Anda di halaman 1dari 20

Aspek Medikolegal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Disusun Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Stase Forensik

Dosen Pembimbing:

dr. Achmad Yudianto SpF.(K), M.Biomed

Oleh:
Friska Ardiani Putri

201720401011154

SMF FORENSIK RS BHAYANGKARA PORONG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Aspek Medikolegal Kekerasan Dalan Runah Tangga”.

Dalam penyelesaian referat ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada :

1. dr.Achmad Yudianto, Sp.F (K). M.Biomed, sebagai dosen pembimbing


yang telah memberikan waktunya
2. dr.Deka Bagus Binsari sebagai residen pembimbing yang telah
memberikan masukan, petunjuk serta bantuan dalam pembuatan makal ini.
3. Kedua orangtua saya atas bantuan dan doanya

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati


penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Porong, 20 Oktober 2019

Penulis
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang

Dewasa ini jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga semakin

meningkat. Indonesia sebagai negara dengan sebagian besar masyarakat yang

masih menganut budaya patriarki menjadi salah satu dasar mengapa kekerasan

dalam rumah tangga banyak terjadi, oleh karena hal itu pula kasus kekerasan

dalam rumah tangga di dominasi oleh anak dan perempuan sebagai korban karena

diangap sebagai pihak yang lemah. Berdasarkan catatan tahunan yang dipaparkan

oleh komnas perempuan tahun 2019, ada peningkatan kasus sebanyak 14% dari

tahun sebelumnya yaitu 406.781 kasus.

Jumlah ini tentu saja bisa lebih, mengingat tidak semua masyarakat yang

mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangganya mau untuk melapor kepada

pihak yang berwenang. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan

dan kesadaran masyarakat mengenai aspek hukum terkait. Namun kedepannya,

seiring dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, akan semakin banyak

masyarakat yang sadar akan aspek aspek hukum yang berkaitan dengan kekerasan

dalam rumah tangga. Sehingga nantinya akan menjadi suatu pekerjaan tambahan

bagi instansi yang berwenang yaitu lembaga kepolisian.

Dalam melaksanakan tugasnya menindaklanjuti setiap pelaporan yang

terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, seringkali lembaga kepolisian akan

meminta bantuan kepada seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan dan

perawatan korban dan menuangkannya dalam bentuk visum et repertum, sehingga

dalam hal ini pelaku dan korban adalah manusia, yang tidak menutup
kemungkinan korban adalah pasien kita. Selain memberikan keterangannya di

dalam hukum sebagai seorang yang dianggap ahli, dokter diharapkan juga mampu

memberikan pelayanan terhadap pasien sebagai orang yang terkadang menjalin

kontak pertama kali dengan pasien untuk meberikan pelayanan berupa perawatan

terkait dengan akibat kekerasan yang dialaminya. Kasus kasus kekerasan dalam

rumah tangga yang terjadi dapat mengakibatkan korban mengalami, stress,

depersi, ketakutan bahkan berupa trauma maupun cacat secara fisik

Sehingga sebagai seorang dokter umum penting untuk memiliki pemahaan

yang baik mengenai kekerasan dalam rumah tangga, mengingat dalam tugasnya

dokter kerap dimintai bantuan oleh lembaga kepolisian untuk melakukan

pemeriksaan dan perwatan korban tindak pidana yang berupa kekerasan dalam

rumah tangga tidak hanya dari sisi medis tetapi juga aspe medikolegalnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

2. Apa saja faktor – faktor pemicu terjadinya Kekerasan Dalam Rumah

Tangga?

3. Bagaimana tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dipandang dari aspek

hukum?

4. Bagaimana peranan Dokter dalam menyikapi korban Kekerasan Dalam

Rumah Tangga?
1.3 Tujuan

1. Umum

Agar masyarakat secara umum dapat memahami yang termasuk tindak

pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan mengetahui sanksi pidana

dari tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

2. Khusus

1. Mengetahui definisi tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan dalam rumah

tangga.

3. Mengetahui aspek hukum dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga

4. Mengetahui peranan dari seorang dokter dalam menyikapi Kekerasan

Dalam Rumah Tangga


Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Definisi kekerasan dalam rumah tangga ,mengacu pada apa yang tertuang

dalam Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT) No. 23 Tahun 2004, adalah setiap perbuatan pada seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara hukum

dalam lingkup rumah tangga. Yang ditandai dengan hubungan antar anggota

keluarga yang diwarnai dengan penyiksaan secara verbal serta tidak adanya

kehangatan.

Sedangkan menurut Laura zark dalam suatu studi case control of forensic

medical casework mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga mengacu

sebagai perilaku seseorang terhadap anggota keluarganya yang secara fisik,

seksual, emosional,psikis ataupun ekonomi menjadi suatu ancaman yang bersifat

kasar dan kejam dengan tujuan untuk tetap memiliki kontrol atas pribadi tersebut.5

2.2 Kejadian

Kejadian kekerasan dalam rumah tangga ini umumnya melibatkan pihak

perempuan dan anak sebagai korban. Hal ini dipengaruhi oleh budaya dan nilai-

nilai masyarakat kita yang dibentuk oleh kekuatan patriarki, dimana laki-laki
dianggap sebagai penentu dari segala keputusan yang akan diambil dalam rumah

tangga.

Data tahunan Indonesia dari Komnas Perlindungan Perempuan mencatat

bahwa tindak kekerasan pada perempuan terutama kekerasan di ranah domestik

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2010 tercatat kekerasan dalam

rumah tangga berjumlah 101.128 kasus, tahun 2011 sebanyak113.878, jumlah ini

mengalami peningkatan sebanyak 5,9%. Sedangkan untuk tahun 2012 dengan

jumlah 142.662 kasus juga mengalami peningkatan sebesar 11,61% jika

dibandingkan dengan kasus tahun sebelumnya.2 Namun hal ini tidak bisa menjadi

tolak ukur sebenarnya tentang banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga

yang ada adi masyarakat karena tidak semua korban mau untuk melaporkan setiap

kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mereka alami.5

2.3 Bentuk Kekesaran dalam rumah tangga

Berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2004

Pasal 5 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam

rumah tangga dapat berupa hal-hal sebagai berikut: 1,4

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit

atau luka berat. Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan korban meninggal,

sehingga pelaku bisa dituntun dengan KUHP (Kitap Undang – Undang

Hukum Pidana).

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya

rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya makian, ancaman

cerai, tidak memberi nafkah, penghinaan, menakut-nakuti, melarang

bergaul/beraktifitas di luar rumah.

3. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual menurut pasal 8 UU RI No 23 Tahun 2004 meliputi:

a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut

b. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap salah seorang

dalam rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau

tujuan tertentu. Misalkan melacurkan istri.

Penelantaran rumah tangga seseorang yang menelantarkan orang dalam

lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau

karena persetujan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, dan

pemeliharaan terhadap orang tersebut. Misalnya tinggalkan anak dan istri tanpa

memberi nafkah.

2.4 Faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT( Kekerasan Dalam Rumah

Tangga)

Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi akibat beberapa hal yang dapat

menjadi pemicunya , entah dari pihak anggota keluarga maupun faktor faktor

eksternal lainnya sehingga mencetuskan berbagai sikap maupun tindakan yang

diluar kendali dan berujung pada munculnya kekerasan dalam rumah tangga,

diantaranya adalah 1

1. Ketergantungan ekonomi
Ketergantunhan istri kepada suami dalam hal ekonomi kepada suami

memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa

tertekan bahkan perlakuan keras yang dilakukan kepadanya oleh suami enggan

untuk dilaporkan demi kelangsungan hidup dan rumah tangganya.

2. Kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri

Anggapan bahwa suami lebih berkuasa telah tertanam sedemikian rupa

dalam keluarga dan masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami sehingga harus

melaksanakan segala yang diinginkan oleh suaminya. Hal ini menyebabkan suami

merasa berkuasa dan bertindak sewenang wenang pada istrinya

3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik

Kekerasan biasanya dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan

dan kekecewaan karena tidak terpenuhinya keingiinan dan dengan kekerasan

tersebut diharapkan istrinya mau memenuhi keinginannya.

4. Persaingan

Perimbangan antara suami dan istri sangat diperlukan baik dalam hal

pendidikan, pergaulan, pekerjaan dan penghasilan. Kalau suami merasa kalah

dalam hal hal tersebut akan memicu konflik dalam rumah tangga sementara si istri

tidak mau terbelakang dan dikekang

5. Frustasi

Biasanya terjadi pada pasangan pasangan yang masih muda, belum siap

kawin, belum mampu mempunyai penghasilan tetap, masih hidup menumpang


pada orangtua, yang sering terjadi pelampiasannnya dengan cara mabuk-mabukan

memakai narkoba atau perbuatan negatif lainnya1

2.5 Aspek Hukum KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

Dewasa ini peranan lembaga – lembaga sosial atau lembaga swadaya

masyarkat (LSM) dalam pemberian pendekatan berupa edukasi pada masyarakat

mampu menanamkan kesadaran akan hak-hak yang dimiliki oleh seseorang, serta

mampu memberikan pendampingan serta perlindungan kepada korban kasus

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh

lahirnya peraturan perundang – undangan di Indonesia, diantaranya :

a) Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT

b) Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan

Kerjasama Pemulihan Korban KDRT

c) Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional

Terhadap Perempuan

d) Undang – Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban,

Serta beberapa peraturan perundang-undanganan lainnya yang memberikan

perlindungan hukum terhadap kasus KDRT dan termasuk lembaga – lembaga

sosial yang bergerak dalam perlindungan terhadap perempuan. Sehingga dalam

praktiknya dalam rencana pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut

tidak lerlepas dari peran lembaga sosial. Isi mengenai undang-undang yang

disebutkan diatas dijelaskan sebagai berikut:

a. UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga


UndangUndang No 23 Tahun 2002 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT diundangkan

tanggal 22 September 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 No. 95. Fokus UU PKDRT ini ialah kepada upaya pencegahan,

perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga.

UU PKDRT Pasal 3 menyebutkan Penghapusan kekerasan dalam rumah

tangga dilaksanakan berdasarkan:

 Penghormatan hak asasi manusia

 Keadilan dan kesetaraan gender

 Nondiskriminasi

 Perlindungan korban

UU PKDRT Pasal 4 menyebutkan Penghapuan kekerasan dalam rumah tangga

bertujuan:

 Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga

 Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga

 Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga

 Memelihara keutuhan numah tangga yang harmonis dan sejahtera.4

b. Peraturan Presiden No 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti

Kekerasan lethadap Perempuan. Peraturan Presiden No 65 Tahun 2005 tentang

Komisi Nasional Anti Kekeraan terhadap Perempuan yang selanjutnya disebut

sebagai Perpres Komnas Perempuan ialah merupakan penyempurnaan

Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti

Kekerasan terhadap Perempuan. Perpres Komnas Perempuan Pasal 24 telah

mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Komnas Perempuan ini

dibentuk berdasarkan prinsip negara hukum yang menyadari bahwa setiap

bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk

pelanggaran atas hak-hak asasi manusia sehingga dibutuhkan satu usaha untuk

mencegah dan menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan.5

Disamping itu, kemajuan di bidang informasi dan teknologi juga memberikan

peranan yang baik bagi masyarakat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat

terkait hukum yang berkaitan dengas kasus kekerasan dalam rumah tangga,

namun hal ini tetap membutuhkan pendampingan dari lembaga –lembaga yang

terkait seperti LSM misalnya, hal ini dikarenakan setiap informasi yang

disebarluaskan dalm media sosial misalnya kebanyakan adalah informasi

sepotong-sepotong yang tidak lengkap, sehingga meskipun masyarakat sadar

namun beberapa tidak mengerti mengenaoi langkah-langkah yang harus ditempuh

selanjutnya.

2.6 Dampak

Kasus kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dapat mengakibatkan

korban mengalami, stress, depresi, ketakutan bahkan berupa trauma maupun cacat

secara fisik. Pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga

dapat menyebabkan terganggunya kesehatan reproduksi, diantaranya gangguan

menstruasi seperti menorhagia, hipomenorhagia atau metrorhagia, bahkan wanita

tersebut dapat mengalami menopause lebih awal, mengalami penurunan libido,

dan ketidakmampuan mendapatkan orgasme sebagai akibat tindak kekerasan yang

dialaminya. (Ramadani,2016)
2.7 Peran dokter dalam menyikapi korban kekerasan dalam rumah

tangga

Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga ini, seorang dokter memiliki

peranan penting dalam menegakkan keadilan bagi korban, karena seperti yang

diketahui bersama bahwa masih banyak stigma di luar sana yang membuat korban

enggan untuk melaporkan segala tindak kekerasan yang dialami. Seorang dokter

yang nantinya akan dimintai keterangannya sebagai seorang ahli dalam bentuk

visum et repertum juga diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada korban

kekerasan, yang sebagian besar juga mengalami trauma psikis yang mendalam.

Peranan seorang dokter dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

sendiri dituangkan dalam pasal 21 UU RI No 23 Tahun 2004 disebutkan: 6

1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepeda korban, tenaga kesehatan

harus:

a. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya

b. Membuat lapotan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan

visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat

keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai

alat bukti

2. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di

sarana kesehatan milik pemerintah, pemeriktah daerah atau masyarakat.

Pasal 40 UU RI No 23 Tahun 2004:

1. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar

profesinya
2. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib

memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

Berdasarkan keterangan yang tertera pada undang undang diatas maka

dalam lingkup perkara kekerasan dalam rumah tangga seorang dokter memiliki

pernanan sebagai berikut :

a. Memberikan pelayana kesehatan terhadap korban termasuk memeriksa

dan mengobati serta merawat korban baik di rumah sakit ataupun

klinik milik swasta ataupun pribadi.

b. Membuat visum et repertum atas dasar SPVR (Surat Permohonan

Visum et Repertum) dari pihak kepolisian.

c. Berusaha memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

Pembuatan Visum et Repertum ini, diharapkan jika memungkinkan

disesuaikan dengan keahlian/spesialisasinya masing masing. Misalkan kekerasan

fisik oleh dokter spesialis bedah, kekerasan mata oleh dokter spesialis mata,

kekerasan psikis oleh seorang psikiater, kekerasan seksual oleh dokter spesialis

obstetri dan ginekologi.

Namun mengingat ketersediaan tenaga kesehatan yang belum mencakup

seluruh daerah yang ada di Indonesia, hal ini akan sulit dilakukan di daerah

terpencil karena dokter spesialis tidak banyak, sebagian besar akan ditempatkan di

kota pada rumah sakit besar sebagai pusat rujukan, sehingga karena keterbatasan

tersebut maka seorang dokter umum pun diperbolehkan melakukannya.

2.8 Pencegahan
Pencegahan adanya KDRT yang terjadi dalam suatu rumah tangga sangat

ditentukan oleh proses yang terjadi dalam keluarga itu sendiri. Seperti yang kita

ketahui bersama keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang

berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan

perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan

organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang

memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya.

Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu

kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai

dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua

anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila

seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya

konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental,

emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga dan disebut disharmonis apabila

terjadi sebaliknya. Beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan dalam

meminimalkan adanya konflik dalam keluarga diantaranya

 Pencegahan primer : dengan cara memberikan penguatan pada

individu dan keluarga dengan membangun koping yang efektif dalam

menghadapi stress dan menyelesaikan masalah tanpa menggunakan

kekerasan.

 Pencegahan sekunder : dengan cara mengidentifikasi keluarga dengan

resiko kekerasan, penelataran, atau eksploitasi terhadap anggota

keluarga, serta melakukan deteksi dini terhadap keluarga yang mulai

menggunakan kekerasan.
 Pencegahan tersier : dilakukan dengan cara menghentikan tindak

kekerasan yang terjadi bekerja sama dengan badan hukum yang

berwenang untuk menangani kasus kekerasan.

Sementara itu beberapa hal-hal lainnya yang bisa dilakukan sebagai usaha

dalam memperkuat ikatan keharmonisan dalam rumah tangga adalah sebagai

berikut :

- Menyelenggarakan pendidikan orang tua untuk dapat menerapkan cara

mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.

- Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk

secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan

pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

- Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang

mengundang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

- Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut

kepada akibat yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga.

- Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin

kehidupan yang harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat

terhindar dari perilaku kekerasan dalam rumah tangga.

- Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis

kelamin, kondisi, dan potensinya.

- Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena

kekerasan dalam rumah tangga, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan

terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.


- Perlu nya keimanan yang kuat dan aklaq yang baik juga berpegang teguh

pada agama nya masing-masing, sehingg kekerasan dalam rumah tangga

tidak terjadi.

- Harus ada nya komunikasi yang baik antar suami dan juga istri agar

tercipta sebuah rumah tangga yang rukun, harmonis.

- Seorang istri mampu mengkoordinir berapa pun keuangan yang ada dalam

keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi

pendapatan keluaga yang minim, sehingga kekurangan enkonomi yang

minim dapat teratasi.


Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologisdan atau penelantaran rumah tangga,

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumah tangga. Kasus kekerasan dalam

rumah tangga terus meningkat dari tahun pertahun, namun jumlah tersebut tidak

menggambarkan jumlah sesungguhnya karena tidak semua korban kekerasan

dalam rumah tangga mau untuk melaporkan kasusnya.

Bentuk-bentuk KDRT tidak hanya terbatas pasa kekerasan fisik saja, namun

dapat berupa kekerasan psikis, seksual, dan penelantaran. Aspek hukum terkait

dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini yaitu UU No.23 Tahun2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Peraturan Presiden No. 65

Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Sedangkan ketentuan pidana terhadap pelanggara KDRT diatur oleh Undang-

Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

Pengimplementasian undang-undang ini diharapkan dapat menghentikan budaya

kekerasan yang ada di tengah masyarakat dimulai dari lingkup keluarga.


3.2 Saran

Setelah disusunnya makalah ini dengan mengkaji beberapa hal, maka

penulis menyarakan

a. Bagi masyarakat

Masyarakat diharapkan lebih memahami mengenai aspek hukum kekerasan

dalam rumah tangga sehingga mampu menentukan langkah yang tepat apabila

mengalami ataupun menjadi saksi dari suatu tindak kekerasan dalam rumah

tangga

b. Bagi instansi terkait

Bagi instansi-instansi terkait diharapkan dapat terus memberikan perhatian

pendampingan serta pelayanan terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga yang

terjadi, mengingat sebagian besar masyarakat masih menilai kekerasan dalam

rumah tangga merupakan hal yang privat.


Daftar Pustaka

1. Hoediyanto,Hariadi.2012. Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal.Surabaya.Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.

2. Ramadani M, Yuliani F. 2015. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt) Sebagai Salah
Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas .

3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, Tentang


PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga

4. Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti


Kekerasan terhadap Perempuan

5. Laura Zark.2019.Family Violence in Victoria Australia : a retrospective


case control study of forensic medical casework.Australia.International
journal of legal medicine. Springer-Verlag GmbH Germany, part of Springer Nature
2019 Available https://doi.org/10.1007/s00414-019-02000-9

6. D.P Loots,G.Sayman.2019.Medicolegal Perspective of Interpersonal Violence : a review


of first contact clinical notees.South Africa.Departement of forensic Medicinie University
of Pretoria Journals, Vol 109 No 10

7.

Anda mungkin juga menyukai