Anda di halaman 1dari 6

TANGERANG SELATAN PERLUAS JANGKAUAN

TANGERANG SELATAN, KOMPAS Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Banten,


berencana memperluas jangkauan layanan air bersih kepada warga. Perluasan
jangkauan layanan itu dilakukan dengan mengajak investor. Pada tahun 2021, layanan
air bersih di wilayah ini ditargetkan dapat menjangkau 30.000 warga melalui jaringan
pipa.

Rencana kerja sama dengan investor ini disampaikan Dudung E Diredja, Direktur
Utama PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PITS) selaku badan usaha milik
daerah (BUMD) Kota Tangerang Selatan, Rabu (19/9/2018).

”Saat ini kami melelang proyek untuk menentukan perusahaan yang akan membangun
pengolahan air bersih dengan air baku dari Kali Angke dengan nilai investasi Rp 375
miliar. Air baku dari Kali Angke bisa mencapai 250 liter per detik,” ujar Dudung.

Kali Angke merupakan sungai yang berhulu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan
bermuara di Muara Angke, Jakarta Utara. Mengutip data dari Balai Besar Wilayah
Sungai Ciliwung Cisadane, kali ini membentang sejauh 91,25 kilometer, sebagian masuk
wilayah DKI Jakarta di sisi barat.

Diharapkan, akhir tahun 2018 didapatkan pemenang lelang dan sudah bisa dilakukan
peletakan batu pertama. Dengan begitu, penyediaan air bersih untuk zona I, yaitu
Pamulang dan Ciputat, dapat segera terlayani. Pada tahun 2021, ditargetkan sebanyak
30.000 pelanggan dapat terlayani.

Wilayah tetangga

Selama ini, kebutuhan air bersih di Tangsel disuplai dari PDAM Tirta Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang sebanyak 7,0 persen.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tangerang


Selatan disebutkan, pada 2021, sebanyak 30 persen warga Tangsel terlayani air bersih.
Sementara ini sebagian besar mengambil air dari tanah.

Di tengah keterbatasan anggaran, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany
sebelumnya mengatakan bahwa BUMD tidak lagi dapat mengandalkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Karena itu, pola kerja sama yang dibangun
adalah model kerja sama bisnis. Konsep ini yang sedang diwujudkan dengan
menggandeng investor masuk.

Dudung menjelaskan, pola kerja sama ini memungkinkan investor berinvestasi secara
penuh. Pemerintah, dalam hal ini BUMD (PT PITS), akan membeli air yang dihasilkan
oleh perusahaan yang nantinya berbentuk badan usaha pengelola dan kemudian
menjualnya ke warga.
Pola pengelolaan ini, kata Dudung, kemungkinan juga akan digunakan untuk dua
sumber air baku yang lain, yaitu Sungai Pesanggrahan dan Sungai Cisadane. Saat ini,
kata Dudung, sudah ada perusahaan yang berminat untuk berinvestasi.

Namun, Pemkot Tangsel masih dalam proses penjajakan dan mengkaji pola kerja sama
yang paling tepat untuk digunakan.

Sebelumnya, PT PITS menjalin kerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Kerta Rahardja yang diwujudkan dalam penyediaan 50 liter per detik air bersih.
Pasokan ini difokuskan untuk kawasan pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan
dan beberapa perumahan di sekitarnya.

Kini, upaya penyediaan air bersih selanjutnya akan menggandeng investor. (UTI)

Pemerintah Kota Tangerang Selatan masih menunggu investor untuk mengolah sampah
yang saat ini mencapai 808 ton per hari. Pengolahan sampah menggunakan teknologi
mendesak untuk mengantisipasi kenaikan produksi sampah.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Mukkodas
Syuhada, Senin (15/1), mengatakan, penawaran dari berbagai perusahaan selama ini
belum ditindaklanjuti karena dianggap belum sesuai.

Salah satunya karena perusahaan mengajukan kontrak kerja sama 20 tahun. ”(Jangka
waktu) itu terlalu lama untuk kami. Jika ada yang tidak sesuai, tidak bisa dihentikan
begitu saja di tengah jalan,” katanya.

Ia mengatakan, hanya 250 ton sampah dari total produksi 808 ton per hari yang
diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang di Serpong. Sisanya, dikelola
swasta, bank sampah, dan tak terangkut.

Mukkodas mengatakan, kebanyakan teknologi untuk menghasilkan energi dari sampah


membutuhkan produksi sampah sedikitnya 1.000 ton per hari.

”Saat ini, kami membutuhkan teknologi pengelolaan skala kecil yang bisa digunakan di
tempat pembuangan sementara terpadu (TPST),” kata Mukkodas.

Saat ini, ada 50 TPST yang sangat tradisional pengelolaannya. TPST di Pasar Ciputat
memulai produksi pakan ternak dari sampah organik. Di TPA Cipeucang sebagian kecil
sampah organik mulai diolah pihak ketiga.

”Kami tidak ada anggaran untuk membeli teknologi pengolahan sampah sehingga
bentuk kerja sama sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga,” katanya.

Di TPA, pemkot mengajukan ke Bappenas melalui skema kerja sama pemerintah dan
badan usaha (KPBU). Melalui skema ini, investasi dijamin PT Penjaminan Investasi
Indonesia (PII).
Salah satu perusahaan yang mengajukan program pengolahan sampah adalah PT
Tungku Putra Nusantara. Direktur Teknik PT Tungku Putra Nusantara Setiyono
mengatakan, pihaknya menawarkan tiga tipe tungku pembakar sampah, yaitu yang
berkapasitas 15 ton per hari untuk tingkat kelurahan, 150 ton per hari (kecamatan),
hingga 250 ton per hari (kota/TPA). (UTI)

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Banten mencari investor untuk menjangkau


layanan air bersih lewat jaringa pipa. Pencarian investor dilakukan melalui PT
Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PITS), salah satu Badan Usaha Milik
Daerah Tangerang Selatan. Targetnya jangkauan layanan dapat dinikmati 30.000
warga tahun 2021.

Direktur PT PITS Dudung E Diredja, Rabu (19/9/2018), mengatakan pencarian investor


saat ini dalam proses lelang. “Saat ini sudah proses lelang untuk menentukan
perusahaan yang akan membangun pengolahan air bersih dengan air baku dari Kali
Angke dengan nilai investasi sebesar Rp 375 miliar. Air baku dari Kali Angke bisa
mencapai 250 liter per detik,” ujar Dudung.

Diharapkan, akhir tahun 2018 sudah didapatkan pemenang lelang dan sudah bisa
dilakukan peletakan bati pertama. Dengan begitu, penyediaan air bersih untuk zona I
yaitu Pamulang dan Ciputat dapat segera terlayani. Ditargetkan pada tahun 2021
sebanyak 30.000 pelanggan dapat terlayani.

Selama ini, kebutuhan air bersih di Tangsel disuplai dari PDAM Tirta Kerta
Raharja Kabupaten Tangerang, sebesar 7,0 persen. Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kota Tangerang Selatan disebutkan tahun 2021, sebanyak 30
persen warga Tangsel terlayani air bersih. Sementara ini sebagian besar mengambil air
dari tanah.

KUM
Airin Rachmi Diany. Kompas / Heru Sri Kumoro.

Di tengah keterbatasan anggaran, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany
sebelumnya mengatakan bahwa BUMD tidak lagi dapat mengandalkan anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD). Karena itu, pola kerja sama yang dibangun
adalah bussiness to bussiness, kerjasama bisnis dari BUMD dengan investor. Pola inilah
yang sedang diterapkan untuk memperluas jangkauan layanan air bersih.

Dudung menjelaskan, pola kerja sama ini memungkinkan investor berinvvestasi secara
penuh. Pemerintah, dalam hal ini BUMD (PT PITS) akan membeli air yang dihasilkan
oleh perusahaan yang nantinya berbentuk Badan Usaha Pengelola (BUP) dan kemudian
menjualnya ke warga.

Pola pengelolaan ini, kata Dudung, kemungkinan juga akan digunakan untuk dua
sumber air baku yang lain, yaitu Sungai Pesanggrahan dan Sungai Cisadane. Saat ini,
kata Dudung, sudah ada perusahaan yang berminat untuk berinvestasi. Tetapi pemkot
Tangsel masih dalam proses penjajakan dan mengkaji pola kerjasama yang paling tepat
untuk digunakan.

KOMPAS/AMANDA PUTRI
Direktur PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan, Dudung E Diredja. Kompas /
Amanda Putri Nugrahanti.

Pencarian investor ini dilakukan setelah PT PITS bekerja sama dengan PDAM Tirta
Kerta Rahardja untuk memastikan pasokan air bersih sebesar 50 liter  per detik.
Pasokan ini difokuskan pada kebutuhan air bersih di pusat pemerintahan Kota
Tangerang Selatan dan beberapa perumahan di sekitarnya. Selanjutnya jangkauan
layanan diperluas ke sejumlah wilayah lail di Tangerang Selatan.

PELAYANAN PUBLIK MASIH JADI PERSOALAN

AKARTA, KOMPAS — Korupsi kecil-kecilan atau petty corruption di sektor pelayanan


publik di Indonesia masih menjadi persoalan yang harus diatasi oleh para pemangku
kepentingan. Diperlukan penguatan prosedur operasional terstandar dan pengetatan
pengawasan untuk meminimalisasi praktik sogok, pemerasan, dan pungutan liar agar
dampak merusak korupsi skala kecil tetapi masif ini bisa ditekan.

Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) 2018 yang disampaikan Badan Pusat Statistik
(BPS) di Jakarta, Senin (17/9/2018), mencapai 3,66, sedikit turun dari tahun 2017 yang
mencapai 3,71. Dalam skala 0-5, semakin besar nilai, semakin tinggi sikap antikorupsi.
Nilai 3,66 masuk dalam kategori antikorupsi, tetapi belum mencapai kategori sangat
antikorupsi (3,76 hingga 5). Pemerintah menargetkan pada 2019, IPAK bisa mencapai
angka 4.

BPS menyusun indeks ini dengan menggunakan dua dimensi besar, yakni persepsi
masyarakat yang berupa penilaian mereka terhadap perilaku antikorupsi di masyarakat
serta pengalaman masyarakat. Dimensi pengalaman ini mencakup pelayanan
masyarakat ketika berhubungan dengan 10 jenis pelayanan publik, di antaranya
Perusahaan Listrik Negara (PLN), kepolisian, peradilan, layanan kesehatan, kantor desa
atau kelurahan, dinas kependudukan dan pencatatan sipil, Kantor Urusan Agama, serta
RT/RW.

”Dari sisi persepsi, ada peningkatan yang berkelanjutan sejak 2012. Artinya, dari sisi
persepsi sudah sangat antikorupsi. Dari sisi pengalaman masih fluktuatif. Ada gap
antara persepsi dan pengalaman,” kata Kepala BPS Suhariyanto.

KOMPAS/ALIF ICHWAN
Sejumlah aktivis antikorupsi dengan membawa poster menggelar aksi di kawasan hari bebas
kendaraan bermotor di Bundaran Hotel Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (6/5/
2018). Mereka melakukan aksi untuk mengingatkan masyarakat agar tidak diam terhadap
perilaku suap.

Pada IPAK 2018, nilai persepsi mencapai 3,86. Angka ini naik secara bertahap setiap
tahun sejak indeks ini diluncurkan tahun 2012. Saat itu, nilai dimensi persepsi 3,54,
sedikit di bawah pengalaman yang tercatat 3,58. Namun, dalam kurun 2012-2018, nilai
dimensi pengalaman turun-naik, dengan nilai terendah pada 2015, yakni 3,39,
kemudian bertahap naik menjadi 3,60 pada 2017, lalu kembali turun menjadi 3,57 pada
2018.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono mengatakan, fluktuasi pada dimensi
pengalaman dalam IPAK 2018 bisa saja akibat sampel yang relatif kecil, tetapi juga bisa
dijelaskan dari data yang menunjukkan porsi masyarakat yang mengakses layanan
melalui perantara juga lebih tinggi dari tahun sebelumnya di beberapa jenis layanan,
seperti KUA, kantor desa, PLN, peradilan, RT/RW, dan layanan kesehatan.

Akses layanan melalui perantara bisa dimaknai sebagai terjadi korupsi skala kecil.
Selain itu, persentase masyarakat yang memberikan uang atau barang melebihi
ketentuan dan menganggap hal itu lumrah juga naik dari 18,06 persen menjadi 19,61
persen pada 2018. Namun, persentase yang mengakses sendiri layanan publik dan
mengaku membayar melebihi ketentuan turun pada 2018 dibandingkan 2017, hampir
seluruh dari 10 jenis layanan publik yang diakses masyarakat.

Merata

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Oce
Madril menilai praktik korupsi dalam skala kecil memang masih merata terjadi di
banyak tempat. Hal ini yang menyebabkan terjadi kesenjangan antara persepsi
antikorupsi masyarakat yang tinggi dan praktik keseharian di pelayanan publik.
Menurut dia, kendati korupsi birokrasi pelayanan publik itu dari sisi jumlah kecil,
umumnya merata di banyak tempat sehingga memberi daya rusak yang besar terhadap
tatanan birokrasi.

”Apa-apa diukur dengan uang sogokan. Ini tentu merugikan hak warga negara. Ini bisa
melahirkan diskriminasi dan ketidakadilan bagi warga yang tidak memberikan uang
sogokan,” kata Oce Madril.

Menurut dia, perlawanan terhadap korupsi skala kecil itu harus dilakukan dengan terus
membenahi prosedur pelayanan terstandar ketika aparatur birokrasi berhubungan
dengan masyarakat. Hal ini juga perlu diikuti dengan pengawasan di wilayah-wilayah
yang rentan konflik kepentingan, sogokan, dan pemerasan.

JAKARTA, KOMPAS.com — Meski nilainya kecil, masih terjadinya korupsi di pelayanan publik di
berbagai daerah dinilai menjadi faktor penghambat paling besar yang meningkatkan indeks persepsi
korupsi (IPK) di Indonesia selama ini. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Haryono Umar
mengatakan, IPK di Indonesia saat ini masih di angka rendah, yakni 3,0. Masyarakat dan pelaku
usaha, kata dia, masih mengeluhkan kondisi di pelayanan publik yang masih meminta uang "terima
kasih". "Kadang-kadang cuma kasih Rp 10.000, Rp 20.000. Tapi begitu ditanya masyarakat, mereka
katakan di situ (kantor pelayanan publik) banyak suapnya. Itu langsung turunnya (IPK) banyak
sekali," kata Haryono ketika diskusi "Penguatan Pembangunan Kapasitas Kelembagaan DPR" di
Fraksi PPP, Kompleks DPR, Senin (5/12/2011). Haryono mengatakan, selama ini banyak kendala
yang dihadapi KPK untuk memperbaiki pelayanan publik. Salah satunya, ucap dia, masih banyak
peraturan atau SOP di internal kantor pelayanan publik yang kurang baik. "Jadi, perlu ada dukungan
bersama-sama antara KPK dan DPR untuk perbaiki ini," kata Haryono. Ditambahkan, pihaknya telah
memperbaiki pelayanan publik di 10 kota tahun lalu. Contoh sektor yang telah diperbaiki yakni migas
dan perpajakan. Perbaikan di dua sektor itu, kata dia, telah menyelamatkan keuangan negara
sebesar Rp 156 triliun. "Tahun depan DPR sudah berikan Rp 24 miliar untuk perbaiki pelayanan
publik dan itu tidak bisa dilakukan KPK sendiri," pungkasnya. Bambang Widjojanto, pimpinan KPK
terpilih, mengatakan, pencegahan korupsi ke depan memang perlu difokuskan pada pelayanan
publik, terutama terkait ekspor dan impor. Bambang meyakini jika perbaikan dilakukan di kantor
Imigrasi serta Bea dan Cukai, IPK akan meningkat. "Empat tahun ke depan KPK paling tidak
menaikkan (IPK) satu digit lagi. Bisa kita dorong (IPK) jadi 4,00. Itu sudah sama dengan Filipina dan
Malaysia," kata Bambang saat fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR pekan lalu

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korupsi Kecil-kecilan Penghancur IPK
Indonesia", https://internasional.kompas.com/read/2011/12/05/12011475/korupsi.kecil-
kecilan.penghancur.ipk.indonesia. 
Penulis : Sandro Gatra

Anda mungkin juga menyukai