Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( BPSK )

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(STUDI KASUS PERKARA NO.11/Abs/BPSK-YK/2009)

PROPOSAL STUDI KASUS HUKUM

Oleh :

DENY WICAKSONO

No. Mahasiswa: 10410153

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2014
A. Latar Belakang Pemilihan Kasus

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional telah

menghasilkan variasi produk, barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Kemajuan

di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, telekomunikasi dan informatika juga turut

mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa hingga pada satu

pihak sangat bermanfaat bagi satu konsumen karena kebutuhannya akan barang

dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta makin terbuka lebar kebebasan

untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan

kemampuannya.1

Di lain sisi, fenomena tersebut dapat menjadikan kedudukan pelaku usaha dan

konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat menjadi objek oleh para pelaku

usaha yang hanya ingin mencari keuntungan sebesar-besarnya melalui kiat iklan, cara

penjualan, promosi, serta penerapan perjanjian-perjanjian standar yang merugikan

konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen kurang akan sosialisasi dan mengetahui

hak-haknya sendiri.

Maka dari itu untuk menjamin terselenggaranya perlindungan konsumen yang

baik dan melindungi hak para konsumen maka pemerintah membentuk aturan tentang

perlindungan konsumen dalam suatu produk hukum. Perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen.2 Hal ini penting karena hanya hukum yang

mempunyai kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk mentaatinya, dan juga

hukum memiliki sanksi yang tegas mengingat dampak penting yang dapat

ditimbulkan akibat tindakan-tindakan pelaku usaha yang sewenang-wenang dan hanya

mengutamakan keuntungan dari bisnisnya sendiri, maka pemerintah memiliki


1
Susanti Adi Nugroho, Proses penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara serta
Kendala Implementasinya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,2008, hlm. 1
2
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
kewajiban untuk melindungi konsumen yang posisinya lemah, disamping ketentuan

hukum yang melindungi kepentingan konsumen belum memadai.3

Maka dari itu pemerintah melalui produk hukumnya guna memberi perlindungan

hukum lebih kepada konsumen telah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) yang akan melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi

pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen.4 Yang mana pelanggaran sering dilakukan oleh para pelaku

usaha dalam menjalankan bisnisnya yang kerap merugikan para konsumen yang

kemudian akhirnya menimbulkan sengketa konsumen antara pelaku usaha dengan

konsumen. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan diatur dalam pasal 48 Undang-

undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan sebagai berikut, “Penyelesaian

sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan

umum yang berlaku dengan memperhatikan dalam pasal 45”.5

Dari hasil penelitian penyebab utama sebagian besar masyarakat membiarkan

begitu saja kasus yang menimpanya. Mereka enggan mengajukan gugatan ganti rugi

dan melaporkan keluhannya ke pihak-pihak yang berkompeten. Kondisi tersebut

dilatarbelakangi alasan beragam. Alasan paling dominan adalah, tidak mau repot,

khawatir urusan menjadi lebih panjang dan tidak mau terlibat urusan di kepolisian.

Masyarakat juga pesimistis laporannya akan ditanggapai dengan baik. Mereka juga

tidak tahu persis kemana harus mengadukan kasus yang dihadapinya dan takut pada

besarnya biaya pengaduan. Sebagian masyarakan malah takut kasus yang

menimpanya akan menimbulkan kehebohan jika mereka mengadukan kasus tersebut.6

3
Susanti Adi Nugroho, Proses penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara serta
Kendala Implementasinya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,2008, hlm. 2
4
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Pasal 3 huruf d
5
Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, ctk. Kesatu, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta,
2006, hlm 168.
6
Nht Siahaan, Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab Produk,Panta Rei, Jakarta, 2005, hlm 8
Diberikannya ruang penyelesaian sengketa di bidang konsumen merupakan

kebijakan yang baik dalam upaya memberdayakan konsumen. Upaya pemberdayaan

konsumen merupakan bentuk kesadaran mengenai karakteristik khusus dunia

konsumen, yakni adanya perbedaan kepentingan yang tajam antara pihak yang

berbeda posisi tawarnya.7

Untuk menyelesaikan sengketa konsumen para pihak telah disediakan tempat

untuk menyelesaikan sengketanya yaitu ke BPSK. BPSK sendiri adalah badan yang

bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.8

Akan tetapi seringnya perbedaan pemahaman antara pembeli dengan konsumen

membuat berbagai pihak bingung untuk menyelesaikan sengketanya. Karena pada

dasarnya sengeketa jual beli dengan sengketa konsumen itu berbeda. Akankah

sengketa diselesaikan di pengadilan umum atau di di BPSK. Tak jarang sengketa jual

beli sering di selesaikan di pengadilan arbitrase BPSK, hal ini yang membuat BPSK

tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh para pihak

tersebut karena sudah diluar kompetensinya karena BPSK adalah badan yang bertugas

menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. 9 Seperti

yang sudah di putus oleh BPSK pada perkara nomor 11/Abs/BPSK-YK/2009 yang

memutus perkara jual beli, padahal senyatanya dalam pertimbangan hakim halaman

15 yang telah diakui oleh majelis hakim yang di kutip “ . . . . . . . berdasarkan bukti P-

7 dan P-8, pembelian tanah sebagaiamana bukti P-19 telah lunas”. Dan lebih lanjut

dalam pertimbangan hukum majelis Arbiter BPSK Yogyakarta halaman 17 yang

berbunyi, dikutip : “ ........ dan menyangkut jual beli tanah maka petitum ini wajar dan

sudah pada tempatnya”. Dari sini menunjukkan penggugat mendalilkan dirinya

7
Ibid., hal 201
8
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Pasal 1 ,ayat 1
9
ibid
sendiri telah membeli tanah dan sengketa ini adalah jual beli lebih tepatnya

wanprestasi bukan merupakan sengketa konsumen.

B. Identitas Para Pihak

1. Pihak-pihak

a. Penggugat

Boedi Soesanto, 43 Tahun, Kristen, Wiraswasta, bertempat tinggal di HOS

Cokroaminoto No. 193 RT.014 RW.004 Kel. Tegalrejo Kec. Tegalrejo Kota

Yogyakarta

b. Tergugat

Benny Gunawan

Direktur Utama PT Tirta Segara Biru berkedudukan di kantor Pusat di

Komplek Sentra Niaga Boulevard Hijau Kav. 33-35 Medan Satria Bekasi

C. Posisi Kasus

Kasus ini bermula dari Boedi Soesanto selaku penggugat mengajukan gugatan

terhadap Benny Gunawan selaku direktur utama PT Tirta Segara Biru yang belum

juga menyerahkan obyek berupa tanah

Anda mungkin juga menyukai