oo 0dwoo
Lan-wan, sesuai dengan na manya, yang ada di tengah2
lingkungan ta man ini seluruhnya adalah bunga anggrek melulu,
ratusan pot2 bunga tersebar dan diatur begitu rapi, terbagi menjadi
kelompok dari berbagai jenis2 yang berlinan, di bawah pot bunga
ditaruh tatakan berisi air bening untuk me ncegah se mut
menggerogoti akarnya.
Tatkala itu Kun-gi berada di antara deretan rak bunga, sambil
menggendong tangan, dengan seksama dia me lihat2 bunga.
Sifatnya bebas dan rileks, se-olah2 dialah tuan rumah dari se mua
yang ada di ta man ini.
Waktu itu hari sudah menje lang lohor, tampak seorang pelayan
baju hijau sedang mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana.
Dari gerak langkahnya yang enteng, sekali pandang orang a kan
tahu bahwa pelayan ini me miliki dasar Ginkang yang a mat bagus.
Tiba di depan pintu Lan- wan, pelayan itu hanya bicara beberapa
patah kata dengan Ing-jun.
Tampak Ing-jun mengantarnya me masuki taman menuju ke arah
Ling Kun-gi. Tapi Kun-gi pura2 tidak tahu, dengan tekun dia
me meriksa tana man bunga. Setelah mereka de kat di belakangnya
baru Ing-jun bersuara: "Cu-cengcu"
"o." Kun gi bersuara sekali, pelan2 dia me mba lik tubuh.
Ing-jun berkata, "cengcu sudah menunggu di ruang depan Jun
hiang ci-ci sengaja diutus ke mari untuk mengundang Cu-cengcu ke
sana."
Jun- hiang, pelayan baju hijau, lantas maju selangkah dan
me mberi hormat, katanya: "Hamba Jun-hiang me mberi hormat
kepada Cu-cengcu."-Gadis pelayan ini ternyata berparas elok
laksana puteri kahyangan dala m lukisan-
Kun-gi manggut2, katanya: "Lohu me mang ingin me ne mui
cengcu kalian, silakan nona menunjukkan ja lan-" Jun-hiang
mengiakan, lalu dia mendahului jalan di muka.
Jalan yang menuju ke Coat Sin-san-ceng dari Lan-wan cukup
lebar beralas batu2 gunung, kedua pinggir jalan dipagari tana man
pohon yang tidak diketahui apa namanya, angin menge mbus
sepoi2, dahan pohon sama bergoyang menerbitkan paduan suara
yang mengasyikkan.
Berjalan di belakang Jun-hiang, tiba2 tergerak hati Kun-gi,
batinnya: "Se mala m wa ktu Hoa Thi-jiu me mbawa ku ke mari juga
kudengar suara lirih dari gesekan dedaunan pohon, mirip sekali
dengan keadaan sekarang yang kulewati ini, jadi jalan yang menuju
ke kebun kiranya berada di dala m Coat Sin-san-ceng. Ya, kebun ini
dikelilingi air tiga jurusan, Coat Sin-san-ceng tepat berada di selatan
kebun bunga, mungkin seka li harus mela lui lorong bawah tanah
untuk keluar masuk, ma ka pintunya harus menggunakan papan besi
yang berat."
Coat Sin-san-ceng terdiri dari lima lapis bangunan gedung yang
menghadap ke utara tanah-nya luas, bentuknya megah dan angker,
tembok dan pilar2 gedungnya bercat dan terhias dengan berbagai
warna lukisan berbagai corak. hanya di bilangan gedung besar inilah
Kun-gi merasakan adanya gaya hidup kaum persilatan-
Diatas undakan lebar setinggi puluhan t ingkat itu, di samping
empat saka merah besar berdiri e mpat laki2 yang me mbusungkan
dada dengan seragam hijau menyoreng golok.
Jun-hiang bawa Kun-gi naik ke atas undakan langsung menuju ke
serambi. Tepat di depan sebuah pendopo besar berdiri seorang
berperawakan sedang berjubah sutera.
Begitu melihat Kun-gi, segera ia bergelak tertawa sambil
menyongsong maju, katanya sambil menjura: "Sudah la ma siaute
mendengar na ma besar Cu-cengcu, hari ini dapat mengundang
ceng-cu ke mari sungguh merupakan kehormatan besar yang tiada
taranya, semala m tak se mpat menya mbut selayaknya, harap
dimaafkan dan jangan Cu-cengcu berkecil hati"
Orang ini le laki setengah baya, wajahnya bersih, tulang pipinya
menonjol, sorot matanya tajam, perawakannya sedang, tapi
suaranya keras bergema seperti genta, di antara sikapnya yang
ramah ta mpak kereng dan berwibawa.
Mendengar nada ucapannya, Kun-gi lantas tahu orang inilah
cengcu dari Coat Sin-san-ceng. Lekas dia balas menjura, katanya
tertawa: "Tuan ini tentunya Cek-cengcu pemilik te mpat ini? Berun-
tung Siaute bisa berkunjung ke sini."
Berulang kali laki2 jubah sutera me mbungkuk badan, katanya:
"Tida k berani, Siaute sendiri Cek Seng-jiang adanya."
"Tak pernah dengar seorang tokoh Bu lim yang berna ma Cek
Seng-jiang," de mikian batin Ling Kun-gi, "ka lau dia tida k
menggunakan na ma palsu, tentunya karena dia jarang muncul di
kalangan Kangouw." .
Tanpa menunggu Kun-gi buka suara, Cek Seng-jiang berseri tawa
sambil angkat tangan: "Silakan, silakan Harap Cu-cengcu duduk di
dalam."
Di bawah iringan tuan rumah, Kun-gi masuk ke ruang pendopo
yang penuh ukiran ini, dilihatnya tiga orang sudah di tengah ruang
pendopo sana. Ketiga orang ini adalah seorang paderi tua berjubah
abu2, alisnya panjang matanya sipit, usianya sekitar 60, duduk
tegak menunduk kepala, tangannya me megang serenceng tasbih.
Dua orang yang lain adalah kakek berjubah biru, alisnya tebal
matanya lebar, muka persegi kuping besar, jenggot hitam menjuntai
di depan dada, usianya mende kati setengah abad. Seorang lagi laki2
berjubah coklat, wajahnya putih, tubuhnya sedang tapi rada gemuk.
dagunya tumbuh ja mbang yang lebat, usianya lebih 50 tahun.
Waktu Cek Seng-jiang mengiringi Kun-gi me langkah masuk- sorot
mata mereka lantas menatap ke arah Ling Kun-gi. Dari sorot mata
mereka dia m2 Kun-gi tahu bahwa ketiga orang ini sebetulnya
me miliki dasar Lwekang yang tangguh, sayang sinarnya redup
buyar.
Sembari tertawa Cek Seng jiang angkat tangan, katanya: "Cu-
heng pertama kali datang, sila kan duduk di te mpat atas."
Kun-gi tidak sungkan2, dengan sewajarnya dia lantas duduk di
tempat yang di tunjuk. Cek Seng-jiang mengiringi duduk. dua
pelayan segera maju mengisi dua cangkir arak. Sa mbil me ngangkat
cangkirnya Cek Seng-jiang berkata: "Mari, silakan minum"
Setelah minum dan me letakkan cangkirnya, Cek Seng-jiang
lantas berdiri, katanya: "Tuan2 tentunya sudah lama saling dengar
nama masing2, tapi belum pernah berkenalan. Nah, marilah
kuperkenalkan satu persatu. Lalu dia menunjuk Ling Kun-gi,
katanya: "Inilah cengcu dari Liong-bin-san-ceng. Di ka langan
Kangouw mendapat julukan cia m-liong, tentunya, tuan2 bertiga
tidak asing akan na manya."
Lekas Kun-gi berdiri seraya menjura. Ketiga orang yang duduk
segera berdiri juga dan me mbalas hormat, sorot mata mereka
me mbayangkan rasa heran dan tida k habis mengerti. Paderi tua
jubah abu2 segera bersabda: "Kiranya cu- tayhiap. sudah lama
Lolap ingin berkena lan-"
Cek Seng-jiang tuding padri tua, katanya: inilah Lok-san Taysu."
Tergetar hati Kun-gi, Katanya: "Kiranya Taysu adalah paderi sakti
Siau-lim-si."
Melihat wajah orang mengunjuk kaget dan heran, tanpa terasa
Cek Seng-jiang mengulum senyum, katanya pula sambil me nunjuk
kakek tua berjubah biru: "Inilah Tong Thian-jong, Tong-toako dari
Sujwan-" La lu dia tunjuk la ki2 Jubah coklat pula. "Yang ini ada lah
Un It- hong, Un-lauko dari Ling-la m."
"Ketiga orang ini sudah hadir di sini, lalu di mana ibuku? Pasti
berada di dala m taman ini pula," de mikian Kun-gi me mbatin.
Karena pikiran ini, mendadak berubah air mukanya, katanya
dingin menatap Cek Seng-jiang: "Jika demikian, jadi Cek-cengcu
adalah pemimpin Cin-cu-ling yang me mbikin geger dunia
persilatan?"
Cek Seng-jiang tertawa lebar, ujarnya: "Mana berani, mana
berani. soalnya kawan2 Kangouw tidak tahu duduknya perkara
sehingga timbul sa lah paha m terhadap Siaute ...."
Kata Kun-gi tegas: "La lu apa ma ksud tujuan Cek-cengcu me nculik
kami berama i ke mari?"
"Cu-heng jangan salah paha m," ujar Cek Seng jiang tertawa,
"Sudah la ma Siaute mengagumi na ma besar kalian bere mpat,
bahwa para pendekar kami undang ke mari adalah untuk
menghindarkan suatu petaka yang bakal menimpa Bu-lim, se-kali2
tiada terkandung maksud2 pribadi, soal ini panjang kalau dijelaskan-
Nah marilah, hidangan sudah tersedia, marilah sa mbil ma kan minum
kita mengobrol."
Kun-gi menge mban tugas dari gurunya untuk menyelidiki
peristiwa Cin-Cu-ling, sudah tentu dia tidak boleh bersikap keras
terhadap si tuan rumah, maka sambil mendengus dia duduk ke mbali
ke tempatnya, walau wajah masih mena mpilkan rasa gusar, tapi dia
tekan amarahnya. Sikap pura2nya me mang tepat, seperti masih
menaruh curiga terhadap Cek Seng jiang, tapi iapun ingin
mendengar penjelasannya.
Dua pelayan mengisi pula cangkir mereka dengan arak. hanya
Lok san Taysu yang minum teh. Cek Seng jiang angkat cangkirnya
lebih dulu, katanya: "Cu-heng tiba diperka mpungan kita, demi
keselamatan Bu-lim, Siaute aturkan dulu secangkir arak ini kepada
Cu-heng." Demi kesela matan Bu-lim, tidak kecil arti kalimat yang dia
ke mukakan ini.
Setelah hadirin sa ma mengeringkan cangkirnya, maka
pembicaraan selanjutnya menjurus pada soal pokok. Kun-gi buka
suara lebih dulu: "Tadi Cek-cengcu bilang bahwa Siaute diundang
ke mari de mi untuk melenyapkan petaka Bu-lim yang sudah ada di
depan mata, bagaimana duduk persoalannya, bolehkah cengcu
menerangkan saja?"
Kembali Cek Seng-jiang tenggak habis secangkir arak. katanya:
"Tanpa Cu-heng tanya juga Siaute akan menerangkan" Setelah
merandek sebentar, lalu ia menyambung: "Soal ini harus dibicarakan
dari diriku sendiri. Keluarga cek ka mi sebetulnya mengikat
persaudaraan kental sejak beberapa keturunan dengan keluarga Ui,
dulu badanku terlalu le mah, kesehatan sering terganggu, ma ka
pernah aku menye mbah guru kepada Seks-poh Lojin, beliaupun
kuangkat sebagai ayah angkat ...."
Guru Kun-gi me mang pernah bercerita bahwa ayah Ui-san
Tayhiap Ban Tin-gak bergelar sekpoh, pada tujuh puluh tahun yang
lalu pernah dijuluki Ui-san-it-kia m,jadi Cek-cengcu ini adalah ana k
angkat Sek-poh Lojin.
Sampa i di sini Cek Seng-jiang mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya:
"Permulaan tahun yang lalu, mendadak kuperoleh kabar bahwa
saudara angkatku telah wafat, tentunya Cu-heng juga dengar kabar
ini. Dia terluka oleh semaca m pukulan beracun yang jahat, akhirnya
muntah darah dan meninggal."
"o", Kung-gi pura2 mengunjuk rasa kaget.
"Sebab dari kematiannya itu lantaran dia mene mukan suatu
muslihat keji yang bakal menimbulkan malapetaka bagi kaum
persilatan .... "
"Muslihat apa?" tanya Kun-gi pura2 ketarik.
"Pada suatu tempat di sebuah pegunungan yang tersembunyi,
tanpa sengaja saudara angkatku itu mene mukan t iga ge mbong iblis
yang dulu terkenal jahat, telah mendirikan perkumpulan bersa ma
Sam-goan-hwe, mereka sedang me mpersiapkan diri dan mengirim
kartu hitam mencari hubungan dengan gembong2 aliran hita m
secara rahasia ..."
"Kartu undangan hita m?" Kun-gi menegas.
Cek Seng-jiang mengangguk sa mbil menoleh kepada tiga orang
yang lain- "Betul, di atas kartu undangan hita m itu mereka lumuri
semaca m racun, yang amat jahat dan aneh, setiap orang yang
menerima undangan pasti terkena racun, maka mereka harus
tunduk dan menyerahkan jiwa raga sendiri kepada Sam-goan-hwe
untuk menerima obat penawarnya dalam wa ktu terbatas, kalau
tidak jiwa takkan tertolong lagi."
"Apa tujuan mereka?" tanya Kun-gi.
"Mereka punya dua langkah kerja yang sempurna, pertama,
mengumpulkan semua tokoh2 aliran hita m, supaya menjadi anggota
dan terikat dengan Sam-goan hwe. Langkah kedua, mereka
me mbuat rencana jangka tiga tahun, semua aliran putih serta
tokoh2 silat siapa saja yang menentang Sam-goan- hwe akan
diracun satu persatu ......"
Setengah percaya setengah curiga Kun-gi mendengarkan cerita
ini, katanya bimbang "Betulkah ada kejadian ini?"
Lok-san Taysu sejak tadi mendengarkan sambil peja m mata tiba2
bersabda Buddha dua kali.
"Mereka telah berhasil menciptakan semaca m getah beracun
yang amat jahat, setetes saja orang kena jiwanya pasti melayang,
tiada obat yang dapat menolongnya. Mendengar muslihat keji ini,
tidak kepalang kaget saudara angkatku itu. Maka secara diam2 dia
berhasil mencuri sebotol kecil getah beracun itu, sayang pada saat
dia hendak meninggalkan te mpat, jejaknya konangan, sebetulnya
saudara angkatku cukup cerdik, tapi sepasang tangan sukar
me lawan empat kepalan, akhirnya dia terkena hantaman Bu-sing-
ciang lawan, dengan me mbawa luka2 dia me larikan diri."
Sampa i di sini dia mengunjuk rasa sedih, katanya lebih lanjut:
"Dia tahu lukanya tidak ringan, tapi mengingat sebotol getah
beracun yang dicurinya ini teramat besar artinya bagi keselamatan
kaum Bulim umumnya, tanpa menghiraukan kesela matan sendiri,
dengan luka parah akhirnya dia- berhasil mencapai te mpatku ini,
setelah habis mengisahkan pengala mannya, dia minta kepadaku
supaya getah beracun ini di kirim ke Siau-lim atau Bu-tong.
Mendadak dia muntah darah tak henti2-nya, melihat keadaannya
yang gawat, mala m itu juga aku me mbawanya pulang ke Ui-san,
tapi dia sudah tak bisa bicara, karena tiada obat, akhirnya dia
meninggal."
Hatinya tampak berduka, sesaat kemudian baru mena mbahkan:
"Sejak pulang dari Ui-san, belum berhasil kuperoleh langkah yang
tepat untuk menghadapi peristiwa ini, pertama lantaran Siaute tak
pernah muncul di Kangouw, umpa ma botol getah itu kuantar ke
Siau-lim atau Bu-tong, kukuatir ke dua aliran besar itu belum
percaya kepadaku. Kedua botol getah itu diperoleh saudara
angkatku dengan me mpertaruhkan jiwa raganya, kejadian
menyangkut seluruh Bu-lim, jiwa ribuan orang, jika ciangbunjin dari
kedua aliran tidak menaruh perhatian, bukankah sia2 saja jerih
payah saudara angkatku itu?"
Kun-gi hanya mendengarkan dengan tenang2, tidak bersuara.
"Oleh karena itu," tutur Cek Seng-jiang lebih lanjut, "kuputuskan
akan mencari sendiri obat penawarnya serta memikul tugas ini,
waktu itu Siaute lantas teringat kepada Ko-hi Ko Put-hwi dari ciong-
la m-san, dia pandai dan ahli dala m bidang obat2an, julukannya saja
Yok-su (juru obat) tapi Siaute sudah menje lajahi seluruh
pegunungan ciong - la m tanpa mene mukan jejak Ko Put- hi,
kudengar dari seorang penebang kayu bahwa Ko Put-hi telah
meninggal dunia tiga tahun yang lalu, maka perjalananku ke cong-
la m itu hanya sia2 bela ka."
Setelah meneguk secangkir arak baru dia me lanjutkan ceritanya:
"Ke mbali dari cong-la m-san Siaute lantas teringat kepada Tong-
heng dan Un-heng, yang seorang ahli racun yang lain ahli obat bius,
mungkin mereka ma mpu menawarkan getah racun itu"
"Terima kasih atas perhatian besar Cek-cengcu, tapi kami berdua
amat mengecewakan ........" Tong Thian-jong dan Un It-hong
bersuara bersama.
"Kedua saudara tidak usah merendah hati, disamping itu siaute
juga teringat kepada Lok-san Taysu dari Siau lim-si yang sudah
puluhan tahun mengetuai Yok-ong tian ...... " demikian sa mbung
Cek Seng-jiang.
"Pinceng juga a mat mengecewakan," ujar Lok-san Taysu.
Cek Seng-jiang tertawa tawar, katanya: "Sudah dengar bahwa
Cu-cengcu dari Liong-bin-san-ceng juga ahli racun ........."
Kun-gi tertawa sambil menge lus jenggot, katanya: "Mungkin Cek-
cengcu salah dengar. Dulu ayahku almarhum pernah menolong
seorang tua yang terluka sela ma t iga tahun sa mpai se mbuh,
sebelum pergi dia meninggalkan secarik resep obat, ayahku dipesan
untuk me mbuatnya menurut resep itu dan disebarkan tiga li di
sekeliling ka mpung, kawanan penjahat dapat dicegah menyerbu
kampung ka mi, tapi sejak ayah meningga l, resep obat itu tak
kutemukan lagi "
Belum habis dia bicara Cek Seng-jiang sudah menyela sa mbil
goyang tangan: "Cu-heng jangan curiga, tujuanku hanya mencari
penawar getah racun itu, bukan niatku mengincar resep obat itu."
Lalu dia melanjutkan: "Sebetulnya siaute hendak bawa getah itu
dan berkunjung ke tempat kalian bere mpat, tapi setelah ku-pikir2
lagi, bila perist iwa ini sa mpai bocor, tentu jiwa siaute bakal menjadi
incaran Sam-goan-hwe, jiwaku tidak jadi soal, kuatirnya kalau getah
racun ini tak kuasa kupertahankan lagi, maka setelah kupikir dengan
seksama, terpaksa kugunakan akal untuk me ngundang kalian
ke mari, atas kesalahan dan kekasaran mana harap Cu-heng suka
maklum dan me mberi maaf," lalu ia me mberi hormat kepada Ling
Kun-gi.
Tergerak hati Kun-gi, lekas dia ba las hormat, katanya sungguh2:
"De mi kesela matan insan persilatan umumnya, Cek-cengcu berjerih
payah sungguh Siaute amat kagum, me mang Siaute ada sedikit
mengenal sifat obat2an, tapi entah dapat tidak me mbantu kesulitan
Cek-cengcu ini."
Melihat cerita panjang lebarnya berhasil mengetuk hati Cu Bun-
hoa, sudah tentu bukan kepalang senang hati Cek Seng-jiang,
katanya ter-gelak2: "Kabarnya getah itu merupa kan kombinasi
berbagai racun jahat dari seluruh jagat ini, apakah kita bisa
mendapatkan penawar obatnya itu soal lain, yang terang Thian
punya kuasa manusia punya usaha, asal kita mau berusaha,
umpa ma tidak berhasil juga tidak mengapa, bahwa Cu-heng sudi
bekerja sama sungguh Siaute teramat senang dan berterima kasih"
"cengcu-jangan terlalu sungkan," ujar Kun-gi. Segera ia bertanya
lagi: "Kecuali ka mi bere mpat, entah adakah orang lain yang Cek-
cengcu undang ke mari?"
Tanpa pikr Cek Seng-jiang menjawab: "Tiada, terhadap soal ini
Siaute amat hati2, memang tidak sedikit ahli racun yang punya
nama di Kang-ouw, tapi kalau aku mengundang mereka se mua,
terlalu banyak orang, urusan tentu bisa bocor, oleh karena itu orang
lain t idak kuundang ke mari."
Dia m2 Kun-gi bertanya dalam hati: "Agak-nya dia tidak membual,
jadi ibu bukan terculik olehnya." Sa mbil ma nggut2 iapun berkata:
"Me mang betul ucapan Cek-cengcu."
Habis ma kan, dibawah iringan tuan rumah, mere ka ke luar dari
coat sin- san-ceng, menyusuri serambi menuju ke timur, berjalan
kira2 seratusan langkah, mereka tiba di Hiat-ko cay. Sesuai dengan
namanya, Hiat-ko-cay adalah kamar buku tempat menyimpan kitab2
kuno, di mana terdapat sebuah ruang tamu dan empat petak ka mar
baca. Letak kamar tamu di tengah, pajangannya serba antik, semua
perabot serba ukiran, tata warnanya serasi, dihias lukisan2 kuno
pula di dinding sehingga suasana tampa k se marak.
Cek Seng-jiang persilakan para tamunya masuk. lalu katanya
kepada Ling Kun-gi: "Di sinilah te mpat kalian bekerja, ruang tamu
ini tempat kalian ist irahat."
"Ruang kerja?" tergerak hati Kun-gi, batinnya: "ruang kerja yang
dimaksud te mpat untuk menyelidiki getah racun dan mencari obat
pemunahnya."
Dua pelayan lain berpakaian hijau pupus muncul me mbawa
nampan berisi masing2 dua cangkir teh.
"Leng hong dan Long-gwat," kata Cek Seng-jiang, "ke marilah
mene mui Cu-cengcu ini."
Lekas kedua pelayan itu maju ke depan Ling Kun-gi, sedikit
menekuk lutut dan me mberi hormat, sapanya dengan suara aleman,
"Ha mba menghadap Cu-cengcu."
"Mereka adalah pe layan yang ditugaskan melayani ta mu di sini,"
ujar Cek Seng jiang, "selanjutnya bila ada keperluan apa2 boleh Cu-
cengcu berpesan kepada mereka."
"Siaute mohon petunjuk Cek-cengcu," kata Kun gi, "bagaima na
keadaan sebenarnya dari cara kerja yang akan ka mi la kukan?"
"Me mang a kan kuterangkan," kata Cek Seng-jiang, "te mpat
kaliau menginap anggap saja rumah kalian se mentara, pagi bekerja
sore kembali, tempat ini hanya khusus untuk menyelidiki racun serta
mencari obat penawarnya. Siaute berpikir kerja ini ada lah tugas
luhur dan mulia bagi kesela matan jiwa kaum persilatan umumnya,
padahal getah racun itu adalah racun yang teramat ganas dijagad
ini, supaya kalian bisa saling tukar pikiran, sengaja kami sedia kan
kamar ini untuk kalian"
"Mungkin se la ma kerja kalian ini tidak suka diganggu orang,
maka ka mi sediakan pula masing2 -ka mar untuk bekerja, bukan saja
bisa saling berkunjung, bisa pula menyelidiki secara tersendiri,
semoga mencapai hasil yang ge milang, semua ini de mi
kesejahteraan insan persilatan umumnya . "
Kun-gi manggut2, katanya: "Sempurna sekali persiapan Cek-
cengcu.."
Cek Seng jiang berdiri, katanya: "Kamar Cu-heng adalah yang
pertama di sebelah kanan, mari sila kan periksa." La lu iapun
me mberi hormat kepada tiga orang yang lain, katanya: "Taysu,
Tong-heng dan Un-heng boleh sila kan-"
Ketiga orang itupun secara balas menghormat lalu
mengundurkan diri masuk ke ka mar masing2, Kun-gi coba
menga mati, ka mar Lok- san Taysu adalah paling kiri, sementara
kamar Thong Thian-jong ada di belakang sebelah kiri, sedangkan
kamar Un It-hong ada di sebelah kanan bagian depan .Jadi
kamarnya sendiri di bela kang ka marnya Un It-hong, seberang
menyeberang dengan ka mar Tong Thian-jong.
Cek Seng-jiang angkat tangan, katanya: "Di belakang ruang ta mu
ini adalah ka mar obat, di sana ada seorang pelayan bernama Hing
hoa yang menguasai dan me ngurusnya, semua obat2an yang
diperlukan di sini adalah bahan obat2an yang sengaja siaute
kumpulkan dari berbagai te mpat aslinya ......." sembari bicara
mereka sudah me masuki ka mar petak seluas dua tombak persegi
ini, tiga sisi ruangan me mang dipajang le mari dan ra k obat-obatan
Seorang pelayan baju hijau melihat kedatangan cek cungcu dan
Ling Kun-gi segera me mapa k maju dan me mberi hormat.
Cek Seng-jiang mengulap tangan, katanya: "inilah tamu agung
kita Cu-cengcu yang baru saja ku undang ke mari."
"Ha mba Hing-hoa," pelayan itu menjura kepada Ling Kun-gi,
"terimalah hormat ha mba."
Menuding le mari obat2an Cek Seng-jiang ber-kata: "Setiap petak
dari laci yang ada di sini sudah dibubuhi na ma2 obatnya, obat apa
saja yang Cu-heng perlukan boleh menga mbilnya sendiri atau boleh
juga suruh Hing-hoa me nga mbilkan, umpa ma obat2an perlu
digodok. boleh serahkan kepadanya pula, sudah tentu umpa ma cu-
cengcu punya cara tersendiri dari warisan keluarga dan tak ingin di-
ketahui orang lain, boleh silakan kerja sendiri, semua perabot dan
peralatan tersedia lengkap." Dari sini Cek Seng jiang ajak Kun-gi ke
kamar tugas, yaitu kamar di mana dia harus menyelidiki getah racun
itu, setelah me mberi penjelasan ala kadarnya, sebelum berialu dia
berkata pula : "Siaute doakan semoga Cu-heng mencapa i sukses
yang kita harapkan sehingga petaka yang menganca m jiwa kaum
persilatan dapat kita lenyapkan, mewakili berlaksa jiwa kaum
persilatan Siaute mendahului mengucapkan terima kasih. Nah, Cu-
cengcu terimalah hormatku."
Lekas Ling Kun-gi ba las menghormat, katanya tertawa: "Jangan
Cek-cengcu lupa, Siaute juga se-orang persilatan-"
Cek Seng-jiang tertawa keras, katanya: "Mendengar ucapan Cu-
cengcu ini, legalah hati Siaute:"
Setelah Cek Seng-jiang pergi, Kun-gi me mbuka sebuah almari
kecil, di mana tadi Cek Seng-jiang menunjuk sebuah cupu2 kecil
yang berisi getah beracun itu, sebentar dia me longo mengawasi
cupu2 hijau itu lalu dike mbalikan serta menutup dan menguncinya
pula. Pelan2 dia mundur lalu duduk kursi malas yang beralas kasur
empuk. terasa nyaman duduk di kursi malas ini.
"Sedemikian se mpurna segala keperluan yang disediakan bagi
para tamu yang diundang ke mari," de mikian batin Ling Kun-gi, "apa
yang dikisahkan Cek Seng-jiang sudah tentu bisa dipercaya, tapi
orang yang diculik ke mari bukan dipaksa menyerahkan resep
rahasia dari keluarga masing2, bukan dipa ksa untuk me mbikin
semaca m racun jahat lagi, tapi hanya diminta jerih payah kami
berempat untuk mene mukan obat penawar dari getah racun itu,
agaknya tiada maksud mencela kai orang, lalu di ma na letak
muslihatnya?"
"Kalau tidak mencela kai orang, sudah tentu tak bisa dikatakan
muslihat. Tapi Suhu berpesan sewaktu diriku akan berangkat bahwa
dibalik peristiwa Cin-Cu-ling ini pasti ada suatu muslihat jahat,
supaya diriku menyelidiki dengan seksama. Apa yang dikata guru
tentu tidak akan salah, lalu bagaimana tindakan diriku selanjutnya?"
inilah tugas berat dan rumit yang direnungkan Kun-gi pula..
oooodwoooo
Jilid 7 Halaman 61/62 Hilang
--ganas, dalam jangka satu ja m si korban akan se maput
keracunan, setengah jam ke mudian, ka lau tidak di obati sekujur
badan akan gatal2 dan linu sampa i ajal, kalau tidak kepepet,
kularang kau menggunakannya."
"Paman, mana obat penawarnya?" tanya Ji-ping.
"Ada di dala m kantong kulit itu, ditelan dan dibubuhkan pada
luka masing2 cukup satu butir, di sa mping itu pa man juga
menyediakan 120 batang yang lain, tersimpan pula di dala m
kantong itu."
Ji-ping kegirangan, serunya "ibu angkatku me mberi satu stel
oow-tiap-piau (piau kupu2 ), dita mbah bumbung ini, betapapun
lihaynya musuh tak perlu kutakuti lagi."
Tiba2 Cu Bun-hoa menarik muka, katanya serius: "Seperti Ya-
khim, kaupun punya cacat, yaitu tidak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi, betapa banyak orang2 lihay di Bu-lim, me mangnya
dengan senjata rahasiamu itu saja lantas boleh sembarangan
bertindak? berke lana di Kangouw yang penting ada lah
menye mbunyikan keaslian diri sendiri, sedapat mungkin jangan
pamer. "
"Baiklah pa man, marilah berangkat," desak Ji-ping.
"Nanti dulu pa man juga perlu berdandan ala kadarnya," lalu dia
buka ka mar rahasia serta masuk kedala m. Tak la ma ke mudian dia
sudah keluar mengenakan pakaian ketat dengan mantel segala,
kepala ditutupi topi lebar, wajahnya yang semula putih bersih
mendadak berubah ke la m dan tua penuh keriput, jenggot yang
hitam kini menjadi ubanan-
Melenggong Ji-ping, serunya. "Hah,jadi paman juga pandai
merias diri, sela ma ini kau mengelabuhi kita se mua."
"Ini hanya cara menyamar yang paling gampang, kaum
persilatan umumnya juga bisa, ka lau dibandingkan Ling-lote, jauh
sekali bedanya,." ujar Cu Bun-hoa.
Teringat kepada Ling-toako, Ji-ping menjadi gelisah, serunya
mendesak: "Pa man, hayolah le kas berangkat"
"Nanti dulu, paman masih ada pesan padamu, setelah
meninggalkan Liong-bin- san-ceng kita tidak boleh jalan bersama,
kau harus di belakangku, kuntitlah aku dari kejauhan, umpa ma
makan atau menginap di hotel, pura2 tida k kenal saja."
"He kenapa?" tanya Ji-ping.
"Menurut dugaan pa man, sepanjang jalan ini mata2 musuh pasti
tersebar di mana?, maka kita harus ber-hati2," sa mpai di sini dia
menggerakkan tangan- "Baiklah Ji-ping, sekarang kita berangkat,
akan kusuruh mengeluarkan dua ekor kuda"
"Tida k usah paman, waktu datang bersama Ling-toako aku sudah
mena mbat dua ekor kuda di luar hutan sana."
"Bagus kalau begitu," seru Cu Bun-hoa.
Sinar cemerlang mulai terpancar di ufuk timur, fajar telah
menyingsing. Cu Bun-hoa kepra k kudanya ke timur menuju ke Sau-
thian-tin.
Orang2 desa ber-bondong2 jalan cepat menuju ke kota, tapi Cu
Bun-hoa tidak masuk kota, sorot matanya bersinar tajam dan melirik
ke arah kaki te mbok dari sebuah gubuk reyot, lalu keprak kuda-nya
menuju ke arah barat.
Pui Ji-ping hanya tertinggal setengah li di be lakang, tidak la ma
setelah Cu Bun-hoa berlalu ia-pun tiba di luar kota Sau-thian-tin
terus menuju ke arah barat pula.
Daerah ini termasuk pegunungan Hoa-san, dengan pegunungan
Pak-say-san dari Tay-piat-san merupakan daerah segi tiga, tiada
tanah datar, aliran sungai bercabang lintang melintang, antara kota
dan kampung hanya dihubungi sebuah jalanan kecil, tiada jalan
raya.
Sebelumnya Cu Bun-hoa mengirim dua anak buahnya me mbawa
anjing pelacak mengejar dan mengikuti Ling Kun-gi, sepanjang jalan
ini sudah ditinggaikan tanda2 rahasia. Sesuai tanda inilah Cu Bun-
hoa mene mpuh perja lanan-
Kira2 tengah hari dia tiba di Tay-hoat-ping. Dia cukup teliti,
setelah me lakukan pengejaran setengah hari ini, a khirnya
ditemukan suatu rahasia olehnya. Yaitu sepanjang jalan yang
dilaluinya ini dia mendapatkan rumput2 liar dipinggir ja lan ada
bekas tergilas roda kereta, bekas roda kereta ini menjurus ke arah
yang sama dengan jalan yang harus dite mpuhnya ini.
Dala m wilayah ini umum mengetahui hanya ada kereta dorong
beroda tunggal selain gerobak keledai atau menunggang kuda,
jarang yang mengguna kan kereta kuda. Darinya ia kuda yang dia
temukan sepanjang jalan ini, dia dapat menganaliaa bahwa kereta
itu ditarik oleh dua e kor kuda.
Terutama diantara kampung dengan kampung banyak
persimpangan jalan, tapi bekas2 rumput tergilas roda itu terus
muncul di depan kudanya, Hakikatnya dia tidak perlu lagi mene lit i
tanda2 peninggalan kedua anak buahnya lagi, cukup asal mengikut i
bekas2 roda itu, pasti tida k akan salah lagi.
Maklumlah untuk menculik dirinya (yang disamar Ling Kun gi),
supaya tidak menimbulkan curiga orang lain, jalan paling baik
adalah dimasukan ke dala m kereta yang tertutup.
Dia berhenti dan sarapan di sebuah warung di luar kota. Warung
ini hanya dikuasai seorang la ki2 tua, setelah persilakan ta munya
duduk dia antar teh la lu bertanya: "Tuan mau ma kan apa?"
Cu Bun-hoa minta sekati arak. dimintanya pula sepiring sayur
asin dan kacang goreng, serta satu porsi mi. Baru saja pemilik keda i
mengiakan dan mengundurkan diri, segera Cu Bun-hoa mendengar
suara kelentingan kuda, cepat sekali seekor kuda berlari mendatang
ke warung kecil ini..
Semula Cu Bun-hoa kira Ji-ping telah menyusul tiba, tapi waktu
dia angkat kepa la, yang masuk adalah la ki2 berbaju ke labu
bercelana biru, golok terselip di pinggang, sebelah tangan
me megang pecut terus duduk di meja dekat jalan, seru-nya ke arah
dalam: "Hai, si tua, lekas beri rumput kepada kudaku, setelah aku
makan akan segera me lanjutkan perja lanan. "
Si tua tadi mengiakan sa mbil munduk2, bergegas dia lari keluar
menyediakan yang diminta.
Sekilas pandang Cu Bun-hoa lantas tahu, laki2 baju kelabu yang
bermuka tirus dan bermata tikus ini adalah orang yang menga mati
gerak-geriknya di Mo-cu-t ia m tadi, tadi dia berjongkok di kaki
tembok, kini ternyata berani terang2an me-nguntitnya. Diam2 Cu
Bun-hoa tertawa dingin.
Waktu itu Pui Ji-ping juga sudah datang menunggang kuda, dia
berpakaian pelajar, tangan pegang kipas, langkahnya me mang mirip
anak sekolahan, dia duduk di meja tengah, tanyanya: "Tia m-keh,
kalian jual apa? Ke luarkan yang enak2."
Pemilik kedai yang sudah tua itu lekas me-nyambut, katanya
tertawa: "Siangkong harap sabar, kami hanya menyediakan sayur
asin, daging rebus, telur pindang juga ada, kacang dan bakmi juga
lengkap. minum ada arak, teh dan wedang kacang, Siangkong
pesan yang mana?"
"Aku minta arak saja, seporsi daging rebus, usus babi dan dua
telur, satu porsi bakmi," de mikian pesan Ji-ping.
Dia m2 Cu Bun-hoa mengerut kening, pikirnya: "Anak perempuan
juga minum arak segala?"
Pemilik keda i menjadi repot lari kian ke mari me layani permintaan
ketiga tamunya, sebentar ke luar, lain kejap berlari ke dapur lagi.
Sembari minum arak. lelaki baju abu2 sering melirik ke arah Cu
Bun-hoa. Kalau dia ini komplotan penjahat, paling2 dia hanya
seorang keroco, maka Cu Bun-hoa anggap tidak tahu, sikapnya
tetap wajar dan ma kan minum seenaknya.
Tak la ma ke mudian le laki baju abu2 sudah kenyang makan
minum, sa mbil mengusap mulut, dia merogoh uang dan digabrukan
ke atas meja, serunya: "Hai si tua, hitung re keningnya"
Lekas pemilik kedai me mburu datang, katanya: "Semuanya 32
ketip."
Setelah me mbayar, dengan langkah lebar laki2 itu lantas keluar
menceplak kuda terus dikeprak pergi.
Cepat Cu Bun-hoa juga bayar rekening, kudanyapun dibedal
me mburu dengan kencang. Kuda tunggangannya se mula milik Ling
Kun-gi, pemberian keluarga Tong, merupakan kuda pilihan yang
larinya pesat, sekejap saja kuda di depannya itu sudah diausulnya.
Waktu menoleh dan me lihat Cu Bun-hoa mengejar datang, lelaki
baju abu2 segera pecut kuda-nya supaya lari lebih kencang lagi. Cu
Bun-hoa tertawa dingin, mendadak d ia jepit perut kuda dan kuda
itu segera berlari lebih cepat, tahu2 sudah menyusul beriring
diaampingnya. Secepat kilat Cu Bun-hoa ulur lengan mencengkera m
baju kuduk laki2 itu serta dijinjingnya dari punggung kuda
tunggangannya.
Menghadapi jago lihay seperti Cu Bun-hoa, sudah tentu seperti
kambing berhadapan dengan harimau, kecuali mencak2 dan
meronta, mulutpun ber-kaok2 seperti babi hendak diaembe lih,
orang itu tak ma mpu berbuat apa2.
Begitu Cu Bun-hoa kendorkan kakinya, kuda tunggangannyapun
berlari semakin la mban. Dengan tangkas Cu Bun-hoa lantas
me lompat turun, sekilas matanya memandang sekelilingnya,
kebetulan dilihatnya tak jauh di sana ada sebuah batu besar,
dengan tangan kanan menjinjing si baju abu2 dia mengha mpiri ke
sana. "Blang", laki2 itu dia banting ke atas tanah, saking keras laki2
itu sa mpai se kian la ma hanya mengge liat saja tak ma mpu bangun.
Terdengar Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu bertanya dingin,
"Kenapa kau menguntit aku?"
Laki2 itu meringia kesakitan, katanya: "cayhe tidak tahu apa
maksud perkataanmu?"
Mendelik mata Cu Bun-hoa, desisnya: "Ya, sebentar akan
kuberitahu apa ma ksudku."
Selagi dia bicara, mendadak laki2 itu melolos golok di
pinggangnya, sembari menyeringai, goloknya terus me mbacok
kepala Cu Bun-hoa. Gerak-annya ternyata tangkas dan cepat,
"Trang", ke mbang api terpercik, Cu Bun-hoa yang duduk di atas
batu tetap tidak bergeming, tapi golok itu me mbacok lewat
disa mping badannya mengenai batu.
Keruan sibaju abu2 kaget, dia kira saking terburu nafsu sehingga
serangannya kurang mantap. mendadak dia menghardik,
pergelangan tangan me mbalik, golok menyamber pula melintang
me mbabat pundak Cu Bun-hoa. Kali ini dia sudah mengincar betul
baru melancarkan serangan, kalau sampai sasarannya kena, batok
kepala Cu Bun-hoa pasti dipengga lnya putus.
Tapi sa mberan goloknya hanya mengeluarkan deru angin bela ka
tanpa rintangan, itu berarti babatan goloknya mengenai te mpat
kosong. . Kini baru dia betul terperanjat, tapi untuk mengere m
gerakannya sudah tak sempat lagi, terasa sejalur tenaga maha
dahsyat tiba2 menindih punggung goloknya terus dibetot keluar
sehingga golok tak kuasa dipegangnya lagi, goloknya mence lat dan
jatuh ke se mak2 rumput di kejauhan sana, telapak tangan terasa
linu dan lecet.
Cu Bun-hoa tetap duduk di atas batu tanpa -bergerak. suaranya
kereng dingin: "sekarang mau percaya tidak- jatuh ke tangan Lohu,
mau lari atau adu jiwa hanya sia2, de mi jiwa mu lebih baik menyerah
dan menga ku terus terang, Siapa suruh kau mengunt it Lohu,
kepada siapa pula kau hendak laporan? Mungkin Lohu a kan
me mberi a mpun pada mu"
Si baju abu2 menjublek. sekian la ma dia mengawasi dengan
mata mendelong, sesaat kemudian baru tertawa getir, katanya,
"Tiada gunanya kalau cayhe mengaku, jiwa ku tetap takkan
selamat."
"Asal kau mengaku terus terang, Lohu pasti akan melindungi jiwa
ragamu."
Laki2 itu menggeleng, katanya: "Percuma, walau ilmu silat mu
tinggi ......"
Mendadak badannya mengejang, terus jatuh tersungkur.
Melihat keadaan orang agak ganjil. le kas Cu Bun-hoa
me meriksanya, setelah berkelejetan sebentar, laki2 itu tak bergerak
lagi, darah kental hita m me leleh dari ujung mulutnya,
Prihatin wajah Cu Bun-hoa, katanya menghela napas: "Bunuh diri
pakai racun, orang2 ini berani mati, tapi tak berani me mbeber
rahasia untuk cari hidup?" Ia mengge leng dan melompat ke sana
menje mput golok orang lalu mengga li liang dan mengubur mayat
laki2 itu, setelah selesai baru meneruskan perjalanan-
Sepanjang jalan ini tanda2 rahasia tinggalan anak buahnya masih
terus dia temukan, jalur bekas roda kereta juga masih kelihatan,
setelah melewati Lui-clok-ho, dia terus maju ke Wan-cui-ho, haripun
sudah petang. Maju lebih lanjut Cu Bun-hoa sudah akan berada di
pegunungan Tay-piat- san-
"Mungkinkah sarang penjahat ada di Tay-piat-san?" demikian ia
me mbatin.
Di Wan-cui-ho dia cari, sebuah rumah makan, cukup la ma dia
berhenti dan menunggu, tapi tidak tampak Ji-ping menyusul datang,
hati sedikit was2 tapi sepanjang jalan ini ia sudah meninggalkan
tanda2 rahasia, si nona pasti akan terus mengikuti jejaknya sesuai
petunjuk tanda2 itu. Maka dia lantas meneruskan pengejarannya ke
depan-
Menuju ke barat lagi ja lanan tidak rata, jalan kecil yang harus
ditempuhpun ber-liku2 me lingkar di antara pegunungan yang turun
naik, tat-kala itu sudah petang, di antara lebatnya hutan di tengah
pegunungan terdengar ge ma suara burung kokok beluk yang seram,
namun bagi cia m-liong Cu Bun-hoa yang berkepandaian tinggi,
semua itu bukan soal. cuma sejak keluar dari Wan-cui-ho, sejauh ini
tanda rahasia yang dia harapkan ditingga lkan oleh kedua ana k
buahnya ternyata tak kelihatan lagi, keruan ia heran dan mula i
curiga.
Me mang untuk meninggalkan tanda rahasia tak mungkin
ditempat yang terang dan menyolok mata, umumnya kalau tida k di
ujung atau di kaki tembok. akar pohon, kalanya di bawah batu atau
tempat yang agak tersembunyi. Kini hari sudah petang, tempat2
yang tersembunyi ini jadi lebih sukar dite mukan-
Tapi ini hanya bagi orang2 biasa, bagi jago silat seperti si naga
terpendam Cu Bun-hoa yang me miliki Lwe kang tinggi, walau di
tengah udara gelap. dalam jarak setombak masih dapat dilihat-nya
dengan jelas. Tapi tanda rahasia yang di tinggalkan oleh kedua ana k
buahnya yang menguntit kereta pengangkut Ling Kun-gi telah
putus, sementara bekas roda kerota itu masih tetap kelihatan jelas.
Kalau kedaan anak buahnya itu kesasar, ini tidak mungkin,
karena untuk menuju ke barat, sejak dari Wan cui-ho sudah tiada
jalan lain kecua li jalan pegunungan kecil yang melingkar turun naik
ini.
Kembali 20 li sudah dite mpuhnya, keadaan jalan sema kin
menanjak dan sukar dite mpuh. maju lebih jauh lagi dia akan tiba di
Liong-bun-kiu. Liong-bun-kiu adalah sebuah jalan pegunungan yang
sempit dan diapit batu2 cadas yang runcing dan semrawut letaknya,
kecuali pohon2 ce mara yang tersebar jarang2, hanya pepohonan
rambat saja yang me menuhi sekitarnya, jalan pegunungan se mpit
ini ada lima lijauhnya, setelah keluar dari daerah Liong-bun kin
barujalanan akan ke mbali agak datar.
Pada saat cu Bun-boa berjalan itulah, agak jauh di depan sana
kelihatan meringkuk segulung benda hita m, lari kudanya cukup
kencang, begitu dia me lihat gundukan hita m ini, se mentara kuda-
nyapun sudah berlari dekat, lekas Cu Bun-hoa tarik tali kendali
menghentikan kudanya. Waktu dia mengawasi gundukan bayangan
hitam yang menggeletak ditengah jalan itu, kiranya seekor anjing,
mengge letak tanpa bergerak.
Betapa tajam mata Cu Bun-hoa, sekali pandang dia lantas
mengenali anjing ini adalah anjing pelacak peliharaannya, seketika
dia menjublek. Lalu dia melompat turun, waktu diperiksa anjing ini
sudah dingin kaku, namun seluruh badannya utuh tidak kelihatan
luka apa2, mungkin terpukul mati oleh se macam pukulan luna k yang
maha kuat, atau mungkin juga mati terkena racun jahat.
Bahwa anjing pelacak ini sudah mati, bukan mustahil jejak kedua
anak buahnya pasti sudah konangan oleh musuh, pantas sejak dari
Wan-cui-ho sa mpai sini dirinya tidak mene mukan lagi tanda2 rahasia
peninggalan mere ka.
cepat ia Cempla k kudanya lari beberapa tombak ke depan pula,
seekor anjing yang lain dite mukan pula meringkuk di jalan, jelas
nasib anjing yang ini mirip juga kawanannya tadi, maka dia tida k
turun me meriksanya pula. Kuda dia keprak me mbeda l terus ke
depan, jarak lima li hanya ditempuh beberapa kejap saja, akhirnya
dia me masuki mulut le mbah, maka dilihatnya dila mping gunung
kira2 tiga tomba k tingginya, diatas pohon cemara kanan kiri
masing2 mengge lantung sesosok tubuh.
Waktu Cu Bun-hoa mengawasi, siapa lagi ka lau bukan kedua
Centingnya yang dia suruh mengunt it jejak musuh? Kedua tangan
mereka menjulur turun, kontal-kantil tertiup angin mala m tanpa
meronta lagi, jelas jiwa merekapun sudah me layang.
Sudah tentu tidak kepalang gusar Cu Bun-hoa, dada terasa
hampir meledak. dua anjing dibunuh dan dibiarkan mengge letak di
tengah jalan, kedua centingnya juga dibunuh dan digantung di atas
pohon, jelas musuh sengaja hendak pa mer ke kuatan dan
merupakan anca man terhadap dirinya.
Cu Bun-hoa kerahkan tenaga murni, sekali jejak dengan gaya
cia m-Liong-siang thian (naga terpendam naik ke langit), dia
me lompat tinggi ke atas dari punggung kudanya, di tengah udara
dia me lolos pedang me luncur ke kiri, dimana pedang berkelebat, tali
pengikat jenazah orang telah di babat putus, Dengan enteng
kakinya menutul dinding gunung, badannya mela mbung miring ke
sebelah kanan, di mana pedangnya bekerja, tali yang mengikat
jenazah disebelah kananpun dia tusuk putus, lalu dia anjlok ke
bawah. Gerakannya tangkas dan cepat luar biasa, waktu dia
menginjak tanah baru terdengar suara "bluk", mayat kedua
centingnya juga berjatuhan pula.
Kuda tunggangannya itu me mang kuda pilihan dari keluar Tong,
begitu merasakan penunggangnya meloncat ke atas, segera dia
berhenti sendiri tanpa diperintah, agaknya kuda ini me mang sudah
terlatih baik sekali.
Cu Bun-hoa simpan ke mba li pedangnya, dengan seksama dia
periksa keadaan mayat kedua centing, kematian mereka mirip
dengan kedua ekor anjing itu. tiada bekas luka apa2 yang
ditemukan- -cuma kulit anjing tumbuh bulu rada sukar diperiksa,
tapi kulit muka kedua centing ini berwarna kelabu, jelas mereka
mati oleh pukulan se macam Tok-sat-ciang yang lihay dan beracun,
kadar racun menyerang jantung, maka jiwapun melayang.
Di tempat itu juga dia kubur kedua centingnya, mulutnya berkata
lirih: "Lohu akan menuntut balas bagi ke matian kalian-" Segera dia
cemplak kuda dan dibeda l ke mulut le mbah.
Sejak ke luar dari le mbah se mpit, timbul kewaspadaan Cu Bun-
hoa, matanya menjelajah dengan teliti keadaan sekitarnya, tanah
berumput yang luas dan datar tampak sunyi di tengah kegelapan,
tapi bayangan orang tampa k berdiri di sana.
Semuanya ada empat orang, tak bersuara dan tak bergerak.
empat orang berseragam hitam, mereka seperti empat pucuk
pohon, se-olah2 dirinya sudah terkepung di antara mereka .Jelas
keempat orang inilah pe mbunuh kedua anjing dan kedua centing
nyaitu, dari posisi mereka berdiri, agaknya me mang sedang
menunggu kedatangan dirinya.
Agaknya mereka sudah memperhitungkan dengan cermat,
sekeluar dari lembah dirinya pasti akan menghentikan kuda di
tengah tanah berumput yang lapang ini, maka posisi berdiri mere ka
tepat mengepung sehingga dirinya tidak diberi kese mpatan untuk
me loloskan diri.
Sudah tentu belum tentu Cu Bun-hoa punya niat melarikan diri.
Keempat orang itu mengenakan jubah hita m yang kedodoran, dan
yang lebih aneh lagi, mereka sa ma me miliki wajah yang kaku
dingin, tak ubahnya muka mayat hidup. Mereka sama menjulurkan
tangan ke bawah, berdiri kaku seperti tonggak kayu.
Tampaknya mereka tida k me mbe kal senjata, tapi dari punggung
kuda Cu Bun-hoa dapat melihat jelas keempat orang tengah
mengumpulkan se mangat, mata merekapun berkilauan dite mpat
gelap. kepandaian keempat orang ini agaknya tidak kepalang
lihaynya. Ginkang merekapun tidak le mah. Di ka la Cu Bun-hoa
mengawasi mere ka, serentak keempat orang jubah hitam itu
me langkah ber-sa ma mengha mpiri, kira2 setombak disekitar dirinya
baru berhenti.
Sudah tentu Cu Bun-hoa pandang enteng keempat musuhnya ini,
dengan Celingukan seperti melihat suatu benda aneh layaknya, dia
berkata: "Kalian mencegat jalan Lohu, apa ma ksud kalian?"
Terdengar orang yang tepat di depannya bersuara dingin: "Tua
bangka, turunlah kau."
Cu Bun-hoa menjawab: "Lohu masih a kan meneruskan
perjalanan, kenapa harus turun?"
"Karena kau sudah sa mpai akhir jalanmu," ketus suara orang itu.
Sambil mengelus jenggot, Cu Bun-hoa terseyum, katanya:
"Kukira kalian keliru, ke utara aku masih bisa sa mpai Say-gong-kiu,
ke barat bisa mencapai ceng-thay-koan, kenapa kau bilang sudah
sampai di akhir jalan?"
"Maksudku kau sudah mencapai akhir hidupmu," jengek laki2
jubah hita m.
Cu Bun-hoa ngakak sa mbil menengadah, katanya: "Kalian sendiri
belum mencapai akhir hidup kalian, bagaimana tahu kalau Losiu
sudah mencapai a khir hidup?"
Tajam dingin sorot mata orang itu, dengusnya: "Nada dan sikap
bicara tuan ke lihatan bukan kaum keroco, sebutkan na ma mu."
"Di kalangan Kangouw ada pa meo yang bilang, di atas langit
masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai. Siapa na ma
Lohu, biar kukatakan juga ka lian tidak mengenalnya"
orang di depan ini agaknya pe mimpin rombongan, katanya
sambil me nyeringai: "Tuan me mang bermulut besar, entah
bagaimana bekal kungfumu?"
"Kalian mencegat dan mengelilingi Lohu, tentu ada maksud turun
tangan, kenapa tidak le kas coba saja?" tantang Cu Bun-hoa.
Menyipit mata orang itu, jengeknya: "Sekali ka mi turun tangan
jiwa mu pasti tamat, hanya ada satu cara untuk menghindari
ke matian atau luka2 parah."
"cara apa?" tanya Bun-hoa.
"Kutungi sendiri sebelah lenganmu, lalu ikut ka mi me ne mui
Thian-su."
"Thian-su (utusan langit)?" tergerak hati Cu Bun-hoa. "Siapakah
Thian-su kalian?"
"Setelah kau tabas lenganmu, ku bawa mu me ne mui beliau."
Lantang gelak tawa Cu Bun-hoa, ujarnya: "Suruhlah Thian-su
kalian mene muiku di sini saja."
Orang berjubah hitam sebelah kiri menggera m gusar, teriaknya:
"Jangan me mbual, tua bangka. Tak perlu kita me mbuang wa ktu
lagi, ringkus dia saja"
Cu Bun-hoa pandang sekelilingnya, katanya dengan tersenyum:
"Hanya kalian bere mpat saja, ma mpukah meringkus Lohu?"
"Berani kau me mandang enteng ka mi?" bentak orang di sebelah
kiri. Mendadak dia melompat maju seraya ulur tangan diri, secepat
kilat pundak Cu Bun-hoa dicengkera mnya.
Di atas kudanya terasa oleh Cu Bun-hoa Cengkera man orang
setajam pisau sekuat tangga m, keruan ia heran, batinnya: "Senjata
apa yang dia gunakan?" - otak bekerja, sementara tangan kanan
sudah melolos pedang terus me mbabat pergelangan tangan lawan-
Gerakan pedangnya sungguh secepat kilat, maka terdengar suara
"trang", dengan telak pedangnya me mbabat pergelangan tangan
lawan, tapi tangan orang sedikitnya tidak terluka, ma lah
menge luarkan suara keras nyaring dan me mercikkan ke mbang api.
Sudah tentu terkesiap hati Cu Bun-hoa, tapi orang berjubah
hitam itupun terpental oleh getaran pedang Cu Bun-hoa. Tapi pada
detik lain, ketiga orang yang lain juga bergerak bersama, serentak
mereka menubruk maju.
Cu Bun-hoa belokkan kudanya, pedang berputar sekeliling
menciptakan tabir sinar kemilau, maka terdengarlah suara "trang,
tang, tang," tiga kali secara berantai. Sekali gerak dia berhasil
menangkis tiga serangan musuh, tapi tangan sendiri yang
me megang pedang juga terasa kesemutan- Kini baru dia jelas
bahwa tangan keempat orang ternyata semuanya dipasang lengan
besi. Semakin kaget dan heran hatinya: "Ilmu silat keempat orang
ini a mat tinggi, entah dari aliran mana? Belum pernah terdengar
jago silat menggunakan tangan besi di tangan kirinya di ka langan
Kangouw."
Tatkala pikirannya bekerja, pada saat lawan terpental mundur,
iapun sudah me lompat turun dari kudanya serta menepuk sekali
pantat kuda. Begitu kaki menancap di tanah, Cu Bun-hoa lantas
bergelak tertawa, katanya: "Kalian mau main keroyok. nah, majulah
bersama."
Keempat orang berjubah hitam agaknya tidak mengira bahwa tua
b angka tak terna ma ini ternyata memiliki lwekang dan kepanda ian
tinggi, walau wajah mereka me mbesi kaku tidak mena mpilkan
perasaan, tapi sorot mata mereka tak urung meng- unjuk rasa kaget
dan melenggong, sekilas mereka saling pandang dan tidak lantas
turun tangan pula.
"Sebetulnya tuan dari kalangan mana?" tanya si jubah hitam
sebelah depan-
"Lohu sendiri juga ingin tanya kalian?" balas Cu Bun-hoa tak
acuh. .
"Jadi tuan tidak mau perkenalkan diri?"
"Kalian toh tak mau me mperkenalkan diri?"
"Tuan harus tahu, bukan kami gentar terhadap-mu, soalnya kami
perlu tahu siapa tuan, baru akan bertindak. menamatkan jiwa mu
atau me mbekukmu hidup,hidup,"
"Kalau begitu boleh silakan turun tangan," ujar Cu Bun-hoa
tertawa tawar.
Pemimpin berjubah hita m itu angkat sebelah tangan, matanya
yang mencorong me mandang ke-tiga kawannya, lalu berkata
dengan suara berat, "Baik, kalian dengar, tak peduli mati atau
hidup, ganyang dia" Be lum habis bicara dia sudah mendahului
menubruk maju, laksana kilat tangan kirinya mencengkeram tiba.
Tiga orang berjubah hitam yang lain sere mpak beraksi pula dengan
menubruk ma ju.
Cu Bun-hoa bergelak lantang panjang, sebat sekali pedangnya
me lingkar bundar, segera ia kembangkan ilmu pedangnya dan
me luruk sengit ke-e mpat lawannya.
Cu Bun-hoa, naga terpendam yang berkuasa di daerahnya sendiri
me mang me miliki kepanda ian yang mengejutkan seka li dan tida k
bernama kosong, pedangnya bergerak laksana naga sakt i yang
lincah dan gesit, cahaya dingin yang me mancar dari batang
pedangnya se-akan2 menaburkan bintik2 sinar ke milau ke delapan
penjuru angin.
Karena dia jarang berkelana di Kangouw, maka kee mpat
musuhnya jadi sukar dan belum dapat menyela mi ja lan ilmu
pedangnya, betapa tinggi kepandaian kee mpat orang ini dibuat
keripuhan juga, tapi kepandaian keempat orang ini me mang juga
aneh, apalagi lengan kiri mere ka semua terpasang lengan baja,
kelima jari bagai cakar tidak takut segala senjata tajam, walau
sementara Cu Bun-hoa berada di atas angin, namun dala m wa ktu
singkat terang dia tidak akan ma mpu merobohkan atau me luka i
lawan- Dengan cepat 20 jurus telah berlalu. Mau tak mau Cu Bun-
hoa mence los juga hatinya, batinnya: "Kepandaian silat kee mpat
orang ini terhitung kelas wahid di ka langan Kangouw, permainan
merekapun berlainan satu dengan yang lain, kenapa sama2
mengutungi lengan sendiri serta menggantinya dengan tangan
besi?"
Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan berkumandang sebuah
bentakan keras: "Kalian berhenti" Bentakan ini berge ma laksana
bunyi genta, lembah pegunungan serasa bergetar oleh bentakan
keras ini.
000dw000
Hampir saja Pui Ji-ping yang sembunyi di utas batu menjerit lagi
me lihat adegan yang aneh ini. Suara le mbut bagai bunyi nya muk
mengiang pula dipinggir kupingnya "Siau-s icu harus tahan sabar,
jangan gegabah"
Mencelos hati Ji-ping, terpaksa dia tekan perasaannya, dengan
cemas dia awasi kawanan jubah hita m itu menggusur pa mannya
pergi, waktu dia menoleh, dilihatnya setombak di belakangnya
berdiri seorang Hwesio tua kurus, sorot matanya berkilauan sedang
mengawasi dirinya dengan tersenyum.
Tahu berhadapan dengan tokoh kosen, lekas Ji-ping mene kuk
lutut me mberi hormat, katanya: "Losuhu, lekas tolong pa manku"
Karena gelisah ia lupa dirinya sedang menyaru la ki2, cara me mberi
hormat seperti ana k gadis lazimnya.
Hwesio tua kurus pendek lekas merangkap kedua tangan,
katanya heran: "Sicu kiranya seorang nona, jadi yang ditawan Hian-
ih-lo-sat tadi ada lah pa manmu?"
Merah muka Ji-ping, diam2 ia sesali kecerobohan sendiri, katanya
mengangguk: "Ya, dia pa manku, apakah pere mpuan dala m tandu
itu yang Losuhu maksudkan berna ma Hian-ih-lo-sat? Jadi orang2 itu
ada hubungannya dengan Cin-Cu-ling?"
"Lolap juga be lum tahu asal-usul mereka," kata Hwesio tua itu,
"cuma menurut apa yang kuketahui, Hian ih-lo-sat ini a mat lihay,
orang2 yang terjatuh ke tangannya sudah cukup banyak, termasuk
Kwi-kian-jiu Tong- citya, Un It-kiu dari keluarga Un, suteku Kim Kay-
thay dan lain2 ....."
Ji-ping kaget, serunya: "Jadi Kim-loya cu juga tertawan oleh
perempuan siluman itu."
"Nona juga kenal Kim-sute?" tanya si Hwesio tua.
"Aku tida k kenal, Tapi Toakoku ada lah kena lan baik Kim-loyacu."
"Siapakah Toako nona?"
"Toako bernama Ling Kun-gi," sahut Ji-ping, lalu bertanya:
"Losuhu tentunya paderi sakti dari Siau-lim-si, entah siapa na ma
gelaran Taysu yang mulia?"
"Lolap Ling-san,"jawab Hwesio tua kurus, "pejabat Bun- cu- wan
dari Siau-lim-si."
Biasanya hanya paderi2 dari Lo-han-tong saja yang
diperbolehkan keluar Siau-lim-si, kini ketua Bun-cu-wan (ruangan
agama) pun terpaksa harus dikerahkan keluar, dapatlah di
simpulkan bahwa piha k siau lim me naruh perhatian besar terhadap
peristiwa Cin-Cu-ling ini.
Lekas Ji-ping menjura, katanya " Losuhu ternyata pemimpin Bun-
cu- wan, paman sudah tertawan perempuan siluman itu, aku akan
segera pergi. "
"Tunggu sebentar nona."
"Ada petunjuk apa Losuhu?"
"Bolehkah nona me mberitahu padaku, siapa sebenarnya
pamanmu itu?"
"Tak enak kumain se mbunyi atas pertanyaan Losuhu, paman
adalah cengcu Liong-bin-san-seng Cu Bun-hoa "
Bergetar tubuh Ling san Taysu, katanya: "Kiranya cu cengcu . . .
."
"Losuhu, menolong orang seperti menolong keba karan, aku
harus cepat susul mereka."
Ling-san Taysu kaget, katanya: "Hian-ih-lo-sat amat lihay,
Thong-pi-thian-ong me mbantu dia berbuat jahat, Cu-cengcupun
bukan tandingan mere ka, mana boleh nona mene mpuh bahaya
secara sia2,"
"Bukan begitu," ujar Ji-ping ce kikik geli, "aku akan sa mpaikan
kabar tertawannya Toako dan Tong- cityakepada ibu angkatku."
"Siapa pula ibu angkat nona?" tanya Ling-san Taysu.
"ibu angkatku adalah Tong-lohujin dari keluarga Tong di
Sujwan."
"Jadi Tong-lohujin juga datang?"
"ibu angkat sekarang berada di Pat-kong san"
"Baiklah silakan nona berangkat Lolap akan menguntit Hian-ih-lo-
sat lebih lanjut, akan kulihat di ma ma sarang komplotan orang2
ini?"
Ji-ping me mbatin: "Hwesio tua ini hanya berani mengunt it secara
dia m2, agaknya iapun gentar terhadap Hian-ih-lo-sat, terpaksa aku
harus cepat2 kembali kePat-kong san minta bantuan-" Tanpa
banyak bicara lagi, cepat ia lompat turun terus cemplak kuda dan
dibedal ba lik ke arah datangnya tadi.
ooo dewi ooo
Kapal besar itu laju mengikut i arus sungai Tiang-kang, kini sudah
me masuki wilayah propinsi An-hwi dan ha mpir sa mpai perbatasan
Kang-soh.
Sejak terjadi usaha pembunuhan atas diri Thay-siang dan barang
bukti ditemukan di ka mar Ling Kun-gi, Thay-siang ternyata tidak
menaruh curiga padanya. Bukan saja Ling Kun-gi t idak di-hukum,
ma lah dia tetap menjabat cong-su-cia dan diberi kuasa untuk
me mbongkar peristiwa pe mbunuhan ini. Dan peristiwa ini a khirnya
tiada kelanjutannya dan terbengkala i de mikian saja.
Beruntun dua hari keadaan a man tenteram tak terjadi apa2 lagi,
perasaan semua prang mulai tenang dan lupa a kan kejadian yang
lalu. Kapal terus berlayar sesuai haluan yang ditunjuk dan berlabuh
ditempat yang sudah ditentukan pula, selanjutnya tidak ditemukan
rintangan apa2, tiada kapal musuh yang menguntit, seolah2 Hek
liong-hwe tidak tahu bahwa Thay-siang-pangcu Pe k-hoa-pang
pimpin sendiri pasukan intinya untuk menyerbu ke sarang mereka.
Secara tidak langsung ini me mbuktikan bahwa sarang Hek-liong-
hwe yang menjadi tujuan utama mereka letaknya tentu masih
teramat jauh sekali.
Hari ketiga setelah Cu-cu palsu menyampaikan berita dengan
cara mondar-mandir tiga kali di atas dek sebelah kanan, Menje lang
senja kapal berhenti pada ka ki bukit Liang-san sebelah timur.
Gunung Liang-san dibatasi sebuah aliran sungai sehingga terbagi
timur dan barat, umpama sebuah pintu bagi Tiang-kang yang
panjang dan luas, maju lebih lanjut ada lah Gu-cu-san, karena letak
gunung itu menonjol ke luar dan menjurus ke tengah sungai, maka
dia juga dina makan Gu-cu-ki.
Enam sa mpan yang berisi para peronda yang dinas malam sudah
mulai bergerak diperairan sekitarnya, malam ini para peronda itu
tetap dibagi dua kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh
Houhoat cin Tek khong ditemani Houhoat-su-cia Kho Ting-seng
yang pandai menggunakan pelor perak. seorang lagi adalah Ji Siu-
sang, murid Bu-tong-pay, tugas mereka adalah 10 li perairan
perbatasan timur dan barat gunung Liang-san- .
Kelompok yang lain dipimpin oleh IHouhoat Liang ih-Hun, dua
Houhoat su-cia yang mene mani adalah Ban Yu-wi dan Sun Ping-
hian. sepuluh li sebelah selatan perairan kaki gunung Liang-san
menjadi daerah operasi mereka, tegasnya 20 li sekitar kapal yang
ditumpangi Thay-siang itu kapal lain milik siapapun dilarang
mende kat.
Waktu turun kapal Cin Te-khong telah me mberi tahu kepada Kha
Ting-song danJi Siu-seng:
"Ji-heng, Khong- heng, daerah operasi kita lain dengan daerah
yang harus dijelajah oleh kelompok Liang Ih-jun, dalam jarak 20-an
li mereka masih biaa saling kontak secara leluasa, sebaliknya bagian
kita ini kalau ma ju lagi adalah Gu-Cu-ki dibawah lereng gunung
adalah perka mpungan kaum nelayan, besar kemungkinan musuh
bersembunyi di sana, maka kita harus hati2, menurut hematku
dalam ke lompok kita ini harus me mbagi tugas,
Kho-heng ke sebelah timur,Ji-heng ronda sebelah barat, aku
akan tetap berada di tengah sebagai poros untuk me mberi bantuan
ke segala jurusan, setiap setengah jam kita berte mu seka li di utara
Gu-cu-ki, semoga tidak akan terjadi apa2."
Kho Ting-seng dan Ji Siu-seng berkata bersama: "Rencana kerja
cin-houhoat me mang baik, ka mi menerima pe mbagian tugas ini."
Begitulah mereka bertiga lantas berpencar ke utara menurut arah
masing2 yang telah dirancang-. Kira2 menjelang kentongan pertama
turun hujan rintik2, permukaan air menjadi pekat diliput i kabut yang
semakin tebal, dalam jarak sedikit jauh sudah tidak kelihatan apa2
lagi.
Setiap sampan kecil yang mereka paka i rata2 menggunakan
tenaga dua orang pendayung, keduanya duduk di haluan dan
buritan, sisa tempatnya di tengah hanya cukup untuk duduk dua
orang, karena bentuknya yang kecil dan pendek, maka sa mpan ini
bisa laju cepat sekali di permukaan air.
Sampan yang berlaju ditengah itu meluncur lurus ke utara Gu-cu-
san, seorang laki2 berpakaian hijau ketat tengah me mberi aba2.
orang ini adalah Cin Te-khong, perahunya langsung menuju ke
utara dengan sendirinya lebih cepat dan dekat daripada Kho Ting-
seng dan Ji Siu-seng yang harus berputar ke arah t imur dan barat.
Utara Gu-cu-ki ini adalah pesisir belukar yang ditumbuhi se mak2
gelaga, air sungai Tiang-kang yang mengalir sa mpa i daerah ini
terbagi dua cabang aliran, menuju ke timur dan barat, mela mpaui
dan ke mudian bergabung ke mbali.
Oleh karena itu daerah pesisir sungai ini sepanjang tahun
terdampar oleh arus air yang deras sehingga dinding batu padas
menjadi terjal. Kini Cin Te-khong sedang me mberi petunjuk kepada
kedua pe mbantunya untuk menggayuh sa mpan ke arah utara di
mana tepi sungai lebih rendah dan rata.
Tepi a ir ditumbuhi daun welingi yang lebat, arus air di sinipun
agak lambat. Sesuai petunjuk Cin Te-khong kedua orang
menggayuh sampan itu me la mpaui tetumbuhan welingi dan
akhirnya berhenti di tepian. Hujan gerimis ternyata juga sudah
berhenti.
Supaya kedua sampan lain tahu tempat di mana dia berdia m,
maka Cin Te-khong suruh anak buahnya me masang la mpu angin,
sementara dia sendiri duduk di sa mpan- Kira2 setanakan nasi
ke mudian, Kho Ting seng dan Ji Siu sengpun menyusul t iba dengan
kedua sa mpan mereka.
Cin Te-khong menya mbut kedatangan mereka, katanya: "Kalian
sudah letih tentunya."
Kho Ting-seng menjura, katanya: "Sudah lama cin-houhoat tiba
di sini?"
Cin Te-khong tertawa, katanya: "Baru saja, kalian harus
berputar, sudah tentu sedikit terla mbat."
Cepat sekali kedua perahu itupun merapat di darat. Kata Ji Siu-
seng: "Untung cin-houhoat menyulut pelita di sini, kalau tidak sukar
mene mukan te mpat ini."
"Keadaan sekitar sini aku paling apal, arus air di sinipun tidak
deras, tempat ini paling cocok untuk berteduh dari hujan angin, di
daratan sebelah sana ada tanah lapang berumput, kita bisa duduk
atau merebahkan diri sa mbil mengawasi situasi perairan, ada
gerakan apapun di air tentu tak lepas dari pandangan kita. Hayolah
kita mendarat, sudah kubawakan arak dan hidangan, mari ma kan
minum sepuasnya."
"cin-houhoat," kata Ji Siu-seng, "kita bertugas meronda keadaan
perairan sini, janganlah kita lena?"
Cin Te-khong tertawa dengan pongahnya, katanya: "Ji-heng
terlalu jujur, me mangnya se mala m suntuk kita harus mondar mandir
dipermukaan air melulu, sekali2 patrolikan sudah Cukup, kita juga
perlu istirahat. Apalagi sambil ma kan minum di sana kita sekaligus
bisa mengawasi situasi perairan, setelah istirahat sejenak. kita harus
periksa juga keadaan hutan sekitar sini."
Lalu dia mendahului melompat ke sana dan menambahkan-
"Hayolah, aku na ik lebih dulu." ..
Mendengar bakal makan minum sepuasnya, Kho Ting-seng
segera tertawa, katanya: "Ji-heng, situasi daerah ini cin-houhoat
apal seperti me mbaca telapak tangannya sendiri, kita turuti saja
kehendaknya."
Lalu dia melompat ke daratan juga. Terpaksa Ji Siu-seng ikut
me lompat naik.
Apa yang dikatakan Cin Te-khong me mang tidak salah, tidak jauh
dari tepi danau adalah sebuah tanah lapang, lereng di depan adalah
hutan yang cukup lebat, di depan hutan inilah terdapat tanah
berumput yang datar.
Cin Te-khong sudah mendahului duduk di atas rumput, katanya
dengan tertawa: "Kho-heng,ji-heng, lekas duduk, sayang mala m ini
tiada rembulan, ma kan minum di te mpat gelap rasanya jadi kurang
nikmat."
Kho Ting-seng dan Ji Siu-seng juga lantas duduk di tanah
berumput, se mentara anak buah Cin Te-khong sudah menjinjing
sebuah guci arak dari atas sampan, tiga mangkuk dan sebungkus
makanan di taruh di tengah mereka. Waktu bungkusan di-buka,
ternyata isinya ada babi panggang, ayam goreng, dendeng dan telur
asin segala.
Ji Siu-seng bertanya heran- "cin-houhoat dari mana kau peroleh
makanan sebanyak ini?"
Sambil mera ih poci arak Cin Te-khong mengisi penuh mangkuk
kedua orang lalu mengisi mangkuk sendiri, katanya setelah
meneguk araknya: "Asal punya duit, setanpUn bisa kita perintah,
tahu mala m ini aku bertugas, diam2 kusogok koki untuk
menyiapkan ma kanan ini. Hawa sedingin ini, siapa tahan bergadang
semala m suntuk tanpa minum arak?"
Lalu dia Celingukan- "Hayolah, kalian jangan sungkan, sikat dulu
makanan ini" se mbari omong dia a mbil paha ayam terus dilalap.
Kho Ting-seng angkat mangkuk araknya, katanya: "cin-houhoat,
kuaturkan seCawan arak ini."
Sambil menggerogoti paha ayam Cin Te-khong angkat mangkuk
araknya dan ditenggak habis, ka-tanya menoleh ke arah Ji Siu-seng:
"Kenapa Ji-heng tidak minum arak?"
"Aku tida k biasa minum arak." sahut J i Siu-seng.
"Me mangnya Ji-heng kenapa?" eje k Cin Te-khong. "Tidak bisa
minum juga harus mencicipi sedikit, terus terang, arak yang kubawa
ma la m ini paling cocok dengan makanan yang kubawa, sengaja
kusediakan untuk J i-heng pula."
"Ah, mana berani kuterima kebaikan cin-houhoat," ujar Ji Siu-
seng.
Mendadak Cin Te-khong menarik muka, katanya: "Ji-heng kira
aku berkelakar denganmu? Terus terang se mua hidangan ini
me mang khusus kusediakan untukmu. Kau tahu apa ma ksudku?"
"Ha mba tidak tahu, harap cin-houhoat menje laskan," kata Ji Siu-
seng.
Cin Te-khong tergelak2, katanya: "Berapa kali manusia mabuk
dalam hidup ini? Kusediakan makan minum mala m ini untuk
me mperte mukan duplikat seorang kepada Ji-heng."
"o, duplikat siapa itu?" tanya Ji Siu seng.
"Duplikat yang kubawa ke mari ini punya nenek moyang yang
sama dengan Ji-heng," lalu beruntun dia tepuk tangan tiga ka li,
serunya keras2: "Ji-heng, kau boleh keluar sekarang."
Lenyap suaranya, tampak dari hutan sana beranjak keluar
seorang dan menjura pada Cin Te-khong, katanya: "Hamba sudah
datang." Cin Te-khong menuding Ji Siu-seng, katanya:
"Inilah Ji-houhoat, murid Bu-tong-pay, kalian harus berkenalan
dengan akrab."
Mala m pekat,Ji Siu-seng sukar melihat wajah orang, cuma terasa
olehnya perawakan dan dandanan orang ini agak mirip dirinya,
walau merasa heran, lekas ia menjura, katanya: "Mohon tanya siapa
nama Ji-heng yang mulia."
orang itu pelan2 mende kati sa mbil berkata: "Siaute bernama Ji
Siu-seng, mendapat perintah untuk menggantikan kau."
Ji Siu-seng berjingkat kaget dan mundur selangkah, tangan
me megang gagang pedang dan bertanya mendelik ke arah Cin Te-
khong: "Cin-houhoat, apa maksudmu ini?"
Cin Te-khong menyeringai, katanya: "Kenapa Ji-heng bersikap
sekasar ini? Maksud perjamuan yang kusediakan ini adalah untuk
menya mbut kehadiran Ji-heng ini, sekaligus untuk mengantar
keberangkatan Ji-heng pula." Sampa i di sini tiba2 dia menarik muka
serta menghardik: "Tunggu apa lagi, lekas turun tangan . . . . "
Belum habis dia bicara, tahu2 terasa pinggang sendiri menjadi
kaku. Didengarnya seorang berbisik dipinggir telinganya: "Maaf Cin-
houhoat, sementara bikin susah dirimu."
Ternyata yang bicara adalah anak buahnya yang pegang gayuh
di sampannya, yaitu Li Hek kau, Hong-gan-hiat dipinggang Cin Te-
khong telah ditutuknya.
Kejadian berlangsung dala m se kejap mata, tahu gelagat tidak
menguntungkan Ji Siu-seng lantas me lolos pedang, hardiknya: "Cin
Te-khong, Jadi kau ini mata2 Hek liong-hwe, apa yang hendak kau
lakukan atas diriku?"
Seorang anak-buah Cin Te-khong yang la in berna ma Ong Ma-cu,
sambil berdiri di sana dia pegang sebuah kotak perak yang kemilau,
itulah Som-lo-ling adanya, ia minta petunjuk kepada Cin Te-khong:
"Cin-houhoat, menurut perintahmu Ji siu-seng yang mana yang
harus kubidik?"
Cin Te-khong tetap duduk di sana, keringat ber-ketes2
me mbasahi kepa la dan se lebar mukanya, tapi mulutnya tetap
terkancing.
Mengawasi Ji Siu-seng palsu, tiba2 kelasi berna ma Ong Ma-cu itu
angkat kotak gepeng perak ditangannya sambil tertawa, katanya:
"Me mangnya saudara ini belum me lihat jelas? Kenapa tidak lekas
menyerah untuk dibe lenggu, me mangnya perlu ku-turun tangan?"
Baru sekarang orang yang menyamar Ji Siu-seng itu tahu gelagat
jelek. mendadak dia me lompat mundur terus hendak melarikan diri.
Ong Ma-cu ter-gelak2, katanya: "Aku tidak menyerangmu dengan
Som lo-ling ini lantaran ingin me mbekukmu hidup2, me mangnya
kau bisa melarikan diri?"
Melihat bangsat yang menyaru dirinya hendak lari Ji Siu-seng
segera menghardik:
"Keparat, ke mana kau lari?"
Baru saja dia hendak menubruk maju, kelasi tadi telah bergelak
tawa, serunya: "Ji heng, tak usah dikejar, dia tidak akan bisa lolos."
Betul juga, belum kata2 Ong Ma-cu itu berakhir, dari arah depan
sana dua bayangan orang tampak berkelebat maju me mapak Ji Siu-
seng palsu seraya me mbentak: "Berdiri saja kawan, jangan lari."
Ji Siu-seng me lihat jelas, kedua orang yang mencegat Ji Siu-seng
palsu adalah anak buah di sa mpan Kho Ting-seng, ia merasa heran
dan kaget, dilihatnya anak buah yang pegang kotak gepeng perak
telah menyimpan benda itu. "Sreng", tahu2 dia telah melolos
sebatang pedang panjang, teriak-nya: "Song-heng, Tio-heng,
kitakan sudah berjanji, orang ini serahkan padaku ......" sekali
lompat dia sudah menubruk tiba disa mping musuh, kata-nya:
"Saudara, keluarkan senjata mu."
Baru sekarang Ji Siu-seng sadar duduk persoalannya, serunya:
"Aha, kiranya Kongsun-houhoat adanya." Kongsun houhoat ialah
Thian long-kia m Kongsun Siang.
Terdengar seorang anak buah yang berdiri di sa mping Cin Te-
khong itu tertawa lantang, katanya: "Betul, dia me mang kongsun-
houhoat, boleh Ji-heng duduk saja, sekarang marilah minum arak
sepuasnya."
Kembali J i Siu-seng me longo kaget, lekas dia menjura dan
berteriak heran: "He, engkau kiranya Cong-su-cia adanya."
Anak buah bernama "Li He k kau" se mentara itu sudah mencuci
obat rias diwajahnya. katanya tersenyum: "Ya, aku me mang Ling
Kun-gi."
Melenggong sejenak. segera Ji Siu-seng. ber-jingkrak girang,
serunya: "Kiranya me mang Congcoh, ka lau bukan kalian yang
menya mar, pasti jiwa ha mba sudah a mblas ma la m ini."
Sementara itu Kongsun Siang yang menyaru jadi Ong Ma-cu
dengan gerakan Long-sing-poh telah menerjang ke samping Ji Siu-
seng palsu, ternyata reaksi Ji Siu-seng palsu juga sebat dan cepat
luar biasa, sekali ayun pedang me nusuk ke badan Kongsun Siang.
Betapa cepat serangan pedang orang ini, cabut pedang terus
menusuk dilakukan serentak dalam waktu yang amat singkat, jelas
iapun me miliki Ilmu pedang yang luar biasa.
"Serangan bagus" seru kongsun Siang sa mbil tertawa
"Trang", lelatu api me letik, dua pedang beradu keras dan
menerbitkan ge ma suara nyaring panjang. Kedua orang sa ma2
merasakan telapak tangan sakit kese mutan-
Kongsun Siang menerjang ke sa mping, pedang berkisar,
serangan jurus ke dua sudah dia lancarkan mendahului musuh.
Ternyata gerakan Ji Siu-seng palsu ini juga tidak la mbat,
serempak iapun me mutar, kemba li dengung suara keras beradunya
dua senjata terdengar, tusukan pedang Kongsun Siang ternyata
kena disa mpuknya pergi.
Kongsun Siang tertawa, serunya: "Kau berani menyaru Ji-heng,
kenapa Ilmu pedang Bu-tong-pay tidak kau yakinkan sekalian?"
Sambil bicara secara beruntun ia mencecar pula t iga ka li tusukan-
Lawan tidak berkata sepatahpun, pedang tetap balas menyerang
dengan sengit, beruntun iapun balas me nyerang tiga jurus.
Ini merupa kan pertandingan pedang tingkat tinggi yang jarang
terlihat, kecuali samberan Sinar pedang bagai kilat berkelebat,
Sering pula terdengar suara dering pedang yang beradu secara
keras.
Thian-long-kia m-hoat yang diyakinkan Kong-sun Siang me mang
menjurus kealiran liar yang ganas dan buas. pedangnya sering
menyerang tatkala lawan menyangka dia hendak kabur, tahu2
orang malah dicecar dengan tusukan dan tabasan yang sukar
dijaga, Tapi permainan Ilmu pedang Ji Siu-seng pa lsu ini ternyata
cepat sekali, pedangnya bergerak laksana kit iran, setiap jurus
serangan juga mematikan,jadi Ilmu pedang mereka me mang sa ma2
keji dan hebat.
Ling Kun-gi ikut menyaksikan dengan seksa ma dan penuh
perhatian, demikian pula Ji siu-seng dan kedua anak buah lainnya
sama menonton dengan berdebar.
Suatu ketika Ji Siu-seng melirik kearah Cin Te-khong dan Kho
Ting-seng yang duduk dan mengge letak tertutuk Hiat-tonya, diam2
dia me mbatin: "Syukurlah kedua orang ini sudah terbekuk lebih dulu
oleh Cong-su-cia dan Kongsun-houhoat yang muncul mala m ini,
entah bagaimana mere ka bisa tahu akan muslihat musuh yang licik
ini?"
Serta merta matanya mengerling ke arah Ling Kun-gi, diam2
hatinya menaruh hormat dan kagum luar biasa kepada Cong su-cia
yang masih muda dan gagah perkasa ini,
Dilihatnya Kun-gi pegang mangkuk sa mbil meneguk arak pelan2,
wajahnya mengulum senyum cerah, sikapnya tenang2 saja seakan2
dia sudah yakin bila Kongsun Siang akhirnya pasti menang.
Dia m2 ji Siu-seng keheranan, lekas dia menoleh pula mengawasi
kedua orang yang tengah berhantam, keduanya masih tetap saling
serang, lingkaran cahaya pedang kini bertambah luas mencakup
lima tombak di seke liling gelanggang sehingga sukar dia
me mastikan siapa bakal menang dan ka lah. Padahal kedua orang
sudah bergebrak seratus jurus lebih.
Se-konyong2 terdengar Kongsun siang me mbentak. pedang
bergerak lebih kencang lagi, beruntun tiga jurus lihay dilancarkan,
maka terbit pula dering nyaring beradunya senjata mereka, pedang
di tangan Ji siu-seng palsu ta mpak terpukul jatuh di tanah
berumput.
Sekali tuding pedang Kongsun Siang menutuk ke dada lawan,
serunya dengan gelak tertawa: "Kan sudah kepepet, memangnya
tidak terima kalah dan menyerah?"
Lekas Ji siu-seng palsu menarik napas dan menge mpiskan dada
sambil mundur dua langkah, teriaknya beringas: "Siapa bakal
ma mpus masih sukar dira maikan."
Mendadak tangan kiri ter-ayun dan mulut me mbentak, dia
me lenting tinggi me lesat miring ke sana. Kiranya dia tahu keadaan
cukup gawat, kecUali Kongsun Siang, masih ada dua orang lain
yang mencegat jalan mundurnya, ma ka dia pura2 menyerang dan
berusaha me larikan diri.
Melihat tangan orang terayun, tapi tidak menimpukkan senjata
rahasia, Kongsun Siang me mbade lawan hanya main gertak dan
berusaha melarikan diri, ma ka dengan tawa lantang dia berkata:
"Kau masih ingin ngacir, kukira tida k ga mpang."- Tangan kanan
sekali bergerak. pedang ditangannya seketika meluncur dan "crap"
menancap a mbles di tanah berumput sana, sementara seringan
burung walet badannya me la mbung t inggi berusaha mencegat
lawan di tengah udara.
Ji siu-seng palsu semakin murka, teriaknya: "Turun kau" ia
songsong tubrukan Kongsun Siang dengan pukulan telak. Sudah
tentu dikala tubuh terapung Kongsun Siang juga sudah siaga, ma ka
iapun melancarkan pukulan keras menyambut hanta man lawan-
"Brak", di tengah udara kedua orang adu jotos, kekuatan pukulan
mereka sa mpai menerbitkan suara yang me mbisingkan telinga,
kedua orang sa ma2 tertolak turun ke tanah pula.
Begitu menginjak bumi, mendadak kaki kiri Kongsun Siang
me langkah setapak. tahu2 ia sudah mendesak tiba di samping Ji
Siu-seng palsu, serentak dia tutuk siau-you-hiat di pinggang Ji Siu-
seng palsu.
Ternyata Ji siu-seng palsu tidak kalah sebatnya, dengan gaya
liong-bwe-hwi-hong (ekor naga menerbitkan angin) iapun balas
menyerang, Tangkas sekali Kongsun Siang sudah ganti gaya sambil
menyingkir ke samping, secara cepat luar biasa dan memberosot ke
sebelah kanan Ji Siu-seng palsu, secepat kilat tahu2 tangan kirinya
sudah cengkera m pergelangan tangan kanan lawan- Gerak ini
sunguh cepat luar biasa, betapa lihay rangsakannya ini sungguh
sukar dilukiskan-
Untuk punahkan serangan lawan jelas tidak se mpat lagi, maka Ji
siu-seng palsu menggera m sekeras2nya, tangan kiri mengepal,
sekuatnya dia genjot muka Kongsun Siang, sementara kelima jari
kanan me mba lik balas pegang pergelangan tangan Kongsun Siang.
Tapi tiba2 tangan kanan Kongsun Siang juga me mbalik dan
lancarkan Kim-na-jiu-hoat, tangan kiri lawanpun kena dipegangnya
pula.
Sebelah tangan masing2 sa ma2 kena dipegang lawan, tinggal
sebuah tangan yang lain saling serang secara cepat dalam jarak
dekat, tiba2 menepuk tahu2 menutuk. mendadak ganti jotosan serta
berbagai tipu lihay, keduanya berebut waktu dan mengadu
kecepatan-
Betapapun situasi me mang tidak menguntung-kan Ji Siu-seng
palsu, dia ingin lari secepatnya, mendadak dia menghardik, serentak
kaki kanan menendang ke selangkangan Kongsun Siang, sementara
tangan kanan sedang saling serang dengan lawan, tak mungkin
Kongsun Siang menghindar atau menangkis tendangan ini.
Namun Kongsun Siang bukan lawan e mpuk. tiba2 dia lepaskan
pegangannya, tangan kiri berbareng me mbalik dengan
mengerahkan tenaga sehingga tangan sendiri yang dipegang lawan
terlepas, dan jari bagai jepitan besi terus menutuk ke kaki lawan
yang menendang t iba.
Kedua pihak ha mpir bersa maan me lepas pegangan tangan- Baru
saja Ji Siu-seng merasa senang asal pegangan jari lawan terlepas,
maka ada harapan dirinya untuk me larikan diri. Tak terduga tiba2
terasa lm-koh-hiat di ka ki kirinya kesemutan, tanpa kuasa tubuhnya
lantas doyong ke depan- Secepat kilat Kongsun siang lantas susuli
pula dan ka li tutukan Hiat-to besar diantara tulang rusuknya.
"Blang" kontan dia terbanting roboh tak berkut ik.
Kongsun siang menyeringa i bangga, dia jemput pedangnya dan
dimasukkan keserangkanya, sekali ra ih dia jinjing tubuh Ji Siu-seng
palsu dan mengha mpiri Ling Kun-gi dengan langkah lebar. "Bluk" dia
banting tubuh Ji Siu-seng pa lsu ke tanah terus menjura, katanya:
"Syukurlah ha mba telah me nunaikan tugas."
Kun-gi manggut2, katanya: "Sudah kuduga Kongsun-heng pasti
berhasil me mbekuk musuh, maka sengaja kusediakan secawan arak
untuk menyuguh dan merayakan ke menangan Kongsun-heng."
"Terima kasih Cong-coh," ucap Kongsun Siang ia terima mangkuk
arak itu terus ditenggaknya habis.
"Marilah Song-heng dan Thio-heng," kata Kun-gi menoleh ke
sana, "marilah kita bersa ma2 minum beberapa mangkuk."
Heran Kongsun Siang, katanya: "Bukankah Cong-coh biasanya
tidak suka minum arak?"
"Betul, biasanya aku jarang minum arak. semangkuk saja
mungkin sudah mabuk, tapi mala m ini Cin-heng ini dengan susah
payah menyiapkan perja muan ini, hayolah jangan sia2kan maksud
baik-nya." Maka be-rama i2 mereka sama duduk di sekitar Ling Kun-
gi.
Song Tek-seng dan Thio La mjiang segera menghapus obat rias di
mukanya, sementara Ji Siu-seng mengisi arak ke da la m mangkuk.
Kun-gi duduk di tengah antara Cin Te-khong dan Ko-Ting-seng,
dengan enteng kedua tangannya bergerak, seperti mengulap saja
jari2 tangannya sudah membuka tutukan Hiat-to di tubuh orang.
Sedikit bergetar, Cin Te-khong dan Kho Ting-seng sa ma2 me mbuka
mata.
Lekas Cin Te-khong menggerakkan kedua tangan berusaha
bangun berduduk. tapi beberapa kali bergerak selalu gagal, ternyata
didapatinya kaki tangan terasa lunglai, ada Hiat-to yang masih
tertutuk, akhirnya dia menghela napas panjang, tapi sorot matanya
beringas, bentaknya: "orang she Ling, apa kehendakmu?"
"Cin-heng sudah siuman?" tanya Kun-gi tawar. "Bukankah tadi
kau bilang, kapan manusia hidup pernah mabuk. nah silakan minum
beberapa mangkuk ini."
"orang she Ling," desis C in Te-khong penuh marah, "jangan kau
ber-muka2 di depanku. Mau bunuh atau se mbelih boleh silakan,
jangan kira aku a kan mengerut kening."
Tegak alis Kongsun Siang, katanya dingin: "cin Te-khong, berani
kau kurang ajar, kau ingin kuiris sebuah kupingmu. "
Cin Te-khong me nggerung gusar, serunya: "Rahasiaku sudah
terbongkar, kecuali mati tiada urusan lain yang lebih besar lagi, kau
kira aku ini pengecut yang bernyali kecil? Apalagi umpa ma orang
she cin betul2 mati pasti juga ada orang akan me mbalas
dendamku."
Kun-gi angkat mangkuk araknya dan meneguk sekali, katanya
sambil menoleh: "Rahasia cin-heng sendiri sudah terbongkar,
me mangnya beberapa anak buahmu itu bisa berbuat apa?"
"Aku tida k punya anak buah," kata Cin Tek-hong ketus.
"Dua orang yang kau suruh menaruh a ir teh di ka marku,
bukankah mere ka anak buahmu?"
Berubah air muka Cin Te k-hong, dingin katanya: "Aku tidak tahu
apa katamu."
"Setelah kita puas makan minum dan pulang, Cin-heng akan tahu
duduk persoalannya."
Kongsun Siang heran, tanyanya: "Cong-coh bilang bahwa di
kapal kita masih ada komplotan mere ka?"
Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, katanya: "Sudah tentu masih
ada, kalau mala m ini kita tidak me mbekuk Cin-heng, beberapa hari
lagi mungkin komplotan mereka akan berta mbah banyak lagi,
jabatan Cong-su-cia yang kududuki ini juga pasti harus kuserahkan
kepada Cin-heng ini."
Song Tek-seng menimbrung: "Benar Cong-coh, umpa ma mala m
ini bila rencana mereka berhasil baik, komplotan mereka akan
bertambah seorang lagi di atas kapa l kita."
Kun-gi tersenyum padanya, katanya: "Syukurlah kalau Song-heng
tahu, tapi tiga hari yang lalu waktu Song-heng pulang ronda, kau
pernah me mbawa pulang orang mere ka."
Song Tek-seng berjingkat kaget, tanyanya: "Hamba me mbawa
pulang orang mereka?" Lalu dia berpaling ke arah Kho Ting-seng:
"Apakah dia yang Cong-coh maksud?"
"Kho-heng ini ikut datang dari Hoa-keh-sanceng," ujar Kun-gi.
"O, Kho Ting-seng, kaukah yang mencelaka i jiwa Ho Siang-
seng?" teriak Song Tek-seng murka.
"Orang she Ling," dengus Cin Tek-hong, "agaknya kau sudah
tahu seluruhnya, tentu Li Hek-kau yang me mbeberkan se mua ini." Li
Hek-kau dan Ong Ma-cu adalah kedua kelasi disa mpan C in Te k-
hong.
Kun-gi me neguk araknya pula, katanya tertawa: "Apa yang
diketahui Li He k-kau dan Ong Ma-cu a mat terbatas, tanpa tanya
mereka a ku sudah tahu lebih banyak lagi."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Cin Tek-hong.
Sekali me ngebas tangan Ling Kun-gi bebaskan tutukan hiat-to di
lengan orang, lalu angsurkan se mangkuk padanya, katanya:
"Silakan minum Cin-heng."
Cin Tek-hong me mang setan arak, tanpa sungkan dia terima
mangkuk itu terus di tenggaknya habis, katanya sambil ber-kecap2:
"Kukira rencanaku hari ini cukup rahasia dan teliti, tak nyana
terbongkar juga oleh Cong-coh, terus terang aku me ngaku kalah,
cuma cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?"
"Aku orang baru, semua masih serba asing, sudah tentu Cin-heng
sendiri yang me mberitahu padaku," ucap Kun-gi tertawa.
Terbeliak mata Cin Tek-hong, katanya keras: "Aku yang
me mberitahukan padamu?" Nadanya heran tak percaya dan
penasaran.
"Mala m ini aku ingin bicara blak2an dengan Cin-heng, untuk itu
terpaksa aku menyamar jadi Li He k-kau dan ikut ke mari, marilah
sambil habiskan arak kita mengobrol," lalu Kun-gi a mbil poci arak,
serta mengisi, mangkuk se mua orang.
Cin Tek-hong terkekeh, katanya: "Cong-coh mencekok aku
dengan arak untuk mengorek keteranganku??
"Segalanya sudah kuketahui, untuk apa minta keterangan
padamu. Tapi me mang ada beberapa persoalan ingin a ku minta
penjelasan Cin-heng, nanti setelah kukatakan, terserah Cin-heng
mau menjelaskan atau tidak, aku takkan me ma ksa."
Cin Tek-hong raih mangkuk araknya terus ditenggaknya,
katanya: "Baiklah, coba Cong-coh ka-takan, dalam hal apa aku telah
me mberitahukan Cong-coh."
Kun-gi angkat mangkuk arak se mbari berka-ta: "Silakan se mua
minum, tak usah sungkan."
Lalu berkata kepada Cin Tek-hong: "Mala m harinya setelah Cin-
heng diangkat menjadi Houhoat, kau mengira aku mabuk dan
tertidur pulas, maka kau guna kan Som-lo-ling berusaha
me mbunuhku secara gelap . . . . '
"Darimana Cong-coh tahu kalau itu perbuatanku?" tukas Cin Tek-
hong.
"Se mula me mang sukar kuraba dan bukan Cin-heng yang
kucuriga i, soalnya orang itu terlalu apal mengenai keadaan dan
seluk-beluk Hoa-keh-ceng, jadi jelas dia bukan orang luar,
sementara dua orang kita yang bertugas ditepi danau terpukul mat i
oleh getaran tenaga dala m dari aliran Lwekeh yang dahsyat, dari
keadaan kematian kedua orang ini dapat kusimpulkan mere ka
terpukul dala m jarak satu sampai dua tombak dengan getaran Bik-
khong-ciang, dan orang yang me miliki pukulan telapak tangan
sedahsyat itu dalam Pang kita hanya Coh-houhoat dan Cin-heng
berdua, sudah tentu Yu-houhoat sendiri juga me miliki kekuatan
yang seimbang, tapi dia ahli ilmu kepalan bukan pukulan telapak
tangan, perawakan Leng-heng kurus tinggi, jelas tidak cocok
dengan perawakan orang itu, oleh karena itu aku lebih cenderung
untuk mencurigai Cin-heng."
Cin Tek-hong tenggak beberapa teguk araknya, katanya
menyeringai: "Analisa Cong-coh sungguh teliti dan cermat, agaknya
aku me mang terlampau rendah menila imu."
Kun-gi melirik ke arah Kho Ting-seng, katanya: "Waktu aku
ke mbali, kebetulan kesamplok dengan Kho-heng, dia berjaga di
tenggara Hoa-keh-ceng, merupakan jalan satu2nya yang harus di-
lewati siapapun kalau pulang dari danau, kalau jejakku bisa
konangan dia, kenapa kedatangan Cin-heng tidak diketahui? Hal ini
sudah menimbulkan kecurigaanku, disamping itu dia berjuluk
Gintancu (si pe lor perak), seorang yang kesohor mengguna kan
senjata rahasia di kalangan Kangouw tentu me miliki kepanda ian
khusus yang betul2 lihay dan tinggi, tapi waktu dia menimpuk
diriku, tenaganya lemah dan sasaran kurang telak, kepandaian
rendah begini tak mungkin bisa kesohor dengan julukan Gintancu,
mau tak mau aku dipaksa untuk sedikit me mperhatikan dirinya,
maka kudapati pula wajahnya telah dirias, karena itu aku menarik
kesimpulan kalau dia mungkin sekongkol dan sekomplotan dengan
Cin-heng, orang ini terang adalah sa maran yang menyelundup ke
Pek-hoa-pang kita."
Berubah air muka Kho Ting-seng, tanyanya: "Jadi sejak mula
Cong-coh sudah tahu kalau wajahku ini riasan?"
"Wajah yang dirias mungkin bisa mengelabui orang lain, tapi tak
mungkin mengelabui kedua mataku. Te mpo hari waktu Nyo Keh-
cong dan Sim Kiansin ke mbali dengan terluka, akupun mendapatkan
wajah mereka juga riasan, hari kedua waktu rombongan Song-heng
pulang ronda, muka Ho Siang-seng juga telah dirias pula, oleh
karena itu dapat kusimpulkan, setiap kalian keluar bertugas dengan
cara bergilir satu persatu kalian me nculik orang kita lalu
menukarnya dengan seorang lain yang telah kalian rias mirip wajah
orang aslinya dan diselundupkan ke mari, bila kapa l kita tiba di He k-
liong-hwe, maka seluruh Houhoat dan Houhoat-su-cia telah kalian
ganti dengan begunda l kalian sendiri"
Cin Tek-hong menarik napas panjang, katanya lemas: "Inilah
yang dinamakan seka li salah langkah seluruh rencana porak-
poranda. Saudara Ling, me mang hebat kau!"
"O, pantas waktu mala m itu aku giliran tugas, Cong-coh pesan
wanti2 supaya aku berla ku hati2" kata Kongsun Siang.
"Ya, waktu itu aku kira sasaran berikutnya adalah kau, karena
sampan yang kau guna kan hari itu adalah sa mpan yang diguna kan
Sim Kian sin, tapi akhirnya kuketahui hanya kedua anak perahu
yang telah diganti," merandek sebentar la lu Kun-gi melanjutkan:
"Mala m itu dengan mengguna kan Som-lo-ling seseorang berusaha
me mbunuh Thay-siang, malah me mfitnahku pula dengan
menyelundupkan barang bukti ke ka marku . . . . . . ."
Me mang peristiwa itu tiada buntutnya, padahal barang bukti
sudah tergeledah dari kamar Ling Kun-gi dan dia sudah digusur ke
hadapan Thay-siang, kenyataan dia masih me mbawa Ih Thiankia m,
tanda kebesaran jabatannya sekarang, dia tetap menduduki Cong-
su-cia. Bagaimana kelanjutan dan akhir dari peristiwa itu? Sudah
tentu semua orang mengharap untuk mengetahui. .
Kini Ling Kun-gi menyinggung peristiwa mala m itu, ma ka
Kongsun Siang, Song Tek-song, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng
sama pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian.
Sampa ipun Cin Tek-hong, Kho Ting-seng tiruan juga terbelalak
menunggu cerita lanjutannya.
Kun-gi tersenyum, tuturnya: "Mala m itu juga, di antara para
Taycia kute mukan juga orang yang telah dirias."
Kongsun Siang tanya: "Ke12 Taycia semuanya mengenakan
kedok, cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?"
"Karena kudapati salah seorang mereka mengunjuk aksi yang
mencurigakan, ma ka hal ini kulaporkan kepada Thay-siang, atas
persetujuan beliau kusuruh mereka mencopot kedok dan kutemukan
kepalsuannya."
Song Tek-seng tertawa riang, katanya: "Cong-coh telah
me mbe kuknya?"
"Orang ini berna ma Ci Gwat-ngo, salah seorang pimpinan orang2
Hek-liong-hwe yang dipenda m dala m Pe k-hoa-pang kita."
Berubah rona muka Cin Te k-khong, tanpa bersuara dia teguk lagi
araknya.
"Mala m itu juga berhasil kuringkus seorang dara kembang tiruan,
orang inilah yang biasa menjadi kurir antara Cin-heng dengan Ci
Gwat-ngo, mala m itu kusuruh dia mondar-mandir di de k tingkat
kedua sebelah kanan untuk me mberi kabar kepada Cin-heng."
"Kalau mereka sudah mengakui segala lakonnya, kenapa aku
tidak ditangkap pada wa ktu itu juga?" tanya Cin Tek-hong.
Kale m senyum Kun-gi, katanya: "Sepanjang perjalanan kapal kita
ini ka lian berusaha mengganti orang2 kita satu persatu, maka
kugunakan pula cara dan aka l yang sa ma untuk ba las menipu
kalian, sepanjang perjalanan akan kutangkap setiap orang utusan
kalian yang diselundupkan ke atas kapa l."
Cin Tek-hong a mbil mangkuk araknya dan ditenggaknya habis
pula, dengusnya: "Saudara me mang lihay, bukan saja jaringan
rahasia kami terbongkar seluruhnya, malah orange kita akan kau
jaring pula satu persatu sepanjang jalan ini, orang yang licik dan
licin seperti ini, mana boleh kubiarkan kau hidup." Tiba2 mangkuk
ditangannya mencelat, telapak tangan besinya secepat kilat
menekan ke dada Ling Kun-gi.
Cin Tek-hong duduk di sebelah kiri Kun-gi, pukulan ini sudah
sejak tadi dia siapkan, sebetulnya sudah bisa turun tangan sejak
tadi, tapi dia harus menunggu kesempatan. Dikala Kun-gi tida k
siaga baru akan menyerangnya secara mendadak dengan pukulan
me matikan. Seperti diketahui dia meyakinkan Hansi-ciang, pukulan
aliran sesat yang dingin beracun dan jahat sekali, sedikit hawa
dingin meresap ke badan dan cukup untuk menewaskan jiwa Ling
Kun-gi. Maka dapatlah dibayangkan bila pukulan telak ini dikerahkan
setaker kekuatannya.
Ketika Kun-gi habis bicara, tangan kanan angkat mangkuk
menghirup arak, baru saja arak masuk ke mulut, belum lagi
mangkuk arak diturunkan, sementara tangan kirinya lagi menje mput
telur asin, sudah tentu sedikitpun dia t idak siaga.
Sama se kali Kun-gi seperti tidak merasakan bahwa telapak
tangan Cin Tek-hong telah menganca m ulu hatinya, tiba2 ia
berpaling sa mbil berkata dengan tertawa kepada Cin Tek-hong:
"Kenapa Cin-heng hanya minum saja tanpa makan? Telur asin ini
enak rasanya." Karena menoleh, dengan sendirinya badan bagian
atas ikut bergerak hingga telapak tangan Cin Tek-hong yang
mengincar ulu hati menjadi nyasar beberapa senti. Gerak tangan
Ling Kun-gi kelihatan kale m dan tak acuh, dengan tepat dia jejalkan
telur asin itu ke telapak tangan Cin Te k-hong.
Telapak tangan Cin Tek-hong penuh kekuatan Hansi-ciang waktu
tangannya hampir mengena i ulu hati lawan, dia m2 ia telah bersorak
girang, tak nyana mendadak terasa adanya benda bulat licin
menahan telapa k tangannya. Benda itu je las adalah telur, ma ka
pukulan telapak tangan yang terjulur ke luar itu menjadi mati kutu
dan berhenti begitu saja karena tertahan oleh telur asin.
Kiranya dari telur asin ini terasa olehnya adanya tenaga besar
yang lunak tak kelihatan menyetop tenaga pukulannya sehingga
Hansi-ciang yang telah terpusat ditelapak tangannya menjadi macet.
Baru sekarang Song Tek-seng, Thio La m-jiang yang duduk di
sekitarnya melihat Cin Tek-hong me mbokong, karena mereka duduk
di depan dari jarak agak jauh, mereka t idak se mpat mencegah,
hanya mulut saja yang berseru kaget.
Tapi Kongsun Siang menggerung gusar, hardiknya dengan alis
berkerut: "Orang she Cin, kau ingin ma mpus!" Serta merta
tangannya terayun, "plak", pundak kiri orang telah dipukulnya,
badan Cin Te k-hong sa mpa i mence lat beberapa kaki jauhnya.
Ling Kun-gi hanya tertawa tawar padanya, katanya: "Sebetulnya
Kongsun-heng tidak perlu turun tangan, me mangnya Hansi-ciang
bisa melukai aku? Ka lau tidak tentu takkan kubebaskan hiat-to
dilengannya." Sembari bicara dia berdiri, sambungnya: "Sebetulnya
ingin aku me maksanya tahu diri dan mundur teratur dan jiwanya
dapat diselamatkan, tapi pukulan Kongsun-heng ini telah me mbikin
hawa murninya nyasar dan buyar!"
Mendengar keterangan Ling Kunggi ini, serta merta pandangan
semua orang tertuju ke arah Cin Tek-khong, me mang wajah Cin
Tek-hong ta mpak pucat, rebah celentang kaku tak bergerak,
ternyata semaput.
Heran Kongsun Siang, katanya: "Melihat dia me mbokong Cong-
coh, tanpa pikir akupun menyerangnya, pukulanku hanya pakai lima
bagian tenaga, kenapa dia terluka separah itu?"
Kun-gi mengha mpiri Cin Tek-hong dan me meriksa tubuh orang,
dia bebaskan Hiat-to orang yang tertutuk lalu direbahkan mendatar,
katanya:
"Kecuali Hiat-to lengan kanannya yang sudah bebas, yang lain
tetap buntu, untuk mela kukan pe mbokongan, sejak tadi dia sudah
menghimpun kekuatan pada telapak tangan kanan, karena ditahan
oleh telur asinku tadi, kalau mau merenggut jiwanya, cukup
kugunakan tenaga keras dan menggetar putus urat nadinya tentu
dia mati seketika, tapi aku hanya tahan tenaga di telapak tangan
supaya tidak terlontar keluar, tujuanku supaya dia tahu diri dan
mundur teratur."
Belum habis dia bicara, terlihat Cin Tek-hong sudah siuman,
tampak kulit mukanya ber-kerut2 dibasahi butiran keringat dingin
sebesar kacang, matanya mende lik, suaranya gemetar: "Saudara
Ling, keji . . . . keji betul cara mu . . . ."
Dengan tersenyum Kun-gi berkata: "'Hawa murninya
menyungsang ba lik, Hiat-to yang tertutuk sudah kubebaskan,
rebahlah dulu dan jangan bergerak, akan kubantu kau mengerahkan
tenaga mengemba likan hawa murni ke tempat asalnya." Lalu dia
berkata kepada Kongsun Siang: "Ada tiga Hiat-to kaki tangannya
masih tertutuk, hanya tangan kanannya yang mengerahkan tenaga,
pukulannya kena kubendung lagi sehingga tak ma mpu dilontarkan,
maka pukulanmu itu walau hanya setengah2 saja, tapi lantaran
gempuran tenaga dari luar inilah sehingga hawa murninya menjadi
buyar dan jatuh semaput."
Kongsun Siang kagum sekali, katanya: "Uraian Cong-coh
me mang betul, jadi akulah yang gegabah, tapi Cin Tek-hong sudah
terbukti adalah mata2 Hek-liong-hwe, umpa ma dia ma mpus juga
setimpal dengan perbuatan jahatnya, kenapa Cong-coh malah a kan
me mbantunya?"
"Dia sudah tertawan hidup2, maka tak boleh kita
menganiayanya, mati atau hidup biarlah Thay-siang yang
menjatuhkan hukuman padanya, oleh karena itu a ku harus bantu
dia me mulihkan kesehatan."
Kongsun Siang masih ingin bicara, tapi. dilihatnya Kun-gi
me mberi kedipan mata padanya, segera dia mengerti, maka katanya
manggut2 "Ucapan Cong-coh me mang betul."
Sudah tentu Cin Tek-hong ma klum, hawa murni da la m tubuhnya
yang nyungsang dan buyar kalau tidak secepatnya dihimpun
ke mbali tentu dirinya akan menga la mi "Cap-hwejip-mo" atau
menga la mi kelumpuhan total, itu berarti masa depan kehidupannya
akan sura m dan tiada artinya lagi. Maka cepat dia merangka k
berduduk dan merangkap kedua tangan mulai se madi.
Tangan kiri Kun-gi segera menekan Pe k-hwehiat di kepalanya,
katanya: " Bersiaplah saudara Cin." Sejalur hawa murni panas
pelan2 mere mbas ke Pek-hwehiat melalui telapak tangannya. Terasa
oleh Cin Tek-hong hawa panas ber-gulung2 mulai mengalir ke
sekujur badan.
Kira2 satu ja m ke mudian, terdengar Kun-gi menghela napas serta
menarik tangan, katanya: "Cukuplah, sekarang Cin-heng bisa
mengerahkan tenaga keseluruh tubuh."
"Cong-coh," tanya Song Tek-seng, "apakah kita tidak segera
pulang?"
Kun-gi mendongak lihat cuaca, katanya: "Sekarang baru
kentongan ketiga, dari sini kita bisa mengawasi putuhan li se kitar
perairan sini, menjelang fajar baru saatnya ganti piket, lebih baik
kita istirahat saja di sini, untuk apa pulang pagi2?" Lalu ia ambil
mangkuk dan menengga k arak pula.
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio La m-jiang juga jagoan
minum, mendengar anjuran Kun-gi, tanpa sungkan mereka lantas
minum sepuasnya.
Setelah hawa murni kumpul ke mbali Cin Tek-hong merasakan
kesehatan telah pulih ke mbali, segera dia berdiri mengha mpiri Kun-
gi, sikapnya hormat dan patuh, katanya menjura: "Berkat
pertolongan Cong-coh jiwa orang she Cin selamat, sungguh tak
terhingga rasa terima kasihku."
Kun-gi menoleh, katanya: "Cin-heng sudah pulih ke mbali, marilah
duduk minum arak."
"Cong-coh," kata Cin Tek-hong, "kenapa tidak kau tutuk Hiat-
toku?"
Kun-gi berkata: "Apakah Cin-heng yakin dapat melarikan diri?"
Sungguh2 sikap Cin Te k-hong dan katanya: 'Di depan Cong-coh
me mang orang she Cin takkan ma mpu meloloskan diri."
"Kalau begitu, silakan C in-heng duduk dan menghabiskan
semangkuk arak ini."
Cin Tek-hong segera duduk kcrnbali ke tempatnya se mula.
Setelah menghabiskan semangkuk arak Cin Tek-hong comot sekerat
daging terus dijejalkan ke mulut, katanya sambil angkat kepala:
"Cong coh tadi bilang ada persoalan yang ingin di tanyakan padaku,
entah persoalan apa?"
"Aku hanya ingin tanya sedikit keadaan Hek-liong-hwe, kalau Cin-
heng ada kesulitan, tidak usah-lah kau jelaskan."
Melirik sekejap ke arah Kho Ting-seng baru Cin Tek-hong
berkata: "Rahasia perkumpulan ka mi dilarang bocor sesuai
peratutan, bagi yang me mbocorkan mendapat hukuman mati, tapi
jiwa orang she Cin tadi ditolong Cong-coh, soal apa yang ingin
Cong-coh tanyakan, asalkan tahu pasti kuje laskan."
"Me mangnya Cin-heng sudah tidak ingin ke mba li?" timbrung Kho
Ting-seng.
Song Tek-seng duduk di sebelahnya, hardiknya: "Tutup
bacotmu!"
Tenggak se mangkuk arak pula baru Cin Te k-hong berkata
kepada Kho Ting-seng dengan tertawa: "Kita sudah terjatuh ke
tangan orang2 Pek-hoa-pang, kau masih ingin ke mbali?"
Kho Ting-seng dia m saja.
"Tiada maksudku untuk mengorek rahasia Hek-liong-hwe secara
berlebihan, soalnya ada dua temanku yang terjatuh di tangan
orange Hek-liong-hwe, maka aku hanya ingin tahu keadaan Hek-
liong-hwe selayang pandang saja, umpamanya di mana letak
markas Hek liong-hwe? Siapa pe mimpinnya? Di mana mere ka
menyekap para tawanan? Apakah Cin-heng dapat menjelaskan?"
Rupanya inilah tujuan Kun-gi mencekok arak pada Cin Tek-hong
serta menyembuhkan luka2nya.
Kata Cin Tek-hong: "Hek-liong-hwe dibagi jadi dua seksi, yaitu
seksi luar dan seksi dala m, aku di bawah Ui-liong-tong, tugasku di
luar, maka keadaan dalam Hek-liong-hwe sebenarnya sedikit sekali
yang kuketahui "
"Di mana letak He k-liong-hwe, tentunya kau tahu?" tanya Kun-gi.
"Aku hanya tahu Ui-liong-tong ka mi didirikan dibelakang gunung
Kunlun diatas Ui-lionggia m."
"Kunlunsan di Shoatang ma ksudmu?" Kun-gi menegas. "Lalu
siapa pe mimpinmu?"
"Kalau kukatakan mungkin Cong-coh t idak percaya, walau sudah
tiga tahunan aku menjadi anggota Ui-liong-tong, tapi hanya sekali
pernah kulihat Hwecu ka mi, hakikatnya tiada yang tahu siapa dia
sebenarnya?"
"Dia tidak punya she dan na ma?'`
"Se mua orang hanya me manggilnya Hwecu, entah siapa
namanya."
"Cong-coh," sela Kongsun Siang dengan nada sinis, "tiga tahun
jadi anggota, tapi siapa na ma pe mimpinnya tidak tahu, apakah kau
percaya ?"
"Kenyataan me mang de mikian, buat apa aku me mbual?" Cin Tek-
khong me mbela diri, "kau Kongsunhouhoat sudah setahun menjadi
Houhoat-su-cia, tahukah na ma dan she Thay-siang?"
"Bukankah Cin-heng pernah me lihatnya sekali?" sela Kun-gi.
"Ya, aku hanya melihat seraut wajah hitam dengan jambang
legam, seorang laki2 tua kekar yang berjubah hita m pula, tapi
terasa olehku bahwa mukanya itu bukan wajah aslinya."
"Cin-heng di bawah perintah Ui-liong-tong, tugas bagian luar, lalu
bagaimana bagian da la m?"
"Hwi liong dan Ui-liong termasuk seksi luar, hanya Ceng-liong-
tong bertugas bagian dala m."
"Apa bedanya seksi luar dan seksi da la m?"
"Ceng-liong-tong berkuasa atas segala rahasia Hek liong-hwe,
anak buahnya semua perempuan, dinama kan seksi da la m dan
merupakan seksi yang paling berkuasa dari seksi lainnya. Hwi-liong
dan Ui-liong dikhususkan mengerjakan tugas luar, sedang Hwi-liong
juga boleh dina makan Hou hoat-tong, anggotanya terdiri dari jago2
kelas wahid, hari2 biasa tiada tugas rutin bagi mereka, jarang pula
beraksi, bila orang2 Ui-liong-tong yang menjalankan tugas di luar
menghadapi kesukaran, orang2 Hwi-liong-tong yang akan memberi
bantuan."
"Di mana Hwi-liong-tong didirikan?" tanya Kun-gi.
"Entah aku tidak tahu, tapi bila orang2 Ui-liong-tong menghadapi
bahaya, entah di mana saja, bila menge luarkan tanda bahaya maka
dari jauh atau dekat orang2 Hwi-liong-tong pasti akan segera
datang me mberi bantuan, oleh karena itu tiada orang tahu di mana
sebenarnya Hwi-liong-tong didirikan."
"Sunggub He k-liong-hwe yang serba rahasia dan misterius." ucap
Kun-gi la lu tanyanya pula: "Lalu Ui-liong-tong?"
"Tugas Ui-liong-tong menghadapi persoalan luar, anggotanya
scluruhnya laki2, terdiri orang2 dari golongan hita m atau putih, bila
dia seorang persilatan dan ada seorang perantara, siapapun boleh di
terima me njadi anggota.."
Mendadak Kun-gi bertanya: 'Jadi Ci Gwat-ngo orangnya Ceng
liong-tong?"
"Ya, dia utusan Cui-tongcu, ka mi se mua di bawah perintahnya.".
"Tak heran setelah Ci Gwat-ngo suruh Bi Kui menya mpaikan
berita mana, dia gigit putus lidah dan bunuh diri, ternyata dia takut
me mbocorkan rahasia Hek-liong-hwe," demikian batin Kun-gi, lalu
katanya sambil menepekur: "Jadi Cin-heng juga tidak tahu di mana
mereka menyekap para tawanan?"
"Tergantung kedua teman Cong-coh itu ditawan oleh seksi mana,
kalau ditangkap orang2 Ui-liong-tong, pasti dikurung di Ui-
lionggia m. Kalau dibe kuk orang2 Hwi-liong- tong atau Ceng-liong-
tong, tak bisa aku me nerangkan," ke mudian ia berkata pula:
"Sebelum aku diselundupkan ke Pek-hoa-pang pernah bertugas
cukup la ma di Ui-liong-tong, ada kalanya Cui-tongcu mengutus
orang menya mpaikan perintah, dari cara mereka pergi datang
leluasa dan lancar, kukira jaraknya tidak terlalu jauh, pernah aku
dia m2 me mperhatikan, 10-an li di se kitar Ui-lionggia m me mang
tidak ke lihatan adanya bayangan, Ceng-liong-tong."
Kembali Kun-gi me mbatin: "Gadis cilik yang menyaru jadi Cu-cu
katanya semula adalah pelayan pribadi Cui-tongcu, tentunya dia
tahu di mana letak sebenarnya Ceng-liong tong itu" ia angkat
mangkuk dan meneguk arak, lalu tanyanya: "Apa jabatan Cin-heng
di dala m Ui-liong-tong?"
"Dala m Ui-liong-tong kecuali Tongcu yang berkuasa penuh, di
bawahnya terbagi dua tingkat pula, yaitu Sincu dan Kia m-su, aku
menjadi anggota Sincu."
"Lalu di antara orang kalian sendiri, me maka i kode rahasia apa?"
Cin Tek-hong sudah terlalu banyak tenggak arak, keadaannya
sudah setengah sinting, ia menaruh mangkuk araknya, dari sanggul
kepalanya ia menga mbil sebuah benda, telapak tangannya di buka,
dia berkata: "Biarlah ma la m ini kubeber segalanya kepada Cong-
coh, kode rahasia kami menggunakan benda ini," Di tengah telapak
tangannya menggelinding kian ke mari sebutir mutiara sebesar
kacang tanah, mutiara ini berlubang tengahnya dan disunduk seutas
benang kuning.
Betapa tajam mata Kun-gi, sekilas pandang di lihatnya mutiara
yang kemilau itu ada terukir sebuah huruf "Ling" atau firman, tanpa
terasa mulutnya ber-suara kaget : "Cincu ling!"
"Ternyata Cong-coh sudah tahu," ujar Cin Tek-hong.
"Aku juga punya sebutir, silakan Cin-heng me lihatnya juga," ucap
Kun-gi, dari kantong bajunya dia merogoh keluar sebutir mutiara
pula.
Cin Tek-hong menyipit mata menga mati penuh perhatian,
katanya tertawa: "Inilah tanda peringatan berasal dari Hek-liong-
hwe, jadi Cong-coh me mang sejak mula menyelidiki Hek-liong-
hwe?"
"Sa ma2 CinCu-ling, entah apa bedanya?" tanya Kun-gi.
"Dala m Hek-liong-hwe ka mi hanya anggota yang berkedudukan
lebih tinggi dari Sin cu boleh menggunakan CinCu-ling ini, para
Sincu me maka i mutiara sebesar kacang tanah, kalau mutiara seperti
yang ada di tangan Cong-coh besarnya seperti buah kelengkeng
seharusnya milik Tongcu, dan lagi benang sunduknya juga
berlainan, Ceng-liong-tong pakai benang hijau, Hwi-liong-tong paka i
benang merah, untuk Ui-liong-tong me ma kai benang kuning, hanya
Hwecu saja yang mema kai benang emas. Benang mutiara milik
Cong coh ini bewarna kuning e mas, pertanda yang mewakili Hwe
kami, Cuma mutiara milik Hwe ka mi adalah mutiara asli, hanya
tanda2 kebesaran, diperuntukan pihak luar diguna kan mutiara
tiruan, sekali pandang orang akan bisa me mbedakan."
"Ternyata masih sebanyak itu perbedaannya," ucap Kun-gi.
"Malah masih ada lagi," Cin Tek-hong ngoceh sendiri, "bagi ka mi
orang2 yang bertugas di luar, huruf 'Ling' yang terukir di mutiara ini
menggunakan goresan tunggal, sebaliknya ukiran huruf 'Ling' pada
mut iara yang dipaka i orang2 seksi dala m menggunakan goresan
dobel."
Tergerak hati Kun-gi, pikirnya: "Leliong-cu warisan keluargaku itu
juga diukir dengan goresan dobel, me mangnya Hek-liong-hwe ada
hubungannya dengan diriku?" Terpikir olehnya Hwi-liong-sam-kia m
warisan keluarganya kenyataan menjadi Tinpang-sa m-kia m Pe k-
hoa-pang, kini diketahuinya pula bahwa Leliong-cu warisan
keluarganya juga ada sangkut pautnya dengan Hek-liong-hwe.
Kalau dikatakan kebetulan, masakah kedua persoalan bisa terjadi
secara kebetulan, terang terlalu jauh untuk dapat dipercaya.
Sekejap ini pikirannya jadi gundah dan resah, tanpa mengisi
mangkuknya langsung dia angkat poci terus tuang arak ke dala m
mulut.
Kongsun Siang juga tidak sedikit minum arak, keadaannya sudah
seperempat mabuk, le kas dia ber-kata: "Song-heng, Thio-heng dan
Ji-heng, mari kita iringi se mangkuk pula dengan cong-coh."
Sembari berkata dia m2 dia me mberi tanda kepada tiga te mannya
ini. Maksudnya bahwa Ling Kun-gi sudah takkan kuat minum lagi,
sisa arak tidak banyak lagi, marilah kita bagi rata dan minum
bersama sa mpai habis.
Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng tahu maksud
Kongsun Siang, lekas Ji Siu-song angkat guci arak terus tuang
ke mangkuk se mua orang, lalu me nenggaknya bersama.
"Ji-heng," kata Cin Tek-hong, "sisanya biar kuhabiskan saja." Dia
angkat poci itu serta tuang sisa isinya ke mulut sendiri.
Kun-gi tertawa, katanya tersenyum: "Kalian kuatir a ku mabuk?"
Belum lenyap suaranya, mendadak Cin Tek-hong menjerit sekali,
badannya mengejang terus terkapar roboh ke belakang. Kejadian
amat di luar dugaan, keruan orang2 yang duduk berkeliling ini sa ma
kaget, Gerakan Kun-gi pa ling sigap, cepat dia melompat bangun
serta memapah Cin Tek-hong, sementara jari kanan menekan Bing-
bunhiat orang, teriaknya gugup: "Cin-heng, kenapa kau?"
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng
berempat me lompat berdiri, Kong-sun Siang berbisik apa2 pada tiga
orang lainnya, Song Tek-seng manggut2 terus berpencar siap siaga.
Pada saat itulah mendadak Kun-gi me mbentak sa mbil berpaling:
"Siapa itu di dala m hutan?"
"Lohu!" se iring dengan suaranya dari hutan melangkah keluar
seorang kakek kurus yang menggelung kuncir ra mbutnya di atas
kepala.
Kakek ini mengena kan baju biru, celana kencang terikat bagian
bawahnya, tangan kiri me mbawa pipa cangklong sepanjang satu
setengah kaki, roman mukanya kaku ke labu, dalam kegelapan, bola
matanyapun tampa k berwarna kelabu bersinar ke milau.
Karena me mperoleh saluran hawa murni dari Ling Kun-gi,
sementara itu pelan2 Cin Tek-hong sudah me mbuka mata. seketika
ia terbelalak waktu me lihat kakek kurus ini, bibirnya bergetar,
suaranya merinding serak: "Hwi . . . . . liong. . . . . liong . . . . . "
agaknya sebisanya dia sudah kerahkan setakar tenaganya untuk
berucap ketiga patah kata ini, tapi akhirnya suaranya semakin
le mah, pelan2 kelopak matanya tertutup, darah kental hita m
seketika mele leh keluar dari mulutnya, agaknya dia tertimpuk
semaca m senjata rahasia kecil, racun telah merenggut jiwanya.
Kun-gi me lepaskan tangannya, seraya berdiri tanyanya menatap
kakek kurus: "Apakah tuan dari Hwi-liong-tong?"
Kata kakeh muka ke labu: "Lohu malah sudah tahu kau ini Cong
su-cia yang baru da la m Pek-hoa-pang, betul tidak?"
"Betul, Cayhe Ling Kun-gi, sebutkan na ma tuan."
"Lohu Nao Sa m-jun," jawab si ka kek.
Ling Kun-gi t idak tahu Kim-kau-cian Nao Sa m-jun ini adalah Hwi-
liong-tong Tongcu, tanyanya: "Apa maksud kedatangan tuan?"
Sambil mengelus jenggot ka mbing yang sudah ubanan, Nao
Sam-jun terkekeh, katanya: "Ada tiga tugas Lohu kemari, pertama
me mbunuh anggota yang murtad dan menolong orang yang
tertawan."
"Hanya dua yang kau sebutkan."
"Betul, dan yang ketiga kami mohon Ling-cong-sucia suka
meringankan langkah ikut pergi ber-sa ma Lohu."
"Ke mana tuan hendak me ngajakku?'' tanya Kun-gi.
'Sudah tentu ma mpir ke markas ka mi, kalau t idak ingin
mengundang Ling-lote buat apa Lohu meluruk ke mari," nadanya
congkak dan sombong.
Kun-gi tatap orang lekat2, katanya: "Sepongah ini tuan bicara,
me mangnya kau inikah Hwi-liong- tong Tongcu?"
"Betul, Lohu me mang Hwi-liong-tongcu, Ling-lote mau ikut Lohu
bukan?"
"Sungguh sangat beruntung dapat bertemu di sini, maksud
Cayhe malah sebaliknya, bagaimana ka lau Nao-tongcu saja yang
ma mpir ke kapa l ka mi?"
Berkedip bola mata Nao Sa m-jun yang kelabu dingin, mendadak
dia ter-bahak2, katanya: "Ling-lote, kesempatanmu sudah tiada
lagi."
"Jago2 kosen2 Hwi-liong tong me mang banyak, tentunya tidak
sedikit jago2 yang mengiringimu."
"Ling-lote me mang pandai menebak, Lohu me mang bawa Cap ji-
sing- siok (dua belas bintang kelahiran), mereka sudah tersebar di
sekeliling sini, umpa ma satu lawan satu belum tentu ka lian bisa
menang, paling2 sa ma kuat, tapi keadaan sekarang berbeda, kalian
harus satu melawan tiga, belum lagi terhitung Lohu, bagaimanapun
juga kalian tak ada kese mpatan untuk menang."
Di sini dia bicara, tahu2 tanah lapang berumput ini sudah
terkepung oleh 12 orang berpaka ian serba aneh.
"Tuan siap perintahkan mereka turun tangan?" jengek Kun-gi
dengan tersenyum.
Nao Sam-jun menyeringai, katanya: "Sudah tentu Lohu tidak
ingin bergebrak dengan kalian supaya tidak merusak persahabatan,
sebab sebelum Lohu ke mari Hwecu ada pesan . . . . " mendadak dia
tutup mulut. meski kata2nya tidak dilanjutkan, tapi ke mana
juntrungnya sudah bisa ditangkap:
"Apa kata Hwecu kalian?" desak Ling Kun-gi.
"Hwecu sudah dengar, katanya Ling-lote telah berhasil
menawarkan getah beracun itu?"
"Benar," ucap Kun-gi singkat .
Berkelebat cahaya di wajah Nao Sa m-jun yang kelabu itu,
suaranya berat: "Oleh karena itu beliau suruh Lohu ke mari untuk
mengundangmu, kalau Pek-hoa-pang bisa me mberi jabatan Cong-
su-cia, Hwe kita juga bisa me mberi jabatan Cong-houhoat
kepadamu."
Tawar tawa Kun-gi, katanya: "Wah, Cayhe menjadi tertarik
rasanya."
"Me mangnya, asal Ling-tote telah betul2 dapat menawarkan
getah beracun, Hwe kita tidak akan kikir, betapapun besar
pengorbanan yang harus dipertaruhkan, pasti akan
mengundangmu."
Dia m2 Kun-gi merasa heran, pikirnya: "Pek-hoa-pang me mang
bermusuhan dengan Hek-liong-hwe, setiap macam senjata dan
senjata rahasia orang2 Hek-liong-hwe dilumuri racun getah, adalah
jamak dan dapat dima klumi kalau Pek-hoa-pang begitu getol
me mperoleh obat penawarnya, bahwa Hek-liong-hwe sendiri juga
ingin me miliki obat pena-warnya, entah apa pula gunanya? Ya,
waktu Coat Sinsanceng me nculik Tong Thianjong, Un It-hong, Lok-
san Taysu dan Cu Bunhoa, bukankah tujuannya juga untuk
menciptakan obat penawar getah beracun itu." Segera ia bertanya:
"Getah beracun kan milik ka lian, me mangnya kalian tida k punya
obat penawarnya?"
"Untuk ini Ling-lote tidak usah urus," jenge k Nao Sa m-jun.
"Kalau Nao-tongcu tidak mau je laskan, bagaimana Cayhe harus
percaya padamu?" ejek Ling Kun-gi.
"Setelah Ling-lote berhadapan dengan Hwecu, segalanya akan
kau ketahui."
"Nao-tongcu bicara seenak sendiri, seakan2 aku harus ikut kau
pergi begitu saja."
"Ya, me mang Ling-lote harus pergi bersamaku," tandas
perkataan Nao Sa m-jun.
Kun-gi tersenyum, katanya: "Kalau Cayhe tidak mau pergi?"
Mengelus jenggot, tambah kela m rona muka Nao Sa m-jun,
katanya dengan menyeringai: "Ka-lian berlima sudah berada
digengga manku, mau pergi atau tidak kau tida k kuasa menentukan
pilihanmu, cuma perlu Lohu peringatkan, sukalah Ling-lote
pertimbangkan dulu dengan masak."
"Peringatan apa coba katakan, aku ingin dengar."
Nao Sam-jun menyapu pandang ke muka Kongsun Siang
berempat, lalu katanya sinis: "Kalau Ling-lote dan saudara2 ini ma u
ikut Lohu. itulah paling baik, kalau menola k dan melawan malah,
tujuan pertama Lohu ke mari kecuali harus menawan Ling-lote
hidup2, e mpat orarg yang la in, hehe . . . . "
Kongsun Siang jadi murka, teriaknya: "Katakan saja terus
terang:"
Nao Sam-jun melirik tak acuh, dengusnya: "Tumpas seluruhnya
dan habis perkara."
Berdiri alis Kongsun Siang, sa mbil me nengadah dia ter-bahak2,
katanya: "Tumpas habis? Suruhlah mereka maju, boleh coba apa kah
pedang di tangan Kongsun Siang ini taja m atau tumpul."
Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng juga naik pitam,
mereka melotot kepada Nao Sa m-jun, tangan sudah siap me me gang
gagang pedang. Sebaliknya Nao Sa m-jun seperti jijik meski hanya
me lirik kepada mereka, dingin suaranya: "Ling-lote, sudah kau
pertimbangkan?"
Cin Tek-hong tadi sudah bilang bahwa anak buah Hwi-liong-pang
semua tergolong jago2 kosen, melihat situasi sekarang dan sikap
Nao Sam-jun yang begitu yakin pula, mau tak mau Kun-gi merasa
was2, Cap-ji-sing-siok yang dibawa orang tentu hebat dan lihay
sekali. Tapi dia tetap tersenyum simpul, sikapnya tenang dan wajar,
katanya kalem; "Cayhe juga, sudah me mikirkan suatu ha l . . . . .."
"Hal apa?" tanya Nao Sa m-jun.
"Tadi Cayhe me mbekuk seorang Sincu dari perkumpulan ka lian,
jiwanya sudah melayang di tanganmu sendiri, kalau pulang nant i
Cayhe jadi kebingungan cara bagaimana me mberikan
pertanggungan jawab kepada Pangcu, tapi tuan adalah Hwi-liong-
tongcu, kedudukanmu jauh lebih tinggi daripada Sincu, kebetulan
kalau kuringkus kau hidup2, kini yang me mbuatku bimbang adalah
apakah Cap-ji-sing-siok yang kau bawa ini harus dibabat habis atau
ditawan semua . . . . . . . "
Kengsun Siang ter-gelak2, katanya: "Cong coh tidak perlu pusing,
me mbe kuk seorang Tongcu sudah jauh lebih cukup, sisa yang lain
sudah tentu babat saja sampai habis."
Song Tek-seng ikut menimbrung: "Betul, Cong-coh tangkap saja
Nao tongcu ini, yang lain serahkan kepada ka mi untuk
me mbereskannya." Di tengah kata2nya terdengarlah suara
berdering, Kong-sun Siang, Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan J i
Siu-seng sa ma me lolos pedang.
Mengernyit dahi Nao Sa m-jun, katanya: "Bila Cap-ji sing-s iok
yang kupimpin ini sega mpang itu untuk me numpasnya tentu mereka
takkan berguna dalam Hwi-liong-tong, kalau Ling-lote tidak percaya,
boleh kau suruh seorang maju mencobanya."
Sebelum Kun-gi buka mulut, Kongsun Siang telah menyela:
"Cong-coh, biar ha mba me nghadapi mere ka."
Nao Sam-jun tertawa angkuh, tangannya menggapai ke atas.
Mungkin itu tanda gerakan mereka, 12 orang yang semula berdiri
beberapa tombak di kejauhan sana serempak bergerak maju
menge lilingi tanah lapang.
Dari dekat Ling Kun-gi dan lain2 dapat melihat je las, kiranya
mereka mengenakan kerudung kepa la warna hitam, seragamnya
ketat kencang warna hita m mengkilap, bahan bajunya agaknya
teramat tebal, sekujur badan serba lega m, hanya kelihatan kedua
biji matanya saja.
Melihat dandanan mereka yang aneh dan lucu, diam2 Kun-gi
me mbatin: "Cap ji-sing-siok berpa-kaian seaneh ini, terang bukan
gertakan belaka untuk menakuti orang, bisa jadi mere ka
meyakinkan se maca m ilmu gabungan yang aneh dari a liran sesat"
Cepat Kun-gi berpaling ke arah Kongsun Siang, katanya: "Kau harus
hati2."
"Ha mba tahu," sahut Kongsun Siang.
Sambil menenteng pedang Kongsun Siang me mapa k maju,
hardiknya: "Kalian siapa yang maju, hayolah bertanding denganku."
Nao Sam-jua mendangus: "Sebelum ajal tentu kau takkan
kapok." Segera ia menuding orang di ujung kanan.
Laki2 baju hita m yang dituding segera melesat ke depan
menubruk Kongsun Siang. Gerak-gerik orang ini aneh cekatan,
tanpa bicara, jari2 kedua tangannya yang tertekuk seperti cakar
segera mencengkera m.
Kongsun Siang meyakinkan Thianlong-kia m-hoat dan Long-hing-
poh, begitu badan bagian atas doyong ke depan, tahu2 ia
berkelebat ke sa mping baju hita m, mulutpun me mbentak: "Lihat
pedang!" Sinar pedang berkelebat, tahu2 ujung pedang sudah
menusuk ke bawah rusuk si baju hita m.
Tanpa berkelit dan menghindar si baju, hitam malah me mbalik
badan, kelima jarinya terpentang mencengkeram perge langan
tangan Kongsun Siang yang me megang pedang.
Sigap dan cepat gerak serangan Kongsun Siang. "Trang",
pedangnya dengan telak menusuk rusuk kanan si baju hita m, tapi
terasa ujung pedangnya seperti menusuk batu yang keras sekali.
Entah terbuat dari bahan apa pakain orang ini? ternyata tidak
me mpan senjata, padahal pedang Kongsun Siang terbuat dari baja
pilihan, ternyata tak ma mpu me lubangi badan lawan.
Baru saja mencelos hati Kongsun Siang, tampak sedikit
menggerakkan badan, kelima jari lawan tahu2 sudah mengincar
pergelangan tangannya, sekilas dilihatnya kuku jari lawan berwarna
hitam mengkilap, jelas dilumuri racun jahat.
Kaget dan gusar Kongsun Siang, le kas ia berkisar ke sa mping dan
sekali berkelebat dia me mutar ke bela kang lawan. "Sret", ke mbali
pedangnya menusuk.
Walau mengenakan paka ian yang kebal senjata, tapi gerak gerik
orang berbaju hitam ternyata lincah sekali, mengiringi gerakan
Kongsun siang, iapun sudah putar tubuh dan ganti posisi, tangan
ter-ayun dan segera menabas.
Pukulannya ternyata menerbitkan sa mbaran angin keras, malah
terasa sambaran angin pukulan ini berbau busuk a mis.
Guru Kongsun Siang, yaitu Lo long-sin merupa kan ge mbong
aliran "liar", setiap hari dia mendidik muridnya secara keras, sudah
tentu iapun ceritakan segala persoalan Bu-lim pada muridnya
termasuk segala maca m ilmu silat yang aneh2.
Begitu mencium bau bacin dan a mis dari angin pukulan lawan,
tergerak hati Kongsun Siang, pikirnya: "Agaknya mereka sa ma
meyakinkan Ngo-tok-ciang (pukulan lima bisa)." Maka dia tida k
berani menandangi secara keras, badan menubruk kedepan, segesit
belut tahu2 dia terjang ke sebelah kiri, pedang menusuk bagian
belakang musuh ma lah.
Dua ka li menubruk te mpat kosong, tiba2 orang baju hita m bersiul
rendah, kedua tangan menari naik turun lebih kencang dibarengi
tubruk dari terjang.
Kongsun Siang ke mbangkan langkah bentuk seriga la, kelit ke
timur menghindar ke barat, dengan kelincahannya dia menandingi
lawannya, tapi kenyataan dia sudah lebih banyak bertahan daripada
balas menyerang. Maklumlah, pakaian musuh kebal senjata, sia2lah
serangan dan tusukan pedangnya, hanya peras keringat dan
menguras tenaga be laka.
Mereka bergebrak depgan sengit, pandangan Ling Kun-gi me lulu
tertuju ke arah orang berbaju hita m, sudah tentu hanya dia yang
bisa melihat dengan jelas, akhirnya alisnya berkerut, bentaknya
tiba2 "Mundurlah Kongsun-heng."
Mendengar itu Kongsun Siang segera melompat mundur.
Ternyata si baju hita m tida k merangsak lebih lanjut, iapun berdiri
dia m.
Kongsun Siang ke mba li ke sa mping Kun-gi, katanya dengan
suara tertahan: "Cong-coh, pakaian yang mereka pakai agaknya
kebal senjata."
"Ya, aku sudah lihat,” sahut Kun-gi.
"Mereka tidak pakai senjata, tapi jari2nya berlumuran racun,"
demikian Kongsun Siang mena m-bahkan, "angin pukulan juga bacin
dan amis, mirip pukulan Ngo-tok-ciang dan sebangsanya, tak boleh
dilawan secara kekerasan."
"Ya, aku juga tahu, kalau mereka tidak punya bekal kepandaian
yang menjadi andalan orang she Nao itu takkan berani takabur dan
secongkak itu," merandek sejenak, lalu Kun gi berkata kepada
empat temannya: "Kalian berdiri di tempat masing2 dan jangan
sembarangan bertindak, biar kujajalnya sendiri." Se mbari bicara
pelan2 dia melangkah maju.
Kepandaian Kun-gi sudah sejak la ma bikin para Houhoat dan
Hou-hoat-su-cia sa ma kagum dan tunduk lahir batin, jika diapun
tidak ma mpu mengalahkan Cap ji-sing-siok, apa yang bakal terjadi
ma la m ini dapatlah dibayangkan. Dengan suara rendah mendada k
Kongsun Siang berkata: "Hati2-lah Cong-coh."
Kun-gi me ngangguk, pelan2 dia berjalan ke depan Nao Sa m-jun,
kira2 setomba k jaraknya dia berhenti, katanya: "Anak buah Nao-
tongcu ternyata memang lihay."
Mata Nao Sam-jun yang kelabu seperti mata mayat
me mancarkan sinar dingin. katanya sambil menyeringai: "Jadi Ling-
lote mau terima ajakanku? Haha, seorang ksatria harus bisa melihat
gelagat, tidak malu Ling-lote sebagai tokoh yang menonjol."
Tidak terlihat secercah senyumpun pada wajah Ling Kun-gi,
katanya dengan nada berat: "Tidak sulit untuk me ngajakku pergi,
cuma orang she Ling ingin menjajal dulu sa mpai di mana tingkat
kepandaianmu, tentunya Nao-tongcu tidak menolak ke inginanku?"
Berkelebat pula sinar kela m pada bola mata Nao Sam-jun
katanya: "Sebetulnya Lohu menerima perintah Hwecu untuk
mengundang Ling-lote, lebih baik kalau di antara kita tidak merusa k
persahabatan, apalagi ditimbang situasi ma la m ini Lohu yakin
berada di atas angin, ke menangan jelas tergengga m di tanganku,
kalau harus bertempur lagi dengan me mpertaruhkan jiwa, bukankah
aku jadi kehilangan kontrol pada diriku?"
Mendelik mata Kun-gi, katanya sambil ter-bahak2: "Ka lau orang
she Ling sudah menantang, mau atau tidak kau harus melayaniku
ma in beberapa jurus." Dia sudah berkeputusan: "menangkap
rampok harus menawan pentolannya", ma ka lenyap suaranya
tangan kanannya tiba2 terangkat, "Sreng", pedang dilolos keluar.
Ih-thiankia m me mancarkan sinar ke milau dingin, hardiknya sambil
menuding Nao Sa m jun: "Nao-tongcu, keluarkan senjatamu." Jarak
ujung pedang yang ditudingkan ke dada Nao Sa m-jun hanya
beberapa kaki saja, maka hawa pedang yang dingin tajam langsung
menerjang ke dadanya.
Julukan Nao Sa m-jun adalah Kim-kau-cian ( gunting e mas ), yang
diyakinkan adalah Kim-kau-ciansinkang, jari tangannya laksana
gunting baja, umpa ma pedang terbuat dari baja murni juga a kan
terjepit putus, dengan mengandalkan kedua jari yang hebat,
selamanya dia t idak pernah menggunakan senjata la in. Tapi serta
me lihat pedang Kun-gi, bukan saja bentuknya amat kuno dan aneh,
hawa pedangnya dingin tajam, jelas bukan se mbarangan pedang
pusaka. Walau Kim-kau-ciansinkang sudah diyakinkan se mpurna,
tapi menghadapi senjata sakti setajam ini, tak berani ia pandang
enteng dan yakin akan kekuatan jari sendiri, mendadak ia ber-siul
sekali, tiba2 badan bagian atas meliuk doyong kebelakang, kaki
menjejak tanah, dia berjumpa litan mundur.
Kun-gi tida k menduga orang akan lari sebelum bertempur, ia ter-
bahak2 sa mbil mengeje k:
"Apakah Nao-tongcu jeri dan tida k berani bertempur
me lawanku?" Belum habis bicara, tiba2 terasa angin berkesiur di
belakang mencuriga kan. Menyusul dia dengar teriakan peringatan
Kongsun Siang: "Cong-coh, awas belakang!"
Sebetulnya tak usah Kongsun Siang me mperingatkan, tangan kiri
Kun-gi sudah terayun, secepat kilat seperti percikan api tahu2
menepuk seka li, serentak badanpun berputar me mbalik.
Kiranya siulan rendah dari mulut Nao Sam-jun tadi merupakan
tanda aba2 kepada Cap-ji-sing-siok, serempak dua belas orang
bergerak, dua bayangan orang bagai "elang menubruk anak ayam"
dari kirikanan terus menyergap Ling Kun-gi.
Sebagai murid Hoan jiu-ji-lay, kepandaian "mendengar kesiur
angin me mbedakan senjata" Kun-gi sudah tentu telah mencapai
puncaknya, terutama menyerang dengan tangan kiri ke bela kang
meru-pakan ajaran tunggal perguruannya. Tepukan tangankiri dia
lancarkan sebelum badannya me mutar, sa-sarannya adalah musuh
yang menubruk dari arah kiri.
Sebetulnya orang berbaju hitam itu sudah menubruk tiba, kelima
jari2nya yang seperti cakar ayam itu ha mpir saja mencakar punda k
kiri Kun-gi, mendadak terasa segulung angin kuat menerjang
dadanya, tanpa kuasa berkelit sedikitpun, "blang" dengan tela k
dadanya kena dihantam dengan keras.
Kun-gi sudah kerahkan ena m bagian tenaganya, bukan saja daya
tubrukan si baju hitam yang kuat itu terhenti malah dia terdampar
mundur lagi tiga t indak. Begitu melancarkan tepukan tangan kiri ini
baru Kun-gi berputar, kebetulan berhadapan dengan orang berbaju
hitam yang menyerang dari sebelah kanan, dilihatnya sorot mata
orang ini mencorong buas, kelima jari2nya berwarna hita m lega m
seperti kaitan baja, hanya beberapa senti lagi ha mpir
mencengkeram punda knya, betapa ganas serangan ini sungguh
sangat mengejutkan. Dalam seribu kerepotan lekas dia tarik punda k
ke bawah, berbareng pedang menusuk ke depan, badanpun lantas
doyong miring dan berkisar ke sa mping.
Gerakan kedua pihak tera mat cepat, keduanya me mberosot
lewat hampir bersentuhan badan, tahu2 jarak keduanya sudah
terpisah lagi.
Waktu sinar pedang Kun-gi berkelebat tadi, orang berbaju hitam
mendadak menjerit tajam, ternyata jari2 tangannya yang hampir
mencengkeram pundak Ling Kun-gi itu telah tertabas kutung, darah
muncrat ke mana2.
Nao Sa m-jun terkejut, tak pernah terpikir oleh nya Kun-gi dapat
bergerak segesit dan stengkas itu, padahal Cap-ji-sing-siok yang
dipimpinnya sudah ma lang melintang di Kangouw dan jarang
ketemu tandingan, tak nyana dalam segebrak saja dua di antaranya
sudah terjungkal. Kalau anak muda ini tidak dibunuh, kelak pasti
merupakan bibit bencana yang bakal menganca m orang2 Hek liong-
hwe.
Tapi sebelum berangkat kemari Hwecu telah pesan wanti2 bahwa
orang ini hanya boleh ditawan hidup2. Sekilas berpikir mulutnya
lantas bersiul dua ka li, nada suaranya berbeda dari siulan tadi. Kini
empat bayangan prang bergerak serempak, bagai anak panah
cepatnya mereka terus menubruk ke tengah gelanggang.
Dala m segebrak tadi Kun-gi me mukul mundur seorang lawan dan
me lukai tangan seorang lagi, seketika bangkit se mangatnya,
meskipun pa kaian mereka keba l senjata dan dibuat khusus toh
hanya begini saja kekuatannya.
Kejadian hanya berlangsung sekejap saja, dan si baju hitam yang
dipukul mundur Kun-gi sudah menubruk maju lagi, kedua tangan
terpentang sam-bil menerka m. Malah si baju hita m yang terpapas
jari2nya itu tampak menjadi liar dan buas, matanya mendelik, tanpa
hiraukan darah yang bercucuran di tangan kanannya, dia menjerit
seram dengan menyeringa i sadis, kelima jari tangan kanan bagai
ganco meraih ke dada Ling Kun-gi.
Kedua orang ini ha mpir menyerang bersama, sengit dan
me mbabi buta, Kun-gi tida k berani lengah, lekas jari kanan
menuding, "sret" meluncur sejalur panah air mengincar biji mata
orang di sebelah kiri.
Ih-Thiankia m dia pindah ke tangan kiri, kaki bergerak mengikuti
gerakan pedang, segera dia lancarkan jurus Heng-sau-liok-ha m,
sinar pedangnya bagai rentengan rantai perak menyabet ke arah
orang di sebelah kanan.
Nao Sa m-jun bersiul pendek dua kali, e mpat orang baju hitam
lain segera menubruk maju dari e mpat penjuru. Biasanya mereka
tidak gentar meng-hadapi senjata musuh, tapi Ih-thiankia m di
tangan Ling Kun-gi merupakan anugerah Thay-siang, bukan saja
sakti, berada di tangan Ling Kun-gi getaran pedangnya saja segera
menimbulkan kesiur -angin yang cukup menggetar nyali setiap
lawannya, sinar kemilau tajam menyilaukan mata, perba-wanya
sungguh amat hebat. Keempat orang baju hitam yang menubruk
maju terpaksa menahan gerak-annya.
Celakalah si baju hita m yang kutung tangannya tadi, meski dia
sudah kapok dan me lompat sejauh mungkin ke samping, tapi panah
air yang meluncur dari jari tengah Kun-gi itu adalah arak yang tadi
diminumnya, menghadapi musuh2 tangguh ini, jika dengan
kekuatan Lwekangnya dia desak arak, itu keluar untuk menyerang
musuh lewat jarinya. Bagi Kun-gi senjata rahasia ini hanya
merupakan bantuan tidak berarti dikala menghadapi sergapan kalap
para musuhnya, tapi sebaliknya untuk lawannya sasaran yang
diincarnya itu justeru merupakan titik le mahnya.
Maklumlah seluruh tubuh orang itu terbungkus da la m pakaian
khusus yang tak me mpan senjata tajam, hanya kedua biji matanya
saja yang tidak terlindung dan merupakan titik sasaran terlemah.
Betapa kuat dan keras daya tubrukannya ini, tak di duganya Kun-gi
menyongsongnya dengan semburan arak yang dilandasi Lwe kang
lagi, betapa hebat pula daya luncurnya, jadi keduanya saling
songsong dengan kecepatan seperti kilat menyamber, dikala dia
sadar Ling Kun-gi me mapaknya dengan se mburan arak, untuk
mengere m dan mundur sudah tak mungkin lagi, malah untuk
me meja mkan mata juga tidak sempat pula, tahu2 rasa sakit pedas
merangsang ke dua matanya, sambil me njerit kedua tangan terus
menutup kedua mata, sudah tentu dia tidak se mpat pikir untuk
me lompat mundur lagi.
Sementara sabetan pedang Ling Kun-gi telah bikin kelima orang
baju hitam menghindar mundur, dilihatnya orang yang tersembur
panah araknya sedang mencak2 kelabakan, tapi agaknya lukanya
tidak fatal, sekali berkelebat dia menyerbu ke depan orang, telapak
tangan pelan2 dia dorong kedepan.
Pukulan ini dina makan Mo-ni-in, ilmu pukul-an dari aliran Hud
yang sakti, betapa dahsyat kekuatannya terbukti dengan suara
erangan si baju hitam yang mengenakan pakaian kebal senjata
badannya terpental jungkir balik beberapa tomba k jaubnya dan
ma mpus seketika.
Lima orang baju hitam lain yang tersapu mundur oleh pedang
Ling Kun-gi juga tidak mundur jauh, mereka sudah terlatih baik
menghadapi situasi yang terburuk seka lipun, mereka seolah2 sudah
kehilangan kesadaran akan awak sendiri, tapi rasa setia kawan
ternyata masih berkobar dala m sanubari mereka, me lihat kawannya
terpukul ma mpus, sorot mata mereka menjadi buas dan liar,
semuanya menggerung gusar, tangan sama terpentang terus menu-
bruk maju bersa maan. Terutama si orang yang terkutung jari
tangannya, meski tingga l tangan kiri yang masih be kerja, tapi dia
bersuit melengking tinggi, bagai seriga la ke laparan dia menerjang
lebih dulu dengan ca karnya yang berbahaya.
Menyaksikan pukulan Kun-gi merobohkan seorang musuh,
seketika terbangkit se mangat te mpur Kongsun Siang, melihat
musuh main keroyok, segera dia angkat pedang seraya berseru:
"Song-heng, Thio-heng, mari kita maju!"
Song Tek seng dan Thio La m-jiang meski tahu pakaian lawan
kebal senjata, tapi serentak mereka pun angkat senjata hendak
terjun ke arena.
Tapi Kun-gi keburu berseru: "Kalian tak usah maju." Lenyap
suaranya, tangan kanannya mengebut sekali, tahu2 cahaya kemilau
hijau berke lebat, entah kapan ternyata tangan kirinya sudah
me megang sebilah pedang panda k (pedang pe mberian Tong-
lohujin).
Tampak kedua pedang pusaka panjang pendek ditangannya itu
berkelebat kian ke mari mengha mburkan lingkaran sinar terang yang
menge lilingi tubuhnya.
Kelima orang itu tetap mengge mpur dengan teratur, walau amat
ketat dan kuat gaya gabungan ini, tapi mereka tahu senjata di
tangan Ling Kun-gi ini adalah pusaka yang tajam luar biasa, pakaian
kebal senjata mereka tidak akan tahan menghadapinya, mau tidak
mau mereka menjadi jeri sehingga tak berani mendesak terlalu
dekat, sembari menggerung dan meraung mereka berkelebat kian
ke mari menge lilingi Ling Kun-gi.
Melihat lima anak buahnya masih tak ma mpu merobohkan Ling
Kun-gi, ke mba li Nao Sa m-jun yang berdiri tiga tombak di luar arena
bersuit pula dua kali, orang2 berbaju hitam baru akan bertindak bila
mendengar aba2 siulan ini, maka ena m orang baju hitam yang
tersisa serentak bergerak ke arah Kongsun Siang bere mpat.
Kongsun Siang cukup cerdik, segera dia berseru
me mperingatkan: "Kalian awas!" Segera dia mendahului
menggerakkan pedang, sementara tangan kiri mencengkera m Kho
Ting-seng yang mengge letak di tanah, hardiknya beringas dengan
menganca m: "Siapa di antara kalian berani maju!"
Sementara Thio La m-jiang, Song Te k- seng dan Ji Siu-seng
me lompat maju ke kanan kiri orang, semua siap te mpur.
Karena tertutuk Hiat-tonya Ji Siu-seng palsu menggeletak tak
dapat bergerak, hanya kedua biji matanya saja masih ber-kedip2
dan tak bisa bersuara. Sementara Kho Ting-seng hanya tertutuk
Hiat-to kedua pundaknya, begitu badannya dijinjing Kongsun Siang
dan dijadikan ta meng, seketika pucat mukanya, teriaknya mendelik:
"Kongsun houhoat, lepaskan, mereka sudah kehilangan kesadaran!"
Keenam orang itu merubung maju se makin dekat, mereka
meyakinkan ilmu sesat yang beracun sehingga watak mereka
menjadi ganas dan liar, hahikatnya mereka tiada punya kesadaran
seperti manusia biasa. Kini melihat kawan sendiri yang menyaru Kho
Ting-seng berada di cengkera man musuh, sesaat mereka merande k
bimbang untuk turun tangan.
Maka didengarnya Nao Sam-jun me mbentak dingin: "Le kas turun
tangan, bunuh semua dan habis perkara."
Keruan kejut dan takut luar biasa Kho Ting-seng, teriaknya:
"Nao-tongcu. kalian kan datang untuk menolong ka mi, me mangnya
mati hidup ka mi t idak kau pikirkan lagi. . . ?”
Mendengar desakan Nao Sa m-jun tadi, enam orang baju hitam
serentak bersiul bersama, serempak mereka menubruk kee mpat
musuhnya. Sembari mengangkat tubuh Kho Ting-seng Kongsun
Siang menubruk maju dengan langkah gaya serigala, sementara
pedang panjang ditangan kanan bergetar, sinar kemilau berkelebat
terus menusuk kedua biji mata si baju hitam yang menyerbu tiba.
Serangan pedang ini dina ma kan Kim-cianjut-hong (jarum e mas
menusuk ular sanca), ujung pedangnya menaburkan bintik2 sinar
ke milau, ternyata lawannya segera mendongak ke belakang
berbareng sikut kanannya menyampuk pedang lawan.
Serangan Kongsun Siang ini hanya gertakan, begitu sinar
pedangnya bertaburan tahu2 badannya meliuk ke sebelah kanan
dan me mutar ke be lakang si baju hita m.
Berada di belakang lawan sebetulnya dia bisa menyerang, tapi
mengingat pakaian lawan kebal senjata, ditusuk atau dibabat hanya
menghabiakan tenaga sia2, tujuan me mutar ke belakang ini hanya
untuk menghindar sementara dari sergapan lawan. Maklumlah ena m
musuh sekaligus menubruk tiba, sementara pihak sendiri hanya
empat orang, betapapun dia harus melawan dengan mengguna kan
akal dan perhitungan yang tepat.
Baru saja dia berada dibelakang lawan, mendadak terasa sesosok
bayangan hitam lainnya telah menerka m dirinya dari arah kiri.
Belum lagi me lihat jelas bayangan orang, cakar hitam bagai baja
tahu2 sudah mencengkera m pundak Kho Ting-seng, sementara
tangannya yang lain me mbelah ke muka Kongsun Siang. Sementara
si baju hita m lawannya tadi juga telah putar balik, dalam keadaan
kepepet dan terdesak ini Kongsun Siang terpaksa lepas tangan,
segesit belut dia menyelinap keluar dari gencetan kedua lawannya.
Ketika merasa pundaknya kesakitan, Kho Ting-seng menjerit
ketakutan: "Nao-tongcu, ampun . . . ." belum habis dia berteriak,
orangnya sudah jatuh semaput.
Dala m pada itu Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng
juga sedang menghadapi bahaya. Melihat perintah Nao Sam-jun
yang tak segan2 membunuh kawan sendiri, semula Song Tek-seng
hendak meniru Kongsun Siang dengan mencengkera m Ji Siu-seng
palsu sebagai ta meng, tapi mengingat orang akan menjadi beban
belaka, terpaksa dia batalkan niatnya, malah sekali tendang dia
bikin orang mencelat jauh ke pinggir sana, dengan mengembangkan
Loanpah-hong-kia m-hoat dari Go-bi-pay segera dia bendung
serbuan musuh.
Ilmu pedang Go-bi-pay me mang terkenal acak2an, kelihatan
ngawur dan tidak teratur, tusuk ke timur potong ke barat, kian
ke mari tidak menentu, sudah tentu gerak langkahnya harus
menyesuaikan gaya pedangnya, gemulai pergi datang dan berkisar
kian ke mari.
Betapapun aneh dan lihay ilmu pedang seseorang juga tidak
berguna menghadapi orang yang mengenakan pakaian keba l
senjata, tapi ilmu pedang yang dike mbangkan Song Tek-seng ini
menguta makan kelincahan, gerak langkahnya berkisar ke sana-sini,
ternyata besar sekali manfaatnya bagi diri sendiri, paling tidak
sementara dapat menghindar dari sergapan orang2 berbaju hitam.
Thio La m jiang dari Hing-sinpay, Hing-sankia m-hoat
menguta makan gerak me la mbung ke udara lalu menyerang sambil
menukik seperti burung elang menya mbar anak ayam, tapi manusia
bukan sebangsa burung yang punya sayap dan bisa tetap terapung
di udara, dia mengandalkan kekuatan Lwekang dan Ginkangnya
saja, setiap kali senjatanya membentur lawan, meski hanya
sentuhan yang pelahan saja sudah cukup untuk membuatnya
mence lat tinggi pula ke alas. Me mangnya orang2 berbaju hita m itu
kebal senjata, tatkala menubruk turun cukup pedangnya
sembarangan menusuk badan lawan dan ke mbali ia dapat pinja m
tenaga pantulan itu untuk me la m-bung keatas pula.
Tapi kalau seseorang harus selalu tahan untuk mengentengkan
badan agar bisa me la mbung ke atas, hal ini sudah tentu terlalu
banyak makan tenaga. Tapi berseliweran di antara orang berbaju
hitam yang aneh dan kebal senjbata, cara tempurnya ini justeru
paling berhasil dan menguntungkan.
Di antara keempat hanya Ji Siu-seng saja yang paling rugi. Dia
murid Bu-tong-pay, Lianggi-kia m-hoat Bu-tong-pay punya gaya
tersendiri, setiap gerakan pedangnya selalu melingkar2, ilmu
pedang yang menguta makan kele mbutan mengatasi kekerasan,
gerak tubuh dan langkah kaki mengikuti gaya pedang menurut
perhitungan Pat-kwa.
Kini menghadapi musuh yang main sergap dan tubruk,
bersenjata cakar jari beracun dan berilmu silat tinggi lagi, maka ilmu
pedangnya yang lihay menjadi mati kutu, lebih ce laka lagi gera k
langkahnya yang harus dikembangkan menurut i gerak pedangnya
juga susah bekerja. Hanya beberapa gebrak saja dia sudah
kehilangan kontrol dan terdesak di bawah angin.
Sudah tentu tiga kawannya juga kehilangan inisiatif untuk balas
menyerang, semua berada dalam bahaya, cuma keadaan dan situasi
yang dihadapi Ji Siu-seng lebih berat. Tatkala Kho Ting-seng
menjerit, minta a mpun kepada Nao Sa m-jun itulah Ji Siu-seng juga
menjerit kaget, pergelangan tangan kanan yang pegang pedang
tahu2 sudah terpegang oleh seorang berbaju hita m.
Pedang panjang dan pendek di tangan Ling Kun-gi menari2, dia
asyik mene mpur lima lawannya. Walau mengguna kan sepasang
pedang pusaka, tapi ke lima musuhnya juga teramat tangguh,
apalagi mereka sudan tahu senjata Ling Kun-gi tajam luar biasa,
kekebalan baju mereka sudah tak berguna lagi, ma ka tiada
seorangpun yang berani menghadapinya secara langsung. Kelima
orang ini menduduki posisi tertentu, satu maju, yang lain segera
mundur secara bergantian, satu sama lain saling bantu dan mengisi.
sehingga pertempuran berlang-sung cukup la ma, tapi tetap dala m
keadaan bertahan sama kuat.
Lama2 Kun-gi hilang sabar, demi mendengar jeritan Ji Siu-seng,
dia berpaling dan dilihatnya pergelangan orang telah di tangkap
musuh dan sedang meronta, keruan ia me njadi gelisah.
Sudah tentu dia tak tahan lagi, dengan gusar sambil menghardik
tiba2 kedua pedangnya berpencar, sinar kemilau dengan hawa
pedang yang dingin taja m bertaburan bagai badai menerjang ke
empat penjuru. Lebih dahsyat lagi di antara bergulungnya sinar dan
hawa pedang itu diselingi suara gemuruh, itulah salah satu jurus
Hwi-liong-kia m-hoat warisan keluarganya, jurus kedua yang
dina makan Liong-cancay-ya (naga bertempur di tegalan), kekuatan
dan perbawanya bukan olah2 hebatnya.
Tak se mpat lagi berkelit dan mengundurkan diri, kelima musuh
yang mengepung dirinya sama jungkir ba lik, seorang terbabat putus
kedua kakinya dua tertabas buntung sebuah lengannya, sedang dua
lagi yang berdiri agak jauh sa ma ter-guling2 keterjang sambaran
angin.
Setelah melancarkan jurus pedang yang tiada taranya ini, Kun-gi
tidak sempat lagi menyaksikan hasil kerjanya, segera ia melejit
terbang ke sana, kembali ia menge mbangkan jurus Sinliong-jut-hun,
pedang mendahului orangnya laksana bianglala me nerjang orang
berbaju hita m yang me megang Ji Siu-seng itu.
Orang yang pegang pergelangan tangan Ji Siu-seng itu rada
kewalahan karena Ji Siu-seng meronta sekuatnya dengan kalap, dua
jarinya dengan tipu Siang-liong-jiang-cu (dua naga berebut mutiara)
mendadak mencolok kedua mata lawan, berbareng kedua ka kinya
bergantian menendang secara berantai, Betapapun dia adalah murid
Bu-tong-pay, kalau tidak tentu Pek-hoa-pang tidak akan
menyaringnya dan mengangkatnya menjadi Hou-hoat su-cia. Bahwa
ilmu pedangnya tadi sukar dike mbangkan, tapi kedua serangan
menyolok dan tendangan dilancarkan dalam keadaan kalap,
ternyata perbawanya cukup hebat juga.
Kedua jari yang menyolok mata orang sangat lihay, terpaksa
lawan berusaha punahkan serangan ini, pada hal tangan kirinya
dibuat pegang tangan Ji Siu-seng, dia gunakan sikut tangan kanan
untuk menya mpuk jari Ji Siu-seng yang menyolok mata. Maka
terdengarlah suara "blang-blang" dua kali, tendangan Ji Siu-seng
dengan telak mengena i perut orang, Sayang orang itu me maka i
baju yang kebal senjata, walau tendangannya mengenai sasaran
dengan telak tapi tidak ma mpu me lukainya.
Sebetulnya Ji Siu-seng juga tahu bahwa mata orang tidak akan
berhasil dicoloknya, maka tendangan kedua kakinya mengguna kan
seluruh kekuatannya, meski seluruh badan kebal senjata, tak urung
orang itu tergentak mundur juga sambil meringis kesakitan.
Pada saat itulah, sinar pedang Ling Kun-gi bagai biangla la
menya mbar kearahnya. Terasa oleh orang itu sinar kemilau menukik
turun dari udara, hakikatnya dia tak sempat melihat jelas, begitu
sinar pedang tiba seketika dia menjerit ngeri, kelima jarinya
terlepas, orangnyapun terjengkang jatuh ke belakang.
Rasa kaget Ji Siu-seng juga belum lenyap, badannya
sempoyongan dan a khirnya jatuh terduduk.
Dua jurus ilmu pedang yang dilancarkan Ling Kun-gi. boleh
dikatakan dilancarkan seka ligus dan telah me mbikin orang2 berbaju
hitam itu mati satu tiga terluka, sungguh bukan kepalang hebat
perbawanya sehingga orang2 lainnya sama berdiri me longo dan
jeri..
Menyusul segera terdengar suara siulan melengking mengge ma
di udara, orang2 berbaju hitam ber-sama2 berlompatan mundur
menyelinap masuk ke dala m hutan dan menghilang dengan cepat.
"Nao Sa m-jun!" bentak Kun-gi mendadak sa mbil me mbalik
badan.
Ternyata Kim-kau-cian Nao Sa m jun dari Hwi-liong-tong sudah
tidak kelihatan lagi mata hidungnya, orang2 berbaju hitampun
sudah tidak kelihatan pula bayangannya.
Menyeka keringat di jidatnya Kongsun Siang menuding ke sana
sambil me mbentak beringas: "Kejar!" ,
Baru saja dia angkat langkah, Kun-gi telah berteriak: "Berhenti
Kongsun-heng, jangan mengejar!"
Terpaksa Kongsun Siang urung me ngejar, katanya dengan
gregetan: "Menguntungkan orang she Nao itu."
Lekas Kun-gi me meriksa keadaan Ji Siu-seng yang matanya
terpejam, untung kecuali pergelangan tangan yang dipegang si baju
hitam itu tiada luka2 la in, pergelangan tangannya meninggalkan
lima jalur bekas jari berwarna hita m, walau tangannya keracunan,
rasanya juga tidak terlalu payah, ma ka dia tutuk dua Hiat-to di
badan orang supaya racun tidak menjalar.
Sementara itu Song Tek-seng, Thio La m-jiang telah merubung
datang, melihat keadaan Ji Siu-seng mereka sangka Ji Siu-seng
terluka parah, tanyanya berbareng: "Cong-coh, bagaimana luka Ji-
heng!"
Luka2 hita m ini jelas karena keracunan dari tangan si baju hitam,
untuk menye mbuhkan harus me nggunakan Le liong-pi-tok-cu
warisan keluarganya itu, tapi mutiara ini pantang diperlihatkan
kepada orang lain, maka dia pura2 berpikir sebentar, lalu katanya:
"Lukanya me mang tidak ringan, terpaksa harus kubantu dengan
saluran hawa murni baru jiwanya bisa tertolong, untuk itu sedikitnya
me merlukan waktu satu jam, pada saat menyembuhkan luka2nya
jangan sampai ada gangguan dari luar." Sa mpai di sini dia lolos Ih-
thiankia m dan diserahkan kepada Kongsun Siang, katanya:
"Kongsun-heng boleh pakai pedang ini, berdirilah tiga tombak ke
sana, jagalah arah utara." Lalu dia serahkan pedang pandak kepada
Thio La m-jiang, katanya pula: "Thio-heng paka i pedang ini, berdiri
tiga tomba k sebelah sana, jagalah arah barat laut."
Kedua orang terima pedang dan beranja k ke te mpat yang
dltunjuk. Ling Kun-gi menambahkan: "Song-heng ada me mbawa
kotak Som-lo-ling, jagalah di pinggir danau."
Song Tek-seng melenga k, katanya membant ing ka ki. "Wah kalau
tidak Cong-coh katakan, hamba benar2 lupa ka lau lagi me mbawa
kotak Som-lo-ling, Ai, sungguh sayang, mestinya tadi bisa
kugunakan untuk menghadapi mereka."
Kun-gi tertawa, katanya: "Tiada gunanya, betapapun kuat dan
jahatnya Som-lo-ling tetap takkan bisa melukai orang2 yang keba l
senjata itu, kecuali kau mengincar mata mereka, apalagi mereka
belum tentu me mberi kesempatan padamu, celaka ma lah ka lau
sampai terebut oleh mereka."
"Cong-coh me mang benar," ucap Song Tek-seng. Dia rogoh
keluar Som-lo-ling terus beranjak ke pinggir sungai.
Setelah ketiga orang ini disingkirkan, lekas Kun-gi keluarkan
mut iara penawar racun itu digilindingkan pergi datang di tangan
kanan Ji Siu-seng. Hanya semasakan teh ke mudian lima jalur hita m
ditangan kanan Ji Siu-seng telah lenyap. Kun-gi simpan mutiaranya,
lalu kedua tangan me mijat dan mengurut beberapa kali di leher Ji
Siu-seng untuk me lancarkan ja lan darahnya.
Tiba2 Ji Siu-seng me mbuka mata, dilihatnya Ling Kun-gi duduk
bersimpuh di sa mpingnya, segera dia berlutut di depan orang,
katanya sambil menyembah beberapa kali: "Dua kali Cong-coh
menolong jiwa ha mba, cara bagaimana ha mba harus me mbalas."
Lekas Kun-gi me mapahnya bangun, katanya: "Ji-heng, berbuat
apa kau?"
"Ayah-bunda melahirkan, aku, tapi Cong-coh dua ka li telah
menolong jiwaku . . . "
''Jangan berkata demikian Ji-heng, sebagai Cong-hou-hoat adalah
tugasku untuk me mberantas anasir2 jahat ini, demikian pula
menolong kau adalah kewajibanku. . . . "
Ji Siu-seng ingin bicara, lekas Kun-gi berkata pula: "Jangan
bicara lagi Ji-heng, marilah kita periksa keadaan, mereka
mengundurkan diri tanpa me mbawa Kho Ting-seng dan orang yang
menyaru dirimu, entah dia sudah mat i atau masih hidup?"
Dari samping tiba Song Tek-seng bersuara tertahan: "Lapor
Cong-coh, muncul lima sampan cepat di sana, kelihatan lajunya
arah kita."
Waktu Kun-gi me mandang kesana, me mang dilihat lima sa mpan
laju pesat menerjang ombak menuju ke arah mereka. Cuma
jaraknya masih terla mpau jauh, jadi sukar me mbedakan yang
datang kawan atau lawan?
Sejenak Kun-gi berpikir, katanya ke mudian: "Song-heng, coba
nyalakan ke mbang api sebagai tanda, kalau sampan, itu milik Pang
kita, mereka pasti akan menyalakan ke mbang api pula."
Song Tek-seng mengiakan, segera dia keluarkan sebatang
ke mbang api dan dipasang, "Sreng", sejalur ke mbang api meluncur
ke udara dan akhirnya ""Tar-tar-tar" me letus tiga ka li di angkasa,
tampak bola api berwarna hijau menyala menerangi langit sa mpa i
la ma sekali baru padam.
Baru saja ke mbang api yang diluncurkan di sini ha mpir pada m,
dari salah satu sampan yang mendatangi itu juga meluncur sejalur
api yang sa ma meletus di angkasa.
Song Tek-seng bertepuk girang, serunya: "Kiranya orang sendiri,
aneh sekali, Liang-heng dan kawan2nya hanya me miliki t iga
sampan, dari ma na di peroleh, dua sa mpan lagi?"
"Waktu kita melawan Cap-ji-sing-siok tadi, sinar pedang
berkelebatan, tentunya orang2 di kapal juga melihatnya, kelima
sampan cepat ini mungkin sengaja menyusul. ke mari henda k
me mberi bantuan," de mikian ucap Kun-gi.
"Kalau Cong-coh tidak unjuk kesakt ian, bila kita harus menunggu
datangnya bala bantuan, mungkin sejak tadi kita semua sudah mat i
konyol," de mikian kela kar Kongsun Siang.
Kun-gi terima ke mba li kedua pedangnya, katanya: "Ilmu silat
Cap-ji-sing-siok me mang tidak le mah, tapi mereka mengutama kan
kekebalan baju terhadap segala maca m senjata, beruntung aku
me miliki kedua maca m senjata pusaka ini yang kebetulan dapat
me mecahkan ke kebalan mereka."
Mereka lantas me meriksa kedaan sete mpat, ternyata orang yang
menyaru jadi Kho Ting-seng yang tadi direbut oleh orang2 berbaju
hitam telah menggeletak di atas rumput dan tak bernyawa lagi,
kepalanya pecah terpukul, keadaannya amat mengerikan.
Jelas orang2 baju hitam juga berlaku keja m terhadap orang
sendiri. Malah Ji Siu seng palsu yang menggeletak tertutuk Hiat-
tonya di semak rum-put sana ternyata masih hidup, tadi Song Te k-
seng me le mparnya, agak jauh dari arena pertempuran, sehingga
tidak menjadi perhatian orang berbaju hita m. Disa mping itu masih
ada pula tiga sosok mayat.
Seorang mati terpukul oleh Mo-ni-in Ling Kun-gi.
Seorang lagi adalah orang yang melawan Ji Siu-seng, kena
terbabat putus pinggangnya menjadi dua oleh pedang Ling Kun-gi.
Orang ketiga adalah yang buntung kedua kakinya karena terbabat
oleh jurus Liong-cancay-ya yang dilancarkan Ling Kun-gi, menginsafi
kedua kakinya buntung dan tak mungkin melarikan diri, dari pada
tertawan musuh, dia pukul remuk kepalanya sendiri, mati bunuh diri
atau mungkin juga dipukul mati temannya sebelum mengundurkan
diri.
Pendek kata dalam pertempuran singkat ini Cap ji-sing-siok telah
kecundang, pantas kalau Nao Sam-jun cepat2 melarikan diri dengan
anak buahnya.
Sementara itu kelima sampan tadi sudah menepi. Orang pertama
yang lompat ke daratan adalah Hupangcu So-yok, disusul Hwehoa,
Lianhoa, Giok-li dan Bikui. Di belakangnya lagi baru Coh-houhoat
Leng Tio-cong, Houhoat Liang Ih- jun dan kedua pe mbantunya Ban
Yu-wi dan Sun Ping-hian.
Lekas Kun-gi pimpin Kongsun Siang, Song Te k-seng, Thio La m-
jiang dan Ji Siu-seng me nyambut di tepi sungai, dia menjura dan
katanya: "Kenapa Hupangcu juga ikut ke mari?" .
Lekat tatapan So-yok, katanya, dengan heran: "Apa yang terjadi
di sini?"
Kun-gi tersenyum, jawabnya: "Hwi-liong- tongcu dari Hek-liong-
hwe me mbawa anak buahnya mengada kan sergapan di sini, tapi
kejadian sudah usai."
"Hwi-liong-tongcu?" seru So-yok heran sa mbil celingukan. "Mana
mereka? Tiada yang tertawan?"
"Sudah dipukul mundur, mereka meninggalkan tiga mayat," ucap
Kun-gi.
So-yok banting kaki, katanya gegetun: "Kalau datang lebih dini,
tentu mereka dapat kita jaring seluruhnya."
"Cap ji sing- siok yang datang mala m ini se muanya kebal senjata,
kalau Cong-coh t idak berada di sini, hanya kita beberapa orang ini,
pasti sudah ditumpas habis, me mangnya ma mpu ka mi me mbekuk
mereka?"
"Apa katamu?" teria k So-yok kurang senang.
Merah muka Kongsun Siang, sahutnya menunduk: "Ha mba
berkata sesuai kenyataan."
So-yok mendengus gera m. Kuatir Kongsun Siang banyak mulut
dan me mbuat So-yok gusar, lekas Kun-gi menyela: "Baga imana
Hupangcu bisa menyusul ke mari?"
Sikap kaku So-yok seketika sirna, katanya aleman setelah,
me lerok sekali: "Masih tanya lagi, kau suruh aku menangkap orang,
tapi urusannya kau rahasiakan kepadaku, tengah mala m tadi baru
Sam-moay naik ke atas me mbawa suratmu dan suruh aku bertinda k
menurut petunjuk . . . . . . "
Kongsun Siang berdiri di sebelah samping, jaraknya cukup dekat,
me lihat sikap dan mimik So-yok wa ktu bicara dengan Ling Kun-gi
begitu mesra dan aleman, tanpa terasa kepalanya menunduk
semakin rendah.
Kun-gi tersenyum, katanya: "Memang Cayhe suruh Congkoan
me mberikan surat itu kepada Hu pangcu setelah lewat kentongan
kedua, harap Hu-pangcu maaf."
"Me mangnya siapa yang salahkan kau?" omel So-yok, tiba2 dia
cekikikan. "Kau diberi kekuasaan oleh Thay-siang untul
me mbongkar urusan ini, jangankan aku, Toacipun harus tunduk
pada perintah mu, me mangnya aku berani me mbangkang."
"Thay-siang me mberi kuasa, Pangcupun harus tunduk padamu",
hal ini sa ma sekali tidak diketahui oleh orang2 yang ada ditingkat
kedua, yaitu para Houhoat dan Hou-hoat-su-cia.
Dia m2 mencelos hati Coh-houhoat Leng Tio-cong, telapak
tangannya berkeringat dingin, pikirnya: "Bocah ini selangkah lagi
manjat ke atas, untung aku tidak berbuat salah terhadapnya."
"Berat ucapan Hupangcu, tentunya 'Nyo Keh-cong' bertiga telah
diringkus bukan?" (Nyo Keh-cong, Sim Kiansin dan Ho Siang-seng
asli sudah gugur dan digantikan mata2 Hek-liong-hwe, hal ini telah
dibeberkan dala m tanya jawab Ling Kun-gi dan Cin Te k-hong tadi ).
So-yok tertawa, katanya.: "Sudah tentu teringkus semua, malah
mereka sudah mengaku terus terang," lalu dia menyambung: "tadi
Kiu-moay melaporkan, katanya dari sini kelihatan cahaya pedang
me la mbung tinggi, kemungkinan Ling-heng ketemu musuh tangguh,
maka buru2 a ku menyusul ke mari."
Baru sekarang Coh-houhoat Leng Tio-cong se mpat tampil ke
depan dan berkata sambil menjura: "Cong-coh me mang ahli
mera mal dan tepat perhitungan, tajam pandangan dan tegas
tindakan, sekali jaring seluruh mata2 musuh yang terpendam telah
digaruk seluruhnya, sungguh aku merasa amat malu dan menyesal,
selanjutnya aku tunduk lahir-batin kepada Cong-coh."
"Leng-heng terlalu merendah," ucap Kun-gi tertawa, "akupun
secara kebetulan saja me mergoki muslihat mere ka."
"Eh mana Cin Tek-hong?" tanya So-yok, "apakah dia me larikan
diri? Menurut pengakuan Nyo Keh-cong, dialah pemimpin mata2
musuh."
"Cin Tek-hong sudah mati," Kun-gi menerangkan, "mati diserang
oleh orang mereka sendiri, soal tidak penting, yang paling penting
adalah para Cap-ji-sing-siok yang kita hadapi mala m ini, pakaian
yang mereka kenakan semuanya kebal senjata, untuk penyerbuan
kita ke Hek-liong-hwe kali ini, hal ini merupa kan masalah yang harus
segera dipecahkan untuk mengatasinya, kalau tidak piha k kita pasti
akan rugi besar."
"Bukankah ada tiga musuh yang mati, di mana mereka. Hayo kita
periksa bersa ma", kata So-yok.
"Nah, itulah di sana," Kun-gi menuding. Lalu dia iringi So-yok
mengha mpiri mayat2 itu.
So-yok me lolos pedang dan me mbacok tubuh salah satu mayat
itu, bacokannya mengguna kan ena m bagian tenaganya, tapi
pedangnya terpental balik tak dapat tembus badan orang. Keruan
So-yok melenggong, katanya heran: "Kulit apakah ini?"
"Cayhe tidak tahu, kita angkut saja mayat2 ini pulang dan
diperiksa lebih lanjut."
"Cara ini paling ba ik, eh, mereka dina makan Cap-ji-s ing-siok, jadi
seluruhnya ada 12 orang."
Kun-gi lalu tuturkan kejadian tadi. Sebelumnya dia suruh orang
banyak menggali liang besar, pakaian kulit hita m yang dipaka i
ketiga orang mati itu ia suruh be lejeti, mayat mereka dikubur
bersama Cin Tek-hong, Kho Ting-seng, Jiu Siu-seng sendiri
menjinjing tawanan musuh yang menyaru dirinya naik ke sa mpan
lebih dulu, kejap lain semua orang sudah berada di sampan dan lalu
balik ke kapal besar.
Laksana panglima yang ke mbali dari medan perang dengan
ke menangan gilang ge milang. Sementara itu di atas kapal, Pek-boa-
pangcu Bok-tan, Congkoan Giok-lan sudah duduk menunggu sekian
la manya di tingkat kedua. Yu-houhoat Coa Liang pimpin seluruh
Houhoat dan Hou-hoat-su-cia terpencar disekeliling kapa l
menya mbut kedatangan mereka.
Kun-gi bertanya, So-yok langsung masuk ke ruang besar, dua
orang Hou-hoat-su-cia menya mbut dia mbang pintu.
Dua pasang lilin raksasa menyala terang benderang di ruang
besar. tampak Pek-hoa-pangcu du-duk di kursi ujung atas
menyandang meja panjang, Tho-hoa dan Kiok-hoa berdiri di kanan-
kirinya, di sebelah belakang adalah para Tay-cia, pakaian mereka
ringas bersenjata siap te mpur.
Melihat Kun-gi, Pek-boa-pangcu Bok-tan berdiri, katanya sambil
tertawa lebar: "Apakah Ling-heng kepergok musuh?" Sorot matanya
menyala terang penuh perhatian. tapi juga penuh rasa kasih sayang
yang amat mendala m.
Kun-gi menjura, katanya: "Terima kasih atas perhatian Pangcu,
di Gu-cu-ki setelah Cayhe ber-hasil menangkap Cin Tek-hong, pada
saat kami mengorek keterangannya, Nao Sam-jun Hwi-liong-tongcu
dari Hek-liong-hwe tiba2 muncul dengan Cap-ji-s ing-siok yang kebal
senjata . . . . . . "
Terbeliak mata Pek-hoa-pangcu Bok-tan, katanya kaget: "Banyak
jumlah ba la bantuan musuh? Akhirnya bagaimana?"
"Syukurlah, berkat wibawa Pangcu yang sakti, musuh
meninggalkan tiga sosok mayat dan me larikan diri.'
Cerah senyuman Pek-hoa-pangcu Bok-tan katanya: "Itu berkat
kesaktian Ling-heng sebagai Cong-su-cia yang perkasa."
"Toaci," sela So-yok, "Cap-ji-sing-siok dari Hek-liong-hwe
semuanya berpakaian kulit yang kebal senjata, kita sudah be lejeti
pakaian ketiga korban itu."
Sementara itu Leng Tio-cong, Kongsun Siang dan la in2 juga ikut
masuk ke ruangan besar, baru sekarang mereka sempat maju
me mberi hormat kepada sang Pangcu. Sedangkan Song Te k-seng
dan Thio La m-jiang ta mpil ke depan menghaturkan ke tiga paka ian
kulit itu. Sementara Ji Siu-seng juga maju me mberi hormat sambil
tetap menge mpit tawanannya. '
Sebentar Pek-hoa-pangcu pandang Ji Siu-seng pa lsu, lalu
bertanya: "Mana Cin Tek-hong dan Kho Ting-seng?"
"Kedua orang ini sudah terbunuh musuh, ka mi sudah
menguburnya," tutur Kun-gi..
Sambil me lirik Ji Siu-seng pa lsu Pek-hoa-pangcu berkata pula:
"Inikah utusan mereka yang me ma lsukan Ji Siu-seng. Untung Ling-
heng me mbongkar kedok dan muslihat jahat mereka, kalau tidak
sebelum kita tiba di sarang Hek-liong-hwe, seluruh Hou-hoat-su-cia
sudah ditukar dengan orang2 mereka." La lu dia mengulap tangan
dan mena mbahkan: "Gusur dia dan sementara sekap saja di gudang
bawah."'
Ji Siu-seng mengia kan terus gusur Ji Siu-seng pa lsu keluar.
Pek-hoa-pangcu berkata lebih lanjut: "Sila kan duduk Ling-heng,
tadi Kiu-moay telah me mberi laporan padaku, dari arah Gu-cu-ki ada
cahaya pedang yang berkelebatan, dikuatirkan Ling-heng meng-
hadapi bahaya serbuan musuh, ma ka kusuruh Ji-moay menyusul ke
sana me mberi bantuan, kukira pertempuran kalian pasti sangat
sengit dan ber-bahaya, sukalah Ling-heng kisahkan kejadian tadi?"
Kun-gi menarik kursi dan berduduk.
So- yok ikut duduk di sebelahnya, sekilas dia melirik Song Tek-
song dan Kongsun Siang, katanya: "Seorang diri tadi Ling-heng
menghadapi Cap-ji-sing-siok, musuh yang tangguh dan kebal
senjata, tentu badan amat lelah, kukira kalian boleh bergantian
mengisahkan kejadian itu."
Kongsun Siang mengangguk, katanya: "Baiklah, biar hamba yang
me mberi laporan kepada Pangcu."
Pek-hoa-pangcu manggut2 setuju.
Kongsun Siang lalu bercerita cara bagaimana mereka berhasil
menjebak Cin Tek-hong , serta mengorek keterangannya, sampai
tahu2 Nao Sa m-jun muncul bersa ma Cap ji-sing-s iok, lalu mere ka
bentrok dengan sengit, seorang diri Ling Kun-gi berhasil me mbunuh
dan melukai Cap-ji-sing-siok, seluruh peristiwa diceritakannya
dengan lengkap dan teliti. Kongsun Siang berwajah cakap dan
pandai bicara, maka peristiwa menegangkan yang mereka ala mi itu
dapatlah dia kisahkan dengan baik dan menarik sehingga hadirin
yang mendengarkan seolah2 ikut menyaksikan sendiri dite mpat itu.
Waktu dia bercerita cara bagaimana pedang pusaka se kaligus
me mbabat kutung tangan orang serta me mukul mati lawan, hadirin
sama bertepuk tangan me muji.
Dengan seksama Pek-hoa-pangcu periksa baju kulit ra mpasan
yang berada di atas meja, tanyanya sambil angkat kepala: "Tahukah
kalian terbuat dari kulit apakah paka ian ini?"
Tahu bahwa pakaian kulit ini tak me mpan senjata tajam, meski
senjata rahasia dan pukulan saktipun takkan dapat me luka i
pemaka inya, maka para hadirin jadi lebih ketarik, bera mai2 mere ka
merubung maju, tapi tiada seorangpun yang ma mpu me mberi
keterangan.
Akhirnya Sa m-gansia Coa Liang buka suara: "Ha mba pernah
dengar orang mengatakan di laut utara ada tumbuh sejenis
binatang anjing laut, kulit bersisik le mbut dan halus sekali, dapat
dibuat pakaian yang kebal senjata dan tahan pukulan, sarang He k-
liong-hwe mungkin terletak tak jauh dari Pak-hay, maka tidak heran
kalau mereka bisa me mproduksi pakaian anjing laut ini secara
besar2an."
Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Ya, mungkin saja, akhir2
ini He k-liong-hwe me mang telah merangkul banyak sekali orang2
kosen dari berbagai kalangan, kalau mere ka sama mengena kan
pakaian seperti ini dan kita tidak lekas me mpersiapkan diri, mungkin
bisa mengala mi kegagalan."
"Buat apa Toaci kesal?" ujar So-yok, "Bukankah Cap ji-sing-s iok
telah dibikin pora k poranda dengan tiga mati dan tiga luka oleh
Ling-heng, akhirnya melarikan diri dala m keadaan serba runya m?"
Kata Pek hoa-pangcu: "Itu baru seorang yang me miliki Lwekang
dan kepandaian setinggi ini, diantara kita sebanyak ini, ka lau
berhadapan dengan musuh yang kebal senjata, bukankah kita
sendiri bisa runyam jadinya?" ia melongok keluar jendela melihat
cuaca, katanya pula: "Sudah terang tanah, sebentar lagi Thay-siang
akan bangun, soal ini betapapun harus cepat kulaporkan kepada
beliau." Ia berpaling dan berpesan kepada seorang pelayan: "Bak-
ni, ambillah perangkat pakaian itu dan ikut aku ke atas, dua
perangkat yang lain serahkan kepada Ling-houhoat untuk
menyimpan se mentara." Lalu ia berdiri dan mena mbahkan pula:
"Ling-heng, Ji moay, mari kita menghadap Thay-siang."
Ling Kun-gi, So-yok dan Giok-lan berdiri bersama. "Sila kan Ling-
heng," Pek-hoa-pangcu angkat sebelah tangannya.
"Pangcu silakan dulu," Kun-gi, merendah, "mana berani ha mba
mendahului.?"
Pek-hoa-pangcu tersenyum, katanya: "Mengapa Ling-heng lupa,
Thay-siang sudah me mberi mandat padamu, kau berkuasa penuh
untuk me mbongkar perkara ini, aku dan Ji-moay termasuk
pembantu saja, maka sila kan Ling-heng jalan di depan."
Kata2 ini terucap dari mulut sang Pangcu sendiri, sudah tentu
bobotnya jauh berbeda. Baru sekarang semua orang tahu bahwa,
Ling Kun-gi adalah orang kepercayaan Thay-siang, kedudukannya
seolah2 lebih tinggi dari Pangcu dan hupangcu ma lah.
Me mangnya hal ini sebetulnya tidak perlu dibuat heran, dinilai
taraf ilmu silat dan martabat Kun-gi, dala m kalangan Bu-lim masa
kini sukar dicari orang kedua yang mirip dengan Kun-gi. Ma ka
semua orang sudah menduga dan kini se makin yakin bahwa Ling
Kun-gi akan se makin me nanjak ke atas menjadi calon menantu,
cuma ba kal me mpersunting Bok-tan, sang Pangcu yang cantik
rupawan merajai se mua pere mpuan yang ada di sini, atau menikah
dengan So-yok, Hupangcu yang cerdik panda i dan berkuasa serta
garang dan angkuh ini
Betapapun Kun-gi t idak mau jalan di depan, terpaksa Bok-tan
me mbuka jalan, disusul So-yok terus Giok-lan dan ke 10 Taycia
beriring naik ke tingkat ketiga.
Tiba di depan kabin tengah di mana Thay-siang berada, kecuali
Bwehoa yang dinas mala m ini, Bikui pernah menyaru jadi Cu-cu,
tapi iapun tidak berani sembarangan masuk ke kabin, ma ka para
Taycia lantas menyebar ke sekitarnya. Sementara Pek-hoa-pangcu
dan Ling Kun-gi bere mpat lantas masuk.
"Urusan apa, Kun-gi?" tanya Thay-siang segera.
Lekas Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba akan me mberi laporan
kepada Thay-siang."
"Baiklah, tunggu sebentar," seru Thay-siang.
Kun-gi me mberi hormat, hanya dia saja yang tida k tekuk lutut
menye mbah, sementara Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sa ma tekuk
lutut menye mbah tiga kali dan berseru bersama: "Tecu
menya mpaikan se mbah sujud kepada Suhu."
Walau wajahnya tertutup cadar, tapi suara Thay-siang terdengar
le mbut ramah: "Bangunlah kalian." Lalu dia duduk di kursi
kebesarannya, tanyanya kepada Kun-gi: "Ling Kun-gi, baru sekarang
kau menghadap, me mangnya perkara. Ci Gwat-ngo dan
komplotannya sudah kau bongkar seluruhnya?"
"Lapor Thay-siang," seru Kun-gi, "syukurlah hamba tidak sia2
menuna ikan tugas berat ini."
''Em, baik sekali," tampa k sinar terang kedua mata Thay-siang
dibalik cadarnya, katanya lembut dengan tertawa: "Memang, kau
anak bagus, Losin tahu kau cukup ma mpu menjaring mere ka
semua, ma ka Losin beri kuasa penuh padamu, kiranya kau tidak
mengecewakan Losin. Oya, kalian le kas duduk, bicaralah pelan2."
Betapa halus dan kasih sayang panggilan "anak bagus" itu, bagi
Kun-gi sendiri t idak merasakan apa2 tapi Pek-hoa-pangcu seketika
merah jengah dan bukan kepa lang rasa riang dan syur hatinya,
Sejak Thay-siang menyerahkan lh-thiankia m kepada Kun-gi, sejak
itu pula perasaan Bok-tan sudah mantap seolah2 soal jodohnya
sudah terangkap.
"Terima kasih," sahut Kun-gi, lalu dia duduk di kursi sebelah
bawah. Maka Pek-hoa-pangcu, Hu pangcu dan Congkoan juga ikut
duduk.
Kun-gi mulai bercerita sejak dia diangkat menjadi Cong-su-cia,
ma la m itu seseorang coba me mbunuh dirinya menggunakan Som-
lo-ling, cara bagaimana dia menguntit musuh dan setelah dianalisa
dengan teliti, dia yakin bahwa orang itu pasti Cin Tek-hong adanya.
Waktu ke mbali didapatinya Kho Ting-seng yang berjuluk Gintancu
ternyata hanya begitu saja kepandaiannya, padahal dia tersohor
dengan pelor peraknya itu, setetah dekat dan diawasi kiranya wajah
orang sudah terias, kedua hal inilah mulai menimbulkan rasa
curiganya.
Kemudian di atas kapal, Nyo Keh-Cong dan Sim Kiansin ke mba li
dengan luka2, didapatinya pula wajah kedua orang ini riasan juga,
hari ketiga de mikian pula yang terjadi pada Ho Siang-seng dan Kho
Ting-seng yang ke mbali dari ronda. Urusan berkembang sede mikian
pesat, ini sudah jelas menandakan bahwa musuh me mang bekerja
sejak lama dan direncanakan dengan matang, setiap orang kita
yang keluar ronda, pulangnya ditukar seorang dengan kaki tangan
musuh.
Thay-siang manggut2, ujarnya: "Kau me mang cerdik, ai, ada
kejadian begitu, kenapa tidak kau katakan sejak mula?"
Sedikit me mbungkuk Kun-gi berkata: "Harap Thay-siang maklum,
urusan semaca m ini, kalau tiada bukti, mana boleh se mbarangan
menuduh orang?"
"Betul," ucap Thay-siang.," manggut2. "Coba teruskan." Kun-gi
me lanjutkan uraiannya bahwa mungkin karena waktu itu dirinya
berhasil me mbuat obat penawar getah beracun, maka pihak He k-
liong-hwe berusaha melenyapkan dirinya, maka terjadilah Ci Gwat-
ngo me mfitnah dirinya dengan menye mbunyikan barang bukt i di
kamarnya, lalu dia ceritakan sa mpai pada giliran Cin Tek-hong
mendapat tugas untuk ronda mala m. Secara diam2 ia lantas
perintahkan Kongsun Siang, Song Tek-seng dan Thio La m-jiang agar
me mbe kuk para kelasi perahu Cin Tek-hong dan Kho Ting-sing,
betul juga pada badan para kelasi ini diperoleh sebuah kotak Som-
lo-ling, maka dia lantas meninggalkan sepucuk surat rahasia kepada
Congkoan, surat harus dibuka setelah kentongan kedua dan supaya
disa mpaikan kepada Hupangcu untuk me mbekuk Nyo Keh-cong dan
Sim Kiansin berdua, sementara dirinya bersa ma Kongsun Siang
berempat menyamar ke lasi dan cara bagaimana Cin Tek-hong
me masang la mpu merah di ujung perahu la lu mendarat di Gu-cu-ki,
di sana orang telah mengatur muslihat hendak menawan J i Siu-
seng, tapi ma lah berbalik kena di-ringkus olehnya.
Pelan2 Thay-siang menepuk kursi, katanya mengangguk: "Bagus
sekali, me mang tidak malu kau sebagai Cong-su-cia Pe k-hoa-pang
kita, bagaimana selanjutnya?"
Kun-gi t idak berani ma in se mbunyi, cara bagaimana dia,
mengorek keterangan dari Cin Tek-hong dia tuturkan pula
seterang2nya, Thay-siang hanya manggut saja, tidak tanya seluk
beluk Hek-liong-hwe lebih lanjut.
Dia m2 Kun-gi merasa heran, pikirnya: "Kenapa dia tidak tanya
lebih lanjut? Me mangnya dia sudah jauh lebih tahu akan seluk-beluk
Hek-liong hwe?'
Selanjutnya dia tuturkan C in Tek-hong mendadak mati terbunuh
oleh orang2 pihak mereka sendiri dan menurut Nao Sa m-jun, atas
perintah Hwecu mereka, dia diperintah menawan Kun-gi hidup2 . . .
Tampak mimik Thay-siang menaruh perhatian akan hal ini,
matanya me mbulat ke arah muka Ling Kun-gi, tanyanya: "Apa yang
dia katakan pada mu? Katakan terus terang, jangan dise mbunyikan."
Tutur Kun-gi: "Dia bilang asal hamba betul2 bisa me mbuat obat
penawar getah beracun, Hek-liong-hwe t idak a kan kikir me mberi
imbalan upah besar dan kedudukan lebih t inggi . . . . "
"Bluk", Thay-siang menggebrak me ja, seruhya gusar: "Mereka
me mancing dan hendak menyogok kau."
Pek-hoa-pangcu, Hupangcu dan Giok-lan sa ma berjingkat kaget.
Kun-gi juga ge lisah dan jeri, katanya: "Ha mba..."
Thay-siang angkat kepala, katanya ramah: "Lo-sin tidak salahkan
kau, lanjutkan keterangan ini."
Lalu Kun-gi tuturkan cara bagaimana seorang diri dia melabrak
Cap-ji-sing-siok, meski lawan me makai seragam keba l senjata,
beruntung dia me mbekal Ih-thiankia m anugerah Thay-siang yang
tajam luar biasa, beruntun dia melukai ena m orang musuh, melihat
gelagat tidak menguntungkan cepat2 Nao Sam-jun mencawat ekor
me larikan diri.
Pada akhir ceritanya Ling Kun-gi berpaling dan berkata kepada
Giok-lan: "Tolong Congkoan suruh mereka me mbawa pa kaian keba l
senjata itu ke mari dan diperlihatkan kepada Thay-siang."
Giok-lan mengiakan, dia beranjak ke pintu serta menggapai,
maka Bak-ni me langkah masuk sa mbil me mbawa pakaian kulit itu
terus diaturkan ke hadapan Thay-siang.
Hanya sekilas Thay-sung pandang baju kulit itu lalu berkata sinis:
"Kukira Cap-ji-sing-siok apa, kiranya orang2 yang berpakaian kulit
binatang, me mang kulit anjing laut ini kebal senjata."
Mendengar nada perkataan orang Kun-gi berkesimpulan bahwa
agaknya Thay-siang sudah tahu akan pakaian kulit anjing laut ini,
dia m2 dia merasa heran.
Terdengar Thay-siang berkata lebih lanjut dengan suara le mbut:
"Ling Kun-gi, kali ini kau berhasil me mbongkar komplotan musuh
yang menyelundup ke da la m Pang kita, inilah merupa kan pahala
besar sekali . . . . ." bicara sa mpai di sini entah sengaja atau tida k
matanya melirik kearah Pek-hoa-pangcu Bok tan. "Kerjalah yaug
baik, lebih giat dan rajin, Losin tidak a kan menyia2kan bakat dan
kebaikanmu." Kata2nya sudah ga mblang, sejak mula kiranya dia
sudah ada maksud menjodohkan Bok-tan kepada Ling Kun-gi. Pe k-
hoa-pangcu tampa k ma lu dan menunduk se makin rendah.
Sudah tentu Kun-gi juga merasa ke arah mana ucapan Thay-
siang ini, tapi karena Thay-siang tidak bicara blak2an, tidak enak dia
bicara lebih banyak, ma ka sekenanya dia me mbungkuk serta
berkata: "Terima kasih Thay-siang."
Sebaliknya terasa hampir me ledak dada So-yok dengan penuh
kebencian dia me lerok ke arah Ling Kun-gi.
Kebetulan Thay-siang berpaling dan tanya: "So-yok, semua
mata2 He k-liong-hwe yang tertawan sudahkah kau tanyai
keterangannya?"
"Sudah kukompes seluruhnya," jawab So-yok.
"Bagus, penggal saja kepala mereka," Thay-siang me mberi
perintah.
"Tecu terima perintah," sabut So-yok me mbungkuk.
"Ha mba ada sebuah permohonan," sela Kun-gi.
Le mbut suara Thay-siang: "Kau ada pendapat apa, boleh kau
utarakan."
"Mata2 Hek-liong-hwe yang diselundupkan ke Pang kita semua di
bawah pengawasan Ci Gwat-ngo dan Cin Tek-hong, kedua
pemimpinnya ini sudah mati, sisa yang lain hanyalah anak buah
Hek-liong-hwe yang berkedudukan rendah, kukira dipunahkan saja
ilmu silat mereka dan berilah kese mpatan hidup kepada mereka,
semutpun ingin hidup apa lagi manusia, kukira tidaklah jelek kita
me mberikan kebijaksanaan ini dan menaruh be las kasihan terhadap
mereka. . . "
So-yok menjenge k dingin: "Hek-liong-hwe sudah je las
bermusuhan dengan kita, terhadap musuh buat apa menaruh belas
kasihan segala? Mereka menyelundup ke mari bukankan orang2 kita
juga sudah menjadi korban? Hutang jiwa harus bayar jiwa, inilah
hukum kodrat yang cukup adil."
Thay-siang tersenyum, katanya lembut: "Waktu gurumu masih
muda dulu juga tidak pernah me nga mpuni setiap musuh, beberapa
tahun belakangan ini sudah tekun me mpelajari ajaran agama, nafsu
dan e mosi sudah jauh tertekan. Begini saja, bahwa Ling Kun-gi
sudah telanjur mintakan a mpun bagi mereka, maka baiklah a mpuni
saja jiwa mereka."
"Thay-siang me mang bajik dan we las asih, hamba
menya mpaikan rasa terima kasih yang tak terhingga," seru Kun-gi.
Sejenak merandek lalu ia berkata ppla: "Hupangcu, masih ada
sebuah persoalan yang ingin ha mba sa mpaikan.".
"Ada urusan apa?" suara So-yok dingin ketus.
"Nona kecil yang menya mar Cu-cu itu adalah orang dari Ceng-
liong-tong, Ceng-liong-tong merupakan seksi dala m di Hek-liong-
hwe, sekarang baru kita ketahui bahwa Ui-liong-tong yang termasuk
seksi luar bermarkas di Ui-lionggia m di utara Kunlunsan, sejauh ini
belum diketahui dima na letak markas seksi dala m mereka, ma ka
orang ini teramat penting bagi kita, hendaklah jangan kau punahkan
dulu ilmu silatnya."
So-yok me mandangnya dengan dingin, tanpa me mberi
tanggapan terus putar badan tinggal keluar.
Melihat sikap orang yang kaku dan dingin, dia m2 Kun-gi
menggerutu dala m hati, entah soal apa yang menyebabkan dia
begitu, dihadapan sekian banyak orang juga mengumbar adat, Kun-
gi hanya menyengir saja, katanya setelah me mbungkuk kepada
Thay-siang: "Kalau Thay-siang tiada pesan apa2, hamba mohon diri
saja."
"Ya, boleh kau pergi," rujar Thay-siang. Kun-gi menjura lalu
mengundurkan diri.
Waktu itu hari sudah terang benderang, sementara kapal juga
telah berlayar. Cahaya mentari terasa hangat dan ce merlang.
Kun-gi menengadah menghirup napas panjang, sambil
berpegang langkan kapal pelan2 dia beranjak turun dari anak
tangga kemba li ke tingkat kedua, ternyata sernua orang masih
tunggu di ka mar makan kecuali yang bertugas diluar. Sekilas dia
menyapu pandang lalu berkata dengan ka le m: "Se ma la m suntuk
kalian tidak tidur, kenapa tida k bubar dan istirahat saja?"
Coh-houhoat Leng Tio-cong segera me mapak maju, katanya
tertawa:."Karena semala m Cong-coh berhasil me mbongkar seluruh
jaringan mata2 musuh yang menyelundup di Pang kita mendirikan
pahala besar lagi, maka kita semua ingin menyampa ikan sela mat
pada mu."
"Menjaring mata2 dan me lawan serbuan musuh dari luar, adalah
tugas dan tanggung jawabku, apalagi kejadian semala m juga berkat
bantuan para saudara, toh bukan pahalaku seorang, kita se mua
orang sendiri, soal me mberi hormat segala sungguh tak berani
kuterima."
Tengah bicara tampak dari luar berbaris masuk se mbilan dara
ke mbang yang menyoreng pedang, setiap dara kembang me mbawa
sebuah nampan warna merah tertutup kain warna hitam, entah
barang apa yang berada di na mpan kayu itu? Begitu masuk ke
ruang makan kese mbilan dara kembang lantas berdiri berjajar,
serempak me mberi hormat, lalu seorang yang berdiri paling ujung
buka suara: "Se ksi hukum telah menunaikan tugas me mengga l
kepala sembilan mata2 musuh, harap Cong-su-cia periksa adanya."
Seiring dengan kata2nya, berbareng kesembilan dara ke mbang itu
menyingkap kain taplak yang menutup na mpan merah itu. Ternyata
nampan kayu itu semua berisi batok kepala manusia yang masih
berlepotan darah segar..
Mata2 musuh yang dijatuhi hukuman mati penggal kepala ini
jelas adalah orang2 yang menyamar Nyo Keh-cong, Sim Kiansin dan
Ho Siang-seng, de mikian pula e mpat kelasi sa mpan yang masing2
bernama Li Hek-kau, Ong-ma-cu, Lim Telok dan Kim-lo-sa m. Batok
kepala terakhir bera mbut panjang awut2an, beralis lentik bermuka
halus, jelas adalah batok kepala gadis cilik yang menyaru Cu-cu.
Sembilan dara ke mbang yang me mbawa na mpan berisi batok
kepala manusia ini se mua masih muda belia, berparas cantik
bertubuh montok menggiurkan, pakaian mereka ringkas ketat,
dengan garis tubuh yaug me mpesona, tapi se mbilan batok kepala
manusia yang berlepotan darah itu jauh menarik perhatian orang
dan terasa menjijikan, siapapun takkan percaya bahwa dara2
kernbang ayu jelita seperti mere ka ini tega me mengga l kepala
kesembilan korbannya ini.
Semula hadirin sama bersorak tawa ge mbira, kini se muanya
me longo sera m dan berdiri bulu kuduknya. Ling Kun-gi sendiri juga
tertegun diam sekian la manya.
Maklumlah, atas persetujuan Thay-siang para mata2 ini hanya
diputus hukuman punahkan ilmu silatnya tapi diampuni jiwanya,
terutama gadis cilik yang menyaru Cu-cu dipandang lebih penting,
maka dia merasa perlu berpesan kepada So-yok untuk menjaga dan
menyela matkan jiwanya, karena hanya dara cilik inilah yang tahu
letak markas Ceng-liong-tong, musuh yang amat terahasia itu.
Dia m2 ia mendongkol, serunya naik pitam: "Siapa yang perintahkan
kalian me menggal kepala mereka?"
Terdengar seorang menanggapi di luar pintu: "Sudah tentu atas
perintahku!" Se iring suaranya tampak So-yok me langkah masuk.
Tak tertahan, seperti dibakar hati Ling Kun-gi, katanya dongkol:
"Sudah kumohon a mpunkan jiwa mereka kepada Thay-siang. ."
"Yang berkuasa dala m seksi hukum aku atau kau?" tukas So-yok
sengit. "Setiap tugas urusan dalam Pang kita masing2 diurus oleh
jabatan masing2, apakah Cong-su-cia tida k merasa menca mpuri
urusan orang la in?"
"Hupangcu me mang menjabat rangkap seksi hukum, tapi
tahukah kau telah menggagalkan urusanku?" se mprot Kun-gi.
"Menggagalkan urusan apa?"
"Umpa ma kata dara cilik yang menyaru Cu-cu ini, dia adalah
pelayan Cui-tongcu yang berkuasa di Ceng-liong-tong, hanya dia
saja yang tahu di mana letak markas Ceng-liong-tong, maka tadi
kupesan kepada Hupangcu supaya tidak me munahkan ilmu silatnya,
kini kau malah me mbunuh dia. . . ."
Me mbesi hijau muka So-yok, jengeknya: "Aku mengagalkan
urusanmu, me mangnya kau sudah kepincut pada dara molek ini,
maka kau melarang aku menyentuh dia. . . .."
Merah muka Ling Kun-gi, semprotnya marah: "Kau me mang usil
dan sengaja cari perkara."
"Ling Kun-gi!" teriak So-yok, "berani kau .... mema kiku?" Setelah
me mbanting kaki dia terus putar badan berlari keluar. Dia pikir
setelah marah dan berlari keluar, Kun-gi pasti akan mengejarnya
keluar, tak terduga beberapa langkah ke mudian, waktu dia
berpaling, Kun-gi masih berdiri me matung di tempatnya. Saking
marah tak tertahan dia berteriak: "Ling Kun-gi, keluarlah kau!"
Kun-gi tetap berdiri tidak bergerak. Dia m2 Kongsun Siang
mende kati dan berbisik: "Watak Hu pangcu sela manya angkuh,
dalam segala persoalan Ling-heng harus bersabar dan mengalah,
dia me manggilmu keluar, mungkin dia merasa menyesal, di sini
banyak orang dan malu menyatakan kesalahannya, lekaslah Ling-
heng keluar saja."
Mengingat orang adalah Hupangcu, tak pantas dihadapan orang
banyak dirinya marah2 padanya, Kun-gi mengangguk la lu beranjak
keluar. Sementara sembilan dara ke mbang masih berdiri menjublek,
karena pertengkaran Hupangcu dan Cong-su-cia menyangkut
perintah yang mereka la kukan, mereka me njadi pucat ketakutan.
Coh-houhoat Leng Tio-cong mengacung je mpol kepada Kongsun
Siang, katanya tertawa: "Kongsun lote me mang pandai bicara,
syukurlah kau berhasil me mbujuk Cong-su-cia."
"Ah, hamba hanya me mbujuk Cong-su-cia supaya tidak bekerja
menurut i adat saja."
Leng Tio-cong tetap tersenyurn, katanya sambil menoleh ke arah
para dara kembang: "Nona2, kalian boleh mengundurkan diri."
Serempak kese mbilan dara me njura terus mengundurkan diri.
Menyapu pandang seluruh hadirin, Leng Tio-cong buka suara
sambil mengelus jenggot kambing di dagunya: "Semala m kalian
tidak tidur, sekarang boleh ke mbali ke ka mar masing2 untuk
istirahat."
Hanya Kongsun Siang seorang yang bertaut ke dua alisnya,
seperti dirundung persoalan rumit yang mengganjel hatinya, dia
tetap mondar-mandir di ruang ma kan sa mbil menggendong tangan.
Keadaan sepi lengang, dala m ruang makan yang luas ini kini
tinggal Kongsun Siang dan Sa m-gansin Coa Liang yang duduk
dibangku panjang sa mbil mengangkat sebelah kakinya di atas
bangku.. Hari ini. dia menjadi komandan para petugas siang.
Dengan me micingkan mata dan miring kepa la dia me mandang
Kongsun Siang, tanyanya: "Kongsunlote, kau ada ganjelan hati
apa?"
Kongsun Siang menggeleng: "Mana ada ganje lan hati segala."
Coa Liang meraih secangkir teh terus diteguknya, katanya
terkekeh: "Kongsunlote, jangan mulut mu bicara tidak sesuai dengan
isi hatimu, aku berani bertaruh kau pasti sedang kasmaran entah
terhadap nona yang mana sampa i kehilangan se mangat seperti
orang linglung. Ke marilah, hayo ceritakan padaku, nanti kubantu
mencarikan a kal."
Merah muka Kongsun Siang, katanya tergagap: "O, sungguh
tiada persoalan apa2." Lalu dia menjura dan merna mbahkan:
"Silakan duduk lagi, ha mba akan ke mbali ke ka mar saja." Bergegas
dia lantas ke ka mar.
Mengawasi punggung orang, Coa Liang ter-kekeh2, katanya:,
"Anak bagus kau masih pura2 dan mungkir, kalau betul kau sudah
kasmaran, kau bisa sa kit rindu."
Sementara itu So-yok berdiri di ujung dek tingkat kedua. Angin
sungai menghe mbus santer. . wajah yang selama ini berseri cerah
kini kelihatan meradang ke marahan dan kesal.
Kun-gi sudah berada di sa mpingnya, jelas dia telah mendengar
langkah orang mendatangi, tapi dia sengaja me mandang ke te mpat
nan jauh di depan tanpa menoleh atau me lirik.
Kun-gi berhenti, serunya: "Hupangcu.. ... ."
Tetap tidak menoleh, suara So-yok kedengaran kaku dingin:
"Jangan panggil aku Hupangcu, untuk apa kau masih hiraukan
diriku?"
"Bukankah Hupangcu yang suruh aku ke mari?”
"Siapa suruh kau ke mari? Aku tidak me manggilmu, pergilah kau."
.
"Hupangcu me manggilku dan aku sudah keluar, kalau kau
me mang tidak me manggilku, yah anggaplah aku yang salah
dengar," pelan2 dia putar badan hendak tinggal pergi.
Mendadak So-yok putar badan, bentaknya: "Berdiri ditempat mu!"
Kun-gi masih muda dan berdarah panas juga, katanya tertawa
tawar: "Cayhe sebetulnya . . . .” dia mau berkata: "Cayhe
menghargaimu sebagai Hupangcu, tapi Cayhe bukan orang yang
boleh di panggil dan diusir begini saja." Tapi baru saja berucap
'Cayhe' itulah, sorot rnatanya kebentrok dengan wajah orang yang
kelihatan sayu rawan, seperti dirundung kesedihan dan penyesalan,
suaranya garang, tapi sorot matanya ber-kaca2 dan akhirnya
meneteskan air mata.
Hati le laki umumnya me mang le mah bila me lihat air mata
perempuan. Dan perempuan juga tahu cara menga mbil keuntungan
ini, maka dala m setiap pertengkaran air matalah yang dijadikan alat
untuk menundukkan lelaki. Sejak ja man dahulu ka la air mata
perempuan entah sudah menundukkan berapa banyak kaum la ki2.
Demikian pula hati Ling Kun-gi seketika luluh, kata2 yang sudah
siap tercetus dari mulutnya seketika dia telan ke mba li, setelah
menghe la napas, dia berkata: "Kau me mang suka me mbawa
adatmu sendiri"
"Aku me mbawa adat apa?" jengek So-yok.
"Entah karena apa Hupangcu marah2, sekaligus me mbunuh
sembilan orang, me mangnya ini bukan me mbawa adatnya sendiri."
"Ya, aku marah2 dan me mbunuh orang, me mangnya kenapa?"
Serius rona muka Kun-gi, katanya: "Kau ada-lah Hupangcu Pek-
hoa-pang, me mangnya siapa berani berbuat apa2 terhadapmu? Tapi
perlu Cayhe me mberitahukan nona bahwa kuinginkan keutuhan ilmu
silat nona cilik penyaru Cu-cu itu adalah untuk kepentingan Pang
kita, dengan tingkat kepandaiannya, utuh atau dipunahkan ilmu
silatnya tidak menjadi persoalan bagi kita, cuma menurut rencanaku
setelah nanti kita mendarat akan kuberi kese mpatan dia melarikan
diri, dengan menguntit jejaknya kita pasti akan dapat meluruk ke
Ceng-liong-tong dengan mudah, dengan Hek-liong-hwe Cayhe tiada
permusuhan apa2, tapi jelek2 Cayhe adalah Cong-su-cia Pe k-hoa-
pang, aku punya tanggung jawab untuk berbakti dan bekerja demi
kepentingan Pek-hoa-pang, dan kau me mbawa adatmu sehingga
segala rencanaku kau gagalkan."
"Gagal ya gagal, me mangnya kenapa?" ejek So-yok.
"Bagi Cayhe sendiri tiada persoalan, kalau di sini a ku tidak bisa
bekerja dan tidak betah lagi, seandainya seluruh isi kapal baka l
tertumpas habis, Cayhe yakin masih cukup ma mpu
me mpertahankan diri, aku masih tetap bisa berkelana di Kangouw,
aku tetap Ling Kun-gi, tapi kau adalah la in. . . . ."
"Dala m hal apa aku berbeda?"
"Kau kan Hupaagcu Pek-hoa-pang, kalian mengerahkan seluruh
kekuatan meluruk ketempat jauh ini, hanya boleh menang pantang
kalah dan gagal, sekali menang akan ta mbah se mangat juang yang
lebih berkobar dan menyapu segala aral rintangan, tapi bila gaga l
kalian a kan berbalik tertumpas habis seluruhnya, nama Pe k-hoa-
pang selanjutnya akan lenyap dari percaturan Kangouw, oleh karena
itu menghadapi setiap persoalan tidak boleh kita me mbawa adatnya
sendiri."
"Kau sedang me ngajar dan me mperingatkan a ku?"
"Mengajar atau memperingatkan aku tidak berani, aku hanya
me mberi ingat saja."
"Tida k perlu kau me mbujukku, me mang de mikianlah a ku ini,
watak pembawaan sejak dilahirkan, segala tindak-tanduk selalu
menurut i keinginan hati .... "
"Obat mujarab biasanya me mang pahit getir, bujuk kata
umumnya me mang menusuk telinga, kalau Hupangcu t idak suka
dengar nasihatku, ya sudahlah," Kun-gi putar badan hendak tingga l
pergi.
Melihat orang mau pergi, semakin marah So-yok, bentaknya:
"Berdirilah dite mpat mu."
"Apa pula yang ingin kau katakan?"
"Terangkan sejelasnya, ya sudahlah apa maksudmu?" kiranya si
nona salah paha m.
"Sudahlah, anggap saja aku tida k pernah bicara apa2"
Me mbesi kaku muka So-yok, serunya menuding Kun-gi dengan
menggereget: "Ling Kun-gi, jangan kau kira secara langsung Thay-
siang sudah me mberi muka padamu, maka kau lantas ingin berbuat
tidak semena2, mendapat yang baru lupa yang lama, ketahuilah,
kalau kau berani . . . . me mbuang akhir untuk permulaan yang
kalut, aku tidak akan me mbiarkan dirimu," lenyap suaranya
mendadak dia putar tubuh terus berlari ke tingkat ketiga.
"Me mbuang yang akhir untuk permulaan yang kalut" kata2 ini
umpa ma geledek mengge legar di pinggir telinga Ling Kun-gi, apa
lagi kata2 ini terucap oleh seorang perempuan maca m So-yok yang
Hupangcu ini, dia terlongong sekian lamanya. Betapa berat dan
serius kata "mendapat yang baru lupa yang lama" dari mulut
seorang perempuan? Mendapat yang baru lupa yang la ma,
me mangnya siapa yang baru dan siapa pula yang lama itu? Kapan
dirinya pernah mendapatkan yang baru? Kapan pula yang lama? . . .
.
Lama sekah Kun-gi menjuble k di atas dek, mulutnya berulang
mengguma m kata2 yang tak berujung pangkal itu, hatinya
dirundung rasa kesal dan masgul yang tak terla mpias. Sungguh dia
tidak habis mengerti darimana juntrungan kedua patah kata dan
persoalan apa yang dimaksud?
Kun-gi adalah perjaka yang punya perasaan tajam dan otak yang
encer pula, selama beberapa hari ini, bagaimana sikap dan tindak-
tanduk So-yok terhadapnya, memangnya dia tidak tahu? Tapi dia
yakin sebagai murid didik Hoanjiu-ji-lay yang kesohor itu dirinya
selalu bertindak jujur dan sopan, tak pernah melakukan perbuatan
kotor apalagi me langgar susila.
Waktu Thay-siang me manggilnya dan So-yok mengantar, di
la mping gunung yang mele kuk gelap itu, karena tak kuat menahan
gejolak perasaan lantaran dirayu pernah dia me meluk ia satu kali,
kan ia sendiri juga re la dan ma ndah dipeluk dan dicium, ka lau bukan
dia sendiri yang rela menyerahkan dirinya, memangnya dirinya
berani berbuat kurangajar? Bagaimana kejadian itu dapat dikatakan
sebagai permulaan yang kalut?
Dia tahu perempuan yang satu ini me mang angkuh dan tinggi
hati, tidak dapat disangkal bahwa sikap orang me mang teramat baik
pada dirinya, dan di sinilah mungkin letaknya kenapa dia sampa i
berkata demikian pedas dan ketus. Beginipun baik, paling tida k
selanjutnya nona itu tida k akan merecoki dirinya lagi.
Semala m suntuk Kun-gi tida k me meja mkan mata, angin sungai
terasa silir nyaman, tanpa terasa ia merasa letih, setelah menguap
dia ke mbali ke kabin. Setiba di kamar baru saja dia duduk di kursi
dekat jendela, didengarnya seseorang mengetuk pintu pelahan, lalu
daun pintu didorong orang, bayangan seorang berkelebat masuk.
Itulah Kongsun Siang, mimik mukanya ta mpak aneh, seperti
dirundung persoalan rumit saja, mulutnya berseru lirih: "Cong-coh"
Heran Kun-gi, tanyanya: "Ada urusan apa Kongsun-heng?'
"Ti . . . .tidak apa2," gagap jawaban Kongsun Siang, "kulihat
Ling-heng baru ke mba li, maka sengaja kutengok ke mari." Jelas
jawabannya sangat meng-ada2.
"Silakan duduk Kongsun-heng."
Kongsun siang duduk tanpa banyak kata, kedua tangan
tergenggam dan jari2 nya mengerat kencang di depan dada,
matanya mendelong mengawasi Kun-gi, bibirnya bergerak beberapa
kali, seperti hendak mengutarakan apa2. Tapi begitu melihat sorot
mata Kun-gi yang tajam, seketika dia menunduk, wajahnya
mena mpilkan rasa penyesalan yang tak terhingga, ingin bicara tapi
tak berani mengutarakan isi hatinya.
Kun-gi anggap t idak tahu, dia angkat poci teh dan menuang dua
cangkir, katanya: "Minumlah Kongsun-heng."
Ter-sipu2 Kongsun siang menerima cangkir teh yang disodorkan
padanya, sahutnya: "Terima kasih Ling-heng."
Dia m2 Kun-gi merasa heran melihat sikap ganjil orang. "Kong
sun-heng" katanya sambil angkat cangkir tehnya, "sema la m suntuk
kaupun tida k tidur, kenapa tidak istirahat saja?"
Mendadak Kongsun Siang berdiri, katanya: "Sila kan Ling-heng
istirahat, aku tidak menggangu lagi."
Kun-gi tertawa tawar, ujarnya: "Silakan duduk Kongsun-heng,
bukan maksudku mau mengusirmu, terus terang aku tidak merasa
kantuk, maksudku kau sendiri yang perlu istirahat?'..
"Seperti juga Ling-heng, akupun tidak merasa kantuk," sahut
Kongsun Siang.
"Kalau begitu silakan duduk lagi."
Kongsun Siang duduk pula, sekilas dia pandang Kun-gi lalu
berkata: "Ada sepatah kata yang ingin kukatakan, tapi aku jadi
ragu2 apakah pantas kuucapkan?'
"Sesama saudara, ada omongan apa, boleh katakan saja."
"Baiklah kubicara terus terang, kurasa Ling-heng dengan
Hupangcu adalah pasangan yang setimpal . . . . . . "
Mendadak Kun gi tertawa, katanya: "Apa arti kata2 Kongsun-
heng?"
Kongsu Siang me lenggong, katanya: "Apakah ucapanku salah?
Kulihat sikapnya terhadap Ling-heng begitu mesra dan manja, jelas
dia penujui kau ........."
Kun-gi mengge leng, katanya: "Kongsun heng salah paham,
watak Hupangcu dingin di luar panas di dalam, dia pandang aku
sebagai saudara, akupun memandangnya sebagai adik hakikatnya
tiada persoalan jodoh di antara ka mi."
Berkelebat sinar terang pada sorot mata Kongsun Siang,
tanyanya: "Ha, betul de mikian?"
"Terus terang Kongsun heng, aku sudah punya . .. . . . " teringat
akan Tong Bunkhing dan Pui Ji-ping yang terjatuh di tangan orang2
Hek-liong-hwe, terbayang pula akan Un Hoankun yang kini
menya mar jadi Bikui di Pek-hoa-pang ini, sesaat dia jadi sukar
bicara lebih lanjut.
Terpancar rasa senang pada wajah Kongsun Siang, katanya
tertawa: "O, kiranya Ling-heng sudah punya pacar."
Terpaksa Kun-gi manggut2, ujarnya: "Ya, boleh dikatakan
demikian "
Tiba2 serius sikap Kongsun Siang, katanya sambil menekan
suara: "Tapi dia begitu kasmaran terhadap Ling-heng, sifatnya yang
ketus dan kaku juga sudah kau ketahui, kukira urusan ini bisa jadi
runyam."
"Hubungan laki pere mpuan harus cinta sama cinta, soal asmara
sedikitpun tidak boleh dipa ksakan, aku hanya anggap dia sebagai
adik, tak pernah terpikir da la m benakku untuk me mpersunting dia
sebagai seorang yang cerdik, lewat beberapa waktu lagi pasti dia,
akan mengerti juga," sejenak dia berhenti lalu berkata menatap
Kongsun Siang: "Dan lagi aku tidak akan tinggal terla lu la ma di sini."
Kongsun Siang mengangguk, ujarnya: "Aku tahu dua saudara
Ling-heng menjadi tawanan Hek-liong-hwe, mungkin Ling-heng
harus selekasnya menolong teman dan harus meninggalkan kita
semua."
"Sekali bertemu Kongsun-heng kita lantas seperti sahabat lama,
me mang de mikianlah maksudku, hanya kau saja yang dapat
menyela mi perasaanku."
"Bila Ling-heng me merlukan tenagaku, kapan saja dan di mana
saja pasti aku rela dan senang hati me mbantumu biarpun sa mpa i
titik darah terakhir."
Mendengar orang menyinggung titik darah terakhir (gugur),
sekilas Kun-gi me lengak, katanya mengerut kening: "Soa l menolong
orang, me mang aku sedang merasa kebingungan, bahwa Kongsun-
heng suka me mbantu, kuaturkan terima kasih."
"Kalau Ling-heng merasa ke kurangan tenaga, hubunganku
dengan Thio La m-jiang a mat int im, kalau t iba waktunya cukup
kuminta tenaganya pasti dia suka me mbantu juga."
Kun-gi me nghela napas pelan2, ujarnya: "Ai, dara cilik yang
tertangkap itu sebetulnya adalah pelayan pribadi Cui-tongcu dari
Ceng-liong-tong, keterangannya amat berguna bagi kita, tapi Hu-
pangcu tadi telah me mbunuhnya, sumber penyelidikan yang
kuharapkan menjadi gagal, bukankah a mat sayang?"
Kongsun Siang bertanya: "Dari ucapan Ling-heng ini seolah2
Thay-siang telah setuju penga mpunan jiwa mereka?" .
"Ya, aku telah mohon penga mpunan mereka kepada Thay-siang."
"Lalu kenapa dia me mbunuhnya?"
"Siapa tahu apa sebabnya, tidak hujan tiada angin tiba2 dia
marah2 pada ku?"
"Waktu Ling-heng keluar tadi, apa yang dia katakan?"
''Dia sudah biasa me mbawa adat dan terlalu binal, me mangnya
dia mau me ngaku sa lah?"
"Marah2 dan main bunuh tentu ada alasannya," ujar Kongsun
Siang. "Apakah dia tidak menjelaskan kepada Ling-heng?"
"Tida k," sahut Ling Kun gi, "bicara baru beberapa patah kata lalu
dia lari ke ka marnya."
Sudah tentu Kun-gi merasa rikuh dan malu menceritakan tentang
tuduhan So-yok mengena i dirinya, apalagi dia sendiri bingung apa
maksud kata2 "mendapat yang baru lupa yang lama, membuang
yang akhir untuk permulaan yang ka lut".
"Kurasa ka lau Ling-heng ada maksud mau pergi, tida k perlu kau
me layaninya secara serius, segala urusan harus sabar dan berpikir
panjang."
"Me mang, sebetulnya wataknya yang sejati tidak jahat, cuma
terlalu bina l dan suka ma in bunuh, tangannya yang gapah itu
me mbikin a ku kurang cocok."
Sampa i di sini tiba2 Kongsun Siang berdiri, katanya: "Ling-heng
harus istirahat, aku mohon diri saja." Terus dia melangkah ke luar.
Setelah Kongsun Siang pergi sudah tentu Kun-gi tidak bisa tidur.
Seorang diri dia pegangi cangkir tehnya sambil me la mun.
Sekonyong2 dia seperti ingat sesuatu, mendadak dia berdiri dari
tempat duduknya, seketika pucat wajahnya dan badanpun gemetar,
keringat dingin ge merobyos, mulutnya berguma m: "Mungkinkah dia
...."
-o-00d0w00-o-