OLEH
NURJANAH, S.Kep
Ns 19.048
CI LAHAN CI INSTITUSI
(……………………....... (……...
………….) ……………………………)
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pertumbuhan dan perkembangan janin secara normal didalam rahim. Namun ada beberapa
keadaan dimana pertumbuhan dan perkembangan janinnya tidak berkembang dengan baik,
apabila terjadi kegagalan kehamilan tergantung pada tahap dan bentuk gangguannya.
Kegagalan ini bisa berupa abortus, kehamilan ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam
rahim, atau kelainan kongenital. Semuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi, juga
mengenai sel-sel trofoblas. Sel trofoblas banyak ditemukan pada wanita hamil. Sel trofoblas
juga dapat ditemukan diluar kehamilan berupa teratoma dari ovarium, karena itu penyakit
2010). Penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada penyakit
trofoblas dikenal dengan nama mola hidatidosa atau hamil anggur (Prawirohardjo, 2010).
janinnya tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu pertama kehamilan. Sel telur yang seharusnya
berkembang menjadi janin justru terhenti perkembangan nya, yang terus berkembang justru
sel-sel trofoblas yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai
gelembung-gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada
yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat dari mikroskop, ditemukan
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili, dan proliferasi sel-sel trofoblas
Menurut Sastrawinarta (2007), faktor resiko dari penyakit mola hidatidosa ini adalah
umur, genetik,status gizi ibu. Mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil
berumur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, dan mola hidatidosa juga sering ditemui pada
ibu hamil yang kekurangan protein. Dampak mola hidatidosa dapat timbul secara fisik
maupun psikologis. Secara fisik mola hidatidosa bisa menyebabkan perdarahan hebat yang
kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual muntah. Jika tidak cepat ditindak lanjuti maka akan
sangat berbahaya bagi kesehatan pasien, karna penyebaran sel sel trofoblas akan semakin
cepat dan meningkat sehingga dapat menyebabkan kanker dan bisa menyebar ke
jaringan/organ lain. Dampak secara psikologis bisa menyebabkan kesedihan pada keluarga
terutama pada ibu dan keluarga yang masih mengharapakan anak. Serta pada ibu jika
dilakukan tindakakn proses pengangkatan rahim maka ibu tidak bisa hamil kembali.
(Mochtar,2010).
1. Definisi
Hamil mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang menjadi lebih cepat dari usia gestasi
yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti
Mola hidatidosa adalah plasenta vili orialis yang berkembang tidak sempurna dengan
gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga menunjukkan berbagai
ukuran trofoblas trofoblas profileratif tidak normal. Mola hidatidosa terdiri dari mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial, perbedaan antara keduanya adalah
Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah suatu bentuk tumor
jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari-
ari janin) atau merupakan suatu hasil pembuahan yang gagal. Jadi dalam proses
kehamilannya mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal, dimana hasil
pembuahan sel sperma dan sel telur gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung-
gelembung semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari
hasil laboratorium beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan
akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa janin dan tampak gambaran seperti
badai salju dalam bahasa medis disebut “snow storm” (Sukarni, 2014).
2. Etiologi
vili (degenerasi pada hidrofibik) dan poliferasi trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan. Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau ada
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
b. Imunoselektif dari trofoblas, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stoma
vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-
sel trofoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi
perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk
memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam
d. Paritas tinggi, ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa
karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi. Secara genetic yang dapat
e. Kekurangan protein, protein adalah zat untuk membangun jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim. Keperluan akan zat protein pada waktu
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba dapat mengenai
semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia
tidak selalu akan menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba
yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh (Mochtar, 2010). Faktor lainnya yang
gestasional sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang
sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi
lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang berusi
20-40 tahun (Reeder, 2011). Menurut Sukarni, 2014 faktor lain yang mempengaruhi wanita
untuk kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi.
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki resiko 2 kali lipat
b. Riwayat genetic
c. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan peningkatan resiko
3. Patofisiologi
Jonjot-jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista- kista anggur,
jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola
adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola
parliasis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik
terlihat :
Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm
atau lebih ( 25- 60%). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang
setelah mola hidatidosa sembuh (Mochtar, 2010). Sel telur seharusnya berkembang menjadi
janini justru terhenti perkembangannya karena tidak ada buah kehamilan atau degenerasi
sistem aliran darah terhadap kehamilan pada usia 3-4 minggu. Padafase ini sel seharusnya
mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau
degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi
tidak terjadi. Selain itu sel trofoblas juga mengeluarkan hormon HCG yang akan
mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga terjadi perdarahan
pervaginam, ini dikarenakan poliferasi trofoblas yang berlebihan, pengeluaran darah ini
kadang disertai juga dengan gelembuung vilus yang dapat memastikan dignosis mola
hidatidosa (Purwaningsih,2010) .
4. PATHWAY MOLA HIDATIDOSA
Vaktor ovum
Mengalami degenerasi
Molahidatidosa
Tindakan invasive
Menurut Winknjosastro, 2007 gejala mola tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu
mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih
besar dari pada umur kehamilan. Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
besar walau jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas
tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Pada pasien
a. Nyeri/kram perut
b. Muka pucat/keuning-kuningan
f. Muntah-muntah
Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit
yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan. Terapi mola hidatidosa
Adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemi, pengobatan
terhadap penyulit, seperti pre eklampsi berat atau tirotoksikosis. Perbaikan keadaan
1) Koreksi dehidrasi
3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan
b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan
c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan
perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi adalah karena umur tua dan paritas tinggi merupan faktor predisposisi untuk
terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga
(Saifuddin, 2011).
c. Evakuasi
Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuret vakum, kemudian sisanya
dibersihkan dengan kuret tajam.Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali.Kuret ulangan
dilakukan hanya bila ada indikasi (Martaadisoebrata, 2007). Segerakan lakukan evakuasi
jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NS atau RL dengan kecepatan 40- 60 tetes per menit (sebagai tindakan
7. Kompliasi
a. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat akibat fatal
c. Infeksi sekunder
e. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Biasanya klien datang dengan keluhan nyeri atau kram perut disertai
pervaginam diluar siklus haidnya, terjadi pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan
3) Riwayat kesehatan dahulu Kaji jumlah paritas ibu, paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai
karena semakin banyak anak keadaan rahim ibu akan semakin melemah. ibu multipara
a. Usia saat hamil , sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun, berdampak bagi
b. Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di petugas
d. Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang menyengat. Kemungkinan
adanya infeksi.
5) Riwayat kesehatan keluarga Hal yang perlu dikaji kesehatan suami, apakah suami
mengalami infeksi system urogenetalia, dapat menular pada istri dan dapat
1. Pola nutrisi
Biasanya pada klien mola hidatidosa terjadi penurunan nafsu makan, karena pasien
biasanya akan mengalami mual dan muntah akibat peningkatan kadar hCG dalam
tubuh.
2. Eliminasi
Biasanya pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasi itu
diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obat nyeri, adanya intake
makanan dan cairan yang kurang. Sehingga tidak ada rangsangan dalam pengeluaran
feces. Pada BAK klien mengalami output urine yang menurun < 1500ml/hr, karena
3. Personal hygiene
Biasanya akibat banyak nya perdarahan yang dialami pasien akan mengalami
kelemahan fisik, pasien akan mengalami pusing dan dapat mengakibatkan pembatasan
gerak, takut mlakukan aktivitas, karena kemungkinan akan timbul nya nyeri, sehingga
Biasanya terjadi gangguan istirahat, nyeri akibat luka post op atau setelah kuratese
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Biasanya keadaan umum kllien akan tampak pucat, lemah, lesu,dan tampak mual
atau muntah
Tanda-tanda mola hidatidosa tidak dapat di identifikasikan melalui leher dan thorax
4. Pemeriksaan abdomen
Biasanya hampir 50 % pasien mola hidatidosa uterus lebih besar dari yang
diperkirakan dari lama nya amenore.Pada 25% pasien uterus lebih kecil dari yang
5. Pemeriksaan genetalia
6. Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akral dingin akibat
2. Diagnosa Keperawatan
Pervaginam
keperawatan
1. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan NIC
Pada suatu studi “Profil penderita mola hidatidosa di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado” Berdasarkan klasifikasi penyakit trofoblas gestasional yang dibuat oleh
Obstetrics (FIGO) pada tahun 2002 dan disempurnakan oleh American College of Obstetrics
and Gynecology pada tahun 2004, mola hidatidosa termasuk dalam PTG lesi molar. Dari
119 kasus PTG yang dilaporkan di Provinsi Limpopo Afrika Selatan, terdapat 84 (70,6%)
kasus dengan mola hidatidosa, sisanya sebanyak 35 (24,9%) kasus dengan lesi maligna.5
Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Eropa
telah menunjukkan kejadian mola hidatidosa berkisar 0,57-1,1 per 1000 kehamilan,
sedangkan penelitian di Asia Tenggara dan Jepang setinggi 2,0 per 1000 kehamilan.
Mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit penting di Indonesia. Hal tersebut terjadi
karena prevalensi mola hidatidosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 10-20% dapat
umumnya diambil berdasarkan data rumah sakit (hospital based). Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2002
ditemukan kasus mola hidatidosa 1:123 kehamilan, dan pada tahun 2003 ditemukan kasus
mola hidatidosa 1:245 kehamilan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di tempat yang
sama pada tahun 2012–2013 diperoleh sebanyak 39 kasus mola hidatidosa yang didistribusi
Peningkatan prevalensi mola hidati-dosa dapat dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor
risiko seperti, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. Faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya kehamilan mola hidatidosa ini menjadi hal yang penting untuk
diketahui. Terutama oleh kalangan wanita dengan usia predileksi (15-45 tahun) dan
multipara.7 Namun, pada kenyataannya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tentang
faktor risiko tersebut masih sangat rendah. Penatalaksaan pada penelitian ini meliputi
Perbaiki keadaan umum, pengeluaran jaringan mola, terapi profilaksis dengan sitostatika,