Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

Dosen Pembimbing :
ANIK PURWATI, S.ST., M.Keb

Disusun Oleh :
ADEK SATURA FIBIA AMARYLIS Nim.182044

POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN


KESDAM V/BRAWIJAYA MALANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdullilah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa, kami
panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan
hidayah-Nya, sehingga makalah dengan judul “KegawatDaruratan Maternal dan Neonatal” ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah curah kepada Rasul
kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan kepada kita dengan agama
rahmatan lil’alamin yaitu agama islam.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Tentunya semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua yang membaca makalah ini. Karena makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat dibutuhkan demi penyempurnaanya.
Akhir kata, sekian dari saya, kurang lebihnya mohon maaf.

Malang, 20 Maret 2020

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang


Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,
kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman
jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat medis
modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran
bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat
dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.

B. Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar Kegawatdarauratan
Maternal dan Neonatal.

C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
Konsep Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.

D.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kegawatdaruratan Maternal


a) Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu
akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/
plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.

b) Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri


Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya
kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore,
tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan
plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per
vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritoneum, dan kemungkinan syok.
 Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2) Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah
tinggi yang menahun.
3) Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti
radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang
(secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan
pada rahim.
 Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a) Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
b) Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih
ada yang tertinggal.
c) Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di
dalam Rahim.
d) Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam
rahim.
e) Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih dalam kandungan.
f) Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau
lebih.
g) Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h) Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan
produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
 Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan
menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus,
hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan
dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein,
vitamin dan mineral.
b) Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien
diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan
kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c) Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur
kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d) Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting
dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis
dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila
pasien gelisah.
e) Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang
plasenta melekat erat pada rahim.
 Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi
plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan
yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus
dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok
berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus
pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin,
rebofasin, dan pemberian infus.

2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)


Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist,
ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan
displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit
pembuluh darah.
 Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang
mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:
Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang
rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas
 Klasifikasi
1. Mola Hidatidosa Sempurna
a. Mola Sempurna Androgenetic
b. Mola Sempurna Biparental
2. Mola Hidatidosa Parsial/sebagan
 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih
besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
c. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
d. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
 Manifestasi Klinis
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
2. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
3. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
4. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
5. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
6. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
7. Gejala Tirotoksikosis
 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1. Perdarahan vaginam
2. Hiperemesis
3. Hipertiroid
 Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
4. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
 Pengawasan Lanjutan
1) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
2) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
3) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a) Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
b) Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
c) Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil
reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
d) Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi
diluar endometrium kavum uteri.
 Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi
mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di
ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
 Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral
(abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang
jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan.
Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1) Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada
abdomen bagian atas.
2) Abdomen tegang.
3) Mual.
4) Nyeri bahu.
5) Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di
bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama
hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi
gangguan kesadaran.
 Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama,
perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
 Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1) Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2) Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3) Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1) Kondisi penderita pada saat itu,
2) Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3) Lokasi kehamilan ektopik.
4) Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian
tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap
kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus
menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
1) Transfusi, infus, oksigen,
2) Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-
sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan
lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
 Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,
Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4. Perdarahan
A. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
 Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa
didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau
menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
 Gambaran klinis plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. His biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal.
 Diagnosis
1. Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul.
3. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5
cm disebut plasenta letak rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu
melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada
perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak
dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
 Klasifikasi
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
 Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum
yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak
berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum;
jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.

 Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik.
Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse
Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien
gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
(Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)

B. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan
sebelum anak lahir. (Cunningham, Obstetri Williams: 2004)
 Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti.
Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara
lain :
1. penyakit hipertensi menahun
2. pre-eklampsia
3. tali pusat yang pendek
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. ketuban pecah sebelum waktunya
4. defisiensi asam folat
5. merokok, alcohol, kokain
6. mioma uteri
 Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. solusio placenta ringan
2. solusio placenta sedang
3. solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat
terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar
dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak.
Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta
membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke
dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion
sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
 Gejala klinis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus
teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
 Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum
yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat
tekanan dari hematom retroplasenta.
 Gambaran klinik
1. Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu
ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan
kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit
atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus
diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena
perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai
duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan
gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin
perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila
janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop
biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan
biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun
biasanya terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal.
Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam
tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan
pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
 Penanganan solusio plasenta
1. Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka
penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi
ketat.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi.
Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila
serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian
oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan
pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat
persalinan.
 Pengobatan :
Umum :
1. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan
umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat
ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
1. Pemberian O2
2. Pemberian antibiotik.
3. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau
darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor)
200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian
1 gram fibrinogen akan meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%. Jadi apabila
kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangnya 4
gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg
%.Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%,
diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen,
transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per
1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen
dalam darah dapat diatasi. Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik
lebih dari 30-40cc/jam.
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat
persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak
selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan
selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara adalah dengan melakukan
sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi
dengan usaha-usaha yang lazim. Alasan :
1. Bagian placenta yang terlepas meluas
2. Perdarahan bertambah
3. Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
C. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah
bayi lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan
dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
 Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih
dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali
dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi
untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
1)      Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran
basal.
2)      Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua
sampai ke miometrium.
3)      Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
4)      Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding
rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
 Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik
atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor
jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila
diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.
 Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya
plasenta,lakukan palpasi sekunder.

5. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau
dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi
peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
 Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1) Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada
korpus.
2) Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering
pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1) corpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2) Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama
(tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptur uteri.
3) Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau
versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4) Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1) Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan
rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
2) Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut
robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
 Etiologi
kejadian ruptur uteri, yakni:
1) tindakan obstetri,
2) ketidakseimbangan fetopelvik,
3) letak lintang yang diabaikan
4) kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
5) jaringan parut pada uterus,
6) kecelakaan.
 Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1) Histerektomi baik total maupun sub total
2) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1. Keadaan umum penderita
2. Jenis ruptur incompleta atau completa
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6. Umur dan jumlah anak hidup
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong
 Manajemen
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan
elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah.
( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai
darah didapatkan ).
3. HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah
unit dan plasma beku segar yang diperlukan
4. Berikan oksigen
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera (laparatomi dan
histerektomi)
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan
oksitosin dalam cairan intra vena. 

6. Preeklampsia Berat
 Definisi
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1) Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2) Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3) Gangguan selebral atau visual
4) Edema pulmonum
5) Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6) Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7) Trobosisfeni
8) Pertumbuhan janin terhambat
9) Peningkatan serum creatinin
 Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
 Pengelolaan kejang:
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit
 Pengelolaan umum
1) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
2) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4) Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5) Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
7) Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
8) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
9) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah
7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
2.2 Kegawatdaruratan Neonatus
 Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak.
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir
meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system
pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan
persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
1) Faktor Kehamilan
a) Kehamilan kurang bulan
b) Kehamilan dengan penyakit DM
c) Kehamilan dengn gawat janin
d) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f) Infertilitas

A. Faktor pada Partus


1. Partus dengan infeksi intrapartum
2. Partus dengan penggunaan obat sedative
B. Faktor pada Bayi
1. Skor apgar yang rendah
2. BBLR
3. Bayi kurang bulan
4. Berat lahir lebih dari 4000gr
5. Cacat bawaan
6. Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit

Anda mungkin juga menyukai