Dosen Pembimbing :
ANIK PURWATI, S.ST., M.Keb
Disusun Oleh :
ADEK SATURA FIBIA AMARYLIS Nim.182044
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdullilah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa, kami
panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan
hidayah-Nya, sehingga makalah dengan judul “KegawatDaruratan Maternal dan Neonatal” ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah curah kepada Rasul
kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan kepada kita dengan agama
rahmatan lil’alamin yaitu agama islam.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Tentunya semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua yang membaca makalah ini. Karena makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat dibutuhkan demi penyempurnaanya.
Akhir kata, sekian dari saya, kurang lebihnya mohon maaf.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
B. Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar Kegawatdarauratan
Maternal dan Neonatal.
C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
Konsep Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.
D.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
BAB II
PEMBAHASAN
4. Perdarahan
A. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau
menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. His biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis
1. Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul.
3. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5
cm disebut plasenta letak rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu
melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada
perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak
dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
Klasifikasi
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum
yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak
berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum;
jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik.
Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse
Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien
gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
(Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)
5. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau
dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi
peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1) Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada
korpus.
2) Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering
pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1) corpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2) Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama
(tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptur uteri.
3) Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau
versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4) Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1) Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan
rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
2) Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut
robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
Etiologi
kejadian ruptur uteri, yakni:
1) tindakan obstetri,
2) ketidakseimbangan fetopelvik,
3) letak lintang yang diabaikan
4) kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
5) jaringan parut pada uterus,
6) kecelakaan.
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1) Histerektomi baik total maupun sub total
2) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1. Keadaan umum penderita
2. Jenis ruptur incompleta atau completa
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6. Umur dan jumlah anak hidup
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong
Manajemen
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan
elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah.
( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai
darah didapatkan ).
3. HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah
unit dan plasma beku segar yang diperlukan
4. Berikan oksigen
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera (laparatomi dan
histerektomi)
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan
oksitosin dalam cairan intra vena.
6. Preeklampsia Berat
Definisi
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1) Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2) Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3) Gangguan selebral atau visual
4) Edema pulmonum
5) Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6) Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7) Trobosisfeni
8) Pertumbuhan janin terhambat
9) Peningkatan serum creatinin
Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit
Pengelolaan umum
1) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
2) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4) Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5) Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
7) Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
8) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
9) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah
7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
2.2 Kegawatdaruratan Neonatus
Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak.
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir
meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system
pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan
persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
1) Faktor Kehamilan
a) Kehamilan kurang bulan
b) Kehamilan dengan penyakit DM
c) Kehamilan dengn gawat janin
d) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f) Infertilitas