PENDAHULUAN
1
H. Muzzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, 2009, hlm. 127
2
H. Muzzayin Arifin,Op. Cit, hlm.128
Ciri-ciri tersebut terletak pada tiga hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Keridhaan Allah merupakan tujuan hidup muslim. Dan keridhaan Allah ini
menjadi sumber standar moral yang tinggi dan menjadi jalan bagi evolusi moral
kemanusiaan.
2. Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral islami
sehingga moralitas islami berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan
manusia, sedang hawa nafsu dan vested interest picik tidak diberi kesempatan
menguasai kehidupan manusia.
3. Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan
atas norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Ia memerintahkan
perbuatan yang makruf dan menjauhi kemungkaran, bahkan manusia dituntut
agar menegakkan keadilan dan menumpas kejahatan dalam segala bentuknya.
Sistem moral Islam, dengan demikian, berpusat pada sikap mencari rida Allah,
pengendalian nafsu negatif, dan kemampuan berbuat kebajikan serta menjauhi
perbuatan jahat.
Sayyid Quthub, seorang cendekiawan dan ulama Mesir yang terkenal
berpendirian keras dalam memegang kaidah-kaidah syairah, ia dihukum mati oleh
lawan politiknya (Presiden Gamal Abdul Nasser), berpendapat bahwa sistem moral
islami itu didasarkan pada pandangan Islam yang memandang dosa dan perbuatan
keji merupakan belenggu yang menghukum jiwa manusia, menjatuhkan, dan
menyeretnya ke dasarnya yang paling dalam.
Menurut pendapatnya, bahwa moralitas islami itu tidak hanya terdiri dari
kumpulan belenggu dan larangan-larangan. Ia, pada hakikatnya adalah suatu kekuatan
konstruktif dan positif, merupakan suatu kekuatan pendorong bagi perkembangan
yang berkesinambungan dan bagi kesadaran pribadi di dalam proses perkembangan
tersebut. Perkembangan tersebut diwarnai oleh kemurnian yang bulat.
Moralitas islami, menurut Sayyid Quthub bersumber dari watak tabi’i manusia
yang senapas dengan nilai islami, yaitu dorongan batin yang menuntut pembebasan
jiwa dari beban batin karena perbuatan dosa dan tindakan keji yang bertentangan
dengan perintah Ilahi. Atas dorongan batin inilah manusia dengan fitrahnya merasa
wajib untuk berbuat kebajikan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk sesamanya.3
Mengingat kualitas nilai islami yang absolut itu maka manusia tidak dapat
mengubahnya secara bebas yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
perkembangan kebudayaan masyarakat. Bahkan, tidak boleh digunakan untuk
mengesahkan selera nafsu negatif manusia dalam bentuk kreasinya.
Fungsi nilai yang absolut itu adalah menuntut dan mengarahkan nilai-nilai
kultular yang kualitasnya bersifat relativisis, yaitu nilai yang bergantung pada situasi
dan kondisi perkembangan kebudayaan manusia. Namun, nilai absolut itu juga
memiliki kelenturan normatif terhadap kebudayaan dalam batas-batas konfigurasi
(kerangka) tertentu, tanpa meninggalkan prinsip fudamentalnya.
Sebuah sabda Nabi yang populer dalam kaitannya dengan pengembangan seni
antara lain “Allah Mahaindah, cinta kepada keindahan”
Sifat Uluhiah ini perlu dijabar dalam kehidupan seni hamba-Nya. Inilah
keluasan dimensi rentangan konfiguratif dari nilai islami itu. Kemampuan
menciptakan keindahan dalam segala bentuknya, merupakan keanugrahan Tuhan
yang potensial dalam kehidupan pribadi manusia, karena itu bisa dikembangkan
sampai batas maksimal kemampuannya.
3
H.Muzzayyin Arifin,Op. Cit, hlm. 130
bahwa jiwa itu bagaikan meja lilin yang bersih dari goresan..Pengalamanlah yang
membentuk pola ukirannya.4)
Terhadap nilai relativitas itu kita tidak perlu melakukan penilaian (jugdement),
karena sifat indeterminatifnya yang intrinsik tak dapat dipastikan.
Nilai-nilai demikian sulit untuk dijadikan pedoman normatif dalam pendidikan,
apalagi untuk dijabarkan ke dalam tujuan pendidikan, di mana idealitas nilai-nilai itu
menjadi inti tujuan.
Oleh karena itu, Filsafat Pendidikan Islam termasuk ke dalam idealisme yang
spiritualistis moralistis. Pendidikan moral dalam Islam menjadi sangat penting dalam
rangka membina manusia yang berakhlak mulia. Justru Nabi Muhammad SAW
adalah diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, sebagaimana dinyatakan oleh
beliau dalam hadits pada uraian sebelumnya.
Sedangkan menurut Islam, sanksi-sanksi moral terhadap perbuatan yang amoral
adalah terletak pada siksa dari Tuhan. Sedang sanksi terhadap perbuatan bermoral
adalah pahala dari Tuhan. Kualifikasi moral dalam Islam adalah bersuber dari Tuhan
sendiri. Terhadap manusia sanksi hukuman dalam Islam tidak sama bagi semua
orang, bergantung pada daya kemampuan masing-masing individu.
Perbedaan penerapan sanksi tersebut dinyatakan oleh Allah sebagai berikut:
5
) H. Muzzayyin Arifin, Op, Cit. hlm.138
dipergunakan untuk mengungkap perbedaan tentang yang baik dari yang buruk,
perkara yang hak (benar) dari yang bathil (sesat).
c) Pengembangan potensi berakhlak mulia dan kemampuan komunikasi dengan
orang lain, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Fitrah manusia yang
suci mempunyai kecenderungan kepada kebaikan yang dinyatakan melalui lisan
dan perbuatan dengan cara lemah lembut. Dalam hal ini Allah telah
memberikan gambaran sebagai berikut:
Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang
baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang Terpuji.
(QS. Al Hajj: 24).
Paham idealisme islami demikian memiliki corak dan jiwa serba cita yang
transendal di mata Tuhan dijadikan sumber nilai dan moralitas manusia. Oleh karena
itu, nilai dan moralitas islami tidak bercorak sekularistis sebagaimana yang diikuti
paham idealisme pada umumnya, yang menafikan sumber nilai ketuhanan.
Idealisme yang religius inilah yang dijadikan pedoman dalam proses
kependidikan Islam. Sedang nilai dan moralitas yang religius dalam proses
kependidikan Islam menjadi landasan operasionalnya.
3.1. Kesimpulan
1). Ilmu memberi kepada manusia pengetahuan sedangkan moral memberi kepada
manusia kesadaran terhadap norma-norma, keduanya saling sinergi membentuk
kehidupan, kebudayaan, peradaban, budi pekerti dan akhlak manusia.
2). Ilmu yang didasarkan pada atau didukung dengan moral yang baik/benar akan
menghasilkan kehidupan, kebudayaan dan peradaban manusia yang tinggi dan
benar, berbudi pekerti yang baik dan berakhlak mulia sebaliknya ilmu yang tidak
didasarkan pada atau didukung dengan moral yang baik/benar akan membawa
kehancuran terhadap kehidupan, kebudayaan, peradaban, budi pekerti dan akhlak
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta.