Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

FRAKTUR KOMPRESI CORPUS VERTEBRA THORACAL 12

Oleh :

A.Muh Taufiq Akbar Erfan C014181002


Muhammad Alif Visyar C014181067
Sri Ayu Andani C014182021
Nanda Akaseh C014182034
Marria. H. Lerebulan 201183039

Dosen Pembimbing
dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad

Residen Pembimbing
dr. Nur Amelia Bachtiar, MPH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


1. A.Muh Taufiq Akbar Erfan C014181002
2. Muhammad Alif Visyar C014181067
3. Sri Ayu Andani C014182021
4. Nanda Akaseh C014182034
5. Marria. H. Lerebulan 201183039

Judul Laporan Kasus : Fraktur Kompresi Corpus Vertebra Thoracal 12

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2019

Pembimbing Residen Dosen Pembimbing

dr. Nur Amelia Bachtiar, MPH dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad


DAFTAR ISI

SAMPUL ……………………………………………………………………………………… 1

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………………….... 2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….. 3

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………….. 5

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………... 7

PENDAHULUAN ……………………………………………………………………….. 7

KASUS PENDERITA ………………………………………………………...…………. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………. 11

DEFINISI ………………………………………………………………………………... 14

ANATOMI ………………………………………………………………………………. 14

EPIDEMIOLOGI ………………………………………………………………………... 17

ETIOLOGI ………………………………………………………………………………. 17

KLASIFIKASI …………………………………………………………………………... 18

MANIFESTASI KLINIK ……………………………………………………………….. 19

GAMBARAN RADIOLOGI ……………………………………………………………. 19

DIAGNOSIS BANDING ………………………………………………………………... 23

TATALAKSANA ……………………………………………………………………….. 24

KOMPLIKASI …………………………………………………………………………... 27

DISKUSI ………………………………………………………………………………… 29
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………………. 31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….. 32


DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 FOTO RADIOLOGI THORACAL AP/LATERAL …………………..……….... 11

GAMBAR 2 FOTO MRI THORACAL ………………………………………………………. 12

GAMBAR 3 FOTO RADIOLOGI THORACAL AP/LATERAL …………………………….. 12

GAMBAR 4 ANATOMI VERTEBRA ………………………………………………………... 14

GAMBAR 5 ANAT0MI RADIOLOGI VERTEBRA CERVICALIS …...……………………. 15

GAMBAR 6 ANAT0MI RADIOLOGI VERTEBRA THORACALIS …...…………..………. 15

GAMBAR 7 ANAT0MI RADIOLOGI VERTEBRA LUMBALIS ...…...……………………. 16

GAMBAR 8 ANAT0MI RADIOLOGI VERTEBRA SACRALIS …...………………………. 16

GAMBAR 9 KLASIFIKASI FRAKTUR VERTEBRA MENURUT TLICS …………………. 19

GAMBAR 10 RADIOLOGI FRAKTUR KOMPRESI SEKUNDER ……………………..….. 20

GAMBAR 11 RADIOLOGI FRAKTUR KOMPRESI L1 ……………………………………. 21

GAMBAR 12 MRI FRAKTUR KOMPRESI …………………………………………………. 21

GAMBAR 13 MRI FRAKTUR KOMPRESI …………………………………………………. 22

GAMBAR 14 CT SCAN FRAKTUR KOMPRESI CORPUS VERTEBRA …………………. 22

GAMBAR 15 RADIOLOGI DESTRUKSI VERTEBRA SPONDILITIS TB ………………... 23

GAMBAR 16 RADIOLOGI ABSES PARAVERTEBRAL PADA THORACAL …………… 24

GAMBAR 17 MALUNION T12 DENGAN KOMPRESI VERTEBRA MULTILEVEL …… 24

GAMBAR 18 FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA DENGAN MALUNION ……………... 27

GAMBAR 19 FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA T12 DENGAN NONUNION ………… 28


BAB I
PENDAHULUAN

Vertebra (tulang belakang) dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk
skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum).
Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan
berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra
dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1

Fraktur kompresi merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas dari jaringan tulang
akibat adanya suatu penekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut18 .
Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi apabila berat beban yang diterima melebihi kemampuan
dari tulang tersebut, seperti pada kasus-kasus fraktur akibat trauma. Sedangkan pada osteoporosis,
fraktur kompresi dapat saja terjadi akibat adanya trauma low force (gerakan sederhana), misalnya
apabila terpeleset di kamar mandi ataupun mengangkat beban berat.5,18

Fraktur kompresi vertebra adalah salah satu jenis fraktur yang sering terjadi dan merupakan
suatu kondisi medis yng serius. Diperkirakan setiap tahun terdapat sekitar 700.000 insidensi di
Amerika Serikat, dimana prevalensi fraktur kompresi meningkat sebanyak 25% pada wanita diatas
50 tahun. Insidensi terjadiny fraktur kompresi vertebra semakin meningkat secara progresif sejalan
dengan bertambahnya usia dan prevalensinya sama antara laki-laki (21,5%) dan wanita (23,5%),
yang diukur berdasarkan suatu studi pemeriksaan radiologi. 4

Fraktur kompresi vertebra ini dapat menyebabkan penurunn kualitas hidup dari penderitanya
yang berkaitan dengan kesehatan berdasarkan fungsi fisik sehari-harinya, masalah psikologis,
gejala klinis dan keseluruhan performa fungsional.
KASUS PENDERITA

1. Identitas Pasien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 04-04-1991
No. Rekam Medik : 881727
Alamat : Makassar
Ruang Perawatan : Poliklinim Bedah Spine
Tanggal MRS : 30 April 2019

2. Anamnesis
A. Keluhan utama
Kelumpuhan pada kedua tungkai bawah
B. Riwayat Penyakit Saat Ini
Kelumpuhan pada kedua tungkai bawah dialami sejak 1 bulan yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Pasien menebang pohon dan pohon tersebut jatuh
menimpa punggung pasien dengan ia dalam posisi telungkup. Setelah kejadian
tersebut pasien tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya secara tiba-tiba.
Pasien juga mengeluhkan pernah mengalami gangguan buang air besar dan buang
air kecilnya. Keluhan ini baru pertama kali dialaminya. Pasien merupakan rujukan
dari RS Salewangang Maros.
C. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat TBC dan minum OAT disangkal. Tidak ada riwayat tumor atau
kanker sebelumnya. Pasien tidak mememiliki riwayat hipertensi ataupun diabetes
melitus.
3. Pemeriksaan Fisis
A. Status Generalis: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos mentis
B. Status Vitalis :
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36,7°C
- Pernapasan : 20 x/menit
- Kepala : Normocephal, mesocephal, rambut hitam, sulit dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
- Leher : Nyeri tekan tidak ada.Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
a) Thorax
- Inspeksi : Pergerakan hemithorax simestris kanan dan kiri
- Palpasi : Vocal fremitus normal pada paru kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
- Auskultasi : Ronkhi -/-, wheezing -/-
b) Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas kanan atas jantung ICS II Dextra
Batas kiri atas jantung ICS II Sinistra
Batas kiri bawah jantung ICS V line midclavicularis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler
c) Abdomen
- Inspeksi : Datar ikut geraknapas
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
- Perkusi : Timpani, unduluas (-)
- Lain-lain : Asites (-)

C. Status Neurologis
a) Refleks Fisiologis
- Biceps: ++/++
- Triceps: ++/++
- Patella: +++/+++
- Achilles: +++/+++
b) Refleks Patologis
- Hoffman: -/-
- Tromner: -/-
- Barbinski: -/-
- Chaddock: -/-
- Klonus: -/-
c) Motorik

d) Sensorik: Hipestesi setinggi L1 ke bawah. Anestesi tidak ada.

D. Status lokalis : Regio Vertebra


- Look : Deformitas (-), Swelling (-) Hematoma (-), Tidak terdapat luka robek
- Feel : Gibbus (-), Nyeri tekan (+) setinggi L1

E. Laboratorium (02 Mei 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 8.7 x 103/uL 4-10 x 103 /uL
RBC 4.86 x 106/uL 4-6 x 106/uL
HB 13 g/dl 12-16 g/dl
HCT 42.0% 37-48%
MCV 87 fL 80-97 fL
MCH 29 pg 26.5-33.5 pg
MCHC 33 g/dl 31.5-35 g/dl
PLT 181 x 103/uL 140-400 x 103/uL
PT 11,4 10-14 detik
APTT 29.4 22.0-33.0 detik
GDS 147 140 mg/dl
Ureum 26 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.20 L: <1.3 mg/dl
SGOT 22 <38 U/L
SGPT 18 <41 U/L
HbsAg Non Reactive Non Reactive
4. Radiologi
A. Foto Thorakal AP/Lateral(30/04/2019)

Gambar 1. Foto Thoracal AP/Lateral

Hasil pemeriksaan :
- Alignment columna vertebralis thoracalis baik, tidak tampak dislokasi
- Tampak pemipihan pada end plate inferior dan corpus CV Th 12
- Densitas tulang baik
- Discus dan foramen intervertebralis kesan baik
- Jaringan lunak paravertebralis kesan baik
Kesan : Fraktur Kompresi CV Th 12
B. MRI (04/05/2019)

Gambar 4. MRI Vertebra

Kesan : Fraktur Kompresi Corpus Vertebra Thoracal XI-XII


C. FOTO THORACAL AP/LATERAL
(Post Stabilisasi Posterior 10/05/2019)

Gambar 5. Foto Thoracal AP/Lateral


Hasil Pemeriksaan:
- Aligment columna vertebra thoracalis baik, tidak tampak listhesis
- Tampak pemipihan pada CV Th12 dengan terpasang stabilisator posterior
- Densitas tulang baik
- Diskus dan foramen intervertebralis kesan baik
- Terpasang dua buah drain jaringan dengan tip tidak tervisualisasi
Kesan:
- Fraktur kompresi CV Th12 dengan terpasang stabilisator
posterior
- Terpasang dua buah drain jaringan

5. Diagnosis
Paraplegia due to complete spinal cord injury due to compression fracture vertebra
thoracal XII.

6. Terapi
1) Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit
2) Ketorolac 30 mg/8jam/IV line
3) Ranitidin 50 mg/12 jam/IV line
4) Stabilisasi posterior

7. Resume Klinis
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang dengan kelumpuhan kedua tungkai
yang dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien menebang pohon dan pohon
tersebut jatuh menimpa punggung pasien dengan ia dalam posisi telungkup. Setelah
kejadian ini, pasien tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya secara tiba-tiba. Ia juga
mengeluhkan pernah mengalami gangguan buang air besar dan buang air kecilnya.
Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan kekuatan extremitas inferior
kanan dan kiri 0 dan adanya hipestesi setinggi L1 ke bawah. Pada pemeriksaan status
lokalis region vertebra didapatkan adanya nyeri tekan setinggi L1.
Pada hasil pemeriksaan radiologi didapatkan kesan fraktur kompresi corpus
vertebra thoracal 12.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibatdari suatu tekanan atau
tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut. Fraktur kompresi adalah suatu
keretakan pada tulang yangdisebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi
bersamaan. Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Fraktur
kompresi vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat
tekanandari tulang, mendorong ke arah robohan ruas-ruas tulang belakang yang kebanyakan
seperti sebuah spons/bunga karang yang roboh di bawah tekanan tangan seseorang..18

2.2. ANATOMI

Gambar 6. Anatomi Vertebra


(Netter FH, 2014)

Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai penyangga tubuh
dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun
secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang
torakal (vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang
menyatu (vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).2
Gambar 7. Anatomi Radiologi Vertebra Cervicalis
(Lisle DA, 2012)

Gambar 8. Anatomi Radiologi Vertebra Thoracalis


(Herring W, 2012)
Gambar 9. Anatomi Radiologi Vertebra Lumbalis
(Lisle DA, 2012)

Gambar 10. Anatomi Radiologi Vertebra Sacralis


(Herring W, 2012)
2.3.EPIDEMIOLOGI
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi danmerupakan
masalah yang serius. Setiap tahun sekitar 700.000 insidensi di Ameika. Insidensi fraktur
kompresivertebra meningkat secara progresif berdasarkan semakin bertambahnya usia, dan
prevalensinya sama antara laki-laki (21,5%) dan wanita (23,5%), yang diukur berdasarkan
suatu studi pemeriksaan radiologi.4

2.4.ETIOLOGI
1. Kecelakaan
Kebanyakan fraktur terjadi karena kecelakaan lalu lintas, dan kecerobohan di
tempat kerja bisa terjadi yangdapa menyebabkan fraktur
2. Cidera olah raga
Saat melakukan olaraga yang berat tanpa pemanasan sehingga terjadi cidera olah
raga yang menyebabkan fraktur
3. Osteoporosis
Lebih sering terjadi pada wanita usia diatas 45 tahun karena terjadi perubahan
hormone menopause
4. Malnutrisi
Pada orang yang malnutrisi terjadi defisit kalsium pada tulang sehingga tulang
rapuh dan sangat berisiko sekali terjadi fraktur
Terjadinya Fraktur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Faktor patologi
Merupakan keadaan dimana fraktur yang terjadi pada lansia yang
mengalami osteoporosis, tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain sehingga
memudahkan proses terjadinya fraktus
2) Faktor stress
Merupakan keadaan dimana fraktur dapat terjadi pada tulang normal akibat
stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress ini
biasanya menyertai peningkatan yang cepat – tingkat latihan atlet, atau permulaan
aktivitas fisik yang baru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada
kekuatan tulang individu dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi
sebelumnya, walaupun tulang mungkin tidak mampu menunjang peningkatan
tekanan.5

2.5. KLASIFIKASI FRAKTUR DAN TLISC SCALE


Thoracolumbar Injury Classification and Severity (TLICS) terdiri dari tiga parameter
independen:
• Morfologi Cedera
• Integritas Kompleks Ligamentum Posterior
• Status neurologis.
Suatu parameter dapat dinilai 0-4 poin dan skor total adalah jumlah dari parameter-
parameter ini dengan maksimum 10 poin. Skor total memprediksi kebutuhan untuk operasi
seperti yang ditunjukkan dalam algoritma TLICS. Total lebih dari 4 poin mengindikasikan
perawatan bedah.6
Klasifikasi fraktur vertebra menurut TLICS:

Gambar 11. Klasifikasi Fraktur Vertebra Menurut TLICS


(West C, Roosendaal S, Smithuis F, 2015)
2.6. MANIFESTASI KLINIK
 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
 Deformitas adalah pergeseran fragmen padafraktur
 Terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan di bawah
tempat fraktur
 Krepitus adalah derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainnya
 Pembengkakandan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagau akibat trauma dan
perubahan yang mengikuti fraktur. 20

2.7.GAMBARAN RADIOLOGI
A. Foto Radiografi Konvesional
Foto radiologi konvensional dari vertebra biasanya merupakan pilihan pemeriksaan
yang pertama kali dilakukan. Pemeriksaan radiologi yang biasanya rutin dilakukan untuk
trauma tulang belakang adalah proyeksi anteroposterior dan lateral. Posisi AP dan lateral
sering kali digunakan sebagai pemeriksaan screening untuk fraktur kompresi dengan low
impact ataupun mekanisme non traumatik. Pemeriksaan radiologi ini lebih terjangkau
dengan radiasi yang lebih minimal dari CT Scan.Fraktur kompresi vertebra secara
radiografi digambarkan sebagai penurunan panjang vertebra lebih dari 15%, umumnya
ditemukan pada vertebra thorakolumbal secara anteroposterior dan lateral. Bagian
thorakolumbal yang biasa terkena adalah Th8, Th12, L1 dan lumbal. nagian bawah
terbanyak adalah L4.8

Gambar 12. Radiologi Fraktur Kompresi Sekunder Akibat Osteoporosis


(Herring, 2012)
Gambar 13. Radiologi Fraktur Kompresi L1
Terlihat adanya penyempitan ringan canalis centralis pada level ini
(Knipe Henry, Radiopaedia: Acute L1 burst compression fracture)

B. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambar 14. MRI Fraktur Kompresi


(Saifuddin A, 2016)
Pemeriksaan MRI ini membantu memberikan informasi yang lebih mendetail
mengenai jaringan lunak yang terdapat pada daerah vertebra. MRI merupakan modalitas
imaging yang menjadi pilihan terutama pada abses, tumor, lesi vascular dan massa
epidural. Pada keadaan dimana terjadi trauma spinal, MR tidak seakurat CT Scan dalam
menunjukkan fraktur, namun dapat membantu mengevaluasi jika fraktur tersebut menekan
(kompresi) spinal cord dan menunjukkan hematom epidural, jejas ligament dan traumatic
disc protrusions.8
Gambar 15. MRI Fraktur Kompresi
(Saifuddin A, 2016)

C. CT Scan

Gambar 16. CT Scan Fraktur Kompresi Corpus Vertebra


(Sorrentino S. Radiopaedia: Vertebral Body Fracture (burst/compression fracture))
CT Scan dapat membantu menggambarkan adanya fraktur dan memberikan
informasi apabila terdapat kelainan densitas tulanng. CT Scan lebih sensitive dibandingkan
foto polos untuk mendeteksi fraktur, terutama jejas pada komponen posterior.8

2.8.DIAGNOSIS BANDING
Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosis, juga dikenal sebagai pott’s disease. Tulang belakang
adalah lokasi yang paling sering dari tuberkulosis muskuloskeletal, dan gejala yang
umumnya terkait adalah nyeri punggung dan kelemahan tungkai / paraplegia. Manifestasi
kliniknya berupa biasanya penderita mengalami nyeri punggung, kelemahan tungkai
bawah/paraplegia, dan deformitas kyphotic. Gejala konstitusional (demam dan penurunan
berat badan).12
Gambaran Radiologi:

Gambar 17. Gambaran Radiologi Destruksi Vertebra pada Spondilits TB


(Ekayuda, I. 2016)

Frekuensi tuberkulosis yang paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya di
daerah torakal atau lumbal, jarang didaerah servikal. Lesi biasanya pada korpus vertebra
dan proses dapat bermula di 3 tempat, yaitu:
 Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal, yang sesuai
dengan tipe metafiseal pada tulang panjang
 Di tengah korpus, disebut tipe sentral
 Dibagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal13
Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat dibagian depan korpus vertebra
dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih vertebra yang
berdekatan. Karena bagian depan korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat
tersebut timbul gibbus.13

Gambar 18. Gambaran Radiologi Abses Paravertebral pada Thoracal


(Yujin, Salam H et al. Radiopaedia: Tuberculous Spondylitis)

Abses paravertebral timbul cepat dan paling mudah dilihat didaerah torakal karena
adanya kontras paru-paru. Bila sudah lama akan timbul kalsifikasi pada abses.13

2.9. TATALAKSANA
Pada pasien dengan fraktur akut harus menekankan pada pengurangan ra nyeri dengan
penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. 15
a. Analgetik
NSAID sering merupakan obat pertama yang digunakan saat mengobati fraktur
kompresi tulang belakang. Namun, beberapa komplikasi signifikan, seperti perdarahan
gastrointestinal, gangguan ginjal, dan kecelakaan serebrovaskular hemoragik, dapat timbul
dari penggunaan NSAID, terutama pada individu yang lebih tua. Meskipun terjadi efek
samping, NSAID sebagai pilihan pengobatan lini pertama untuk kompresi tulang belakang
fraktur, yang sebagian disebabkan oleh insiden yang lebih serius risiko yang terkait dengan
obat lain seperti opioid dan trisiklik antidepresan. nkan pada pengurangan ra nyeri dengan
penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. 15
b. Antidepresan
Antidepresan, seperti inhibitor reuptake serotonin selektif, trisiklik, dan penghambat
monoamin oksidase, adalah hal lain pilihan yang memungkinkan untuk pengendalian nyeri
kronis. Meskipun obat-obatan ini memang memiliki beberapa sifat analgesik, mereka tidak
digunakan terutama untuk mengurangi rasa sakit dan digunakan sebagai terapi tambahan
pada tingkat yang lebih rendahdosis (30 hingga 50% dosis normal) untuk mencapai efek
yang diinginkan. Efek jangka panjang dari penggunaan antidepresan untuk mengobati sakit
punggung masih belum diketahui; Namun, data terbaru menunjukkan bahwa penggunaan
antidepresan, bahkan pada dosis rendah, dapat sebenarnya dikaitkan dengan penurunan
kepadatan mineral tulang dan peningkatan risiko patah tulang. nkan pada pengurangan ra
nyeri dengan penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. 15
c. Orthotatic bracing
Karena fraktur kompresi tulang belakang melibatkan bagian anterior elemen tulang
belakang dianggap fraktur stabil dan sebagian besar pasien tetap utuh secara neurologis,
menguatkan kembali dapat dimanfaatkan selama proses pemulihan. Secara fungsional,
orthotic bracing membantu menstabilkan area yang terluka dengan menghambat fleksi
tulang belakang sehingga meminimalkan tekanan pada tulang vertebra, memungkinkannya
sembuh dengan baik. Biasanya, kawat gigi dikenakan hingga 3 bulan, karena periode waktu
yang lebih lama dapat terjadi core muscle. Karena menguatkan tidak pernah secara definitif
terbukti meningkatkan kualitas hidup, penggunaannya di kalangan doktertetap
kontroversial. Selain itu, bracing juga diketahui menyebabkan luka, dikaitkan dengan
berkurangnya paru kapasitas, dan, sebagaimana disebutkan sebelumnya, dapat
menyebabkan melemahnya dari coremusculature. Selanjutnya, kawat gigi ini tidak nyaman
untuk pasien, menyebabkan tingginya tingkat pasien ketidakpatuhan. Namun, satu
penelitian, membandingkan tirah baring, penggunaan berbagai orthosis, dan terapi fisik
dan ditunjukkan yang keluar dari perawatan nonoperatif yang berbeda pilihan sedang
dipelajari, pasien yang memakai penjepit untuk 6 minggu memiliki hasil terbaik. nkan pada
pengurangan ra nyeri dengan penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. 15
d. Vertebroplasty
Vertebroplasti adalah prosedur rawat jalan singkat yang melibatkan injeksi semen tulang
akrilik viskositas rendah secara langsung ke dalam tubuh vertebral, menggunakan
unipedicular atau bipedicular kanula. Keefektifan prosedur itu sendiri adalah masih
dipertanyakan, dengan penelitian terbaru menyimpulkan bahwa perkutan vertebroplasti
adalah prosedur yang jauh lebih cocok hanya meningkatkan stabilitas tulang belakang
daripada rasa sakit murni kelegaan. Selain efektivitas dipertanyakan dari prosedur,
vertebroplasti telah dikaitkan dengan yang lebih besar insidensi fraktur baru pada vertebra
yang berdekatan bila dibandingkan dengan manajemen nyeri konservatif. Saat ini, hanya
rekomendasi kuat yang diberikan dalam klinis AAOS pedoman praktik untuk pengobatan
osteoporosis simptomatik fraktur kompresi tulang belakang adalah vertebroplasti itu
seharusnya tidak digunakan.
Studi yang memonitor efek jangka panjang vertebroplasti menemukan bahwa bila
dibandingkan dengan konservatif terapi, vertebroplasti menunjukkan signifikan secara
klinis bukti mengurangi rasa sakit dan mengurangi kebutuhan akan rasa sakit obat-obatan
dan kecacatan keseluruhan sementara masih masuk akal aman. nkan pada pengurangan ra
nyeri dengan penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. 15
e. Kyphoplasty
Kyphoplasty mirip dengan vertebroplasti. Ini melibatkan hal yang sama pendekatan
unipedicular atau bipedicular perkutan, tetapi kemudian kateter dilatasi balon dimasukkan
dan meningkat untuk mengembalikan tinggi badan vertebral dan menciptakan ruang untuk
tekanan rendah injeksi semen dengan viskositas tinggi. nkan pada pengurangan ra nyeri
dengan penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik. 15
f. Radiofrequency Kyphoplasty
Augmentasi vertebral target radiofrekuensi adalah relatif tipe baru kyphoplasty. Alih-
alih menggunakan balon yang melambung, semen ultra-viskositas tinggi disuntikkan ke
saluran yang dibuat di tubuh vertebra menggunakan frekuensi radio. Metode baru ini
meresapi tulang belakang dengan semen dengan lebih lambat dan lebih banyak tingkat
terkontrol, dengan harapan memastikan kebocoran minimum semen. Saat ini data
menunjukkan bahwa prosedur ini ditingkatkan dapat memberikan pengurangan hingga
50% dalam terjadinya efek samping efek karena kebocoran semen jika dibandingkan
dengan standar kyphoplasty, yang mungkin sebagian disebabkan oleh peningkatan kontrol
pengiriman semen dengan viskositas sangat tinggi dan sebagian ke tingkat kelahiran yang
lebih lambat. nkan pada pengurangan ra nyeri dengan penggunaan analgetik, brancing dan
latihan fisik. 15

2.10. KOMPLIKASI
1) Malunion
Malunion merupakan kondisi dimana terjadi penyambungan fraktur yang tidak
normal sehingga menimbulkan deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang
jelek menyebabkan malunion, selain itu infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara
fragmen tulang, akirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendiri
palsu dengan sedikit gerakan (non union) juga dapat menyebabkan malunion.16

Gambar 19. Malunion T12 dengan kompresi vertebral multilevel pada pasien post cementoplasty
(Mazel C, Ajavon L. 2017)

2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan
adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga dapat disebabkan karena aliran darah yang kurang. 16
Gambar 20. Foto Polos Xray dan MRI menunjukkan fraktur kompresi vertebral Th12
dengan nonunion. Tampak PMMA cement pada corpus vertebra setelah vertebroplasty
(Chen LH, et al. 2014)

3) Delayed Union
Keadaan ini dimana penyembuhan fraktur yang berlangsung dalam waktu yang
lama atau lambat dari proses penyembuhan fraktur secara normal. Pada pemeriksaan
radiografi tidak terlihat bayangan sclerosis pada ujung-ujung fraktur.16
DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang dengan keluhan kelemahan kedua tungkai bawah
yang dialami sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan ini dialami setelah sebelumnya pasien menebang
pohon dan pohon tersebut jatuh menimpa punggung pasien dimana ia dalam posisi telungkup. Ia
juga mengeluhkan adanya gangguan buang air besar dan buang air kecilnya. Pada pemeriksaan
status neurologis didapatkan kekuatan kedua tungkai bawah adalah 0 dan terdapat hipestesi
setinggi L1 ke bawah. Pada pemeriksaan status lokalis regio vertebra didapatkan adanya nyeri
tekan setinggi L1. Dari pemeriksaan radiologi Thoracal AP/Lateral didapatkan kesan fraktur
kompresi corpus vertebra thoracal 12.

Fraktur kompresi dapat disebabkan oleh trauma, osteoporosis, malnutrisi atau karena suatu
keganasan4. Selain itu, fraktur kompresi juga dapat didiagnosis banding dengan spondilitis
tuberculosis. Spondilitis TB dapat ditegakkan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,
tuberculin test dan pemeriksaan radiologi. Pada anamnesis dapat didapatkan karakteristik
penderita TB, riwayat TB atau konsumsi obat 6 bulan ataupun adanya riwayat keluarga serumah
yang mederita TB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya cold abcess ataupun adanya
deformitas: kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang). Pemeriksaan radiologi pada spondilitis
tuberculosis pada fase awal dapat normal, namun seiring berkembangnya penyakit akan terlihat
penyempitan ruang diskus dan reaksi periosteal lokal atau sklerosis reaktif menjadi lebih jelas.
Selain itu, pada foto polos juga dapat dijumpai gambaran destruksi lisis bagian anterior corpus
vertebra, dapat ditemukan adanya deformitas gibbus dan abses paravertebra12,13. Namun pada
pasien ini melalui anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan dapat diketahui bahwa tidak ada
penyebab lain dari fraktur kompresi yang dialami, selain oleh karena trauma langsung berupa
tertimpa pohon dan tidak ada riwayat TB ataupun konsumsi obat 6 bulan.

Gambaran klinik dari fraktur kompresi dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan besar
kerusakan yang terjadi. Manifestasi klinis akibat adanya fraktur kompresi vertebra thoracal 12
pada pasien ini berupa kelumpuhan kedua tungkai bawah dan adanya gangguan pada buang air
besar dan buang air kecilnya. Hal ini disebabkan karena thoracic nerve (T6-T12) pada level ini
mempengaruhi otot perut dan punggung tergantung dari level traumanya. Biasanya trauma pada
level saraf ini dapat menyebabkan keluhan hilangnya kemampuan kontrol motorik di bawah
pinggang atau paraplegia (kelumpuhan kedua tungkai bawah) dimana kekuatan kedua tungkai atas
dalam kondisi normal20. Selain itu, trauma pada level saraf ini juga dapat menyebabkan gangguan
sensorik berupa hilangnya setiap sensasi di bawah pinggang seperti yang ditemukan pada pasien
ini dimana pada pemeriksaan neurologis ditemukan hipestesi setinggi L1 ke bawah. Penderita yang
mengalami trauma pada level saraf ini juga dapat mengalami kesulitan mengontrol defekasi
ataupun berkemih seperti yang dikeluhkan oleh pasien ini.

Sesuai dengan penjelasan pada bab II bahwa gambaran radiologi dari fraktur kompresi
vertebra akan memberikan gambaran adanya penurunan panjang vertebra lebih dari 15%
(pemipihan corpus vertebra), hal ini sesuai dengan gambaran radiologi dari pasien dimana
didapatkan adanya pemipihan corpus vertebra Th 12 sehingga memberikan kesan fraktur kompresi
CV Th 12.8

Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah infus ringer laktat 20 tetes/menit,
ketorolac 30 mg/8 jam/IV line sebagai analgesik, ranitidine 50 mg/12 jam/IV line sebagai
gastroprotector dan dekompresi dan stabilisasi posterior. Setelah diberikannya penatalaksanaan
diatas perlu dilakukan follow up dan konsultasi kepada dokter orthopedi terkait penanganan lanjut
fraktur kompresinya, dokter radiologi untuk melakukan follow up pemeriksaan radiologi setelah
dilakukannya dekompresi dan stabilisasi posterior dan dokter rehabilitasi medic terkait latihan-
latihan yang perlu dilakukan setelah pasien mengalami perbaikan.
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu penekanan
atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut. Fraktur kompresi vertebra terjadi
jika berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus
terjadinya trauma. Pada osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan sederahana seperti
terjatuh pada kamar mandi, bersin, atau mengangkat beban yang berat.18
Etiologi dari fraktur kompresi vertebra dapat dikarenakan oleh trauma, cedera olahraga,
osteroporosis ataupun malnutrisi.20
Pada pasien yang tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, pengobatan pada pasien dapat
berupa pengurangan rasa nyeri, dengan pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, bracing,
latihan fisik, vertebroplasty dan kypoplasty. Pada pasien yang ditemukan adanya kelainan
neurologis perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan radiologi MRI.8,12
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter, Frank H. 2014. Atlas of Human Anatomy. 25th Edition. Jakarta: EGC.

2. Lisle, D.A. 2012. Imaging for Students. 4th Edition. Brisbane: Hodder Arnold.

3. Herring, W. 2015. Learning Radiology, Recognizing the Basics. 3rd Edition. Elsevier:

Philadelpia.

4. Hanna J, Letizia M. 2017. Kyphoplasty: A treatment for osteoporotic vertebral

compression fractures. [Online] Nursing Journal Center. Available at:

http://www.nursingcenter.com/library/journalarticle.asp?article_id=755899. [Accessed 07

May 2019].

5. Andrew L Sherman, MD, MS; Chief Editor: Rene Cailliet, MD. 2014. Lumbar

Compression Fracture. [Online] Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/309615-overview. [Accessed 05 May 2019]

6. Prasad Shetty, A., Reddy Dumpa, S. and Rajasekaran, S. (2016). Thoracolumbar Fractures:

Classification and Clinical Relevance. [online] International Journal of Spine. Available

at: http://ijsonline.co.in/thoracolumbar-fractures-classification-and-clinical-relevance/

[Accessed 7 May 2019].

7. West C, Roosendaal S, Smithuis F. 2015. The Radiology Assistant : Spine injury –

Thoracolumbar Injury Classification and Severity (TLICS). [Online] Radiology assistant.

Available from: http://www.radiologyassistant.nl/en/p54885e620ee46/spine-injury-tlics-

classification.htm. [Accessed 08 May 2019]

8. Lewiss, RE et al. 2011 Essential Emergency Imaging. UK: LIPPINCOTT Williams &

Wilkins.
9. Knipe H. 2015. Radiopaedia: Acute L1 Burst Compression Fractur. [Online] Radiopaedia.

Available at: https://radiopaedia.org/cases/acute-l1-burst-compression-fracture?lang=us

[Accessed 07 May 2019]

10. Saifuddin A. 2016. Musculoskeletal MRI 2nd Edition. UK: CRC Press.

11. Sorrentino, S. 2016. Radiopaedia: Vertebral Body Fracture (Burst/Compression Fracture).

[online] Radiopaedia. Available at: https://radiopaedia.org/cases/vertebral-body-fracture-

burst-compression-fracture?lang=us [Accessed 07 May 2019]

12. Jin, Y, Salam,H et al. 2015. Radiopaedia: Tuberculous spondylitis. [online] Radiopaedia.

Available at: https://radiopaedia.org/articles/tuberculous-spondylitis-2?lang=us [Accessed

07 May 2019]

13. Ekayuda, I. 2016. Radiologi Diagnostik.Edisi 2. Jakarta.: FK UI.

14. Patlas MN et al. 2019. Errors in Emergency and Trauma Radiology. UK: Springer.

15. Genev, I. K., Tobin, M. K., Zaidi, S. P., Khan, S. R., Amirouche, F. M. L., & Mehta, A. I.

2017. Spinal Compression Fracture Management. Global Spine Journal, 7(1), 71–82.

doi:10.1055/s-0036-1583288

16. Henry MH et al. 2001. Foreword By Kumar & Clark: Clinical Surgery 3 rd Edition.

Philadelpia: Elsevier Saunders.

17. Mazel C, Ajavon L. 2014. Malunion of Post-Traumatic Thoracolumbar Fractures. [online]

Elsevier. Available at:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877056817303316. [Accessed 07

May 2019]

18. Joshi J, Kotwal P. 2008. Essentials of Orthopaedics and Applied Physiotherapy.

Philadelpia: Elsevier.
19. Chen LH, et al. 2018. Minimally invasive treatment of osteoporotic vertebral compression

fracture. [Online] Available at: https://www.researchgate.net/profile/Po-

Liang_Lai/publication/8470218_Minimally_invasive_treatment_of_osteoporotic_vertebr

al_compression_fracture/links/02e7e5276212540fd4000000/Minimally-invasive-

treatment-of-osteoporotic-vertebral-compression-fracture.pdf?origin=publication_detail.

[Accessed 07 May 2019]

20. Anynymous. 2017. Vertebral Compression fractures. [Online]. Available from:

www.aans.org/pateients/neurosurgical-conditions-and-treatments/vertebrl-compression-

fractures. [Accessed 05 May 2019]

Anda mungkin juga menyukai