Anda di halaman 1dari 24

DESAIN PABRIK METALURGI

PLANT DESIGN REPORT

LATERITE NICKEL ORES IN HALMAHERA, NORTH MALUKU

Disusun oleh:

NADA HADIQAH 1606871051

M IHSAN WIDYANTORO 1606907000


siapa
siapa
siapa

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

2019
Executive Summary

Chapter 1: Introduction
1.1. Project Background
Nikel merupakan salah satu komoditi barang tambang yang memiliki nila berharga dan nilai jual
yang tinggi di pasaran dunia. Hal ini disebabkan oleh manfaat yang begitu besar untuk kehidupan sehari-
hari. Beberapa manfaatnya adalah untuk proses pembuatan logam anti karat, elemen paduan, baterai, dan
lain sebagainya. Persebaran nikel di Indonesia sangat luas dan banyak kandungannya di alam, contoh
daerah di Indonesia yang mengandung jumlah nikel yang tinggi adalah Sulawesi dan Maluku.
Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat pelapukan batuan ultramafic
yang mengandung kadar nikel sebesar 0,2% - 3,0%. Nikel laterite umumnya ditemukan pada daerah
tropis, dikarenakan iklim yang mendukung untuk terbentuknya pelapukan, selain topografi, drainase,
tenaga tektonik, batuan unduk, dan struktur geologi. Contoh faktor-faktor diatas dapat ditemukan pada
Teluk Weda, Halmahera, Maluku Utara. Daerah ini memiliki bantalan nikel yang dibagi menjadi dua tipe
laterite, yaitu limonite dan saprolite. Kandungan nikel yang terkandung pada daerah ini diperkirakan
mencapai 345 juta ton dengan rasio limonite per saprolite sebesar 40:60.
Dengan besarnya volume potensi dari sumber daya alam nikel ini maka perlu dibentuk
perancangan sebagai major processing system dari proyek ini, dimana hal itu mencakup proses ore
receiving hingga proses kalsinasi. Dengan disusunnya perancangan, Hal tersebut bertujuan untuk
membentuk proses yang paling ekonomis baik itu dari fasilitas dan plant system yang cocok untuk plant
di Teluk Weda, dengan pertimbangan yaitu permesinan perlengkapan, automasi proses, perlindungan
lingkungan kerja, pencegahan polusi, dan maintenance yang mudah.
1.2. Aim of Report
Peracangan plant ini bertujuan untuk memaksimalkan proses pengolahan sumber daya alam yang
ada di daerah Teluk Weda, yaitu mineral nikel. Dimulai dari penentuan lokasi plant yang strategis,
penentuan bahan baku, kapasitas produksi, proses-proses yang terlibat, estimasi cost hingga proses
pemasarannya. Keluaran yang diharapkan adalah terciptanya plant yang dapat pemroses nikel hasil
penambangan Teluk Weda dan menghasilkan produk layak pemasaran sehingga dapat jadi pemasok
bahan baku yang mencukupi industri dalam negeri.

Chapter 2: Plant Description


2.1. Raw Materials
Kandungan nikel yang ada pada Teluk Weda dibagi menjadi dua lapisan laterite, yaitu limonite
dan saprolite. Dimana komposisi unsur dari raw material dapat dilihat pada table 1.

Unsur Limonite(%) Saprolite(%)

Ni 1.2 1.7
Co 0.2 0.04
MgO 2.1 24.0
SiO2 12.7 40.0
Fe2O3 60.1 19.6
Al2O3 6.0 1.3
Cr2O3 3.2 1.1
MnO 1.4 0.3

Dengan besar kandungan nickel 1-3%, dalam bentuk bijih oksida, dan memiliki logam pengikut
seperti Co biasanya akan memiliki kadar air (H2O) sebesar 30-45%. Kadar air dapat terbentuk dalam
bentuk kelembapan dan dalam bentuk ikatan kimia (gugus hidroksil). Dengan karakteristik seperti itu,
menjadikan bijih nikel dapat ditingkatkan nilainya biarpun sedikit dengan cara pemisahan (screening) [1].
Untuk mendapatkan barang tambang, yaitu bijih nikel, dapat dilakukan dengan rangkaian proses
eksplorasi dan eksploitasi yang akan dijadikan open pit dan open cast yang ditunjukkan oleh gambar XX.

2.2. Production Capacity

2.3. Process Selection


Berdasarkan kadar nikel yang dimiliki di daerah ini maka proses pengolahan nikel yang paling
cocok adalah proses pirometalurgi yang akan menghasilkan produk akhir yaitu ferronickel carbon shot.
Banyak di belahan dunia yang memproduksi Ni primer dengan proses pirometalurgi (smelting) ketimbang
proses pelindian (leaching). Proses smelting dari nikel laterite tergolong proses metalurgi ekstraksi yang
unik. Hal tersebut dikarenakan umpan memiliki kadar yang sangat rendah dan membutuhkan konsumsi
energi listrik yang tinggi [2].
Secara termodinamika, komponen oksida yang masuk ke dalam tanur listrik adalah NiO, FeO,
SiO2, MgO, dan reduktor karbon. Kondisi proses untuk membentuk kadar Ni yang tinggi (95%-97%) [3].
Kondisi proses untuk reduksi NiO dan FeO oleh karbon dilakukan pada temperatur 1500-1600 oC.
Dikarenakan pada suhu tersebut akan memiliki driving force yang besar untuk terjadi reduksi sedangkan
SiO2 dan MgO akan stabil dan menjadi sulit tereduksi. Reaksi pembentukan ferronickel sendiri dapat
dituliskan berdasarkan persamaan 1 dibawah ini:
NiO + Fe = Ni + FeO … (1)
RT lnpO2 = Go + 2RT ln (aNiO) … (2)
Berdasarkan teori standar reaksi energi yang dapat dilihat pada gambar XX, menjelaskan bahwa
aktivitas dari nikel pada smelting sebesar 0.01 - 0.001, dengan besar nilai koefisien aktivitas sebesar itu
berdasarkan persamaan 2 membuatnya larut ke dalam slag dan ikut keluar ketika proses tapping
dilakukan. Sedangkan aktivitas Fe2O/Fe cenderung lebih stabil biarpun pada lelehan slag dan lelehan
logam. Berdasarkan perbedaan nilai aktivitas tersebut, dapat menjelaskan bahwa FeO mudah tereduksi
ketika nilai recovery Ni tinggi [2]. Sehingga pada proses smelting ini nickel laterite tidak berubah
menjadi nikel, melainkan paduan ferronickel.

Gambar XX. Diagram Ellingham yang terjadi pada proses smelting nikel laterite dengan nilai
aktivitas

Berdasarkan info material diatas, diketahui bahwa dengan besar nikel oksida sebesar 1.2 – 1.7%
akan memiliki besar kadar air yang tinggi. Maka dari itu pemilihan proses untuk mengurangi kadar air
dapat dilakukan dengan rotary dryer dibandingkan dengan tungku oven. Dikarenakan proses akan jauh
lebih ekonomis serta lebih kontinyu. Penilaian ekonomis menjadi penting dikarenakan jumlah bahan
bakar dan efisiensinya tinggi. Dengan penggunaan rotary dryer akan meringankan kerja dari rotary kiln
untuk menghilangkan kristal air sebelum masuk kedalam tanur listrik. Berdasrkan nilai, rotary dryer dapat
mengurangi kelembapan air dari 30% hingga menjadi 20%. Nilai 20% dapat menjadi nilai yang ideal
karena logam berharga yang dibawa menggunakan conveyor belt tidak mengalami kehilangan (losses).
2.4. Plant Location
Ditinjau dari lokasi di mana penambangan dapat dilakukan untuk mendapatkan bijih nikel yang
ditunjukkan oleh gambar XX, maka penempatan plant yang sesuai adalah di dekat tambang hingga
bermuara di laut. Hal ini melibatkan pertimbangan meliputi; kemudahan transportasi darat seperti bahan
baku nikel menuju plant, kemudahan transportasi laut (dapat dibangun jetty) untuk menjual hasil produksi
hingga desalinasi air laut yang menghasilkan pasokan air melimpah guna dijadikan energi mau pun
pendigin mesin. Lokasi plant ditunjukkan oleh kotak merah pada gambar XY di bawah ini.
Gambar XY. Lokasi plant pengolahan nikel laterit
2.5. Energy
Sumber energi yang digunakan untuk menunjang proses pengolahan nikel adalah batu bara,
listrik, dan air. Penjelasan seputar sumber energi dapat dilihat di bagian bawah ini:
1. Batu bara
Batu bara pada proses pengolahan pirometalurgi memiliki peran yang sangat penting. Hal
tersebut dikarenakan peran batu bara sebagai sebagai pembangkit tenaga listrik dan reduktor
pada proses peleburan. Jenis batu bara digunakan adalah bituminous dan anthracite. Batu bara
yang diimpor dari daerah Kalimantan akan dilakukan analisis secara proximate dan ultimate.
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar moisture (air dalam batubara)
kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu), volatile
matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Sedangkan Analisis ultimat
dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N), dan
sulfur (S) dalam batubara [4].
Pemilihan kedua jenis batu bara ini didasari nilai kalor batu bara (coal calorific value)
dimana nilai kalor batu bara adalah nilai yang menentukan seberapa banyak energi yang
dihasilkan per satuan massanya. Penggunaan batu bara ini diproyeksikan untuk bahan bakar
bahan bakar burner pada rotary kiln dan hot air generator pada rotary dryer. Serta bahan
pencampuran dengan bijih nikel sebagai reduktor pada mixing plant.

2. Listrik
Pengguaan listrik sangat penting untuk mempermudah aktivitas manusia di kantor plant
pengolahan. Secara lebih besar, listrik digunakan sebagai sumber pembangkit dari tanur
listrik. Listrik dapat digunakan dihasilkan dari diesel dan PLTU. Listrik yang diperoleh dari
diesel engine plant akan dipasok untuk transformator yang menjadi sumber tenaga tanur
listrik dan mesin-mesin seperti rotary kiln dan rotary dryer. Sedangkan PLTU digunakan
menjadi energi alternative untuk mengurangi penggunaan pasokan listrik PLN. Desain dari
PLTU ini digunakan pembangkit dengan bahan bakar yaitu batu bara jenis sub-bituminous.
Listrik dari PLTU digunakaan untuk operasional kantor dan untuk mesin-mesin kapasitas
ringan.
3. Air
Air yang digunakan didalam plant digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti
operasional kantor, system pendingin tanur listrik, dan pengairan di sekitar plant. Manajemen
air diperlukan maka dari itu harus dilakuakan sirkulasi air dengan cara penjernihan dan
pembelian air melalui PDAM dan pengeboran sumur mata air setempat. Karena keuntungan
plant yang dekat dengan laut, maka dapat dilakukan pembangunan tempat untuk penjernihan
air laut atau desalinasi sehingga dapat digunakan untuk operasional plant.

Chapter 3: Plant Design


3.1. Process Flow Design

Gambar XX. Process Flow Diagram dari Ferronickel [5]


3.2. Main Equipment Selection
3.2.1 Tahap Pra Olahan
Dalam tahap pra olahan ini akan meliputi proses pengambilan bijih nikel hingga
pengolahan bijih agar siap diproses pada tahap selanjutnya. Pada tahap ini meliputi beberapa
langkah seperti berikut.
a. Penambangan
Pada proses penambangan, kegiatan dibagi menjadi dua yaitu eksplorasi dan eskplotasi.
Eksplorasi merupakan kegiatan untuk memastikan keberadaan cadangan bijih yang ingin diambil.
Eksplorasi ini perlu dilakukan untuk meninjau agar penambangan yang dilakukan tidak memberi
dampak kerugian bagi perusahaan maupun lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, eksplorasi yang
dilakukan Teluk Weda diupayakan untuk mendapatkan nikel laterit yang sesuai dengan
spesifikasi produk yang akan dipasarkan serta disesuaikan proses pengolahan untuk mengolah
mineral, pemilihan proses pengolahan mineral yang sesuai untuk nikel laterit dapat dilihat oleh
gambar XX. Kegiatan eksplorasi diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) yaitu
melakukan pembersihan lokasi terhadap pepohonan dan semak-semak serta melakukan
pengupasan (stripping) lapisan tanah penutup hingga kedalaman tertentu.

Gambar XX. Skema profil lapisan dalam endapan bijih nikel laterit dengan opsi pengolahan [7]

Sedangkan eksploitasi merupakan kegiatan pengambilan sumber daya alam untuk dipakai
maupun dipergunakan atau dimanfaatkan. Proses penambangan yang dilakukan dapat berupa
penambangan terbuka contohnya seperti metode open pit dan open cast. Kedua metode tersebut
disesuaikan dengan struktur tanah yang akan dilakukan proses penambangan. Setelah itu hasil
penambangan diangkut menggunakan dump truck. Selanjutnya, bebatuan besar hasil
penambangan akan dipecahkan dengan menggunakan alat pemecah (rock breaker) hingga
berukuran kecil lalu dilakukan penyaringan.
b. Penanganan material
Penanganan material secara umum berperan dalam transportasi material, mulai dari bijih
hingga batu bara untuk proses produksi, dimana material padat yang dimaksud yaitu bijih yang
akan diolah, batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar maupun reduktor, transportasi bijih
dari stockyard luar hingga stockyard dalam, dan batu kapur yang digunakan pada mixing plant.
Selain bijih yang akan diolah, seperti pellet dan batu bara sebagai reduktor maupun untuk bahan
bakar yang digunakan untuk mesin rotary dryer dan rotary kiln.
c. Persiapan bijih
Sebelum umpan masuk kedalam proses, harus dilakukan beberapa penyesuaian mulai
dari kadar kelembapan, rasio feeding, dan kandungan Ni. Hal tersebut berujuan untuk
meningkatkan kualitas bijih agar cocok dengan umpan mesin yang berada di dalam pabrik
sehingga didapati produk yang memenuhi standar.

d. Rotary Kiln
Bahan baku yang telah dicampur pada mixing plant akan dilanjutkan ke rotary kiln yang
bertujuan untuk mencapai syarat bijih yang baik untuk dapat dilakukan proses peleburan. Dalam
rotary kiln ini akan meliputi proses pengeringan untuk menurunkan moisture content dalam bijih
dengan cara evaporasi air yang berikatan dengan bijih. Dilanjutkan dengan proses pre-reduksi
untuk menaikkan temperature hingga Kristal air dalam bijih dapat dihilangkan melalui proses
penguapan. Proses terakhir dalam rotary kiln adalah daerah dekat burner dengan temperature
yang lebih dinaikkan, reduksi moisture terus berlanjut hingga kandungan air dalam bijih hingga
mencapai <1%. Produk utama yang dihasilkan pada proses rotary kiln adalah bijih kalsin,
sedangkan produk sampingannya yaitu debu yang dihasilkan dari rotary kiln akan ditangkap
melalui electrostatic precipicator lalu disalurkan kedalam bag filter dan diolah dengan pelletizer
untuk menjadi pellet yang akan digunakan sebagai bahan baku di mixing plant.

3.2.2 Tahap Peleburan


Kalsin tertampung dalam top bin dengan kapasitas masing-masing 30 ton. Kalsin
diumpankan melalui 24 buah chute ke dalam dapur listrik. Tiga buah chute berujung di antara
elektroda. Enam buah chute berada di sekeliling elektroda. Sedangkan 15 buah chute lainnya
berada di sekeliling enam elektroda sebelumnya dan berguna untuk menjaga temperatur dinding
tanur agar tidak terlalu panas seperti yang dapat dilihat pada gambar XX.

Gambar XX. Chute pada tanur listrik

Semua ujung chute dilengkapi damper untuk mengatur kecepatan masuknya kalsin bila
diperlukan. Sebuah bin disediakan untuk cadangan apabila sewaktu-waktu diperlukan dan
mempunyai chute yang keluarannya dapat langsung ditampung.
Tanur listrik yang digunakan adalah tanur listrik tertutup. Badan tanur berbentuk silinder
dengan diameter 15 meter dan tinggi 5,6 meter. Dinding tanur terbuat dari plat baja dan dilapisi
magnesia brick, carbon brick, dan tar dolomite stamp. Badan tanur dilengkapi dengan sebuah
metal tapping hole dan dua buah slag tapping hole. Tutup tanur terbuat dari bata tahan api yang
dilengkapi lining sebagai insulator. Tutup ini berfungsi untuk mencegah kehilangan panas dari
tanur. Tutup ini dilengkapi dengan lubang untuk elektroda, bukaan untuk memasukkan klinker
(scrap) untuk proses peleburan dan lubang untuk 2 buah pipa gas buang.

Gambar XX. Skema dari tanur listrik yang menjadi bagian pada proses peleburan

Pada badan dan tutup tanur dipasang thermocouple untuk mengukur temperatur.
Terdapat 24 buah termocouple dipasang pada dinding tanur, 21 buah pada bagian bawah tanur,
dan 5 buah pada bagian cover tanur. Selain sebagai pengukur suhu, thermocouple juga berfungsi
sebagai indikator penipisan lining pada tanur.
Proses peleburan dalam tanur listrik menggunakan tiga buah elektroda yang
dihubungkan pada transformator tiga fasa hubungan delta. Elektroda yang memiliki berat sekitar
40 hingga 45 ton ini adalah jenis elektroda sodeberg yang terdiri dari steel case dan pasta. Pasta
dengan fixed carbon ini selain sebagai konduktor, juga berfungsi sebagai reduktor dalam tanur
listrik sehingga dimungkinkan dalam tanur ini terjadi reduksi secara langsung dan tidak langsung
Ketiga ujung elektroda ini menghasilkan panas untuk melebur kalsin. Tegangan
listrik pada proses peleburan diusahakan tetap dengan mengatur jarak elektroda dengan
permukaan kalsin melalui mekanisme naik-turun elektroda (slipping). Arus yang mengalir dalam
tiap-tiap elektroda diusahakan sama agar tidak terjadi unbalance. Apabila hal ini terjadi maka
akan terjadi ledakan (boiling). Boiling juga dapat terjadi karena masih terdapat kandungan air
dalam kalsin ataupun terbentuk debu-debu halus yang cukup tebal yang akan menghalangi
keluarnya gas dari dalam cairan.
Permukaan elektroda tidak boleh tercelup terlalu dalam ke dalam slag karena
akan mengakibatkan kerugian energi. Energi yang seharusnya digunakan untuk melebur kalsin
dapat terbuang untuk memanaskan slag. Ujung elektroda harus berada tepat di permukaan umpan
sehingga busur api yang timbul dapat efektif untuk melebur kalsin. Apabila elektroda memendek
karena arus terbakar, perlu dilakukan penyambungan untuk kelancaran proses peleburan.
Penyambungan dilakukan 2-3 kali dalam satu bulan.
Dalam dapur listrik, kalsin dilebur dan direduksi oleh karbon dari ketiga
elektroda serta antrasit dan batu bara dalam kalsin. Tujuan utama dari reduksi adalah membuat
kalsin menjadi crude FeNi. Sebagian besar Ni dan Fe yang ada dalam kalsin akan tereduksi. Batu
kapur dalam kalsin berfungsi sebagai bahan pengikat unsur-unsur pengotor menjadi slag.
Dengan elektroda yang bersuhu tinggi maka akan terjadi reaksi reduksi yang
menyebabkan terjadinya pemisahan antara metal cair dan terak (slag). Metal sebagai hasil dari
reduksi akan berada di bawah dari permukaan leburan sedangkan terak di atas permukaan
leburan. Hal ini dikarenakan metal cair memiliki berat jenis yang lebih besar (6,7-7) dibanding
slag (2,8-3). Metal cair akan diteruskan ke tahap selanjutnya sedangkan slag akan dibuang.
Bagian-bagian utama dari terak (slag) adalah SiO 2, MgO, FeO dan yang lainnya adalah CaO,
Al2O3, Cr2O3, MnO dan NiO.
Oksida-oksida yang tidak tereduksi dalam kalsin seperti SiO2, MgO, CaO, dan
lain-lain akan meleleh dan membentuk slag. Slag berperan penting dalam mengatur komposisi
logam cair karena merupakan bahan perantara terjadinya reaksi kimia. Sifatsifat slag seperti
viskositas, konduktivitas listrik, titik lebur dan lain-lain, akan berpengaruh pada metal yang
dihasilkan. Oleh karena itu sifat-sifat slag perlu diatur dengan baik. Contoh pengaruh sifat slag
adalah jika viskositasnya terlalu besar maka difusi partikel FeNi akan berjalan terlalu lambat
sehingga akan tertahan di slag dan akan terbuang saat slag tapping dilakukan. Titik leleh slag
akan rendah jika basisitasnya rendah. Untuk menjaga basisitas dapat dilakukan dengan
penambahan batu kapur atau limestone (CaO). Bila jumlah SiO2 dalam slag jauh lebih banyak
dari jumlah basa, maka lapisan dinding tanur yang tersusun atas magnesia brick akan terkikis
dalam usaha mengembalikan kesetimbangan pembentukan senyawa stabil MgO.SiO2 atau
MgSiO3 (enstatit) yang memiliki titik lebur rendah (1557°C). Sebaliknya jika jumlah silika
terlalu sedikit, terdapat kemungkinan terbentuknya senyawa 2MgO.SiO2 atau Mg2SiO4
(forsterit) yang memiliki titik lebur tinggi (1890°C) sehingga slag susah mencair dan menjadi
kental (fluiditasnya menurun). Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, nilai basicity yang
dianggap ideal berkisar 0,6 sampai 0,7. Equipment yang dapat digunakan untuk menjaga umur
dinding tanur, dapat digunakan hatch hopper coolant system seperti pada gambar XX [6]. Slag
dikeluarkan melalui dua buah tapping hole –yang dipakai bergantian– yang letaknya berlawanan
dengan metal tapping hole. Lubang untuk proses slag tapping dilapisi tembaga yang didinginkan
dengan air (monkey piece). Dengan parameter pemakaian listrik sebesar 100.000-110.000 kWH
dan ketinggian slag dalam tanur mencapai 90 cm, slag langsung dikeluarkan melewati slag runner
ke slag yard sambil disemprot dengan air. Setelah dingin slag diangkut dengan dump truck ke
tempat penimbunan untuk dibuang atau dimanfaatkan lebih lanjut, seperti untuk pengurukan
pantai dan pembuatan jalan raya.
Metal cair dikeluarkan melalui sebuah metal tapping hole. Logam yang keluar
mengalir melalui metal runner menuju ladle yang telah dipanaskan terlebih dahulu untuk
menghindari pembekuan logam di dalam ladle. Logam cair ini disebut juga crude FeNi. Metal
tapping dilakukan 4-7 kali dalam sehari. Kapasitas ladle 20 ton. Dalam sekali tapping dihasilkan
± 16-18 ton crude FeNi. Metal yang keluar diambil sedikit untuk dijadikan sampel dan dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis kadarnya. Untuk mengetahui ketebalan kalsin, slag dan metal cair
digunakan metal bath, suatu alat yang terbuat dari besi beton. Metal bath biasanya dilakukan satu
minggu sekali dengan kondisi tanur switch off.
Gambar XX. Bottom fan untuk system pendingin dari tanur [6]

3.2.3 Tahap Pemurnian


Pemurnian merupakan langkah yang dilakukan sebagai penyesuaian komposisi
kimia sebelum dilakukan proses pencetakan. Proses in dilakukan untuk memenuhi
keinginan dari konsumen, seperti penurunan kadar pengotor. Proses ini dapat dilakukan
dengan cara-cara berikut:
a. Oxygen Lancing
Proses ini dilakukan untuk meningkatkan temperatur di dalam ladle hasil tapping
logam dari furnace hingga mencapai temperature 1500oC agar mudah untuk
dilakukan proses selanjutnya Dan juga terjadi reaksi silikon secara eksotermik, tetapi
reaksi tersebut dapat diabaikan adanya reaksi eksotermik ini dikarenakan dilakukan
penambahan FeSi ke dalam hot metal. Teknis peniupan oksigen ini dilakukan dengan
mencelupkan selang yang akan meniupkan oksigen ke dalam ladle, tetapi selang
tidak sampai ke dasar ladle.
Reaksi eksotermik yang terjadi ini mengakibatkan pemisahan antara logam dan
terak. Sehingga sebelum dilakukan pencetakan (casting), ladle harus dilakukan
skimming terlebih dahulu dengan tujuan memisahkan logam dan terak.

b. Desulfurisasi
Desulfurisasi bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur yang terdapat pada hot
metal hasil dari ESF. Proses desulfurisasi dapat menurunkan kadar sulfur hingga
0.03%. Proses pengurangan kadar sulfur di dalam ladle dilakukan dengan
penambahan agen desulfurisasi, yaitu kalsium karbida (CaC2) dengan dilakukan
proses pengadukan (stirring). Penambahan karbida berguna untuk menarik sulfur
dalam keadaan padat di dalam hot metal.
Selain adanya penambahan karbida, dilakukan juga penambahan fluorspar ke
dalam ladle. Penambahan fluorspar berfungsi sebagai pendukung proses
desulfurisasi, tetapi karena mahalnya bahan ini, penambahan fluorspar hanya
dilakukan sedikit.
Produk akhir pada proses desulfurisasi, lelehan FeNi harus tetap terjaga dan tidak
teroksidasi. Untuk stirrer atau pengaduk merupakan material yang consumable atau
habis terkonsumsi maka dari itu diperlukan maintenance dengan cara mengganti
stirrer lama dengan stirrer baru yang merupakan hasil pencetakan oleh tim
pendukung operasional.

c. LD Converter
. LD Converter bertujuan untuk membentuk umpan untuk pembentukan low
carbon shot (LCS). Tahapan LD Converter ini dimulai dengan dekarbonisasi lalu
desilikonisasi. Reaksi yang berada pada LD Converter ini berlangsung secara vakum
dan tekanan yang tinggi sambil ditiupkan dengan gas oksigen hingga kadar karbon
sebesar 0.01%. Indikator dari berlangsungnya dekarbonisasi adalah terbentuk asap
putih karbon monoksida (CO). Selanjutnya, dilakukan desilikonisasi, setelah
dilakukan desilikonisasi ini akan terbentuk slag pada permukaan hot metal dan perlu
dilakukan skimming untuk memisahkan crude FeNi dengan terak. Setelah kedua
proses tersebut selesai, maka produk siap dipindahkan untuk dilakukan pencetakan.

d. Dekarbonisasi dan Desilikonisasi


Dekarbonisasi adalah proses yang bertujuan untuk menurunkan kadar karbon.
Adapun kadar karbon yang diinginkan didalam produk yang ingin dijual ke
konsumen sebesar 0.01 %. Proses ini dilakukan dengan cara oksidasi karbon, berikut
adalah reaksi dari dekarbonosasi:

2C + O2 à 2CO(g)
C(l) + O2 à CO2(g)

Adapun unsur C yang merupakan unsur terlarut yang bereaksi dengan oksigen
dari proses lancing dan menghasilkan gas CO sebagai byproduct. Di saat yang
bersamaan dimungkinkan terjadi kenaikan temperature di dalam ladle crude FeNi
yang sebagai efek samping akan membahayakan pada dinding refraktori LD
converter.
Desilikonisasi merupakan proses yang bertujuan untuk menurunkann kadar
silicon di dalam molten metal. Kadar silikon yang diinginkan didalam produk sebesar
0.01%. Proses disilikonisasi dilakukan dengan cara mengoksidasi unsur Si dengn
oksigen, reaksi tersebut didasari oleh nilai unsur Si terhadap afinitas oksigen,
sehingga Si akan teroksidasi terlebih dahulu sehingga terbentuk silicon berfasa
liquid.

Si + O2(g) à SiO2(l)
Sehingga hasil dari terbentuknya silicon dalam bentuk liquid perlu dilakukan
penambahan batu kapur (CaO) dalam ladle yang bertujuan agar terjadi reaksi dengan
SiO2 dan akan terbentuk slag. Slag ini akan mengapung sebagai lelehan slag dan
akan dilakukan skimming untuk memisahkan slag dengan metal. Lalu metal tersebut
akan ditransportasikan ke bagian casting untuk siap dibentuk menjadi produk low
carbon shot.
3.2.4 Tahap Pencetakan

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar XXa, proses ini diawali dengan
transportasi ladle menggunakan ladle crane untuk diangkat ke runner dan disemprotkan
dengan air melalui bantuan water nozzle. Water nozzle terdapat pada kolam (pond) yang
akan menyemprotkan air ke aliran logam panas (hot metal) sehingga terbentuk seperti
Gambar XXb, bentuk metal yang bulat-bulat (granulated shot). Setelah HCS ataupun
LCS ini terbentuk, shot tersebut dibawa dengan bantuan conveyor dengan terlebih dahulu
ditampung kedalam wadah.

Gambar XX. (a) Bagian runner yang berada di satker casting; (b) Produk granulated shot
yang dihasilkan dari proses casting
3.3. Supporting Facilities and Infrastructure
3.3.1 Road Construction and Maintanance
Saat proses pengembangan Wade Bay Nickle Project, secara resmi telah
menetapkan Jalan Raya Trans Halmahera dari Tanjung Ulie ke Lelief. Selain itu
dilakukan pemeliharaan di lokasi lain sepanjang jalan ini untuk meningkatkan keamanan
untuk kendaraan yang ringan meskipun pemeliharaannya terbatas. WBN telah
meningkatkan sekitar 22 km dari jaan bekas penebanan hingga ke pedalaman, dan
diperpanjang sejauh 14 km hingga mencapai Bukit Limber. WBN juga mendirikan
beberapa lintasan untuk pengeboran geotechnical di lokasi proyek (plant site, residue
storage facility, dan construction camp location)
3.3.2 Land and Forest Resource
Area operasional Wade Bay Nickel sebagian besar dikelilingi oleh hutan tropis
dengan berbagai tipe, khususnya:
● Hutan bakau dan rawa air tawar
● Hutan dataran rendah di tanah ultra dasar
● Hutan dataran rendah di tanah aluvial
● Hutan pegunungan rendah, dan
● hutan dataran rendah di atas batu kapur (Karst)
Karena kepadata populasi yang rendah, terdapat tingkat keseragaman lahan hutan
yang baik di wilayah ini dibanding yang biasa ditemukan pada tempat lain di Indonesia.
Htan pegunungan rendah mencakup area yang paling luas di dalam wilayah proyek Wade
Bay Nikel ini.
3.3.3 Water Resource
Di daerah Halmahera, terdapat beberapa sungai seperti Sungai Segea, Sungai
Gemaf, Sungai Sake, Sungai Wosia, dan Sungai Kobe yang dapat menjadi sumber air
bagi perusahaan. Hulu DAS berada di pegunungan di utara dan mengalir ke selatan, barat
daya, serta tenggara.
Dalam dunia metalurgi, proses hidrometalurgi dapat dilakukan menggunakan air
laut. Namun, air segar juga diperlukan untuk beberapa proses, seperti steam
productiondan pemurnian produk. selain itu juga untuk sanitasi air, air minum, serta air
untuk pemadam kebakaran.
Sungai Sagea mengalir melalui medan karst, yang menurut hukum Indonesia
dapat dianggap sebagai kawasan konservasi. Karena waduk di daerah karst mengalama
kehilangan air yang besar, Sungai Sagea tidak dianggap sebagai sumber air. Pilihan lain,
Sungai Kobe memiliki daerah tangkapan air yang besar dan memiliki aliran yang besar.
Dengan mempertimbangkan volume air yang diperlukan, Sungai Kobe menjadi satu-
satunya sumber yang mampu memasok air segar (tawar) yang cukup efektif.
3.3.4 Aviation Facilities
Daerah Halmahera Tengah merupakan daerah terpencil yang infrastrukur
transportasinya sebagian besar belum berkembang. Semenjak tahun 2000, telah
digunakan helikopter untuk upaya eksplorasi, dan kamp Tanjung Ulie telah memiliki
helipad/heliport permanen. Saat ini, tiga zona pendaratan (masih dalam pengembangan)
digunakan pada Bukit Limber, Ake Jira, dan di Provinsi Utara. Helikopter tidak hanya
digunakan untuk mobilitas pribadi dan logistik, tetapi juga untuk membawa dokumen
serta paket prioritas dari Ternate.
Saat ini, helikopter S3 Lama dan Hughes 500 sedag digunakan. Helikopter ringan
menjadi sarana utama untuk memindahkan personel dari dan ke situs eksplorasi, serta
untuk kebutuhan logistik situs pengeboran pada akses darat yang buruk.
Pada tahun 2001, WBN membangun jalur pendaratan pesawat terbang sebesar
43,1 hektar di pantai di sebelah timur desa Lelilef dan barat situr yang direncanakan
untuk pabrik dan pelabuhan pemrosesan. Lapangan udara perlu dilakukan peningkatan
untuk memenuhi kebutuhan proyek.
3.4. Plant Layout
Penambangan dan pengolahan bijih nikel tidak hana mencakup penambangan
laterit di lokasi yang ersebar dan pemrosesan bijih di compleks pabrik, tetapi juga
beragam fasilitas / infrasruktur pendukung. Aktifitas yang akan memberikan dampak
signifikan terhadap lingkungan selama konstruksi dan operasi meliputi construction and
operational workforce employment; mobilization of equipment and material; land
clearing; construction of supporting facilities; ore transportation ; land reclamation
post-mining; limestone quarrying and processing.
Selama operasi, pemrosesan bijih akan memberikan dampak sigifikan dari proses
hidrometalurgi seperti msolid residue management dan waste water management.
Dampak lainnya dihasilkan dari fasilitas pendukung selama operasi, khususnya pabrik
asam sulfat, dasilitas pasokan air, pembangkit listrik, fasilitas akomodasi, pengelolaan
limbah non proses, pelabuhan khusus dan bandara khusus.
G
ambar XX. Plant Design
3.5. Design Criteria This section specifies the design basis of the plant. The design
basis may include the ore throughput, annual plant availability, grade of the feed
materials, recovery of the metals, composition of the products, blending of the feed
materials, plant life-time, etc. The design basis will be then used as the basis for the
material and energy balance calculations.
3.6. Material and Energy Balance This section explains the input and output of the
materials (mass)/energy (heat) within the plant operation. It is encouraged to make
separate calculation for each major section of the plant. For example, calculation for the
mass balance for a milling operation should be separated for the mass balance for a
roasting operation. The material balance should also include the water balance within the
plant operation.
3.7. Environmental Consideration
Weda Bay Nickel Project terletak di Pulai Halmahera yang merupakan daerah
tropis basah yang terletak tepat di utara katulistiwa. Topografinya ditandai dengan strip
pantai, dataran tinggi yang bervariasi antara 750 m hingga lebih dari 1000 m di atas
permukaan laut. Curah hujan yang tinggi dialami di dataran tinggi (rata-rata 4000 mm)
bila dibandingkan dengan strip pantai (rata-rata 2600 mm).
Di Pulau halmahera, ada dua siklus lokal yang dihasilkan dari tidak meratanya
pemanasan dan pendinginan permukaan. Ini adalah angin darat dan angin laut, dimana
akan mempengaruhi dispersi dair poutan. sehingga harus diperhitungkan dalam
persyaratan pabrik dan kontrol emisi. Adnaa wind roses yang terjadi musiman atau
bulanan merupakan cara yang efektif untuk menyajikan data arah angin da kecepatan
secara grafis untuk lokasi tertentu seperti ditunjukkan pada gambar XX. Mawar angin
membuktikan indikasi yang baik dari pola dispersi polutan lokal.

Gambar XX. Wind Roses


Kemungkinan akan terjadi erosi tanah, sedimentasi air permukaan, serta dampak
keanekaragaman hayati dalam / dari test pit di daerah ini. Sehingga perlu dilakukan
beberapa tindakan untuk menangani hal tersebut, di antaranya adalah:
a. Meminimalkan area pembukaan lahan
b. Membuang lapisan tanah atas dari clearing sites dan menumpuknya di area tang
ditentukan untuk digunakan kembali
c. Menetapkan lereng dan tanggul yang memadai dan stabil untuk test pit.
d. Membangun cek dam untuk membatasi TSS dekat dengan sumbernya.
e. Kolam pengendapan di area test pit dibangun dan dioperasikan
f. Semua limpasan air permkaan dari test pit diarahkan ke sedimenasi kolam.
g. Program rehabilitasi dikembangkan
Potensial bahaya geologis di halmahera meliputi aktivitas gunung berapi, gempa
bumi, dan bisa juga terjaid tsunami. Aktivitas vulkanik terjadi di sepanjang Ternate,
Tidore, da rantai vulkanik Makian dan di barat bagian dar lenngan barat laut Halmahera.
Area proyek Teluk Weda sendiri sebenarnya terleyak jauh dari aktivitas vulkanik, namun
dapat terkena dampak abu vulkanik.
Subduksi timur lempeng Selat Molucca yang aktif mengotrol aktivitas vulkanik
dan memicu gempa bumi yang biasanya terjadi sepanjang bagian barat daerah
Halmahera. Gempa bumi di timur laut Halmahera disebabkan oleh subduksi aktif ke arah
barat lempeng Pasifik. Peristiwa gempa bumi salah satunya terjadi pada tanggal 21 dan
26 Maret 2007. Belum ada kejadian tsunami yang dilporkan terjadi di Halmahera yang
diakibatkan gempa bumi. Meskipun secara teoritis, gempa dengan kekuatan lebih dari 6,3
akan memicu tsunami di daerah barat, utara, dan daerah timur laut Halmahera yang
berpotensi terkena dampak tsunami. Peta bahaya gempa bumi digambarkan dalam
earthquake epicenters pada gambar XX.
Gambar XX. Earthquake epicenters Provinsi Maluku Utara

Chapter 4: Organization and Human Resources

4.1 Organization
A. General Manager of Sulawesi Tenggara (Sultra) Operation
a. Quality Management Assurance Manager
b. Management Representative Manager
c. Deputy General Manager of Operation
i. Vice President of FeNi Plant
1. Manager Material Handling
- Assistant Manager Transfer Material
- Assistant Manager Ore Blending
- Assistant Manager Other Products Processing
2. Manager Ore Preparation
- Assistant Manager Rotary Dryer
- Assistant Manager Rotary Kiln
3. Manager Smelting
- Assistant Manager Transportasi Kalsin
- Assistant Manager Smelting
- Assistant Manager Water Plant
4. Manager Refinery and Casting
- Assistant Manager Refinery
- Assistant Manager Casting
- Assistant Manager Production Finishing
- Assistant Manager Lining Work
5. Manager Mechanical Maintenance
- Assistant Manager Perencanaan Pemeliharaan
- Assistant Manager Mechanical Maintenance
- Assistant Manager Perlakuan Logam
- Assistant Manager Product Equipment Workshop
6. Manager Electrical and Instrument Maintenance
- Assistant Manager Instrument Maintenance
- Assistant Manager Electrical Maintenance
- Support Instrument Maintenance
ii. Vice President of Mining and Operation Support
1. Manager Pertambangan Konawe Utara
- Assistant Manager Survei, Perencaan Tambang, dan Eksplorasi Konawe Utara
- Assistant Manager Produksi Tambang Konawe Utara
2. Manager Shipping
- Assistant Manager Agency
- Assistant Manager Loading dan Barging
3. Manager Utility
- Assistant Manager Perencanaan Sipil
- Assistant Manager Produk Oksigen
- Assistant Manager Pengelolaan Air
- Assistant Manager Shipyard
- Assistant Manager Distribusi Elektrik dan Telekomunikasi
4. Manager Outsource Controlling
5. Manager Diesel Power Plant (DPP)
- Assistant Manager Operasi DPP
- Assistant Manager Maintenance Instrumen dan Kelistrikan DPP
- Assistant Manager Mechanical Maintenance DPP
6. Manager Coal Fired Power Plant (CFPP)
- Assistant Manager CFFP Material Handling & Water Treatment Plant
- Assistant Manager Mechanical Maintenance CFPP
- Assistant Manager Operasi CFFP
- Assistant Manager Maintenance Instrumen dan Kelistrikan CFFP
iii. Manager Quality Control
- Assistant Manager Sample Preparation
- Assistant Manager Laboratorium Kimia
- Assistant Manager Laboratorium Instrumen
- Assistant Manager Asuransi Kualitas Bijih
iv. Manager Processing Engineering
d. Vice President of Finance
1. Manager Akutansi dan Penganggaran
- Assistant Manager Akutansi
- Assistant Manager Penganggaran
2. Manager Treasury dan Verifikasi
- Assistant Manager Kebendaharaan, Pajak dan Asuransi
- Assistant Manager Verifikasi
e. Vice President of Human Resource & General Affairs
1. Manager Human Resource
- Assistant Manager Perencanaan dan Pengembangan SDM
- Assistant Manager Benefit dan Kompensasi
- Assistant Manager Learning
2. Manager Industrial Relation
3. Manager General Affairs
- Assistant Manager Protokol
- Assistant Manager Perumahan
- Assistant Manager Emplacement Environment
4. Manager Corporate Social Responsibility
- Assistant Manager Community Development
- Assistant Manager Partnership and Community Stewardship Prog.
5. Manager External Affairs
- Assistant Manager Public Relation
- Assistant Manager Keamanan
f. Manager of Health, Safety, and Enviromental
- Assistant Manager Keselamatan Pabrik
- Assistant Manager Keselamatan Tambang
- Assistant Manager Kesehatan Kerja
- Assistant Manager Pengelolaan Lingkungan Pabrik
- Assistant Manager Pengelolaan Lingkungan Tambang
4.2 Human Resource Policy and Management
Peraturan perusahaan, disyaratkan dalam UU perburuhan Indonesia. Peraturan
perusahaan harus mengakui kebijakan dan prosedur untuk berbagai kategori status karyawan,
seperti:
a. Karyawan Permanen, yang dipekerjakan berdasarkan Perjanjian Ketenagakerjaan Tidak
Terbatas untuk masa tak terbatas
b. Karyawan Tidak Permanen, dipekerjakan berdasarkan Kontrak Kerja Jangka Tetap
c. Pekerja Harian di Situs Lapangan Halmahera.
Peraturan perusahaan disesuaikan dengan Undang undang yang berlaku dan disetujui oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Direktorat Jenderal Hubungan Industri dan Sosial
Jaminan Tenaga Kerja No. KEP.611 / PHIJSK-PKKAD / X / 2009 tanggal 27 Oktober 2009.
Peraturan ini menetapkan kebijakan dan prosedur untuk status kategori yang tercantum di atas,
masa percobaan, pemeriksaan medis, bekerja hari dan jam, sertifikasi sakit atau cedera dan
pembayaran cuti sakit, bayaran lembur, aturan perilaku dan tindakan disipliner, skorsing,
emutusan hubungan kerja, pengunduran diri, pesangon, jaminan sosial (program JAMSOSTEK),
pensiun, dan resolusi pengaduan.
Karyawan di kantor-kantor di Jakarta dan Ternate bekerja 5 hari seminggu dengan 2 hari
akhir pekan dan libur nasional. Untuk karyawan kunci “Terbang-Keluar / Terbang-Keluar”,
apakah di bawah Perjanjian Ketenagakerjaan Tidak Terbatas atau Masa Tetap Kontrak Kerja,
masa kerja adalah tiga, 7 hari kerja minggu diikuti oleh satu minggu istirahat 7 hari; atau sebagai
alternatif, lima hari berturut-turut minggu kerja diikuti dengan 2 minggu istirahat. Kebijakan ini
memungkinkan 1 hari untuk bepergian ke atau dari Situs Lapangan Halmahera hingga maksimal
2 hari perjalanan dihitung sebagai hari kerja.
Perlu juga dicatat bahwa situasi ini terjadi tidak berkelanjutan. Mengingat tingkat
pendidikan yang umumnya rendah dan ekonomi yang kurang berkembang di daerah Halmahera
Tengah, keberadaan sistem tenaga kerja dua tingkat ini tidak mengejutkan. Tidak ada karyawan
lokal yang pernah memiliki lebih dari sekolah menengah (SMA) pendidikan, dan banyak sekali
pekerja harian yang tidak pernah menyelesaikan sekolah dasar.

Chapter 5: Schedule of Plant Construction


Tabel 5.1 Timeline konstruksi plant
Chapter 6: Financial Analysis

Chapter 7: Market Plan

Chapter 8: Conclusion

Chapter 9: References
[1] A. Vahed and A. E. M. Warner, “A Review of Nickel Pyrometallurgical Operation,” no.
September, 1988.
[2] D. R. Swinbourne and D. R. Swinbourne, “Understanding ferronickel smelting from
laterites through computational thermodynamics modelling Understanding ferronickel
smelting from laterites through computational thermodynamics modelling,” vol. 9553, no.
May, 2014.
[3] M. Y. Solar, “Selection of optimum ferronickel grade for smelting nickel laterites,” no.
February, 2016.
[4] T. A. Simorangkir, “Tugas teknik tambang batubara,” 2014.
[5] Kawasaki Heavy Industries, PT. ANTAM Tbk - Process Description Fe-Ni 3. .
[6] “Ideal for Storage and Transfer of Material.”
[7] Wedderburn, B., 2009. Nickel laterite processing - A shift towards heap leaching. ALTA

Chapter 10: Appendix

Anda mungkin juga menyukai