Anda di halaman 1dari 13

STUDI PENERAPAN METODE KASUS DAN PENGARUH TERHADAP LOS(LENGTH OF

STAY) DI IGD RSUD NGUDI WALUYO WLINGI KABUPATEN BLITAR

Juliana Pakpahan1, Lilik Zuhriyah2, Dewi Kartikawatiningsih3


1
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya
2.3
Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang Indonesia
E-Mail : julianapakpahan21@gmail.com

ABSTRAK
Metode Kasus merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang pertama
kali digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh
satu perawat tergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan
klien. Length of Stay (LOS) pasien di ruang gawat darurat juga menjadi bagian yang harus
diperhatikan oleh perawat IGD. Pasien yang dilakukan pemeriksaan dan tindakan di IGD,
standar waktu berada di IGD tidak lebih dari 4 jam. Pengukuran LOS setiap pasien diukur
dari awal kedatangan pasien sampai dengan perpindahan pasien ke unit lain yang
digunakan sebagai indikator kunci penilaian efesiensi peningkatan kinerja operasional IGD.
Tujuan dari penelititan ini untuk Mengevaluasi hubungan penerapan metode kasus terhadap
LOS di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar. Jenis penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional. Sampling yang digunakan adalah total sampling
dengan total sampel berjumlah 23 perawat dan kuota sampling dengan total sampel 100
orang pasien. Hasil uji Korelasi Pearson ada hubungan metode kasus (p= 0,016) dengan
LOS. Ada hubungan Trige Level (p=0,643) dengan LOS. Ada hubungan kecepatan
pemeriksaan laboratorium(p=0,006) dengan LOS. Ada hubungan kecepatan konsultasi
dokter (p=0,000) dengan LOS. Adahubungan kecepatan transfer (p=0,036 dengan LOS.
Ada hubungan jumlah perawat setiap shif (p=0,036) dengan LOS. Hasil analisis multivariat
regresi linier berganda ketiga faktor tersebut yang paling dominan dan kuat hubungannya
dengan LOS adalah kecepatan konsultasi dengan p value 0,000 dan koefisien korelasi
0,421 (sedang). Kecepatan konsultasi dokter adalah yang paling dominan berhubungan
dengan LOS di IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar. Hal ini disebabkan
belum ada dokter spesialis dengan sub spesialis yang jaga di ruang IGD sehingga proses
konsultasi dilakukan oleh dokter jaga dengan konsultan spesalis melalui telpon atau on call.

Kata Kunci: Metode kasus, LOS (Length of stay)


THE INFLUENCE OF CASE METHOD IMPLEMENTATION TOWARDS LOS (LENGTH OF
STAY) IN EMERGENCY INSTALLATION OF NGUDI WALUYO PUBLIC HOSPITAL
WLINGI DISTRICT OF BLITAR

Juliana Pakpahan1, Lilik Zuhriyah2, Dewi Kartikawati Ningsih3


1
Student, Master of Nursing Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University
2,3
Lecturers, Faculty of Medicine, Brawijaya University, Malang Indonesia

E-Mail : julianapakpahan21@gmail.com

ABSTRACT

Case method is a method in providing nursing care used for the first time. In this
method, a nurse will provide nursing care to a patient totally in a shift period. The number of
patients treated by nurses depends on the nurses' ability and complexity of patients' needs.
The length of stay (LOS) of patients in emergency room is also a part to be noticed by
nurses in emergency installation. Patients are examined and implemented in emergency
installation; standard of time in emergency installation is not more than 4 hours. LOS
measurement of each patient is measured from patient’s arrival until the patient to be
transferred to another unit used as a key indicator of efficiency operational performance
improvement assessment in emergency installation. To evaluate the correlation of case
method implementation towards LOS in Ngudi Waluyo Public Hospital Wlingi District of
Blitar. Research design was observational analytic with cross sectional approach. The
sampling used total sampling with total samples of 23 nurses and quota sampling with total
samples of 100 patients. Result of Spearman correlation test showed that case method (p =
0,049), laboratory examination rate (p = 0.024), physician consultation rate (p = 0.015),
transfer rate (p = 0.187), number of nurses each shift (p = 0.023). Analysis result of multiple
linear regression multivariates of three factors, the most dominant and strong correlation of
LOS was physician consultation rate with p value 0.023 and OR (0,910). Physician
consultation rate was the most dominant related to emergency installation of Ngudi Waluyo
Public Hospital Wlingi District of Blitar. This condition because there was no specialist with
subspecialty in emergency installation so that the consultation process was carried out by
the attending physician with specialty consultant by telephone or on call.

Keywords: case method, LOS (length of stay)


PENDAHULUAN dilakukan pemeriksaan dan tindakan di IGD,
standar waktu berada di IGD tidak lebih dari
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah 4 jam. Penelitian yang dilakukan oleh Nippak
area di dalam rumah sakit yang dirancang et al., (2014) juga menyatakan bahwa
dan digunakan untuk memberikan standar peningkatan LOS di IGD berhubungan
perawatan gawat darurat untuk pasien yang dengan lamanya LOS pasien rawat inap.
membutuhkan perawatan akut atau Faktor usia, komorbiditas, jenis kelamin
mendesak. Instalasi gawat darurat (IGD) berpengaruh terhadap LOS pasien IGD dan
memiliki tujuan utama yaitu untuk menerima, peningkatan biaya perawatan. Penelitian
melakukan triage, menstabilkan kondisi
pasien dan memberikan pelayanan
kesehatan untuk pasien, termasuk pasien
yang membutuhkan resusitasi dan pasien serupa yang dilakukan oleh Brick et al.,
dengan tingkat kegawat daruratan (2014) menyatakan bahwa setiap satu jam
(Australian College for Emergency Medicine, delay pasien tiba sampai konsultasi akan
2014). Pelayanan pasien gawat darurat terjadi peningkatan LOS sebesar 1 jam 4
adalah pelayanan yang memerlukan menit. Pada lansia lebih panjang 5,1 jam, > 7
pertolongan dengan cepat, tepat dan cermat jam pada pasien demensia dengan multiple
serta memegang peranan yang sangat konsultasi.
penting bahwa waktu adalah nyawa Pada Instalasi gawat darurat total
(Keputusan Menteri Kesehatan, 2009). LOS digunakan untuk melihat tingkat
Padatnya kunjungan pasien di IGD kepadatan pasien dan kinerja klinis dari
ada hal yang perlu diperhatikan perawat tenaga kesehatan. Pengukuran LOS setiap
adalah sistem asuhan keperawatan pada pasien diukur dari awal kedatangan pasien
ruang gawat darurat. Model Praktik sampai dengan perpindahan pasien ke unit
Keperawatan Profesional (MPKP) lain yang digunakan sebagai indikator kunci
merupakan salah satu sistem pemberian penilaian efesiensi peningkatan kinerja
asuhan keperawatan yang sedang operasional IGD (Rathlev et al., 2012).
dikembangkan untuk dapat meningkatkan Berbagai penelitian yang dilakukan untuk
kualitas pelayanan keperawatan dan melihat LOS di ruang gawat darurat.
meningkatkan profesionalitas rumah sakit, Penelitian yang dilakuakan Bernstein et al
dalam hal ini perawat mempunyai peran (2009). Hasil penelitian mereka menunjukkan
penting. Sistem model keperawatan bahwa peningkatan lama tinggal di ruang
profesional adalah suatu kerangka kerja gawat darurat berdampak pada peningkatan
yang mendefinisikan 4 unsur, yakni standar, mortalitas dan morbiditas pasien.
proses keperawatan, pendidikan Konsekuensi lain yang dihasilkan dari tinggal
keperawatan dan sistem model penerapan berkepanjangan di ruang gawat darurat
keperawatan profesional (MPKP). Definisi termasuk ketidakpuasan pasien dan
tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai kematian meningkat akibat kecelakaan
yang diyakini dan akan meningkatkan (Parker & Marco, 2014).
produksi / jasa pelayanan keperawatan. Jika Upaya untuk memperpendek LOS,
perawat tidak memiliki nilai tersebut sebagai beberapa ruang gawat darurat meningkatkan
pengambilan suatu keputusan yang dan mewujudkan mutu pelayanan
independen, maka tujuan keperawatan, rumah sakit dengan
kesehatan/keperawatan dalam memenuhi menerapkan proses sistem asuhan
kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud keperawatan pada ruang gawat darurat
(Nursalam, 2007). dengan menggunakan Model Praktik
Length of Stay (LOS) pasien di ruang gawat Keperawatan Profesional (MPKP).
darurat juga menjadi bagian yang harus Pelayanan keperawatan profesional
diperhatikan oleh perawat IGD. Pasien yang diberikan dengan berbagai bentuk metode
penugasan yang sudah ada dan akan 2011-2015 akhir tetapi tidak berhasil di
dikembangkan di masa depan dalam terapkan , sehingga pasien terkadang
menghadapi tren pelayanan keperawatan. menunggu 1-2 hari dirawat di IGD. Hal ini
Salah satu metode pemberian asuhan dikarenakan kekurangan tenaga perawat
keperawatan yaitu metode kasus (Sitorus pada saat itu sehingga waktu tunggu pasien
2006). Ada beberapa bukti yang lama. Pada tahun 2015 sampai dengan 2016
menunjukkan bahwa intervensi metode akhirnya menggunakan metode tim dan hasil
kasus dapat mengakibatkan pengurangan yang di dapat sama saja pasien juga bisa
pemanfaatan rumah sakit, lama rawat (LOS) menunggu 1-2 hari dirawat di Instalasi gawat
dan penerimaan untuk perawatan jangka darurat (IGD). Hal ini juga dikarenakan
panjang (Powell-Davies et al 2008; Ham kekurangan tenaga perawat pada saat itu
2009). Definisi di atas menunjukkan bahwa, dan tim yang satu kurang mengetahui
metode kasus bukan hanya sebuah kondisi pasien tim yang lain. Pada bulan
intervensi, tetapi mengacu pada seluruh Januari 2017 mulai digunakan lagi metode
perawatan yang mencakup berbagai kasus yang bertujuan untuk menurunkan
kegiatan yang bervariasi (Bodenmann et al., LOS. Untuk masalah LOS ini belum pernah
2014). dianalisa apa yang menyebabkan meningkat.
Metode Kasus merupakan metode Selain itu belum ada penelitian sebelumnya
pemberian asuhan keperawatan yang tentang metode kasus LOS pasien di IGD
pertama kali digunakan. Pada metode ini RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten
satu perawat akan memberikan asuhan Blitar.
keperawatan kepada seorang klien secara Tujuan dari penelitian ini adalah
total dalam satu periode dinas. Jumlah klien untukmengevaluasi hubungan penerapan
yang dirawat oleh satu perawat tergantung metode kasus terhadap LOS di RSUD Ngudi
pada kemampuan perawat tersebut dan Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
kompleksnya kebutuhan klien (Sitorus, Berdasarkan studi pada rekam medis
2006) pasien SKA diperoleh 70% Pasien SKA tiba
Hasil studi pendahuluan di IGD di IGD lebih dari 120 menit. Berdasarkan
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
didapatkan fasilitas pelayanan yang tersedia tentang: Pengaruh Penerapan Metode Kasus
di IGD meliputi ruang triage, ruang tindakan, Terhadap LOS di RSUD Ngudy Waluyo
ruang resusitasi, ruang isolasi, ruang Wlingi Kabupaten Blitar.
observasi. Sedangkan peralatan darurat juga METODE
tersedia 24 jam yakni ambulans, difibrilator,
ventilator. Jumlah tenaga terdiri dari 4 Penelitian ini merupakan penelitian
(empat) orang dokter umum sekaligus observasional analitik yang mempelajari
sebagai kepala IGD dengan kualifikasi determinant yaitu faktor-faktor yang
pelatihan kegawatdaruratan, jumlah tenaga berhubungan dengan kejadian dan masalah
perawat sebanyak 36 perawat yang memiliki yang berkaitan dengan kesehatan.
kompetensi di bidang gawat darurat dengan Rancangan penelitian yang digunakan
kualifikasi pelatihan kegawatdaruratan yang adalah study cross sectional yang bertujuan
bervariasi. Ketersediaan sumber daya mencari pengaruh antara variabel dependent
manusia dan sarana prasarana yang (terikat) LOS pasien di IGD RSUD Ngudi
memadai penting untuk memfasilitasi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar dan variabel
pelayanan di IGD. independent (bebas) metode kasus.
Hasil observasi dan diskusi dengan Instrumen penelitian yang digunakan
kepala perawat IGD menyatakan masih dalam penelitian ini adalah dengan
terjadi boarding pasien indikasi masuk rumah menggunakan observasi yang disusun
sakit sekitar 5 - 10 pasien setiap shif. Metode peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang
yang digunakan di RSUD adalah metode berpedoman pada standar LOS dan metode
kasus. Metode kasus ini dimulai sejak tahun kasus serta dimodifikasi dari Practice
No IndikatorMetode Penerapan (MAK) metode kasus.Lembar observasi
Kasus (%) kedua digunakan untuk menilai
1 Pendekatan berfokus 12,5 (LOS)yaknilamanya perawatan di IGD
pada pasien (1,2,12) mulai dari pasien tiba sampaiditransfer ke
2 Koordinasi asuhan 24,5 ruangan perawatan. Untuk observasi LOS
dan layanan antar peneliti mengacu pada penelitian
institusi/tenaga sebelumnya yaitu penelitian Pitang, Y.,
kesehatan lain Widjajanto, E., & Ningsih, D. K.
(3,4,15) (2016)Peran Perawat sebagai Care Giver
3 Berorientasi pada 22 dalam Pelaksanaan Triage terhadap LOS
hasil (5,6,11) pasien di IGD RSUD dr. T.C. Hillers
4 Efisiensi sumber daya 15 Maumere yang menggunakan standar LOS
(7,8,13) 6 jam.
5 Kolaborasi (9,10,14) 26 Untuk uji validitas peneliti melakukan
Environment Scale of the Nursing Work di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi terhadap 5
Index (PES- NWI) for Queensland Nurses. orang perawat yang belum di jadikan
sebagai sampel. Hasil uji validitas diperoleh
B Wal Sig EXP(B) dari semua soal didapatkan p value ≤ 0,05
d artinya, instrumen tersebut valid. Hasil uji
Metode - 0,00 0,96 0,659 reliabilitas diperoleh nilai Cronbach's Alpha
kasus 0,417 2 2 = 0.775 > 0.6. artinya instrumen reliabel.
Metode - 1,47 0,22 0,786 kriteria inklusi penelitian ini yaitu
kasus- 0,241 3 5 :Pasien yang mengunjungi IGD dan
Konsul mendapat perawatan di IGD. Sedangkan
Konsultasi 1, 0,21 41,433 kriteria eksklusi adalah Pasien dengan
dokter 3,724 572 0 permintaan visum di IGD.
Metode - 0,00 0,93 0,999 Dalam penelitian ini uji hipotesis
kasus- 0,001 6 8 untuk analisis bivariat menggunakan
Laboratoriu ujiSpearmanapabila syarat dan ketentuan
m terpenuh, sedangkan untuk analisis
Laboratoriu 0,028 0,01 0,89 1, 029 multivariat menggunakan uji regresi
m 0 9 1 logistik(Dahlan, 2014).
Transfer - 0,29 0,58 0,759
0,276 3 9
Metode 0,31 0,57 1,020
kasus- 0,019 4 5
Transfer
Jumlah - 0,02 0,86 0,043
perawat 3,145 9 4 HASIL PENELITIAN
setiap shif
jaga 1. Gambaran Penerapan metode kasus
Metode 0,01 0,91 1,141 di IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
kasus- 0,132 1 7
jumlah Tabel 1. Distribusi deskriptif metode kasus
perawat
setiap shif
Constant 9,481 0,00 0,94 13106,3
6 0 07 Tabel 2. Hasil uji in teraksi antar variabel
Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar independen
observasi pertama digunakan untuk menilai
Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Sumber: data primer,2017
Waluyo Wlingi Kabupaten
Pada tabel diatas menggambarkan Blitarbulan Juni-Juli 2017
tentang hasil uji interaksi antar variabel
independen diperoleh interaksi metode ±Std.Deviatio
kasus dengan pemeriksaan laboratorium p Min Max Mean n
value 0,572 dan nilai R -0,064, interaksi Metode Kasus 15.00 14.5600
±
pemeriksaan laboratorium dengan konsul p 10.00 1.79966
value 0,168 dan nilai R 0,139, interaksi Kecepatan
konsul dengan transfer p value 0,121 dan Pemeriksaan 150.0 ±
78.8500
koefisien korelasi R 0,156, interaksi transfer Lab* 25.00 0 45.83818
dengan jumlah shif jaga perawat p value Kecepatan ±
0,260 dan nilai R 0,114,interaksi metode Transfer* 90.00 29.4400
10.00 16.97551
kasus dengan konsul p value 0,990 dan nilai
R 0,001, interaksi metode kasus dengan Kecepatan 5.00
150.0
11.8500
±
transfer p value 0,339 dan nilai R -0,097, Konsultasi* 0 22.52109
interaksi transfer dengan jumlah shif jaga Jumlah Perawat 6.00 7.00 6.7500 ± .43519
perawat p value 0,260 dan nilai R 0,114, setiap Shif jaga
interaksi jumlah shif jaga perawat dengan LOS* 537.0 ±
konsul p value 0,231 dan nilai R -0,121. 2.98702
69.00 0 82.81359
Kesimpulan hasil dari interaksi antara
variabel independen didapatkan tidak ada
Sumber: data primer 2017, * dalam menit
interaksi p ˃ 0,05.
Pada tabel diatas
2. Analisa Univariat
menggambarkan tentang interval waktu
tindakan yang dibutuhkan saat pasien
Tabel 3. Karakteristik responden pasien
tiba sampai pasien dipindahkan dari
Berdasarkan penelitian maka diperoleh hasil
ruangan IGD ke ruang perawatan. Rata
sebagai berikut:
–rata nilai untuk metode kasus adalah
Sumber: data primer,2107
No Variabel Frekuen Persenta
Pada tabel diatas didapatkan si se
bahwaresponden terbanyak adalah (n) (%)
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 58 orang 1. 1. Laki-laki 58 58
(58 %) dan perempuan 42 (42%). Jenis
2.Perempua 42 42
kelami n
Tabel4 Distribusi kategori LOS di n
RSUDNgudi Waluyo Wlingi 14,560. Kecepatan pemeriksan
Kabupaten Blitar bulan Juni - Juli laboratorium rata-rata 29,440 menit.
2017 (n=100) Sedangkan hasil analisis terhadap
kecepatan konsultasi spesialis
Sumber: data primer 2017
No Standar Persentase
waktu (%)
Pada tabel di atas dapat diketahui
1 < 6 jam 77
bahwa dari 100 pasien yang berkunjung ke
IGD < 6 jam adalah 77% sedangkan ˃ 6 2 ˃ 6 jam 23
jam adalah 23 %.
didapatkan bahwa rata-rata dokter jaga
melakukan konsultasi dengan spesialis
Tabel 5 Distribusi Deskriptif Statistik variabel
untuk pasien dengan indikasi rawat
Penelitian (n=100) di RSUD Ngudi
adalah 52,500 menit. Kecepatan transfer
rata-rata 6,750 menit dengan . Hasil
Variabel B Sig Wa Exp( Sumber: data primer,2107
Indepe Depen ld B)
nden den Pada tabel diatas hasil uji korelasi antara
Metode LOS 0,2 0,0 3,8 1,29 variabel independen dengan variabel
kasus 57 49 82 3 dependen diperoleh metode kasus p value
Laboratori - 0,0 5,0 0,98 0,049, laboratorium p value 0,024, transfer
um 0,0 24 89 8 p value 0,187, konsul p value 0,015, jumlah
Transfer 12 0,1 1,7 0,98 perawat setiap shif jaga p value 0,035.
Konsul - 87 37 3
Jumlah 0,0 0,0 5,9 0.90 3. Analisa Multivariat
shif jaga 17 15 57 7
perawat - 0,0 4,4 2,90 Tabel 6.Hasil Analisis Multivariat: Regresi
0.0 35 68 5 Logistik
97
1,0
66

analisis rata-rata jumlah perawat setiap Ex 95.0%CI


shif adalah 6,750 atau 7 orang. Variab B WaSsig p for EXP(B)
el ld (B) Low Upp
3. Analisa Bivariat er er
Metode .37
Tabel 6 Hasil Uji Normalitas Data .150 .797 1.12 .835 1.617
Kasus 2
Laborat .06
-.012 3.303 .988 .976 1.001
orium 9
Variabel Kolmogorv-Smirnov Konsul .02
-.094 5.140 .910 .839 .987
Statistic df Sig 3
Metode Kasus 0,346 100 0,000 Sift 1.201 3.727
.05 3.32
.982
11.25
Kecepatan Jaga 4 4 5
Pemeriksaan 0,375 100 0,000 Konsta -
2.684
.10
.001
Lab* n 7.463 1
Kecepatan 0,230 100 0,000
Transfer* Sumber : data primer 2017
Kecepatan Pada tabel diatas dapat dijelaskan
0, 217 100 0,000 bahwa setelah proses analisis multivariat,
Konsultasi*
Jumlah Perawat variabel independen yang memenuhi syarat
0,467 100 0,000 model regresi logistik adalah kecepatan
setiap Shif jaga
LOS 0,047 100 0,200 konsultasi dokter yaitu p value 0,023 dan
Sumber: data primer,2017 nilai OR 0,910. Faktor ini dapat digunakan
untuk memprediksi LOS di RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar .
Pada tabel diatas hasil uji normalitas
mengugunakan ujikolmogorov-Smirnov.
Hasil uji normalitas data menunjukkan p < PEMBAHASAN
0,05, maka data berdistribusi tidak normal.
1. Gambaran Penerapan Metode Kasus di
Tabel 7. Hubungan uji pengaruh variabel IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
independen terhadap dependen Kabupaten Blitar
Hasil indikator pelaksanaan metode
kasus perawat di IGD Ngudi Waluyo Wlingi
didapatkan pendekatan berfokus pada pasien adalah hasil kegagalan komunikasi
pasien sebanyak 12,5%. Perawat (Leonard, Graham, & Bonacum, 2004).
melakukan asuhan keperawatan dengan Hasil indikator metode kasus yang
berfokus pada pasien hanya melakukan berorientasi pada hasil yaitu 22%. Perawat
sebanyak 12,5%. Hal ini disebabkan perawat di IGD melakukan pendekatan proses
masih kurang memberi waktunya menerima keperawatan yang merupakan metode yang
keluhan pasien dan keluarga dalam sistematis dalam memberikan asuhan
membahas masalah pasien. Hasil ini tidak keperawatan yang terdiri dari lima langkah
sesuai Nursalam, (2002) dengan komunikasi yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
adalah sesuatu untukdapat menyusun dan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
menghantarkan suatu pesan dengan cara Hasil ini didukung oleh Nursalam (2002).
yang mudah sehingga orang lain dapat Pelayanan dan asuhan keperawatan yang
mengerti dan menerima (Nursalam, 2002). diberikan kepada klien merupakan bentuk
Strategi untuk mengatasi hal tersebut pelayanan profesional yang bertujuan untuk
diatas adalah diharapkan kepada perawat di membantu klien dalam pemulihan dan
IGD Ngudi Waluyo Wlingi untuk lebih peningkatan kemampuan dirinya melalui
meningkatkan komunikasi terhadap pasien di tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara
IGD. Sehingga pearwat memahami apa yang komprehensif dan berkesinambungan
menjadi masalah keperawatan pasien. Hal sampai klien mampu untuk melakukan
ini didukung oleh Nursalam ( 2003)indikator kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan.
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik Hasil indikator metode kasus pada
mendorong pasien untuk mengungkapkan efisiensi sumber daya adalah 15%, hal ini
pandangan dan perasaannya, menggunakan disebabkan perawat dalam pemakaian alat-
bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap alat kesehatan atau bahan habis pakai pada
komunikasi serta memanggil pasien sesuai pasien belum meminimalkan pemakaiannya
dengan identitasnya. Komunikasi adalah dan perawat tidak segera menghubungi
sesuatu untuk dapat menyusun dan ruang perawatan setelah ada disposisi
menghantarkan suatu pesan dengan cara pasien untuk ditransfer ke ruang perawatan
yang mudah sehingga orang lain dapat sehingga bisa berpotensi meningkatkan
mengerti dan menerima (Nursalam, 2002). biaya perawatan pasien. Hal ini tidak sesuai
Hasil indikator metode kasus pada dengan penelitian Jacobalis (2009) salah
koordinasi asuhan dan layanan antar aspek yang berpengaruh terhadap
institusi/tenaga kesehatan lain adalah 24,5%, peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit
hasil ini lebih tinggi dari diatas. Hal ini adalah efisiensi dan efektifitas,yaitu
disebabkan dalam melakukan koordinasi pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada
antar institusi atau tenaga kesehatan lain, diagnosa dan terapi yang berlebihan.
seperti dokter, petugas laboratorium , Hasil indikator metode kasus pada
radioologi dan lain-lain perawat sudah kolaborasi yaitu 26%. Hal ini berati perawat
melakukan dengan baik, misalnya pada saat melakukan kolaborasi sebanyak 26%.
dilakukan pemeriksan laboratorium perawat Perawat di IGD Ngudi Waluyo Wlingi dalam
segera mengkoordinasikan pada petugas melakukan kolaborasi bisa dikatakan sudah
laboratorium. Hasil ini sesuai dengan baik karena perawat IGD selalu melakukan
penelitian Boyle, D. K., & Kochinda, C(2004) kolaborasi kepada dokter tentang kondisi
komunikasi kolaboratif antar perawat, dokter, pasien dan berkolaborasi dalam hal
dan pasien dapat memuaskan serta pemberian tindakan yang akan dilakukan
meningkatkan keselamatan pasien dengan kepada pasien, misalnya dalam pemberian
membangun kerja tim dan hubungan kerja therapi, pemasangan EKG. Hasil ini
yang positif. Komunikasi kolaboratif dan kerja didukung oleh Werdati, S (2005)
tim adalah hal yang sangat penting untuk peningkatan kualitas pelayanan harus
perawatan yang berkualitas dan memperhatikan manajemen perawatan
keselamatan pasien. Kejadian buruk pada pasien, yang dikelola oleh dokter, perawat
dan tenaga kesehatan lainnya. Dalam kenaikan 1 angka pada TAT, waktu tunggu
pelaksanaan tugas pelayanan kepada pasien di IGD bertambah kira-kira 7 menit.
pasien, tenaga kesehatan harus Pada saat TAT mendekati nol, LOS di IGD
berkolaborasi, berkoordinasi, bekerjasama harus mendekati 160 menit.
saling memberikan informasi dan
mempunyai tujuan bersama yaitu Hasil penelitian yang dilakukan oleh
kesembuhan pasien. Jalili et al (2012) juga mengatakan bahwa
Strategi untuk mengatasi masalah pemeriksaan haemoglobin, protrombin time
pelaksaan metode kasus adalah hendaknya dan potassium didapatkan ada hubungan
metode kasus lebih disosialisasikan kepada yang positif antara TAT dengan LOS pasien
perawat IGD agar perawat IGD lebih di IGD dengan median TAT 170 menit
memahami pelaksanaan metode kasus menjadi 132 menit pada hemoglobin test,
sehingga perawat dapat melakukan asuhan 225 menit menjadi 172 menit pada
keperawatan yang optimal dan tujuan potassium test dan 195,5 menit menjadi 128
metode kasus tersebut dapat tercapai yaitu menit pada protrombin time test. Penelitian
menurunkan LOS. ini juga didukung oleh Keith et al (2012)
bahwa peningkatan LOS berhubungan
dengan proses pengambilan darah dan uji
diagnostik melalui analisis sekunder pada
360 juta pasien di IGD. Keseluruhan proses
pemeriksaan lab dan konsultasi bervariasi
pada setiap pasien namun berhubungan
dengan waktu yang memanjang dan LOS.
6. Hubungan konsultasi dokter spesialis
dengan LOS (Length of stay)
5. Pengaruh Kecepatan Pemeriksaan Hasil uji bivariat menggunakan uji
Laboratoriumdengan LOS pearson terhadap kecepatan konsultasi
spesialis dengan LOS bermakna secara
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada statististik dengan ( p = 0,000)Nilai korelasi
hubungan yang bermakna secara statistik sebesar 0,421 menunjukkan bahwa arah
(p= 0,006) antara kecepatan pemeriksaan korelasi positif dengan kekuatan korelasi
laboratorium dengan LOS. Menurut lemah. Hal ini berarti semakin cepat
penelitian Gill et al (2012) yang menyatakan konsultasi spesialis maka LOS semakin
bahwa pemeriksaan laboratorium dilakukan pendek demikian sebaliknya. Menurut
pada > 50% pasien yang berkunjung ke IGD Depkes (2008) waktu untuk konsultasi
dan dirawat dirumah sakit termasuk yang adalah 15 - 30 menit. Hasil penelitian Brick et
dipulangkan. Hasil ini didukung oleh al (2014) bahwakonsultasi sebagai salah
penelitian Westbrook&Wilson (2015), hasil satu parameter pengambilan keputusan
uji laboratorium sangat penting untuk disposisi pasien yang dirawat di IGD. Hasil
pemeriksaan diagnostik dan keputusan ini didukung oleh penelitian Menurut Veen et
manajemen pasien dan merupakan al (2016) proses konsultasi yang dilakukan
kontributor penting untuk pasien yang dapat meningkatkan LOS sebesar 55%
dirawat di IGD . Penelitian ini menunjukkan dengan kekuatan hubungan sebesar (OR)
adanya hubungan berkepanjangan antara 5.6 (4.0-7.8), terutama pada pasien yang
LOS dengan Turnaround Time (TAT). akan dirawat dan yang akan dilakukan follow
Penelitian ini didukung oleh Holland, Smith & up di rumah sakit lain. Selain itu,
Blick (2005) yang menyatakan terdapat keterlambatan pemeriksaan diagnostik dan
hubungan yang signifikan antara Turnaround early intervention juga berkontribusi dalam
time (TAT) dan LOS di IGD. Persamaan keterlambatan tindakan.
regresi menunjukkan bahwa untuk setiap
Hasil ini didukung juga oleh penelitian pasien bahkan bisa menyebabkan mortalitas
Bernstein et al.,(2008) setiap keterlambatan yang lebih tinggi dan LOS akan memanjang.
satu jam pasien tiba sampai konsultasi akan
terjadi peningkatan LOS sebesar 1 jam 4 8.Hubungan jumlah perawat setiap shif
menit.; sekitar sepertiga dari semua dengan LOS
konsultasi melibatkan pasien lanjut usia
(berusia ≥65 tahun), yang menghabiskan 5 Hasil uji bivariat menggunakan uji
jam 1 menit lebih lama berada di IGD; pearson terhadap jumlah perawat dengan
pasien dengan demensia membutuhkan LOS bermakna secara statististik dengan ( p
multiple konsultasi mengalami 7 jam 9 menit = 0,015)Nilai korelasi sebesar -0,243. Hal ini
lebih lama berada di IGD. berarti semakin banyak jumlah perawat yang
bertugas setiap shif maka LOS akan
Hasil penelitian Bernstein et al (2008) memendek. Hasil ini di dukung studi
juga mengatakan padatnyapasien di ruangan sistematika review yang dibuat oleh
perawatan disertai jumlah staf dokter dan Thungjaroenkul et al (2007) dalam Jhonson
perawat yang terbatas berpotensi (2011) menyebutkan bahwa jika rasio
menimbulkan keterlambatan tindakan dan perawat dengan pasien yang dirawat sesuai
pengobatan tidak adekuat akibat maka biaya perawatan dan LOS akan
peningkatan kebutuhan perawatan. Pasien menurun dan ada pengaruh staffing perawat
kritis dengan time sensitivitytreatment seperti dengan biaya perawatan dan LOS pasien di
STEMI membutuhkan door to needle time IGD.
untuk tindakan reperfusi fibrinolitik dalam Penelitian oleh Zarea et al (2009) di Iran
waktu 30 menit segera setelah tiba di IGD, menyebutkan bahwa 78,2% perawat tidak
pneumonia harus mendapat antibiotik dalam puas dengan kinerja manajemen IGD oleh
4 jam dan golden periode pasien stroke karena beberapa hal diantaranya keamanan
mendapat terapi trombolitik dalam waktu 3 kerja (63,5%), gaji(77,3%), dan kebijakan
jam dari onset gejala. swasta yang tidak memihak jasa pelayanan
7.Hubungan kecepatan transfer dengan yang diberikan perawat. Kekurangan staf
LOS perawat (shortage nurse) dalam suatu
lingkup pelayanan kegawatdaruratan
Hasil analisis bivariat menggunakan uji merupakan fenomena yang membutuhkan
pearson didapatkan ada hubungan yang perhatian dari semua pihak atau yang
signifikan secara statistik antara faktor berkontribusi dalam sistem pelayanan
kecepatan transfer pasien ke ruangan kesehatan. Pengaturan staf berhubungan
dengan LOS dengan p value 0,036. Nilai erat dengan overcrowding dan LOS pasien di
korelasi didapatkan sebesar 0,210 IGD. Keterbatasan tenaga perawat
menunjukkan bahwa arah korelasi positif berdampak negatif terhadap perawatan
dengan kekuatan korelasi kuat. Hal ini berarti pasien di IGD.
semakin lama transfer pasien ke ruangan Asplin et al (2003) mengatakan bahwa
maka LOS semakin memanjang demikian fenomena "overcrowding di IGD "
juga sebaliknya. Semakin cepat pasien menunjukkan ketidakseimbangan jumlah
ditranfer ke ruangan atau unit lain maka LOS perawat dan permintaan layanan perawatan
pasien di IGD semakin memendek. Depkes di IGD. Banyak penelitian menunjukkan
(2011) mengatakan bahwa LOS tidak lebih bahwa overcrowding akan mengurangi
dari 8 jam. Penelitian yang dilakukan Rabin kualitas perawatan medis, meningkatkan
et al (2012) bahwa waktu yang dibutuhkan risiko kesalahan, dan bahkan dapat
untuk melaksanakan transfer pasien ke memperburuk kondisi pasien, yang
rawat inap kurang dari dua jam setelah menyebabkan kemungkinan kematian
diberikan instrusi dari dokter IGD. Pasien (Trzeciak & Rivers, 2003). ; Yang, 2003 ;
yang lebih lama boarding di ruang IGD akan Karpiel, 2004; Wang, 2004). Pada penelitian
berdampak pada menurunnya kepuasan (Spaite et al., 2002; Chuang, 2005) tentang
perencanaan jumlah perawat setiap shif , karena belum ada dokter spesialis dengan
Chuang (2005) menyarankan agar sub spesialis yang jaga di ruang IGD
mengintegrasikan kebutuhan pasien dengan sehingga proses konsultasi dilakukan oleh
sumber perawatan dan memeriksa apakah dokter jaga dengan konsultan spesalis
jumlah perawat pada setiap shift sudah melalui telpon atau on call. Banyak faktor
mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan yang dapat dipertimbangakan jika proses
untuk mengalokasikan dan memanfaatkan konsultasi dilakukan melalui on call yakni
sumber daya manusia secara efisien agar ketersediaan jaringan yang memadai,
tidak mempengaruhi kualitas perawatan. aktivitas dokter spesialis yang tinggi karena
tanggung jawab besar terhadap pasien di
9 Faktor yang paling dominan rumah sakit setempat dan rumah sakit
pengaruhnya terhadap LOS tempat praktik lainnya. Hal ini dapat
Hasil analisis multivariate menggunakan uji dipertimbangkan sebagai penyumbang
regresi linear berganda didapatkan bahwa lamanya konsultasi spesialis terhadap LOS
variabel untuk memprediksi LOS adalah di IGD. Padatnyapasien di ruangan
kecepatan pemeriksaan laboratorium, perawatan disertai jumlah staf dokter dan
kecepatan konsultasi dokter dan jumlah perawat yang terbatas berpotensi
perawat setiap shif di IGD. Ketiga faktor ini menimbulkan keterlambatan tindakan dan
dapat digunakan untuk memprediksi LOS di pengobatan tidak adekuat akibat terjadi
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar peningkatan LOS (Bernstein et al., 2008).
. Dari ketiga faktor tersebut yang paling Hasil analisis multivariat menggunakan uji
dominan dan kuat hubungannya dengan regresi linear berganda pada kecepatan
LOS adalah kecepatan konsultasi dengan p pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai
value 0,000 dan koefisien korelasi 0,421 koefesien regresi sebesar 0,419. Hal ini
(sedang). berarti bahwa jika terjadi keterlambatan
Persamaan regresi yang didapatkan pemeriksaan laboratorium dalam satu jam
adalah LOS = 546,873 + 1,233 (kecepatan maka LOS akan bertambah sebanyak 0,419
konsultasi dokter ) + 0, 419 (kecepatan menit untuk setiap pasien. Nilai koefisien
pemeriksaan lab) – 43,802 (jumlah perawat korelasi sebesar 0,273 menunjukkan bahwa
setia shif). Nilai koefisien regresi dari arah korelasi positif dengan kekuatan
kecepatan konsultasi dokter paling dominan korelasi lemah. Adanya hubungan yang
atau prediktor yang paling kuat untuk signifikan ini kemungkinan karena proses
prediksi LOS di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi pengambilan sampel darah dilakukan oleh
Kabupaten Blitar didapatkan sebesar 1,233 perawat IGD dan juga mengantarkan sampel
dengan koefisien korelasi sebesar 0,421. ke laboratorium, dimana ketika terjadi
Hasil ini menunjukkan bahwa setiap ada overcrowding di IGD maka menyebabkan
keterlambatan konsultasi dokter dalam satu perawat terlebih dahulu memprioritaskan
jam maka akan meningkatkan LOS tersebut pasien sehingga pemeriksan laboratorium
sebesar 1,233 menit pada pasien tersebut. tertunda. Pemeriksan laboratorium memang
Hasil analisis multivariat menggunakan uji sudah rutin sudah dilakukan secara
regresi linear berganda tentang kecepatan automatic digital namun keseluruhan proses
konsultasi spesialis didapatkan nilai analisisi dan pembacaan hasil dilakukan di
koefesien regresi sebesar 1,233. Hal ini pusat lab rumah sakit.
berarti bahwa jika terjadi keterlambatan Strategi yang dapat dipertimbangkan
melakukan konsultasi spesialis dalam satu dalam hal ini adalah perencanaan jangka
jam maka LOS akan bertambah sebanyak panjang oleh manajemen IGD dan staf
1,233 menit untuk setiap pasien. Nilai laboratorium terhadap strategi Point Of Care
koefisien korelasi sebesar 0,421 Test (POCT. Pusat laboratorium yang di
menunjukkan adanya arah korelasi positif tempatkan dalam IGD, staf analis berasal
dengan kekuatan korelasi lemah. Adanya dari laboratorium yang melakukan semua
hubungan yang signifikan ini kemungkinan proses pengambilan darah, pemeriksaan
sampai mendapatkan hasil kemudian penelitian agar di kontrol dan sampel untuk
diserahkan kepada dokter sebagai penelitian baik perawat maupun pasien di
penunjang diagnosa dan terapi pasien serta tambahkan.
keputusan tindak lanjut perawatan pasien.
Rata-rata jumlah perawat di IGD RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi dalam satu kali shift 6 DAFTAR PUSTAKA
atau 7 orang. Hasil ini sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh Depkes (2011) yakni Asplin., Brent, R., Magid, J. D., ... & Camaro
ratio perawat dan pasien rumah sakit tipe B , A.,C. (2003). A conceptual model of
adalah 1: 7. Penelitian yang dilakukan oleh emergency department crowding.
Zarea et al (2009) di Iran menyebutkan Annals of Emergency Medicine, 42(2),
bahwa 78,2% perawat tidak puas dengan 173–180. doi: 10.1067/mem.2003.302.
kinerja manajemen IGD oleh karena Australian Institute of Health and Welfare.
beberapa hal diantaranya keamanan kerja (2015). Australian hospital statistics
(63,5%), gaji(77,3%), dan kebijakan swasta 2009-2010 health services series no.
yang tidak memihak jasa pelayanan yang 40 (Vol. HSE 107) Canberra: AIHW.
diberikan perawat. Kekurangan staf perawat Bernstein, S. L., Aronsky, D., Duseja, R.,
(shortage nurse) dalam suatu lingkup Epstein, S., Handel, D., Hwang, U., ...
pelayanan kegawatdaruratan merupakan & Schafermeyer, R. (2009). The effect
fenomena yang membutuhkan perhatian dari of emergency department crowding on
semua pihak atau yang berkontribusi dalam clinically oriented outcomes. Academic
sistem pelayanan kesehatan. Studi ini juga Emergency Medicine, 16(1), 1-10.
menyebutkan bahwa jika rasio perawat Brick, C., Lowes, J., Lovstrom, L., Kokotilo,
dengan pasien yang dirawat sesuai maka A., Villa-Roel, C., Lee, P., ... & Rowe, B.
cost dan LOS akan menurun. H. (2014). The impact of consultation on
length of stay in tertiary care emergency
departments. Emergency Medicine
KESIMPULAN Journal, 31 (2): 134-138
Bodenmann, P., Velonaki, V. S., Ruggeri, O.,
Kecepatan konsultasi dokteradalah yang Hugli, O., Burnand, B., Wasserfallen, J.
paling dominan berhubungan dengan LOS di B., ... & Daeppen, J. B. (2014). Case
IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten management for frequent users of the
Blitar.Hal ini disebabkan belum ada dokter emergency department: study protocol
spesialis dengan sub spesialis yang jaga di of a randomised controlled trial. BMC
ruang IGD sehingga proses konsultasi health services research, 14(1), 264.
dilakukan oleh dokter jaga dengan konsultan Coleman, P., & Nicholl, J. (2010). Consensus
spesalis melalui telpon atau on call. methods to identify a set of potential
performance indicators for systems of
SARAN emergency and urgent care. Journal of
health services research & policy,
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini 15(2_suppl), 12-18.
dapat dijadikan dasar untuk penelitian Chaou, C. H., Chiu, T. F., Yen, A. M. F., Ng,
selanjutnya dengan melihat faktor-faktor C. J., & Chen, H. H. (2016). Analyzing
yang sudah teridentifikasi berhubungan Factors Affecting Emergency
dengan LOS pasien di IGD maka disarankan Department Length of Stay—Using a
untuk diteliti tentang usia, waktu tiba, Competing Risk-accelerated Failure
keluhan utama dan komorbiditas yang Time Model. Medicine, 95(14).
memiliki kontribusi terhadap LOS pasien di Dahlan, S. (2014). Statistik untuk kedokteran
IGD. Waktu untuk penelitian juga diharapkan dan kesehatan. Deskritif, Bivariat dan
agar lebih panjang sehingga diperoleh hasil Multivariat. Epidemioogi Indonesia.
yang lebih maksimal . Untuk desain Jakarta
Depkes RI, K.K., (2011). Standar Pelayanan of emergency medicine.
Keperawatan GAwat Darurat di Rumah 2014;15(2):170-5.
Sakit.Jakarta: Perpustakaan Depkes RI. Powell-Davies G, Williams A, Larsen K,
Gill, D., Galvin, S., Ponsford, M., Bruce, D., Perkins D, Roland M, Harris M. (2008).
Reicher, J., Preston, L., & Stoneham, S. ‘Coordinating primary health care: an
(2012). Laboratory sample turnaround analysis of the outcomes of a
times: do they cause delays in the ED?. systematic review’. Medical Journal of
Journal of evaluation in clinical practice, Australia, vol 188, no 8, S65–S68.
18 (1): 121-127. Pitang, Y., Widjajanto, E., & Ningsih, D. K.
Jabbari, A., Jafarian, M., Khorasani, E., (2016). pengaruh peran perawat
Ghaffari, M., & Majlesi, M. (2011). sebagai care giver terhadap length of
Emergency department waiting time at stay (los) di igd rsud dr. tc hillerrs
Alzahra Hospital. maumere dengan pelaksanaan triage
Johnson, K. D. (2011). Patients' vital signs sebagai variabel moderasi. Jurnal Ilmu
and the length of time between the Keperawatan, 4(2), 240-255.
monitoring of vital signs during times of Rose, L., Gray, S., Burns, K., Atzema, C.,
emergency department crowding. Case Kiss, A, Worster, A.,..& Lee J. (2012)
Western Reserve University. Emergency department length of stay
Jalili, M., Shalileh, K., Mojtahed, A., for patients requiring mechanical
Mojtahed, M., & Moradi-Lakeh, M. ventilation: a prospective observational
(2012). Identifying causes of laboratory study. Scand J Trauma Resusc Emerg
turnaround time delay in the Med. doi: 10.1186/1757-7241-20-30.
emergency department. Archives of Rabin E., Kocher K., McClelland M., Pines J.,
Iranian medicine, 15(12), 759. Hwang U., Rathlev N., Asplin B.,
Keputusan Menteri Kesehatan (2009) Trueger S., & Weber E. (2012).
Standar instalasi gawat darurat (IGD) Solutions To Emergency Department
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri 'Boarding' And Crowding Are
Kesehatan Republik Indonesia Underused and May Need To Be
Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan, Legislated.Health Affairs 31, no.8
Salemba Medika. Jakarta. (2012):1757-1766.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Sitorus, R. (2006). Model Praktik
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Keperawatan Profesional di Rumah
Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba Sakit, Diktat Bahan Ajar Manajemen
Medika Asuhan Keperawatan. In Fakultas Ilmu
Hidayah, Nur. (2013). Manajemen Ruang Keperawatan Universitas Indonesia
Rawat Inap. Alauddin University Press, (Ed.) Jakarta.
Makassar. ISBN 978-602-237-742-9 Zarea, K., Negarandeh, R., Dehghan‐Nayeri,
Nippak, P. M., Isaac, W. W., Ikeda-Douglas, N., & Rezaei‐Adaryani, M. (2009).
C. J., Marion, A. M., & Vanden-Broek, Nursing staff shortages and job
M. (2014). Is there a relation between satisfaction in Iran: Issues and
emergency department and inpatient challenges. Nursing & health sciences,
lengths of stay?. Can J Rural Med, 19 11 (3): 326-331.
(1).
Ningsih, D. K. (2016). Overcrowding patient
and improving emergency patient flow in
emergency department: a literature
review. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2),
150-154.
Parker, B.T & Marco, C (2014) Emergency
department length of stay: accuracy of
patient estimates. The western journal

Anda mungkin juga menyukai