Anda di halaman 1dari 11

Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.

php/jppm

JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018, 74-84

Kemitraan lembaga swadaya masyarakat dalam rangka


pemberdayaan ekonomi pada program sekolah lapangan kakao
N. Novianti 1 *, Yoyon Suryono 1, Puji Yanti Fauziah 1
1
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Yogyakarta. Jalan Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta 55281, Indonesia
* Corresponding Author. Email: mce.vie21@gmail.com
Received: 16 November 2015; Revised: 5 December 2017; Accepted: 2 July 2018
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi program, bentuk kemitraan
yang dilakukan LSM, pemberdayaan ekonomi yang terjadi, dan bentuk pengembangan dalam
rangka keberlanjutan pada program Sekolah Lapangan Kakao yang terjadi di kampung Kalifam.
Penelitian menggunakan metode studi kasus, pengumpulan data dengan wawancara kepada
informan bersifat purposive sampling yakni peserta program tokoh adat, tokoh masyarakat,
perwakilan LSM, dan mitra yang terlibat dalam program. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa
implementasi program, mulai dari tujuan, proses dan hasil kegiatan dinilai baik. Proses
kemitraan juga yang dilakukan mendapat penilaian yang baik dari pihak-pihak yang terlibat
yaitu LSM sebagai inisiator program, unsur-unsur masyarakat sebagai peserta program, gereja
selaku motivator masyarakat dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) selaku fasilitator;
pemberdayaan ekonomi masyarakat belum sepenuhnya terjadi walaupun masyarakat telah
berdaya di level pengetahuan dan keterampilan budidaya kakao; pengembangan program yang
diharapkan mulai dari komitmen peserta terhadap keterampilan, proses pendampingan, kebun
percontohan, dan pelatihan teknologi pengolahan hasil.
Kata Kunci: kemitraan, pemberdayaan ekonomi, sekolah lapangan, kakao

Nongovernment organization’s partnership as part of economic


empowerment on cacao’s farmer’s field school
Abstract
The study aims to describe the implementation of the program, forms of partnership done
by NGO, the economic empowerment, and other forms of development in the context of
sustainability at Cocoa’s Farmer’s Field School program that took place in the Kalifam village. This
qualitative research used the case study method; with data collection used the interview to the
informant with the purposive sampling characteristic which are program’s participants:
traditional and community leader, NGO’s representatives, and partners involved in the program.
The results showed that the implementation of the program, ranging from the purpose, process
and results of activities considered good; the partnership also conducted gets a good assessment
of the parties involved, which are the NGO as the initiator of the program, the elements of society
as a participant of the program, the church as a community motivator and PPL as a facilitator;
economic empowerment has not fully occurred even though the community empowerment has
been revealed in the level of knowledge and skills of cocoa cultivation; the program developments
expected are start from the participants' commitment to the skills, process assistance, cacao’s
model plantation, and the training of technology processing.
Keywords: partnership, community’s economic empowerment, farmer’s field school, cacao
How to Cite: Novianti, N., Suryono, Y., & Fauziah, P. (2018). Kemitraan lembaga swadaya masyarakat
dalam rangka pemberdayaan ekonomi pada program sekolah lapangan kakao. JPPM (Jurnal Pendidikan
dan Pemberdayaan Masyarakat), 5(1), 74-84. doi:http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v5i1.7049
http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v5i1.7049

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 75
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

PENDAHULUAN Keerom memiliki potensi perkebunan


yang menjanjikan, yakni sebesar 28%
Pembangunan salah satunya bertujuan
(Keerom dalam Angka, data BPS). Salah satu
untuk mencapai kesejahteraan umum seper-
produk perkebunan yang menjanjikan ada-
ti amanat Undang-undang Dasar 1945. Un-
lah kakao atau coklat. Setiap tahun, Kabu-
tuk mencapai kesejahteraan umum tersebut,
paten Keerom menghasilkan 500 ton kakao
pembangunan harus diarahkan kepada pem-
(data potensi sumber daya alam, BPS
bangunan manusia, bukan hanya pembang-
Keerom). Namun demikian, hasil ini menjadi
unan fisik semata. Kualitas manusia dapat
kondisi paradoks jika dihadapkan pada
dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia
potensi yang sebenarnya dimiliki daerah ini.
(IPM). Dalam kurun waktu lima tahun
Kondisi yang paradoks ini seharusnya dapat
terakhir sampai dengan 2013, IPM terendah
ditingkatkan jika petani memiliki pengeta-
diduduki oleh provinsi Papua yakni 0.66 dari
huan dan keterampilan budidaya kakao.
skala 1 (data IPM 2008-2013, BPS). Pembang-
Kemiskinan sumber daya manusia menjadi
unan yang tidak berorientasi pada kesejah-
masalah besar yang harus segera disiasati,
teraan yang holistik juga dapat terlihat dari
salah satunya dengan meningkatkan penge-
angka ratio gini atau kemerataan pembang-
tahuan dan keterampilan. Peningkatan
unan. Angka ratio gini juga menunjukkan
pengetahuan dan keterampilan menjadi awal
bahwa Papua menduduki peringkat teren-
untuk peningkatan kesejahteraan masyara-
dah se-Indonesia, yakni 0,443 dari skala 1,
kat di bidang lainnya, termasuk di bidang
yang berarti pembangunan yang terjadi di
ekonomi.
Papua paling tidak merata (data ratio gini,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
BPS).
lebih dikenal dengan lembaga sosial yang
Data IPM dan ratio gini yang menya-
merupakan lembaga nonpemerintah dan
takan Papua adalah peringkat terakhir dari
nonprofit. Lembaga ini yang telah lama
seluruh provinsi di Indonesia, artinya pem-
bergerak melakukan kerja-kerja kemanusia-
bangunan manusia di Papua belumlah mak-
an berbasis pengembangan masyarakat yang
simal karena ketidakmerataan pembangun-
berusaha meningkatkan kemampuan masya-
an pun masih tinggi terjadi. Hal paling nyata
rakat agar memiliki daya dari kondisi
untuk hal ini adalah kondisi kemiskinan
ketidakberdayaan. Secara definitif, Lembaga
masyarakat Papua yang berbanding terbalik
Swadaya Masyarakat (LSM) adalah organi-
dengan potensi sumber daya alam yang besar
sasi atau lembaga yang anggotanya adalah
yang ada di daerah tersebut. Untuk
masyarakat, yang secara sukarela bergerak di
meningkatkan kualitas manusia dan kemera-
kegiatan tertentu sebagai wujud partisipasi
taan pembangunan ini, pembangunan ber-
masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf
orientasi manusia berdasar pemberdayaan
hidup dan kesejahteraan masyarakat
sangat penting dilakukan. Pembangunan
(Zubaedi, 2013, p. 91).
berorientasi manusia atau people-centered
Di Kabupaten Keerom, salah satu LSM
development adalah dasar perubahan yang
yang bergerak di bidang pengembangan
sesuai dengan konsep pemberdayaan.
masyarakat adalah Wahana Visi Indonesia
Keerom adalah salah satu Kabupaten
(WVI). Salah satu aktivitas program yang
yang terletak di utara provinsi Papua. Secara
mengusahakan pemberdayaan ekonomi
topografi, Kabupaten ini merupakan lahan
masyarakat yaitu Sekolah Lapangan (SL)
miring sebesar 53,2%, sisanya lahan datar dan
Kakao yang ditujukan untuk masyarakat
rawa. Penggunaan tanah terbesar di
petani kakao di salah satu kampung pen-
Kabupaten Keerom adalah sebagai hutan
duduk asli Papua bernama Kalifam. Konsep
lindung. Kabupaten ini memiliki iklim tropis
SL Kakao diterapkan dengan didasari oleh
basah karena curah hujan yang cukup tinggi
konsep pemberdayaan di bidang pendidikan.
setiap tahunnya. Mata pencaharian utama
Pemberdayaan dalam bidang pendidikan
masyarakat adalah dengan bertani. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
terkait dengan topografi daerah dan potensi
dan keberanian untuk melakukan perubahan
alamnya.
sosial, ekonomi, politik, maupun budaya un-

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 76
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

tuk terus menerus memperbaiki kehidupan oleh LSM, bentuk pemberdayaan ekonomi
(Mardikanto & Soebiato, 2013, p. 33). yang terjadi, dan tentang bentuk
Pemberdayaan adalah usaha untuk pengembangan yang dapat mendukung
menaikkan kekuatan dari pihak yang lemah keberlanjutan program Sekolah Lapang (SL)
(Ife, 1997, p. 56). Pemberdayaan adalah bagi- Kakao. Tujuan penelitian ini adalah untuk
an dari suatu bentuk pembangunan yang mendeskripsikan dan menganalisa tentang
berpusat pada manusia (Soetomo, 2014, p. 24) implementasi, bentuk kemitraan, pemberda-
yang mengarahkan masyarakat memiliki yaan ekonomi masyarakat, dan bentuk
daya atau kekuatan untuk menggerakkan pengembangan dari program SL Kakao.
dirinya sendiri mencapai kemandirian, atau
METODE
yang disebut dengan keswadayaan (Soetomo,
2012, p. 11). Sekolah lapangan adalah metode Penelitian ini menggunakan metode
pendidikan bagi masyarakat yang ditujukan penelitian kuantitatif studi kasus. Penelitian
untuk membahas masalah yang dirasakan dilakukan di bulan Februari sampai dengan
petani, berbagi pendapat ber-dasar Mei 2015 di kampung Kalifam, Kabupaten
pengalaman tentang permasalahan tersebut Keerom, Papua.
berdasarkan sumber daya yang dimiliki Subjek dalam penelitian ini adalah
bersama (Mardikanto & Soebiato, 2013, p. informan yang memiliki pengetahuan paling
204). Tujuan besarnya adalah agar dengan baik mengenai topik penelitian, yaitu
pendidikan yang diterima lewat sekolah perwakilan petani yang terlibat dalam prog-
lapangan ini, masyarakat memiliki daya ram, perwakilan LSM pelaksana, dan mitra-
untuk mengusahakan kekuatannya sen-diri mitra yang terlibat dalam program tersebut.
sehingga tercipta keswadayaan di dalam Subjek penelitian ditentukan melalui
dirinya. purposif proses pendaftaran pihak-pihak
Dalam rangka mewujudkan pemberda- yang terkait dengan program dan juga yang
yaan ekonomi, perlu partisipasi berbagai mengetahui konteks masalah yang dibahas
pihak. LSM Wahana Visi Indonesia ini dalam penelitian ini. Dengan demikian,
mengambil peran fasilitatif dan teknis untuk subjek penelitian ini.
menjadi aktor perubahan dalam kondisi Teknik pengumpulan data mengguna-
ketidakberdayaan masyarakat di bidang kan wawancara, pengamatan langsung dan
ekonomi ini. Setidaknya ada empat peran analisa dokumen program. Instrumen yang
yang perlu dijalankan oleh pelaku perubahan digunakan adalah panduan wawancara dan
menurut Ife (1997), yaitu peran fasilitatif, dokumen pendukung lainnya. Teknik analisa
edukatif, representatif, dan teknis (Adi, 2008, data menggunakan model interaktif
p. 89). Saat ini, yang terjadi adalah para Huberman dan Miles dimana terjadi proses
pelaku perubahan tersebut berjalan sendiri- reduksi data, penyajian data, dan penarikan
sendiri dengan program masing-masing yang kesimpulan atau verifikasi (Denzin dan
sering kali belum sinergis. Hal ini menjadi Lincoln, 2009, p. 592). Proses analisis data
citra kemitraan yang terjadi di masyarakat, dilakukan sejak awal proses desain peneliti-
yakni banyak lembaga namun tersekat-sekat an, dimana dalam proses awal data dianalisis
dan tidak menyatu dalam menggalang untuk mengetahui data apa lagi yang mesti
kekuatan untuk tujuan bersama yang lebih dicari dan didalami. Di pertengahan proses,
besar. data dianalisis kembali untuk pemeriksaan
LSM Wahana Visi Indonesia meng- keabsahan data. Terjadi proses verifikasi yang
gagas kemitraan dalam program SL Kakao ini menilai keabsahan data dengan proses
dalam rangka mewujudkan tujuan prog-ram triangulasi dan kecukupan referensi. Proses
pemberdayaan. Fokus penelitian ini adalah verifikasi melibatkan interpretasi atas data
tentang sinergitas kemitraan yang belum yang tersaji.
terjadi di tingkat program yang diga-gas oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
LSM. Pertanyaan yang ingin dijawab oleh
penelitian ini terkait dengan implemen-tasi Pertanyaan dalam penelitian ini adalah
program, bentuk kemitraan yang dibangun tentang bagaimana implementasi program,

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 77
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

bentuk kemitraan yang terjadi, bentuk pem- Terkait kualitas, biji kakao yang dinyatakan
berdayaan ekonomi masyarakat, dan bentuk berkualitas salah satunya jika memiliki ciri-
pengembangan yang diharapkan untuk ciri masak penuh, terfermentasi dengan baik
keberlanjutan program. (kering, berwarna coklat, berbau asam, tidak
terdapat purple dan slaty ketika dibelah.
Implementasi Program
Sekolah lapangan juga memiliki tujuan
Menurut Badan Pusat Statistik Kabu- untuk memberdayakan petani sampai de-
paten Keerom, terdapat 42 hektar saja area ngan membantu petani mengorganisasikan
yang menghasilkan kakao untuk seluruh diri dan komunitasnya dengan pengetahuan
distrik Waris. Dalam setahun, dari seluruh dan keterampilan, membuat petani ahli di
distrik (kecamatan) Waris baru menghasil- lahan sendiri (Ombati, et.al., 2010, p. 1).
kan 14 ton atau 14.000 kilogram. Data ini Pemberdayaan yang dilakukan dalam prog-
menunjukkan bahwa total area dan produksi ram sekolah lapangan ini bersifat pember-
yang baru dihasilkan tidak sebanding de- dayaan di bidang pendidikan, yakni dengan
ngan luas area yang seharusnya bisa dita- memberikan kapasitas berupa pengetahuan
nami kakao (Waris dalam Angka, 2014). dan keterampilan kepada petani tentang
Data lainnya adalah bahwa masyarakat segala hal yang mereka perlukan dalam hal
tidak cukup mampu mengelola potensi budidaya kakao. Menurut Ombati, et.al.
tersebut akibat minimnya kapasitas secara (2010) dalam teorinya, pengetahuan dan ke-
pengetahuan. Minimnya kapasitas ini terkait terampilan tersebut akan menjadikan petani-
dengan ketertinggalan informasi teknologi petani tersebut menjadi ahli di lahannya
karena akses daerah yang sulit. Kapasitas sendiri sehingga tidak lagi bergantung pada
menjadi poin penting karena masyarakat pihak lain, misalnya para penyuluh lapangan.
menggantungkan kehidupannya pada kakao Proses implementasi didasari oleh hasil
sebagai mata pencaharian utama. Selain itu, evaluasi kegiatan pemasaran kakao bersama
tujuan program sekolah lapangan kakao ini yang menyatakan tentang minim-nya
juga terkait dengan kondisi hama kakao yang kapasitas masyarakat terhadap budidaya
merajalela dirasakan oleh masyarakat. Dari kakao. Kapasitas yang minim itu berbanding
kondisi-kondisi tersebut maka didapat bahwa terbalik dengan potensi kakao yang besar
tujuan program ini adalah untuk yang dimiliki masyarakat, sehingga pemilih-
meningkatkan kapasitas masyarakat disisi an metode sekolah lapangan pun terkait
pengetahuan dan keterampilan perawatan dengan hal tersebut. Sekolah lapangan dini-
kakao. lai dapat menjadi jembatan yang baik untuk
Data-data di atas menguatkan konsep menjawab persoalan kapasitas masyarakat
tentang sekolah lapangan yang berkembang yang minim dan pemanfaatan potensi yang
sebagai suatu pendekatan untuk melakukan besar yang dimiliki masyarakat di kebun
manajemen terpadu pada hama atau kakao mereka.
Integrated Pest Management- IPM (van den Sekolah lapangan kakao di kampung
Berg, 2004, p. 4). Sekolah lapangan sejak awal Kalifam berlangsung selama tiga hari tanggal
dijalankan di sekitar tahun 80-an me-miliki 19-21 Maret 2014 dengan memberikan materi
tujuan untuk membantu petani dalam dan praktik langsung di kebun kakao milik
menyelesaikan masalah hama yang dialami petani, sehingga masyarakat langsung meng-
oleh petani. Biasanya petani menggunakan alami materi-materi yang diajarkan. Materi-
pestisida untuk persoalan hama tanaman, materi yang diajarkan antara lain mengenai
namun di sekolah lapangan, petani diajara- ekosistem dan agrosistem kebun kakao,
kan tentang cara-cara mengurangi ketergan- tentang perawatan tanaman berupa kegiatan
tungan mereka pada pestisida, sehingga hasil pemangkasan dan pemupukan tanaman, sa-
tanamannya lebih bersifat organik. Dengan nitasi dan pengendalian hama penyakit,
memiliki pengetahuan tentang pengendalian pengetahuan tentang panen dan pasca pa-
hama dan penggunaan pestisida, diharapkan nen dan teknik sambung samping dan
petani dapat meningkatkan kuantitas dan sambung pucuk untuk produksi kakao.
kualitas tanaman yang mereka budidayakan.

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 78
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

Proses kegiatan sekolah lapangan ada- sekolah lapangan. “Uang duduk” menjadi
lah proses learning by doing yaitu pembel- tantangan sangat besar pada konteks
ajaran dengan langsung melakukan praktik masyarakat Papua saat ini, terutama sejak
langsung. Saroni (2012, p. 99) menyatakan digulirkannya Otonomi Khusus (Otsus).
bahwa sekolah lapangan adalah kegiatan Maka dari itu, pendampingan kepada masya-
belajar-mengajar atau pendidikan masyara- rakat dapat berguna untuk membangun
kat yang diadakan langsung di bidang kerja kesadaran terhadap situasi masyarakat yang
yang dipelajari, materi bersifat aplikatif. sering berharap pada hal-hal berbau materi
Sekolah lapangan memiliki topik yang bera- seperti “uang duduk”. Pendampingan juga
gam: konservasi sampai dengan peningkatan menjadi tantangan dalam konteks program
pendapatan petani; bersifat learning by doing; SL Kakao ini, karena di satu sisi pendam-
forum melakukan debat berdasarkan pingan dapat memberikan semangat bagi
pengalaman, eksperimen dan informasi lain para peserta SL Kakao untuk semakin me-
di luar komunitas petani (Ombati, et.al., 2010, ngembangkan pengetahuan dan keterampil-
p. 1). Kedua konsep ini menyatakan bahwa annya sebagai petani kakao sehingga mereka
proses implementasi yang dilakukan dalam berdaya. Namun, di sisi yang lain, pendam-
SL Kakao di kampung Kalifam telah sesuai pingan dapat melenakan para peserta
dengan kerangka konsep tentang sekolah sehingga tidak memiliki kemandirian.
lapangan. Sekolah lapangan adalah bentuk dari
Nilai-nilai positif yang terjadi dalam pendidikan orang dewasa yang menjadi ruh
implementasi antara lain respon peserta yang dari pendidikan luar sekolah. Van den Berg
baik terhadap materi yang diberikan, (2014) menyatakan bahwa “the farmer field
antusiasme masyarakat (termasuk tokoh- school is a form of adult education, which is
tokoh di masyarakat) untuk mengikuti ke- evolved from the concept that farmers learn
giatan, dan hasil dari pengetahuan dan optimally from field observation and experi-
keterampilan baru yang mereka dapat mentation”. Selain itu Knowles, Holton, &
dengan buah kakao yang lebih banyak dari Swanson (2004, pp. 64-69) menyatakan
biasanya. Antusiasme masyarakat untuk bahwa orang dewasa mengarahkan orientasi
terlibat terbukti dengan terlibatnya 27 orang belajarnya pada hal-hal yang berpusat pada
sebagai peserta dari 20 orang yang ditarget- hidup (life-centered), atau tugas (task-center-
kan oleh pelaksana program. Nilai positif ed), atau suatu masalah (task-centered).
berupa antusiasme peserta untuk terlibat Kondisi-kondisi yang didapat dalam imple-
dalam kegiatan ini dan respon yang baik mentasi program menunjukkan hal-hal
terhadap materi-materi yang diberikan sa- sesuai dengan konsep pendidikan orang
ngat sejalan dengan konsep yang digulirkan dewasa ini.
oleh Ombati et.al. (2010) bahwa sekolah
Kemitraan Program
lapangan terdiri dari sekelompok petani yang
tergabung dan tertarik untuk belajar topik Turunan dari poin ini adalah tentang
tertentu tentang pertanian. Masyarakat pihak-pihak yang terlibat dalam program,
memiliki ketertarikan terhadap kegiatan ini identifikasi inisiator kemitraan, proses
karena kegiatan ini dapat menjadi solusi dari inisiasi kerja sama, tujuan kemitraan, peran-
permasalahan budidaya kakao yang dirasa- peran dalam kemitraan yang terjalin, nilai
kan oleh masyarakat saat itu. positif dan negatif dalam kemitraan dan
Nilai negatif yang diungkapkan adalah faktor belum sinerginya kemitraan antara
waktu pelaksanaan yang dirasa kurang, ke- LSM dan para mitra.
luhan mengenai tidak adanya “uang duduk”, Berdasarkan hasil wawancara, didapat
dan komitmen masyarakat yang kurang data bahwa pihak-pihak yang terlibat adalah
untuk tekun melakukan perawatan akibat tokoh-tokoh yang ada di masyarakat, antara
kurangnya pendampingan. Pendampingan lain tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh
dan keluhan “uang duduk” ini adalah tan- agama (salah satunya adalah lembaga gereja);
tangan yang harus disikapi oleh penyeleng- pihak Petugas Penyuluh Lapangan; dan LSM
gara program atas keberlanjutan program sendiri sebagai inisiator program. Proses

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 79
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

inisiasi kemitraan dilakukan dengan bentuk-bentuk pengembangan program


merancang program bersama masyarakat dan lainnya yang dapat memberdayakan masya-
tokoh-tokoh dengan dasar evaluasi program rakat terutama di bidang ekonomi.
pemasaran bersama kakao. Setelah Peran yang disepakati oleh masing-
merancang program, LSM membangun masing pihak yang terlibat adalah: LSM
komunikasi dengan para tokoh kunci di sebagai inisiator dan penanggungjawab pe-
masyarakat dan pihak-pihak terkait seperti nuh atas pendanaan, tokoh-tokoh masyara-
PPL. kat (termasuk gereja) yang terlibat sebagai
“Partnership are made up of stake- mitra memegang peran sebagai motivator
holders; that is, those who have stake or bagi masyarakat umum untuk terlibat, dan
interests in the partnership” (Blackshaw, 2010, pihak PPL berperan sebagai fasilitator yang
p. 172). Para pihak yang terlibat dalam memberikan materi dan praktik kepada pe-
kegiatan sekolah lapangan ini adalah serta. Kemitraan membutuhkan kontribusi,
stakeholders yang memiliki kepentingan dan karena kemitraan adalah joint working
ketertarikan dalam program sehingga berse- arrangements. (Blackshaw, 2010, p. 170).
dia menjadi mitra. Dalam proses inisiasi, Mitchel, et.al juga menyatakan terkait
pihak inisiator program, yakni LSM Wahana dengan kontribusi, bahwa tujuan kemitraan
Visi Indonesia mengajak pihak-pihak yang lainnya adalah memfasilitasi kegiatan,
memiliki kepentingan dan ketertarikan terutama yang bersifat teknis (Mardikanto &
tersebut untuk berpartisipasi sebagai mitra, Soebiato, 2013, p. 158). Joint working
termasuk mereka yang menjadi penerima arrangements yang digagas dalam kemitraan
manfaat program seperti masyarakat. Hal ini ini salah satunya melibatkan pihak fasilitator
membuktikan teori Paul (1987) bahwa yang berperan memfasilitasi hal-hal teknis
kemitraan erat dengan partisipasi, dimana dalam pelaksanaan kegiatan.
terjadi proses aktif dari penerima manfaat Nilai positif dari kemitraan ini adalah
mempengaruhi arah dan pelaksanaan proyek komitmen dari para mitra untuk melakukan
pengembangan ketimbang hanya menerima peran masing-masing, komunikasi yang baik
hasil dan manfaat (Nasdian, 2014, p. 90). yang dilakukan oleh LSM, dan terjadi sharing
Dari proses program ini, tujuan dari resources dimana PPL merasa ter-bantu
kemitraan yang digagas ini adalah untuk dalam melaksanakan tugas penyuluh-annya
membuat sistem informasi dan jaringan dengan dukungan dana yang dikeluar-kan
terkait dengan kakao yang bersifat sustain oleh LSM. Sebagai joint working arrange-
atau berkelanjutan. Terkait sistem informasi, ments, maka kriteria mitra adalah: sama-
Mitchell, et.al menyatakan bahwa tujuan sama organisasi independen, setuju untuk
kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat bekerja bersama mencapai tujuan yang sama,
adalah memfasilitasi pertukaran informasi menciptakan struktur dan proses organisasi
dan mengembangkan kegiatan-kegiatan baru, merencanakan program bersama,
lainnya yang terkait dengan pengembangan berbagi informasi relevan, meng-ambil risiko
masyarakat setempat yang sejalan dengan dan manfaat dari program (Blackshaw, 2010,
prinsip keberlanjutan (Mardikanto & p. 170). Kemitraan yang digagas LSM ini
Soebiato, 2013, p. 158). Blackshaw (2010, p. 171) sejalan dengan kriteria mitra yang kedua,
menyatakan “partnership was seen as a way of yakni setuju untuk bekerja bersama untuk
boosting sustainability; improvements mencapai tujuan yang sama. Komitmen yang
facilities and services; generating the critical ditunjukkan oleh para pihak yang terlibat
mass need to drive through initiatives; making dalam kemitraan ini adalah suatu bentuk dari
services relevant to the whole community; and pernyataan bekerja bersama untuk mencapai
drawing complementary services”. Dengan tujuan yang sama.
terciptanya sistem infor-masi, terbentuk Menurut Miradj & Sumarno (2014),
jaringan yang akan secara konsisten bergerak terdapat 4 syarat, yaitu harus memiliki kesa-
di bidang pengembangan kakao yang maan visi-misi, membangun kepercayaan,
akhirnya mengarah pada keber-lanjutan saling menguntungkan antar mitra, dan
program sekolah lapangan ini kepa-da menjaga efisiensi dan efektivitas dalam

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 80
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

proses untuk mencapai hasil yang ingin proses jika setiap pihak dapat berperan dalam
dicapai. Kemitraan yang baik adalah jika konteks isu yang terkait, walaupun tidak
setiap pihak dengan penuh kesadaran meng- persis sama. Dalam konteks program SL
ajukan diri dengan peran yang sesuai dengan Kakao ini contohnya adalah ketika
kemampuan dan kebutuhan masalah. Na- mengaitkan “petani kakao” dengan “petani”
mun dalam konteks penelitian ini, komit- yang sifatnya lebih umum.
men melakukan peran adalah bagian kesa- Berdasarkan data yang didapat, secara
daran yang menjadi keberhasilan kemitraan keseluruhan proses kemitraan dinilai ber-
yang digagas LSM Wahana Visi Indonesia. hasil oleh para informan yang terlibat dalam
Nilai negatif yang terjadi dalam kemi- program. Salah satu indikasinya adalah kare-
traan ini adalah tidak terjalinnya kemitraan na program yang dijalankan berjalan dengan
dengan pemerintah. Hal ini terjadi karena baik. Mardikanto dan Soebiato (2013) me-
pemerintah dinilai kurang memiliki kapa- nyatakan bahwa kerja-kerja kemitraan akan
sitas yang dibutuhkan dalam teknis program berhasil jika didasari rasa saling ketergan-
untuk menjadi fasilitator sesuai kebutuhan tungan, saling membutuhkan dan memper-
program, dan tidak fleksibelnya pemerintah kuat. Mayo dan Craig (1995) menyatakan
untuk menjadi mitra karena sangat ber- bahwa kemitraan yang mengarah pada suatu
patokan dengan dokumen administratif. keberlanjutan harus menjalankan strategi
Kemitraan yang terjadi telah mendapat kembar yaitu partisipasi dan pemberdayaan.
penilaian yang baik dari seluruh pihak yang Kedua hal tersebut dapat mengembangkan
terlibat selain dari LSM. Salah satu yang pengembangan berbasis manusia (people-
terjadi dalam kemitraan ini yang menye- centered development), kesempatan yang
babkan kurangnya sinergitas yang diharap- sama (equal opportunities) dan keadilan
kan adalah dominasi peran LSM selaku sosial (Samah & Aref, 2009, p. 1).
inisiator program. Dominasi peran ini terkait
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
dengan tanggung jawab LSM terkait dengan
pendanaan yang keseluruhannya ditanggung Pemberdayaan bertujuan untuk me-
oleh pihak LSM. Ketika kemitraan seharus- ningkatkan kemampuan atau suatu ketidak-
nya dapat menjadi ajang sharing resources, manfaatan menjadi bermanfaat (Ife, 1997). Di
kemitraan dalam program ini belum sampai Indonesia, pemberdayaan (empowerment)
pada tahap berbagi sumber daya secara terkait dengan istilah pengentasan kemiskin-
material, walaupun hal itu dapat diusahakan an yang digulirkan sejak tahun 1993 berda-
dengan lebih baik. sarkan Instruksi Presiden No. 5/1993
Tantangan bekerja bersama antara lain (Mardikanto & Soebiato, 2013). Pemberdaya-
cara berpikir tradisional, peran berlebihan, an juga dinyatakan dalam terminologi bera-
pertarungan kekuasaan, kurang rasa kepe- gam lainnya yaitu kekuatan diri, kontrol,
mimpinan (Ayres & Silvis, 2011, pp. 159-160). kemandirian diri, pilihan pribadi, dan
Sejalan dengan pendapat itu Blackshaw (2010, seterusnya (Narayan, 2002, p. 14).
p. 173) menyatakan bahwa kegagalan terbesar Berdasarkan hasil wawancara,
untuk kemitraan berjalan dengan baik adalah pemberdayaan dari sisi kapasitas masyarakat
isu tentang kekuasaan. Proses pemberdayaan dalam perawatan kakao telah terjadi. Artinya
yang sangat terkait dengan memberi “power” masyarakat telah memiliki pengetahuan dan
kepada yang pihak yang tidak berdaya, akan keterampilan dalam perawatan kakao, walau
menjadi terkendala jika para pelaku belum semua peserta yang terlibat mem-
pemberdayaan justru terbentur dengan isu praktikkan materi yang telah mereka dapat-
kekuasaan di antara mereka. Blackshaw juga kan. Pemberdayaan adalah pengembangan
menyatakan bahwa kurang fleksibelnya suatu aset dan kemampuan yang dimiliki oleh
instansi untuk melakukan kerja-kerja masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya
kemitraan salah satunya adalah karena (Narayan, 2002, p. 14). Aset dalam penelitian
tantangan lintas isu atau tema (cross-cutting ini adalah potensi kakao yang ada di ling-
issue or theme), walau sebenarnya kemitraan kungan hidup masyarakat di kampung
dapat mengurangi overlap dan duplikasi Kalifam, sedangkan kemampuan adalah

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 81
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

potensi diri masyarakat itu sendiri terutama ekonomi masyarakat. Berdasarkan data yang
di sisi pengetahuan dan keterampilan. didapat, dari sisi ekonomi telah terjadi
Pemberdayaan terjadi ketika potensi yang kenaikan harga kakao yang dirasakan oleh
ada di masyarakat tersebut dapat dioptimal- salah satu informan. Kenaikan harga ini
kan dengan kemampuan yang dimiliki oleh sangat signifikan yakni dari Rp 15.000,00 per
masyarakat. Dalam proses yang telah ditem- kilogram menjadi Rp 33.000,00 per kilogram.
puh oleh masyarakat sejak pelaksanaan Hal ini dapat karena informan tersebut
kegiatan SL Kakao sampai dengan penelitian benar-benar mempraktikkan keterampilan
dilakukan, potensi yang ada di masyarakat dalam perawatan kakao dan melakukan
berangsur-angsur dapat diberdayakan de- teknik-teknik untuk memasarkan kakao hasil
ngan kemampuan yang dimiliki masyarakat produksinya. Namun di lain sisi, didapati
sebagai hasil dari proses program SL Kakao. pula informan yang merasa belum
Pemberdayaan juga terkait dengan mendapatkan hasil yang signifikan dari
pilihan metode yang dipakai untuk member- sekolah lapangan yang diikutinya. Hama dan
dayakan. Sekolah lapangan menjadi jalan harga kakao yang tidak tetap menjadi alasan
pemberdayaan pada masyarakat kampung mengapa informan tersebut belum melihat
Kalifam. Hal ini sejalan dengan kerangka hasil dari sekolah lapangan yang diikutinya.
konseptual sekolah lapangan yang memiliki Pemberdayaan seharusnya terkait
tujuan untuk memberdayakan petani de- dengan pemberdayaan ekonomi ekonomi
ngan pengetahuan dan keterampilan rakyat (Theresia, Andini, Nugraha, &
(Ombati, et.al., 2010). Artinya, sekolah Mardikanto, 2014, p. 94). Jadi, walaupun
lapangan menjadi pilihan yang tepat untuk belum terjadi sepenuhnya, telah ada infor-
melakukan pemberdayaan sesuai dengan man yang merasakan pemberdayaan ekono-
kebutuhan masyarakat, yaitu pengembangan mi tersebut. Pembelajaran berikutnya adalah
kapasitas mereka di bidang pengetahuan dan agar lebih banyak pihak yang dapat merasa-
keterampilan budidaya kakao. kan pemberdayaan secara ekonomi, dimulai
Menurut Ife (1997, p. 59), perspektif dengan secara konsisten melakukan pera-
kekuasaan memiliki empat perspektif yaitu watan kakao sehingga ancaman hama dapat
pluralis, elit, struktural, dan post-struktural. diminimalisir dan dengan demikian dapat
Metode sekolah lapangan sangat sejalan meningkatkan harga jual kakao kepada
dengan pendekatan post-struktural, dimana pembeli. Hal ini terkait akan sangat terkait
pendekatan pemberdayaan yang digunakan dengan pendampingan yang menjadi poin
adalah untuk mengubah metode lama yang negatif dalam implementasi program.
old-fashioned, mengembangkan pengertian Persoalan tentang mengusahakan
baru yang berdasar pada apa yang diingin- pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat
kan yang lebih bersifat subjektif, dan mela- memang tidaklah mudah. Penyelenggara
kukan pendidikan yang membebaskan program menyatakan bahwa sulit untuk
(liberation education). SL Kakao menjadi menaikkan batasan atau patokan harga
pilihan tepat dari metode belajar mengajar kakao. Hal ini disebabkan salah satunya
yang bersifat learning by doing, pendidikan karena sulit menemukan pembeli kakao yang
yang membebaskan warga belajar dari ruang- mau bekerja bersama untuk membeli
ruang kelas yang tidak efektif dengan langsung dari masyarakat. Hal lainnya ada-
memberikan ruang lain yang sangat mereka lah karena belum adanya regulasi pemerin-
kenali yaitu kebun kakao mereka sendiri. tah tentang patokan harga kakao, sehingga
Dengan belajar langsung di lokasi dimana tengkulak dengan sangat mudahnya mema-
mereka melakukan kegiatan harian mereka sang harga kepada penjual yakni para
untuk mencari nafkah, mereka akan memiliki masyarakat penghasil kakao. Terkait dengan
pengetahuan dan keterampilan yang penelitian ini yang menghubungkan antara
kontekstual dan harapannya mereka dapat kemitraan dengan pemberdayaan ekonomi
menjadi ahli di kebunnya sendiri. masyarakat, belum terlihat bahwa kemitraan
Pemberdayaan ekonomi jelas amat yang terjadi dalam program SL Kakao ber-
terkait dengan peningkatan kesejahteraan pengaruh pada pemberdayaan ekonomi ma-

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 82
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

syarakat. Pihak LSM Wahana Visi Indonesia pendampingan dari pihak PPL dan LSM
belum dapat menghubungkan para pembeli kepada masyarakat karena sangat
(buyer) kakao potensial kepada masyarakat, berhubungan dengan komitmen mereka, (4)
dan selain itu belum dapat men-jangkau realisasi kebun percontohan yang digagas
pemerintah yang dapat memenga-ruhi LSM bekerjasama dengan gereja, (5) pem-
otorisasi harga kakao. bentukan sentra kakao dan harapan akan
Asian Development Bank menyatakan kapasitas untuk teknologi pengolahan hasil,
bahwa pemberdayaan masyarakat dapat ber- dan (6) peningkatan kapasitas pemerintah.
hasil jika bersifat komprehensif dan memuat Dalam rangka keberlanjutan, Ebewore
lima karakteristik: berbasis lokal, berorien- (2013) menyatakan dalam penelitiannya
tasi pada peningkatan kesejahteraan, berba- bahwa pentingnya knowledge sharing antara
sis kemitraan, holistik, dan berkelanjutan petani kakao, baik yang terlibat dalam
(Zubaedi, 2013, p. 76). Sulistiati menyatakan sekolah lapangan atau tidak untuk mening-
konsep kesejahteraan yang diharapkan ada- katkan praktik budidaya kakao. Kegiatan
lah kesejahteraan yang meningkatkan taraf berbagi pengetahuan ini penting untuk
hidup masyarakat berdasarkan konteks memastikan efektivitas sekolah lapangan
sosialnya. Dalam konteks Indonesia, kesejah- yang diikuti petani dan sangat memper-
teraan sosial dapat dimaknai terpenuhinya mudah kegiatan pendampingan pasca
kebutuhan seseorang, kelompok, atau ma- kegiatan.
syarakat dalam hal material, spiritual, mau-
SIMPULAN
pun sosial (Wesa & Suryono, 2014). Lembaga
Swadaya Masyarakat Wahana Visi Indonesia Program Sekolah Lapangan (SL) Kakao
dalam program sekolah lapangan kakao ini yang dilaksanakan pada 19-21 Maret 2014,
telah berusaha melakukan lima prinsip da- secara keseluruhan mendapat penilaian yang
lam rangka mewujudkan pemberdayaan ma- baik dari berbagai pihak yang terlibat. Prog-
syarakat yang mengarah pada kesejahteraan ram ini memiliki tujuan utama untuk mem-
masyarakat. beri pengetahuan dan keterampilan kepada
masyarakat petani kakao dalam hal budidaya
Keberlanjutan Program
kakao. Pengetahuan dan keterampilan yang
Kemitraan memeiliki tujuan untuk diberikan antara lain tentang ekosistem dan
keberlanjutan dari apa yang telah dilakukan. agrosistem, pemangkasan dan pemupukan
Pelibatan pihak-pihak yang memiliki kepen- tanaman, sampai dengan teknik produksi
tingan dan ketertarikan pada isu yang sambung samping dan sambung pucuk.
diangkat dalam kerja bersama tersebut Implementasi program ini menggunakan
adalah cara untuk memastikan bahwa apa prinsip learning by doing seperti dasar prinsip
yang telah dikerjakan tidak akan sia-sia. pembelajaran orang dewasa dan pendidikan
Dengan semakin banyaknya pihak yang terli- luar sekolah.
bat, diharapkan memunculkan rasa kepe- Kemitraan dalam program SL Kakao ini
milikan yang besar terhadap kegiatan yang secara keseluruhan juga mendapatkan
dirancang bersama dan semangat melanjut- penilaian yang baik. Terdapat empat pihak
kan apa yang telah mulai dikerjakan. yang terlibat di dalam kerja sama yaitu pihak
Hasil wawancara menunjukkan bahwa LSM Wahana Visi Indonesia selaku inisiator
para informan berharap banyak pada sekolah dan penyelenggara program, unsur-unsur
lapangan ini untuk meningkatkan masyarakat kampung, pihak gereja selaku
kesejahteraan masyarakat petani. Beberapa mitra yang giat berperan sebagai motivator
bentuk pengembangan yang diharapkan bagi masyarakat, dan pihak petugas penyu-
antara lain adalah: (1) patokan harga kakao luh lapangan (PPL) yang berperan sebagai
yang jelas sehingga masyarakat dapat me- fasilitator. Tujuan kemitraan yang dibangun
masarkan hasil produksi kakao mereka adalah agar tercipta sistem informasi dan
dengan baik, (2) komitmen para petani eks- jaringan yang mengarah pada sustainability
partisipan program untuk melakukan program.
keterampilan dalam perawatan kakao, (3)

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 83
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

Sekolah Lapangan Kakao telah meng- ar%3D1%26id_subyek%3D26%26notab


hasilkan proses pemberdayaan di tengah ma- %3D2&ei=POARwVOXUOsLkuQSdnI
syarakat dalam hal peningkatan pengetahu- LoDg&usg=AFQjCNFyEaWALReLeCA
an dan keterampilan dalam budidaya kakao. z6r8xJLXuaU9Gvw&bvm=bv.74894050
Kemitraan yang dijalankan dalam prosesnya ,d.c2E.
telah sesuai dengan konteks pemberdayaan Badan Pusat Statistik. Ratio Gini. Diambil 2
yang diharapkan. Namun demikian, kemitra- September 2014 dari
an yang terjadi belum sepenuhnya berdam- http://www.bps.go.id/tab_sub/view.ph
pak dan memengaruhi pemberdayaan ma- p?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=
syarakat di bidang ekonomi. Hal ini karena 23&notab=6.
belum terjalinnya kemitraan dengan
Blackshaw, T. (2010). Key concept in
pemerintah yang dapat menjadi otoritas
community studies. New Delhi: Sage
regulasi harga kakao.
Publication Pvt Ltd.
Bentuk keberlanjutan yang diharapkan
oleh para pihak terhadap program SL Kakao Data Potensi Sumber Daya Alam, Sarana
ini antara lain pendampingan kepada masya- Prasarana Kabupaten Keerom. Diambil
rakat terkait komitmen masyarakat untuk 3 September 2014, dari
terus melakukan perawatan kakao, pening- http://www.keeromkab.go.id/index.ph
katan kapasitas pihak pemerintah, regulasi p?option=com_content&view=article&
harga dalam rangka pemasaran hasil pro- id=231&Itemid=60.
duksi kakao, realisasi kebun percontohan, Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2009).
perwujudan sentra kakao, dan pelatihan Handbook of qualitative research.
pengolahan hasil. (Terjemahan Dariyanto, et.al).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ebewore, S. O. (2013). Knowledge sharing
Adi, I. R. (2008). Intervensi komunitas, between farmer field school graduate
pengembangan masyarakat sebagai farmers and other farmers on improved
upaya pemberdayaan masyarakat. cocoa cultivation practices in edo state,
Jakarta: RajaGrafindo Persada. nigeria. Sustainable Agriculture
Ayres, J. S., & Silvis, A. H. (2011). Principles of Research Journal, Vol 2, No. 2, pp 85-91.
working together, developing Ife, J. (1997). Community development,
relationships that support community creating community alternatives-
development initiatives. Dalam vision, analysis and practice. Kuala
Robinson Jr. J.W. & Green, Gary P (Ed.). Lumpur: Longman.
Introduction to Community
Knowles, M., Holton III, E.F., & Swanson, R.A.
Development, Theory, Practice, and
(2005). The adult learner. London:
Service-Learning. California: Sage
Elsevier.
Publication, Inc.
Mardikanto, T., & Soebiato, P. (2013).
Badan Pusat Statistik. (2014). Keerom dalam
Pemberdayaan masyarakat dalam
angka. Keerom: Badan Pusat Statistik.
perspektif kebijakan publik. Bandung:
Badan Pusat Statistik. (2014). Waris dalam Alfabeta.
angka 2014. Keerom: Badan Pusat
Miradj, S., & Sumarno, S. (2014).
Statistik.
Pemberdayaan masyarakat miskin,
Badan Pusat Statistik. Data Indeks melalui proses pendidikan nonformal,
Pembangunan Manusia. Diambil 3 upaya meningkatkan kesejahteraan
September 2014 dari sosial di Kabupaten Halmahera Barat.
www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=& JPPM (Jurnal Pendidikan dan
esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ua Pemberdayaan Masyarakat), 1(1), 101 -
ct=8&sqi=2&ved=0CBoQFjAA&url=htt 112.
p%3A%2F%2Fwww.bps.go.id%2Ftab_s doi:http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v1i1
ub%2Fview.php%3Ftabel%3D1%26daft .2360

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)


JPPM (Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat), 5 (1), 2018 - 84
N. Novianti, Yoyon Suryono, Puji Yanti Fauziah

Narayan, D. (2002). Empowerment and untuk berkembang secara mandiri.


poverty reduction, a sourcebook. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Washington DC: World Bank Soetomo. (2014). Kesejahteraan dan upaya
Publication. mewujudkannya dalam persektif
Nasdian, F. T. (2014). Pengembangan masyarakat lokal. Yogyakarta: Pustaka
masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Pelajar.
Indonesia. Theresia, A., Andini, K. S., Nugraha, P. G., &
Ombati, A., et. al. (2010). Technical manual Mardikanto, T. (2014). Pembangunan
farmer field school approach. Sustainet berbasis masyarakat: acuan bagi
EA documents. Diambil 20 September praktisi, akademisi, dan pemerhati
2014 dari pengembangan masyarakat. Penerbit
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct= Alfabeta.
j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad= van den Berg, H. (2014). IPM farmers field
rja&uact=8&ved=0CC8QFjAC&url=htt school, a synthesis of 25 impact
p%3A%2F%2Fwww.fao.org%2Fag%2Fc evaluation. Dokumen FAO. Diambil 20
a%2FCA- September 2014 dari
Publications%2FFarmer_Field_School_ http://www.fao.org/docrep/006/ad487
Approach.pdf&ei=Ml8cVL34G8y8uAS8 e/ad487e02.htm.
_4CICA&usg=AFQjCNGxKyhxgNFyM_
Wesa, A., & Suryono, Y. (2014). Kesejahteraan
3em5l_GAaNCOfWHw&bvm=bv.75775
ekonomi masyarakat peserta pelatihan
273,d.c2E.
kelompok prakoperasi di Kecamatan
Samah, AA., & Aref F. (2009). Empowerment Namlea Kabupaten Buru. JPPM (Jurnal
as an approach for community Pendidikan dan Pemberdayaan
development in malaysia. World Rural Masyarakat), 1(2), 149 - 159.
Observation Journal, 1(2): 63-68. doi:http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v1i
Saroni, M. (2012). Orang miskin harus 2.2685
sekolah!. Yogyakarta: Ar-ruz Media. Zubaedi. (2013). Pengembangan masyarakat,
Soetomo. (2012). Keswadayaan masyarakat, wacana praktis. Jakarta: Prenada
manifestasi kapasitas masyarakat Group.

Copyright © 2018, JPPM, ISSN 2355-1615 (print), ISSN 2477-2992 (online)

Anda mungkin juga menyukai