Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
mengenal sifat-sifat (fisiologi) dari udang windu dan vanamei tersebut. Berikut
monodon) yang perlu diketahui antara lain : Nocturnal yaitu secara alami udang
merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari makan,
sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam substrat
akan menyerang udang yang lemah terutama pada saat molting atau udang
sakit. Sifat kanibal akan muncul terutama bila udang tersebut dalam keadaan
kurang pakan dan padat tebar tinggi. Sifat berikutnya dari udang windu adalah
berupa, pakan dan kebiasaan makan (Feeding behaviour), udang windu hidup
dan mencari makan di dasar perairan (benthic). Udang windu merupakan hewan
Frekuensi molting menurun seiring dengan makin besarnya ukuran udang. Pada
stadium larva terjadi molting setiap 30 - 40 jam pada suhu 28 0C. Sedangkan
pada ABW 15 gram periode molting terjadi sekitar 2 minggu sekali. Kondisi
molting. Sebagai contoh, suhu yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi molting.
selama proses ini beberapa udang mengalami kematian akibat hypoxia atau
2.1.1. Klasifikasi
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Family : Penaidae
Genus : Penaeus
2.1.2. Morfologi
bagian, yaitu bagian kepala hingga dada dan abdomen yang meliputi bagian
perut dan ekor. Bagian kepala hingga dada disebut cephalothorax, dibungkus
kulit kitin yang tebal atau carapace. Bagian ini terdiri dari kepala dengan 5
segmen dan dada dengan 8 segmen. Bagian abdomen terdiri atas 6 segmen dan
1 teslon.
mengunyah, serta maxillula dan maxilla untuk membantu makan dan bernafas.
Untuk lebih jelasnya mengenai morfologi udang windu dapat dilihat pada
Gambar 1.
badan memiliki lima pasang kaki renang yang berguna untuk berenang serta
turun.
Jenis kelamin udang windu betina dapat diketahui dengan adanya telikum
di antara kaki jalan ke-4 dan ke-5. Telikum berupa garis yang tipis dan akan
melebar setelah terjadi fertilisasi. Sementara, jenis kelamin udang windu jantan
dapat diketahui dengan adanya petasma, yakni tonjolan di antara kaki renang
banyak tejadi pada udang windu betina dibandingkan dengan udang windu
jantan.
Warna udang windu alam sangat bervariasi, mulai dari merah sampai
hijau kecoklatan. Udang yang dipelihara dan dibesarkan dalam tambak memiliki
warna lebih cerah, yaitu hijau kebiruan. Warna tersebut berhubungan erat
6
Setelah dibuahi, telur udang windu akan menetas dalam jangka waktu
dapat mengakibatkan larva cacat atau telur tidak menetas. Bayi udang yang baru
menetas, biasa disebut larva karena mengalami beberapa kali perubahan bentuk
sebelum mirip secara morfologis dengan udang dewasa. Perubahan stadia dan
berakibat pada perubahan cara makan, jenis makan dan ukurannya. Gambar
nauplius 1 – 6 yang mudah dikenali dari ukuran panjang badan dan jumlah duri
7
ekornya. Tahap berikutnya adalah zoea yang melalui 3 tahap. Zoea mudah
Kemudian setelah itu larva udang akan memasuki fase mysis dengan 3
substadia. Fase ini dicirikan dengan gerakannya yang melentik dan munculnya
kaki renang. Pada tahap ini larva masih tetap membutuhkan diatom dengan
jumlah yang tentu lebih banyak. Tahap terakhir adalah post larva, ditandai
dengan kemiripannya dengan udang dewasa, gerakan maju larva dan adanya
kaki renang sempurna dan capit dikaki jalan. Kecepatan tumbuhnya ditunjang
oleh asupan protein tinggi dari mangsa naupli artemia. (Sahidir, 2010).
Untuk lebih jelasnya, gambar pertumbuhan udang windu mulai dari stadia
nauplius hingga PL dapat dilihat pada Gambar 3 – 6 dan siklus hidup udang
Untuk gambar pada stadia zoea 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 4.
Untuk gambar pada saat stadia mysis dapat dilihat pada Gambar 5.
Dan berikut merupakan gambar pada saat mencapai stadia Post Larva
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Stadia PL 1
Sumber: Data Sekunder (2012)
dengan pembenihan udang pada hatchery antara lain meliputi persiapan bak,
produksi pakan alami dan pemanenan larva. Agar pemeliharaan larva berhasil,
bak pemeliharaan larva harus bersih dan terbebas dari kotoran serta parasit dan
lumut yang menempel di dinding dan dasar bak. Bak larva disikat dan dicuci
dengan menggunakan detergen. Kemudian bak larva dibilas dengan air tawar
tersebut dalam air tawar, kemudian disiramkan pada permukaan bak larva atau
digosok dengan lap yang dicelupkan dalam larutan kaporit tadi. Untuk mematikan
penyakit dan menghilangkan bau kaporit, bak larva dijemur minimal sehari.
Selanjutnya bak dibilas kembali dengan air tawar untuk menghilangkan kotoran
yang masuk saat pengeringan. Lamanya pencucian dan pengeringan ini berkisar
b. Aerasi
Selang dan batu direndam dalam larutan kaporit selama satu hari. Setelah
c. Pengisian Air
Setelah bak dibersihkan dan pipa-pipa aerasi dipasng, air laut langsung
dimasukkan ke dalam bak larva yang disaring melalui filter bag untuk
kadar garam air laut yang diukur dengan cara merasakan tingkat keasinan air
laut tersebut lewat indera perasa (lidah) agar sesuai dengan kebutuhan larva.
Kadar garam air laut tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan larva,
yang diukur melalui indera perasa (lidah). Setelah kadar garam air laut sesuai,
media larva diberi EDTA (Ethylenediamine tetraacetic acid) dan treflan dengan
larva, dan untuk mencegah timbulnya penyakit. Kemudian bak larva diaerasi dan
dibiarkan selama 1 - 2 hari agar EDTA atau treflan merata di seluruh bagian bak
Dalam usaha ByH, pemeliharaan larva dimulai dari stadia naupli - stadia
post larva (PL). Jumlah naupli yang ditebar dalam bak bervolume 4 - 6 ton air
berkisar antara 500,000 - 750,000 ekor. Dalam bak bervolume 6 - 8 ton air,
naupli yang ditebar berkisar antara 750,000 - 1,000,000 ekor dan dalam bak
1,500,000 ekor. Dengan demikian, dari 30 responden naupli yang ditebar dibak
perbedaan kondisi media naupli dalam kantong plastik dengan media larva di bak
larva. Aklimatisasi ini bertujuan agar naupli dapat menyesuaikan dengan kondisi
Setelah aklimatisasi suhu selesai dan embun yang terbentuk pada plastik
naupli tidak ada, selanjutnya kantong plastik dibuka untuk melakukan aklimatisasi
plastik naupli sampai salinitas media naupli dalam plastik sama dengan media di
bak larva. Apabila aklimatisasi salinitas selesai ditandai dengan keluarnya larva
secara perlahan-lahan dengan gerakan yang aktif. Kemudian penutup bak mulai
persediaan kuning telur (yolk sack) habis, udang mulai mencari makanan alami
dan sebagainya.
(Copepoda) dan lain-lain. Setelah burayak mencapai tingkat post larva (burayak
tingkat akhir) dan juga setelah menjadi udang muda (juvenil), selain memakan
makan tersebut, udang muda juga memakan Diatome dan Cyanophyceae yang
tumbuh di dasar perairan (benthos), anak tiram, anak teritip, anak udang-
udangan (Crustacea), cacing Annelida dan juga detritus (sisa hewan dan
berbagai daging hewan lunak seperti Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing
penghuni dasar perairan. Hasil pemeriksaan terhadap isi perut udang windu yang
2 – 5 % dan mineral 3 – 4 %.
tidak praktis. Jika dievaluasi dari sudut nutrisi, kelebihan makanan buatan
nutrisi dapat disesuaikan dengan kebutuhan pakan, serta dapat disimpan dalam
Terra AZ 300 sangat cocok untuk stadium zoea sampai post larva karena
ukuran partikelnya disesuaikan dengan kemampuan larva, yakni tipe 000, 00, 0,
yang berbeda hanya kandungan protein dan lemak. Jumlah makanan yang harus
14
pemberian makanan buatan pada larva udang windu dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Petunjuk Pemberian Makanan Buatan “Tetra AZ 300” untuk Larva dan
Post Larva Udang Windu
Tetra AZ 300 (g/m³/hari)
Keterangan
Tipe 000 Tipe 00 Tipe 0 Tipe 1
Zoea1 1,75 - - -
Zoea2 2,00 - - -
Zoea3 2,25 - - -
Misis1 2,50 - - -
Misis2 2,75 - - -
Misis3 3,00 - - -
Post Larva1 – 10 - 3,25 – 5,50 - -
Post Larva11 – 15 - 5,75 – 6,75 - -
Post Larva16 – 25 - - 7,0 – 9,25 -
Sumber: Data Sekunder (2012)
dan kimiawi bagi kehidupan dan pertumbuhan larva udang yang dipelihara.
Dalam usaha pembenihan udang skala rumah tangga ini dimungkinkan untuk
Karena dari sekian banyak sifa-sifat air, ternyata hanya beberapa saja yang
larva. Di antaranya yang termasuk dalam variable fisik air adalah suhu dan
kekeruhan. Sedangkan variable kimiawi air yang terpenting adalah salinitas atau
kadar garam, pH, oksigen terlarut, ammonia dan hasil-hasil buangan proses
udang. Dalam pembenihan udang windu, dibutuhkan dua jenis air laut dan air
tawar. Pengadaan air laut dapat diusahakan dengan penyedotan air laut dengan
menggunakan pompa dan pipa paralon (PVC) yang dipasang horizontal. Agar
kebersihan laut yang akan disedot terjamin, diperlukan jarak pengambilan air dari
garis pantai paling tidak 300 m. Di samping itu, ujung pipa paralon hendaknya
merupakan hasil interaksi dari beberapa komponen yang satu sama lain saling
(stress) cukup besar terhadap daya tahan larva yang sudah tentu terbatas
kondisi kadar oksigen yang rendah, perubahan suhu yang mendadak, salinitas
dan pH air yangs terlalu tinggi atau terlalu rendah, serta kadar ammonia dan
hydrogen sulfide yang berada di atas batas ambang kenormalan. Di samping itu
pemberian pakan yang tidak memenuhi syarat gizi dan ukurannya juga
penyakit yang sering menyerang larva, dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai
berikut:
perubahan suhu dan salinitas air yang terlalu mencolok, pH air yang terlalu
d. Air yang digunakan untuk pemeliharaan larva dan makanan alami harus
harus dilakukan secara tepat, sebab jika tidak dilakukan dengan tepat dapat
biologis.
2.2.6. Pemanenan
Setelah stadium larva dilalui dan larva udang windu sudah menjadi post
larva (PL), maka mulai post larva kelima belas (PL15) benih udang windu sudah
dengan gayung plastik, dan ditempatkan dalam ember plastik yang diaerasi.
3. Sisa benur diambil dengan cara menempatkan kantong plastik saringan pada
4. Kran pipa pembuangan pada bak pemeliharaan larva dibuka sehingga benur
10% hanya dalam waktu tiga hari. Lokaasi dapat dikatakan memenuhi syarat
Hal-hal yang berkaitan dengan kualitas air laut antara lain sebagai
berikut.
a. Salinitas. Larva udang windu dapat hidup dengan baik dalam air laut yang
bersalinitas sekitar 300 ppt. jadi, diperlukan lokasi dengan air laut yang jernih
b. Air cukup bersih dan tidak banyak mengandung zat-zat organik maupun
diatasi dengan cara penyaringan dalam bak pengendapan. Namun, jika bahan
organik terlalu tinggi, sulit untuk mngetasinya. Jika kadar bahan organik lebih
dari 12,5 ppm, air laut disebut autorf dan kurang baik untuk pembenihan
udang windu.
c. Derajat keasaman (pH). Kondisi pH yang optimal bagi larva udang windu
Air tawar diperlukan untuk menurunkan salinitas atau membuat air ayau
dan mencuci bak serta peralatan. Air tawar yang bersih sangat penting sehingga
diperlukan sumber air tawar yang cukup. Jika menggunakan air PAM, klorin
Pasang surut dan kemiringan pantai perlu diketahui. Hal ini berkaitan
Perbedaan pasang surut yang besar dan pantai yang sangat landai dapat
meningkatkan biaya.
4. Lokasi
c. Tidak terlalu dekat dengansungai besar agar air yang digunakan tidak keruh
dan kadar garamnya stabil karena tidak terpengaruh oleh masuknya air tawar.
d. Bebas banjir.
e. Dekat dengan sumber induk uddang atau mudah memperoleh induk dengan
jam untuk benih dan tidak lebih dari 8 jam untuk calon induk udang).
Syarat non teknis berkaitan dengan faktor sosiologi, antara lain: mudah
larva udang windu mengalami beberapa perubahan bentuk dan pergantian kulit.
Secara umum pergantian kulit larva dimulai dari menetas sampai menjadi
postlarva (PL) yang siap untuk ditebar dalam tambak. Ada empat fase larva
20
udang windu yang perlu diketahui yaitu : Fase Nauplius, Zoea, Mysis dan post
larva.
1. Periode nauplius atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani
2. Periode Zoea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar
96 - 120 jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
3. Periode mysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96 - 120
4. Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub-
stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang
5. Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang
hingga udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang
skala kecil tidak jauh berbeda dengan hatchery skala besar. Beberapa sarana
dan fasilitas penunjang yang secara prinsip diperlukan untuk usaha pembenihan
udang kapasitas produksi lima juta ekor benur adalah sebagai berikut.
21
1. Bangunan Hatchery
berdinding.
b. Ruang untuk memelihara larva sampai post larva udang windu, berupa
7 x 7 m². Bangunan ini dibuat dengan atap plastik bergelombang dan tidak
berdinding.
windu.
3. Perlengkapan Bak
Ada beberapa jenis bak yang perlu disiapkan, yaitu sebagai berikut.
a. Bak penampungan induk udang windu, yaitu bak untuk menempatkan induk
yang akan dikawinkan. Bak dapat dibuat dari batu merah, berukuran
b. Bak perkawinan induk udang windu, untuk mengawinkan induk udang. Jumlah
yang dibutuhkan dua buah. Bak dapat dibuat dari batu merah, berukuran
c. Bak penetasan telur udang windu, untuk menetaskan telur hasil perkawinan
induk udang. Jumlah yang dibutuhkan dua buah. Bak dapat dibuat dari batu
d. Bak larva udang windu, untuk memelihara telur yang telah menetas menjadi
larva. Jumlah yang dibutuhkan sepuluh buah. Bak dapat dibuat dari batu
larva udang. Jumlah yang dibutuhkan empat buah. Bak berkapasitas 0,5 m³.
f. Bak reservoir, merupakan bak penampungan air laut untuk media pembenihan
udang windu. Jumlah yang dibutuhkan satu buah. Reservoir dibuat dari beton
g. Bak air tawar, merupakan bak penampungan air tawar untuk keperluan
memebuat air payau. Jumlah yang dibutuhkan satu buah. Bak air tawar dapat
dibuat dari batu merah, berukuran 2 x 1 x 1,5 m³ atau kapasitas volume 3 m³.
4. Peralatan Hatchery
c. Pompa air laut berkapasitas 200 liter/menit (2 unit). Pompa ini digunakan
untuk:
23
1. mengambil air laut langsung dari laut ke unit pembenihan udang windu;
benur, dan pemeliharaan makanan alami larva dan benur. Fungsi utamaaerasi
dalam bak larva selain untuk menyebar makanan, juga untuk menambah
f. Batu aerasi dan selang plastik, untuk mendistribusikan udara ke dalam media
g. Peralatan analisis air, untuk menganalisis air sehingga keadaan O 2, CO2, NH3,
dan NO2 dalam media larva dapat dikontrol. Hal tersebut sangat penting untuk
buah); kertas pH atau kertas lakmus (secukupnya); dan pemanas air (5 buah).
sepeda motor).