Anda di halaman 1dari 2

Patofisiologi Gagal ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis sering berlangsung progresif melalui empat stadium.


Penurunan cadngan ginjal memperlihatkan laju filtrasi glomerulus sebesar 35 %
hingga 50% laju filtrasi normal. Insufisiensi renal memiliki laju filtrasi
glomerulus sebesar 20% hingga 35% laju filtrasi normal. Gagal ginjal
mempunyai laju filtrasi glomerulus sebesar 20% hingga 25% laju filtrasi normal,
sementara penyakit ginjal stadium terminal (end-stage renal disease) memiliki
laju filtrasi glomerulus kurang dari 20% laju filtrasi normal.

Kerusakan nefron berlangsung progresif; nefron yang sudah rusak tidak dapat
berfungsi dan tidak bisa pulih kembali. Ginjal dapat mempertahankan fungsi yang
relatif normal sampai terdapat sekitar 75% nefron yang tidak berfungsi. Nefron
yang masih hidup akan mengalami hipertrofi dan meningkatkan kecepatan filtrasi,
reasorbsi, serta eksresi. Ekskresi kompensasi terus berlanjut ketika laju filtrasi
glomerulus semakin menurun.

Urine dapat mengandung protein, sel darah merah, dan sel darah putih atau
sedimen (endapan) dalam jumlah abnormal. Produk akhir ekskresi yang utama
pada dasarnya masih normal dan kehilangan nefron menjadi signifikan. Karena
terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kadar kreatinin plasma meninggi secara
proporsional jika tidak dilakukan penyesuaian untuk mengaturnya. Ketika
pengangkutan natrium ke dalam nefron meningkat maka lebih sedikit natrium
yang direasorbsi sehingga terjadi kekurangan natrium dan deplesi volume, ginjal
tidak lagi memekatkan dan mengencerkan urine.

Jika penyebab gagal ginjal kronis tersebut adalah penyakit interstisial tubulus,
maka kerusakan primer pada tubulus renal, yaitu nefron dalam medula renal, akan
mendahului gagal ginjal sebagaimana permasalahan yang ditemukan pada asidosis
tubulus renal, yaitu deplesi garam dan gangguan pengenceran serta pemekatan
urine. Jika penyebab primernya adlah kerusakan vaskuler atau glomerulus, maka
gejala proteinuria, hematuria, dan sindrom nefrotik lebih menonjol.

Perubahan keseimbangan asam-basa akan mempengaruhi keseimbangan


kalsium dan fosfor. Ekskresi fosfat melalui ginjal dan sintesis 1,25(OH) 2-vitamin
D3oleh ginjal akan berkurang. Hipokalsemia mengakibatkan hipoparaitrodisme
sekunder, penurunan laju filtrasi glomerulus, hiperfosfatemia yang progresif,
hipokalsemia, dan disolusi tulang, pada insufisiensi ginjal yang dini terjadi
peningkatan eksresi asam dan reabsorbsi fosfat untuk mempertahankan pH pada
nilai normal. Ketika laju filtrasi glomerulus menurun hingga 30% hingga 40%
maka terjadi asidosis metabolik yang progresif dan sekresi kalium dalam tubulus
renal meningkat. Kadar kalium total tubuh dapat meningkatkan hingga taraf yang
dapat menyebabkan kematian dan memerlukan dialisis.

Pada glomerulosklerosis terjadi distorsi lubang filtrasi dan erosi sel epitel
glomerulus yang meningkatkan transportasi cairan melalui dinding glomerulus.
Protein berukuran besar melintasi lubang tersebut tetapi kemudian terperangkap
dalam membran basalis glomerulus dan menyumbat kapiler glomerulus. Cedera
epitel dan endotel menyebabkan proteinuria. Proliferasi sel mesangial,
peningkatan produksi matriks ekstrasel, dan koagulasi intra glomerulus
menyebabkan sklerosis.

Cedera tubulointerstisial terjadi karena toksin atau kerusakan iskemik pada


tubulus renal seperti halnya nekrosis tubuler akut. Debris dan endapan kalsium
menyumbat tubulus. Defek transportasi tubulus yang diakibatkan akan disebabkan
edema interstisial, infiltrasi leukosit, dan nekrosis tubuler. Cedera vaskuler
menyebabkan iskemia difus atau lokal pada parenkim renal yang disertai
penebalan, fibrosis, atau lesi lokal pembuluh darah ginjal. Kemudian penurunan
aliran darah menimbulkan atrofi tubulus, fibrosis interstisial dan disrupsi
fungsional pada filtrasi glomerulus, gradien medula renal, dan pemekatan.

Perubahan struktural memicu respon inflamasi. Endapan fibrin mulai terbentuk


di sekitar interstisium. Mikroaneurisme terjadi karena kerusakan dinding vaskuler
dan peningkatan tekanan yang timbul sekunder akibat obstruksi atau hipertensi.
Kehilangan nefron yang akhirnya terjadi akan memicu hiperfungsi kompensasi
pada nefron yang belum mengalami cedera dan keadaan ini memulai suatu
lingkaran balik positif karena terjadi peningkatan kerentanan.

Pada akhirnya, glomerulus yang sehat menanggung beban kerja yang terlalu
berlebihan sehingga organ ini mengalami sklerosis, menjadi kaku, dan nekrosis.
Zat-zat toksik menumpuk dan perubahan yang potensial membawa kematian
terjadi pada semua organ penting.( Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Professional
guide to pathophysiology. USA: Lippincott Williams Inc; 2003. Terjemahan
Hartono A. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2014.p.582)

Anda mungkin juga menyukai