Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTEK KOMUNIKASI

KEPERAWATAN II
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA REMAJA

DOSEN PEMBIMBING :
FARIDAH, SST., M.Kes

Disusun Oleh:
1. Hanina Salsabila (1810046)
2. Melda Fitria Aly Andriani (1810056)
3. Novianti Nur Fadilah (1810074)
4. Siti Aisyah (1810096)
5. Tedi Novan Maulana (1810102)

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan Laporan Pelaksanaan Praktek
Komunikasi Keperawatan II. Ada pun penyusunan Makalah ini merupakan salah satu
persayaratan dalam menyelesaikan tugas di Prodi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Surabaya.
Dalam menyusun Laporan, Kami menyadari banyak mengalami kesulitan dan
hambatan. Namun berkat bimbingan, doa, bantuan, dan dorongan baik moril maupun
materil dari berbagai pihak, Laporan Pelaksanaan Praktek Komunikasi Keperawatan II
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami mengakui Laporan ini masih jauh
dari sempurna, kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa. Kami
harapkan demi untuk perbaikan dan penyempurnaan Laporan ini. Akhir kata, besar
harapan saya semoga Laporan ini dapat memberikan manfaat. Semoga Allah SWT
senantiasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kami.Amin.

Tim Penyusun

Kel 6

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Permasalahan......................................................................................................1
A. Rumusan Masalah.........................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................2
a. Tujuan Umum..........................................................................................2
b. Tujuan Khusus.........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3


2.1. Pengertian komunikasi terapeutik.....................................................................3
2.2 Manfaat komunikasi terapeutik..........................................................................3
2.3 Teknik komunikasi terapeutik............................................................................3
2.4 Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik dalam keperawatan...............................6
2.5 Prinsip komunikasi terapeutik pada klien usia remaja.......................................6
2.6 Teknik komunikasi terapeutik pada klien usia remaja.......................................7
2.7 Tahapan komunikasi dengan remaja..................................................................8
2.8 Hambatan dalam komunikasi pada remaja.........................................................8
2.9 Hengertian appendisitis......................................................................................9
2.10 Risiko usia terhadap kejadian appendisitis......................................................9
2.11 Penyebab appendisitis....................................................................................10
2.12 Cara mencegah terkena appendisitis..............................................................10

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
Lampiran..............................................................................................................15
A. Skenario.....................................................................................................15
B. Dokumentasi keperawatan.......................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare –
communicatio dan communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan
dengan sistem penyampaian dan penerimaan berita, seperti telepon, telegraf,
radio, dan sebagainya. Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai
suatu proses pertukaran, penyampaian, dan penerimaan berita, ide, atau
informasi dari seseorang ke orang lain. Dalam berkomunikasi, diperlukan
ketulusan hati antara pihak yang terlibat agar komunikasi yang dilakukan
efektif. Pihak yang menyampaikan harus ada kesungguhan atau keseriusan
bahwa informasi yang disampaikan adalah penting, sedangkan pihak
penerima harus memiliki kesungguhan untuk memperhatikan dan memahami
makna informasi yang diterima serta memberikan respons yang sesuai.
Komunikasi yang berpangkal pada bahasa atin, seperti “communis” yang
artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua
orang atau lebih. Komunikasi berasal dari kata “communico” yang artinya
membagi (Cherry dalam Stuart, 1983)
Komunikasi merupakan sebuah proses penyesuaian dan adaptasi yang
dinamis dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka yang pada
saat tersebut terjadi pertukaran ide, makna, perasaan, dan perhatian (Duldt-
Bettey yang dikutip Suryani, 2006).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, diformulasikan bahwa
komunikasi merupakan penyampaian informasi yang berisi ide, perasaan,
perhatian, makna, dan pikiran, yang diberikan pada penerima pesan dengan
harapan di penerima pesan menggunakan informasi tersebut dalam rangka
mengubah sikap dan perilaku.

1.2 Permasalahan
A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Komunikasi Terapeutik?
2. Apa Manfaat Komunikasi Terapeutik?

1
3. Apa saja Teknik komunikasi terapeutik?
4. Bagaimana Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan?
5. Bagaimana prinsip komunikasi terapeutik pada klien usia remaja?
6. Bagaimana teknik komunikasi terapeutik pada klien usia remaja?
7. Bagaimana tahapan komunikasi dengan remaja?
8. Apa saja hambatan dalam komunikasi pada remaja?
9. Apa pengertian appendisitis?
10. Berapa banyak risiko usia terhadap kejadian appendisitis?
11. Apa penyebab appendisitis?
12. Bagaimana cara mencegah terkena appendisitis?

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan dapat menerapkan Komunikasi
Terapeutik Pada Remaja. Sehingga kita dapat menggunakannya dalam
praktik klinik ataupun di dunia kerja nanti.
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Komunikasi Terapeutik
pada Remaja dan dapat menerapkan dan mempraktekan Komunikasi
Terapeutik pada Remaja.
.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) arti dari kata terapeutik
adalah berkaitan dengan sebuah terapi atau pengobatan. Komunikasi
terapeutik merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Komunikasi yang diterapkan
oleh perawat kepada klien merupakan komunikasi terapeutik yang
mempunyai tujuan untuk mencapai kesembuhan klien. Selain itu, komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan
kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak memberikan pengertian antara perawat
dengan klien. (Afnuhazi, 2015: 32).

2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik


Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien
melalui hubungan perawat pasien dan mengidentifikasi, mengungkapkan
perasaan, mengkaji masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Anas, 2004).

2.3 Teknik komunikasi terapeutik

a. Bertanya
Bertanya merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
b. Mendengarkan
Mendengarkan merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik.
Mendengarkan adalah sutau proses yang aktif dan dinamis, karena perawat
menggunakan seluruh perhatian serta pikirannya dalam mendengarkan dan

3
mengobservasi ungkapan verbal dan nonverbal klien (Antai-Otong dalam
Suryani, 2015: 60)
c. Mengulang
Mengulang memiliki pengertian mengulang kembali pikiran utama yang
telah diekspresikan oleh klien. Hal ini menunjukkan bahwa perawat
mendengarkan memvalidasi, menguatkan, serta mengembalikan perhatian
klien pada sesuatu yang telah diucapkan klien
d. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan strategi menanggapi respon klien dengan mengecek
kebenaran informasi yang disampaikan oleh klien. (Frisch dan Frisch,
2011 dalam Suryani, 2015: 61).
e. Refleksi
Refleksi adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan dan isi
pembicaraan klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat terhadap ungkapan klien, serta menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien (Frisch dan Frisch, 2011 dalam Suryani, 2015:
62). Teknik refleksi terdiri dari refleksi isi dan refleksi perasaan.
f. Memfokuskan
Penggunaan teknik memfokuskan ditujukan untuk memberi kesempatan
kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi
klien pada pencapaian tujuan. (Frisch dan Frisch, 2011 dalam Suryani,
2015: 63).
g. Diam
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien
sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masingmasing. Teknik ini tidak sama dengan teknik mendengarkan. Pada
teknik ini, perawat memberikan waktu pada klien untuk memikirkan dan
menyusun informasi yang ingin disampaikan kepada perawat.
h. Memberi informasi
Memberi informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk
klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan klien tentang

4
kesehatan, aspek-aspek yang relevan dengan perawatan yang dijalani, serta
proses penyembuhan klien. Teknik ini tidak sama dengan teknik advice.
Pada teknik ini perawat hanya memberikan informasi, sedangkan
keputusan tetap ada pada klien.
i. Mengubah cara pandang
Teknik mengubah cara pandang digunakan untuk memberikan cara
pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu masalah dari aspek
negatifnya saja (Gerald, 1998 dalam Suryani, 2015: 66
j. Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pemikiran dan ide yang sama
saat mengakhiri pertemuan.
k. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh masalah yang
dialami klien (Frisch dan Frisch, 2011 dalam Suryani, 2015: 67)).
l. Membagi persepsi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam (Suryani, 2015: 68), membagi
persepsi adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan
atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat adanya perbedaan antara respon verbal dan respon nonverbal
klien.
m. Mengidentifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien, serta harus
mampu menangkap tema dari pembicaraan tersebut. Tujuannya adalah
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting Stuart dan Laraia
(dalam Suryani, 2015: 69)
n. Humor
Humor memiliki beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik perawat-
klien. Suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor, karena
humor dapat menyediakan tempat bagi emosi untuk distraksi dari perasaan
stres dan depresi.

5
o. Memberi pujian
Memberikan pujian merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan
klien ketika berinteraksi dengan perawat. Memberi pujian dapat
diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

2.4 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan

Menurut Carl Rogers (1961), prinsip-prinsip komunikasi terapeutik


meliputi:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri (self awareness) yang berarti


memahami nilai-nilai yang di anut

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya


dan saling menghargai

3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun


mental

4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas


berkembang tanpa rasa takut
5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan klien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.

2.5 Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Usia Remaja


Perkembangan komunikasi pada usia remaja dapat ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat. Pada usia remaja, pola perkembangan
kognisinya sudah mulai berpikir secara konseptual mengingat masa ini adalah
masa peralihan anak menjadi dewasa, sedangkan secara emosional sudah
mulai menunjukkan perasaan malu. Anak usia remaja sering kali merenung
kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi.

6
Sehubungan dengan perkembangan komunikasi ini, yang dapat kita lakukan
adalah mengizinkan remaja berdiskusi atau curah pendapat pada teman
sebaya. Hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan
jaga kerahasiaan dalam komunikasi karena akan menimbulkan
ketidakpercayaan remaja.

2.6 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Klien Usia Remaja


Remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Pada masa
transisi ini remaja banyak mengalami kesulitan yang membutuhkan
kemampuan adaptasi. Remaja sering tidak mendapat tempat untuk
mengekspresikan ungkapan hatinya dan cenderung tertekan Hal ini akan
dapat mempengaruhi komunikasi remaja terutama komunikasi dengan orang
tua atau orang dewasa lainnya. Terkait dengan permasalahan di atas, dalam
berkomunikasi dengan remaja perawat atau orang dewasa lain harus mampu
bersikap sebagai “SAHABAT” buat remaja. Tidak meremehkan atau
memperlakukan dia sebagai anak kecil dan tidak membiarkan dia berperilaku
sebagai orang dewasa. Pola asuh remaja perlu cara khusus. Walau usia masih
tergolong anak-anak, ia tak bisa diperlakukan seperti anak kecil. Remaja
sudah mulai menunjukkan jati diri. Biasanya remaja lebih senang berkumpul
bersama teman sebaya ketimbang dengan orang tua.
Berikut ini sikap perawat, orang tua, atau orang dewasa lain yang perlu
diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja.
a. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada mereka
untuk mengekspresikan perasaannya, pikiran, dan sikapnya.
b. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran, dan
sikapnya.
c. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau berespons
yang berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap emosional.
Keberhasilan berkomunikasi dengan remaja dapat dipengaruhi oleh
suasana psikologis antara perawat/orang tua/orang dewasa lain dengan
remaja.

7
a. Suasana hormat menghormati Orang dewasa akan akan mampu
berkomunikasi dengan baik apabila pendapat pribadinya dihormati, ia
lebih senang kalau ia boleh turut berpikir dan mengemukakan pikirannya.
b. Suasana saling menghargai Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan,
dan sistem nilai yang dianut perlu dihargai. Meremehkan dan
menyampingkan harga diri mereka akan dapat menjadi kendala dalam
jalannya komunikasi.
c. Suasana saling percaya Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan
itu benar adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan.

2.7 Tahapan Komunikasi dengan Remaja

1. Fase Pra Interaksi


Mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau
bertanya kepada orang tua tentang masalah yang ada.
2. Fase Orientasi
p. Memberi salam dan senyum pada klien
q. Melakukan validasi
r. Mencari kebenaran data yang ada
s. Mengobservasi
t. Memperkenalkan nama dengan tujuan, waktu, dan
u. Melakukan kerahasiaan klien
3. Fase Kerja
a. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan
memberitahu tentang hal yang kurang dimengerti dalam berkomunikasi.
b. Menanyakan keluhan utama.
c. Saat berkomunikasi dengan klien remaja, usahakan berdiskusi atau
curah pendapat seperti teman sebaya.
d. Hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu.
e. Jaga kerahasiaan yang dapat menimbulkan rasa malu.
f. Jaga kerahasiaan dalam komunikasi (masa transisi dalam bersikap
dewasa).
4. Fase Terminasi

8
a. Menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil.
b. Memberikan reinforcement positif, tindak lanjut, kontrak, dan
c. Mengakhiri wawancara dengan baik.

2.8 Hambatan dalam Komunikasi pada Remaja


1. Hambatan fisik
a. Sinyal non verbal yang tidak konsisten.
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan
bicara tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi
dengan kita, memengaruhi proses komunikasi yang langsung.
b. Gangguan noises
Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita
berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya.
c. Gangguan fisik (gagap, tunawicara, tunanetra)
Adanya gangguan fisik seperti gagap, tunawicara, tunanetra, dan
sebagainya yang dialami oleh seorang remaja. Terimalah mereka apa
adanya, mereka pasti memiliki postensi unggul lain yang perlu digali.
Sebagai perawat kita harus iap menerima kenyataan tersebut seraya
mencari agar tidak terjadi hambatan komunikasi dengan remaja
tersebut, misalnya dengan cara belajar bahasa yang mereka dapat
pahami.
d. Teknik bertanya yang buruk
Ternyata jika kita tidak memiliki kemampuan bertanya, maka tidak
akan sanggup menggali pemahaman orang lain, tidak sanggup
mengetahui apa yang dirasakan orang lain. Oleh karena itu,
kembangkan selalu teknik bertanya kepada orang lain. Bahwa setiap
individu memiliki modalitas belajar yang berbeda-beda.

2.9 Pengertian Appendisitis

Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang


terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks.

9
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya, namun sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai pencetus disamping hyperplasia jaringan limfoid, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan.

2.10 Risiko Usia terhadap Kejadian Appendisitis

Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usia
dewasa akhir dan balita, kejadian apendisitis ini meningkat pada usia remaja
dan dewasa. Usia 20 – 30 tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif,
Dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali
kegiatan. Hal ini menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi makanan
yang dikonsumsinya. Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada akhirnya
menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.
Menurut penelitian (Cathleya Fransisca, I Made Gotra, Ni Made
Mahastuti, 2019) rentang usia paling banyak adalah 17 – 25 tahun yang
termasuk dalam kelompok remaja akhir, dan yang paling kecil jumlahnya
adalah pada kelompok manula yang berusia 65 tahun keatas.

2.11 Penyebab Appendisitis

Menurut Nurhayati (2011) mengatakan bahwa pola makan yang kurang


serat menyebabkan apendisitis, selain itu bahan makanan yang dikonsumsi
dan cara pengolahan serta waktu makan yang tidak teratur sehingga hal ini
dapat menyebabkan apendisitis. kebiasaan pola makan yang kurang dalam
mengkonsumsi serat yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
appendiks dan meninggkatkan pertumbuhan kuman, sehingga terjadi
peradangan pada appendiks.
Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat mempengaruhi terjadinya konstipasi yang mengakibatkan
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang

10
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

2.12 Cara mencegah terkena Appendisitis

Tubuh membutuhkan asupan gizi yang seimbang dalam asupan makanan


sehari-hari. Asupan gizi yang seimbang antara lain mengandung protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang seimbang. Salah
satu asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh adalah makanan berserat.
Makanan berserat dapat dengan mudah ditemukan, seperti sayur-sayuran dan
juga buah-buahan. Makanan yang banyak mengandung serat dapat mencegah
adanya konstipasi di sistem pencernaan manusia. Telah disebutkan bahwa,
konstipasi adalah salah satu penyebab timbuknya penyakit apendisitis. Oleh
karena itu, memakan makanan yang mengandung banyak serat dapat
memperkecil peluang seseorang untuk terkena apendisitis.

11
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam kasus diatas diketahui bahwa pasien yanag bernama Nn. Z adalah
seorang remaja berusia 19 tahun yang dirawat di Rumah Sakit karena
Appendisitis. Dalam kasus tersebut dijelaskan cara berkomunikasi secara
terapeutik pada remaja dalam pemberian tindakan pemeriksaan Tanda-Tanda
Vital. Pada perawatan Nn. Z perawat telah mengkaji bahwa terdapat adanya nyeri
di bagian perut sekitar pusar (periumbilikus) dan muntah. Pada pelaksanaannya
komunikasi terapeutik yang akan dilakukan oleh perawat, hal tersebut dapat
menjadi sebuah hambatan fisik, oleh sebab itu harus dilakukan cara-cara untuk
mengatasi hambatan tersebut agar komunikasi terapeutik dapat berjalan dengan
baik dan memberikan manfaat dalam proses penyembuhan pasien.

Berkomunikasi dengan anak yang masuk usia remaja (praremaja)


sebenarnya lebih mudah. Pemahaman mereka sudah memadai untuk bicara
tentang masalah yang kompleks. Dalam komunikasi dengan remaja, kita tidak
bisa memindahkan alur pembicaraan, mengatur dan memegang kendali secara
otoriter. Remaja sudah punya pemikiran dan perasan sendiri tentang hal yang ia
bicarakan. Contoh respons yang sering diungkapkan oleh orang tua kepada
anaknya yang bisa menyebabkan terputusnya komunikasi adalah mengancam,
memperingatkan, memerintah, menilai, mengkritik, tidak setuju, menyalahkan,
menasihati, menyelesaikan masalah, menghidar, mengalihkan perhatian,
menertawakan, mendesak, memberi kuliah, mengajari, mencemooh, membuat
malu, menyelidiki, mengusut, dan memuji-menyetujui.

Dalam penerapan komunikasi terapeutik pada remaja penting untuk


komunikasi terbuka, seperti “Bagaimana sekolahmu hari ini?”, “Apa yang
membuatmu senang hari ini di sekolah?”. Komunikasi dua arah, yaitu bergantian
antara yang berbicara dan yang mendengarkan. Jangan mendominasi
pembicaraan, sediakan waktu bagi remaja dalam menyampaikan pendapatnya.
Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja. Jika sedang

12
tidak bisa, katakan terus terang daripada anda tidak fokus dan memutus
komunikasi dengan remaja. Jangan memaksa remaja untuk mengungkapkan
sesuatu yang dia rahasiakan karena akan membuatnya tidak nyaman dan enggan
berkomunikasi. Anak remaja sudah mulai memilik privasi yang tidak boleh
diketahui orang lain termasuk orang tuanya. Utarakan perasaan anda jika ada
perilaku remaja yang kurang tepat dan jangan memarahi atau membentar.
Misalnya, “Saya khawatir jika kamu masih tidak menjaga pola makan yang benar,
sebaiknya kamu tetap menjaga pola makan yang benar agar tidak mudah sakit.”
Ketika melakukan komunikasi pada remaja, perawat perlu memerhatikan
berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang remaja, cara
berkomunikasi dengan anak remaja, dan metode berkomunikasi dengan anak
remaja. Peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan remaja, agar
bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta Selatan: Pusat


Pendidikan SDM Kesehatan-Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Arifuddin, A., Salmawati, L., & Prasetyo, A. (2017). Faktor Risiko Kejadian
Apendisitis di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu. Preventif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1).

Febriyanti, F. (2019). Analisis Status Gizi Pada Pasien Appendicitis Saat Usia
Remaja. INA-Rxiv. June, 25.

Fransisca, C., Gotra, I. M., & Mahastuti, N. M. Karakteristik Pasien dengan


Gambaran Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun
2015-2017. E-Jurnal Medika Udayana, 8(7).

Herfira, A., & Supratman, L. P. (2017). Komunikasi Terapeutik Clinical


Instructor Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Jurnal Manajemen
Komunikasi, 1(2), 168-179.

Muhith, A., & Siyoto, S. 2018. Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing &
Health. Yogyakarta: Penerbit Andi.

14
Lampiran

Judul : Komunikasi Terapeutik pada Remaja dengan Diagnosa Apendisitis

Nama : Nn. Z

Umur : 19 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Surabaya

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMA

Keluarga yang dapat dihubungi : Ny.L (Ibu)

Riwayat pekerjaan : Pelajar

Peran:
 Hanina Salsabila sebagai perawat 1
 Tedi Novan M sebagai perawat 2

15
 Melda Fitria Aly Andriani sebagai perawat 3
 Novianti Nur Fadilah sebagai perawat 4
 Siti Aisyah sebagai pembaca latar belakang

A. Skenario

Pada tanggal 14 Juni 2020, pukul 21.00 WIB Nn . Z di rawat di RS karena


appendisitis. Seorang perawat akan menyampaikan bahwa Nn. Z harus puasa
karena akan dilakukan operasi appendisitis dan melakukan pemeriksaan TTV.
Sebelum ke Nn. Z, perawat memeriksa dokumen pasien terlebih dahulu
selanjutnya perawat sudah menyiapkan peralatan, seperti satu set peralatan
TTV, masker, handscoon, dan baki. Setelah itu perawat merancang strategi
untuk pertemuan pertama dengan pasien
Dialog roleplay komunikasi terapeutik pada remaja.
1) Tahap pra interaksi :
Pada tanggal 14 Juni 2020, pukul 21.00 WIB Nn. Z di rawat di RS karena
appendisitis. Seorang perawat akan menyampaikan bahwa Nn. Z harus
puasa karena akan dilakukan operasi appendisitis pada hari Senin, 15
Juni 2020 dan melakukan pemeriksaan TTV. Sebelum ke Nn. Z, perawat
memeriksa dokumen pasien terlebih dahulu selanjutnya perawat sudah
menyiapkan peralatan, seperti satu set peralatan TTV, masker,
handscoon, dan baki. Setelah itu perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan pasien
2) Tahap orientasi :
Tahap perkenalan yang dilakukan perawat pada saat pertama kali
bertemu dengan pasien. Tujuan perawat pada tahap ini adalah
menumbuhkan rasa salinng percaya dengan pasien.
Berjalan kearah ruang pasien, dan mengetuk pintu sebelum masuk
Perawat : "selamat pagi.." (berjalan ke arah pasien dengan senyum)

Pasien : "selamat pagi "

16
Perawat : "apakah benar ini dengan nn.Z usia 18 thn? (sambil melihat
gelang identitas px)

Pasien : "iya benar "

Perawat : "perkenalkan nama saya tedi yang dinas pada pagi hari ini,
disini saya akan mamantau perkembangan kondisi nn.Z sebelum operasi
bertujuan agar mengetahui kondisi nn.Z sebelum dioperasi, tidak lama
hanya 5-10 menit saja apakah nn.Z bersedia?

Pasien : " iya saya bersedia "

Perawat : " baik nn.Z saya akan menyiapkan alat"nya terlebih dahulu,
nanti saya akan kembali untuk memeriksa kondisi nn.Z

Pasien : "baik sus terimakasih"

Perawat : "sama-sama nn.Z"


Perawat kembali keruangan untuk menyiapkan alat dan bahan
untuk memeriksa kondisi nn.Z

3) Tahap kerja
Perawat kembali menemui pasien dengan membawa peralatan
tanda-tanda vital, dan memakai APD
Perawat : " selamat pagi nn.Z"

Pasien : " iya selamat pagi sus"

Perawat : "bagaimana keadaan nn.Z hari ini? Apakah ada keluhan?"

17
Pasien : " tidak sus, tapi saya merasa deg-degan su, karena besok saya
sudah dioperasi. Dan ini pertama kalinya saya operasi jadi sedikit takut"

Perawat : "nn.Z tidak perlu khawatir, berdoa dan pasrah sama Tuhan agar
operasi besok diberi kemudahan dan kelancaran, nanti tim medis juga
akan berusaha sebaik mungkin nn.Z "

Pasien : " iya sus aaamiin"

Perawat : " baik kalau begitu saya akan memerika kondisi nn.Z dengan
memeriksa ttv nn.Z bertujuan untuk mengetahui hasil Tekanan Darah,
Suhu, Nadi dan Pernapasan nn.Z Apakah sudah siap?"

Pasien : " siap sudah sus"

Perawat melakukan peeriksaan ttv dengan memerika TD, Nadi,


Suhu, dan RR pasien

Perawat : " permisi nn.Z hasilnya baik, dengan hasil TD : 120/80mmhg,


Suhu : 36,5•C, Nadi 80x/menit dan Pernapasan nn.Z 18x/ menit,
bagaimana keadaan nn.Z setelah saya periksa tanda-tanda vitalnya?"

Pasien : " saya merasa lebih baik sus, sudah tidak deg-degan seperti tadi"

Perawat : "baik kalau begitu bu, tadi hasilnya juga baik tidak perlu
merasa takut lagi"

Pasien : "iya sus, alhamdulillah kalau hasilnya bagus sus :)"

Perawat tersenyum ke arah pasien sambil merapikan alat ttv

18
Perawat : "iya alhamdulillah nn.Z disini saya juga akan memberikan
informasi terkait sebelum nn.Z operasi, yaitu nn.Z harus puasa terlebih
dahulu sebelum operasi"

Pasien : " saya harus puasa berapa lama sus? Apakah sama dengan puasa
ramadhan?"

Perawat : "jadi begini, nn.Z akan mulai puasa kurang lebih 8 jam
sebelum operasi. Tujuan berpuasa adalah mengurangi risiko aspirasi,
yaitu masuknya konten makanan ke dalam paru-paru selama operasi
berlangsung, apakah nn.Z sudah jelas dengan penjelasan saya?"

Pasien : "sudah sus, sudah sangat jelas penjelasannya"

Perawat : "baik nn.Z apakah ada yang ditanyakan lagi?"

Pasien : "tidak sus, tidak ada"

Perawat : "baik kalau begitu, terimakasih atas kerjasamanya nn.Z semoga


besok operasinya lancar, besok pagi akan ada suster yang berjaga pagi
akan mengantar nn.Z keruang operasi, jika tidak ada yang ditanyakan
kembali saya permisi kembali keruangan, jika nn.Z atau keluarga perlu
bantuan, bisa memanggil saya diruang perawat atau memencet tombol
hijau yang berasa di sebelah kanan.

Pasien : "baik sus terimakasih"


Perawat : " sama-sama nn.Z (sambil kembali menuju ruang perawat)

4) Fase terminasi
Saat perawat mengakhiri kotrak dengan pasien dan kembali keruang
perawat. Perawat melakukan dokumentasi keperawatan sebagai sarana

19
untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan kepada
pasien dengan isi :
a) Data Subjektif

b) Data objektif

c) Asesment

d) Planning
e) Dokumentasi.

B. Dokumentasi keperawatan

Hari : Minggu
Tanggal : 14 Juni 2020
Pukul : 21.15 WIB
Nama Tindakan : Pemeriksaan TTV
Nama pasien : Nn. Z
Respon :
a. Subyektif
Pasien mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini.
b. Obyektif
Pasien terlihat gelisah karena akan hari Senin, 15 Juni 2020 pukul 08.00
WIB akan dijadwalkan operasi appendisitis
Hasil TTV :
TD = 110/60 mmHg
N = 82x/menit
S = 35,90C
RR = 17x/menit
TTD Perawat

K.6
(Kelompok 6)

20
21

Anda mungkin juga menyukai