Salah satu materi yang harus dikuasai untuk dapat memberikan asuhan kebidanan pada
ibu bersalin adalah peserta didik menguasai materi faktor Passage/panggul dan Power/kekuatan
ibu dapat mempengaruhi proses persalinan. Sehingga dengan memahami materi ini peserta
didik mempunyai landasan yang kuat dalam memberikan Asuhan Kebidanan Persalinan dan
Bayi Baru Lahir. Untuk memahami Faktor Panggul Ibu/Passage yang dapat mempengaruhi
proses persalinan, mahasiswa diharapkan membaca dengan penuh konsentrasi materi berikut
ini.
A. PASSAGE (PANGGUL IBU)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi menjadi dua yaitu bagian keras adalah tulang tulang
panggul (rangka panggul) dan bagian lunak adalah otot-otot, jaringan- jaringan dan ligament-
ligament.
1. Jalan Lahir Keras (panggul)
Panggul dibentuk oleh empat buah tulang yaitu: dua tulang pangkal paha (os coxae) terdiri
dari os illium, os ischium dan os pubis, 1 tulang kelangkang (os sacrum), dan 1 tulang
tungging (os cocygis) .
a. Os ilium/tulang usus
Ukurannya terbesar dibanding tulang lainnya. sebagai batas dinding atas dan
belakang panggul/pelvis. Pinggir atas os ilium yang tumpul dan menebal disebut crista
iliaka. Bagian terdepan Crista iliaka spina iliaka anterior posterior (SIAS) dan beberapa
sentimeter dibawahnya menonjol spina iliaka anterior inferior (SIAI). Bagian paling
belakang dari crista iliaka anterior os ischium terletak di bawah os ilium, pada bagian
posterior superior (SIPI).
Lengkungan di bawah SIPI dinamakan incisura ischiadika mayor. Pada sisi dalam
os ilium merupakan batas antara panggul mayor dan panggul minor dinamakan incisura
ischiadika mayor. Pada sisi dalam os ilium merupakan batas antara panggul mayor dan
panggul minor dinamakan linia innominata/linia terminalis.
b. Os Ischium/tulang duduk
Posisi os ischium di bawah os ilium, pada bagian belakang terdapat cuat duri
dinamakan spina ischiadika. Lengkung dibawah spina ischiadika dinamakan incisura
ischiadika minor, pada bagian bawah menebal, sebagai penopang tubuh saat duduk
dinamakan tuber ischiadikum.
c. Os Pubis/tulang kemaluan
Membentuk suatu lubang dengan os ischium yaitu foramen obturatorium, fungsi di
dalam persalinan belum diketahui secara pasti. Di atas foramen obturatorium dibatasi
oleh sebuah tangkai dari os pubis yang menghubungkan dengan os ischium disebut ramus
superior osis pubis. Pada ramus superior osis pubis kanan dan kiri terdapat tulang yang
bersisir, dinamakan pectin ossis pubis. Kedua ramus inferior ossis pubis membentuk
sudut yang disebut arkus pubis. Pada panggul wanita normal sudutnya tidak kurang dari
90o. Pada bagian atas os pubis terdapat tonjolan yang dinamakan tuberkulum pubic.
d. Os Sacrum/tulang kelangkang
Bentuknya segitiga, dengan dasar segitiga di atas dan puncak segitiga pada ujung
di bawah: terdiri lima ruas yang bersatu, terletak diantara os coxae dan merupakan
dinding belakang panggul. Permukaan belakang pada bagian tengah terdapat cuat duri
dinamakan crista skralia. Permukaan depan membentuk cekungan disebut arcus sakralia
yang melebar luas panggul kecil/pelvis minor. Dengan lumbal ke – 5 terdapat artikulasio
lumbo cakralis. Bagian depan paling atas dari tulang sacrum dinamakan promontorium,
dimana bagian ini bila dapat teraba pada waktu periksa dalam, berarti ada kesempitan
panggul.
e. Os Cocsygis/tulang ekor
Dibentuk oleh 3 – 5 ruas tulang yang saling berhubungan dan berpadu dengan
bentuk segitiga. Pada kehamilan tahap akhir koksigeum dapat bergerak (kecuali jika
struktur tersebut patah). Perhubungan tulang-tulang panggul: di depan panggul terdapat
hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri disebut simpisis pubis. Di belaka terdapat
artikulasio artikulasio sakro-iliaka yang menhubungkan os sacrum dan os ilium. Di
bagian bawah panggul terdapat artikulasio sakro koksigea yang menghubungkan os
sacrum dengan os koksigis.
Tulang panggul dipisahkan oleh pintu atas panggul menjadi dua bagian:
1) Panggul palsu/false pelvis (pelvis mayor), yaitu bagian pintu atas panggul dan tidak
berkaitan dengan persalinan.
2) Pintu Atas Panggul (PAP): bagian anterior pintu atas panggul, yaitu batas atas panggul
sejati dibentuk oleh tepi atas tulang pubis. Bagian lateral dibentuk oleh linea
iliopektenia, yaitu sepanjang tulang inominata. Bagian posteriornya dibentuk oleh
bagian anterior tepi atas sacrum dan promontorium sacrum.
3) Panggul sejati/ true pelvis (pelvis minor) Bentuk pelvis menyerupai saluran yang
menyerupai sumbu melengkung ke depan. Pelvis minor terdiri atas: pintu atas panggul
(PAP) disebut pelvic inlet. Bidang tengah panggul terdiri dari bidang luas dan bidang
sempit panggul.
4) Rongga panggul Merupakan saluran lengkung yang memiliki dinding anterior
(depan) pendek dan dinding posterior jauh lebih cembung dan panjang. Rongga
panggul melekat pada bagian posterior simpisis pubis, ischium, sebagian ilium,
sacrum dan koksigeum.
5) Pintu Bawah Panggul Yaitu batas bawah panggul sejati. Struktur ini berbentuk
lonjong agak menyerupai intan, di bagian anterior dibatasi oleh lengkung pubis,
dibagian lateral oleh tuberosisitas iskium, dan bagian posterior (belakang) oleh ujung
koksigeum.
f. Bidang Hodge
Bidang Hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan
persalinan yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui pemeriksaan dalam/vagina
toucher (VT). Adapun bidang hodge sebagai berikut: 1) Hodge I: Bidang yang setinggi
Pintu Atas Panggul (PAP) yang dibentuk oleh promontorium, artikulasio sakro iliaca,
sayap sacrum, linia inominata, ramus superior os pubis, dan tepi atas symfisis pubis. 2)
Hodge II: Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis berhimpit dengan PAP (Hodge
I). 3) Hodge III: Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan PAP (Hodge I) 4)
Hodge IV: Bidang setinggi ujung os coccygis berhimpit dengan PAP (Hodge I).
g. Ukuran-Ukuran Panggul
1) Panggul luar
a) Distansia spinarum: diameter antara dua spina iliaka anterior superior kanan dan
kiri.: 24- 26 cm.
b) Distansia kristarum: diameter terbesar kedua crista iliaka kanan dan kiri: 28- 30cm.
c) Distansia boudeloque atau konjugata eksterna: diameter antara lumbal ke-5 dengan
tepi atas symfisis pubis 18-20 cm.
d) Ketiga distansia ini diukur dengan jangka panggul.
e) Lingkar panggul: jarak antara tepi atas symfisis pubis ke pertengahan antara
trokhanter dan spina iliaka anterior superior kemudian ke lumbal ke-5 kembali ke
sisi sebelahnya sampaai kembali ke tepi atas symfisis pubis. Diukur dengan metlin,
berukuran normal 80-90 cm.
2) Panggul dalam
a) Pintu atas panggul
(1) Konjugata vera atau diameter antero posterior (depan-belakang) yaitu diameter
antara promontorium dan tepi atas symfisis sebesar 11 cm. Cara pengukuran
dengan periksa dalam akan memperoleh konjugata diagonalis yaitu jarak dari tepi
bawah symfisis pubis ke promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm.
(2) Konjugata obstetrika adalah jarak antara promontorium dengan pertengahan
symfisis pubis.
(3) Diameter transversa (melintang), yaitu jarak terlebar antara ke dua linia inominata
sebesar 13 cm.
(4) Diameter oblik (miring): jarak antara artikulasio sakro iliaka dengan tuberkulum
pubikum sisi yang bersebelah sebesar 12 cm.
Diameter bidang pintu atas panggul tengah, pintu bawah dan sumbu jalan lahir
menentukan mungkin tidaknya persalinan pervaginam berlangsung dan bagaimana janin
dapat menuruni jalan lahir. Sudut sub pubis yang menunjukkan jenis lengkung pubis serta
panjang ramus pubis dan diameter intertuberositas, merupakan bagian terpenting. Karena
pada tahap awal janin harus melalui bagian bawah lengkung pubis maka sudut subpubis
yang sempit kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan lengkung yang bulat dan
lebar.
h. Jenis Panggul Dasar
Jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai berikut:
1) Ginekoid (tipe wanita klasik)
2) Android (mirip panggul pria)
3) Anthropoid (mirip panggul kera anthropoid)
4) Platipeloid (panggul pipih)
Terkadang dijumpai bentuk panggul kombinasi dari keempat bentuk klasik tersebut,
misalnya:
Jenis gineko-android
Jenis gineko-antropoid
Kombinasi lainnya ada 14 jenis
2. Bagian lunak panggul
a. Tersusun atas segmen bawah uterus, serviks uteri, vagina, muskulus dan ligamentum
yang menyelubungi dinding dalam dan bawah panggul:
1) Permukaan belakang panggul dihubungkan oleh jaringan ikat antara os sacrum dan
ilium dinamakan ligamentum sacroiliaca posterior, bagian depan dinamakan
ligamentum sacro iliaca anterior.
2) Ligamentum yang menghubungkan os sacro tuber os sacrum dan spina ischium
dinamakan ligamentum sacro spinosum.
3) Ligamentum antara os sacrum dan os tuber iskhiadikum dinamakan ligamentum sacro
tuberosum.
4) Pada bagian bawah sebagai dasar pangggul. Diafragma pelvis terdiri dari bagian otot
disebut muskulus levator ani.
5) Bagian membrane disebut diafragma urogenetal.
6) Muskulus levator ani menyelubungi rectum, terdiri atas muskulus pubo coccygeus,.
7) Musculus iliococcygeus dan muskulus ishio coccygeus.xs
8) Ditengah-tengah muskulus pubococcygea kanan dan kiri ada hiatus urogenetalis yang
merupakan celah berbentuk segitiga. Pada wanita sekat ini dibatasi sekat yang
menyelubungi pintu bawah panggul sebelah depan dan merupakan tempat keluarnya
urettra dan vagina.
9) Fungsi diafragma pelvis adalah untuk menjaga agar genetalia interna tetap pada
tempatnya. Bila muskulus ini menurun fungsinya, maka akan terjadi prolaps atau
turunnya alat genetalia interna.
1. Kontraksi Uterus
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot
otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen.
a. Pengkajian his
1) Frekuensi: jumlah his dalam waktu tertentu
2) Durasi : lamanya kontraksi berlangsung dalam satu kontraksi
3) Intensitas: kekuatan kontraksi diukur dalam satuan mmhg dibedakan menjadi;
kuat, sedang dan lemah
4) Interval: masa relaksasi (diantara dua kontraksi)
5) Datangnya kontraksi: dibedakan menjadi; kadang-kadang, sering, teratur.
b. Cara mengukur kontraksi
1) Selama 10 menit
2) Contoh hasil pengukuran: 3x/10’/40-50”/kuat dan teratur.
c. Pengaruh his
1) Cerviks menipis (effacement)
2) Cerviks berdilatasi sehingga mengakibatkan janin turun.
2. Tenaga mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong
anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut
yang mengakibatkan peninggian tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan
tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. Saat kepala
sampai pada dasar panggul, timbul suatu reflek yang mengakibatkan ibu menutup
glottisnya, mengkontraksikan otot-otot perutnya dan menekan diafragmanya
kebawah.
Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan
paling efektif sewaktu ada his. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir,
misalnya pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu
dengan forceps Tenaga mengejan ini juga melahirkan placenta setelah placenta lepas
dari dinding rahim.
C. Passenger
1. Janin, Plasenta Dan Air Ketuban Kepala Janin
a. Presentasi Janin
1) Presentasi janin: bagian janin yang pertama kali memasuki PAP dan terus melalui
jalan lahir saat persalinan mencapai aterm.
2) Bagian presentasi: bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa
saat melakukan pemeriksaan dalam
3) Bagian presentasi: presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, presentasi
muka, dll.
b. Presentasi Kepala
c. Letak Janin
1) Letak janin: hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu
panjang (punggung) ibu.
2) Letak janin: memanjang, melintang, obliq/miring
3) Letak janin memanjang: letak kepala, letak bokong.
4) Sikap Janin
5) Sikap: hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan yang lain, hal ini sebagian
merupakan akibat pola pertumbuhan janin dan sebagian akibat penyesuaian janin
terhadap bentuk rongga rahim.
6) Sikap: Fleksi umum, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi kearah sendi lutut,
tangan disilangkan di depan toraks dan tali pusat terletak di antara lengan dan
tungkai.
d. Posisi Janin
Posisi: hubungan antara bagian presentasi (occiput, sacrum, mentum,
sinsiput/puncak kepala menengadah) yang merupakan indikator untuk menetapkan
arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap
empat kuadran panggul ibu, missal pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun
kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.
g. Presentasi Muka
Letak muka ditentukan dengan Indikator: dagu (mento). Variasi posisi:
1) Dagu kiri depan (da ki-dep)
2) Dagu kiri belakang (da ki-bel)
3) Dagu melintang kiri (da mel-ki)
4) Dagu kanan depan (da ka-dep)
5) Dagu kanan belakang (da ka-bel)
6) Dagu melintang kanan (da mel-ka)
h. Presentasi Bokong
Letak bokong ditentukan dengan Indikator: sacrum. Variasi posisi:
1) Sacrum kiri depan (sa ki-dep)
2) Sacrum kanan depan (sa ka-dep)
3) Sacrum kanan belakang (sa ka-bel)
4) Sacrum melintang kanan (sa mel-ka)
j. Presentasi Muka
l. Air ketuban
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cc. Ciri-
ciri air ketuban: berwarna putih keruh, berbau amis dan berasa manis, reaksinya agak
alkalis dan netral, dengan berat jenis 1,008. Komposisi: terdiri atas 98% air, sisanya
albumin, urea, asam uric, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks caseosa,
dan garam organic. Kadar protein kira-kira 2,6% gram per liter, terutama albumin.
2. Psikologis
Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang ibu
dan keluarganya. Banyak ibu mengalami psikis (kecemasan, keadaan emosional
wanita) dalam menghadapi persalinan, hal ini perlu diperhatikan oleh seseorang yang
akan menolong persalinan. Perasaan cemas, khawatir akan mempengaruhi hormone
stress yang akan mengakibatkan komplikasi persalinan. Tetapi sampai saat ini
hampir tidak ada catatan yang menyebutkan mengenai hormone stress terhadap
fungsi uteri, juga tidak ada catatan mengenai hubungan antara kecemasan ibu,
pengaruh lingkungan, hormone stress dan komplikasi persalinan. Namun demikian
seseorang penolong persalinan harus memperhatikan keadaan psikologis ibu yang
akan melahirkan karena keadaan psikologis mempunyai pengaruh terhadap
persalinan dan kelahiran.
3. Penolong
Penolong persalinan perlu kesiapan, dan menerapkan asuhan sayang ibu. Asuhan
sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang
ibu. Beberapa prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan
suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama
persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses
persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa
aman dan hasil yang lebih baik (Enkin, et al,2000). Disebutkan pula bahwa hal
tersebut diatas dapat mengurangi terjadinya persalinan dengan vakum, cunam, dan
seksio sesar, dan persalinan berlangsung lebih cepat (Enkin, et al, 2000).
Prisip umum dari asuhan sayang ibu yang harus diikuti oleh bidan adalah:
a. Rawat ibu dengan penuh hormat.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan ibu. Hormati
pengetahuan dan pemahaman mengenai tubuhnya. Ingat bahwa mendengar sama
pentingnya dengan memberikan nasihat.
c. Menghargai hak-hak ibu dan memberikan asuhan yang bermutu serta sopan.
d. Memberikan asuhan dengan memperhatikan privasi.
e. Selalu menjelaskan apa yang akan dikerjakan sebelum anda melakukannya serta
meminta izin dahulu
f. Selalu mendiskusikan temuan-temuan kepada ibu, serta kepada siapa saja yang ia
inginkan untuk berbagi informasi ini.
g. Selalu mendiskusikan rencana dan intervensi serta pilihan yang sesuai dan
tersedia bersama ibu.
h. Mengizinkan ibu untuk memilih siapa yang akan menemaninya selama
persalinan, kelahiran dan pasca salin.
i. Mengizinkan ibu menggunakan posisi apa saja yang diinginkan selama persalinan
dan kelahiran.
j. Menghindari penggunaan suatu tindakan medis yang tidak perlu (episiotomy,
pencukuran dan enema).
k. Memfasilitasi hubungan dini antara ibu dan bayi baru lahir (Bounding and
attachment).
MATERI
KEBUTUHAN DASAR PERSALINAN
3. Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan kebutuhan eliminasi selama persalinan perlu difasilitasi oleh
bidan, untuk membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Anjurkan ibu untuk berkemih secara spontan sesering mungkin atau
minimal setiap 2 jam sekali selama persalinan. Kandung kemih yang penuh, dapat
mengakibatkan:
1. Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul,
terutama apabila berada di atas spina isciadika
2. Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
3. Mengingkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena bersama
dengan munculnya kontraksi uterus
4. Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II
5. Memperlambat kelahiran plasenta
6. Mencetuskan perdarahan pasca persalinan, karena kandung kemih yang penuh
menghambat kontraksi uterus.
Apabila masih memungkinkan, anjurkan ibu untuk berkemih di kamar mandi,
namun apabila sudah tidak memungkinkan, bidan dapat membantu ibu untuk
berkemih dengan wadah penampung urin. Bidan tidak dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum ataupun setelah kelahiran bayi dan
placenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan apabila terjadi retensi urin,
dan ibu tidak mampu untuk berkemih secara mandiri. Kateterisasi akan
meningkatkan resiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.
Sebelum memasuki proses persalinan, sebaiknya pastikan bahwa ibu sudah
BAB. Rektum yang penuh dapat mengganggu dalam proses kelahiran janin. Namun
apabila pada kala I fase aktif ibu mengatakan ingin BAB, bidan harus memastikan
kemungkinan adanya tanda dan gejala kala II. Apabila diperlukan sesuai indikasi,
dapat dilakukan lavement pada
saat ibu masih berada pada kala I fase latent.
4. Kebutuhan Hygiene (Kebersihan Personal)
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan bidan dalam
memberikan asuhan pada ibu bersalin, karena personal hygiene yang baik dapat
membuat ibu merasa aman dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi,
mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan
memelihara kesejahteraan fisik dan psikis.
Tindakan personal hygiene pada ibu bersalin yang dapat dilakukan bidan
diantaranya:
a. Membersihkan daerah genetalia (vulva-vagina, anus), dan memfasilitasi ibu
untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi.
b. Mandi pada saat persalinan tidak dilarang. Pada sebagian budaya, mandi
sebelum proses kelahiran bayi merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk
mensucikan badan, karena proses kelahiran bayi merupakan suatu proses yang
suci dan mengandung makna spiritual yang dalam. Secara ilmiah, selain dapat
membersihkan seluruh bagian tubuh, mandi juga dapat meningkatkan sirkulasi
darah, sehingga meningkatkan kenyamanan pada ibu, dan dapat mengurangi rasa
sakit. Selama proses persalinan apabila memungkinkan ibu dapat diijinkan
mandi di kamar mandi dengan pengawasan dari bidan.
Pada kala I fase aktif, dimana terjadi peningkatan bloodyshow dan ibu sudah
tidak mampu untuk mobilisasi, maka bidan harus membantu ibu untuk menjaga
kebersihan genetalianya untuk menghindari terjadinya infeksi intrapartum dan
untuk meningkatkan kenyamanan ibu bersalin. Membersihkan daerah genetalia
dapat dilakukan dengan melakukan vulva hygiene menggunakan kapas bersih yang
telah dibasahi dengan air Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), hindari penggunaan air
yang bercampur antiseptik maupun lisol. Bersihkan dari atas (vestibulum), ke
bawah (arah anus). Tindakan ini dilakukan apabila diperlukan, misalnya setelah ibu
BAK, setelah ibu BAB, maupun setelah ketuban pecah spontan.
Pada kala II dan kala III, untuk membantu menjaga kebersihan diri ibu
bersalin, maka ibu dapat diberikan alas bersalin (under pad) yang dapat menyerap
cairan tubuh (lendir darah, darah, air ketuban) dengan baik. Apabila saat mengejan
diikuti dengan faeses, maka bidan harus segera membersihkannya, dan
meletakkannya di wadah yang seharusnya. Sebaiknya hindari menutupi bagian tinja
dengan tisyu atau kapas ataupun melipat undarpad.
Pada kala IV setelah janin dan placenta dilahirkan, selama 2 jam observasi,
maka pastikan keadaan ibu sudah bersih. Ibu dapat dimandikan atau dibersihkan di
atas tempat tidur. Pastikan bahwa ibu sudah mengenakan pakaian bersih dan
penampung darah (pembalut bersalin, underpad) dengan baik. Hindari
menggunakan pot kala, karena hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu
bersalin. Untuk memudahkan bidan dalam melakukan observasi, maka celana
dalam sebaiknya tidak digunakan terlebih dahulu, pembalut ataupun underpad dapat
dilipat disela-sela paha.
5. Kebutuhan Istirahat
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin
tetap harus dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV)
yang dimaksud adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba
relaks tanpa adanya tekanan emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada
his (disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat his,
makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang lain untuk melepas
lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya
ibu diusahakan untuk tidak mengantuk.
Setelah proses persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan observasi,
bidan dapat mengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan. Namun sebagai
bidan, memotivasi ibu untuk memberikan ASI dini harus tetap dilakukan. Istirahat
yang cukup setelah proses persalinan dapat membantu ibu untuk memulihkan
fungsi alat-alat reproduksi dan meminimalisasi trauma pada saat persalinan.
c. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada
pembuluh vena cava inferior
1) Pada posisi berbaring, berat uterus/cairan amnion/janin mengakibatkan
adanya tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah
ibu. Serta perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.
2) Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke
janin lebih baik.
Ada beberapa keuntungan pada persalinan dengan posisi tegak lurus. Namun
ada beberapa kerugian yang mungkin ditimbulkan dari persalinan dengan posisi
tegak, diantaranya adalah:
a. Meningkatkan kehilangan darah
1) Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir
setelah kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera
lahir.
2) Meningkatkan terjadinya odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti-
ganti posisi.
b. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir
1) Odema vulva, dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke
bagian tubuh yang lebih rendah).
2) Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh.
3) Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada
perineum meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat.
c. Untuk memudahkan proses kelahiran bayi pada kala II, maka ibu dianjurkan
untuk meneran dengan benar, yaitu:
1) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dorongan alamiah selama kontraksi
berlangsung.
2) Hindari menahan nafas pada saat meneran. Menahan nafas saat meneran
mengakibatkan suplai oksigen berkurang.
3) Menganjurkan ibu untuk berhenti meneran dan istirahat saat tidak ada
kontraksi/his
4) Apabila ibu memilih meneran dengan posisi berbaring miring atau setengah
duduk, maka menarik lutut ke arah dada dan menempelkan dagu ke dada akan
memudahkan proses meneran
5) Menganjurkan ibu untuk tidak menggerakkan anggota badannya (terutama
pantat) saat meneran. Hal ini bertujuan agar ibu fokus pada proses ekspulsi
janin.
6) Bidan sangat tidak dianjurkan untuk melakukan dorongan pada fundus untuk
membantu kelahiran janin, karena dorongan pada fundus dapat meningkatkan
distosia bahu dan ruptur uteri.
Keterangan:
A. Posisi duduk pada meja persalinan yang dirancang khusus
B. Posisi duduk pada kursi berlubang
C. Posisi duduk dengan bersandar pada pasangan
D.Posisi telentang/dorsal recumbent (posisi ini tidak disarankan untuk
meneran/selama persalinan)
E. Posisi setengah duduk kombinasi litothomi
F. Posisi setengah duduk dengan bersandar pada pasangan
G. Posisi setengah duduk dengan bersandar pada bantal
H. Posisi merangkak
I. Posisi jongkok
J. Posisi miring
K. Posisi miring dengan satu kaki diangkat
L. Posisi berdiri dengan bersandar pada meja khusus
B. Kebutuhan Psikologis
Proses persalinan pada dasarnya merupakan suatu hal fisiologis yang dialami
oleh setiap ibu bersalin, sekaligus merupakan suatu hal yang menakjubkan bagi ibu
dan keluarga. Namun, rasa khawatir, takut maupun cemas akan muncul pada saat
memasuki proses persalinan. Perasaan takut dapat meningkatkan respon fisiologis dan
psikologis, seperti: nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah, yang
pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Bidan sebagai pemberi asuhan dan
pendamping persalinan diharapkan dapat memberikan pertolongan, bimbingan dan
dukungan selama proses persalinan berlangsung. Asuhan yang mendukung selama
persalinan merupakan standar pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dengan asuhan
mendukung adalah bersifat aktif dan ikut serta selama proses asuhan berlangsung.
Kebutuhan psikologis ibu selama persalinan menurut Lesser dan Kenne meliputi:
1. Kehadiran seorang pendamping secara terus-menurus
2. Penerimaan atas sikap dan perilakunya
3. Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan aman.
1. Pemberian Sugesti
Pemberian sugesti bertujuan untuk memberikan pengaruh pada ibu dengan
pemikiran yang dapat diterima secara logis. Sugesti yang diberikan berupa sugesti
positif yang mengarah pada tindakan memotivasi ibu untuk melalui proses
persalinan sebagaimana mestinya. Menurut psikologis sosial individu, orang yang
mempunyai keadaan psikis labil akan lebih mudah dipengaruhi/mendapatkan
sugesti. Demikian juga pada wanita bersalin yang mana keadaan psikisnya dalam
keadaan kurang stabil, mudah sekali menerima sugesti/pengaruh. Sugesti positif
yang dapat diberikan bidan pada ibu bersalin diantaranya adalah dengan
mengatakan pada ibu bahwa proses persalinan yang ibu hadapi akan berjalan lancar
dan normal, ucapkan hal tersebut berulang kali untuk memberikan keyakinan pada
ibu bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Contoh yang lain, misal saat terjadi his/kontraksi, bidan membimbing ibu
untuk melakukan teknik relaksasi dan memberikan sugesti bahwa dengan menarik
dan menghembuskan nafas, seiring dengan proses pengeluaran nafas, rasa sakit ibu
akan berkurang. Sebaiknya bidan selalu mengucapkan kata-kata positif yang dapat
memotivasi ibu untuk tetap semangat dalam menjalani proses persalinan. Inti dari
pemberian sugesti ini adalah pada komunikasi efektif yang baik. Bidan juga
dituntut untuk selalu bersikap ramah dan sopan, dan menyenangkan hati ibu dan
suami/keluarga. Sikap ini akan menambah besarnya sugesti yang telah diberikan.
2. Mengalihkan Perhatian
Mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang dihadapi selama proses persalinan
berlangsung dapat mengurangi rasa sakit yang sebenarnya. Secara psikologis,
apabila ibu merasakan sakit, dan bidan tetap fokus pada rasa sakit itu dengan
menaruh rasa empati/belas kasihan yang berlebihan, maka rasa sakit justru akan
bertambah. Upaya yang dapat dilakukan bidan dan pendamping persalinan untuk
mengalihkan perhatian ibu dari rasa sakit selama persalinan misalnya adalah
dengan mengajaknya berbicara, sedikit bersenda gurau, mendengarkan musik
kesukaannya atau menonton televisi/film. Saat kontraksi berlangsung dan ibu masih
tetap merasakan nyeri pada ambang yang tinggi, maka upaya-upaya mengurangi
rasa nyeri misal dengan teknik relaksasi, pengeluaran suara, dan atau pijatan harus
tetap dilakukan.
3. Membangun Kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu poin yang penting dalam membangun
citra diri positif ibu dan membangun sugesti positif dari bidan. Ibu bersalin yang
memiliki kepercayaan diri yang baik, bahwa dia mampu melahirkan secara normal,
dan dia percaya bahwa proses persalinan yang dihadapi akan berjalan dengan
lancar, maka secara psikologis telah mengafirmasi alam bawah sadar ibu untuk
bersikap dan berperilaku positif selama proses persalinan berlangsung sehingga
hasil akhir persalinan sesuai dengan harapan ibu.
Untuk membangun sugesti yang baik, ibu harus mempunyai kepercayaan
pada bidan sebagai penolongnya, bahwa bidan mampu melakukan pertolongan
persalinan dengan baik sesuai standar, didasari pengetahuan dasar dan keterampilan
yang baik serta mempunyai pengalaman yang cukup. Dengan kepercayaan tersebut,
maka dengan sendirinya ibu bersalin akan merasa aman dan nyaman selama proses
persalinan berlangsung.
MATERI
EVIDENCE BASED DALAM ASUHAN PERSALINAN
4. Baby Friendly
Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi
sayang bayi) adalah untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung
inisiasi dan kelanjutan menyusui.
Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang
menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah
fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi
dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan
yang baik.
Tindakan yang
No.
dilakukan Sebelum EBM Setelah EBM
Ibu bersalin dilarang Ibu bebas melakukan
1. Asuhan sayang ibu untuk aktifitas
makan dan minum apapun yang mereka
bahkan sukai
untuk mebersihkan
dirinya
Ibu hanya boleh Ibu bebas untuk memilih
2. Pengaturan posisi bersalin posisi
persalinan dengan posisi telentang yang mereka inginkan
Ibu harus menahan Ibu boleh bernafas seperti
3. Menahan nafas saat nafas pada biasa
mengeran saat mengeran pada saat mengeran
Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi
setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995,
dan Gardosi 1989. Karenan posisi ini mempunyai kelebihan sebagai barikut:
a. Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri.
b. Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih seingkat.
c. Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan
lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit.
d. Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan
terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan
sehingga mengakibatkan 28% terjadinya perluasan pintu panggul.
e. Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan
bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.
f. Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam
mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga
mengurangi keluhan haemoroid.
MATERI
ASUHAN PERSALINAN KALA I
Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi
pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak
melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 Jam.
(Sinopsis Obstetri Jild I,1998 ; 91)
B. Macam-macam Persalinan :
1. Persalinan Spontan
Pada pesalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2. Persalinan Buatan
Pada proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3. Persalinan Anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan
jalan rangsangan.
(Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan, 1998 ;157)
C. Etiologi
1. Teori Penurunan kepala :
1-2 mgg sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Progesteron sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesteron turun.
2 Oxcytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxcytocin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim
3 Kerenggangan Otot-otot
Terenggang otot-otot rahim oleh karena isinya bertambah maka timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya
4. Pengaruh Janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin memegang peranan karena pada
amenchephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
5. Teori Prostagladin
Pada akhir kehamilan kadar prostagladin dalam air ketuban maupun daerah
perifer meningkat sehingga menimbulkan miometrium.
D. Pengertian Kala I
E. Tanda-Tanda Kala I
Tanda-Tanda Kala I
1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirnya
4. pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada.
(Obstetri Sinopsis,1998 ;93)
H. Masalah-masalah Kala I
Rasa tidak nyaman selama persalinan disebabkan oleh 2 hal .
Pada tahap Pertama persalinan, kontraksi rahim menyebebkan :
1.Dilatasi dan penipisan serviks
2.Eskemia rahim (Penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalam
defisit), akibat kontraksi Arteri miometrium
o Penatalaksanaan Nyaman
- Hipnosis,
- acupressure
- Yoga
- Sentuhan terapeutik
- Terapi aroma
- Vokalisasi/mendengarkan bunyi-bunyian untuk menurunkan
penegangan
- Relaksasi dengan bantuan imajina
- Visualisasi untuk mengarahkan wanita berpikiran positif
Dukungan suami kepada ibu saat bersalin merupakan bagian dari dukungan
sosial. Dukungan sosial secara psikologis dipandang sebagai hal yang
kompleks. Wortmen dan Dunkell Scheffer (dalam Abraham, 1997)
menidentifikasikan beberapa jenis dukungan meliputi ekspresi peranan positif,
termasuk menunjukkan bahwa seseorang diperlukan dengan penghargaan yang
tinggi dan ekspresi persetujuan atau pemberitahuan tentang ketepatan,
keyakinan dan perasaan seseorang.
Dukungan keluarga, terutama suami saat ibu melahirkan sangat dibutuhkan
seperti kehadiran kelurga dan suami untuk mendampingi istri menjelang
melahirkan atau suami menyentuh tangan istri dengan penuh perasaan sehingga
istri akan merasa lebih tenang untuk menhadapi proses persalinan. Selain itu
kata-kata yang mampu memotivasi dan memberikan keyakinan pada ibu bahwa
proses persalinan yang dijalani ibu akan berlangsung dengan baik, sehingga ibu
tidak perlu merasa cemas, tegang atau ketakutan (Musbikin, 2005).
3. Persiapan Persalinan
a. Bagi Bidan
1) Mempersiapkan Ruangan untuk Persalinan dan Kelahiran Bayi.
2) Di manapun persalinan dan kelahiran bayi terjadi, diperlukan hal-hal
pokok sebagai berikut :
3) Ruangan yang hangat dan bresih, memiliki sirkulasi udara yang baik dan
terlindung dari tiupan angin.
4) Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan dan memandikan ibu
sebelum dan sesudah melahirkan.
5) Air disinfeksi tingkat tinggi (air yang dididihkan dan didinginkan) untuk
membersihkan vulva dan perineum sebelum dilakukan periksa dalam dan
membersihkan perineum ibu setelah bayi lahir.
6) Kecukupan air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih, kain pel dan
sarung tangan karet untuk membersihkan ruangan, lantai, perabotan,
dekomentasi dan proses peralatan.
7) Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan penolong
persalinan.
8) Tempat yang lapang untuk ibu berjalan-jalan dan menunggu saat
persalinan, melahirkan bayi dan untuk memberikan asuhan bagi ibu dan
bayinya setelah persalinan. Pastikan ibu mendapatkan privasi yang
diinginkannya.
9) Tempat tidur yang bersih untuk ibu.
10) Meja yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan persalinan.
11) Meja untuk tindakan resusitasi BBL.
Primipara dalam persalinan fase aktif Baringkan ibu miring ke kiri
dengan palpasi kepala janin masih 5/5 Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan pembedahan bedah sesar.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Presentasi bukan belakang kepala Baringkan ibu miring ke kiri.
(sungsang, letak lintang, dll) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Presentasi ganda (majemuk) (adanya Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel
bagian janin, seperti misalnya lengan atau ke dada atau miring ke kiri.
tangan, bersamaan dengan presentasi Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
belakang kepala) kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Tali pusat menumbung (jika tali pusat Gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat,
masih berdenyut) letakan satu tangan divagina dan jauhkan
kepala janin dari tali pusat janin. Gunakan
tangan yang lain pada abdomen untuk
membantu menggeser bayi dan menolong
bagian terbawah bayi tidak menekan tali
pusatnya. (keluarga mungkin dapat
membantu).
Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
semangat serta dukungan
ATAU
Minta ibu untuk melakukan posisi bersujud
dimana posisi bokong tinggi melebih kepala
ibu, hingga tiba ke tempat rujukan.
Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan
kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
semangat serta dukungan.
Tanda-tanda gejala syok : Baringkan ibu miring ke kiri
Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 Jika mungkin naikkan kedua kaki ibu untuk
kali/menit) meningkatkan aliran darah ke jantung.
Tekanan darahnya rendah (sistolik Pasang infus menggunakan jarum
kurang dari 90 mm Hg berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan
Pucat berikan RL atau cairan garam fisiologis (NS),
Berkeringat atau kulit lembab, dingin. infuskan 1 liter dalam waktu 15 – 20 menit,
Napas cepat (lebih dari 30 x/menit) jika mungkin infuskan 2 liter dalam waktu 1
Cemas, bingung atau tidak sadar jam pertama, kemudian turunkan tetesan
Produksi urin sedikit (kurang dari 30 menjadi 125 m/jam.
ml/jam) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan kegawat
daruratan obstetri dan BBL.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
dukungan dan semangat.
Tanda-tanda gejala persalinan dengan Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
fase laten yang memanjang. kapasitas kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
Pembukaan serviks kurang dari 4 cm Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
setelah 8 jam. dukungan serta semangat.
Kontraksi teratur lebih dari 2 dalam 10
menit)
Tanda dan gejala belum inpartu Anjurkan ibu untuk minum dan makan.
Kurang dari 2 kontraksi dalam 10 menit, Anjurkan ibu untuk bergerak bebas dan
berlangsung kurang dari 20 detik leluasa.
Tidak ada perubahan serviks dalam Jika kontraksi berhenti dan/atau tidak ada
waktu 1 – 2 jam. perubahan serviks, evaluasi djj, jika tidak ada
tanda-tanda kegawatan pada ibu dan janin.
Persilahkan ibu pulang dengan nasehat untuk :
Menjaga cukup makan dan minum
Datang untuk mendapatkan asuhan jika
terjadi peningkatan frekuensi dan lama
kontraksi.
Tanda dan gejala partus lama Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki
Pembukaan serviks mengarah kesebelah kemampuan penatalaksanaan
kanan garis waspada (partograf) kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
Pembukaan serviks kurang dari 1 cm Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan
perjam semangat serta dukungan.
Kurang dari 2 kontraksi dalam waktu 10
menit, masing-masing berlangsung
kurang dari 40 detik.
MATERI
PEMANTAUAN KEMAJUAN PERSALINAN
PARTOGRAF
1. PENGERTIAN
Partograf adalah alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesa
dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan dan sangat penting khususnya untuk
membuat keputusan klinik selama kala I persalinan.
3. KEUNTUNGAN PARTOGRAF
Adapun keuntungan dari partograf adalah :
Tidak mahal
Efektif dan pragmatik dalam kondisi apapun.
Meningkatkan mutu dan kesejahteraan janin dan ibu selama persalinan.
Untuk menentukan kesejahteraan janin atau ibu
4. BAGIAN – BAGIAN DARI PARTOGRAF
A. Pada Lembar Depan Partograf
Informasi tentang Ibu
Keterangan :
Air Ketuban
U : Ketuban utuh (belum pecah)
J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : ketuban sudah pecah dan tidak air ketuban (“kering”)
Penyusupan
0 : Tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi.
1 : Tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 :Tulang – tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan.
3 : Tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
19.30
c. Kontraksi uterus
Tanggal : ………………………………………………………………
Nama bidan : ………………………………………………………
Tempat persalinan : ……………………………………………
Alamat tempat persalinan : ………………………………..
Catatan : rujuk, kala I / II / III / IV
Alasan merujuk : ………………………………………………...
Tempat rujukan : …………………………………………………
Pendamping pada saat merujuk :
Bidan teman
Suami dukun
Keluarga tidak ada
Kala I
9. Partograf melewati garis waspada : Y / T
………………………………………………………………………………
Kala II
13. Episiotomi :
Ya, indikasi…..………………………………………………………..
Tidak
14. Pendamping pada saat persalinan :
Suami Teman Tidak ada
Keluarga Dukun
15. Gawat janin :
Ya, tindakan yang dilakukan :
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
Tidak
16. Distosia bahu
Ya, tindakan yang dilakukan :
…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
Tidak
17. Masalah lain, sebutkan : …………………………………………………….
18. Penatalaksanaan masalah tersebut : …………………………………………..
…………………………………………………………………………..…….
19. Hasilnya : ………………………………………………..…………………..
Kala III
20. Lama kala III : ………………………………………………………….menit
21. Pemberian oksitosin 10 U im ?
Ya, waktu : …………………………………….menit sesudah persalinan
Tidak, alasan………………………………………………………………
22. Pemberian ulang oksitosin (2x)?
Ya, alasan …………
……………………………………………………..
Tidak
23. Penegangan tali pusat terkendali ?
Ya
Laserasi :alasan …………………………………………………………….
Tidak,
24. Masase
Ya, dimanafundus uteri ?
………………………………………………………………..
Ya
Tidak
Tidak,
Jika alasan
laserasi …………………………………………………………….
perineum, derajat 1/2/3/4
25. Plasenta
Tindakan : lahir lengkap (intact) Ya / Tidak
Jika tidak lengkap, tindakan yang
Penjahitan, dengan / tanpa anastesi dilakukan :
……………………………………………………………………………
Tidak dijahit, alasan………………………………….…………………..
…………………………………………………………………………..
Atonia uteri :
PlasentaYa,tidak lahir >: 30 menit :
tindakan Ya / Tidak
Ya, tindakan :
.…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
Tidak
Jumlah darah yang keluar …………………………………………….ml
Masalah lain, sebutkan …………………………………………………………
Penatalaksanaan masalah tersebut ……………………………………………
…………………………………………………………………………………
Hasilnya :……………………………………………………………………….
Normal, tindakan :
Menghangatkan
Rangsang taktil
Masalah kala IV :
……………………………………………………………………………
Penatalaksanaan masalah tersebut : …………………………………………….
Hasilnya :
……………………………………………………………………………………….
Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus
dicatat terpisah dari partograf yaitu pada catatan atau pada Kartu Menuju Sehat
(KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan
selama fase laten persalinan dan semua asuhan serta intervensi harus dicatatkan.
Kondisi ibu dan janin yang harus dicatat dan dinilai adalah:
DJJ, Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus, nadi setiap 1/2 jam
Pembukaan serviks, penurunan kepala, tekanan darah, setiap 4 jam
Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Jika ditemui tanda – tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih
sering dilakukan
Kesimpulan
Latihan Siswa
1. Ny. Ida umur 24 tahun masuk kamar bersalin Pk. 13.00 dengan perut mules –
mules sejak jam 04.00. Ini adalah kehamilannya yang pertama. Bidan Ayu
melakukan pemeriksaan didapatkan hasil : pembukaan serviks 1 cm dengan
penurunan kepala 5/5 di atas pap. Menurut anda kapan waktu yang tepat bagi
bidan Ida untuk melakukan pemeriksaan kembali ?
2. Pada Pk. 14.00 seorang ibu di antar suaminya ke bidan Septi karena ny. Wati
merasa mules dan mengeluarkan darah bercampur lendir sejak Pk. 06.30.
G2P1Ao. pembukaan 5 cm, kepala 4/5, his 2 kali dalam 10 menit lamanya 25
menit. Tensi 110/70 mmHg, nadi 88X/ menit, suhu 37 o
c. DJJ 144 X/ menit.
Ketuban belum pecah, penyusupan tidak ada. Pk. 18.30 ketuban pecah warna
jernih, his 4 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik, DJJ 140 X/ menit. Pk 19.00
pembukaan serviks lengkap 10 cm, kepala 0/5 di atas pap dan his 5 kali dalam
10 menit lamanya 40 detik.
Studi Kasus
Ny. Eni umur 26 tahun, G2,Pi,Ao datang ke tempat bersalin pukul 09.00 terasa
mules 3 jam yang lalu. Hasil pemeriksaan : kontraksi uterus 2x/ 10 menit, lama 20
detik, belum kuat. DJJ 128 x/menit, dilatasi serviks 2 cm,tipis, kantung ketuban
utuh, peneurunan kepala 3/5, tidak ada molase, TD 120/80, denyut nadi 80x/menit,
suhu 37oC. Urin 200 ml, protein negatif.
Pertanyaan
4 jam kemudian pada jam 13.00 anda memeriksa Ny. Eni. Hasil pemeriksaan
sebagai berikut :
a. catat data pada partograf dari hasil pemeriksaan kedua. Berdasrkan data
tersebut apa diagnosis anda ?
b. berdasarkan data – data di ats apa rencana asuhan anda untuk Ny. Eni ?
c. 2 jam kemudian kantong ketuban pecah, apa yang anda lakukan ?
MATERI
FISIOLOGIS PADA KALA II
2. Amniotomi
a. Pengertian amniotomi
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan
membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat
cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion .Tindakan ini umumnya dilakukan
pada saat pembukaan lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi dilakukan pada fase aktif awal,
sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian, dilakukan penilaian
serviks, penurunan bagian terbawah dan luas panggul, menjadi sangat menentukan
keberhasilan proses akselerasi persalinan.
5) Kering (K),
Kantung ketuban bisa menunjukkan bahwa selaput ketuban sudah lama pecah
atau postmaturitas janin.
c. Indikasi amniotomi
1) Induksi persalinan
2) Persalinan dengan tindakan
3) Untuk pemantauan internal frekuensi denyut jantung janin secara
elektronik apabila diantisipasi terdapat gangguan pada janin.
4) Untuk melakukan penilaian kontraksi intra uterus apabila persalinan
kurang memuaskan
5) Amniotomi dilakukan jika ketuban belum pecah dan serviks telah
membuka sepenuhnya.
e. Persiapan alat
1) Persiapan ibu dan keluarga
2) Memastikan kebersihan ibu, sesuai prinsip Pencegahan Infeksi (PI)
a) Perawatan sayang ibu
b) Pengosongan kandung kemih per 2 jam
c) Pemberian dorongan psikologis
3) Persiapan penolong persalinan
a) Perlengkapan pakaian
b) Mencuci tangan (sekitar 15 detik)
4) Persiapan peralatan
a) Ruangan
b) Penerangan
c) Tempat tidur
d) Handscoon
e) Klem setengah kocher
f) Bengkok
g) Larutan klorin 0.5%
h) Pengalas
i) Bak instrument
f. Teknik amniotomi
Berikut cara-cara melakukan amniotomi yaitu:
1) Bahas tindakan dan prosedur bersama keluarga
2) Dengar DJJ dan catat pada Partograf
3) Cuci tangan
4) Gunakan handscoon DTT
5) Diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam (PD), Jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis,
sentuh ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba
adanya tali pusat atau bagian-bagian kecil lainnya (bila tali pusat dan bagian-bagian
yang kecil dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban dan rujuk segera).
6) Pegang 1/2 klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan memasukkan
kedalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang mengenakan sarung
tangan hingga menyentuh selaput ketuban dengan hati-hati. Setelah kedua jari
berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa,
sehingga telapak tangan menghadap kearah atas.
7) Saat kekuatan his sedang berkurang tangan kiri kemudian memasukan pengait
khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat
menusuk dan merobek selaput ketuban 1-2 cm hingga pecah (dengan menggunakan
separuh klem Kocher (ujung bergigi tajam, steril, diasukkan kekanalis servikalis
dengan perlindungan jari tangan.)
8) Biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk pemeriksaan
9) Tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher/kelly dan rendam dalamlarutan
klorin 0,5%. Tetap pertahankan jari2 tangan kanan anda di dalam vagina
untuk merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak teraba adanya
tali pusat, setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba talipusat, keluarkan
jari tangan kanan dari vagina secara perlahan.
10) Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium atau darah
keluarnya mekonium atau air ketuban yang bercampur mekonium pervaginam
pada presentasi kepala merupakan gejala gawat janin (fetal distress)
11) Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5% lalu lepaskan sarung tangan dalam kondisi terbalik dan biarkan
terendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
12) Cuci kedua tangan.
13) Periksa kembali Denyut Jantung Janin.
14) Catat pada partograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban,
warna air ketuban dan DJJ.
3. Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot- otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi dilakukan untuk memperluas jalan lahir sehingga bayi lebih mudah
untuk dilahirkan. Selain itu episiotomi juga dilakukan pada primigravida atau pada
wanita dengan perineum yang kaku dan atas indikasi lain.
a. Tujuan episiotomi
Saat ini terdapat banyak kontroversi terhadap tindakan tersebut. Sejumlah
penelitian observasi dan uji coba secara acak menunjukkan bahwa episiotomi rutin
menyebabkan peningkatan insiden robekan sfingter ani dan rektrum. Selain itu
penelitian-penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan inkontinensia
platus , inkontinensia alvi, bahkan inkontinensia awal jangka panjang. Eason dan
Feldman menyimpulkan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin.
Prosedur harus diaplikasikan secara selektif untuk indikasi yang tepat,
beberapa diantaranya termasuk indikasi janin seperti distosia bahu dan lahir
sungsang; ekstraksi forseps atau vakum, dan pada keadaan apabila episiotomi
tidak dilakukan kemungkinan besar terjadi ruptur prenium. Bila episiotomi akan
dilakukan, terdapat variabel penting yang meliputi waktu insisi dilakukan, jenis
insisi, dan teknik perbaikan.
b. Waktu episiotomi
Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat selama kontraksi sampai
diameter 3-4 cm dan bila perineum telah menipis serta kepala janin tidak
masuk kembali ke dalam vagina.
c. Indikasi
1) Indikasi janin
a) Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam,
ekstraksi vakum, dan janin besar.
2) Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan
terjadi robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.
d. Teknik episiotomi
1) Episiotomi mediana
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas
atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi
antara lain dengan larutan procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%;
atau larutan Xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi
dengan mempergunakan gunting episiotomi dimulai dari bagian terbawah introitus
hingga kepala dapat dilahirkan.
2) Episiotomi mediolateral
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4
cm. Insisi ini dapat dipilih untul melindungi sfingter ani dan rektum dari laserasi
derajat tiga atau empat, terutama apabila perineum pendek, arkus subpubik sempit
atau diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.
3) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh
karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke
arah dimana terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat
menimbulkan rasa nyeri yang menganggu penderita.
5. Pemantauan kala II
a. Periksa denyut jantung setiap 15 menit dan tekanan darah setiap 30 menit
b. Tanya ibu dan palpasi kantung kemih untuk memastikan kantung kemih
tersebut kosong
c. Hidrasi dan kondisi umum
1) perlukah ibu minum?
2) apakah ibu letih?
d. Upaya untuk meneran
apakah ibu meneran dengan efektif dan secara fisiologis?
(dengan kontraksi pada saat ibu merasa ingin meneran)
Untuk membantu ibu mengurangi rasa nyeri persalinan, ada beberapa cara
yang dapat dilakukan yaitu :
a. Tindakan medis :
1) Pemberian analgetik obat pereda sakit
2) Suntikan epidural
3) Blok saraf perineal dan pudendal
4) Menggunakan mesin TENS
b. Metode alternatif :
1) Pendamping Persalinan
2) Perubahan posisi & pergerakan
3) Sentuhan dan massage
4) Kompres hangat dan dingin
5) Berendam di air hangat
6) Terapi akupuntur
7) Visualisasi & pemusatan perhatian
8) Musik
1. Engagement
Engagement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan sedangkan
pada multigravida dapat terjadi pada awal persalinan. engagement adalah peristiwa
ketika diameter biparetal (Jarak antara dua paretal) melewati pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis melintang atau oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi.
Masuknya kepala akan mengalami ksulitan bila saat masuk ke dalam panggu
dengan sutura sgaitalis dalam antero posterior. Jika kepala masuk kedalam pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis melintang di jalan lahir, tulang parietal kanan dan
kiri sama tinggi, maka keadaan ini disebut sinklitismus.
Kepala pada saat melewati pintu atas panggul dapat juga dalam keadaan
dimana sutura sgaitalis lebih dekat ke promontorium atau ke simfisis maka hal
ini disebut asinklitismus.
2. Penurunan kepala
a. Dimulai sebelum persalinan/inpartu. Penurunan kepala terjadi bersamaan dengan
mekanisme lainnya.
b. Kekuatan yang mendukung yaitu:
1) Tekanan cairan amnion
2) Tekanan langsung fundus ada bokong
3) Kontraksi otot-otot abdomen
4) Ekstensi dan pelurusan badan janin atau tulang belakang janin
3. Fleksi
a. Gerakan fleksi di sebabkan karena janin terus didorong maju tetapi kepala janin
terlambat oleh serviks, dinding panggul atau dasar panggul
b. Kepala janin, dengan adanya fleksi maka diameter oksipito frontalis 12 cm
berubah menjadi suboksipito bregmatika 9 cm
c. Posisi dagu bergeser kearah dada janin
d. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba daripada ubun- ubun
besar.
Extension Expulsio
Complete n
gambar 1.1
7. Ekspulsi
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion untuk
kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah kedua bahu lahir disusul lahirlah
trochanter depan dan belakang sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu
depan, bahu belakang dan seluruhnya
MATERI
60 LANGKAH APN (ASUHAN PERSALINAN NORMAL)
Pemantauan Keadaan Umum Ibu pada Kala IV. Menurut Reni Saswita,
2011 Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Karena alas an ini, penting sekali untuk memantau ibu secara
ketat segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan. Hal-hal
yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca persalinan.
a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan perdarahan
setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu
jam kedua pada kala IV.
b. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15 menit
dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV.
c. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam kedua
pascapersalinan.
d. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan
uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi lembek.
Dalam Topik 2 ini, Anda akan mempelajari tentang Deteksi Kegawatdaruratan Maternal yang
meliputi deteksi preeklamsia/eklamsia, deteksi perdarahan pada kehamilan dan persalinan, dan deteksi
terjadinya Infeksi akut kasus obstetric.
Setelah menyelesaikan materi ini, Anda diharapkan mampu untuk melakukan deteksi
kegawatdaruratan maternal dengan tepat. Setelah menyelesaikan materi ini, Anda diharapkan mampu
untuk:
1. Melakukan deteksi pre eklamsia/eklamsia dengan tepat
2. Melakukan deteksi perdarahan pada kehamilan dan persalinan dengan tepat
3. Melakukan deteksi perdarahan post partum dengan tepat
4. Melakukan deteksi terjadinya Infeksi akut kasus obstetric dengan tepat
Kegawat daruratan maternal dapat terjadi setiap saat selama proses kehamilan, persalinan merupakan
masa nifas. Sebelum Anda melakukan deteksi terhadap kegawatdaruratan maternal, maka anda perlu
mengetahui apa saja penyebab kematian ibu. Menurut anda, kasus apa saja yang dapat menyebabkan
kematian ibu?
Penyebab kematian ibu sangat kompleks, namun penyebab langsung seperti toksemia gravidarum,
perdarahan, dan infeksi harus segera ditangani oleh tenaga kesehatan. Oleh karena penyebab terbanyak
kematian ibu preeklamsia/eklamsia maka pada pemeriksaan antenatal nantinya harus lebih seksama dan
terencana persalinannya. Dengan asuhan antenatal yang sesuai, mayoritas kasus dapat dideteksi secara dini
dan minoritas kasus ditemukan secara tidak sengaja sebagai pre eklamsia berat.
Skrining bertujuan mengidentifikasi anggota populasi yang tampak sehat yang memiliki risiko
signifikan menderita penyakit tertentu. Syarat suatu skrining adalah murah dan mudah dikerjakan. Akan
tetapi, skrining hanya dapat menunjukkan risiko terhadap suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonfirmasi
adanya penyakit. Selanjutnya marilah kita pelajari deteksi/skrining dari beberapa kasus kegawatdaruratan
maternal.
Deteksi Pre-Eklamsia
Preeklamsia/Eklamsia merupakan suatu penyulit yang timbul pada seorang wanita hamil dan
umumnya terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan ditandai dengan adanya hipertensi dan
protein uria. Pada eklamsia selain tanda tanda preeklamsia juga disertai adanya kejang.
Preeklamsia/Eklamsia merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu di dunia. Tingginya angka
kematian ibu pada kasus ini sebagian besar disebabkan karena tidak adekuatnya penatalaksanaan di tingkat
pelayanan dasar sehingga penderita dirujuk dalam kondisi yang sudah parah, sehingga perbaikan kualitas di
pelayanan kebidanan di tingkat pelayanan dasar diharapkan dapat memperbaiki prognosis bagi ibu dan
bayinya. Bacalah kasus berikut :
Ny. M datang ke tempat praktek Anda, menyatakan hamil 3 bulan. Hasil pemeriksaan didapatkan TD
Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir Page 98
140/90 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu 36,5 derajat Celcius. Hasil palpasi TFU 3
jari atas sympisis, belum teraba ballottement. Hasil pemeriksaan laboratorium tidak terdapat protein dalam
urine. Menurut anda apakah yang terjadi pada Ny. M?
Untuk menentukan diagnose pada kasus diatas, tentunya anda harus mempunyai pengetahuan tentang kasus
hypertensi dalam kehamilan yang dapat dimanifestasikan dalam beberapa diagnose. Untuk lebih jelasnya,
silahkan anda pelajari penjelasan berikut :
Deteksi/Skrining
Identifikasi wanita dengan risiko preeklampsia mempunyai keuntungan sebagai berikut :
a. Pengawasan lebih ketat
b. Diagnosis lebih akurat
c. Intervensi tepat waktu
d. Pencegahan komplikasi sejak dini
Pengukuran tekanan darah dapat berupa tekanan darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik dan MAP
(Mean Arterial Pressure). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa MAP trimester 2 >90 mmHg berisiko
3.5 kali untuk terjadinya preeklamsia, dan tekanan darah diastole >75 mmHg pada usia kehamilan 13–20
minggu berisiko 2.8 kali untuk terjadinya preeklamsia. MAP merupakan prediktor yang lebih baik daripada
tekanan darah sistol, diastol, atau peningkatan tekanan darah, pada trimester pertama dan kedua kehamilan.
a. Peningkatan PI bersama
temuan notch adalah prediktor
terbaik preeklampsia melalui
metode USG doppler
b. Skrining dengan USG
dopller lebih akurat pada trimester
Walaupun termasuk kegawatdaruratan maternal, perdarahan pada kehamilan muda seringkali tidak
mudah dikenali. Hal ini berkaitan dengan stigma negative yang terkait dengan kasus kasus abortus,
menyebabkan kejadian tersebut sering disembunyikan oleh para pasien. Perdarahan pada kehamilan lanjut
dan menjelang persalinan pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi placenta baik placenta letak
rendah maupun placenta previa, kelainan insersi tali pusat, atau pembuluh darah pada selaput amnion dan
separasi placenta sebelum bayi lahir. Pada sebagian besar kasus perdarahan pasca persalinan umumnya
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus, robekan dinding rahim atau jalan lahir.
Upaya pertolongan terhadap komplikasi perdarahan dalam kehamilan dan persalinan di tingkat
rumah sakit merupakan destinasi terakhir dari berbagai upaya pertolongan yang telah dilakukan di berbagai
jenjang pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang sebelumnya. Melihat kenyataan tersebut, maka
keterlambatan upaya pertolongan dan kesenjangan kinerja di tingkat rumah sakit akan lebih memperburuk
kondisi dan keselamatan jiwa pasien.
Upaya pertolongan gawat darurat yang segera, mencerminkan kualitas pelayanan yang tinggi
dilaksanakan oleh petugas kesehatan yang terampil dan handal merupakan syarat mutlak untuk meraih
keberhasilan dalam menyelamatkan jiwa pasien.
Apabila tidak terdapat gejala tersebut diatas, sebaiknya dipertimbangkan diagnosis lain (misalnya
infeksi panggul). Terminasi kehamilan secara paksa dilakukan dengan memasukkan kayu, plastic atau
benda tajam lainnya kedalam kavum uteri dapat menjadi penyebab utama dari berbagai komplikasi serius
abortus inkomplit. Karena berbagai alasan tertentu, kebanyakan pasien abortus provokatus, segan atau
dengan sengaja menyembunyikan penyebab abortus yang dapat membahayakan atau mengancam
keselamatan jiwa pasien.
Riwayat Medik
Informasi khusus tentang reproduksi, yang harus diperoleh diantaranya:
Hari pertama haid terakhir dan kapan mulai terlambat haid
Alat kontrasepsi yang sedang digunakan (amenore akibat kontrasepsi hormonal
dapat dikelirukan dengan abortus bila kemudian terjadi monoragia)
Perdarahan per vaginam (lama dan jumlahnya)
Demam, menggigil atau kelemahan umum
Nyeri abdomen atau punggung/bahu (berkaitan dengan trauma intra abdomen)
Riwayat vaksinasi dan kemungkinan risiko tetanus (abortus provokatus)
Pemeriksaan Abdomen
Periksa adanya :
Massa atau kelainan intra abdomen lainnya
Perut kembung dengan bising usus melemah
Nyeri ulang – lepas
Nyeri atau kaku dinding perut (pelvik/suprapublik)
Pemeriksaan Panggul 8
Tujuan utama pemeriksaan panggul atau bimanual adalah untuk mengetahui besar, arah, konsistensi uterus,
nyeri goyang serviks, nyeri tekan parametrium, pembukaan ostium serviks. Melihat sumber perdarahan lain
(trauma vagina/serviks) selain akibat sisa konsepsi.
Derajat Abortus
Dengan memperhatikan temuan dari pemeriksaan panggul, tentukan derajat abortus yang dialami
pasien. Pada abortus iminens, pasien harus diistirahatkan atau tirah baring total selama 24-48 jam. Bila
perdarahan berlanjut dan jumlahnya semakin banyak, atau jika kemudian timbul gangguan lain (misal,
terdapat tanda-tanda infeksi) pasien harus dievaluasi ulang dengan segera. Bila keadaannya membaik,
pasien dipulangkan dan dianjurkan periksa ulang 1 hingga 2 minggu mendatang. Untuk abortus insipiens
atau inkomplit, harus dilakukan evakuasi semua sisa konsepsi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
hasil proses evakuasi untuk menetukan adanya massa kehamilan dan bersihnya kavum uteri. Karena waktu
paruh CG adalah 60 jam, pada berapa kasus, uji kehamilan dengan dasar deteksi hCG, akan memberi hasil
positif beberapa hari pasca keguguran.
Kasus:
Ny. C datang ke tempat anda dengan keluhan kram pada perut bawah, mengeluarkan darah banyak dari
kemaluan, keluar jaringan, hasil pemeriksaan menunjukkan uterus Lebih kecil dari usia kehamilan. Apa
kemungkinan diagnosa yang terjadi pada Ny C ?
Untuk menentukan jenis dan derajat abortus, silahkan anda perhatikan Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Jenis dan derajat abortus
Penatalaksanaan
Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah hemostasis KET. Jenis tindakan
yang akan diambil, harus memperhitungkan pemulihan fungsi kedua tuba. Bila ibu masih ingin hamil
maka lakukan salpingostomi. Bila kondisi gawatdarurat, tidak ingin hamil lagi, robekan tidak beraturan,
terinfeksi, perdarahan tak dapat dikendalikan maka lakukan salpingektomi. Pada umumnya akan dilakukan
prosedur berikut ini :
Pasang infus untuk substitusi kehilangan cairan dan darah
Transfusi Hb < 6g%, Bila tidak segera tersedia darah, lakukan autotransfusi
selama prosedur operatif
Lakukan prosedur parsial salpingektomi atau eksisi segmental yang dilanjutkan
dengan salpingorafi (sesuai indikasi)
Lakukan pemantauan dan perawatan pascaoperatif
Coba infus dan transfusi setelah kondisi pasien stabil
Realimentasi, mobilisasi dan rehabilitasi kondisi pasien sesegera mungkin
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, kondisi hemodinamik stabil, massa < 4 cm dan tidak ada
perdarahan intraabdomen maka pertimbangkan pemberian MTX. Keberhasilan manajemen MTX dapat
mencapai 80%. Berikan 50 mg MTX dan lakukan observasi BhCG yang akan menurun tiap 3 hari. Setelah
1 minggu, lakukan USG ulang, bila besar kantong tetap dan pulsasi, atau B-hCG meningkat > 2 kali dalam
3 hari. Berikan penjelasan pada pasien tentang risiko/keberhasilan terapi konservatif dan segera lakukan
terapi aktif. Bila pasien tak mampu mengenali tanda bahaya, sebaiknya rawat inap untuk observasi.
Pada perdarahan hebat dan massif intraabdomen dimana pengganti belum cukup tersedia dan
golongan darah yang langka maka pertimbangkan tindakan transfuse autolog. Isap darah dengan semprit 20
ml, lakukan penyaringan dan kumpulkan dalam labu darah berisi antikoagulan, kemudian transfusi kembali
ke pasien.
Penatalaksanaan umum
a. Siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat karena perdarahan anterpartum
merupakan komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu
b. Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilitasi,
merujuk dan menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan jenjang
kemampuan yang ada
c. Setiap kasus perdarahan anterpartum memerlukan rawat-inap dan penatalaksanaan
segera
d. Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi
defisit dan tingkat gawatdarurat yang terjadi
e. Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat
mempengaruhi hasil penatalaksanaan perdarahan antepartum
f. Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan
mengacu pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang
dikandung
g. Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan utama
PERDARAHAN PASCA KEHAMILAN
Pada pascapersalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan dan
jumlah perdarahan yang melebihi 500 ml. pada kenyataannya, sangat sulit untuk membuat determinasi
batasan pascapersalinan dan akurasi jumlah perdarahan murni yang terjadi. Berdasarkan temuan diatas
maka batasan operasional untuk periode pascapersalinan adalah periode waktu setelah bayi dilahirkan.
Sedangkan batasan jumlah perdarahan, hanya merupakan taksiran secara tidak langsung dimana disebutkan
sebagai perdarahan abnormal yang menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g%).
Masalah
a. Morbiditas dan mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan setelah bayi lahir
dan dalam 24 jam pertama persalinan
b. Perdarahan pascapersalinan lanjut (setelah 24 jam persalinan)
c. Hasil upaya pertolongan sangat tergantung dari kondisi awal ibu sebelum bersalin,
ketersediaan darah dan paokan medic yang dibutuhkan, tenaga terampil dan
handal serta jaminan fungsi peralatan bagi tindakan gawat darurat
Penatalaksanaan umum
a. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan Perdarahan Pascapersalinan)
c. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pascapersalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang
rawat gabung). Perhatikan pelaksanaan asuhan mandiri.
d. Selalu siapkan keperluan tindakan gawatdarurat
e. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
f. Atasi Syok (lihat Penatalaksanaan Syok)
g. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infuse 20 IU dalam 500 cc NS/RL
dengan 40 tetesan per menit)
h. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir
i. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah (lihat Solusio Plasenta)
j. Pasang kateter menetap dan pantau masuk-keluar cairan
k. Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik
Faktor risiko perdarahan pasca persalinan dapat dibagi dalam faktor risiko antenatal dan faktor risiko intra
partum. Faktor risiko saat antenatal terdiri dari:
a. Usia : usia ≥ 35 th berisiko mengalami perdarahan pasca persalinan 1,5 kali pada
persalinan pervaginam, dan 1,9 kali mengalami perdarahan pascapersalinan pada
persalinan dengan SC
b. BMI : nilai BMI > 30 berisiko 1,5 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
c. Paritas : Primigravida berisiko 1,6 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
d. Post Date : kehamilan lewat waktu berisiko 1,37 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
e. Makrosomi : bayi makrosomi berisiko 2,01 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
f. Multipel : kehamilan multiple (kembar) berisiko 4,46 kali mengalami perdarahan
pasca persalinan
g. Fibroid: fibroid dalam kehamilan berisiko 1,9 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan jika persalinan pervaginam dan 3,6 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan jika persalinan secara SC
h. APB : terjadinya solutio placenta berisiko 12,6 kali mengalami perdarahan pasca
persalinan
i. Riwayat HPP : riwayat perdarahan pasca persalinan pada persalinan sebelumnya
memberikan risiko 2,2 kali mengalami perdarahan pasca persalinan
j. Riwayat SC : riwayat SC pada persalinan terdahulu berisiko 3,1 kali mengalami
perdarahan pasca persalinan
Prevensi
Untuk mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan kenalilah faktor risiko baik faktor risiko antenatal
maupun intrapartum, lakukan penatalaksanaan persalinan yang baik, penanganan manajemen aktif kala III
dan persiapan penanganan kondisi darurat
SEPSIS PUERPERIUM
Sepsis berhubungan dengan 45 kematian ibu, memberikan kontribusi 10% penyebab langsung obstetri dan
8% dari semua kematian ibu. MMR karena sepsis adalah 7/100.000. Sebagian besar ibu dengan sepsis
(93%) diperiksa oleh tenaga kesehatan sebelum meninggal.
Pelayanan di bawah standar yang diberikan oleh dokter spesialis obstetri merupakan hal penting yang bisa
dihindari dan memberikan kontribusi 38% dari kematian karena sepsis. Pelayanan di bawah standar yang
diberikan oleh paraji juga memainkan peran penting dalam menyebabkan kematian karena sepsis genitalia.
Beberapa paraji melakukan sejumlah pemeriksaan dalam yang berlebihan dan mungkin berupaya membuat
pembukaan serviks dengan jarinya.
Sepsis puerperium didefinisikan sebagai infeksi saluran genital yang terjadi setelah pecah ketuban atau
mulas persalinan hingga 42 hari setelah persalinan atau aborsi. Selain demam, salah satu dari gejala berikut
ini mungkin terjadi :
a. Nyeri panggul dan ngilu
b. Cairan per vaginam yang abnormal
c. Cairan berbau tidak normal atau busuk
d. Terhambatnya involusi uterus
Demam didefinisikan sebagai suhu oral > 380C yang diukur pada dua waktu di luar 24 jam pasca
Masalah
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi bervariasi
sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya koagulasi intravaskular diseminata.
Faktor Risiko
Pada masa Antenatal, anemia, uremia, hiperglikemia tidak terkendali, perawatan dengan obat yang
mengakibatkan imunosupresi dan/atau imunokompromi, infeksi genital sebelum mulas persalinan dimulai.
Pada masa Intranatal, berisiko terjadinya sepsis apabila:
a. Penatalaksanaan persalinan atau kelahiran yang tidak higinies
b. Ketuban pecah dini
c. Pemeriksaan dalam berulang kali
d. Persalinan dengan operasi
e. Pengeluaran plasenta secara manual
f. Robekan pada vagina
Ringkasan
Kegawat daruratan maternal dapat terjadi setiap saat selama proses kehamilan, persalinan merupakan
masa nifas. Dengan pemeriksaan antenatal secara teratur dapat mendeteksi kondisi kondisi yang berisiko
terhadap terjadinya kegawatdaruratan. Upaya anamnesa, mengenal faktor risiko, pemeriksaan tekanan
darah, USG dan Biomarker penting mendeteksi dini Preeklampsia. Semakin banyak merode skrining yang
dipakai (kombinasi), maka detection ratenya semakin tinggi. Demikian juga pada kasus perdarahan pada
kehamilan muda, tua, pasca persalinan dan infeksi akut obstetri, anamnesis lengkap disertai pengenalan
faktor risiko dapat memprediksikan terjadinya kondisi gawat darurat secara dini, untuk mencegah
terjadinya keterlambatan penanganan.
Deteksi Kegawatdaruratan Neonatal
Dalam Topik 3 ini, Anda akan mempelajari tentang Deteksi Kegawatdaruratan neonatal yang
meliputi faktor-faktor yang menyebabkan kegawatdaruratan neonates, kondisi-kondisi yang menyebabkan
kegawatdaruratan neonates, deteksi kegawatdaruratan bayi baru lahir, serta deteksi kegawatdaruratan bayi
muda.
Setelah menyelesaikan materi ini, Anda diharapkan mampu untuk melakukan deteksi
kegawatdaruratan neonatal dengan tepat. Secara khusus, Anda diharapkan akan mampu untuk:
1. Menjelaskan faktor faktor yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus dengan
tepat
2. Menjelaskan kondisi – kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus
dengan tepat
3. Melakukan deteksi kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan tepat
4. Melakukan deteksi kegawatdaruratan bayi muda dengan tepat
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa berupa
kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun dengan bantuan alat-alat medis modern sekalipun,
karena sering kali memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak
sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan keterampilan standard,
dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki
latar belakang pendidikan sebagai profesional dan ahli.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan
pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling
besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang
terpenting adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan
penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah kegawatdaruratan
terhadap neonatus.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen
yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam
mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul
sewaktu-waktu.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
Beberapa faktor berikut dapat menyebabkan kegawatdaruratan pada neonatus. Faktor tersebut antara
lain, faktor kehamilan yaitu kehamilan kurang bulan, kehamilan dengan penyakit DM, kehamilan dengan
gawat janin, kehamilan dengan penyakit kronis ibu, kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat dan
infertilitas. Faktor lain adalah faktor pada saat persalinan yaitu persalinan dengan infeksi intrapartum dan
persalinan dengan penggunaan obat sedative. Sedangkan faktor bayi yang menyebabkan kegawatdaruratan
neonatus adalah Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan, berat lahir lebih dari 4000 gr, cacat
bawaan, dan frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit.
1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <36 0C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik
asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan
meningkatkan intake kalori. Etiologi dan faktor predisposisi dari hipotermia antara lain: prematuritas,
asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak
adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin. Penanganan hipotermia ditujukan
pada:
1) Mencegah hipotermia
2) Mengenal bayi dengan hipotermia
3) Mengenal resiko hipotermia
4) Tindakan pada hipotermia.
a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - < 360C), tanda-tandanya antara lain: kaki
teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna
tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C), tanda-tandanya antara lain: sama dengan
hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi
jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosis metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain: muka, ujung kaki dan
tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah
dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema).
2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi
ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu
tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk
mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut
hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas
berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu
tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negatif obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia
karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena
beberapa jenis anestesi umum.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma
darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia
biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan
/atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan/atau resistensi insulin tubuh disebabkan
karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya membuat sulit atau tidak
mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain: polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering
buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut
kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kusmaul hiperventilasi, arhythmia,
pingsan, dan koma.
4. Tetanus neonatorum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan
karena basil klostridium tetani. Tanda-tanda klinis antara lain: bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum,
mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang
disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus. Penatalaksanaan yang dapat diberikan:
a. Bersihkan jalan napas
b. Longgarkan atau buka pakaian bayi
c. Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
e. Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang
Dari hasil penilaian, anda dapat menentukan penatalaksanaan bayi tersebut apakah termasuk bayi
baru lahir normal, bayi dengan asfiksia atau bayi dengan ketuban bercampur meconium. Yang termasuk
dalam kegawatdaruratan adalah apabila bayi termasuk dalam klasifikasi B dan C.
Dalam pendekatan MTBS tersedia “Formulir Pencatatan” untuk Bayi Muda dan untuk kelompok umur 2
bulan sampai 5 tahun. Kedua formulir pencatatan ini mempunyai cara pengisian yang sama. Tindakan yang
dapat dilakukan adalah menanyakan kepada ibu mengenai masalah Bayi Muda. Tentukan pemeriksaan ini
merupakan kunjungan atau kontak pertama dengan Bayi Muda atau kunjungan ulang untuk masalah yang
sama. Jika merupakan kunjungan ulang akan diberikan pelayanan tindak lanjut yang akan dipelajari pada
materi tindak lanjut. Kunjungan Pertama lakukan pemeriksaan berikut :
1) Periksa Bayi Muda untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi
bakteri. Selanjutnya dibuatkan klasifikasi berdasarkan tanda dan gejalanya
yang ditemukan
2) Menanyakan pada ibu apakah bayinya diare, jika diare periksa tanda dan
gejalanya yang terkait. klasifikasikan bayi muda untuk dehidrasi nya dan
klasifikasikan juga untuk diare persisten dan kemungkinan disentri.
3) periksa semua bayi muda untuk ikterus dan klasifikasikan berdasarkan
gejala yang ada
4) periksa bayi untuk kemungkinan berat badan rendah dan atau masalah
pemberian asi. selanjutnya klasifikasikan bayi muda berdasarkan tanda dan
gejala yang ditemukan
5) menanyakan kepada ibu apakah bayinya sudah di imunisasi? tentukan
status imunisasi bayi muda
6) menanyakan status pemberian vit. K1
7) menanyakan kepada ibu masalah lain seperti kelainan kongenital, trauma
lahir, perdarahan tali pusat dan sebagainya.
8) menanyakan kepada ibu keluhan atau masalah yang terkait dengan
kesehatan bayinya.
9) jika bayi muda membutuhkan rujukan segera lanjutkan pemeriksaan secara
cepat. tidak perlu melakukan penilaian pemberian ASI karena akan
memperlambat rujukan.
Infeksi pada Bayi Muda dapat terjadi secara sistemik atau lokal. Infeksi sistemik gejalanya tidak
terlalu khas, umumnya menggambarkan gangguan fungsi organ seperti: gangguan kesadaran sampai
kejang, gangguan napas, bayi malas minum, tidak bisa minum atau muntah, diare, demam atau
hipotermi. Pada infeksi lokal biasanya bagian yang terinfeksi teraba panas, bengkak, merah. Infeksi
lokal yang sering terjadi pada Bayi Muda adalah infeksi pada tali pusat, kulit, mata dan telinga.
Memeriksa gejala kejang dapat dilakukan dengan cara (TANYA, LIHAT, RABA).
1. Kejang
Kejang merupakan gejala kelainan susunan saraf pusat dan merupakan kegawat daruratan. Kejang
pada Bayi Muda umur ≤2 hari berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir, dan kelainan bawaan dan
jika lebih dari 2 hari dikaitkan dengan tetanus neonatorium.
a. Tanya : adakah riwayat kejang? Tanyakan ke ibu dan gunakan bahasa atau istilah
lokal yang mudah dimengerti ibu.
b. Lihat : apakah bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun? Tremor atau
gemetar adalah gerakan halus yang konstan, tremor disertai kesadaran menurun
menunjukkan kejang. Kesadaran menurun dapat dinilai dengan melihat respon
bayi pada saat baju bayi dibuka akan terbangun.
c. Lihat : apakah ada gerakan yang tidak terkendali? Dapat berupa gerakan berulang
pada mulut, gerakan bola mata cepat, gerakan tangan dan kaki berulang pada satu
sisi.
d. Lihat : apakah mulut bayi mencucu?
e. Lihat dan raba : apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan atau tanpa rangsangan.
Mulut mencucu seperti mulut ikan merupakan tanda yang cukup khas pada tetanus
neonatorum
f. Dengar : apakah bayi menangis melengking tiba-tiba? Biasanya menunjukkan ada
proses tekanan intra kranial atau kerusakan susunan saraf pusat lainnya.
3. Gangguan Napas
Pola napas Bayi Muda tidak teratur (normal 30-59 kali/menit) jika <30 kali/menit atau
≥ 60 kali/menit menunjukkan ada gangguan napas, biasanya disertai dengan tanda atau gejala bayi
biru (sianosis), tarikan dinding dada yang sangat kuat (dalam sangat kuat mudah terlihat dan
menetap), pernapasan cuping hidung serta terdengar suara merintih (napas pendek menandakan
kesulitan bernapas).
4. Hipotermia
Suhu normal 36,5-37,5 C jika suhu < 35,5C disebut hipotermi berat yang mengidentikasikan infeksi
berat sehingga harus segera dirujuk, suhu 35,5-36,0 derajat Celcius disebut hipotermi sedang dan
suhu ≥ 37,5 disebut demam. Mengukur suhu menggunakan termometer pada aksiler selama 5 menit
tidak dianjurkan secara rektal karena dapat mengakibatkan perlukaan rektal.
Tabel 1. Cara Mengklasifikasi Kemungkinan Panyakit Sangat Berat Atau Infeksi Bakteri
Tanda atau Gejala Klasifikas
i
Tidak mau minum atau memuntahkan
semua atau
Riwayat kejang atau
Tanda atau Gejala Klasifikas
i
Bergerak hanya jika distimulasi atau Penyakit Sangat Berat atau Infeksi
Napas cepat atau Bakteri Berat
Napas lambat atau
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat
atau Merintih atau
Demam (≥ 37,5C) atau
Hipotermi ( <35,5C) atau
Nanah yang banyak di mata atau
Pusar kemerahan meluas sampai dinding
perut
Pustul kulit atau Infeksi Bakteri Lokal
Mata bernanah atau
Pusat kemerahan atau bernanah
Tidak terdapat salah satu tanda diatas mungkin bukan infeksi
B. MENILAI DIARE
Ibu mudah mengenal diare karena perubahan bentuk tinja yang tidak seperti biasanya dan frekuensi
beraknya lebih sering dibandingkan biasanya. Biasanya bayi dehidrasi rewel dan gelisah dan jika berlanjut
bayi menjadi letargis atau tidak sadar, karena bayi kehilangan cairan matanya menjadi cekung dan jika
dicubit kulit akan kembali dengan lambat atau sangat lambat. Cubit kulit perut dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk lihat apakah kulit itu kembali lagi dengan sangat lambat (lebih dari 2 detik), lambat atau
segera.
Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau selaput mata menjadi kekuningan sebagian besar
(80%) akibat penumpukan bilirubin (hasil pemecahan sel darah merah) sebagian lagi karena ketidak
cocokan gol.darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh pembentukan yang
berlebihan atau ada gangguan pengeluaran. Ikterus dapat berupa fisiologik dan patologik (hiperbilirubin
mengakibatkan gangguan saraf pusat). Sangat penting mengetahui kapan ikterus timbul, kapan menghilang
dan bagian tubuh mana yang kuning. Timbul setelah 24 jam dan menghilang sebelum 14 hari tidak
memerlukan tindakan khusus hanya pemberian ASI. Ikterus muncul setelah 14 hari berhubungan dengan
infeksi hati atau sumbatan aliran bilirubin pada empedu. Lihat tinja pucat seperti dempul menandakan
adanya sumbatan aliran bilirubin pada sistem empedu. Untuk menilai derajat kekuningan digunakan
metode KRAMER.
Jika hasil pemeriksaan anda pada bayi A, usia 8 hari menunjukkan kuning terlihat pada daerah kepala,
leher, berapakah derajat ikterus yang dialami oleh bayi A.
Pemberian ASI merupakan hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan pada bayi 6 bulan
pertama kehidupannya, jika ada masalah pemberian ASI maka bayi dapat kekurangan gizi dan mudah
terkena penyakit.
Tanyakan : apakah IMD dilakukan, apakah ada kesulitan menyusui, apakah bayi diberi ASI dan berapa kali
dalam 24 jam, apakah bayi diberi selain ASI.
Lihat : apakah ada bercak putih dimulut, adakah celah bibir /dilangit-langit
Timbang dan menentukan BB menurut umur dipakai standar WHO 2005 yang berbeda untuk laki-laki dan
perempuan. Bayi muda dengan berat badan rendah yang memiliki BB menurut umur < -3 SD (dibawah
garis merah), antara -2 SD dan -3 SD (BB pada pita kuning), >-2 SD (tidak ada masalah BB rendah).
Penilaian Cara pemberian ASI (jika ada kesulitan pemberian ASI/ diberi ASI kurang dari 8 jam dalam 24
jam, diberi selain ASI, BB rendah menurut umur) :
a. Apakah bayi diberi ASI dalam 1 jam terakhir jika tidak sarankan ibu untuk menyusui,
jika iya menunggu bayi mau menyusu lagi, amati pemberian ASI.
b. Lihat bayi menyusu dengan baik (posisi bayi benar, melekat dengan baik, mengisap
dengan efektif)
Table 4. Klasifikasi Kemungkinan Berat Badan Rendah dan atau Masalah Pemberian ASI
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna maka semua bayi yang
berisiko untuk mengalami perdarahan (HDN= haemorrhagic Disease of the Newborn). Perdarahan bisa
ringan atau berat berupa perdarahan pada kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun perdarahan intrakranial
dan untuk mencegah diatas maka semua bayi diberikan suntikan vit K1 setelah proses IMD dan sebelum
pemberian imunisasi Hb 0.
Penularan Hepatitis pada bayi dapat terjadi secara vertikal (ibu ke bayi pada saat persalinan) dan
horizontal (penularan orang lain). Dan untuk mencegah terjadi infeksi vertikal bayi harus diimunisasi HB
sedini mungkin. Imunisasi HB 0 diberikan (0-7 hari) di paha kanan selain itu bayi juga harus mendapatkan
imunisasi BCG di lengan kiri dan polio diberikan 2 tetes oral yang dijadwalnya disesuaikan dengan tempat
lahir.
Pentingnya menanyakan masalah ibu adalah memanfaatkan kesempatan waktu kontak dengan Bayi
Muda untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu. Masalah yang mungkin berpengaruh kepada
kesehatan bayi.
a. Bagaimana keadaan ibu dan apakah ada keluhan (misalkan : demam, sakit kepala,
pusing, depresi)
b. Apakah ada masalah tentang (pola makan-minum, waktu istirahat, kebiasaan BAK
dan BAB)
c. Apakah lokea berbau, warna dan nyeri perineum
d. Apakah ASI lancar
e. Apakah ada kesulitan merawat bayi
f. Apakah ibu minum tablet besi, vit A dan menggunakan alat kontrasepsi
PRA RUJUKAN.
Klasifikasi berat (warna MERAH MUDA) memerlukan rujukan segera, tetap lakukan pemeriksaan dan
lakukan penanganan segera sehingga rujukan tidak terlambat
Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
Ikterus berat
Diare dehidrasi berat
Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya stabilisasi terlebih dahulu untuk
meningkatkan keberhasilan rujukan. Beberapa tindakan tersebut dalam anda lakukan sebelum anda
melakukan rujukan.
a. Kejang
1) Bebaskan jalan nafas dan memberi oksigen
2) Menangani kejang dengan obat anti kejang (pilihan 1 fenobarbital 30 mg = 0,6 ml
IM, pilihan 2 diazepam 0.25 ml dengan berat <2500 gr dan 0,5 ml dengan berat ≥
2500 gr per rektal)
3) Jangan memberi minum pada saat kejang akan terjadi aspirasi
4) Menghangatkan tubuh bayi (metode kangguru selama perjalanan ke tempat
rujukan
5) Jika curiga Tetanus Neonatorum beri obat Diazepam bukan Fenobarbital
6) Beri dosis pertama antibiotika PP
b. Gangguan Nafas pada penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
1) Posisikan kepala bayi setengah mengadah jika perlu bahu diganjal dengan
gulungan kain
2) Bersihkan jalan nafas dan beri oksigen 2 l per menit
3) Jika apnoe lakukan resusitasi
c. Hipotermi
1) Menghangatkan tubuh bayi
2) Cegah penurunan gula darah (berikan ASI bila bayi masih bisa menyusu dan beri
ASI perah atau air gula menggunakan pipet bila bayi tidak bisa menyusu) dapat
menyebabkan kerusakan otak
3) Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan rujukan
4) Rujuk segera
d. Ikterus
1) Cegah turunnya gula darah
2) Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat
3) Rujuk segera
e. Gangguan saluran cerna
1) Jangan berikan makanan/minuman apapun peroral
2) Cegah turunnya gula darah dengan infus
3) Jaga kehangatan bayi
4) Rujuk segera
f. Diare
1) Rehidrasi (RL atau NaCl 100 ml/kg BB)
ml/kg BB selama 1 jam
ml/ kg BB selama 5 jam
Jika memungkinkan beri oralit 5 ml/kg BB/jam
2) Rehidrasi melalui pipa nasogastrik 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam (120 ml/kg BB)
3) Sesudah 6 jam periksa kembali derajat dehidrasi
g. Berat tubuh rendah dan atau gangguan pemberian ASI
1) Cegah penurunan gula darah dengan pemberian infus
2) Jaga kehangatan bayi
3) Rujuk segera