Tugas KLP II Askeb Persalinan Bu Ayu Purnami - Fix
Tugas KLP II Askeb Persalinan Bu Ayu Purnami - Fix
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendakNya Makalah
“Persalinan dengan Kelainan Letak” telah berhasil disusun dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas perkuliahan Asuhan Kebidanan II Program Pendidikan S1 Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.
Mengingat segala keterbatasan yang kami miliki, makalah ini masih jauh dari sempurna.
Semoga ke depan dapat disempurnakan lagi. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengajar MK Asuhan Kebidanan II yang telah memberikan tugas ini.
Hormat Kami,
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 12
3.2 Saran.............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan peristiwa yang normal terjadi dalam kehidupan (Fraser, 2009 h. 635).
Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi yang
sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun terkadang ada juga yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat
(Prawirohardjo, 2007; h. 89). Kelainan letak dalam kehamilan merupakan keadaan patologis
yang erat kaitannya dengan kematian ibu atau janin. Kelainan letak dapat berupa letak lintang
dan letak sungsang (Mansjoer, 2005; h. 258).
Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu,
334/100.000 kelahiran hidup dan 21,8/1.000 kelahiran hidup. Salah satu bentuk komplikasi
maternal dan neonatal adalah persalinan dengan kelainan letak seperti letak puncak kepala, letak
muka, letak dahi, letang sungsang dan letak lintang, dimana hal ini merupakan salah satu
penyebab terjadinya kematian neonatal.
Persalinan merupakan proses alamiah/ fisiologi yang akan dialami oleh setiap wanita/ibu.
Persalinan dapat dibagi dalam 3 tingkat yaitu: kala I dimulai dari kontraksi uterus yang teratur
dan berakhir pada pembukaan lengkap serviks, kala II dimulai dari pembukaan lengkap serviks
sampai dengan bayi lahir, dan kala III dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta. Rata-rata lama
kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Persalinan memang hal
yang fisiologis tetapi keadaan ini dapat berubah menjadi patologi apabila terjadi kelalaian dan
kurang hati-hati. Jika hal yang patologik tersebut tidak segera ditangani maka dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi yang dapat membahayakan nyawa ibu. Untuk
mencegah hal itu sebaiknya selama masa kehamilan ibu selalu memeriksakan diri kepetugas
kesehatan dan jika sudah waktunya melahirkan ibu harus ditolong oleh petugas kesehatan pula
(dokter atau bidan).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari kelainan letak?
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari kelainan letak?
3. Untuk mengetahui apa saja jenis dari kelainan letak?
4. Untuk mengetahui mekanisme persalinan dengan kelainan letak?
5. Untuk mengetahui apa fisiologi kala III dan manejemen aktif kala III?
6. Untuk mengetahui apa saja kelainan dari kala III?
BAB II
KAJIAN TEORI
Presentasi puncak kepala adalah bagian terbawah janin yaitu puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan
(Muchtar, 2002). Presentase puncak kepala disebut juga presentase Simput terjadi bila
derajat defleksi ringan sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Pada
presentase puncak kepala, lingkar kepala yang melalui jalan lahir adalah Sikumferensia
Frontooksipo dengan titik perputaran yang berada dibawah simfisis adalah grabella.
Etiologi Presentase Puncak Kepala :
Menurut statistik hal ini terjadi pada 1% dari seluruh persalinan. Letak defleksi ringan
dalam buku synopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi (2002) biasanya disebabkan:
Kelainan panggul (panggul picak)
Kepala bentuknya bundar
Anak kecil atau mati
Kerusakan dasar panggul
Penyebab lainnya keadaan – keadaan yang memaksa terjadi defleksi kepala atau keadaan
yang menghalangi terjadinya fleksi kepala.
Sering ditemukan pada janin besar atau panggul sempit.
Multiparitas, perut gantung
Anensefalus, tumor leher bagian depan.
b. Presentasi Muka
Presentasi muka disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin.
Yang teraba muka bayi = mulut, hidung, dan pipi
Etiologi Presentasi Muka :
Panggul sempit
Janin besar
Kematian intrauterine
Multipaaritas
Perut gantung
Janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan
Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga ada presentasi muka dagu
anterior dan postorior.
1) Presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi.
2) Presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi max.
c. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Posisi ini biasanya akan berubah menjadi letak
muka/letak belakang kepala. Kepala memasuki panggul dengan dahi
melintang/miring pada waktu putar paksi dalam, dahi memutar kedepan depan dan
berada di bawah arkus pubis, kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala terlahir
melewati perinerum lalu terjadi deflexi sehingga lahirlah dagu.
Etiologi Presentasi Dahi :
Panggul sempit
Janin besar
Multiparitas
Kelainan janin (anensefalus)
Kematian janin intra uterin
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki
setinggi bahu atau kepala janin. Posisi ini paling sering ditemukan yang terjadi
sebesar 75% kejadian presentasi bokong pada primigravida dan 50% pada
tungkai yang ekstensi dapat membebat janin yang menghambat fleksi lateral tubuh.
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di
samping bokong dapat diraba kedua kaki. Terjadi terutama pada ibu multigravida
dengan diameter pelviks baik atau pada gestasi multipel terdapat resiko prolaps
tali pusat. Proses persalinan secara spontan atau melalui ekstremitas bawah yang
Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki
yang lain terangkat ke atas. Presentasi ini jarang terjadi. Terdapat penempelan
yang buruk pada serviks sehingga memiliki resiko yang lebih tinggi terjadinya
b. Presentasi Kaki
Kaki turun kebawah lebih rendah dari bokong, terdiri dari 2, yaitu :
c. Presentasi Lutut
Lutut turun kebawah lebih rendah dari bokong, terdiri dari 2 yaitu :
Presentasi bokong disebabkan oleh multiparitas, plasenta previa dan panggul sempit.
Dari faktor Janin
Hidrosefalus atau anensefalus
Gemelli
Prematuritas
a. Panggul sempit
e. Plasenta previa
f. Gemeli.
1. LLi I
Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
2. LLi II
Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil
atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion,
kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi
turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul
dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Distosia bahu juga
disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas
empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita
nullipara.
2.1.2 Mekanisme persalinan dengan Kelainan Letak
Dalam persalinan kita jumpai UUB selalu di depan dan glabela akan berada di bawah
simfisis sebagai hipomoklion. Lingkaran kepala yang melewati panggul adalah planum
fronto-occiput sebesar 34 cm. Karenanya partus akan berlangsung lebih lama.
2. Letak Muka
Presentasi muka jarang ditemukan di atas pintu atas panggul. Pada umumnya presentasi
dahi dapat berubah menjadi presentasi muka setelah terjadi ekstensi kepala lebih lanjut
pada saat kepala turun melewati panggul.
Mekanisme persalinan pada kasus ini terdiri dari beberapa gerakan utama, yaitu :
penurunan kepala, putar paksi dalam, fleksi, serta gerakan tambahan seperti ekstensi dan
putar paksi luar. Penurunan disebabkan oleh faktor-faktor yang sama seperti presentasi
verteks. Ekstensi terjadi akibat hubungan badan bayi dengan defleksi kepala, yang
berubah menjadi poros dua lengan dimana lengan yang lebih panjang menjulur dari
kondilus oksipitalis ke oksiput. Bila dijumpai ada hambatan, oksiput harus didorong ke
arah punggung bayi sementara dagu turun.
Tujuan putar paksi dalam pada presentasi muka adalah membuat dagu berada di bawah
symphisis pubis. Persalinan normal tak dapat diselesaikan dengan cara lain kecuali bila
kepala bayi kecil. Hanya dengan cara ini, leher cenderung berada di permukaan posterior
symphisis pubis. Jika dagu langsung memutar ke arah posterior, leher yang relatif pendek
tak dapat terentang pada permukaan anterior sakrum yang panjangnya sekitar 12 cm.
Oleh sebab itu, kelahiran kepala jelas tidak mungkin terjadi, kecuali bila bahu telah
masuk panggul pada saat yang sama, yaitu suatu kejadian yang baru bisa terjadi kalau
bayi sangat kecil atau sudah mengalami maserasi. Putar paksi dalam pada presentasi
muka merupakan akibat faktor-faktor yang saam seperti pada presentasi verteks.
Setelah rotasi anterior dan penurunan, bagian dagu dan mulut akan terlihat pada vulva,
permukaan bawah dagu menekan symphisis dan kepala dapat dilahirkan dengan fleksi
kepala. Hidung, mata, dahi, dan oksiput secara berturut-tururt tampak di atas margo
anterior perineum. Setelah kepala lahir, oksiput menggantung ke belakang ke arah anus.
Dalam waktu singkat, dagu mengadakan putar paksi luar ke arah sisi di mana bagian
dagu mula-mula menghadap, dan kemudian kedua belah bahu dilahirkan seperti pada
presentasi verteks.
Sering oedema mengubah bentuk muka sehingga dapat mengacaukan gambaran bayi dan
menyebabkan kesalahan diagnosis presentasi bokong. Pada saat yang sama, kepala
mengadakan moulage yang ditandai oleh bertambah pajangnya diameter mento
oksipitalis kepala.
3. Letak Dahi
Kepala memasuki panggul biasanya dengan dahi melintang, atau miring. Pada waktu
putar paksi, dahi memutar ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada
di bawah simfisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati
perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu bawah simfisis.
4. Letak Sungsang
o Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara bracht (kedua ibu jari
penolong sejajar dengan panjang paha, jari-jari yang lain memegang daerah
panggul).
o Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya janin.
o Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada.
o Lakukan hiperlordosis janin pada saat anguluc skapula inferior tampak di
bawah simfisis (dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung janin
didekatkan ke arah perut ibu tanpa tarikan) disesuaikan dengan lahirnya badan
bayi.
o Gerakkan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi dan kepala.
o Letakkan bayi di perut ibu, bungkus bayi dengan handuk hangat, bersihkan
jalan nafas bayi, tali pusat dipotong.
2) Cara Klasik
Pengeluaran bahu dan tangan secara klasik dilakukan jika dengan Bracht bahu
dan tangan tidak bisa lahir) :
o Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dan dilahirkan sehingga bokong
dan kaki lahir.
o Tali pusat dikendorkan.
o Pegang kaki pada pergelangan kaki dengan satu tangan dan tarik ke atas.
o Dengan tangan kiri dan menariknya ke arah kanan atas ibu untuk melahirkan
bahu kiri bayi yang berada di belakang.
o Dengan tanggan kanan dan menariknya ke arah kiri atas ibu untuk melahirkan
bahu kanan bayi yang berada di belakang.
o Masukkan dua jari tangan kanan atau kiri (sesuai letak bahu belakang) sejajar
dengan lengan bayi, untuk melahirkan lengan belakang bayi.
o Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik ke arah bawah
kontra lateral dari langkah sebelumnya untuk melahirkan bahu dan lengan
bayi depan dengan cara yang sama.
Pengeluaran bahu dan tangan secara Muller dilakukan jika dengan cara Bracht bahu
dan tangan tidak bisa lahir.
o Melahirkan bahu depan terlebih dahulu dengan menarik kedua kaki dengan cara
yang sama seperti klasik, ke arah belakang kontra lateral dari letak bahu depan.
o Setelah bahu dan lengan depan lahir dilanjutkan langkah yang sama untuk
melahirkan bahu dan lengan belakang.
o Cara Lovset (Dilakukan bila ada lengan bayi yang terjungkit di belakang kepala /
nuchal arm).
o Setelah bokong dan kaki bayi lahir memegang bayi dengan kedua tangan.
o Memutar bayi 180° dengan lengan bayi yang terjungkit ke arah penunjuk jari
tangan yang muchal.
o Memutar kembali 180° ke arah yang berlawanan ke kiri atau ke kanan beberapa
kali hingga kedua bahu dan lengan dilahirkan secara Klasik atau Muller.
Dilakukan bila kala II tidak maju atau tampak gejala kegawatan ibu-bayi. Keadaan
bayi / ibu mengharuskan bayi segera dilahirkan.
o Tangan kanan masuk secara obstetrik melahirkan bokong, pangkal paha sampai
lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki
bawah menjadi fleksi,tangan yang lain mendorong fundus ke bawah. Setelah kaki
fleksi pergelangan kaki dipegang dengan dua jari dan dituntun keluar dari vagina
sampai batas lutut.
o Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di
belakang betis sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan betis, kaki
ditarik turun ke bawah sampai pangkal paha lahir.
o Pegangan dipindah ke pangkal paha sehingga mungkin dengan kedua ibu jari di
belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari lain di depan paha.
o Setelah bokong lahir maka dilanjutkan cara Clasik , atau Muller atau Lovset.
o Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir kemudian
pangkal paha dengan pegangan yang sama dievaluasi ke atas hingga trokhanter
belakang lahir. Bila kedua trokhanter lahir berarti bokong telah lahir.
o Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dulu, maka yang akan lahir
lebih dahulu ialah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter depan
maka pangkal paha ditarik terus cunam ke bawah.
o Setelah bokong lahir maka dilanjutkan cara Clasik , atau Muller atau Lovset.
Dikerjakan bila presentasi bokong murni dan bokong sudah turun di dasar
panggul, bila kala II tidak maju atau tampak keadaan janin lebih dari ibu yang
mengharuskan bayi segera dilahirkan.Jari penunjuk penolong yang searah dengan
bagian kecil janin, dimasukkan kedalam jalan lahir dan diletakkan dilipatan paha
bagian depan. Dengan jari ini lipat paha atau krista iliaka dikait dan ditarik curam
ke bawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong yang lain
menekam pergelangan tadi dan turut menarik curam ke bawah.Bila dengan
tarikan ini trokhanter depan mulai tampak di bawah simfisis, maka jari telujuk
penolong yang lain mengkait lipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong
lahir.Setelah bokong lahir, bayi dilahirkan secara Clasik , atau Muller atau
Lovset.Cara Melahirkan Kepala Bayi Cara Mauriceu (dilakukan bila bayi
dilahirkan secara manual aid bila dengan Bracht kepala belum lahir).
o Letakkan badan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi seolah-olah
memegang kuda (Untuk penolong kidal meletakkan badan bayi di atas
tangan kanan).
o Satu jari dimasukkan di mulut dan dua jari di maksila.
o Tangan kanan memegang atau mencekam bahu tengkuk bayi.
o Minta seorang asisten menekan fundus uteri.
o Bersama dengan adanya his, asisten menekan fundus uteri, penolong
persalinan melakukan tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir
dibimbing jari yang dimasukkan untuk menekan dagu atau mulut.
5. Letak Lintang
Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan dalam letak lintang, bisa berputar
sendiri dan menjadi letak memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea.
Tanda-tanda pada persalinan letak lintang bisaanya ketuban cepat pecah, pembukaan
berjalan lambat, partus menjadi lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat
menumbung 10%.
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat
terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan
menyebabkan kematian janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga
rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha
untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi
sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian
itu makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian
dinamakan letak lintang kasep, sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera
dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura uteri, sehingga janin yang meninggal
sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke dalam rongga perut. Ibu berada
dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering kali
meninggal pula.
Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat
berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir
dengan evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas.
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah
tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan
lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh
bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya
kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak
lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.
Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan apa yang dilakukan.
Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu mempercepat kelahiran
plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung untuk pelepasan dan
kelahiran plasenta. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan air
ketuban.
1. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serabu-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabu-
serabut miometrium tidak berkontraksi.
Etiologi:
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti
Overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, paritas
tinggi.
Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
Multipara dengan jarak kelahiran pendek.
Partus lama / partus terlantar.
Malnutrisi.-.
Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta belum
terlepas dari dinding uterus.
Penatalaksanaan
Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin ada di dalam
mulut uterus.
Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna
Jika uterus sudah mulai berkontraksi, secara perlahan tangan penolong ditarik,
lanjutkan memantau kondisi ibu secara ketat.
Jika Uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, lakukan KBE ( minta pertolongan
teman/ keluarga pasien), dan beri methergin 0,2 mg/ IM
Pasang IVFD RL 500cc + 20 IU Oxytocin denagn tetes cepat
Jika uterus belum berkontraksi, mulai lagi lakukan KBI setelah memberi injeksi
metergin 0,2 mg/ IV
Jika terjadi di tempat praktek mandiri atau puskesmas, bila setelah tindakan
tersebut, uterus belum berkontraksi dalam 5 – 7 menit, lakukan rujukan dengan
terpasang IVFD RL 500 cc/ jam sampai di tempat rujukan.
2. Retensio Plasenta
Retensio placenta adalah terlambatnya kelahiran placenta selama setengah jam (30 menit)
setelah kelahiran bayi.
Placenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi, dapat
terjadi placenta inkarserata, polip placenta dan degenerasi ganas korio karsinoma.
Penyebab:
Placenta belum lepas dari dinding uterus
Placenta sudah lepasv tapi belum dilahirkan
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta
Placenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korealis menembus
desidua sampai miomatrium sampai di bawah peritoneum (placenta akreta
perkreta).
Penatalaksanaan
Jika placenta terlihat di vagina, minta ibu ntuk mengejan, jika merasakan placenta
di vagina, , keluarkan placenta tersebut.
Pastikan kandung kemih sudah kosong, jika diperlukan lakukan kateterisasi
Jika placenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit/ IM (bila belum MAK III)
Jika placenta belum lahir dalam 30 menit, lakukan pemberian ulang oksitosin 10
unit/IM, bila uterus sudah berkontraksi lakukan penarikan tali pusat terkendali
Bila traksi tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan lakukan pengeluaran
placent secara manual.
Perlukaan Jalan Lahir yaitu robeknya jalan lahir ketika proses persalinan. Penyebab
perlukaan jalan lahir adalah peregangan otot berlebihan. Tindakan yang biasa dilakukan
adalah penjahitan. . Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Luka perinium adalah
perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin
menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
b. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir
belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks ditariksedidikit untuk
menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan
catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan.
c. Rupture Uteri
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
a) R. u. Gravidarum
b) R. u. Durante Partum
2. Menurut lokasinya:
a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi.
b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya.
c) Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau
versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap.
4. Menurut etiologinya
1. Robekan perinium
2. Robekan serviks
a. Partus presipitatus
3. Ruptur Uteri
( Helen, 2001 )
4. Panggul sempit
5. Letak lintang
6. Hydrosephalus
Pendarahan segera
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
Uterus kontraksi baik
Plasenta baik
Pucat
Lemah
Menggigil
2. Rupture Uteri
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
a) .Dramatis
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun
dan nafas pendek ( sesak )
b). Tenang
Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa
tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
– Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika
robek ). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik
dengan klem.
– Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang
2-0.
Buka abdomen
– Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai kerambut pubis
melalui kulit sampai di fasia.
– Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang insisi keatas dan kebawah
dengan menggunakan gunting.
– Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding
abdomen )
– Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan bekuan darah.
Jika uterus robek sampai serviks dan vagina, mobilisasi kandung kemih minimal
2cm dibawah robekan.
Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas bagian bawah robekan
serviks dan pertahankan traksi pada jahitan untuk memperlihatkan bagian-bagian
robekan jika perbaikan dilanjutkan.
Jika rupture meluas secara lateral sampai mencederai satu atau kedua arteri
uterina, ikat arteri yang cedera.
Identifikasi arteri dan ureter sebelum mengikat pembuluh darah uterus.
– Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka teridentifikasi
adanya cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.
– Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan dengan kasa dan buat
jahitan longgar menggunakan benang catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan
penutupan lambat setelah infeksi dibersihkan.
– Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal
menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Posisi atau letak janin sangat erat kaitannya dengan penentuan tehnik persalinan dan
keberhasilan proses persalinan. Letak/ posisi janin saat kehamilan dibagi menjadi 3 yaitu:
letak/posisi kepala ( presentasi puncak kepala, muka dan dahi), letak/posisi sungsang (presentasi
bokong murni, kaki dan lutut) dan letak/posisi melintang. Sedangkan Kala III merupakan tahap
ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga
dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Tujuan
penanganan tahap ketiga persalinan adalah pelepasan dan ekspulsi segera plasenta, yang dicapai dengan cara
paling mudah dan paling aman. Manajemen aktif kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
3.3 Saran
Dalam memberikan asuhan kebidanan harus sesuai standar manajemen kebidanan, sehingga
masalah yang dihadapi klien teratasi.
DAFTAR PUSTAKA