Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN “MOLA HIDATIDOSA ” DI

RUANGAN PERAWATAN LONTARA 4BD RSUP DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR TANGGAL 13-18 APRIL 2020

OLEH

NURJANAH, S.Kep

Ns 19.048

CI LAHAN CI INSTITUSI

(……………………....... (……...
………….) ……………………………)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN LAKIPADADA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


TAHUN 2019/2020

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kehamilan yang sehat merupakan kehamilan yang ditandai dengan adanyA

pertumbuhan dan perkembangan janin secara normal didalam rahim. Namun ada beberapa

keadaan dimana pertumbuhan dan perkembangan janinnya tidak berkembang dengan baik,

apabila terjadi kegagalan kehamilan tergantung pada tahap dan bentuk gangguannya.

Kegagalan ini bisa berupa abortus, kehamilan ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam

rahim, atau kelainan kongenital. Semuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi, juga

termasuk trofoblas (Martadisoebrata, 2010). Penyakit trofoblas merupakan penyakit yang

mengenai sel-sel trofoblas. Sel trofoblas banyak ditemukan pada wanita hamil. Sel trofoblas

juga dapat ditemukan diluar kehamilan berupa teratoma dari ovarium, karena itu penyakit

trofoblas dalam kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease (Martasdisoebrata,

2010). Penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada penyakit

trofoblas dikenal dengan nama mola hidatidosa atau hamil anggur (Prawirohardjo, 2010).

Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang perkembangan dan pertumbuhan

janinnya tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi

keadaan patologik yang terjadi pada minggu pertama kehamilan. Sel telur yang seharusnya

berkembang menjadi janin justru terhenti perkembangan nya, yang terus berkembang justru

sel-sel trofoblas yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai

gelembung-gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada

yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat dari mikroskop, ditemukan
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili, dan proliferasi sel-sel trofoblas

( jumlah sel nya bertambah ) (Prawirohardjo, 2010).

Menurut Sastrawinarta (2007), faktor resiko dari penyakit mola hidatidosa ini adalah

umur, genetik,status gizi ibu. Mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil

berumur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, dan mola hidatidosa juga sering ditemui pada

ibu hamil yang kekurangan protein. Dampak mola hidatidosa dapat timbul secara fisik

maupun psikologis. Secara fisik mola hidatidosa bisa menyebabkan perdarahan hebat yang

dapat mengakibatkan kekurangan volume cairan hingga syok,ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual muntah. Jika tidak cepat ditindak lanjuti maka akan

sangat berbahaya bagi kesehatan pasien, karna penyebaran sel sel trofoblas akan semakin

cepat dan meningkat sehingga dapat menyebabkan kanker dan bisa menyebar ke

jaringan/organ lain. Dampak secara psikologis bisa menyebabkan kesedihan pada keluarga

terutama pada ibu dan keluarga yang masih mengharapakan anak. Serta pada ibu jika

dilakukan tindakakn proses pengangkatan rahim maka ibu tidak bisa hamil kembali.

(Mochtar,2010).

1. Definisi

Hamil mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak

berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan

degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang menjadi lebih cepat dari usia gestasi

yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti

rangkaian buah anggur (Saifuddin, 2009).

Mola hidatidosa adalah plasenta vili orialis yang berkembang tidak sempurna dengan

gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga menunjukkan berbagai
ukuran trofoblas trofoblas profileratif tidak normal. Mola hidatidosa terdiri dari mola

hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial, perbedaan antara keduanya adalah

berdasarkan morfologi, gambaran klinik patologi, dan sitogenik (Anwar, 2011).

Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah suatu bentuk tumor

jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-

ari janin) atau merupakan suatu hasil pembuahan yang gagal. Jadi dalam proses

kehamilannya mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil

pembuahan sel sperma dan sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung-

gelembung semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari

hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan

akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa janin dan tampak gambaran seperti

badai salju dalam bahasa medis disebut “snow storm” (Sukarni, 2014).

2. Etiologi

Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan

vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan

mola hidatidosa antara lain :

a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau ada

serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam

pembuahan.
b. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stoma

vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-

sel trofoblast

c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi

meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk

memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam

pertumbuhan dan perkembangan janinnya

d. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa

karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi. Secara genetic yang dapat

diidentifikasi dan penggunaan stimulan drulasi seperti menotropiris (pergonal).

e. Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan bagian tubuh

sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim. Keperluan akan zat protein pada waktu

hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan

akan lahir lebih kecil dari normal.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba dapat mengenai

semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia

tidak selalu akan menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba

yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh (Mochtar, 2010). Faktor lainnya yang

diketahui adalah sosial ekonomi rendah, keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik

gestasional sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang

sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi

lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang berusi
20-40 tahun (Reeder, 2011). Menurut Sukarni, 2014 faktor lain yang mempengaruhi wanita

untuk kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi.

Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatidosa :

a. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya

Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki resiko 2 kali lipat

dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa.

b. Riwayat genetic

Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa memiliki

penyebab genetik terkait dengan mutasi gen

c. Faktor makanan

Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan peningkatan resiko

kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk juga kekurangan vitamin A.

3. Patofisiologi

Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista- kista anggur,

biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan

jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola

adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola

besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola

parliasis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik

terlihat :

a. Proliferasi dan trofoblas

b. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.


Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsial giantik.

Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm

atau lebih ( 25- 60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang

setelah mola hidatidosa sembuh (Mochtar, 2010). Sel telur seharusnya berkembang menjadi

janini justru terhenti perkembangannya karena tidak ada buah kehamilan atau degenerasi

sistem aliran darah terhadap kehamilan pada usia 3-4 minggu. Padafase ini sel seharusnya

mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau

degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi

tidak terjadi. Selain itu sel trofoblas juga mengeluarkan hormon HCG yang akan

mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi perdarahan

pervaginam, ini dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan, pengeluaran darah ini

kadang disertai juga dengan gelembuung vilus yang dapat memastikan dignosis mola

hidatidosa (Purwaningsih,2010) .
4. PATHWAY MOLA HIDATIDOSA

Vaktor ovum

Mengalami kterlambatan dalam pengeluaran

Kematian ovum di dalam tubuh

Mengalami degenerasi

Jangot- jangot karion yang tumbuh berganda dan mengandung cairan

Kista-kista kecil seperti anggur

Molahidatidosa

Tindakan invasive

Jaringan terdapt ulkus

bakteri mudah masuk


kuratase
Resiko jaringan ulkus Kurang informasi
tentang prosedur
Perdarahan hipovolemik
Resiko tinggi infeksi
Kurang pengetahuan

Resiko tinggi kekurangan


Menstimulasi reseptor nyeri
volume cairan
Cemas

Gangguan rasa nyaman nyeri


5. Manifestasi klinis

Menurut Winknjosastro, 2007 gejala mola tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu

mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.

Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih

besar dari pada umur kehamilan. Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama

besar walau jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas

tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Pada pasien

mola biasa nya akan terjadi :

a. Nyeri/kram perut

b. Muka pucat/keuning-kuningan

c. Perdarahan tidak teratur

d. Keluar jaringan mola

e. Keluar secret pervaginam

f. Muntah-muntah

g. Pembesaran uterus dan uterus lembek

h. Balotemen tidak teraba

i. Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal

j. Gerakan janin tidak terasa

k. Terdengar bunyi dan bising yang khas

l. Penurunan berat badan yang khas


6. Penalaksanaan

Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit

yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan. Terapi mola hidatidosa

terdiri dari tiga tahap, yaitu :

a. Perbaikan keadaan umum

Adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemi, pengobatan

terhadap penyulit, seperti pre eklampsi berat atau tirotoksikosis. Perbaikan keadaan

umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :

1) Koreksi dehidrasi

2) Transfusi darah bila ada anemia ( Hb 8 ggr % atau kurang )

3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan

protokol penangan dibagian obstetrik dan gynekologi

4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam.

b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi

1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa :

a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar

beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan

b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan

kuretase dilakukan 24 jam kemudian

c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan

tetasan oksitosin 10 IU dalam 500 ccdektrose 5%.

d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu

e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA


2) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah : Tindakan ini dilakukan pada

perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan

histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi merupan faktor predisposisi untuk

terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga

(Saifuddin, 2011).

c. Evakuasi

Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum, kemudian sisanya

dibersihkan dengan kuret tajam.Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali.Kuret ulangan

dilakukan hanya bila ada indikasi (Martaadisoebrata, 2007). Segerakan lakukan evakuasi

jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin

dalam 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40- 60 tetes per menit (sebagai tindakan

preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan

uterus secara cepat) (Saifuddin, 2014).

7. Kompliasi

a. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat akibat fatal

b. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

c. Infeksi sekunder

d. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan

e. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau

kariokarsinoma. (Mochtar, 2010).


BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Seperti : nama, umur, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, alamat

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama Biasanya klien datang dengan keluhan nyeri atau kram perut disertai

dengan perdarahan pervaginam, keluar secret pervaginam, muntah-muntah

2) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya keluhan pasien akan mengalami perdarahan

pervaginam diluar siklus haidnya, terjadi pembesaran uterus lebih besar dari usia

kehamilan

3) Riwayat kesehatan dahulu Kaji jumlah paritas ibu, paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai

karena semakin banyak anak keadaan rahim ibu akan semakin melemah. ibu multipara

cenderung beresiko terjadinya kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran.

4) Status obstetri ginekologia.

a. Usia saat hamil , sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun, berdampak bagi

psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan anak.

b. Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas

kesehatan atau di dukun, melakukan persalinan secara normal atau operasi.

c. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.

d. Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang menyengat. Kemungkinan

adanya infeksi.
5) Riwayat kesehatan keluarga Hal yang perlu dikaji kesehatan suami, apakah suami

mengalami infeksi system urogenetalia, dapat menular pada istri dan dapat

mengakibatkan infeksi pada celvix.

c. Pola aktivitas sehari – hari

1. Pola nutrisi

Biasanya pada klien mola hidatidosa terjadi penurunan nafsu makan, karena pasien

biasanya akan mengalami mual dan muntah akibat peningkatan kadar hCG dalam

tubuh.

2. Eliminasi

Biasanya pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasi itu

diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obat nyeri, adanya intake

makanan dan cairan yang kurang. Sehingga tidak ada rangsangan dalam pengeluaran

feces. Pada BAK klien mengalami output urine yang menurun < 1500ml/hr, karena

intake makanan dan cairan yang kurang.

3. Personal hygiene

Biasanya akibat banyak nya perdarahan yang dialami pasien akan mengalami

kelemahan fisik, pasien akan mengalami pusing dan dapat mengakibatkan pembatasan

gerak, takut mlakukan aktivitas, karena kemungkinan akan timbul nya nyeri, sehingga

dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.

4. Pola aktivitas (istirahat tidur)

Biasanya terjadi gangguan istirahat, nyeri akibat luka post op atau setelah kuratese

d. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum kllien akan tampak pucat, lemah, lesu,dan tampak mual

atau muntah

2. Pemeriksaan kepala dan leher

Biasanya muka dan mata pucat, conjungtiva anemis

3. Pemeriksaan leher dan thorak

Tanda-tanda mola hidatidosa tidak dapat di identifikasikan melalui leher dan thorax

4. Pemeriksaan abdomen

Biasanya hampir 50 % pasien mola hidatidosa uterus lebih besar dari yang

diperkirakan dari lama nya amenore.Pada 25% pasien uterus lebih kecil dari yang

diperkirakan.Bunyi jantung janin tidak ada. (Prawirohardjo, 2010)

5. Pemeriksaan genetalia

Biasanya sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia eksterna

dapat ditemukan adanya perdarahan pervaginam.

6. Pemeriksaan ekstremitas

Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akral dingin akibat

syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangan dan kaki.

2. Diagnosa Keperawatan

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan

Pervaginam

b) Nyeri berhubungan dengan perdarahan, proses penjalaran penyakit

c) Resiko infeksi berubungan dengan proses penyakit

d) Ansietas berhubungan dengan perubahan fungsi peran


3. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Intervensi NOC Intrvensi NIC

keperawatan
1. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan NIC

volume cairan keperawatan selama…….. pasien akan 1.Manajemen

berhubungan meperlihatkan meningkatkan

dengan  kekurangan volume cairan akan keseimbangan natrium

perdarahan dicegah 2.Manajemen

Pervaginam  asupan makan dan cairan meningkatkan

terpenuhi kesimbangan cairan dan

NOC : pencegahan komplikasi


1. Keseimbangan cairan 3.Pemantauan cairan dan
dalam ruang intarasel dan
menganalisis
ekstrasel tubuh
2. Keseimbangan asupan keseimbangan cairan
cairan
1.

2. Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian


keperawatan selama…….. pasien akan nyeri komprehensif
berhubungan
meperlihatkan yang meliputi lokasi,
dengan
 Pain level karasteristik, dan durasi
perdarahan,  Pain control nyeri
 Comfort level 2. Minta pasien untuk
proses
Dengan kriteria hasil : menilai nyeri
penjalaran
1. Mampu atauketidaknyamanan
penyakit mengontrol pada skala 0-10.
nyeri, (mampu menggunakan 3. Observasi isyarat non
teknik nonfarmakologi untuk verbal
mengurangi nyeri, mencari ketidaknyamanan,
bantuan) khususnya pada
2. Melaporkan bahwa nyeri mereka yang tidak
berkurang dengan menggunakan mampu berkomunikasi
manajemen nyeri efektif
3. Mampu mengenali nyeri (skala 4. Berikan informasi
nyeri, intensitas, frekuensi dan tentang nyeri, seperti
tanda nyeri) penyebab nyeri, berapa
4. Menyatakan rasa nyaman setelah lama akan berlangsung
nyeri berkurang dan
5. Tanda vital dalam rentang antisipasiketidaknyama
normal nan akibat prosedur
6. Tidak mengalami gangguan tidur 5. Observasi TTV
Batasan karakterisitk : 6. Gali bersama pasien
Subjektif : faktor yang dapat
1. Melaporkan nyeri secara verbal menurunkan atau
dengan isyarat memperberat
2. Melaporkan nyeri keadaannya
Objektif : 7. Ajarkan teknik non
1. Posisi untuk farmakologis (relaksasi
menahan/menghindari nyeri napas dalam).
2. Gangguan tidur 8. Kendalikan factor
3. Terfokus pada diri sendiri lingkungan yang dapat
4. Respon autonom (seperti mempengaruhi respon
diaphoresis, perubahan tekanan pasien terhadap
darah, perubahan nafas, nadi dan ketidaknyamanan
dilatasi pupil) 9. Kolaborasi dengan
5. Perubahan autonomic dalam tonus dokter anti analgetik
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
6. Tingkahlaku agresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, napas
panjang/berkeluh kesah)

3. Resiko infeksi •Immune Status 1. Monitor tanda dan gejala


•Knowledge : Infection control infeksi sistemik dan local
berubungan
•Risk control 2. Pertahankan teknik
dengan proses aseptif
Setelah dilakukan tindakan
3. Batasi pengunjung bila
penyakit keperawatan selama…… pasien tidak
perlu
mengalami infeksi dengan kriteria
4. Cuci tangan setiap
hasil:
sebelum dan sesudah
Klien bebas dari tanda dan gejala tindakan keperawatan
infeksi 5. Berikan terapi
antibiotik:...

4. Ansietas Setelah dialkukan tindakan 1. Kaji pennyebab


keperawtan… jam pasien akan ansietas
berhubungan
memperlihatkan : 2. Libatkan keluarga
dengan
 Pengendalian diri terhadap untuk mendampingi
perubahan kecemasan pasien
 Tindakan personal untuk mengatasi 3. Identifikasi tingkat
fungsi peran
stressor yang membebenai sumber- kecemasan
sumber individu 4. Jelaskan semua
Dengan kriteria hasil : prosedur, termasuk
1. Klien mampu mengidentifi kasi dan sensasi yabg biasa
mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan prosedur
dan menunjukan teknik untuk 5. Bantu pasien mengenal
mengontrol cemas situasi yang
3. Vital sign dalam batas normal menimbulkan
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat aktifitas 6. Dorong pasien untuk
menunjukkan berkurangnya
mengungkapkan
kecemasan
perasaan, ketakutan,
Batasan karakteristik
persepsi
Perilaku 7. Sediakan iforamasi
1. Gelisah factual terkait
2. Gerakan ekstra diagnosis, terapi dan
3. Insomnia prognosis
4. Kontak mata yang buruk 8. Caba tehnik imajinasi
terbimbing dan relaksai
Afektif
progresif
1. Berfokus pada sendiri
9. Kolaborasi pemberian
2. Distres
obat anti cemas
3. Gelisah
4. Gugup
Fisiologi
1. Gemetar
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan ketegangan
4. Wajah tegang
Kognitif
1. Bloking pikiran
2. Cenderung menyalahkan orang lain
3. Gangguan konsentrasi
4. Gangguan perhatian
5. Konfusi
6. Lupa, melamun
3. LAPORAN KASUS

Pada suatu studi “Profil penderita mola hidatidosa di RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado” Berdasarkan klasifikasi penyakit trofoblas gestasional yang dibuat oleh

World Health Organization Scientific Group on Gestational Trophoblastic Disease pada

tahun 1983, kemudian diperbaharui oleh International Federation of Gynecology and

Obstetrics (FIGO) pada tahun 2002 dan disempurnakan oleh American College of Obstetrics

and Gynecology pada tahun 2004, mola hidatidosa termasuk dalam PTG lesi molar. Dari

119 kasus PTG yang dilaporkan di Provinsi Limpopo Afrika Selatan, terdapat 84 (70,6%)

kasus dengan mola hidatidosa, sisanya sebanyak 35 (24,9%) kasus dengan lesi maligna.5

Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Eropa

telah menunjukkan kejadian mola hidatidosa berkisar 0,57-1,1 per 1000 kehamilan,

sedangkan penelitian di Asia Tenggara dan Jepang setinggi 2,0 per 1000 kehamilan.

Mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit penting di Indonesia. Hal tersebut terjadi

karena prevalensi mola hidatidosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 10-20% dapat

berkembang menjadi tumor trofoblas gestasional. Insidensi mola hidatidosa di Indonesia

umumnya diambil berdasarkan data rumah sakit (hospital based). Pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2002

ditemukan kasus mola hidatidosa 1:123 kehamilan, dan pada tahun 2003 ditemukan kasus

mola hidatidosa 1:245 kehamilan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di tempat yang

sama pada tahun 2012–2013 diperoleh sebanyak 39 kasus mola hidatidosa yang didistribusi

berdasarkan kelompok umur, paritas, pendidikan, dan kadar hemoglobin penderita.

Peningkatan prevalensi mola hidati-dosa dapat dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor

risiko seperti, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. Faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya kehamilan mola hidatidosa ini menjadi hal yang penting untuk

diketahui. Terutama oleh kalangan wanita dengan usia predileksi (15-45 tahun) dan

multipara.7 Namun, pada kenyataannya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tentang

faktor risiko tersebut masih sangat rendah. Penatalaksaan pada penelitian ini meliputi

Perbaiki keadaan umum, pengeluaran jaringan mola, terapi profilaksis dengan sitostatika,

dan follow up.

Anda mungkin juga menyukai