Anda di halaman 1dari 22

NAMA : Shofia Marisaningrum Sarah Aryanda

NIM : 201704200338
DM STASE REHAB MEDIK PERIODE 8 JUNI – 19 JUNI 2018

dr. Silfi 08/06/2020


Materi : Imobilisasi
Resume :
 Imobilisasi diperlukan pada pasien-pasien rehabilitasi medik yang memiliki kondisi yang
berat
 Def imobilisasi : adanya keterbatasan fisik dari Gerakan yang melibatkan
Sebagian/seluruh Gerakan tubuh
 Etio : nyeri, kelemahan, kaku, maupun ketidak seimbangan otot, gangguan
neuromuskuloskeletal, psikologis (pasien tersebut memang tidak mau bergerak), pasien
yang lama tirah baring mis pasien di ICU
 Patofisio : bed rest terlalu lama  pasien mengalami immobilisasi  Deconditioning
(penurunan kapasitas fungsi system tubuh)
 Sindroma Imobilisasi mencakup adanya gangguan maupun kelainan pada sist.
Muskuloskeletal (kontrakttur, kelemahan otot,atrofi)), sist CVS (Hipotensi
ortostatik,Keseimbangan cairan), Sist respirasi (gang pd ventilasi/perfusi), sist Kulit
(ulkus decubitus, edema), Sist Urogenital (BSk,ISK), sist pencernaan
 Komplikasi Imobilisasi pd sis Muskuloskletal 1. Kontraktur : adanya keterbatasan
luas gerak sendi scr aktif (pasien masih dapat menggerakkan); pasif (orang lain yang
menggerakkan) penyebabnya : gang pd sendi, jar lunak sekitar sendi,otot; (Terjadi
sebelum Kontraktur) Kondisi yg mempengaruhi limitasi ROM : Nyeri, muscle imbalance,
kerusakan otot primer, factor mekanik waktu yang dibutuhkan suatu sendi mengalami
kontraktur berkisar 3 minggu/ lebiih dimana hari 5-7 : otot & jar ikat tetap pada posisi
memendek, kontraksi hanya disekitar jar tsb (adaptasi), 3 minggu / lebih sendi mulai
mengalami konraktur, m%elalui 2 persendian >>, ekstremitas bawah >> (hip knee ankle),
ektremitas atas (shoulder, elbow, wrist, fingers); prevensi : posisikan px dengan kondisi
tepat, Latihan LGS aktif,pasif . 2. Otot melemah & atrofi : otot antigravitasi >>, terjadi
total inactivity yakni penurunan kekuatan otot 10-20% dlm 1 minggu, comple imobilisasi
3-5 mgg  kekuatan otot menurun 50% (butuh waktu sekitar 4 mgg u/ mengembalikan
kekuatan otot yang hilang dalam 1 mgg); prevensi : kontraksikan otot 20-30% dari max
capacity slm beberapa detik/hari; kontraksikan otot 50% dari max capacity slm 1
detik/hari, NMES  u/mencegah / memperlambat kelemahan otot & atrofi; 3. Diffuse
osteoporosis : hilangnya densitas tulang ok peningkatan reabsorbsi ok berkurangnya
stimulu dapat + dengan gg system endokrin ok prolonged imobilisasi  ekskresi
kalsium & hidroksiprolin di urin serta kalsium di feses meningkat; >12 hari bedrest 
densitas tulang menurun 40-50%, & menurun 50% pada minggu ketiga; preventif :
weight bearing standing, dapat + general exercise program & Latihan ADL
 Komplikasi Imobilisasi pada system CVS : 1. Hipotensi Postural  perubahan posisi
px dr berbaring ke posisi tegak menyebabkan tekanan darah menurun secara cepat; pada
px imobilisasi  VR turun, SV berkurang. HR meningkat, BP sistolik menurun, biasanya
terjadi pada px dengan bedrest 4-7 hari, Gx : Lightheadness, dizziness, nausea sweating,
vertigo, takikardi; Tatalaksana : mobilissi sedini mungkin secara bertahap, Latihan LGS,
penguatan otot abdomen. 2. Cardiac deconditioning : kondisi dimana HR
meningkat/menit setiap 2 hari dlm 3-4 mgg pertama imobilisasi, ukuran jantung
menurun, volume ventirkel kiri akhir diastolic menurun. 3. Tromboemboli Vena : ok
viskositas darah meningkat, hiperkoagubilitas, gx : nyeri pd ekstremtas edema, nyeri
tekan, ,preventif : Latihan LGS aktif maupun pasif,, elevasi tungkai, mobilisasi dini,
heparin
 Komplikasi imobilisasi pada Kulit : perubahan yang sering Nampak meliputi edema,
subcutaneous bursitis, serta ulkus decubitus; Lokasi : ischium, sakrm, trochanter mayor,
tumit; pencegahan : positioning turning
 Komplikasi Imobilisasi pada Genitourinary : penurunan GFR, pembentukan BSK ok
stagnansi, hiperclasiuri, ISK ok adanya batu terjadi iritasi mukosa  resiko infeksi
meningkat, preventif : intake cairan adekuat, posisi upright saat BAK, sterilitas saat
pemasangan kateter
 Komplikasi Imobilisasi Neurologi,emosi, & intelektual : Disorientasi tempat & waktu,
Gangguan emosi & tingkah laku, gang neurologis, keseimbangan, koordinasi, penurunan
tajam penglihatan; prevensi : support keluarga & lingkunga, interaksi dengan orang
lain/keluarga, pendekatan dokter,terapis, perawat, terapi rekreasi

Materi : BPI
Resume :
 BPI (brachialis plexus injury) yakni cedera jaringan saraf yang berasal dari c5-t1.
 Cedera pada plexus brachialis dapat mempengaruhi fungsi saraf motorik dan sensorik
pada anggota gerak atas.
 Anatomi: Pleksus brakhialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari
medulla spinalis yang mempersarafi ekstremitas superior. Pleksus brakhialis merupakan
serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf C5-T1. C5 dan C6 bergabung
membentuk trunk superior. C7 membentuk trunk medial, dan C8 dan T1 bergabung
membentuk trunk inferior.
 Epidemiologi : Sebanyak 94% pasien akibat kecelakaan lalu lintas dan 90% pasien
merupakan pengendara roda dua.
 Etiologi dan patofisiologi : trauma >>>, Pada cedera pleksus brakialis traksi, kepala
dan leher diregangkan dengan keras dari bahu.
 Pemeriksaan fisik : sesuai lesi traumanya di bagi menjadi tipe upper (erbs palsy) dan
tipe lower (klumpkes palsy). Tipe upper yaitu trauma supraklavukula yang berlokasi di
posterior suprascapular notch akan memberikan gambaran klinis nyeri diatas notch,
kelemahan otot saat abduksi bahu, dan eksternal rotasi. Lesi pada level spinoglenoid
notch memberikan gambaran klinis kelemahan otot infraspinatus. Evaluasi nervus
medianus, ulnaris, dan radialis dilakukan pada pemeriksaan pergelangan tangan dan jari
tangan. Lesi nervus muskulokutaneus dan lesi pada nervus medianus diperiksa dengan
fleksi dan ekstensi pada siku. Nervus aksilaris diperiksa dengan abduksi bahu secara
aktif dan peregangan otot deltoid.
 Pemeriksaan penunjang : radiologis dapat dilakukan pada tulang belakang servikal,
shoulder girdle, humerus dan dada. Harus di evaluasi apakah adanya fraktur tulang pada
servikal, klavikula, yang dapat mengindikasi kemungkinan cidera pada plexus
brachialis. Ct dapat dilakukan 3-4 minggu poasttrauma untuk memastikan bahwa ada
cukup waktu agar gumpalan darah diserap untuk pembentukan pseudomengiocele yang
merupakan tandak indikatif cidera avulsi radiks pada CTM. MRI memiliki kelebihan
dimana dapat menggambarkan lebih banyak lesi, dibagian dari cedera radiks dna
pseudomeningocele yang terbentuk.
 Tes histamin untuk membedakan lesi preganglionak dan poastganglionik.
 Elektrodiagnostik dapat mengkonfirmasi diagnosis, menentukan lesi, menentukan
tingkat keparahan diskontinuitas aksial, dan mengeliminiasi entitas klinis lainya dari
diagnosis banding.
 Penatalaksanaan :
Konservatif bertujuan mempertahankan jangkauan gerak ekstrmitas, untuk memperkuat
otot fungsional, yang tersisa, untuk melendungi denervasi dematom, dan untuk
management nyeri.
Pembedahan: neurolisis digunakan untuk lesi saraf kontinuitas. nerve grafting yaitu
teknik memotong area yang trauma kemudian menyambungkan dengan area yang lebih
proksimal teknik memotong. transfer kontralateral c7 digunakan pada kelemahan global
atau ketika pilihan transfer lokal tidak dapat digunakan.
 Rehabilitasi cedera pleksus brakialis :
 Mencegah atrofi otot : Atrofi otot dapat dicegah dengan pendekatan pertama
yaitu passive muscle stretching dan Pendekatan terapeutik lainnya adalah
stimulasi listrik
 Penanganan nyeri : terapi farmakologi antara antidepresan trisiklik dan
gabapentin atau pregabalin sebagai pengobatan lini pertama, sedangkan
analgesik opioid dan tramadol adalah pilihan kedua atau ketiga. Stimulasi
saraf listrik transkutan (TENS) telah diterapkan dalam beberapa kondisi yang
menyakitkan,karena merupakan analgesik sederhana, murah, dan non-invasif
intervensi.
 Perawatan deformitas sekunder dan pasca operasi : Braces dibuat khusus
segera setelah terapi bedah untuk menjaga abduksi ekstremitas atas.
Pergerakan kepala juga perlu dibatasi sehingga saraf dapat menyesuaikan
lokasinya
 Emng biofeedback : dilakukan 3-8 bulan paska operasi, dimulai dengan
melatih transfer otot menggerakkan siku dan jari
 Terapi okupasi : Memelihara luas gerak sendi bahu. Melatih kemampuan
untuk menulis, mengetik, komunikasi
 Orthosis : Orthosis untuk penderita cedera plexus brachialis dibuat terutama
untuk menyokong bagian bahu dan siku.

Materi :SCI
Resume :
 Cedera medula spinalis yakni semua bentuk cedera yang mengenai medula
spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik,
sensorik, otonom dan reflek) secara lengkap atau sebagian
 Epidemiologi : Penyebab utama cedera medula spinalis antara lain kecelakaan
(50,4%), terjatuh (23,8%), dan cedera yang berhubungan dengan olahraga
(9%).
 Anatomy spinal cord : Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1,
di L1 melonjong dan sedikit melebar yang disebut conus terminalis atau
conus medullaris. Terdapat 31 pasang saraf spinal: 8 pasang saraf servikal, 12
pasang saraf torakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1
pasang saraf koksigeal. Struktur internal medula spinalis terdiri dari substansi
abu abu dan substansi putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-
kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Substansi abu-abu
mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin,
saraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu
membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior,
posterior dan komisura abu-abu. Bagian posterior sebagai input /afferent,
anterior sebagai output/efferent, komisura abu-abu untuk refleks silang dan
substansi putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin
 Patofisiologi : Pada umumnya, cedera medula spinalis disertai kompresi dan
angulasi vertebra yang parah.. Biasanya cedera medula spinalis disertai
subluksasi dengan atau tanpa rotasi dari vertebra yang menekan medula
diantara tulang yang dislokasi. Terdapat empat mekanisme cedera primer
pada medula spinalis, pertama adalah dampak cedera disertai kompresi
persisten, pada umumnya terjadi akibat fragmen tulang yang menyebabkan
kompresi pada spinal, fraktur dislokasi, dan ruptur diskus akut. Kedua,
Dampak cedera disertai kompresi sementara, dapat terjadi misalnya pada
penyakit degeneratif tulang cervikal yang mengalami cedera hiperekstensi.
Ketiga adalah distraksi, terjadi jika kolumna spinalis teregang berlebihan pada
bidang aksial akibat distraksi yang dihasilkan dari gerakan fleksi, ekstensi,
rotasi atau adanya dislokasi yang menyebabkan pergeseran atau peregangan
dari medula spinalis dgn asupan darahnya. Cedera sekunder meliputi syok
neurogenik, gangguan vaskular seperti perdarahan dan reperfusi-iskemia,
eksitotoksisitas, cedera primer yang dimediasi kalsium dan gangguan cairan
elektrolit, trauma imunologik, apoptosis, gangguan fungsi mitokondria, dan
proses lainnya Komplit: Tidak, Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah
lesi dan lebih dari separuh memiliki kekuatan otot 3 ada fungsi motorik dan
sensorik yang tersisa pada segmen sakral S4-S5, Inkomplit: Terdapat fungsi
sensorik tanpa fungsi motorik di bawah lesi termasuk segmen sakral S4-S5.
Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah lesi dan lebih dari separuh
memiliki kekuatan otot kurang dari 3. atau lebih. Normal: Fungsi motorik dan
sensorik normal.
 Tanda dan gejala : pada kasus komplit akan terjadi kehilangan fungsi saraf
sadar di bawah lesi. Terdapat fase awal syok spinalis yaitu hilangnya refleks2
normal seperti bulbokavernosus dll.
 Lesi inkomplit : defisit neurologisnya bergantung pada lokasi terjadinya lesi
pada medula spinalis : sindroma medula anterior, brown squards syndrome,
sindrom medula sentral, sindroma konus medularis, sindrom kauda ekuina.
 Diagnosa: apabila ada orang yang datang dengan curiga terjadi trauma pada
cervical. Pertama harus di lakukan primary survey. Lalu di lakukan stabilisasi
untuk mengurangi ROM dengan collar brace dan backboard. Apabila primary
survey sudah aman dapat di lakukan penstabilan ttv pasien seperti
hipoventilasi dsb. Untuk pemeindahan pasien untuk dilakukanya pemeriksaan
penunjang harus di lakukan dengan teknik firmans carry atau logroll. Untuk
mengetahui adanya paralisis harus di lakukan pemeriksaan motorik dan
sensorik sesuai ASIA
 Pemeriksaan penunjang : xray paling cepat dapat mengetahui kondisi tulang
spinal, ct scan potongan sagital dan koronal dapat melihat c7-t1 yang tidak
tampak pada foto polos, dan MRI sebagai goldstandar karena dapat
menggambarkan vertebra, diskus dan medula spinalis dengan sempurna.
 Tatalaksana : 1. Mencegah kerusakan lebih lanjut 2. Dilakukan perawatan
untuk mencegah cidera sekunder 3. Pasien dirawat hingga kondisi optimal
supaya memungkinkan dilakukan perbaikan dan penyembuhan sistem sarf. 4.
evaluasi dan rehabilitasi pasien harus dilakukan secara aktif untuk
memaksimalkan fungsi yang masih bertahan meskipun jaringan saraf tidak
berfungsi
 Medikamentosa : steroid dosis spinal pasien dewasa dengan akut,
nonpenetrating cedera medula spinalis dapat diterapi dengan
metilprednisolon segera saat diketahui mengalami cedera. metilprednisolon
30 mg/kg berat badan secara intravena dalam delapan jam, dan terutama
dalam tiga jam setelah cedera, dilanjutkan dengan infus metilprednisolon 5,4
mg/kg berat badan tiap jam 45 menit setelah pemberian pertama
 Alat ortotik : pemberian collar brace tidak sepenuhnya dapat mengurangi
ROM dari c1 c2 atau servikotorak. Maka dari itu dapat di beri :
cervicothoracic orthose brace, minerva brace, halo vest.
 Intervensi operasi : untuk dekompresi medspin atau radiks post dan
menstabilisasi cedera yg terlalu tidak stabil supaya dapat di berikan eksternal
mobilisasi.
 Rehabilitasi medis :
 fase akut : positioning, latihan gerak pasif, chest terapi, exercise
 Fase pemulihan : sitting balance, mobilisasi dengan kursi roda, transfer,
perawatan diris, penguatan anggota gerak atas, latihan berdiri dan berjalan,
kemandirian
 Evaluasi : dapat di lakukan secara berkala, untuk mengetahui apakah terapi yg
diberikan bermanfaat dalam penyembuhan ataukan harus ada perubahan.
 Prognosis : tergantung usia dan temuan neurologic yg menentukan lama
penyembuhan.

Materi :Geriatri
Resume :
 Geriatri :
pasien lanjut usia yang berusia lebih dari 60 tahun dengan dua atau lebih
penyakit disertai penurunan kondisi fisik, psikologis maupun social
ekonomi.
 Lansia:
Seseorang yang memasuki usia 60 tahun keatas. Adalah kelompok umur
manusia yang memasuki tahap akfir dari fase kehidupannya
Klasifikasi Lansia
- Usia pertengahan -> 45 -59 tahun
- Lanjut Usia -> 60 – 74 tahun
- Lanjut Usia tua -> 75 90
- Usia sangat tua -> > 90 tahun
 Deconditioning pada geriatric : perubahan fisiologis yang terjadi seiring
dengan tidak adanya aktivitas, istirahat total, gaya hidup tidak bergerak
dan karena penuaan. Akibatnya organ kehilangan fungsi seperti status
mental, mobilisasi dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
Komplikasi Deconditioning :
1. Gangguan musculoskeletal : arthritis, osteoporosis,fraktur
2. Gangguan Neurologis : stroke, parkinso, neurpati, Dimensia,
3. Kardiovaskuar : ggl jantung kongestif, penyakit arteri koroner, penyakit
pembuluh darah perifer
4. Penyakit Paru : PPOK
5. Faksor sensori : gangguan penglihatan, penurunan sensasi kinestetik,
penurunan sensasi perifer
6. Penyebab Lingkungan : Imobilisasi yang dipaksakan, kurangnya alat bantu,
nyeri akut dan kronis
7. lain – lain : Malnutrisi, penyakit sistemik, Depresi, efeksamping obat
 Masalah yang muncul pada geriatri :
- Inkontinesia Urin : pengeluaran urin secara involunter, tidak diinginkan,
dalam jumlah dan frekuensi tertensu yang menimbukan masalah kesehatan
dan social
Epidemiologi = 1:3-5 pada wanita dan 1:5-10 pada laki laki
Terapi =
1 Tipe Urgensi :
Lini pertama  bladder training
Lini kedua  Bladder drill
Lini Ketiga medikamentosa
2. Tipe Stress :
Lini Pertama Pembedahan
Lini Kedua  Senam kegel, bladder training
Lini Ketiga  Medikamentosa
3. Tipe overflow :
Lini pertama  injeksi periuretra, pembedahan
Lini Kedua  Pembedahan, katerisasi intermiten
Lini Ketiga  Katerisasi menetap jangka panjang
4. Tipe Fungsional :
Lini pertama  katerisasi suprapubik
Lini Kedua  intervensi prilaku
Lini Ketiga  Manipulasi lingkungan, pemakian underpad

- Imobilisasi : kehilangan gerak anatomi akibat perubahan fungsi tubuh.


- Instabilitas dan jatuh : Kejadian lebih banyak pada wanita dari pada pria
Penyebab jatuh :
Faktor intrinsic Faktor Ekstrinsik
. kondisi medis dan neurpsikiatri . Obat -obatan
. Gangguan penglihatan dan pendengaran .Alat bantu yang
kurang tepat
. Perubahan neuromuscular, gait, reflex postural . Lingkungan
Tatalaksana :
1. Target pertama : Penatalaksaan insiden jatuh dengan komplikasi fraktur
panggul : terus perbaiki kondisi pasien, perlu/tidak tindakan operatif,
perawatan pasca oprasi
2. Target Kedua : Penatalaksanaan insiden jatuh tanpa komplikasi fraktur.
Terapi fisik dan edukasi : latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu,
sepatu/ sandal yang sesuai. Mengubah lingkungan agar lebih aman :
pencahyaan cukup, pegangan dan lantai tidak licin
3. Target ketiga : Penatalaksanaan atau intevernsi thdp faktor risiko pada
lanjut usia kelompok risiko tinggi
4. Target keempat : pencegahan primer insiden jatuh : meningkatkan aktivitas
fisik yang sehat, modifikasi gaya hidup, mengurangi faktor risiko yang
berasa dari eksternal
- Penurunan Intelektual
Delirium : merupakan kondisi dimana terjadi fluktuasi akut dari kesadaran,
atensi, dan kognitif. Berpotensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas
pada lanjut usia
Pencegahan :
Gg kognitif : program rehabilitas aktif, program orientasi realitas
Gg Tidur : Strategi reduksi tingkat kebisingan, pengaturan jadwal
pemberian obat pada malam hari
Imobilisasi medikasi : Mobilisasi dini, intrumentasi alat bantu.
Penggunaan dan pengaturan obat rasional
Gg penglihatan dan pendengaran : Program terapi non farmako, perbaiki
penglihatan dan
pendengaran baik terapi causal atau alat bantu.
Dehidrasi : Menjaga kecukupakn cairan
 Tujuan rehabilitasi Medis :
1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medic yang komprehensif
2. Berperan dalam mempertahankan dan meningkatakan kualitas hidup pasien
3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan, hambatan dan kecacatan
 Program rehabilitasi medis pada lansia
Program terapi fisik :
- Aktivitas di tempat tidur : positioning, alih baring, LGS pasif dan aktif
- Mobilisasi : latihan bangun, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi.
Melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari
Program latihan fisik sebatas kemampuan :
- Senam lansia, latiha berjalan min 30 mnt, 3-5 x/mgg
- Latihan penguatan otot 2-3x/ mgg
- Latihan fleksibilitas min 10 mnt, 2x/mgg
- Latihan keseimbangan min 10mnt 2x/mgg
Program okupasi terapi
- Latihan untuk mendukung aktifitas kehidupan sehari- hari , dalam bentuk
aktifitas, permainan atau langsung pada aktifitas yang diinginkan
Program terapi bicara
- Tidak selalu u/ latihan bicara saja
- Latihan pada penderita dengan gg fungsi menelan
Program latihan ortotik prostetik
- Pada ortotis protetis akan membuat alat penopang atau alat pengganti
bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi pasien
Program Psikologi
- Untuk memberikan motifasi agar lansia mau melakukan latihan, mau
berkomunikasi, sosialisasi dan sebagainya
 Kesimpulan
- Bebrapa kondisi yang sering ditemukan pada geriatric adalah :
Inkontinensia
Imobilisasi
Instabilitas dan jatuh
Gangguan intelektual
- Tatalaksana yang optimal thdp kondisi diatas dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien
- Tatalaksana tidak hanya dititikberatkan pada farmakologi, tetapi juga non
farmakologi termaksut penyesuaian lingkungan

Dr. Lena, Sp.KFR 09/06/2020


Materi : Cervical Root Syndrome
Resume :
 CRS merupakan nyeri atau rasa kesemutan yang menjalar akibat perubahan
degeneratif pada diskus intervertebralis atau pada ligamentum
flavum.Penyebabnya bermacam-macam seperti infeksi, perubahan degeneratif,
trauma, tumor dan kelainan sistemik, radikulopati.
 Anamnesa : nyeri di tengkuk, nyeri menjalar sampai lengan, kesemutan dan
keterbatasan gerak
 Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : posisi kepala tertekuk menjauhi sisi yang sakit
- Palpasi : nyeri tekan, kekakuan dan spasme otot
- Movement : nyeri gerak (+)
- Tes sensorik dan motorik
- Spesial test : spurling (+), distraksi (+)
 Pemeriksaan penunjang : Foto polos servikal penting untuk mendeteksi
adanya subluksasi, fraktur maupun proses degeneratif, CT Scan,MRI dan
EMG
 Terapi : Farmakologis seperti analgesik,NSAID, muscle relaksan, vitamin
B12, sedangkan non farmakologis yaitu physical therapy ( stretching
exercise,strengthening exercise, modalitas seperti diathermy,US,traksi
servikal, collar neck), operatif jika konservatif tidak ada perubahan selama
6 bulan
 Edukasi meliputi penjelasan penyakit, resiko penyakit, proper body,
memodifikasi aktivitas, home exercise. Prognosis baik

Materi : Carpal Tunnel Syndrome


Resume :
 Neuropati akibat penjepitan nervus medianus pada pergelangan tangan, berhubungan
dengan pekerjaan seperti adanya vibrasi, posisi pergelangan tangan yang salah,
penekanan pada bagian dasar telapak tangan dan gerakan berlebihan
 Anamnesis : kesemutan dan rasa tebal jari 1,2,3 dan setengah dari jari ke 4 terutama saat
beraktifitas seperti mencuci, menyetrika, kesulitan menggengam benda, nyeri memberat
pada malam hari, bisa terjadi atrofi otot tenar
 Pemeriksaan fisik : inspeksi yaitu memperhatikan asimetris eminentia thenar dan
hipothenar, spesial test seperti tes Phalen, tes Tinel dan tes kompresi saraf,flick sign.
 Pemeriksaan penunjang : EMG,Ultrasound muskuloskeletal
 Terapi :
- Konservatif : steroid oral (Prednison 1x20 mg pada minggu pertama dan
1x10 mg pada minggu kedua), periode istirahat dari pekerjaan, penggunaan
kompres es, modifikasi postur saat melakukan pekerjaan.
- Modalitas : Low level laser therapy pada carpal tunnel, pulsed ultrasound,
ortotik prostetik, terapi okupasi dan terapi latihan (stretching fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan dan forearm)
 Edukasi : modifikasi dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan di rumah dan latihan di
rumah.

Materi : De Quervain
Resume :
 Inflamasi pada tendon dan selubung pembungkus tendon otot abductor pollicis
longus dan extensor pollicis brevis di kompartemen pertama pergelangan tangan
karena penggunaan berulang.
 Anamnesis : nyeri pada pergelangan tangan lateral ketika menggenggam dan
mengekstensikan jari, neuralgia, riwayat penggunaan pergelangan tangan dan jari
berlebihan pada pekerjaan rumah tangga dan hobi.
 Pemeriksaan fisik : nyeri tekan dan bengkak pada area sekitar porc.styloideus radii,
tes Flinkenstein positif, penurunan kekuatan menggengam dan menjepit.
 Pemeriksaan penunjang : hanya untuk menyingkirkan DD
 Terapi : modalitas fisik seperti menggunakan es, terapi panas, TENS, US dan
ionthoforesis, friction massage, latihan aktif, imobilisasi dengan thumb spica splint,
NSAID, injeksi anstetik lokal dan kortikosteroid, pembedahan
 Edukasi : mengurangi beban kerja dan istirahat relatif, latihan di rumah.
LOWER LIMB AMPUTATIONS
 Penyebab tersering yaitu karena kondisi pembuluh darah yang melibatkan daerah
transfemoral dan transtibial serta melibatkan jari kaki, dialami orang lebih dari 60
tahun lebih dan pada pria.
 Anamnesis : hilangnya bagian tubuh atau bagian dari alat gerak bawah disebabkan
oleh trauma, infeksi, kelainan kongenital,nyeri dan lain-lain.
 Pemeriksaan fisik : penyembuhan luka, lingkup gerak sendi, kekuatan otot dan
integritas insisional, kekuatan ekstremtas, pemeriksaan stump untuk memeriksa bekas
insisi, eritema, daerah nekrosis dan neuroma.
 Pemeriksaan penunjang : EMG dan nerve conduction studies, radiografi polos
 Terapi :
- Rehabilitasi : latihan prostetik setelah stump matur,terapi okupasi
- Pembedahan : bila residual limb memerlukan revisi luka atau amputasi lebih
tinggi, bone overgrowth, hamstring release

Materi : Rehabilitasi Paru


Resume :
REHABILITASI PENYAKIT PARU RESTRIKTIF
 Terjadi penurunan volume paru disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan
parenkim paru atau karena adanya proses penyakit pada pleura, dinding dada atau
komponen neuromuskular.
 Anamnesis : keluhan utama, riwayat masalah, riwayat fungsi mencakup
kemampuan berjalan dan naik tangga, riwayat psikososial, obat/alergi, riwayat
medik, riwayat keluarga
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan umum, penilaian fungsi, penilaian
muskuloskeletal, penilaian neurologis, pola nafas serta penggunaan otot-otot
pernafasan tambahan.
 Pemeriksaan penunjang : laboratorium, foto thorax, spirometri, uji jalan enam
menit, uji sepeda statis metoda incremental, SGRQ
 Terapi : Farmakologi : bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik,antibiotik. Non
farmakologi : edukasi, nutrisi, psikososial, chest physical therapy, terapi oksigen.

Rehabilitasi Penyakit Paru Obstruktif


 Gangguan saluran nafas struktural atau fungsional yang menimbulkan
perlambatan arus respirasi.
 Anamnesis : keluhan utama meliputi batuk dan sesak nafas,riwayat masalah,
riwayat fungsi,riwayat psikososial, riwayat obat/alergi, riwayat medik/operasi,
riwayat keluarga
 Pemeriksaan fisik : pemeriksaan umum, penilaian muskuloskeletal, penilaian
neurologis, penilaian fungsi
 Pemeriksaan penunjang : spirometri yang meningkat yaitu volume residu dan
kapasitas paru total.
 Terapi : Farmakologis : bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik,antibiotik.
Non farmakologi : terapi dada, modalitas (elektrikal stimulasi dan diatermi),
latihan terapeutik, latihan otot pernafasan dengan incentive
spirometry,inhalasi.

Dr. Marcus A,Sp.KFR 10/06/2020


Materi : Low Back Pain
Resume :
 Anamnesa yang dilakukan jika mendapat pasien pasien dengan keluhan nyeri punggung
bawah: kapan mulai sakit? (onset ditanyakan untuk mengetahui nyeri bersifat akut atau
kronis), Lokasi nyerinya? (untuk memperkirakan asal/sumber nyeri berada pada organ
atau lokasi mana), Nyeri menjalar atau tidak? (untuk memperkira Pernah seperti ini
sebelumnya atau tidak? Pernah terjadi trauma atau tidak? Sifat nyerinya bagaimana,
bertambah berat atau tidak? Bertambah berat saat apa? Berkurang saat istirahat atau
tidak?
 Nyeri punggung bawah juga menjadi tanda dari adanya HNP, skoliosis, spondilitis,
ankylosing spondilitis dll. Gangguan pada ginjal serta sistem urinary juga dapat
memunculkan keluhan nyeri punggung bawah tapi dapat di bedakan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik. Pada kasus seperti herpes zoster pun dapat menimbulkan gejala nyeri
punggung bawah, karena predileksi dari herpes zoster adalah pada ganglion saraf
sehingga manifestasinya mengikuti dermatom saraf yang terkena.
 Factor resiko terjadinya nyeri punggung bawah yaitu usia, jenis kelamin, factor IMT,
pekerjaan, aktivitas atau olahraga, factor resiko lainnya seperti arthritis degenerative,
skoliosis mayor, obesitas, factor pekerjaan seperti mengemudi dalam waktu lama, duduk
atau berdiri berjam-jam, mengangkat atau membawa beban, membungkuk, sampai
kehamilan.
 pada pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari inspeksi sampai dengan pemeriksaan
neurologis seperti pemeriksaan sensoris, motoris reflex dan test-test lainnya (test lasegue,
Patrick/contra Patrick)
 Pemeriksaan penunjang : foto Xray, MRI dan CT Scan lebih detail lihat ligamen,
tendon.EMG untuk kasus kelemahan, melihat serabut saraf yang menuju otot.
 Pengobatan dalam rehab medik ada 2 yaitu fisioterapi dan ortotik-prostetik. Fisioterapi
terdiri dari 2 yaitu modalitas terapi (diatermi) dan terapi latihan. Diatermi berbagai
sumber energi dari elektromagnetik, gelombang mikro, gelombang suara dikonversikan
menjadi energi panas dengan teknologi yang punya penetrasi dalam. Sinar inframerah
dan ultraviolet hanya terbatas pada kutis dan penyerapan dangkal.Pada diatermi tidak
hanya sebatas kutis, tapi bisa sampai otot sampai permukaan tulang. Keluhan nyeri
punggung bawah umumnya dari otot, maka bisa pakai terapi diatermi, maka aliran darah
dapat terbuka terjadi ekstensibilitas jaringan otot dan otot bisa melentur, mengatasi
inflamasi dan meningkatkan ambang nyeri.
 Penatalaksanaan yang dapat dilakukan mulai dari bed rest, pemberiaan medika mentosa
seperti analgetika, non-steroid anti inflamasi, terapi fisik pasif, terapi fisik aktif (William
flexion exercise). Penggunaan back brace, rehabilitasi hingga terapi operatif.

Materi : Osteoarthritis Genu


Resume :
 OA Genu : penyakit sendi degeneratif kronik yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Penyakit ni berfifat progresif lambat, ditandai dengan adanya
degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi
 OA mengalami proses degeneratif pada pembuluh darah maka kemunduran metabolisme
terjadi,sehingga aliran darah menurun. Saat seseorang beraktivitas maka bantalan
mengalami tekanan terus menerus, tekanan tulang rawan sangat besar jika bantalan keras
dan tidak elastis maka terjadi inflamasi dan timbul nyeri.
 OA dibagi menjadi 2 yakni :
- OA Primer : degeneratif artikular sendi yang terjadi pada senddi tanpa
adannya abnormalitas lain pada tubuh. Mengenai weight bearing joint, Sering
terjadi pada sendi lutut, panggul
- OA Sekunder : paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari suatu
pekerjaan, dapat puula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
sistemik
 Kriteria Diagnosa
 Anamnesa :
Nyeri lutut disertai 3 gejala seperti : usia > 50 tahun, kaku sendi < 30 mnt,
krepitasi, Pembesaran tulang sendi lutut, nyeri pada tulang, tidak hangat
pada perabaan.
 Klinis
Nyeri lutu disertai osteofi dan minimal 1 gejala seperti : usia > 50tahun,
kaku sendi < 30mnt, krepitasi, pembesaran pada tulang, nyeri tulang,
sendi tidak hangat,

Tes provokasi :
 Tes McMurray,
 Anterior Drawer Test,
 Posterior Drawer test,
 Lachman test,
 Apley Compresion test,
 Pemeriksaan Penunjan
- Radiologi – Xray, MRI
- Laboratorium :
LED < 40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, cairan synovial : jernih,
viscous, leukosit < 2000/mm3
 Rehabilitasi Medik :
 Terapi panas superficial : SWD, USD
 Terapi dingin : cryothreapy, kompres es dan masase es
 Listrik : TENS  mengurangi dan menghilangkan nyeri
 Hidroterapi.
 Latihan penguatan otot : meningkatkan dan mempertahankan
pergerakan sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan static
dan dinamik. Latihan tdd pasif, aktif, ketahanan, peregangan, rekreasi
 Orthotik Prosthetik : u/ mengembalikan fungsi, mencegah dan
mengoreksi kecacatan  knee brace / knee support
 Terapi Okupasi
 Sosial Medik
dr. Eka Poerwanto Sp.KFR 11/6/2020

Materi: Filosofi
Resume :
 Pelayan kesehatan terdiri dari
Promotif Menyeluruh
Preventif Terpadu
Kuratif Berkesinambungan
Rehabilitatif
 Rehabiliti Medik
cabang ilmu kedokteran yang mempelajari cara” penanganan yang kmprehensif dari
kecacatan fisik akibat penyakit / trauma yang mengenai system neuro – muskulo-
skeletal dan kardiorespirasi berserta gangguan psiko-sosial-vokasion yang menyertai
kecacatan tsb
 Definisi Rehabilitasi (WHO)
Semua tinakan yang ditujukan guna mengurangi keadaan cacat dan handicap, serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai intergrasi social
4 unsur keberhasilan :
1. pemulihan kondisi fisik
2. pemulihan kondisi psikologis
3. latihan provokasional
4. resosialisasi
 Ruang lingkup Rehab medic :
1. Fisio terapi :
upaya dengan modilatas fisik. Efek terapi didapat dari aspek fisik thd jaringan tubuh.
Meliputi : Terapi panas, masase, traksi, stimulasi listrik, hidroterapi, terapi latihan
2. Okupasional Terapi :
terapi melalui latihan mengerjakan sasaran yang terseleksi
Sasaran utama : - mampu mandiri dalam merawat diri
- dapat melakukan tugas” dengan fungsinya
3. Terapi wicara :
Untuk penderita disatria dan afasia, disfasia, yang berhubungan dengan gangguan di
otak, missal : stroke dan cereberal Palsy
4. Ortotik dan prostetik
Ortotik : ilmu yang mempelajari tentang pembuatan dan pemberian alat pada atau
sekitar segmen tubuh dan anggota gerak yang lemah atau yang perlu diimobilisasi
untuk member penyangga dan memungkinkan perbaikan fungsi. Alat : Ortesa,Contoh :
korset, brace, splint
Prostetik : adalah ilmu mempelajari tentang pembuatan dan pemberian alat,
pengganti bagian tubuh / anggota gerak yang hilang. Alat disebut : protesa
 Tujuan Rehabilitasi
- Meniadakan keadaan cacat ( bila mungkin )
- Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin
- Mengembalikan penderita cacar untuk dapat hidup dan bekerja dengan
kemampuan yang masih ada
 Cacat :
Primer : akibat langsung oleh penyakit / trauma
Sekunder : akibat penanganan yang kurang baik / tepat
- Kecacatan menyebabkan berbagai masalah : biologi, social, psikologis,
vokasional, kultur dan spiritual harus ditangani secara multidisiplin
- Cacat ialah : IMPAIRMENT ( kelainan ) tingkat organ, DISABILITY ( ketidak
mampuan ) tingkat individu HANDICAP ( ketunaan ) tingkat lingkungan
- Penanganan kecacatan fisik : tidak pernah sederhana, dilakukan oleh team rehab
medic : Dokter ( SpKFR, Fisioterapis, Terapi Okupasional, Terapi Wicaram
Prostesis – rtesis, psikolog, PSM dan Perawat Rehabilitasi
Pencegahan cacat :
- Tingkat I : Promotif / Immunisasi
- Tingkat II : Mencegah kecacatan ringan
- Tingkat III : mencegah kecacatan berat
 Terapi Fisik : adalah upaya terapi dengan menggunakan modalias fisik.
Efekterpeutik didapat krn aspek fisikal thd jaringan tubuh meliputi : terapi panas,
dingin, masase, traksi, stimulasi listrik, hidroterapi, terapi latihan
- Terapi panas : indikasi
1. Efek analgesic : neuralgia, strain/sprain, spasme otot, mialgia.
2. Efek anti inflamasi, setelah fase akut
3. Meningkatkan suhu jaringan vasodilatasi / perbaikan bloodflow.
4. terapi sebelum latihan , stretching atau stimulasi listrik

2 macam :
1. terapi panas dangkal (superficial ) : panas kering ( dry heat ) : IR. Lampu biasa, botol
air panas, bantal pemanas listrik. Panas basah ( moist heat ) : air hangat, HCP, uap air
panas, paraffin bath
2. Terapi panas dalam ( deep heating /diathermy ) : panas dapat masuk sampai ke ott dan
tulang. Ada 3 modalitas : SWD, MWD, USD
- SWD :
1. Gelombang pendek ( 3-30 m)
2. Frekuensi Tinggi ( 10 -100 megacycle/detik )
3. Penetrasi 2-3cm
4. Dosis fixed tidak ada
Kontra indikasi : kehamilan , metallic implant, pacemaker jantung
- MWD :
1. Konveri energy radiasi elektromagnetik ( gelombang radar )
2. Frekwensi 2456 dan 915 MHz
3. tidak ada dosis fixed
Kontra Indikasi : kehamilan, metallic implant, pacemakerjantung, kantongan cairan
dalam tubuh, mata
- USD :
1. konversi energy suara frekuensi tinggi
2. penetrasi dalam ( 3-5cm)
3. keuntungan disbanding SWD/MWD: dosis fixed, tdk ad kontraindikasi thd metal,
punya efek masase, phonophoresis
Kontraindikasi : pemberian pada daerah mata, otak, kehamilan, pacemaker jantung,
langsung di daerah prekardiak, lokasi post radioterai, efifise yang sedangtumbuh, post op
ganti sendi
- Terapi panas
Kontra Indikasi umum
1. radang / inflamasi akut dan KP aktif
2. trauma akut ( 72 jam pertama )
3. gangguan vascular : obstruksi vena,iskemi
4. Diatesis hemoragik/ggn koagulasi
5. keganasan
6. Pjk
7. gangguan sensasi
8. bayi dan orang tua

- Terapi dingin
Indikasi :
1. efek analgesic
2. mengilangkan spasme otot
3. mengurangi spastisitas
4. trauma akut
5. terapi khusus MTPS
6. inflamasi akut
Teknik pemberian :
Masase es : gosok es langsung pada daerah , 5-mnt, 2-3x/hari
Kompres es : 20mnt, 2-3x/hari
Semprot dingin : chloraethyl spray
Kontraindikasi :
Gg vaskuler :raynaud phenomena, iskemik, dan statis, alergi/intoleran thd dingin

- Masase
Prosedur terapi fisik tertua dan termurah. Indikasi dan thenik tepat -> hasil terapi nyata.
Pijat (kneading), urut ( stroking ), perkusi (pukulan), vibrasi (getaran)
Indikasi :
1. menghilangkan nyeri
2. menghilangkan spasme
3. menghilangkan adhesi jaringan kulit
Kontraindikasi :
1. infeksi
2. keganasan
3. gangguan vaskuler : DVT
4. inflamasi akut dan penyulit kulit

- Traksi
2 macam : traksi leher, traksi pinggang / pelvis
1. Traksi Leher
- Posisi : duduk/berbaring
- Beban : 5-15 kg
- Lama 1x traksi : 10-20mnt
- Frekuensi : 5x minggu -> 3x/ minggu
- Tarikan harus lebih dirasakan di oksipital
- dihentikan bila : pusing, leher tambah nyeri, nyeri menjalar kelengan, kesemutan
dilengan
- Tehnik : kontinyu, intermiten -> lebih banyak dipilih
Indikasi : CRS, Nyeri leher diluar CRS
Kontraindikasi : infeksi spinal, kompresi mielum, keganasan didaerah leher, osteoporosis,
hipertensi maligna dan PJK, orang tua yang sangat lemah, kehamilan,
2.Traksi Pelvis
Indikasi : LBP karena strain/sprain/spasme otot, Diskogenik : HNP
Kontraindikasi : sama dengan traksi leher,kehamilan merupakan kontraindikasi absolute

- Stimulasi Listrik
3 tipe arus listrik : Direct current, Alternating current, Sinusoidal current, interferential
current
TENS ( transcutaneous Electrical Nerve Stimulation )
Fungsi : menghilangkan nyeri (akut/kronis) dan spasme otot
Indikasi :
1. Menimbulkan kontrasi otot -> penguatan otot/mempertahankan kekuatan otot,
perbaikan sirkulasi , memperlambat atropi otot.
2. Menghilangkanya nyeri dan mengurangi spasme otot
3. Elektrodiagnosa
4. untuk latihan : biofeedback
Kontraindikasi
1. alat pacu jantung
2. PJK
3. Daerah dada depan jantung
4. Daerah Sekitar uterus wanita hamil
5. Daerah : kulit baru,terbuka, fraktur baru/nonunion fraktur

- Penjaruman dan suntikan local


1. Berbeda dengan akupuntur tradisional
2. Dihubungkan dengan konsep : trigger point ->MTPS
Prinsip : menghancurkan “trigger point” -> tak menjadi sumber nyeri rujukan.
3. Mekanisme terapeutik penjaruman/suntikan local : krn efek fisiknya, bukan
efekbiokimia bahan yang disuntikan

- Hidroterapi
Terapi fisik dgn memanfaatkan
1. Fisik air : “buoyancy” : daya apung, efek pembersihan, dapat dikombinasi dengan
terapi panas atau dingin
2. macam : kolam air, whirlpool, Hubbard tank, contrast bath

- Terapi Latihan
1. Lat Mobilitas sendi = ROM exercise
2. Lat Penguatan = Strengthening Exc
3. Lat Daya Tahan = Endurance Exc
4. Lat Koordinasi = Coordination Exc
5. Lat dengan sasaran khusus : ADL, Breathin Exc, Muscle reduction
6. Lat Pola Khusus : william’s Flexion Exc, Cailliet’s Neck Exc, Frenkle’s Exc, Pelvic
Floor Exc, Senam Nafas Sehat, Scoliotic Exc

Anda mungkin juga menyukai