NIM : 201704200338
DM STASE REHAB MEDIK PERIODE 8 JUNI – 19 JUNI 2018
Materi : BPI
Resume :
BPI (brachialis plexus injury) yakni cedera jaringan saraf yang berasal dari c5-t1.
Cedera pada plexus brachialis dapat mempengaruhi fungsi saraf motorik dan sensorik
pada anggota gerak atas.
Anatomi: Pleksus brakhialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari
medulla spinalis yang mempersarafi ekstremitas superior. Pleksus brakhialis merupakan
serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf C5-T1. C5 dan C6 bergabung
membentuk trunk superior. C7 membentuk trunk medial, dan C8 dan T1 bergabung
membentuk trunk inferior.
Epidemiologi : Sebanyak 94% pasien akibat kecelakaan lalu lintas dan 90% pasien
merupakan pengendara roda dua.
Etiologi dan patofisiologi : trauma >>>, Pada cedera pleksus brakialis traksi, kepala
dan leher diregangkan dengan keras dari bahu.
Pemeriksaan fisik : sesuai lesi traumanya di bagi menjadi tipe upper (erbs palsy) dan
tipe lower (klumpkes palsy). Tipe upper yaitu trauma supraklavukula yang berlokasi di
posterior suprascapular notch akan memberikan gambaran klinis nyeri diatas notch,
kelemahan otot saat abduksi bahu, dan eksternal rotasi. Lesi pada level spinoglenoid
notch memberikan gambaran klinis kelemahan otot infraspinatus. Evaluasi nervus
medianus, ulnaris, dan radialis dilakukan pada pemeriksaan pergelangan tangan dan jari
tangan. Lesi nervus muskulokutaneus dan lesi pada nervus medianus diperiksa dengan
fleksi dan ekstensi pada siku. Nervus aksilaris diperiksa dengan abduksi bahu secara
aktif dan peregangan otot deltoid.
Pemeriksaan penunjang : radiologis dapat dilakukan pada tulang belakang servikal,
shoulder girdle, humerus dan dada. Harus di evaluasi apakah adanya fraktur tulang pada
servikal, klavikula, yang dapat mengindikasi kemungkinan cidera pada plexus
brachialis. Ct dapat dilakukan 3-4 minggu poasttrauma untuk memastikan bahwa ada
cukup waktu agar gumpalan darah diserap untuk pembentukan pseudomengiocele yang
merupakan tandak indikatif cidera avulsi radiks pada CTM. MRI memiliki kelebihan
dimana dapat menggambarkan lebih banyak lesi, dibagian dari cedera radiks dna
pseudomeningocele yang terbentuk.
Tes histamin untuk membedakan lesi preganglionak dan poastganglionik.
Elektrodiagnostik dapat mengkonfirmasi diagnosis, menentukan lesi, menentukan
tingkat keparahan diskontinuitas aksial, dan mengeliminiasi entitas klinis lainya dari
diagnosis banding.
Penatalaksanaan :
Konservatif bertujuan mempertahankan jangkauan gerak ekstrmitas, untuk memperkuat
otot fungsional, yang tersisa, untuk melendungi denervasi dematom, dan untuk
management nyeri.
Pembedahan: neurolisis digunakan untuk lesi saraf kontinuitas. nerve grafting yaitu
teknik memotong area yang trauma kemudian menyambungkan dengan area yang lebih
proksimal teknik memotong. transfer kontralateral c7 digunakan pada kelemahan global
atau ketika pilihan transfer lokal tidak dapat digunakan.
Rehabilitasi cedera pleksus brakialis :
Mencegah atrofi otot : Atrofi otot dapat dicegah dengan pendekatan pertama
yaitu passive muscle stretching dan Pendekatan terapeutik lainnya adalah
stimulasi listrik
Penanganan nyeri : terapi farmakologi antara antidepresan trisiklik dan
gabapentin atau pregabalin sebagai pengobatan lini pertama, sedangkan
analgesik opioid dan tramadol adalah pilihan kedua atau ketiga. Stimulasi
saraf listrik transkutan (TENS) telah diterapkan dalam beberapa kondisi yang
menyakitkan,karena merupakan analgesik sederhana, murah, dan non-invasif
intervensi.
Perawatan deformitas sekunder dan pasca operasi : Braces dibuat khusus
segera setelah terapi bedah untuk menjaga abduksi ekstremitas atas.
Pergerakan kepala juga perlu dibatasi sehingga saraf dapat menyesuaikan
lokasinya
Emng biofeedback : dilakukan 3-8 bulan paska operasi, dimulai dengan
melatih transfer otot menggerakkan siku dan jari
Terapi okupasi : Memelihara luas gerak sendi bahu. Melatih kemampuan
untuk menulis, mengetik, komunikasi
Orthosis : Orthosis untuk penderita cedera plexus brachialis dibuat terutama
untuk menyokong bagian bahu dan siku.
Materi :SCI
Resume :
Cedera medula spinalis yakni semua bentuk cedera yang mengenai medula
spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik,
sensorik, otonom dan reflek) secara lengkap atau sebagian
Epidemiologi : Penyebab utama cedera medula spinalis antara lain kecelakaan
(50,4%), terjatuh (23,8%), dan cedera yang berhubungan dengan olahraga
(9%).
Anatomy spinal cord : Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1,
di L1 melonjong dan sedikit melebar yang disebut conus terminalis atau
conus medullaris. Terdapat 31 pasang saraf spinal: 8 pasang saraf servikal, 12
pasang saraf torakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1
pasang saraf koksigeal. Struktur internal medula spinalis terdiri dari substansi
abu abu dan substansi putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-
kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi putih. Substansi abu-abu
mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin,
saraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu
membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior,
posterior dan komisura abu-abu. Bagian posterior sebagai input /afferent,
anterior sebagai output/efferent, komisura abu-abu untuk refleks silang dan
substansi putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin
Patofisiologi : Pada umumnya, cedera medula spinalis disertai kompresi dan
angulasi vertebra yang parah.. Biasanya cedera medula spinalis disertai
subluksasi dengan atau tanpa rotasi dari vertebra yang menekan medula
diantara tulang yang dislokasi. Terdapat empat mekanisme cedera primer
pada medula spinalis, pertama adalah dampak cedera disertai kompresi
persisten, pada umumnya terjadi akibat fragmen tulang yang menyebabkan
kompresi pada spinal, fraktur dislokasi, dan ruptur diskus akut. Kedua,
Dampak cedera disertai kompresi sementara, dapat terjadi misalnya pada
penyakit degeneratif tulang cervikal yang mengalami cedera hiperekstensi.
Ketiga adalah distraksi, terjadi jika kolumna spinalis teregang berlebihan pada
bidang aksial akibat distraksi yang dihasilkan dari gerakan fleksi, ekstensi,
rotasi atau adanya dislokasi yang menyebabkan pergeseran atau peregangan
dari medula spinalis dgn asupan darahnya. Cedera sekunder meliputi syok
neurogenik, gangguan vaskular seperti perdarahan dan reperfusi-iskemia,
eksitotoksisitas, cedera primer yang dimediasi kalsium dan gangguan cairan
elektrolit, trauma imunologik, apoptosis, gangguan fungsi mitokondria, dan
proses lainnya Komplit: Tidak, Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah
lesi dan lebih dari separuh memiliki kekuatan otot 3 ada fungsi motorik dan
sensorik yang tersisa pada segmen sakral S4-S5, Inkomplit: Terdapat fungsi
sensorik tanpa fungsi motorik di bawah lesi termasuk segmen sakral S4-S5.
Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah lesi dan lebih dari separuh
memiliki kekuatan otot kurang dari 3. atau lebih. Normal: Fungsi motorik dan
sensorik normal.
Tanda dan gejala : pada kasus komplit akan terjadi kehilangan fungsi saraf
sadar di bawah lesi. Terdapat fase awal syok spinalis yaitu hilangnya refleks2
normal seperti bulbokavernosus dll.
Lesi inkomplit : defisit neurologisnya bergantung pada lokasi terjadinya lesi
pada medula spinalis : sindroma medula anterior, brown squards syndrome,
sindrom medula sentral, sindroma konus medularis, sindrom kauda ekuina.
Diagnosa: apabila ada orang yang datang dengan curiga terjadi trauma pada
cervical. Pertama harus di lakukan primary survey. Lalu di lakukan stabilisasi
untuk mengurangi ROM dengan collar brace dan backboard. Apabila primary
survey sudah aman dapat di lakukan penstabilan ttv pasien seperti
hipoventilasi dsb. Untuk pemeindahan pasien untuk dilakukanya pemeriksaan
penunjang harus di lakukan dengan teknik firmans carry atau logroll. Untuk
mengetahui adanya paralisis harus di lakukan pemeriksaan motorik dan
sensorik sesuai ASIA
Pemeriksaan penunjang : xray paling cepat dapat mengetahui kondisi tulang
spinal, ct scan potongan sagital dan koronal dapat melihat c7-t1 yang tidak
tampak pada foto polos, dan MRI sebagai goldstandar karena dapat
menggambarkan vertebra, diskus dan medula spinalis dengan sempurna.
Tatalaksana : 1. Mencegah kerusakan lebih lanjut 2. Dilakukan perawatan
untuk mencegah cidera sekunder 3. Pasien dirawat hingga kondisi optimal
supaya memungkinkan dilakukan perbaikan dan penyembuhan sistem sarf. 4.
evaluasi dan rehabilitasi pasien harus dilakukan secara aktif untuk
memaksimalkan fungsi yang masih bertahan meskipun jaringan saraf tidak
berfungsi
Medikamentosa : steroid dosis spinal pasien dewasa dengan akut,
nonpenetrating cedera medula spinalis dapat diterapi dengan
metilprednisolon segera saat diketahui mengalami cedera. metilprednisolon
30 mg/kg berat badan secara intravena dalam delapan jam, dan terutama
dalam tiga jam setelah cedera, dilanjutkan dengan infus metilprednisolon 5,4
mg/kg berat badan tiap jam 45 menit setelah pemberian pertama
Alat ortotik : pemberian collar brace tidak sepenuhnya dapat mengurangi
ROM dari c1 c2 atau servikotorak. Maka dari itu dapat di beri :
cervicothoracic orthose brace, minerva brace, halo vest.
Intervensi operasi : untuk dekompresi medspin atau radiks post dan
menstabilisasi cedera yg terlalu tidak stabil supaya dapat di berikan eksternal
mobilisasi.
Rehabilitasi medis :
fase akut : positioning, latihan gerak pasif, chest terapi, exercise
Fase pemulihan : sitting balance, mobilisasi dengan kursi roda, transfer,
perawatan diris, penguatan anggota gerak atas, latihan berdiri dan berjalan,
kemandirian
Evaluasi : dapat di lakukan secara berkala, untuk mengetahui apakah terapi yg
diberikan bermanfaat dalam penyembuhan ataukan harus ada perubahan.
Prognosis : tergantung usia dan temuan neurologic yg menentukan lama
penyembuhan.
Materi :Geriatri
Resume :
Geriatri :
pasien lanjut usia yang berusia lebih dari 60 tahun dengan dua atau lebih
penyakit disertai penurunan kondisi fisik, psikologis maupun social
ekonomi.
Lansia:
Seseorang yang memasuki usia 60 tahun keatas. Adalah kelompok umur
manusia yang memasuki tahap akfir dari fase kehidupannya
Klasifikasi Lansia
- Usia pertengahan -> 45 -59 tahun
- Lanjut Usia -> 60 – 74 tahun
- Lanjut Usia tua -> 75 90
- Usia sangat tua -> > 90 tahun
Deconditioning pada geriatric : perubahan fisiologis yang terjadi seiring
dengan tidak adanya aktivitas, istirahat total, gaya hidup tidak bergerak
dan karena penuaan. Akibatnya organ kehilangan fungsi seperti status
mental, mobilisasi dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
Komplikasi Deconditioning :
1. Gangguan musculoskeletal : arthritis, osteoporosis,fraktur
2. Gangguan Neurologis : stroke, parkinso, neurpati, Dimensia,
3. Kardiovaskuar : ggl jantung kongestif, penyakit arteri koroner, penyakit
pembuluh darah perifer
4. Penyakit Paru : PPOK
5. Faksor sensori : gangguan penglihatan, penurunan sensasi kinestetik,
penurunan sensasi perifer
6. Penyebab Lingkungan : Imobilisasi yang dipaksakan, kurangnya alat bantu,
nyeri akut dan kronis
7. lain – lain : Malnutrisi, penyakit sistemik, Depresi, efeksamping obat
Masalah yang muncul pada geriatri :
- Inkontinesia Urin : pengeluaran urin secara involunter, tidak diinginkan,
dalam jumlah dan frekuensi tertensu yang menimbukan masalah kesehatan
dan social
Epidemiologi = 1:3-5 pada wanita dan 1:5-10 pada laki laki
Terapi =
1 Tipe Urgensi :
Lini pertama bladder training
Lini kedua Bladder drill
Lini Ketiga medikamentosa
2. Tipe Stress :
Lini Pertama Pembedahan
Lini Kedua Senam kegel, bladder training
Lini Ketiga Medikamentosa
3. Tipe overflow :
Lini pertama injeksi periuretra, pembedahan
Lini Kedua Pembedahan, katerisasi intermiten
Lini Ketiga Katerisasi menetap jangka panjang
4. Tipe Fungsional :
Lini pertama katerisasi suprapubik
Lini Kedua intervensi prilaku
Lini Ketiga Manipulasi lingkungan, pemakian underpad
Materi : De Quervain
Resume :
Inflamasi pada tendon dan selubung pembungkus tendon otot abductor pollicis
longus dan extensor pollicis brevis di kompartemen pertama pergelangan tangan
karena penggunaan berulang.
Anamnesis : nyeri pada pergelangan tangan lateral ketika menggenggam dan
mengekstensikan jari, neuralgia, riwayat penggunaan pergelangan tangan dan jari
berlebihan pada pekerjaan rumah tangga dan hobi.
Pemeriksaan fisik : nyeri tekan dan bengkak pada area sekitar porc.styloideus radii,
tes Flinkenstein positif, penurunan kekuatan menggengam dan menjepit.
Pemeriksaan penunjang : hanya untuk menyingkirkan DD
Terapi : modalitas fisik seperti menggunakan es, terapi panas, TENS, US dan
ionthoforesis, friction massage, latihan aktif, imobilisasi dengan thumb spica splint,
NSAID, injeksi anstetik lokal dan kortikosteroid, pembedahan
Edukasi : mengurangi beban kerja dan istirahat relatif, latihan di rumah.
LOWER LIMB AMPUTATIONS
Penyebab tersering yaitu karena kondisi pembuluh darah yang melibatkan daerah
transfemoral dan transtibial serta melibatkan jari kaki, dialami orang lebih dari 60
tahun lebih dan pada pria.
Anamnesis : hilangnya bagian tubuh atau bagian dari alat gerak bawah disebabkan
oleh trauma, infeksi, kelainan kongenital,nyeri dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik : penyembuhan luka, lingkup gerak sendi, kekuatan otot dan
integritas insisional, kekuatan ekstremtas, pemeriksaan stump untuk memeriksa bekas
insisi, eritema, daerah nekrosis dan neuroma.
Pemeriksaan penunjang : EMG dan nerve conduction studies, radiografi polos
Terapi :
- Rehabilitasi : latihan prostetik setelah stump matur,terapi okupasi
- Pembedahan : bila residual limb memerlukan revisi luka atau amputasi lebih
tinggi, bone overgrowth, hamstring release
Tes provokasi :
Tes McMurray,
Anterior Drawer Test,
Posterior Drawer test,
Lachman test,
Apley Compresion test,
Pemeriksaan Penunjan
- Radiologi – Xray, MRI
- Laboratorium :
LED < 40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, cairan synovial : jernih,
viscous, leukosit < 2000/mm3
Rehabilitasi Medik :
Terapi panas superficial : SWD, USD
Terapi dingin : cryothreapy, kompres es dan masase es
Listrik : TENS mengurangi dan menghilangkan nyeri
Hidroterapi.
Latihan penguatan otot : meningkatkan dan mempertahankan
pergerakan sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan static
dan dinamik. Latihan tdd pasif, aktif, ketahanan, peregangan, rekreasi
Orthotik Prosthetik : u/ mengembalikan fungsi, mencegah dan
mengoreksi kecacatan knee brace / knee support
Terapi Okupasi
Sosial Medik
dr. Eka Poerwanto Sp.KFR 11/6/2020
Materi: Filosofi
Resume :
Pelayan kesehatan terdiri dari
Promotif Menyeluruh
Preventif Terpadu
Kuratif Berkesinambungan
Rehabilitatif
Rehabiliti Medik
cabang ilmu kedokteran yang mempelajari cara” penanganan yang kmprehensif dari
kecacatan fisik akibat penyakit / trauma yang mengenai system neuro – muskulo-
skeletal dan kardiorespirasi berserta gangguan psiko-sosial-vokasion yang menyertai
kecacatan tsb
Definisi Rehabilitasi (WHO)
Semua tinakan yang ditujukan guna mengurangi keadaan cacat dan handicap, serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai intergrasi social
4 unsur keberhasilan :
1. pemulihan kondisi fisik
2. pemulihan kondisi psikologis
3. latihan provokasional
4. resosialisasi
Ruang lingkup Rehab medic :
1. Fisio terapi :
upaya dengan modilatas fisik. Efek terapi didapat dari aspek fisik thd jaringan tubuh.
Meliputi : Terapi panas, masase, traksi, stimulasi listrik, hidroterapi, terapi latihan
2. Okupasional Terapi :
terapi melalui latihan mengerjakan sasaran yang terseleksi
Sasaran utama : - mampu mandiri dalam merawat diri
- dapat melakukan tugas” dengan fungsinya
3. Terapi wicara :
Untuk penderita disatria dan afasia, disfasia, yang berhubungan dengan gangguan di
otak, missal : stroke dan cereberal Palsy
4. Ortotik dan prostetik
Ortotik : ilmu yang mempelajari tentang pembuatan dan pemberian alat pada atau
sekitar segmen tubuh dan anggota gerak yang lemah atau yang perlu diimobilisasi
untuk member penyangga dan memungkinkan perbaikan fungsi. Alat : Ortesa,Contoh :
korset, brace, splint
Prostetik : adalah ilmu mempelajari tentang pembuatan dan pemberian alat,
pengganti bagian tubuh / anggota gerak yang hilang. Alat disebut : protesa
Tujuan Rehabilitasi
- Meniadakan keadaan cacat ( bila mungkin )
- Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin
- Mengembalikan penderita cacar untuk dapat hidup dan bekerja dengan
kemampuan yang masih ada
Cacat :
Primer : akibat langsung oleh penyakit / trauma
Sekunder : akibat penanganan yang kurang baik / tepat
- Kecacatan menyebabkan berbagai masalah : biologi, social, psikologis,
vokasional, kultur dan spiritual harus ditangani secara multidisiplin
- Cacat ialah : IMPAIRMENT ( kelainan ) tingkat organ, DISABILITY ( ketidak
mampuan ) tingkat individu HANDICAP ( ketunaan ) tingkat lingkungan
- Penanganan kecacatan fisik : tidak pernah sederhana, dilakukan oleh team rehab
medic : Dokter ( SpKFR, Fisioterapis, Terapi Okupasional, Terapi Wicaram
Prostesis – rtesis, psikolog, PSM dan Perawat Rehabilitasi
Pencegahan cacat :
- Tingkat I : Promotif / Immunisasi
- Tingkat II : Mencegah kecacatan ringan
- Tingkat III : mencegah kecacatan berat
Terapi Fisik : adalah upaya terapi dengan menggunakan modalias fisik.
Efekterpeutik didapat krn aspek fisikal thd jaringan tubuh meliputi : terapi panas,
dingin, masase, traksi, stimulasi listrik, hidroterapi, terapi latihan
- Terapi panas : indikasi
1. Efek analgesic : neuralgia, strain/sprain, spasme otot, mialgia.
2. Efek anti inflamasi, setelah fase akut
3. Meningkatkan suhu jaringan vasodilatasi / perbaikan bloodflow.
4. terapi sebelum latihan , stretching atau stimulasi listrik
2 macam :
1. terapi panas dangkal (superficial ) : panas kering ( dry heat ) : IR. Lampu biasa, botol
air panas, bantal pemanas listrik. Panas basah ( moist heat ) : air hangat, HCP, uap air
panas, paraffin bath
2. Terapi panas dalam ( deep heating /diathermy ) : panas dapat masuk sampai ke ott dan
tulang. Ada 3 modalitas : SWD, MWD, USD
- SWD :
1. Gelombang pendek ( 3-30 m)
2. Frekuensi Tinggi ( 10 -100 megacycle/detik )
3. Penetrasi 2-3cm
4. Dosis fixed tidak ada
Kontra indikasi : kehamilan , metallic implant, pacemaker jantung
- MWD :
1. Konveri energy radiasi elektromagnetik ( gelombang radar )
2. Frekwensi 2456 dan 915 MHz
3. tidak ada dosis fixed
Kontra Indikasi : kehamilan, metallic implant, pacemakerjantung, kantongan cairan
dalam tubuh, mata
- USD :
1. konversi energy suara frekuensi tinggi
2. penetrasi dalam ( 3-5cm)
3. keuntungan disbanding SWD/MWD: dosis fixed, tdk ad kontraindikasi thd metal,
punya efek masase, phonophoresis
Kontraindikasi : pemberian pada daerah mata, otak, kehamilan, pacemaker jantung,
langsung di daerah prekardiak, lokasi post radioterai, efifise yang sedangtumbuh, post op
ganti sendi
- Terapi panas
Kontra Indikasi umum
1. radang / inflamasi akut dan KP aktif
2. trauma akut ( 72 jam pertama )
3. gangguan vascular : obstruksi vena,iskemi
4. Diatesis hemoragik/ggn koagulasi
5. keganasan
6. Pjk
7. gangguan sensasi
8. bayi dan orang tua
- Terapi dingin
Indikasi :
1. efek analgesic
2. mengilangkan spasme otot
3. mengurangi spastisitas
4. trauma akut
5. terapi khusus MTPS
6. inflamasi akut
Teknik pemberian :
Masase es : gosok es langsung pada daerah , 5-mnt, 2-3x/hari
Kompres es : 20mnt, 2-3x/hari
Semprot dingin : chloraethyl spray
Kontraindikasi :
Gg vaskuler :raynaud phenomena, iskemik, dan statis, alergi/intoleran thd dingin
- Masase
Prosedur terapi fisik tertua dan termurah. Indikasi dan thenik tepat -> hasil terapi nyata.
Pijat (kneading), urut ( stroking ), perkusi (pukulan), vibrasi (getaran)
Indikasi :
1. menghilangkan nyeri
2. menghilangkan spasme
3. menghilangkan adhesi jaringan kulit
Kontraindikasi :
1. infeksi
2. keganasan
3. gangguan vaskuler : DVT
4. inflamasi akut dan penyulit kulit
- Traksi
2 macam : traksi leher, traksi pinggang / pelvis
1. Traksi Leher
- Posisi : duduk/berbaring
- Beban : 5-15 kg
- Lama 1x traksi : 10-20mnt
- Frekuensi : 5x minggu -> 3x/ minggu
- Tarikan harus lebih dirasakan di oksipital
- dihentikan bila : pusing, leher tambah nyeri, nyeri menjalar kelengan, kesemutan
dilengan
- Tehnik : kontinyu, intermiten -> lebih banyak dipilih
Indikasi : CRS, Nyeri leher diluar CRS
Kontraindikasi : infeksi spinal, kompresi mielum, keganasan didaerah leher, osteoporosis,
hipertensi maligna dan PJK, orang tua yang sangat lemah, kehamilan,
2.Traksi Pelvis
Indikasi : LBP karena strain/sprain/spasme otot, Diskogenik : HNP
Kontraindikasi : sama dengan traksi leher,kehamilan merupakan kontraindikasi absolute
- Stimulasi Listrik
3 tipe arus listrik : Direct current, Alternating current, Sinusoidal current, interferential
current
TENS ( transcutaneous Electrical Nerve Stimulation )
Fungsi : menghilangkan nyeri (akut/kronis) dan spasme otot
Indikasi :
1. Menimbulkan kontrasi otot -> penguatan otot/mempertahankan kekuatan otot,
perbaikan sirkulasi , memperlambat atropi otot.
2. Menghilangkanya nyeri dan mengurangi spasme otot
3. Elektrodiagnosa
4. untuk latihan : biofeedback
Kontraindikasi
1. alat pacu jantung
2. PJK
3. Daerah dada depan jantung
4. Daerah Sekitar uterus wanita hamil
5. Daerah : kulit baru,terbuka, fraktur baru/nonunion fraktur
- Hidroterapi
Terapi fisik dgn memanfaatkan
1. Fisik air : “buoyancy” : daya apung, efek pembersihan, dapat dikombinasi dengan
terapi panas atau dingin
2. macam : kolam air, whirlpool, Hubbard tank, contrast bath
- Terapi Latihan
1. Lat Mobilitas sendi = ROM exercise
2. Lat Penguatan = Strengthening Exc
3. Lat Daya Tahan = Endurance Exc
4. Lat Koordinasi = Coordination Exc
5. Lat dengan sasaran khusus : ADL, Breathin Exc, Muscle reduction
6. Lat Pola Khusus : william’s Flexion Exc, Cailliet’s Neck Exc, Frenkle’s Exc, Pelvic
Floor Exc, Senam Nafas Sehat, Scoliotic Exc