Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS DAN STANDARISASI OBAT BAHAN ALAM

“IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR BENZOAT


DALAM OBAT TRASISIONAL”

Dosen Pengampu:

Ghani Nurfiana, M.Farm., Apt.

Disusun oleh:

1. Robbayani Shogiro (23175182A)

2. Apriliana Putrilatipasari (23175184A)

3. Rizky Yulianita S (23175185A)

4. Yuningsih (23176186A)

5. Isna Farich R (23175187A)

6. Vallery Avelia L P (23175188A)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2020
I. Judul
Identifikasi dan Penetapan Kadar Benzoat Dalam Obat Trasisional
II. Tujuan
1. Untuk mengetahui sediaan obat batuk tradisional dalam bentuk tablet yang
mengandung asam benzoat.
2. Untuk mengetahui kadar asam benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional
III. Dasar teori
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994). Dalam pembuatan dan pengolahan obat
tradisional biasanya ditambahkan zat tambahan atau eksipien agar obat tradisional
yang dihasilkan memiliki penampakan atau rasa yang lebih menarik, lebih awet dalam
penyimpanan, dan menstabilkan senyawa yang dikandungnya. Bahan tambahan yang
biasa digunakan dapat dibedakan menjadi bahan tambahan alami dan bahan tambahan
kimia. Bahan tambahan kimia pada umunya bersifat racun karena itu perlu ada
pembatasan penggunaanya serta sejauh mungkin agar dihindari. Bahan tambahan
yang biasa digunakan dalam obat tradisional antara lain bahan pengawet, pewarna,
dan bahan pengisi (Wasito, 2011).
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme (PerMenkes No.722, 1988). Zat pengawet
terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya.
Aktivitas-aktifitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap
bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2009).
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas
penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini
digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH
2,5 – 4,0. Karena kelarutannya garamnya lebih besar, maka biasanya digunakan
dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai
menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Winarno,
1992). Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga
aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang
diizinkan untuk dimakanan. Pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah
terhadap hewan maupun manusia, karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme
detoksifikasi benzoat yang efisien (Yuliarti, 2007).
 Struktur kimia dan sifat-sifat asam benzoat :
Rumus Bangun :

Rumus Empiris : C7H6O2


Nama Kimia : Asam benzoat, benzoid acid, bensol carboxylid, asam carboxybenzene
Berat Molekul : 122,12
Pemerian : Asam benzoat berbentuk hablur bentuk jarum atau sisik, putih, sedikit
berbau, biasanya berbau benzaldehida atau benzoid. Agak mudah menguap pada suhu
hangat. Mudah menguap dalam uap air.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter
(Ditjen POM, 1995).
 Mengidentifikasi Asam Benzoat secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Teknik ini dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent
dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase
bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini
dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam
pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh
kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan (Khopkar, 2008).
 Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian peralatan yang digunakan.
Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat
dikatakan bahwa hampir semua laboraturium dapat melaksanakan setiap saat secara
tepat. Beberapa keuntungan lain kromatografi lapis tipis adalah: 1. Kromatografi lapis
tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis 2. Identifikasi pemisahan komponen
dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi atau dengan radiasi menggunakan
sinar ultraviolet Universitas Sumatera Utara 3. Dapat dilakukan elusi secara menaik
(ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi 4. Ketepatan
penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan
bercak yang tidak bergerak (Rohman, 2007).
 Penetapan Kadar Asam Benzoat Secara Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri UV-Visible Salah satu cara untuk mengetahui penetapan
kadar asam benzoat menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet.
Spektrofotometri adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar
ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan
cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada
kulit luar terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi ultraviolet biasanya
digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan.
Spektrum ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi
tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004). Spektra UV-Vis
dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk
analisis kuantitatif. Dasar dari spektrofotometri ultravioletUniversitas Sumatera Utara
visible adalah penyerapan molekuler elektronik dalam larutan. Sinar ultraviolet
mempunyai panjang gelombang antara 200 – 400 nm, sementara sinar tampak
mempunyai panjang gelombang 400 – 750 nm. Jadi, spektrofotometer yang sesuai
untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu
sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan
panjang gelombang 200 – 800 nm (Rohman, 2009). 2.8.2 Hukum Lambert-Beer
Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm
sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus,
2004). Hukum Lambert-Beer Hukum Lambert-Beer (Beer’s Law) adalah hubungan
linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum
Lambert-Beer ditulis dengan: A = ε . b . C A = absorban ( serapan ) ε = koefisien
ekstingsi molar (M-1 cm -1) b = tebal kuvet ( cm ) C = konsentrasi ( M )
 Panjang Gelombang Asam Benzoat dan Turunannya pada Daerah Ultraviolet
Panjang Gelombang Asam Benzoat dan Turunannya pada Daerah Ultraviolet
Asam benzoat dan turunannya dapat juga ditetapkan secara kuantitatif pada
daerah ultraviolet karena asam benzoat dan turunannya mempunyai kromofor yang
mampu menyerap sinar UV.
IV. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Erlenmeyer
2. Gelas ukur
3. Vial
4. Pipet tetes
5. Corong pisah
6. Corong
7. Chamber
8. Kertas saring
9. Hair drier
10. Batang pengaduk
11. Statif dan klem
12. Pipet penotol
13. Spektrofotometer Shimadzu UV Prose-1800.

B. Bahan
1. Metanol
2. Natrium Hidroksida 0,1 N
3. Asam Benzoat 0,2%
4. Pentana
5. Asam Asetat Glasial
6. Etanol
7. Aquadest.
V. Cara Kerja
A. Pembuatan Natrium Hidroksida 0,1N
Menimbang seksama 4 gr kristal Natrium Hidroksida
 

Dilarutkan dalam 1000ml aquadest sampai garis


tanda.  

B. Cara Penetapan
a. Persiapan larutan uji
Menimbang seksama sejumlah satu dosis cuplikan

Memasukkan kedalam labu  erlenmeyer, tambahkan aquadest 30 ml

Basakan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N hingga pH 10

Kocok selama 30 menit dan saring  

Filtrat dimasukkan kedalam corong pisah 125 ml

Menambahkan larutan dapar  sitrat pH 4 dan diekstraksi 3 kali, setiap kali dengan 30 ml eter

Ekstrak eter dikumpulkan dan diuapkan sampai kering menggunakan penguapan rotasi vakum

 Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 ml etanol (A)

Dengan cara yang sama ekstraksi cuplikan yang telah ditambahkan 5,0 mg larutan baku asam
benzoat BPFI 0,2 % b/v dalam etanol (B).

b. Persiapan Larutan Baku


Buat larutan baku asam benzoat 0,2 % b/v dalam etanol (C)

c. Identifikasi
1. Cara Kromatografi Lapis Tipis
Totolkan secara terpisah Larutan A, B, dan C dan lakukan kromatografi lapis
tipis sebagai berikut:
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : pentana – asam asetat glasial ( 88 : 12 )
Penjenuhan : dengan kertas saring
Volume penotolan: larutan A, B, dan C masing-masing 50µl
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya ultraviolet 254 nm, terjadi peradaran fluoresensi

2. Cara Spektrofotometri Ultraviolet

Melarutkan larutan A, B, dan C dikromatografi lapis tipis seperti tersebut diatas dengan
volume penotolan disesuaikan hingga diperoleh bercak setara denga 50µg asam benzoat

Bercak baku dan bercak senyawa yang mempunyai harga Rf sama ditandai dan dikerok

Hasil kerokan diekstraksi secara terpisah dengan metanol dan disaring

Mengukur serapan filtrat pada panjang gelombang antara 254 nm dan 366 nm

Asam benzoat akan menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang lebih
kurang 225 nm

3. Penetapan Kadar

Serapan larutan A, B, dan C diukur pada panjang gelombang lebih kurang 225
nm. Kadar asam benzoat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
Au : serapan larutan uji
Ab : serapan larutan baku
Kb : konsentrasi larutan baku
Vtb : volume penotolan larutan baku ( mikroliter )
Vtu : volume penotolan larutan uji ( mikroliter )
Veu: volume awal ekstrak ( mililiter )
B : bobot cuplikan ( miligram )
F : faktor pengenceran

VI. Hasil
A. Uji Kualitatif
Uji kualitatif dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Data hasil yang
diperoleh dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel Data Uji Kualitatif Sampel yang Mengandung Asam Benzoat

jarak titik pusat bercak


Perhitungan Rf :
jarak rambat eluen

8,1
1. Baku Asam Benzoat : =0,54
15
7,8
2. Harga Rf Jamu Shi Re Qing (1) : =0,52
15
7,9
3. Harga Rf Jamu Shi Re Qing (2) : =0,53
15
7,6
4. Qing Fei Yi Hoo Pian (1) : =0,51
15
7,5
5. Harga Rf Jamu Qing Fei Yi Hoo Pian (2) : =0,50
15
7,6
6. Harga Rf Jamu Ching Fei Yi Huo Pien (1) : =0,51
15
7,5
7. Harga Rf Jamu Ching Fei Yi Huo Pien (2) : =0,50
15
7,5
8. Harga Rf Jamu Yin Qioo Jie Du Pian (1) : =0,50
15
7,6
9. Harga Rf Jamu Yin Qioo Jie Du Pian (2) : =0,51
15
B. Uji Kuantitatif
Uji kuantitatif dilakukan untuk sampel yang positif mengandung asam
benzoat. Dimana uji kuantitatif dilakukan dengan Spektrofotometer UV. Data
hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel Data Pengukuran Absorbansi Sampel yang Mengandung Asam
Benzoat

Perhitungan:
Baku pembanding :

VII. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sediaan obat batuk tradisional
dalam bentuk tablet yang mengandung asam benzoat dan mengetahui kadar asam
benzoat dalam sediaan obat batuk tradisional bentuk tablet. Digunakan 4 sampel obat
batuk tradisional dimana dalam penentuan asam benzoat dilakukan secara kualitatif
dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak pentana : asam asetat glasial
(88:12) dan fase diam silika gel GF 254. Untuk sampel yang positif mengandung
asam benzoat dilakukan uji kuantitatif dengan spektrofotometer ultraviolet
menggunakan larutan baku asam benzoat 0,2% sebagai pembanding pada panjang
gelombang 225 nm.
Dari hasil pengujian kromatografi lapis tipis, pada jamu Shi Re Qing diperoleh
harga Rf 0,52 dan 0,53. Pada jamu Qing Fei Yi Hoo Pian diperoleh harga Rf 0,50 dan
0,51. Pada jamu Ching Fei Yi Huo Pien diperoleh harga Rf 0,50 dan 0,51. Dan pada
jamu Yin Qioo Jie Du Pian diperoleh harga Rf 0,50 dan 0,51.
Dari hasil pengujian di atas sampel yang positif mengandung asam benzoat
adalah jamu Shi Re Qing, karena harga Rf baku asam benzoat hampir sama dengan
harga Rf sampel jamu Shi Re Qing dengan menggunakan eluen pentana : asam asetat
glasial (88 : 12) dimana didapat harga Rf baku asam benzoat ialah 0,54 dan harga Rf
untuk sampel jamu ialah 0,52 dan 0,53. Untuk membuktikan hasil KLT atau untuk
memperjelas seberapa besar kadar asam benzoat dalam sampel, maka dilanjutkan
pengujian dengan spektrofotometri UV.
Penetapan kadar dilakukan melalui perhitungan dan diperoleh kadar asam
benzoat dalam sampel sebesar 0,012%. Persyaratan Metode Analisa Pusat Pengujian
Obat dan Makanan 35/Obat Tradisional/1993 (MA.PPOM 35/OT/93) bahan pengawet
asam benzoat yang boleh digunakan dalam obat tradisional tidak boleh lebih dari
0,1%. Dan menurut Wasito (2011), secara umum bahan pengawet seperti asam
benzoat yang biasa ditambahkan dalam obat tradisional tidak boleh lebih dari 0,1%.
Dengan demikian kadar asam benzoat dalam jamu Shi Re Qing memenuhi standar,
dan baik untuk dikonsumsi.
Penggunaan bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena bahan
pengawet dapat mencegah kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat
menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang
nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan produk/sediaan. Namun dari sisi lain,
bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing
yang masuk bersamaan dengan sediaan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian tidak
diatur dan diawasi maka akan menimbulkan keracunan atau terakumulasinya
pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008).
Jika kadar asam benzoat lebih dari persyaratan yang ditetapkan maka akan
memberikan efek terhadap kesehatan bagi pemakainya, timbulnya reaksi alergi pada
mulut dan kulit, terutama orang penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap
aspirin akan memberikan reaksi alergi pada mulut dan kulit.

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, kadar asam benzoat
sebagai pengawet dalam sediaan obat batuk tradisional bermerk Shi Re Qing
memenuhi syarat penggunaan asam benzoat sebagai pengawet dalam obat tradisional
sehingga obat tersebut aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek reaksi
alergi pada mulut dan kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 5-29

Dachriyanus, A. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.


Padang: Andalas University Press. Hal. 1, 8

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Jilid IV. Jakarta:


Departemen Kesehatan R.I. Hal. 47.

Ditjen Pengawas Obat dan Pangan Departemen Kesehatan R.I. (1988). Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/88
tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.

Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarrta: UI-Press. Hal. 90
– 135.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hal. 353-362
Sudjadi, dan Rohman. (2007). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal. 18.
Wasito, H. (2011). Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 52
55
Yuliarti, N. (2007) Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: ANDI. Hal. 71.

Anda mungkin juga menyukai