tersebut dan ikat tali pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakkan bayi dengan tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu dan bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahan
kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari
putting susu atau aerola mamae ibu.
 Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di kepala bayi
 Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusui untuk pertama kali akan berlangsung sekitar
10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
 Biarkan bayi barada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu

MENEJEMEN AKTIF KALA TIGA PERSALINAN (MAK III)


33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari pulva
34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu ( di atas simfisis), untuk
mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk menegangkan tali
pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-
hati (untuk mencegah invesio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi
brtrikutnya dan ulangi kembali prosedur di atas.
 Jika uterus tidak segara berkontraksi, minta ibu, suami atau keluarga untuk
melakukan stimulatisi putting susu.
Mengeluarkan placenta
36. Bila pada penekanan bagin bawah dinding depan uterus kearah dorsal ternyata
di ikuti dengan pergeseran tali pusat kearah distal maka lanjutkan dorongan
kea rah cranial hingga placenta dapat dilahirkan
 Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya di regangkan (jangan ditarik secara
kuat terutama bila uterus tidak berkontraksi) sesuai dengan sumbu jalan lahir
(ke arah bawah-sejajar lantai-atas)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klim hingga bejarak 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan placenta
 Jika placenta tidak lapas dalam 15 menit menegangkan tali pusat
1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit
2) Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung kemih penuh
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Ulangi tekanan dorsa-kranial dan penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya
5) Jika placenta tidak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau terjadi
perdarahan maka segera lakukan tindakan manual placenta
37. Saat placenta muncul di introitus vagina lahirkan placenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar placenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan
dan tempatkan placenta pada wadah yang telah disediakan
 Jika slaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa slaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem ovum DTT/steril untuk mengeluarkan slaput yang tertinggal.
Rangsangan taktiln (masase) uterus
38. Segera setelah plasenta dan slaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,etakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
 Lakukan tindakan yang diperlukan (kompresi bimanual interna, kompresi
aorta abdominalis, tampone kondom-kateter) jika uterus tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/masase.
MENILAI PERDARAHAN
39. Priksa kedua sisi placenta (maternal-fetal) pastikan placenta lahir lengkap.
Masukkan placenta ke dalam kantung plastic atau tempat khusus
40. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan pirenium. Lakukan penjahitan
bila terjadi laserasi yang luas dan menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.

ASUHAN PASCA PERSALINAN


41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdaarahan
pervaginam
42. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5% bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara terbalik dan
rendam sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan tissue atau
handuk pribadi yang bersih dan kering
Evaluasi
43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik serta kandung kemih kosong
44. Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
45. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
46. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
47. Pantau kedaan bayi dan pastikan bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/ menit)
 Jika bayi sulit bernafas, merintah, atau retraksi, diresusitasi dan segara
merujuk ke rumah sakit.
 Jika nafas bayi terlalu cepat atau sesak nafas, segera rujuk ke RS rujukan.
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali kontak
kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi satu selimut
Kebersihan dan keamanan
48. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit) cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi
49. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
50. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan air
DTT. Bersihkan cairan ketuban, lender dan darah di ranjang atau sekitar ibu
berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
51. Pastikan ibu merasa nyaman, bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang di ingikan.
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan tangan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik bayi
56. Dalam 1 jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi, vitamin k1 1 mg
I.M di paha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pernafasan
bayi (normal 40-60 kali /menit) dan temperature tubuh (normal 36,5-37,5
derajat celcius) setiap15 menit.
57. Setelah 1 jam pemberian vit K1 berikan suntik imunisasi hepatitis-B dipaha
kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-
waaktu dapat di susukan.
58. Lepaskan sarung tangan dengan keadaan terbalik dan rendambdalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan
tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Dokumentasi
60. Lengkapi parograf (halaman depan dan belakang) periksa tanda-tanda vital dan
sauhan kala IV persalinan.
MANAJEMEN AKTIF KALA III
Manajemen aktifkala III sangat penting dilakukan pada setiap asuhan
persalinannormal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat
ini, manajemen aktif kala. Telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan
normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap
tenaga kesehatan penolong persalinan

1. Tujuan Manajemen Aktif Kala III


Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan
kontraksiuterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.Penatalaksanaan manajemen
aktif kala III dapat mencegah terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.
2. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III
a. Keuntungan manajemen aktif kala III adalah:
b. Persalinan kala tiga lebih singkat.
c. Mengurangi jumlah kehilangan darah.
d. Mengurangi kejadian retensio plasenta.
3. Langkah Manajemen Aktif Kala III
Langkah utama manajemen aktif kala III ada tiga langkah yaitu:
a. Pemberian suntikan oksitosin. Pemberian suntikan oksitosindilakukan dalam 1
menit pertama setelah bayi lahir. Namun perlu diperhatikan dalam pemberian
suntikan oksitosin adalah memastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin)
di dalam uterus. karena Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi
yang dapat menurunkan pasokan oksigen pada bayi.Suntikan oksitosin dengan
dosis 10 unit diberikan secara intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas
paha bagian luar (aspektus lateralis). Tujuan pemberian suntikan oksitosin
dapat menyebabkan
uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu
pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah.
b. Penegangan tali pusat terkendali. Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10
cm dari vulva dikarenakan dengan memegang tali pusat lebih dekat ke vulva
akan mencegah evulsi tali pusat. Meletakkan satu tangan di atas simpisispubis
dan tangan yang satu memegang klem di dekat vulva. Tujuannya agar bisa
merasakan uterus berkontraksi saat plasenta lepas. Segera setelah tanda-tanda
pelepasan plasenta terlihat dan uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan
uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati
untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Lahirkan plasenta dengan
peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul (posterior
kemudian anterior).Ketika plasenta tampak di introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan mengangkat pusat ke atas dan menopang plasenta dengan
tangan lainnya. Putar plasenta secara lembut hingga selaput ketuban terpilin
menjadi satu.
c. Masase fundus uteri. Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir,
lakukan masase fundus uteri dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
memastikan bahwa kotiledon dan selaput plasenta dalam keadaan lengkap.
Periksa sisi maternal dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua
menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap
15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama
satu jam kedua pasca persalinan.

4. Fisiologi Persalianan Kala III dan Kala IV


Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir
sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.Kala III merupakan
periode waktu dimulai ketika bayi lahir dan berakhir pada saat plasenta
seluruhnya sudah dilahirkan. Kala penting perlu diingat bahwa tiga puluh persen
penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan pasca persalinan. Dua
pertiga dari perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri.
Penyebab terpisahnya plasenta dari dinding uterus adalah kontraksi uterus
(spontan atau dengan stimulus) setelah kala dua selesai. Berat plasenta
mempermudah terlepasnya selaput ketuban, yang terkelupas dan dikeluarkan.
Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode
ekspulsi plasenta. Selaput ketuban dikeluarkan dengan penonjolan bagian ibu
atau bagian janin.
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta
akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Setelah janin
lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan
kavum uteri, tempat implantassi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari
tempat implantasinya

5. Fisiologi Persalinan Kala IV


Fisiologi persalinan kala IV adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat
jam pertama setelah melahirkan. (Sri Hari Ujiiningtyas, 2009). Menurut Reni
Saswita, 2011. Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV:
a. Tingkat kesadaran
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kontraksi uterus
d. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya
tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
Asuhan dan Pemantauan pada Kala IV. Menurut Reni Saswita, 2011 asuhan
dan pemantauan pada kala IV yaitu:
a. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang
uterus berkontraksi.
b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara
pusat dan fundus uteri.
c. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
d. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau
episotomi).
e. Evaluasi kondisi ibu secara umum
f. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di
halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan.

Pemantauan Keadaan Umum Ibu pada Kala IV. Menurut Reni Saswita,
2011 Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Karena alas an ini, penting sekali untuk memantau ibu secara
ketat segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan. Hal-hal
yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca persalinan.
a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan perdarahan
setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu
jam kedua pada kala IV.
b. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15 menit
dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV.
c. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam kedua
pascapersalinan.
d. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan
uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi lembek.

Rokemendasi Kebijakan Teknik Asuhan Persalinan dan Kelahiran.


Menurut Reni Saswita, 2011 rokemendasi kebijakan teknik asuhan persalinan
dan kelahiran yaitu:
a. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi harus dimasukkan sebagai bagian dari
persalinan bersih dan aman, termasuk hadirnya keluarga atau orang-orang
yang hanya memberikan dukungan.
b. Partograf harus digunakan untuk memantau persalinan dan berfungsi sebagai
suatu catatan/rekam medik untuk persalinan.
c. Selama persalinan normal, intervensi hanya dilaksanakan jika ada indikasi.
Proseduri ni bukan dibutuhkan jika ada infeksi/penyulit.
d. Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu dan bayi.
e. Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu setidak-tidaknya 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau sampai keadaan ibu stabil. Fundus harus
diperiksa setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua. Masase fundus harus dilakukan sesuai kebutuhan untuk memastikan
tonus uterus tetap baik, perdarahan minimal, dan dapat dilakukan tindakan
pencegahan.
f. Selama 24 jam pertama setelah persalinan, fundus harus sering diperiksa dan
dimasase sampai tonus baik. Ibu atau anggota keluarga dapat diajarkan untuk
melakukan masase fundus.
g. Segera setelah lahir, seluruh tubuh terutama kepala bayi harus segera
diselimuti dan dikeringkan, juga dijaga kehangatannya untuk mencegah
hipotermi.
h. Obat-obat esensial, bahan, dan perlengakapan harus disediakan oleh petugas
dan keluarga.

6. Mekanisme dan Tanda Pelepasan Plasenta


Adapun tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu:
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan
tinggifundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear
atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
b. Tali pusat memanjang.Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva(tanda
Ahfeld).
c. Semburan darah mendadak dan singkat.Darah yang terkumpul di belakang
plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di
antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi lahir
dan biasanya dalam 5 menit.

7. Cara-cara Pelepasan Plasenta


a. Metode Ekspulsi Schultze. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral)
atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat
dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per
vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di
fundus.
b. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan. Ditandai oleh adanya perdarahan dari
vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi
400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi
lateral. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi,
pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada
keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah
anak lahir lengkap.
Beberapa Prasat untuk mengetahui apakah plasenta lepas dari tempat
implantasinya:
a. Prasat Kustner.Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat.
Tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk
kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas
dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila
hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
b. Prasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada
tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus.
c. Prasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun ke
bawah. Bila pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus
MATERI
DETEKSI KEGAWATDARURATAN MATERNAL

Dalam Topik 2 ini, Anda akan mempelajari tentang Deteksi Kegawatdaruratan Maternal yang
meliputi deteksi preeklamsia/eklamsia, deteksi perdarahan pada kehamilan dan persalinan, dan deteksi
terjadinya Infeksi akut kasus obstetric.
Setelah menyelesaikan materi ini, Anda diharapkan mampu untuk melakukan deteksi
kegawatdaruratan maternal dengan tepat. Setelah menyelesaikan materi ini, Anda diharapkan mampu
untuk:
1. Melakukan deteksi pre eklamsia/eklamsia dengan tepat
2. Melakukan deteksi perdarahan pada kehamilan dan persalinan dengan tepat
3. Melakukan deteksi perdarahan post partum dengan tepat
4. Melakukan deteksi terjadinya Infeksi akut kasus obstetric dengan tepat
Kegawat daruratan maternal dapat terjadi setiap saat selama proses kehamilan, persalinan merupakan
masa nifas. Sebelum Anda melakukan deteksi terhadap kegawatdaruratan maternal, maka anda perlu
mengetahui apa saja penyebab kematian ibu. Menurut anda, kasus apa saja yang dapat menyebabkan
kematian ibu?
Penyebab kematian ibu sangat kompleks, namun penyebab langsung seperti toksemia gravidarum,
perdarahan, dan infeksi harus segera ditangani oleh tenaga kesehatan. Oleh karena penyebab terbanyak
kematian ibu preeklamsia/eklamsia maka pada pemeriksaan antenatal nantinya harus lebih seksama dan
terencana persalinannya. Dengan asuhan antenatal yang sesuai, mayoritas kasus dapat dideteksi secara dini
dan minoritas kasus ditemukan secara tidak sengaja sebagai pre eklamsia berat.
Skrining bertujuan mengidentifikasi anggota populasi yang tampak sehat yang memiliki risiko
signifikan menderita penyakit tertentu. Syarat suatu skrining adalah murah dan mudah dikerjakan. Akan
tetapi, skrining hanya dapat menunjukkan risiko terhadap suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonfirmasi
adanya penyakit. Selanjutnya marilah kita pelajari deteksi/skrining dari beberapa kasus kegawatdaruratan
maternal.

Deteksi Pre-Eklamsia
Preeklamsia/Eklamsia merupakan suatu penyulit yang timbul pada seorang wanita hamil dan
umumnya terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan ditandai dengan adanya hipertensi dan
protein uria. Pada eklamsia selain tanda tanda preeklamsia juga disertai adanya kejang.
Preeklamsia/Eklamsia merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu di dunia. Tingginya angka
kematian ibu pada kasus ini sebagian besar disebabkan karena tidak adekuatnya penatalaksanaan di tingkat
pelayanan dasar sehingga penderita dirujuk dalam kondisi yang sudah parah, sehingga perbaikan kualitas di
pelayanan kebidanan di tingkat pelayanan dasar diharapkan dapat memperbaiki prognosis bagi ibu dan
bayinya. Bacalah kasus berikut :
Ny. M datang ke tempat praktek Anda, menyatakan hamil 3 bulan. Hasil pemeriksaan didapatkan TD
Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 98
140/90 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu 36,5 derajat Celcius. Hasil palpasi TFU 3
jari atas sympisis, belum teraba ballottement. Hasil pemeriksaan laboratorium tidak terdapat protein dalam
urine. Menurut anda apakah yang terjadi pada Ny. M?

Untuk menentukan diagnose pada kasus diatas, tentunya anda harus mempunyai pengetahuan tentang kasus
hypertensi dalam kehamilan yang dapat dimanifestasikan dalam beberapa diagnose. Untuk lebih jelasnya,
silahkan anda pelajari penjelasan berikut :

Klasifikasi dan definisi


Adanya peningkatan tekanan darah selama kehamilan dan persalinan dapat menunjukkan beberapa kondisi
sebagai berikut :
1. Diagnosis hipertensi dalam kehamilan ditegakkan bila didapatkan:
Tekanan darah ≥140/90 mmHg untuk pertama kalinya selama kehamilan, tidak terdapat protein uria,
tekanan darah kembali normal dalam waktu 12 minggu pasca persalinan (jika peningkatan tekanan
darah tetap bertahan, ibu didiagnosis hipertensi kronis), diagnosis akhir baru dibuat pada periode
pasca persalinan, tanda tanda lain preeklamsia seperti nyeri epigastrik dan trombositopenia mungkin
ditemui dan dapat mempengaruhi penatalaksanaan yang diberikan.
2. Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan bila didapatkan :
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu, protein uria ≥ 1+ pada
pengukuran dengan dipstick urine atau kadar protein total ≥ 300 mg/24 jam.
3. Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan bila didapatkan:
a. Hipertensi
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥110 mmHg.
b. Protein uria
Kadar protein dalam kencing ≥ ++ pada pengukuran dipstick urine atau kadar protein total
sebesar 2 gr/24 jam.
c. Kadar kreatinin darah melebihi 1,2 mg/dL kecuali telah diketahui meningkat
sebelumnya.
d. Tanda/gejala tambahan:
Tanda gejala tambahan lainnya dapat berupa keluhan subyektif berupa nyeri kepala, nyeri
uluhati, dan mata kabur. Ditemukannya proteinuria ≥ 3 gram, jumlah produksi urine ≤ 500
cc/24 jam (oliguria), terdapat peningkatan kadar asam urat darah, peningkatan kadar BUN dan
kreatinin serum serta terjadinya sindroma HELLP yang ditandai dengan terjadinya hemolisis
ditandai dengan adanya icterus, hitung trombosit ≤ 100.000, serta peningkatan SGOT dan
SGPT.
4. Pada eklampsia disertai adanya kejang konvulsi yang bukan disebabkan oleh infeksi
atau trauma.
Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 99
5. Diagnosis Preeklamsia super impos ditegakkan apabila protein awitan baru ≥ 300 mg/
24 jam pada ibu penderita darah tinggi tetapi tidak terdapat protein uria pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu.
6. Diagnosis hipertensi kronis ditegakkan apabila hipertensi telah ada sebelum kehamilan
atau yang didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau hipertensi pertama kali
didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan terus bertahan setelah 12 minggu
pasca persalinan.

Deteksi/Skrining
Identifikasi wanita dengan risiko preeklampsia mempunyai keuntungan sebagai berikut :
a. Pengawasan lebih ketat
b. Diagnosis lebih akurat
c. Intervensi tepat waktu
d. Pencegahan komplikasi sejak dini

Metode skrining preeklamasia/eklamsia


Metode skrining dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti dibawah ini :

Anamnesa Faktor Risiko Preeklampsia


Metode skrining yang pertama adalah dengan melakukan anamneses pada ibu, untuk mencari beberapa
faktor risiko sebagai berikut :
a. Usia Ibu
Primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia diatas 35 tahun dianggap
lebih rentan untuk mengalami preeklamsia/eklamsia.
b. Ras
Ras African lebih berisiko mengalami preeklamsia dibandingkan ras caucasian maupun ras Asia.
c. Metode Kehamilan
Kehamilan yang tidak terjadi secara alamiah (inseminasi dan sebagainya) berisiko 2 kali lipat untuk
terjadinya preeklamsia

Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 100


d. Merokok selama hamil
Wanita yang merokok selama hamil berisiko untuk mengalami preeklamsia

Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 101


e. Riwayat penyakit dahulu (Hipertensi, preeklamsia pada kehamilan terdahulu, penyakit
Ginjal, penyakit Autoimun, Diabetes Mellitus, Metabolik sindrom, Obesitas dll)
f. Riwayat penyakit keluarga
Bukti adanya pewarisan secara genetik paling mungkin disebabkan oleh turunan yang resesif
g. Paritas
Primigravida memiliki insidensi hipertensi hampir 2 kali lipat dibandingkan multigravida
h. Kehamilan sebelumnya
Kehamilan dengan riwayat preeklamsi sebelumnya berisiko mengalami preeklamsia kembali pada
kehamilan sekarang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko rekurensi (terjadinya
preeklamsia kembali) jika kehamilan sebelumnya preeklampsia: 14-20% dan risiko rekurensi lebih
besar (s/d 38%) jika menghasilkan persalinan prematur (early-onset preeklampsia).

Pemeriksaan Tekanan Darah


Metode skrining yang kedua adalah dengan melakukan pengukuran tekanan darah setiap kali antenatal
care. Hipertensi didefinisikan sebagai hasil pengukuran sistolik menetap (selama setidaknya 4 jam) >140–
150 mmHg, atau diastolic 90–100 mmHg. Pengukuran tekanan darah bersifat sensitif terhadap posisi tubuh
ibu hamil sehingga posisi harus seragam, terutama posisi duduk, pada lengan kiri setiap kali pengukuran.
Apabila tekanan darah ≥160/100 maka kita dapat menetapkan hipertensi.

Pengukuran tekanan darah dapat berupa tekanan darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik dan MAP
(Mean Arterial Pressure). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa MAP trimester 2 >90 mmHg berisiko
3.5 kali untuk terjadinya preeklamsia, dan tekanan darah diastole >75 mmHg pada usia kehamilan 13–20
minggu berisiko 2.8 kali untuk terjadinya preeklamsia. MAP merupakan prediktor yang lebih baik daripada
tekanan darah sistol, diastol, atau peningkatan tekanan darah, pada trimester pertama dan kedua kehamilan.

Penggunaan USG Untuk Skrining Preeklampsia


Pada pasien Preeklamsia terdapat perubahan
patofisiologis yaitu:
a. Gangguan implantasi tropoblast
b. Perfusi uteroplacenta yang berkurang dan
mengarah ke disfungsi endotel yang menyebabkan
edema, protein uria dan hemokonsentrasi;
vasospasme yang menyebabkan
hipertensi, oliguria, iskemia organ, solusio
placenta dan terjadinya kejang-kejang;
Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 102
aktifasi koagulasi yang menyebabkan trombositopenia; dan pelepasan zat molekul

Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 103


berbahaya (sitokin dan lipid peroksidase) yang menyebabkan penurunan perfusi uteriplacenta lebih
lanjut dan pelepasan molekul vasoaktif seperti prostaglandin, nitrit oksida, dan endotelin, yang
seluruhnya menurunkan perfusi uetroplacenta.
c. Aliran uteroplacenta bertahanan tinggi
Akibat patofisiologis diatas, terdapat tiga lesi patologis utama yang terutama berkaitan dengan
preeklamsia dan eklamsi yaitu:
1. Perdarahan dan nekrosis dibanyak organ, sekunder terhadap konstriksi kapiler
2. Endoteliosis kapiler glomerular
3. Tidak adanya dilatasi arteri spiral
Gambaran tersebut ditunjukkan dalam USG dengan :
a. Notch diastolik yang menetap diatas 24 minggu
b. Nilai ratio flow velocity doppler yang abnormal

Gambar Pemeriksaan USG


untuk Skrining
Preeklampsia :

a. Peningkatan PI bersama
temuan notch adalah prediktor
terbaik preeklampsia melalui
metode USG doppler
b. Skrining dengan USG
dopller lebih akurat pada trimester

Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 104


ALUR PENGELOLAAN PENDERITA PREEKLAMSIA BERAT/EKLAMSIA

JANGAN BIARKAN PASIEN SENDIRIAN


TEMPATKAN PENDERITA SETENGAH DUDUK
Mintalah pertolongan pada petugas yang lain atau
keluarga penderita

 Bersihkan jalan nafas  pertahankan


JALAN NAFAS  Miringkan kepala penderita

PERNAFASAN  Berikan oksigen 4 -6 liter/ menit


 Kalau perlu lakukan ventilasi dengan balon dan
masker

SIRKULASI  Observasi nadi dan tekanan darah


 Pasang IV line (infuse) dengan cairan RL/ RD5/ Na
Cl 0,9%

 MgSO4 40% 4 gram (10 cc) dijadikan 20 cc


diberikan IV Bolus pelan ± 5 menit
Bila IM: Mg SO4 40% 8 gram (20 cc) bokong
kanan/kiri
CEGAH KEJANG/ Bila IV: Mg So4 40% 6 gram (15 cc) masukkan
KEJANG dalam cairan RL/ RD5/ Na Cl 0,9% 250 cc drip
ULANGAN dengan tetesan 15 tetes per menit
Bila Kejang berlanjut:Mg SO4 40% 2 gram (5
cc) dijadikan
10 cc diberikan IV Bolus pelan ± 5 menit
 Pantau: Pernafasan, reflek patella,produksi urine
 Antidotum: calcium Gluconas 10% 10 cc IV pelan
 Antihipertensi diberikan bila:

PENGATURAN TEKANAN  Tekanan darah systole : ≥ 160mmHg


DARAH  Tekanan darah diatole: ≥ 110 mmhg
 NIFEDIPIN 10 mg Oral
 METILDOPA 250 mg

Dirujuk Langsung ke RUMAH SAKIT


RUJUK
BAKSOKU
Bidan, Alat, Kendaraan, Surat, Obat, Keluarga, Uang
15
Skrining/Deteksi Perdarahan dalam Kehamilan, Persalinan dan Nifas

Walaupun termasuk kegawatdaruratan maternal, perdarahan pada kehamilan muda seringkali tidak
mudah dikenali. Hal ini berkaitan dengan stigma negative yang terkait dengan kasus kasus abortus,
menyebabkan kejadian tersebut sering disembunyikan oleh para pasien. Perdarahan pada kehamilan lanjut
dan menjelang persalinan pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi placenta baik placenta letak
rendah maupun placenta previa, kelainan insersi tali pusat, atau pembuluh darah pada selaput amnion dan
separasi placenta sebelum bayi lahir. Pada sebagian besar kasus perdarahan pasca persalinan umumnya
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus, robekan dinding rahim atau jalan lahir.
Upaya pertolongan terhadap komplikasi perdarahan dalam kehamilan dan persalinan di tingkat
rumah sakit merupakan destinasi terakhir dari berbagai upaya pertolongan yang telah dilakukan di berbagai
jenjang pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang sebelumnya. Melihat kenyataan tersebut, maka
keterlambatan upaya pertolongan dan kesenjangan kinerja di tingkat rumah sakit akan lebih memperburuk
kondisi dan keselamatan jiwa pasien.
Upaya pertolongan gawat darurat yang segera, mencerminkan kualitas pelayanan yang tinggi
dilaksanakan oleh petugas kesehatan yang terampil dan handal merupakan syarat mutlak untuk meraih
keberhasilan dalam menyelamatkan jiwa pasien.

Perdarahan pada kehamilan muda


Perdarahan pada kehamilan muda merupakan perdarahan pada kehamilan dibawah 20 minggu atau
perkiraan berat badan janin kurang dari 500 gram dimana janin belum memiliki kemampuan untuk hidup
diluar kandungan. Jika seorang wanita datang ke tempat anda dengan keluhan terlambat haid 3 bulan, saat
ini mengeluarkan darah dari kemaluan. Apa yang Anda pikirkan?
Terjadinya perdarahan pada kehamilan muda memberikan suatu kemungkinan diagnosis yang
bermacam-macam. Untuk memastikan apakah yang terjadi pada wanita tersebut, Anda harus melakukan
penilaian klinik berdasar tanda dan gejala di bawah ini: ABORTUS
Langkah pertama dari serangkaian kegiatan penatalaksanaan abortus inkomplit adalah penilaian
kondisi klinik pasien. Penilaian ini juga terkait dengan upaya diagnosis dan pertolongan awal gawatdarurat.
Melalui langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti
syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (massif) atau trauma intraabdomen. Pengenalan ini sangat
bermanfaat bagi upaya penyelamatan jiwa pasien. Walau tanpa komplikasi, abortus inklompit merupakan
ancaman serius bila evakuasi sisa konsepsi tak segera dilaksanakan.
I n g a t : Beberapa jenis komplikasi abortus inkomplit, dapat timbul secara bersama sehingga dibutuhkan
kecermatan petugas kesehatan atau penolong agar dapat membuat skala prioritas dalam
menanggulangi masing-masing komplikasi tersebut.
Gejala dan Tanda
Untuk wanita yang masih dalam usia reproduksi, sebaiknya dipikirkan suatu abortus inklomplit apabila :
 Terlambat haid (tidak datang haid lebih dari satu bulan, dihitung dari haid
terakhir)
 Terjadi perdarahan per vagina
 Spasme atau nyeri perut bawah (seperti kontraksi saat persalinan)
 Keluarnya massa kehamilan (fragmen plasenta)

Apabila tidak terdapat gejala tersebut diatas, sebaiknya dipertimbangkan diagnosis lain (misalnya
infeksi panggul). Terminasi kehamilan secara paksa dilakukan dengan memasukkan kayu, plastic atau
benda tajam lainnya kedalam kavum uteri dapat menjadi penyebab utama dari berbagai komplikasi serius
abortus inkomplit. Karena berbagai alasan tertentu, kebanyakan pasien abortus provokatus, segan atau
dengan sengaja menyembunyikan penyebab abortus yang dapat membahayakan atau mengancam
keselamatan jiwa pasien.

Penapisan Komplikasi Serius


Bila seorang pasien datang dengan dugaan suatu abortus inkomplit, penting sekali untuk segera
menentukan ada-tidaknya komplikasi berbahaya (syok, perdarahan hebat, infeksi/sepsis dan trauma intra
abdomen/perforasi uterus). Bila ditemui komplikasi yang membahayakan jiwa pasien maka harus segera
dilakukan upaya stabilisasi sebelum penanganan lanjut/merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.

Riwayat Medik
Informasi khusus tentang reproduksi, yang harus diperoleh diantaranya:
 Hari pertama haid terakhir dan kapan mulai terlambat haid
 Alat kontrasepsi yang sedang digunakan (amenore akibat kontrasepsi hormonal
dapat dikelirukan dengan abortus bila kemudian terjadi monoragia)
 Perdarahan per vaginam (lama dan jumlahnya)
 Demam, menggigil atau kelemahan umum
 Nyeri abdomen atau punggung/bahu (berkaitan dengan trauma intra abdomen)
 Riwayat vaksinasi dan kemungkinan risiko tetanus (abortus provokatus)

Informasi medik yang penting meliputi:

 Alergi obat (anestesi atau antibiotika)


 Gangguan hematologi (anemia bulan sabit/sickle sell anemia, thalasemia, hemofili
atau gangguan pembekuan darah)
 Penggunaan obat jangka panjang (misalnya, kortikosteroid)
 Minum jamu atau obat – obatan yang tidak jelas komposisi dan khasiatnya
(apabila bersifat toksik, dapat menimbulkan efek samping yang serius)
 Kondisi gangguan kesehatan lain (misalnya, malaria dan kehamilan)
Pemeriksaan Fisik
Penting untuk diperhatikan :
 Periksa dan catat tanda vital (temperatur, tekanan darah, pernafasan, nadi)
 Gangguan kesehatan umun (anemia, kurang gizi, keadaan umum jelek)
 Periksa keadaan paru, jantung, ekstremitas

Pemeriksaan Abdomen
Periksa adanya :
 Massa atau kelainan intra abdomen lainnya
 Perut kembung dengan bising usus melemah
 Nyeri ulang – lepas
 Nyeri atau kaku dinding perut (pelvik/suprapublik)

Pemeriksaan Panggul 8
Tujuan utama pemeriksaan panggul atau bimanual adalah untuk mengetahui besar, arah, konsistensi uterus,
nyeri goyang serviks, nyeri tekan parametrium, pembukaan ostium serviks. Melihat sumber perdarahan lain
(trauma vagina/serviks) selain akibat sisa konsepsi.

Derajat Abortus
Dengan memperhatikan temuan dari pemeriksaan panggul, tentukan derajat abortus yang dialami
pasien. Pada abortus iminens, pasien harus diistirahatkan atau tirah baring total selama 24-48 jam. Bila
perdarahan berlanjut dan jumlahnya semakin banyak, atau jika kemudian timbul gangguan lain (misal,
terdapat tanda-tanda infeksi) pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Bila keadaannya membaik,
pasien dipulangkan dan dianjurkan periksa ulang 1 hingga 2 minggu mendatang. Untuk abortus insipiens
atau inkomplit, harus dilakukan evakuasi semua sisa konsepsi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
hasil proses evakuasi untuk menetukan adanya massa kehamilan dan bersihnya kavum uteri. Karena waktu
paruh CG adalah 60 jam, pada berapa kasus, uji kehamilan dengan dasar deteksi hCG, akan memberi hasil
positif beberapa hari pasca keguguran.

Kasus:
Ny. C datang ke tempat anda dengan keluhan kram pada perut bawah, mengeluarkan darah banyak dari
kemaluan, keluar jaringan, hasil pemeriksaan menunjukkan uterus Lebih kecil dari usia kehamilan. Apa
kemungkinan diagnosa yang terjadi pada Ny C ?
Untuk menentukan jenis dan derajat abortus, silahkan anda perhatikan Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Jenis dan derajat abortus

Diagnosis Perdarahan Serviks Besar uterus Gejala lain


Abortus Sedikit-sedang Tertutup Sesuai dengan usia PP test positif
Iminens kehamilan Kram
Uterus lunak
Abortus Sedang-banyak Terbuka Sesuai atau lebih Kram
Insipiens kecil Uterus Lunak
Abortus Sedikit-banyak Terbuka Lebih kecil dari usia Kram
Inomplit (lunak kehamilan Keluar jaringan
Uteruslunak
Abortus Sedikit/tidak Lunak Lebih kecil dari usia Sedikit/tak kram
Komplit Ada (terbuka kehamilan Keluar jaringan
atau Uterus kenyal
tertutup

Kehamilan Ektopik yang Terganggu


Kehamilan ektopik ialah terjadinya implantasi (kehamilan) diluar kavum uteri. Kebanyakan
kehamilan ektopik di tuba, hanya sebagian kecil di ovarium, kavum abdomen, kornu. Kejadian kehamilan
ektopik ialah 4,5-19,7/1000 kehamilan. Beberapa faktor risiko ialah : radang pelvik, bekas ektopik, operasi
pelvik, anomalia tuba, endometris dan perokok. Gejala trias yang klasik ialah : amenorrhea, nyeri perut dan
perdarahan pervaginam. Pada kondisi perdarahan akan ditemukan renjatan, dan nyeri hebat di perut bawah.
Uterus mungkin lebih besar sedikit, dan mungkin terdapat massa tumor di adneksa. Dengan USG
kehamilan intrauterin akan dapat ditentukan, sebaliknya harus dicari adanya kantong gestasi atau massa di
adneksa/kavum douglas. Bila USG ditemukan kantong gentasi intrauterin (secara abdominal USG),
biasanya kadar BhCG ialah 6500 iu; atau 1500 iu bila dilakukan USG transvaginal. Bila ditemukan kadar
seperti itu dan tidak ditemukan kehamilan intrauterin, carilah adanya kehamilan ekstrauterin.

Penatalaksanaan
Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah hemostasis KET. Jenis tindakan
yang akan diambil, harus memperhitungkan pemulihan fungsi kedua tuba. Bila ibu masih ingin hamil
maka lakukan salpingostomi. Bila kondisi gawatdarurat, tidak ingin hamil lagi, robekan tidak beraturan,
terinfeksi, perdarahan tak dapat dikendalikan maka lakukan salpingektomi. Pada umumnya akan dilakukan
prosedur berikut ini :
 Pasang infus untuk substitusi kehilangan cairan dan darah
 Transfusi Hb < 6g%, Bila tidak segera tersedia darah, lakukan autotransfusi
selama prosedur operatif
 Lakukan prosedur parsial salpingektomi atau eksisi segmental yang dilanjutkan
dengan salpingorafi (sesuai indikasi)
 Lakukan pemantauan dan perawatan pascaoperatif
 Coba infus dan transfusi setelah kondisi pasien stabil
 Realimentasi, mobilisasi dan rehabilitasi kondisi pasien sesegera mungkin

Pada kehamilan ektopik belum terganggu, kondisi hemodinamik stabil, massa < 4 cm dan tidak ada
perdarahan intraabdomen maka pertimbangkan pemberian MTX. Keberhasilan manajemen MTX dapat
mencapai 80%. Berikan 50 mg MTX dan lakukan observasi BhCG yang akan menurun tiap 3 hari. Setelah
1 minggu, lakukan USG ulang, bila besar kantong tetap dan pulsasi, atau B-hCG meningkat > 2 kali dalam
3 hari. Berikan penjelasan pada pasien tentang risiko/keberhasilan terapi konservatif dan segera lakukan
terapi aktif. Bila pasien tak mampu mengenali tanda bahaya, sebaiknya rawat inap untuk observasi.
Pada perdarahan hebat dan massif intraabdomen dimana pengganti belum cukup tersedia dan
golongan darah yang langka maka pertimbangkan tindakan transfuse autolog. Isap darah dengan semprit 20
ml, lakukan penyaringan dan kumpulkan dalam labu darah berisi antikoagulan, kemudian transfusi kembali
ke pasien.

PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT DAN PERSALINAN


Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan merupakan perdarahan dalam kehamilan yang
terjadi setelah usia gestasi diatas 22 mg. Masalah yang terjadi pada perdarahan kehamilan lanjut adalah
morbiditas dan mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu hingga
menjelang persalinan (sebelum bayi dilahirkan), perdarahan intrapartum dan prematuritas, morbiditas dan
mortaltas perinatal pada bayi yang akan dilahirkan.

Penatalaksanaan umum
a. Siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat karena perdarahan anterpartum
merupakan komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu
b. Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilitasi,
merujuk dan menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan jenjang
kemampuan yang ada
c. Setiap kasus perdarahan anterpartum memerlukan rawat-inap dan penatalaksanaan
segera
d. Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi
defisit dan tingkat gawatdarurat yang terjadi
e. Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat
mempengaruhi hasil penatalaksanaan perdarahan antepartum
f. Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan
mengacu pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang
dikandung
g. Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan utama
PERDARAHAN PASCA KEHAMILAN
Pada pascapersalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan dan
jumlah perdarahan yang melebihi 500 ml. pada kenyataannya, sangat sulit untuk membuat determinasi
batasan pascapersalinan dan akurasi jumlah perdarahan murni yang terjadi. Berdasarkan temuan diatas
maka batasan operasional untuk periode pascapersalinan adalah periode waktu setelah bayi dilahirkan.
Sedangkan batasan jumlah perdarahan, hanya merupakan taksiran secara tidak langsung dimana disebutkan
sebagai perdarahan abnormal yang menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g%).

Masalah
a. Morbiditas dan mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan setelah bayi lahir
dan dalam 24 jam pertama persalinan
b. Perdarahan pascapersalinan lanjut (setelah 24 jam persalinan)
c. Hasil upaya pertolongan sangat tergantung dari kondisi awal ibu sebelum bersalin,
ketersediaan darah dan paokan medic yang dibutuhkan, tenaga terampil dan
handal serta jaminan fungsi peralatan bagi tindakan gawat darurat

Penatalaksanaan umum
a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan Perdarahan Pascapersalinan)
c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pascapersalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang
rawat gabung). Perhatikan pelaksanaan asuhan mandiri.
d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawatdarurat
e. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
f. Atasi Syok (lihat Penatalaksanaan Syok)
g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infuse 20 IU dalam 500 cc NS/RL
dengan 40 tetesan per menit)
h. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir
i. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah (lihat Solusio Plasenta)
j. Pasang kateter menetap dan pantau masuk-keluar cairan
k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik

Faktor risiko perdarahan pasca persalinan dapat dibagi dalam faktor risiko antenatal dan faktor risiko intra
partum. Faktor risiko saat antenatal terdiri dari:
a. Usia : usia ≥ 35 th berisiko mengalami perdarahan pasca persalinan 1,5 kali pada
persalinan pervaginam, dan 1,9 kali mengalami perdarahan pascapersalinan pada
persalinan dengan SC
b. BMI : nilai BMI > 30 berisiko 1,5 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
c. Paritas : Primigravida berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
d. Post Date : kehamilan lewat waktu berisiko 1,37 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
e. Makrosomi : bayi makrosomi berisiko 2,01 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
f. Multipel : kehamilan multiple (kembar) berisiko 4,46 kali mengalami perdarahan
pasca persalinan
g. Fibroid: fibroid dalam kehamilan berisiko 1,9 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan jika persalinan pervaginam dan 3,6 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan jika persalinan secara SC
h. APB : terjadinya solutio placenta berisiko 12,6 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
i. Riwayat HPP : riwayat perdarahan pasca persalinan pada persalinan sebelumnya
memberikan risiko 2,2 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
j. Riwayat SC : riwayat SC pada persalinan terdahulu berisiko 3,1 kali mengalami
perdarahan pasca persalinan

Sedangkan faktor risiko intrapartum terdiri dari:


a. Persalinan dengan Induksi berisiko 1,5 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
b. Partus lama :
 Kala I berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
 Kala II berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
 Kala III berisiko 2,61 kali s/d 4,90 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
c. Epidural analgesia berisiko 1,3 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
d. Vaginal Instrumentasi atau pertolongan persalinan menggunakan alat baik vacum
ekstraksi maupun forcep ekstraksi berisiko 1,66 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
e. Episiotomi berisiko 2,18 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
f. Chorio-amnionitis berisiko 1,3 kali mengalami perdarahan pasca persalinan pada
persalinan pervaginam dan 2,69 kali pada persalinan secara SC

Prevensi
Untuk mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan kenalilah faktor risiko baik faktor risiko antenatal
maupun intrapartum, lakukan penatalaksanaan persalinan yang baik, penanganan manajemen aktif kala III
dan persiapan penanganan kondisi darurat
SEPSIS PUERPERIUM
Sepsis berhubungan dengan 45 kematian ibu, memberikan kontribusi 10% penyebab langsung obstetri dan
8% dari semua kematian ibu. MMR karena sepsis adalah 7/100.000. Sebagian besar ibu dengan sepsis
(93%) diperiksa oleh tenaga kesehatan sebelum meninggal.

Pelayanan di bawah standar yang diberikan oleh dokter spesialis obstetri merupakan hal penting yang bisa
dihindari dan memberikan kontribusi 38% dari kematian karena sepsis. Pelayanan di bawah standar yang
diberikan oleh paraji juga memainkan peran penting dalam menyebabkan kematian karena sepsis genitalia.
Beberapa paraji melakukan sejumlah pemeriksaan dalam yang berlebihan dan mungkin berupaya membuat
pembukaan serviks dengan jarinya.

Sepsis puerperium didefinisikan sebagai infeksi saluran genital yang terjadi setelah pecah ketuban atau
mulas persalinan hingga 42 hari setelah persalinan atau aborsi. Selain demam, salah satu dari gejala berikut
ini mungkin terjadi :
a. Nyeri panggul dan ngilu
b. Cairan per vaginam yang abnormal
c. Cairan berbau tidak normal atau busuk
d. Terhambatnya involusi uterus
Demam didefinisikan sebagai suhu oral > 380C yang diukur pada dua waktu di luar 24 jam pasca

persalinan, atau suhu > 38,50C pada saat apapun.

Masalah
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi bervariasi
sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya koagulasi intravaskular diseminata.

Faktor Risiko
Pada masa Antenatal, anemia, uremia, hiperglikemia tidak terkendali, perawatan dengan obat yang
mengakibatkan imunosupresi dan/atau imunokompromi, infeksi genital sebelum mulas persalinan dimulai.
Pada masa Intranatal, berisiko terjadinya sepsis apabila:
a. Penatalaksanaan persalinan atau kelahiran yang tidak higinies
b. Ketuban pecah dini
c. Pemeriksaan dalam berulang kali
d. Persalinan dengan operasi
e. Pengeluaran plasenta secara manual
f. Robekan pada vagina
Ringkasan

Kegawat daruratan maternal dapat terjadi setiap saat selama proses kehamilan, persalinan merupakan
masa nifas. Dengan pemeriksaan antenatal secara teratur dapat mendeteksi kondisi kondisi yang berisiko
terhadap terjadinya kegawatdaruratan. Upaya anamnesa, mengenal faktor risiko, pemeriksaan tekanan
darah, USG dan Biomarker penting mendeteksi dini Preeklampsia. Semakin banyak merode skrining yang
dipakai (kombinasi), maka detection ratenya semakin tinggi. Demikian juga pada kasus perdarahan pada
kehamilan muda, tua, pasca persalinan dan infeksi akut obstetri, anamnesis lengkap disertai pengenalan
faktor risiko dapat memprediksikan terjadinya kondisi gawat darurat secara dini, untuk mencegah
terjadinya keterlambatan penanganan.
Deteksi Kegawatdaruratan Neonatal

Dalam Topik 3 ini, Anda akan mempelajari tentang Deteksi Kegawatdaruratan neonatal yang
meliputi faktor-faktor yang menyebabkan kegawatdaruratan neonates, kondisi-kondisi yang menyebabkan
kegawatdaruratan neonates, deteksi kegawatdaruratan bayi baru lahir, serta deteksi kegawatdaruratan bayi
muda.
Setelah menyelesaikan materi ini, Anda diharapkan mampu untuk melakukan deteksi
kegawatdaruratan neonatal dengan tepat. Secara khusus, Anda diharapkan akan mampu untuk:
1. Menjelaskan faktor faktor yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus dengan
tepat
2. Menjelaskan kondisi – kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus
dengan tepat
3. Melakukan deteksi kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan tepat
4. Melakukan deteksi kegawatdaruratan bayi muda dengan tepat

Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa berupa
kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun dengan bantuan alat-alat medis modern sekalipun,
karena sering kali memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak
sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan standard,
dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki
latar belakang pendidikan sebagai profesional dan ahli.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan
pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling
besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang
terpenting adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan
penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah kegawatdaruratan
terhadap neonatus.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen
yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam
mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul
sewaktu-waktu.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
Beberapa faktor berikut dapat menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus. Faktor tersebut antara
lain, faktor kehamilan yaitu kehamilan kurang bulan, kehamilan dengan penyakit DM, kehamilan dengan
gawat janin, kehamilan dengan penyakit kronis ibu, kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat dan
infertilitas. Faktor lain adalah faktor pada saat persalinan yaitu persalinan dengan infeksi intrapartum dan
persalinan dengan penggunaan obat sedative. Sedangkan faktor bayi yang menyebabkan kegawatdaruratan
neonatus adalah Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan, berat lahir lebih dari 4000 gr, cacat
bawaan, dan frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit.

Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus


Terdapat banyak kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus yaitu hipotermi,
hipertermia, hiperglikemia, tetanus neonatorum, penyakit penyakit pada ibu hamil dan syndrom gawat
nafas pada neonatus. Untuk lebih jelasnya, silahkan anda pelajari penjelasan berikut ini.

1. Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <36 0C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading

termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik
asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan
meningkatkan intake kalori. Etiologi dan faktor predisposisi dari hipotermia antara lain: prematuritas,
asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak
adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin. Penanganan hipotermia ditujukan
pada:
1) Mencegah hipotermia
2) Mengenal bayi dengan hipotermia
3) Mengenal resiko hipotermia
4) Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia :

a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - < 360C), tanda-tandanya antara lain: kaki
teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna
tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C), tanda-tandanya antara lain: sama dengan
hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi
jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosis metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain: muka, ujung kaki dan
tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah
dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema).

2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi
ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu
tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk
mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut
hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas
berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu
tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negatif obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia
karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena
beberapa jenis anestesi umum.

Tanda dan gejala:


Panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk
meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit
kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang
berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah
dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan
kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama
anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, berbagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan
koma.

3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma
darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia
biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan
/atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan/atau resistensi insulin tubuh disebabkan
karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya membuat sulit atau tidak
mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain: polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering
buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut
kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kusmaul hiperventilasi, arhythmia,
pingsan, dan koma.
4. Tetanus neonatorum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan
karena basil klostridium tetani. Tanda-tanda klinis antara lain: bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum,
mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang
disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus. Penatalaksanaan yang dapat diberikan:
a. Bersihkan jalan napas
b. Longgarkan atau buka pakaian bayi
c. Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
e. Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang

5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil


Penyakit penyakit pada kehamilan Trimester I dan II, yaitu: anemia kehamilan, hiperemesis
gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa
(proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Penyakit penyakit pada kehamilan Trimester III, yaitu: kehamilan dengan hipertensi (hipertensi
essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat
implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), insertio
velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).

6. Sindrom Gawat Nafas Neonatus


Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di
daerah epigastrium, dan interkostal pada saat inspirasi.
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ- organ vital
lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat
(Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi
kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada
kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4-6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk
menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas
merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh bidan yang kompeten. Bidan harus dapat membuat
keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi
kebutuhan pasien kritis.
Kegawatdaruratan pada neonatus dapat terjadi kapan saja, baik saat bayi dilahirkan, maupun dalam
periode neonatus. Deteksi terjadinya kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dilakukan dengan melihat
faktor resiko sebagaimana telah dijelaskan diatas, serta
melakukan penilaian apakah air ketuban bersih tidak bercampur meconium, dan apakah bayi menangis atau
bernafas spontan dan teratur? Untuk lebih jelasnya silahkan anda perhatikan bagan berikut.

Dari hasil penilaian, anda dapat menentukan penatalaksanaan bayi tersebut apakah termasuk bayi
baru lahir normal, bayi dengan asfiksia atau bayi dengan ketuban bercampur meconium. Yang termasuk
dalam kegawatdaruratan adalah apabila bayi termasuk dalam klasifikasi B dan C.

Deteksi Kegawatdaruratan bayi muda


Upaya deteksi kegawatdaruratan untuk bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan, penilaian dan
klasifikasi dapat dilakukan menggunakan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).

Konsep dasar MTBM


Dalam perkembangannya mencakup Manajemen Terpadu Bayi Muda umur kurang dari 2 bulan baik
dalam keadaan sehat maupun sakit. Umur 2 tahun tidak termasuk pada Bayi Muda tapi ke dalam kelompok
2 bulan sampai 5 tahun. Bayi Muda mudah sekali menjadi sakit, cepat menjadi berat dan serius bahkan
meninggal terutama pada satu minggu pertama kehidupan bayi. Penyakit yang terjadi pada 1 minggu
pertama kehidupan bayi hampir selalu terkait dengan masa kehamilan dan persalinan. Keadaan tersebut
merupakan karakteristik
khusus yang harus dipertimbangkan pada saat membuat klasifikasi penyakit. Pada bayi yang lebih tua pola
penyakitnya sudah merupakan campuran dengan pola penyakit pada anak.Sebagian besar ibu mempunyai
kebiasaan untuk tidak membawa Bayi Muda ke fasilitas kesehatan. Guna mengantisipasi kondisi tersebut
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) memberikan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir melalui
kunjungan rumah oleh petugas kesehatan.
Melalui kegiatan ini bayi baru lahir dapat dipantau kesehatannya dan dideteksi dini. Jika ditemukan
masalah petugas kesehatan dapat menasehati dan mengajari ibu untuk melakukan Asuhan Dasar Bayi Muda
di rumah, bila perlu merujuk bayi segera. Proses penanganan Bayi Muda tidak jauh berbeda dengan
menangani balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Proses manajemen kasus disajikan dalam bagan yang memperlihatkan urutan langkah- langkah dan
penjelasan cara pelaksanaannya :
1. Penilaian dan klasifikasi
Penilaian berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik. Klasifikasi
berarti membuat keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat
keparahannya dan merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan bukan sebagai diagnosis
spesifik penyakit
2. Tindakan dan Pengobatan
Tindakan dan pengobatan berarti menentukan tindakan dan memberi pengobatan difasilitas
kesehatan sesuai dengan setiap klasifikasi
3. Konseling bagi ibu
Konseling juga merupakan menasehati ibu yang mencakup bertanya, mendengar jawaban ibu,
memuji, memberi nasehat relevan, membantu memecahkan masalah dan mengecek pemahaman.
4. Pelayanan Tindak lanjut
Pelayanan tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk
kunjungan ulang.

Dalam pendekatan MTBS tersedia “Formulir Pencatatan” untuk Bayi Muda dan untuk kelompok umur 2
bulan sampai 5 tahun. Kedua formulir pencatatan ini mempunyai cara pengisian yang sama. Tindakan yang
dapat dilakukan adalah menanyakan kepada ibu mengenai masalah Bayi Muda. Tentukan pemeriksaan ini
merupakan kunjungan atau kontak pertama dengan Bayi Muda atau kunjungan ulang untuk masalah yang
sama. Jika merupakan kunjungan ulang akan diberikan pelayanan tindak lanjut yang akan dipelajari pada
materi tindak lanjut. Kunjungan Pertama lakukan pemeriksaan berikut :
1) Periksa Bayi Muda untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi
bakteri. Selanjutnya dibuatkan klasifikasi berdasarkan tanda dan gejalanya
yang ditemukan
2) Menanyakan pada ibu apakah bayinya diare, jika diare periksa tanda dan
gejalanya yang terkait. klasifikasikan bayi muda untuk dehidrasi nya dan
klasifikasikan juga untuk diare persisten dan kemungkinan disentri.
3) periksa semua bayi muda untuk ikterus dan klasifikasikan berdasarkan
gejala yang ada
4) periksa bayi untuk kemungkinan berat badan rendah dan atau masalah
pemberian asi. selanjutnya klasifikasikan bayi muda berdasarkan tanda dan
gejala yang ditemukan
5) menanyakan kepada ibu apakah bayinya sudah di imunisasi? tentukan
status imunisasi bayi muda
6) menanyakan status pemberian vit. K1
7) menanyakan kepada ibu masalah lain seperti kelainan kongenital, trauma
lahir, perdarahan tali pusat dan sebagainya.
8) menanyakan kepada ibu keluhan atau masalah yang terkait dengan
kesehatan bayinya.
9) jika bayi muda membutuhkan rujukan segera lanjutkan pemeriksaan secara
cepat. tidak perlu melakukan penilaian pemberian ASI karena akan
memperlambat rujukan.

Penilaian dan Klasifikasi Bayi Muda Umur Kurang 2 Bulan :

A. KEMUNGKINAN PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU INFEKSI BAKTERI

Infeksi pada Bayi Muda dapat terjadi secara sistemik atau lokal. Infeksi sistemik gejalanya tidak
terlalu khas, umumnya menggambarkan gangguan fungsi organ seperti: gangguan kesadaran sampai
kejang, gangguan napas, bayi malas minum, tidak bisa minum atau muntah, diare, demam atau
hipotermi. Pada infeksi lokal biasanya bagian yang terinfeksi teraba panas, bengkak, merah. Infeksi
lokal yang sering terjadi pada Bayi Muda adalah infeksi pada tali pusat, kulit, mata dan telinga.
Memeriksa gejala kejang dapat dilakukan dengan cara (TANYA, LIHAT, RABA).
1. Kejang
Kejang merupakan gejala kelainan susunan saraf pusat dan merupakan kegawat daruratan. Kejang
pada Bayi Muda umur ≤2 hari berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir, dan kelainan bawaan dan
jika lebih dari 2 hari dikaitkan dengan tetanus neonatorium.
a. Tanya : adakah riwayat kejang? Tanyakan ke ibu dan gunakan bahasa atau istilah
lokal yang mudah dimengerti ibu.
b. Lihat : apakah bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun? Tremor atau
gemetar adalah gerakan halus yang konstan, tremor disertai kesadaran menurun
menunjukkan kejang. Kesadaran menurun dapat dinilai dengan melihat respon
bayi pada saat baju bayi dibuka akan terbangun.
c. Lihat : apakah ada gerakan yang tidak terkendali? Dapat berupa gerakan berulang
pada mulut, gerakan bola mata cepat, gerakan tangan dan kaki berulang pada satu
sisi.
d. Lihat : apakah mulut bayi mencucu?
e. Lihat dan raba : apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan atau tanpa rangsangan.
Mulut mencucu seperti mulut ikan merupakan tanda yang cukup khas pada tetanus
neonatorum
f. Dengar : apakah bayi menangis melengking tiba-tiba? Biasanya menunjukkan ada
proses tekanan intra kranial atau kerusakan susunan saraf pusat lainnya.

2. Bayi tidak bisa minum dan memuntahkannya


Bayi menunjukkan tanda tidak bisa minum atau menyusu jika bayi terlalu lemah untuk minum atau
tidak bisa mengisap dan menelan. Bayi mempunyai tanda memuntahkan semua jika bayi sama sekali
tidak dapat menelan apapun.

3. Gangguan Napas
Pola napas Bayi Muda tidak teratur (normal 30-59 kali/menit) jika <30 kali/menit atau
≥ 60 kali/menit menunjukkan ada gangguan napas, biasanya disertai dengan tanda atau gejala bayi
biru (sianosis), tarikan dinding dada yang sangat kuat (dalam sangat kuat mudah terlihat dan
menetap), pernapasan cuping hidung serta terdengar suara merintih (napas pendek menandakan
kesulitan bernapas).

4. Hipotermia
Suhu normal 36,5-37,5 C jika suhu < 35,5C disebut hipotermi berat yang mengidentikasikan infeksi
berat sehingga harus segera dirujuk, suhu 35,5-36,0 derajat Celcius disebut hipotermi sedang dan
suhu ≥ 37,5 disebut demam. Mengukur suhu menggunakan termometer pada aksiler selama 5 menit
tidak dianjurkan secara rektal karena dapat mengakibatkan perlukaan rektal.

5. Infeksi Bakteri Lokal


Infeksi bakteri lokal yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit, mata dan pusar. Pada kulit apakah
ada tanda gejala bercak merah, benjolan berisi nanah dikulit. Pada mata terlihat bernanah, berat
ringannya dilihat dari produksi nanah dan mata bengkak. Pusar kemerahan atau bernanah
(kemerahan meluas ke kulit daerah perut berbau, bernanah) berarti bayi mengalami infeksi berat.

Cara Mengklasifikasi Kemungkinan Panyakit Sangat Berat Atau Infeksi Bakteri


Untuk mengklasifikasikan kemungkinan penyakit berdasar hasil pemeriksaan anda, silahkan anda
perhatikan Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Cara Mengklasifikasi Kemungkinan Panyakit Sangat Berat Atau Infeksi Bakteri
Tanda atau Gejala Klasifikas
i
 Tidak mau minum atau memuntahkan
semua atau
 Riwayat kejang atau
Tanda atau Gejala Klasifikas
i
 Bergerak hanya jika distimulasi atau Penyakit Sangat Berat atau Infeksi
 Napas cepat atau Bakteri Berat
 Napas lambat atau
 Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat
atau Merintih atau
 Demam (≥ 37,5C) atau
 Hipotermi ( <35,5C) atau
 Nanah yang banyak di mata atau
 Pusar kemerahan meluas sampai dinding
perut
 Pustul kulit atau Infeksi Bakteri Lokal
 Mata bernanah atau
 Pusat kemerahan atau bernanah
 Tidak terdapat salah satu tanda diatas mungkin bukan infeksi

B. MENILAI DIARE

Ibu mudah mengenal diare karena perubahan bentuk tinja yang tidak seperti biasanya dan frekuensi
beraknya lebih sering dibandingkan biasanya. Biasanya bayi dehidrasi rewel dan gelisah dan jika berlanjut
bayi menjadi letargis atau tidak sadar, karena bayi kehilangan cairan matanya menjadi cekung dan jika
dicubit kulit akan kembali dengan lambat atau sangat lambat. Cubit kulit perut dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk lihat apakah kulit itu kembali lagi dengan sangat lambat (lebih dari 2 detik), lambat atau
segera.

Tabel 2. Klasifikasi Diare

Tanda dan Gejala Klasifikas


i
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut : Diare dehidrasi berat
 Letargis atau tidak sadar
 Mata Cekung
 Cubitan kulit perut kembalinya sangat
lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut : Diare dehidrasi ringan /sedang
 Gelisah atau rewel
 Mata Cekung
 Cubitan kulit perut kembali lambat
Tidak cukup tanda dehidrasi berat atau Diare tanpa dehidrasi
ringan/sedang
C. IKTERUS

Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau selaput mata menjadi kekuningan sebagian besar
(80%) akibat penumpukan bilirubin (hasil pemecahan sel darah merah) sebagian lagi karena ketidak
cocokan gol.darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh pembentukan yang
berlebihan atau ada gangguan pengeluaran. Ikterus dapat berupa fisiologik dan patologik (hiperbilirubin
mengakibatkan gangguan saraf pusat). Sangat penting mengetahui kapan ikterus timbul, kapan menghilang
dan bagian tubuh mana yang kuning. Timbul setelah 24 jam dan menghilang sebelum 14 hari tidak
memerlukan tindakan khusus hanya pemberian ASI. Ikterus muncul setelah 14 hari berhubungan dengan
infeksi hati atau sumbatan aliran bilirubin pada empedu. Lihat tinja pucat seperti dempul menandakan
adanya sumbatan aliran bilirubin pada sistem empedu. Untuk menilai derajat kekuningan digunakan
metode KRAMER.

Jika hasil pemeriksaan anda pada bayi A, usia 8 hari menunjukkan kuning terlihat pada daerah kepala,
leher, berapakah derajat ikterus yang dialami oleh bayi A.

a. Kramer I : kuning pada daerah kepala dan leher


b. Kramer 2 : kuning sampai dengan badan bagian atas (dari pusar ke atas)
c. Kramer 3 : kuning sampai badan bagian bawah hingga lutut atau siku
d. Kramer 4 : kuning sampai pergelangan tangan dan kaki
e. Kramer 5: kuning sampai daerah tangan dan kaki
Tabel 3. Klasifikasi Ikterus

Tanda dan Gejala Klasifikas


i
 Timbul kuning pada hari pertama (< 24 jam)
atau Ikterus berat
 Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari
atau
 Kuning sampai telapak tangan/telapak kaki
atau
 Tinja berwarna pucat
 Timbul kuning pada umur ≥ 24 jam sampai ≤ 14 Ikterus
hari dan tidak sampai telapak tangan/kaki
 Tidak kuning Tidak ada ikterus

D. KEMUNGKINAN BERAT BADAN RENDAH DAN ATAU MASALAH PEMBERIAN ASI

Pemberian ASI merupakan hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan pada bayi 6 bulan
pertama kehidupannya, jika ada masalah pemberian ASI maka bayi dapat kekurangan gizi dan mudah
terkena penyakit.
Tanyakan : apakah IMD dilakukan, apakah ada kesulitan menyusui, apakah bayi diberi ASI dan berapa kali
dalam 24 jam, apakah bayi diberi selain ASI.
Lihat : apakah ada bercak putih dimulut, adakah celah bibir /dilangit-langit

Timbang dan menentukan BB menurut umur dipakai standar WHO 2005 yang berbeda untuk laki-laki dan
perempuan. Bayi muda dengan berat badan rendah yang memiliki BB menurut umur < -3 SD (dibawah
garis merah), antara -2 SD dan -3 SD (BB pada pita kuning), >-2 SD (tidak ada masalah BB rendah).

Penilaian Cara pemberian ASI (jika ada kesulitan pemberian ASI/ diberi ASI kurang dari 8 jam dalam 24
jam, diberi selain ASI, BB rendah menurut umur) :
a. Apakah bayi diberi ASI dalam 1 jam terakhir jika tidak sarankan ibu untuk menyusui,
jika iya menunggu bayi mau menyusu lagi, amati pemberian ASI.
b. Lihat bayi menyusu dengan baik (posisi bayi benar, melekat dengan baik, mengisap
dengan efektif)

Table 4. Klasifikasi Kemungkinan Berat Badan Rendah dan atau Masalah Pemberian ASI

Tanda dan Gejala Klasifikas


i
 Ada kesulitan pemberian ASI
 Berat badan menurut umur rendah
 ASI kurang dari 8 kali perhari Berat badan rendah menurut
 Mendapat makanan/minuman lain selain ASI umur dan masalah
 Posisi bayi salah pemberian ASI
 Tidak melekat dengan baik
 Tidak mengisap dengan efektif
 Terdapat luka bercak putih
 Terdapat celah bibir /langit-langit

Tidak terdapat tanda/gejala diatas Berat badan tidak rendah


menurut umur dan tidak ada
masalah pemberian asi
E. MEMERIKSA STATUS /PENYUNTIKAN VITAMIN K1

Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna maka semua bayi yang
berisiko untuk mengalami perdarahan (HDN= haemorrhagic Disease of the Newborn). Perdarahan bisa
ringan atau berat berupa perdarahan pada kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun perdarahan intrakranial
dan untuk mencegah diatas maka semua bayi diberikan suntikan vit K1 setelah proses IMD dan sebelum
pemberian imunisasi Hb 0.

F. MEMERIKSA STATUS IMUNISASI

Penularan Hepatitis pada bayi dapat terjadi secara vertikal (ibu ke bayi pada saat persalinan) dan
horizontal (penularan orang lain). Dan untuk mencegah terjadi infeksi vertikal bayi harus diimunisasi HB
sedini mungkin. Imunisasi HB 0 diberikan (0-7 hari) di paha kanan selain itu bayi juga harus mendapatkan
imunisasi BCG di lengan kiri dan polio diberikan 2 tetes oral yang dijadwalnya disesuaikan dengan tempat
lahir.

G. MEMERIKSA MASALAH/KELUHAN LAIN

1. Memeriksa kelainan bawaan/kongenital


Adalah kelainan pada bayi baru lahir bukan akibat trauma lahir dan untuk mengenali jenis
kelainan lakukan pemeriksaan fisik (anensefalus, hidrosefalus, meningomielokel dll)
2. Memeriksa kemungkinan Trauma lahir
Merupakan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi pada proses persalinan (kaput
suksedanium, sefal hematome dll)
3. Memeriksa Perdarahan Tali pusat
Perdarahan terjadi karena ikatan tali pusat longgar setelah beberapa hari dan bila tidak
ditangani dapat syok

H. MEMERIKSA MASALAH IBU

Pentingnya menanyakan masalah ibu adalah memanfaatkan kesempatan waktu kontak dengan Bayi
Muda untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu. Masalah yang mungkin berpengaruh kepada
kesehatan bayi.
a. Bagaimana keadaan ibu dan apakah ada keluhan (misalkan : demam, sakit kepala,
pusing, depresi)
b. Apakah ada masalah tentang (pola makan-minum, waktu istirahat, kebiasaan BAK
dan BAB)
c. Apakah lokea berbau, warna dan nyeri perineum
d. Apakah ASI lancar
e. Apakah ada kesulitan merawat bayi
f. Apakah ibu minum tablet besi, vit A dan menggunakan alat kontrasepsi

TINDAKAN DAN PENGOBATAN


Bayi muda yang termasuk klasifikasi merah memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan yang
lebih baik dan sebelum merujuk lakukan pengobatan pra rujukan dan minta Informed Consent. Klasifikasi
kuning dan hijau tidak memerlukan rujukan.

PRA RUJUKAN.
Klasifikasi berat (warna MERAH MUDA) memerlukan rujukan segera, tetap lakukan pemeriksaan dan
lakukan penanganan segera sehingga rujukan tidak terlambat
 Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
 Ikterus berat
 Diare dehidrasi berat

Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya stabilisasi terlebih dahulu untuk
meningkatkan keberhasilan rujukan. Beberapa tindakan tersebut dalam anda lakukan sebelum anda
melakukan rujukan.
a. Kejang
1) Bebaskan jalan nafas dan memberi oksigen
2) Menangani kejang dengan obat anti kejang (pilihan 1 fenobarbital 30 mg = 0,6 ml
IM, pilihan 2 diazepam 0.25 ml dengan berat <2500 gr dan 0,5 ml dengan berat ≥
2500 gr per rektal)
3) Jangan memberi minum pada saat kejang akan terjadi aspirasi
4) Menghangatkan tubuh bayi (metode kangguru selama perjalanan ke tempat
rujukan
5) Jika curiga Tetanus Neonatorum beri obat Diazepam bukan Fenobarbital
6) Beri dosis pertama antibiotika PP
b. Gangguan Nafas pada penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
1) Posisikan kepala bayi setengah mengadah jika perlu bahu diganjal dengan
gulungan kain
2) Bersihkan jalan nafas dan beri oksigen 2 l per menit
3) Jika apnoe lakukan resusitasi
c. Hipotermi
1) Menghangatkan tubuh bayi
2) Cegah penurunan gula darah (berikan ASI bila bayi masih bisa menyusu dan beri
ASI perah atau air gula menggunakan pipet bila bayi tidak bisa menyusu) dapat
menyebabkan kerusakan otak
3) Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan rujukan
4) Rujuk segera
d. Ikterus
1) Cegah turunnya gula darah
2) Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat
3) Rujuk segera
e. Gangguan saluran cerna
1) Jangan berikan makanan/minuman apapun peroral
2) Cegah turunnya gula darah dengan infus
3) Jaga kehangatan bayi
4) Rujuk segera
f. Diare
1) Rehidrasi (RL atau NaCl 100 ml/kg BB)
 ml/kg BB selama 1 jam
 ml/ kg BB selama 5 jam
 Jika memungkinkan beri oralit 5 ml/kg BB/jam
2) Rehidrasi melalui pipa nasogastrik 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam (120 ml/kg BB)
3) Sesudah 6 jam periksa kembali derajat dehidrasi
g. Berat tubuh rendah dan atau gangguan pemberian ASI
1) Cegah penurunan gula darah dengan pemberian infus
2) Jaga kehangatan bayi
3) Rujuk segera

Kondisi yang Tidak Memerlukan Rujukan


Hasil penilaian klasifikasi yang berwarna KUNING DAN HIJAU tidak memerlukan rujukan.
Kondisi tersebut antara lain Infeksi bakteri lokal, Mungkin bukan infeksi, Diare dehidrasi ringan/sedang,
diare tanpa dehidrasi, ikterus, berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI, Berat
badan tidak rendah dan tidak ada masalah pemberian ASI. Beberapa tindakan /pengobatan pada Bayi Muda
yang tidak memerlukan rujukan adalah menghangatkan tubuh bayi segera, mencegah gula darah tidak
turun, memberi antibiotik per oral yang sesuai, mengobati infeksi bakteri lokal, melakukan rehidrasi oral
baik diklinik maupun dirumah, mengobati luka atau bercak putih di mulut, melakukan asuhan dasar Bayi
Muda (mencegah infeksi, menjaga bayi tetap hangat, memberi ASI sesering mungkin, imunisasi).

Anda mungkin juga menyukai