Anda di halaman 1dari 11

“Pengaruh Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap pembangunan di

Kabupaten Mamuju”

PENDAHULUAN

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan


segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah
daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah
adalah sebagai katalisator dan fasilitator karena pihak pemerintahlah yang lebih
mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator
dan fasilitator tentunya membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam
rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan. Pelaksanaan otomi
daerah di Indonesia, mendorong terciptanya Pengelolaan keuangan yang lebiah
tranparan dan akuntabel. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan
keuangan yang tertip dan taat pada peraturan dalam rangka sebagai bentuk
tanggujawab pemerintah daerah terhadap masyarakat. Sistem pemerintahan yang
semula tersentralisasi di pemerintah pusat secara bertahap dilimpahkan kepada
pemerintah daerah. Disahkannya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerinta Daerah,membawa
konsekuensi bagi pemerintah daerah dalam melakukan manajemen pemerintahan di
daerah. Salah satu masalah yang penting dalam pengelolaan keuangan daerah adalah
anggaran. Anggaran pemerintah daerah mempunyai peran penting dalam rangka
pelaksanaan otonomi. Keberadaan anggaran bagi Pemda merupakan cerminan
program kerja daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah dan
pembangunan. Oleh karena itu penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah dalam melakukan manajemen
pemerintahan di daerah. Salah satu masalah yang penting dalam pengelolaan
keuangan daerah adalah anggaran. Anggaran pemerintah daerah mempunyai peran
penting dalam rangka pelaksanaan otonomi. Keberadaan anggaran bagi Pemda
merupakan cerminan program kerja daerah dalam rangka menyelenggarakan
pemerintahan daerah dan pembangunan. Oleh karena itu penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dilakukan secara cermat dengan
pengkajian yang komprehensif dengan melibatkan semua SKPD. Dalam persiapan
penyusunan anggaran, Pemda perlu menyiapkan program kerja yang hendak dicapai.
Namun demikian, dalam penyusunan anggaran masih sering ditemui ketidakefisienan
dalam menentukan jumlah anggaran.
Reformasi keuangan daerah menuntut penyusunan anggaran dengan
pendekatan/sistem anggaran kinerja, dengan penekanan pertanggungjawaban tidak
sekedar pada input tetapi pada output dan outcome (Halim, 2012). Anggaran
pemerintah daerah diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). APBD menjadi landasan dalam menjalankan pemerintahan dan
pembangunan di daerah. Perkembangan porsi dana dalam APBD dari tahun ke tahun
selalu meningkat. Komposisi sumber dana APBD terdiri atas pendapatan asli daerah
dan tranfer dana dari pemerintah pusat sebagai wujud dana perimbangan. Anggaran
yang besar harus diimbangi dengan perencanaan dan pelaksanaan. Anggaran belanja
rutin merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta
konsistensi pembangunan di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran
yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, kegiatan rutin yang akan dilaksanakan
merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan di daerah.
Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan
fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi
tujuan pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang dilakukan oleh aparat
tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajarannya sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Jaya (1999: 11) menyatakan bahwa sumber pembiayaan
pembangunan yang penting untuk diperhatikan adalah penerimaan daerah sendiri,
karena sumber inilah yang merupakan wujud partisipasi langsung masyarakat suatu
daerah dalam mendukung proses pembangunan. Pengelolaan keuangan daerah sangat
besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah
yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi
tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Dalam hal ini
pengelolaan keuangan daerah mengandung beberapa kepengurusan di mana
kepengurusan umum atau yang sering disebut pengurusan administrasi dan
kepengurusan khusus atau juga sering disebut pengurusan bendaharawan. Pengurusan
umum erat hubungannya dengan penyelenggaraan tugas daerah di segala bidang yang
membawa akibat pada pengeluaran dan yang mendatangkan penerimaan guna
menutup pengeluaran rutin itu sendiri.
Oleh karena itu, semakin banyak dan beratnya tugas daerah dengan
kemungkinan keadaan keuangan yang terbatas, maka perlu adanya efisiensi terhadap
rencana-rencana yang akan dijalankan pada masa yang akan datang. Sampai saat ini
berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan daerah di bidang keuangan daerah, karena aspek keuangan
daerah menjadi sesuatu yang penting, sebab untuk menyelenggarakan pemerintahan
dan pembangunan daerah dibutuhkan dana atau biaya yang cukup besar sehingga
kepada daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
dalam arti menggali dan mengelola pendapatan asli daerah guna membiayai
pengeluaran- pengeluaran pemerintah daerah. Mardiasmo (1999:11) menyatakan
bahwa perubahan pola pengawasan yang mendasar adalah dengan diberinya
keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri maka diperlukan peningkatan peran DPRD dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan-perubahan tersebut juga memberikan
dampak lain pada unit-unit kerja di pemerintah daerah seperti tuntutan kepada
pegawai/ aparatur pemerintah untuk lebih terbuka, transparan dan bertanggungjawab
atas keputusan yang dibuat. Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas maka
yang menjadi permasalahan adalah sistem pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten
Indramayu ini sangat luas maka dalam penelitian ini akan dibatasi khusus pada
analisis sistem pengelolaan Pendapatan Daerah dan Pengeluaran Rutin Kabupaten
Indramayu dengan tidak mengurangi obyek penelitian yang lainnya. Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan,
pemantauan, pengendalian dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
mudah dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat
pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan
daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana mendiskripsikan Pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah
terhadap kinerja pembangunan Kabupaten Mamuju?
2. Bagaimana pengaruh Pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah terhadap
kinerja pembangunan Kabupaten Mamuju?
3. Apakah Pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah sangat berpengaruh
terhadap kinerja pembangunan Kabupaten Mamuju?

Metode Pengumpulan Data


Rencana penelitian Penelitian ini dirancang secara deskriptif yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menyajikan dan
kemudian data opservasi agar pihak lain dapat dengan mudah memperolah gambaran
mengenai sifat (karakteristik) objek dari data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian
yang teah di uraikan pada bagian awal, penelitian ini berusaha menjawab bagaimana
sistem pengelolaan keuangan daerah terhadap pembangunan kabupaten pegunungan
bintang

PEMBAHASAN
Pengertian Kinerja adalah Menurut kamus umum bahasa Indonesia, kinerja
adalah hasil yang dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam
melaksanakan kerja atau tugas. Kinerja merupakan prestasi kerja atau performance,
yaitu hasil kerja selama periode tertentu dibanding dengan berbagai kemungkinan.
Performance adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh
tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, sering dengan
referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau diproyekkan, suatu
dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya
(Aliminsyah dan Padji, 2003:206-207). Dalam hal ini kinerja bisa dikatakan hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Menurut Simamora (2003:45) kinerja adalah ukuran keberhasilan
organisasi dalam mencapai misinya. Sedangkan Shadily (1992:425), mengatakan
kinerja atau performance adalah berdaya guna prestasi atau hasil. Wahyudi
Kumorotomo (1996) juga memberikan batasan pada konsep kinerja organisasi publik
setidaknya berkaitan erat dengan efisiensi, efektifitas, keadilan dan daya tanggap. Hal
ini berarti bahwa performance adalah sebuah tindakan yang dapat dilihat, diamati
serta dimungkinkan untuk mencapai hal-hal yang diharapkan (tujuan). Kinerja juga
dapat dikatakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai
dari hasil kerjanya yang diperoleh selama periode waktu tertentu. Untuk mengetahui
ukuran kinerja organisasi maka dilakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja adalah
proses mengevaluasi seberapa baik pegawai atau karyawan melakukan pekerjaan
mereka jika dibandingkan dengan standart dan kemudian mengkomunikasikan
informasi tersebut kepada pegawaiata karyawan yang lainnya. 2.2.2 Pembangunan
Menurut Rogers adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas
dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material
(termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang
dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka
peroleh terhadap lingkungan mereka. Menurut Inayatullah, Pengertian Pembangunan
ialah perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang
lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat
mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan dan terhadap tujuan
politiknya, dan yang memungkinkan pada warganya memperoleh kontrol yang lebih
terhadap diri mereka sendiri. Shoemaker mengungkapkan PengertianPembangunan
merupakan suatu jenis perubahan sosial dimana ide-ide baru yang diperkenalkan
kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat
kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modernisasi pada
tingkat sistem sosial. Pendapat Kleinjans mengenai definisi dari Pengertian
Pembangunan yaitu suatu proses pencapaian pengetahuan dan ketrampilan baru,
perluasan wawasan manusia, tumbuhnya suatu kesadaran baru, meningkatnya
semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri.
Dari pengertian pembangunan yang diungkapkan para pakar di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pengertian Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah
yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat. Adapun Tujuan Pembangunan terbagi
atas 2 bagian, yaitu : a. Tujuan Umum Pembangun adalah suatu proyeksi terjauh dari
harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik atau
masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan. b. Tujuan Khusus Pembangunan
ialah tujuan jangka pendek, pada tujuan jangka pendek biasanya yang dipilih sebagai
tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Pada hakekatnya, pengertian
pembangunan secara umum adalah proses perubahan yang terus menerus untuk
menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Mengenai
pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam
seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu
orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan
Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan
merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005). Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah,
menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu
sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang
dilakukan secara terencana”. Pembangunan (development) adalah proses perubahan
yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).
Portes (1976) mendefinisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya. Sama halnya dengan Portes, Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa
pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Sedangkan dalam pengertian ekonomi murni, pembangunan adalah suatu usaha proses
yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka
panjang. (Sukirno, 1995:13). Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua
aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada
level makro (nasional) dan mikro. Makna penting dari pembangunan adalah adanya
kemajuan atau perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi. Sebagaimana
dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah semua proses
perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana (Riyadi
dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Halim, 2004:96). Sektor pendapatan daerah memegang
peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana
suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah.
Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18
bahwa“Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan” Menurut Herlina Rahman (2005:38) Pendapatan asli daerah
Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai
perwujudan asas desentralisasi. Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah
“Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut
sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi
daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah
lainnya yang sah”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan
untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU
No.33 Tahun 2004) 2.3.1. Sumber Sumber Pendapatan a. Pendapatan Asli Daerah.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah
Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga
ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan
pada akhirnya daerah dapat mandiri. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada
bab V (lima) nomor 1 (satu) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah bersumber dari:
1. Pajak Daerah Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak
kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam
dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan. Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai
peranan ganda yaitu: a) Sebagai sumber pendapatan daerah (budegtary) b) Sebagai
alat pengatur (regulatory) 2. Retribusi Daerah Pemerintah pusat kembali
mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, melalui Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan UU ini dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997,
sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya UU pajak
dan retribusi daerah yang baru di satu sisi memberikan keuntungan daerah dengan
adanya sumber-sumber pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber
pendapatan asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh
daerah, terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009
secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang
dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi
jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. a) Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan
yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b) Retribusi
Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. c) Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai
pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil pengelolaan kekayaan
milik daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
Undang- undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut menurut objek
pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
negara/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
maupun kelompok masyarakat. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah yang
sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam
jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini
juga merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah
daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan yang termasuk
dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi: a) Hasil penjualan kekayaan daerah
yang tidak dipisahkan. b) Jasa giro. c) Pendapatan bunga. d) Keuntungan adalah nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing. e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain
sebagai akibat dari penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah. b.
Pendapatan Transfer Pengertianpendapatan transfer ke daerah adalah dana dimana
yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari DanaPerimbangan dan Dana Otonomi
Khusus dan Penyesuaian. Transfer ke Daerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang selanjutnya dituangkan dalam
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang ditandatangani oleh Direktur
JenderalPerimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran atas Nama
Menteri Keuangan selakuPengguna Anggaran untuk tiap jenis Transfer ke Daerah
dengan dilampiri rincian alokasi per daerah.
Seberapa besar biaya yang di transfer oleh pemerintah ke daerah berbeda-beda
besaran dananya. Hal ini dikarenakan kemampuan daerah tersebut tersendiri. Jikalau,
daerah tersebut sudah mampu mendongkrak pendapatan asli daerahnya maka, biaya
transfer yang diberikan dibawah dari pendapatan asli tersebut disini dapat dikatakan
daerah tersebut berhasil menjalankan otonomi daerah karena mampu menjalankan dan
menggali potensi yang ada di daerahnya tersebut. Pengertian Pengelolaan Keuangan
Menurut Para Ahli Menurut kamus besar Indonesia, Pengelolaan artinya penggunaan
sumber daya secara efektif dan efisien. Pengelolaan keuangan adalah sumber daya
yang diterima yang akan dipergunakan untuk penyelenggaraan pendidikan.
Pengelolaan keuangan dimaksudkan sebagai suatu pengelolaan terhadap fungsi-fungsi
keuangan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan merupakan potensi yang
sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian
pengelolaan pendidikan. Setiap lembaga pendidikan selalu berhubungan dengan
masalah keuangan, yang berkisar pada: uang sumbangan pembinaan pendidikan
(SPP), uang kesejahteraan personel dan gaji serta keuangan yang berhubungan
langsung dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan seperti perbaikan sarana
prasarana dan sebagainya. E. Mulyasa (2002) menjelaskan bahwa tugas pengelolaan
keuangan dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu: a. Financial Planning Financial
planning merupakan kegiatan mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk
mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping
yang merugikan. b. Implementation kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat
dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. c. Evaluation Merupakan
proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran. Tugas Pengelola Keuangan Dalam
pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi
Otorisator, Ordonator, dan Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi
wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan
pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
Keuangan Daerah Menurut Mamesah (1995:45) “keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban yang dapat dimulai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta
pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan”. Dari uraian di atas dapat dipetik kata
kunci dari keuangan daerah adalah hak dan kewajiban. Hak merupakan hak daerah
untuk mencari sumber pendapatan daerah berupa memungut pajak daerah, retribusi
daerah atau sumber-sumber penerimaan lain yang sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku. Sedangk an kewajiban adalah kewajiban daerah untuk
mengeluarkan uang dalam rangka melaksanakan semua urusan pemerintahan di
daerah. Reformasi keuangan daerah dapat dikatakan merupakan peluang terbesar
sekaligus ancaman yang diperoleh pemerintah daerah dan DPRD, untuk menunjukkan
kemampuan menggali dan mengelola anggaran daerah tanpa terlalu banyak campur
tangan dari pemerintah pusat. Kemampuan keuangan daerah adalah kemampuan
keuangan daerah dalam membiayai urusan-urusan rumah tangganya, khususnya yang
berasal dari pendapatan asli daerah.
Pendapatan asli daerah sampai saat ini merupakan sektor yang sangat
diharapkan dan diandalkan oleh pemerintah daerah. Indikator keuangan daerah yang
berhasil menurut Davey (1988:43-46) adalah : 1. Daya Pajak (Tax Effort), adalah
rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemempuan bayar pajak di suatu
daerah, dengan formula : 2. Efektivitas (Efectivity), mengukur hubungan antara hasil
pungut suatu pajak dengan potensi pajak itu sendiri, dengan formula : 3. Efisiensi
(Efficiency), mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya
pemungutan pajak yang bersangkutan, atau :Elastisitas (Elasticity), dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan jika terjadi
perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk, dengan formula : “Masalah
keuangan daerah menyangkut upaya mendapatkan uang maupaun
membelanjakannya” (Davey, 1988:9). Beban pembelanjaan bagi pelayanan dan
investasi regional yang meningkat, kecenderungan para perencana ekonomi untuk
peningkatan tabungan dan pengurangan konsumsi, serta tuntutan otonomi daerah,
kesemuanya memperkuat pemusatan perhatian terhadap terhadap perbaikan sistem
perpajakan dan retribusi regional sebagai masalah pokoknya. Mengenai sumber
pendapatan daerah diatur dalam pasal 79 Bab VIII Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi : Sumber pendapatan daerah terdiri
atas : a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. b. dana perimbangan, c. pinjaman
daerah, d. lain-lain. Menurut Kaho (1997:28) sumber pendapatan asli daerah yang
sampai saat ini memegang peranan yang sangat potensial dan dominan hampir
diseluruh daerah di Indonesia adalah sektor pajak daerah dan retribusi daerah. 2.6
Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggung jawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan
daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD,
penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum
memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas,
penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggung jawaban
pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah,
kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan. Pengelolaaan keuangan daerah dimulai
dengan perencanaan /penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada
RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya
tujuan bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang
disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat
incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi.
Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan daerah sejak
diterbitkannya PP nomor 105 tahun 2000 yang dalam pasal 8 dinyatakan bahwa
APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada
instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun
anggaran 2005 Dilihat dari aspek masyarakat (customer) dengan adanya peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat
meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif
terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat.
Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli
Daerah (PAD) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini
didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara keseluruhan
sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada
Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi. Aspek sumber daya manusia
(SDM) adanya kemampuan aparat pengelola walaupun belum memadai dalam jumlah
sesuai dengan kebutuhan tiap unit/satuan kerja daerah tetapi dalam pengelolaan
keuangan daerah dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi penerimaan daerah sendiri serta
tingkat efektivitas dan efisiensi yang semakin meningkat tiap tahun anggaran namun
demikian perlu ada pembenahan dalam arti daerah harus memanfaatkan kewenangan
yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 76 yaitu daerah mempunyai kewenangan untuk
melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan dan kesejahteraan pegawai serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah
berdasarkan peraturan perundang- undangan.
KESIMPULAN
Pembangunan daerah diharapkan mempengaruhi peningkatan pembangunan
ekonomi rakyat. Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah
Daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan
otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan
lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah. Upaya-
upaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya daerah haru sdilaksanakan
secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi sehingga otonomi yang diberikan kepada daerah akan mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dari aspek perencanaan, Daerah sangat membutuhkan
aparat daerah (baik eksekutif maupun legislatif) yang berkualitas tinggi, bervisi
strategik dan mampu berpikir strategik, serta memiliki moral yang baik sehingga
dapat mengelola pembangunan daerah dengan baik. Partisipasi aktif dari semua
elemen yang ada di daerah sangat dibutuhkan agar perencanaan pembangunan daerah
benar- benar mencerminkan kebutuhan daerah dan berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dihadapi daerah. Dari Aspek pelaksanaan, Pemerintah Daerah
dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu Mendukung
operasionalisasi pembangunan daerah.
Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati
adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Merupakan instrumen
kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrumen kebijakan, APBD
menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas
pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya
pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan
pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber
pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi
para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam
kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada
upaya untuk mendukun pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi
daerah yang bersangkutan. Untuk Memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas
yang telah direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat
membentuk pusat-pusat Pertanggung jawaban (responsibility centers) sebagai unit
pelaksana. Untuk memastikan bahwa pengelolaan dana publik (publicmoney) telah
dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai konsep value for money), perlu dilakukan
evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak
internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun oleh eksternal auditor,
misalnya auditor independen. Untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas
publik, pemerintah daerah perlu membuat Laporan Keuangan yang disampaikan
kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan khususnya dari DPRD
mutlak diperlukan agar otonomi yang diberikan kepada daerah tidak “kebablasan” dan
dapat mencapai tujuannya.
Pengelolaan Keuangan Daerah yang berorientasi pada Kepentingan Publik.
Secara garis besar, pengelolaan (manajemen) keuangan daerah dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah.
Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah
daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan
otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999
Menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut
antara lain adalah perlunya dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran.
Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari traditional budget ke
performance budget. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki
perbedaan mendasar.

Anda mungkin juga menyukai