Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lokasi Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi,
yakni  lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng Samudra Pasifik
melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan  potensi pertambangan yang telah
diakui di dunia.  Namun, potensi yang sangat tinggi ini masih belum tergali secara  optimal.
Disamping itu, tingkat  investasi di sektor ini relatif rendah dan menunjukkan kecenderungan
menurun akibat terhentinya  kegiatan eksplorasi di berbagai kegiatan pertambangan. Menurut
studi yang dilakukan Fraser Institute  dalam Annual Survey of Mining Companies (December
2002), iklim investasi sektor pertambangan di  Indonesia tidak cukup menggairahkan.
Banyak  kalangan menghawatirkan bahwa dengan kondisi  seperti ini maka masa depan,
industri ekstraktif khususnya pertambangan di Indonesia akan segera  berakhir dalam waktu 5
sampai 10 tahun. Kondisi ini patut disayangkan karena industri ini memberikan  sumbangan
yang cukup besar bagi perekonomian nasional maupun daerah. Dampak ekonomi
dari  keberadaan industri pertambangan antar lain penciptaan output, penciptaan tenaga
kerja,  menghasilkan devisa dan memberikan kontribusi fiskal. Pada makalah ini akan
dibahas mengenai  gambaran kondisi pertambangan mineral, iklim investasi pertambangan,
tinjauan manfaat ekonomi  kegiatan pertambangan, permasalahan yang dihadapi industri
pertambangan dan rekomendasi kebijakan.

1.2    Identifikasi Masalah
1.      Bagaimana proses pembentukan batubara?
2.      Dimana saja lokasi persebaranbatubara?
3.  Bagaimana proses pembentukan batubara?

1.3.      Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan  untuk memenuhi tugas dari mata pelajaran Tektonik
Batubara. Banyak hal yang mesti kita  ketahui mengenai  sumber daya alam terutama sumber
daya alam batubara yang keberadaannya tidak dapat diperbaharui.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA


 Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan waktu
hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang
kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun dan mengalami proses pembatubaraan
(coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses
pembatubaraan  yang terjadi, yakni:
2.1.1 Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat dimana
tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi
humus. Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan
fungi hingga lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut.
2.1.2 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
 
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri
anaerob.
2. Pengendapan, tumbuhan  yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya akan
mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari endapan ini
dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan gambut.
3. Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia dan
mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam bentuk
karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur karbon akan
bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.
4. Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik
dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low grade dapat berubah
menjadi batubara high grade apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif,
karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma.
Selain itu, lingkungan pembentukan batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area
darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu.

2
5. Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami
proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga saat
ini dieksploitasi manusia.

2.2 Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara


Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun
kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
batubara adalah :
2.2.1 Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang
lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap
tipe dari batubara yang terbentuk.
2.2.2 Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.
2.2.3 Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa
lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang
diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang
terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang
tinggi.

2.3 FORMASI JENIS BATUBARA

2.3.1 Formasi Mallawa (Tem) ; Formasi Mallawa terdiri atas batupasir kuarsa,
batulanau, batulempung dan konglomerat, dengan sisipan dan lensa Batubara.
Penyebaran batuan yang cukup luas adalah, batupasir kuarsa yang merupakan
Anggota dari Formasi Mallawa. Batupasir kuarsa umumnya bersifat rapuh dan
kurang kompak, berlapis tipis-laminasi. Pada batulempung dan batulanau
mengandung fosil moluska, sisipan batugamping dan batubara dengan ketebalan
antara beberapa centimeter sampai 1,5 meter.  Batuan dari formasi Mallawa ini
diperkirakan berumur Paleosen-Eosen (Rab. Sukamto, 1982), terendapkan dalam
lingkungan paralik sampai laut dangkal, dan ketebalan formasi ini tidak kurang
dari 400 meter. Beberapa conto batubara Formasi Mallawa yang telah diteliti
antara lain pada daerah Mallawa, Taccepa, Bontoa, dan Uludaya pada Kabupaten
Maros. Endapan batubara di daerah tersebut diatas berupa lapisan dengan
ketebalan bervariasi dari 1 – 6 lapisan. Ketebalan Batubara pada Formasi Mallawa
berukuran antara 0,15 – 1,60 meter. Berselingan dengan lempung, batupasir, dan
lanau. Ciri fisik berwarna hitam sampai hitam kecoklatan, kilap terang sampai
pudar, getas, rekahan terisi lempung dan adapula pirit, umumnya memiliki
pecahan konkoidal. Formasi batuan tersebut diendapkan pada lingkungan paralik

3
hingga laut dangkal, sehingga lapisan batubaranya sebagian besar kandungan
unsur belerang cukup tinggi yakni berkisar 0,96-9,85 %. Sedangkan nilai kalori
berkisar antara 4.236 – 7.470 k.cal/kg dan fuel ratio 0,9 – 1,3. Batubara Formasi
Mallawa tersingkap pula di Desa Gattareng, Kecamatan Marioriwawo Kabupaten
Soppeng. Singkapan batubara terdiri dari 5 (lima) lapisan dengan ketebalan 0,3 –
5 meter. Dari hasil uji kualitas batubara Kabupaten Soppeng diperoleh nilai kalori
5880 – 6600 Cal/g, Zat Terbang 35 – 40 %, dan kadar belerang 1,4 – 1,8 %.

2.3.2 Formasi Walanae (Tmpw) ; berumur Miosen Akhir – Pliosen, formasi ini
menindih tidak selaras dengan batuan gunungapi formasi Camba. Formasi
Walanae tersusun dari perselingan batupasir, konglomerat, tufa dengan sisipan
batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit, batupasir berbutir sedang
sampai kasar, umumnya gampingan dan agak kompak, berkomposisi sebagian
andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa. Tebal satuan ini
diperkirakan sekitar 1.200 meter (Rab. Sukamto dan Sam Supriatna, 1982).
Batubara pada formasi Walanae yang pernah diteliti antara lain pada Kabupaten
Sinjai, pada daerah Panaikang dan Bulupodo. Ketebalan batubara formasi
Walanae pada daerah Panaikang bervariasi dengan rata-rata 2 meter. Kondisi fisik
berlapis-lapis, berselang-seling dengan lempung. Sedangkan pada daerah
Bulupoddo batubaranya memiliki warna abu-abu hingga hitam, dan masih
menampakkan tekstur asalnya yaitu kayu. Mempunyai cerat hitam, dengan
ketebalan bervariasi antara 20 cm hingga 1,8 meter, tertutup lapisan soil setebal 1-
2 meter. Batubara ini merupakan sisipan pada batupasir yang berselingan dengan
batulempung hingga lanau. Melalui kehadiran struktur sedimen berupa laminasi,
dan gelembur gelombang, menunjukkan genetik lingkungan pengendapan satuan
batuan ini adalah laut dangkal (daerah transisi) dengan mekanisme pengendapan
‘sand bar’. Melalui hasil analisa kimia nilai Kalori batubara Walanae pada daerah
Panaikang, Sinjai memiliki nilai Kalori 5.000 Cal/gr, fuel ratio(0,8-0,9) dengan
kadar sulfur 2,1 – 3,5 %.

2.3.3 Formasi Camba (Tmc) ; Batuan sedimen laut Formasi Camba terdiri atas
perselingan antara batuan gunungapi, yaitu batupasir tufaan berselingan dengan
tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung. Dibeberapa tempat dijumpai sisipan
napal, batugamping, dan batubara. Satuan batuan ini diperkirakan berumur
Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Rab. Sukamto,1982) dan terendapkan
dalam lingkungan laut dangkal, menindih tidak selaras diatas Formasi Tonasa.
Contoh batubara Formasi Camba yang telah diteliti berlokasi di Kabupaten Maros
pada daerah Bengo, Kamara, Pucak, Lekopancing, S. Damak K, umumnya jenis
batubara ini berwarna hitam buram, dan dijumpai adanya pengotoran dari oksida
besi. Serta yang berlokasi di daerah Lembang, berwarna hitam mengkilat, dan
keras, diperkirakan perubahan tersebut sebagai akibat pengaruh intrusi andesit dan
basal di daerah tersebut. Hasil analisa kimia batubara Formasi Camba
menunjukkan nilai kalori antara 3175 – 4270 cal/g, karbon padat 28,20 – 39,90 %,
dan kadar abu 36,10 – 52,20 %.

4
2.3.4 Formasi Toraja (Tet) ; Formasi batuan ini terdiri dari perselingan batupasir kuarsa,
serpih, batulanau, konglomerat kuarsa dengan sisipan kuarsit, batugamping,
batulempung, napal, batupasir hijau, batupasir gampingan, batupasir dan batubara.
Batuan umumnya berlapis sangat tipis hingga sangat tebal, berwarna merah
kecoklatan sampai ungu, dan beberapa warna kelabu kehitaman. Satuan batuan ini
diperkirakan berumur Eosen Tengah – Eosen Akhir (Djuri, Sudjatmiko,1998).
Beberapa contoh batubara pada Formasi Toraja, yang telah dilakukan
penyelidikan sebelumnya antara lain pada daerah Sillanan, Tombang, dan
Randanan pada Kabupaten Toraja. Endapan batubara Formasi Toraja, berupa
lensa/lapisan tipis terdapat pada beberapa lapisan dengan ketebalan rata-rata 8,0 –
60 cm. umumnya berselang-seling dengan serpih, lempung, dan serpih napalan,
ditempat lain berselingan dengan napal, batupasir, dan lanau. Kenampakan fisik
umumnya lapuk, berwarna hitam, kilap pudar hingga terang, pecahan konkoidal,
dan ada yang mengandung pirit. Formasi batuan tersebut umumnya terendapkan
pada lingkungan antar pegunungan dalam lingkungan paralik hingga laut dangkal,
sehingga lapisan batubaranya sebagian besar unsur belerangnya cukup tinggi.
Batubara Formasi Toraja juga tersingkap di Kabupaten Enrekang, yakni di daerah
Banti dan Batunoni. Endapan batubara berwarna hitam, kilap terang, rekahan
terisi oleh gipsum dan pirit, ketebalan rata-rata 0,75 m. Nilai kalori batubara
Formasi Toraja bervariasi yakni antara 3.750 Cal/g sampai 6.578 Cal/g, fuel
ratio 0,8 – 2.0, dan prosentase zat belerang adalah antara 2,1 – 3,6 %. Batubara
Formasi Toraja juga tersingkap di daerah Betau Kecamatan Duapitue Kabupaten
Sidenreng Rappang. Kenampakan fisik batubara di beberapa tempat dijumpai
tersingkap di permukaan dan sebagian besar tertutup oleh tanah penutup dan
batuan pembawa yakni pasir kuarsa dan lempung. Berdasarkan penampang yang
diperoleh dari hasil penggalian dijumpai sebanyak 3 lapisan, dimana lapisan
pertama dan kedua merupakan lapisan tipis dengan ketebalan 2 – 5 cm, dan
lapisan ketiga dengan ketebalan antara 30 – 45 cm yang merupakan batubara yang
bersifat brittle, kilap terang, mengandung sedikit belerang dan gypsum. Hasil
analisa kimia conto batubara di Sidenreng Rappang menunjukkan nilai kalori
5099, 47 Cal/g, kadar belerang 1,151 %, zat terbang 27,97 %.

Menurut data dari “Statistik Mineral, Batubara, Panasbumi, dan Air Tanah” tahun 2009, yang
dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, batubara di Sulawesi Selatan
mempunyai sumberdaya batubara sebanyak 231,12 juta ton. Terdiri atas sumberdaya
terindikasi sebesar 144,94 juta ton, sumberdaya tereka sebesar 33,09 juta ton, sumberdaya
terukur sebesar 53,09 juta ton. Dengan cadangan terduga (probable) dan terbukti (proven)
sebesar 0,06 juta ton.

5
Melalui hasil-hasil penelitian dan data-data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa batubara
di Sulawesi Selatan memiliki kandungan nilai kalori yang bervariasi mulai dari 3.175 sampai
7.470 cal/g.
Batubara di Sulawesi Selatan umumnya terbentuk pada lingkungan paralik hingga laut
dangkal (transisi).
Berdasarkan nilai kalori dan fuel ratio batubara di Sulawesi Selatan dapat digolongkan
jenis Lignit – Medium Volatile Bitumen (ASTM,1938). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
batubara di Sulawesi Selatan memang tergolong batubara muda namun cukup menjanjikan
dan berprospek cerah, mengingat kebutuhan batubara domestik yang semakin lama semakin
tinggi, apalagi jika dilakukan peningkatkan kualitas dengan melakukan beberapa cara antara
lain :
1. Upgrading Brown Coal (UBC), untuk peningkatan kalori dan mengurangi kadar air /
moisture untuk pembuatan briket peruntukan industri.
2. Karbonisasi / Desulfurisasi untuk menambah kadar karbon dan mengurangi kadar
sulfur.
3. Konversi : Gasifikasi dan Pencairan (convertion Liquid Coal – high rate combustion).
4. Pemilahan dan pencucian untuk mengurangi kadar abu yang agak tinggi.
Dengan melakukan pemanfaatan teknologi dan peningkatan kualitas batubara, maka batubara
di Sulawesi Selatan dapat dimanfaatkan untuk industri manufaktur seperti pada pabrik
pembuatan semen. Ataupun dimanfaatkan pada pembangkit listrik tenaga uap yang
menggunakan batubara muda sehingga lebih ekonomis dalam pembiayaan. Salah satunya
dengan menggunakan sistem proses pengeringan dan gasifikasi batubara (IDGCC-Integrated
Drying Gasification Combine Cycle) seperti yang telah dilakukan di PLTU Berau sejak tahun
2003 yang menggunakan jenis batubara muda (lignit) sebagai pengganti BBM. Tentunya
dengan memperhatikan pula aspek dan dampaknya pada lingkungan sekitar industri.
Dibutuhkan peran pihak-pihak terkait mulai dari pusat hingga ke daerah agar pemanfaatan
batubara daerah ini dapat dikembangkan, sehingga dapat memacu peningkatan sektor
ekonomi daerah pada provinsi Sulawesi Selatan.

2.4    Pemanfaatan Batubara 


Dewasa ini penggunaan batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas dan
bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta dalam
jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran batu gamping, genteng , sebagai
reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel. Selain itu batubara Indonesia digunakan
untuk ekspor ke berbagai negara antara lain Afrika, Eropa , Amerika dan Asia (Jepang,
Taiwan, Hongkong, Korea) dan lain-lain. Pemakaian batubara terbesar sesuai urutannya
adalah PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara, disusul oleh industri aemen yang
secara keseluruhan telah beralih ke batubara, kemudian industri kimia, kertas, metalurgi,
briket batubara dan penggunaan industri kecil lainya. Penggunaan batubara untuk PLTU pada
tahun 1999 sebesar 26,9 juta ton, tahun 2004 sebesar 61,5 juta ton dan sampai tahun 2008

6
perkiraan pemakaian batubara mencapai 71,8 juta ton. Sedangkan produksi batubara
Indonesia sampai tahun 2006 sebesar 160,4 juta ton, ekspor 120,8 juta ton dan pemakaian
dalam negeri 35,95 juta ton dengan total produksi 156,75 juta ton.

2.5 BATUBARA DI INDONESIA

Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun 2005,
ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara thermal. Porsi
signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan
6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) yang sebagian besar
permintaannya berasal dari Cina dan India. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan
habis kira-kira dalam 83 tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.

Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dengan
sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of
World Energy. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara
kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100
cal/gram.

Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah dengan cadangan batubara terbesar di Indonesia
adalah:

1. Sumatra Selatan
2. Kalimantan Selatan
3. Kalimantan Timur

Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan banyak pelaku skala
kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang batubara (terutama di Sumatra dan
Kalimantan).

7
Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk investasi luar
negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi, ekspor dan penjualan batubara dalam negeri.
Namun penjualan domestik agak tidak signifikan karena konsumsi batubara dalam negeri relatif
sedikit di Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penjualan batubara
domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap program energi
ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai pembangkit listrik, yang sebagian besar
menggunakan batubara sebagai sumber energi karena Indonesia memiliki cukup banyak cadangan
batubara). Selain itu, beberapa perusahaan pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang
batubara Adaro Energy) telah berekspansi ke sektor energi karena harga komoditas yang rendah
membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor batubara, sehingga menjadi perusahaan
energi terintegrasi yang mengkonsumsi batubara mereka sendiri.

Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi batubara, sisanya
dijual di pasar domestik.

Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara:

  2014 2015 2016 2017 2018 2019

Produksi
 458  461  456  461  425¹  400¹
(dalam juta ton)

Ekspor
 382  375  365  364  311¹  160¹
(dalam juta ton)

Domestik
  76   86   91   97  114¹  240¹
(dalam juta ton)

Harga (HBA)
 72.6  60.1  61.8  n.a.  n.a.  n.a.
(USD/ton)

  2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Produksi
 217  240  254  275  353  412  474
(dalam juta ton)

Ekspor
 163  191  198  210  287  345  402
(dalam juta ton)

Domestik
  61   49   56   65   66   67   72
(dalam juta ton)

Harga (HBA)
  n.a   n.a  70.7  91.7 118.4  95.5  82.9
(USD/ton)
Sumber: Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and Mineral Resources

Selama tahun 2000-an, "boom komoditas" menjadikan industri pertambangan batubara sangat
menguntungkan karena harga batubara cukup tinggi. Oleh karena itu, banyak perusahaan Indonesia
dan keluarga kaya memutuskan untuk mengakuisisi konsesi pertambangan batubara di pulau
Sumatera atau Kalimantan pada akhir tahun 2000an. Waktu itu batubara dikenal sebagai "emas
baru".

8
Apa yang mendorong peningkatan produksi dan ekspor batubara di Indonesia pada waktu itu?

 Batubara adalah kekuatan dominan di dalam pembangkitan listrik. Paling sedikit 27 persen
dari total output energi dunia dan lebih dari 39 persen dari seluruh listrik dihasilkan oleh
pembangkit listrik bertenaga batubara karena kelimpahan jumlah batubara, proses
ekstrasinya yang relatif mudah dan murah, dan persyaratan-persyaratan infrastruktur yang
lebih murah dibandingkan dengan sumberdaya energi lainnya.

 Indonesia memiliki cadangan batubara kualitas menengah dan rendah yang melimpah. Jenis
batubara ini dijual dengan harga kompetitif di pasar internasional (ikut disebabkan karena
upah tenaga kerja Indonesia yang rendah).

 Indonesia memiliki posisi geografis strategis untuk pasar raksasa negara-negara berkembang
yaitu RTT dan India. Permintaan untuk batubara kualitas rendah dari kedua negara ini telah
naik tajam karena banyak pembangkit listrik bertenaga batubara baru yang telah dibangun
untuk mensuplai kebutuhan listrik penduduknya yang besar.

Negara tujuan utama untuk ekspor batubara Indonesia adalah China, India, Jepang dan Korea
Selatan. Selama "tahun-tahun kejayaannya" batubara menyumbang sekitar 85 persen terhadap total
penerimaan negara dari sektor pertambangan.

Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia:

Bulan  2012  2013  2014  2015  2016  2017

Januari 109.29  87.55  81.90  63.84  53.20  86.23

Februari 111.58  88.35  80.44  62.92  50.92  83.32

Maret 112.87  90.09  77.01  67.76  51.62  81.90

April 105.61  88.56  74.81  64.48  52.32  82.51

Mei 102.12  85.33  73.60  61.08  51.20  83.81

Juni  96.65  84.87  73.64  59.59  51.87  75.46

Juli  87.56  81.69  72.45  59.16  53.00  78.95

Augustus  84.65  76.70  70.29  59.14  58.37  83.97

September  86.21  76.89  69.69  58.21  63.93  92.03

Oktober  86.04  76.61  67.26  57.39  69.07  93.99

November  81.44  78.13  65.70  54.43  84.89  94.84

Desember  81.75  80.31  69.23  53.51 101.69  94.04

Rata-Rata   95.5   82.9   72.6   60.1   61.8   85.9

2.6 PROSPEK MASA DEPAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA


INDONESIA

9
Boom komoditas pada era 2000-an menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk
perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam ekspor batubara. Kenaikan harga komoditas
ini - sebagian besar - dipicu oleh pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang.
Kendati begitu, situasi yang menguntungkan ini berubah pada saat terjadi krisis keuangan
global pada tahun 2008 ketika harga-harga komoditas menurun begitu cepat. Indonesia
terkena pengaruh faktor-faktor eksternal ini karena ekspor komoditas (terutama untuk
batubara dan minyak sawit) berkontribusi untuk sekitar 50% dari total ekspor Indonesia,
sehingga membatasi pertumbuhan PDB tahun 2009 sampai 4,6% (yang boleh dikatakan
masih cukup baik, terutama didukung oleh konsumsi domestik). Pada semester 2 tahun 2009
sampai awal tahun 2011, harga batubara global mengalami rebound tajam. Kendati begitun,
penurunan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan batubara, sehingga
menyebabkan penurunan tajam harga batubara dari awal tahun 2011 sampai tengah 2016.
Selain dari lambatnya pertumbuhan ekonomi global (dan pelemahan tajam perekonomian
RRT), penurunan permintaan komoditas, ada pula faktor lain yang berperan. Pada era boom
komoditi 2000-an yang menguntungkan, banyak perusahaan pertambangan baru yang
didirikan di Indonesia sementara perusahaan-perusahaan tambang yang sudah ada
meningkatkan investasi untuk memperluas kapasitas produksi mereka. Hal ini menyebabkan
kelebihan suplai yang sangat besar dan diperburuk oleh antusiasme para penambang batubara
di tahun 2010-2013 untuk memproduksi dan menjual batubara sebanyak mungkin - karena
rendahnya harga batubara global - dalam rangka menghasilkan pendapatan dan keuntungan.
Pada paruh kedua 2016 harga batubara melonjak ke level yang kita lihat awal 2014, sehingga
memberikan angin segar ke industri pertambangan. Kenaikan harga ini dipicu oleh pulihnya
harga minyak mentah, meningkatnya permintaan batubara domestik di Indonesia seiring
dengan kembalinya pembangkit listrik tenaga batu bara baru, namun yang lebih penting lagi
yaitu kebijakan penambangan batubara China. China, produsen dan konsumen batubara
terbesar di dunia, memutuskan untuk memangkas hari produksi batubara domestiknya.
Alasan utama mengapa China ingin mendorong harga batu bara ke level yang lebih tinggi
pada paruh kedua tahun 2016 adalah tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing
loans, atau NPLs) di sektor perbankan China. Rasio NPLnya meningkat menjadi 2,3 persen
pada tahun 2015. Alasan utama yang menjelaskan kenaikan rasio NPL ini adalah perusahaan
pertambangan batubara China yang mengalami kesulitan untuk membayar hutangnya kepada
bank.
Namun, mengingat aktivitas ekonomi global masih agak suram, arah harga batubara dalam
jangka pendek hingga menengah sangat bergantung pada kebijakan batubara China.

10
Walaupun kesadaran global telah dibangun untuk mengurangi ketergantungan pada bahan
bakar fosil, perkembangan sumber energi terbarukan tidak menunjukkan indikasi bahwa
ketergantungan pada bahan bakar fosil (terutama batubara) akan menurun secara signifikan
dalam waktu dekat, sehingga batubara terus menjadi sumber energi vital. Kendati begitu,
teknologi batubara bersih dalam pertambangan batubara akan sangat diperlukan di masa
mendatang (sebagian karena faktor komersil) dan Indonesia diharapkan akan terlibat secara
aktif di dalam proses tersebut sebagai salah satu pelaku utama di sektor pertambangan
batubara. Teknologi batubara bersih ini difokuskan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan
oleh pembangkit listrik bertenaga batubara namun teknologi ini belum berkembang cukup
baik. Kegiatan-kegiatan hulu yang terkait dengan pertambangan batubara, seperti
pengembangan waduk-waduk coalbed methane (CBM) yang potensinya banyak dimiliki oleh
Indonesia, telah mulai mendapatkan perhatian belakangan ini.
Kebijakan Pemerintah Indonesia mempengaruhi industri pertambangan batubara nasional.
Untuk memperoleh suplai dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
Indonesia meminta para produsen batubara untuk mencadangkan jumlah produksi tertentu
untuk konsumsi dalam negeri (domestic market obligation). Selain itu, Pemerintah dapat
menyetel pajak ekspornya untuk mengurangi ekspor batubara. Selama beberapa tahun
terakhir Pemerintah menyatakan keinginan untuk meningkatkan konsumsi domestik batubara
sehingga batubara mensuplai sekitar 30% dari pencampuran energi nasional pada tahun 2025:
Bauran Energi Indonesia:
 Energy Mix  Energy Mix
 
      2011       2025
Minyak Bumi        50%        23%
Batubara        24%        30%
Gas Alam        20%        20%
Energi Terbarukan         6%        26%

11
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Lokasi Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi,
yakni  lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng Samudra
Pasifik melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan  potensi pertambangan
yang telah diakui di dunia.  Namun, potensi yang sangat tinggi ini masih belum tergali
secara  optimal. Disamping itu, tingkat  investasi di sektor ini relatif rendah dan
menunjukkan kecenderungan menurun akibat terhentinya  kegiatan eksplorasi di berbagai
kegiatan pertambangan.
Dewasa ini penggunaan batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas dan
bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta dalam
jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran batu gamping, genteng ,
sebagai reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel.

Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun
2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara
thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas
menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100
cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India. Berdasarkan
informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun
mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.

Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9
dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP
Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total
Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang
memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.

3.2 SARAN
1. Sumber daya alam batubara dan minyak bumi semakin berkurang, kondisi ini
diperparah lagi dengan tidak dapatnya  diperbaharui; untuk itu kita harus menghemat
penggunaan batu bara dan minyak bumi.

12
2. Lakukan pelestarian sumber daya alam dengan tidak terlalu melakukan eksploitasi
Sumber daya alam.

DAFTAR PUSTAKA

Ø http://gurumuda.com/bse/search/air+tanah+udara+dan+cahaya+adalah+lingkungan/page/3

Ø  http://www.google.co.id/search?rlz=1C1CHNY_idID406ID406&sourceid=chrome&ie=UTF-
8&q=BATUBARA

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Ap 21
    Ap 21
    Dokumen3 halaman
    Ap 21
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Pengwil
    Pengwil
    Dokumen9 halaman
    Pengwil
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ventilasi Tambang
    Tugas Ventilasi Tambang
    Dokumen15 halaman
    Tugas Ventilasi Tambang
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Geodas
    Geodas
    Dokumen21 halaman
    Geodas
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Geodas
    Geodas
    Dokumen21 halaman
    Geodas
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kuliah Geostatistik
    Tugas Kuliah Geostatistik
    Dokumen7 halaman
    Tugas Kuliah Geostatistik
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Membuat Batas DAS Menggunakan ArcGIS 9.3
    Membuat Batas DAS Menggunakan ArcGIS 9.3
    Dokumen13 halaman
    Membuat Batas DAS Menggunakan ArcGIS 9.3
    Fedu Noor Alfio
    Belum ada peringkat
  • Ringkasan Alat Berat
    Ringkasan Alat Berat
    Dokumen5 halaman
    Ringkasan Alat Berat
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Patkai
    Patkai
    Dokumen8 halaman
    Patkai
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Geodas
    Geodas
    Dokumen21 halaman
    Geodas
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Geodas
    Geodas
    Dokumen21 halaman
    Geodas
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Ringkasan Alat Berat
    Ringkasan Alat Berat
    Dokumen5 halaman
    Ringkasan Alat Berat
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat
  • Ringkasan Alat Berat
    Ringkasan Alat Berat
    Dokumen5 halaman
    Ringkasan Alat Berat
    Anonymous WzAaGNih
    Belum ada peringkat