Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Konsep Dasar Standar dan Standar Operating Procedure (SOP)

2.1.1.1 Pengertian dan Tujuan Standar

Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan yang

mampu dicapai yang berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Ada juga

yang mengartikan standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus

dipenuhi oleh suatu sarana agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh

keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan (Cut Sriyanti,

2016).

Pelayanan berkualitas dapat dikatakan sebagai tingkat pelayanan yang

memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, standar penting dan

bertujuan untuk pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan. Hal

ini menunjukkan bahwa standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana

pelayanan.

2.1.1.2 Syarat Standar

Menurut Cut Sriyanti (2016) Suatu standar yang baik harus memenuhi

beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Bersifat jelas; artinya dapat diukur termasuk ukuran terhadap

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

8
9

2. Masuk akal; suatu standar yang tidak masuk akal, tidak hanya sulit

dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustrasi para pelaksana.

3. Mudah dimengerti; suatu standar yang tidak mudah dimengerti juga dapat

menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi.

4. Dapat dicapai; tidak ada gunanya menetapkan standar yang sulit karena

tidak akan mampu dicapai. Oleh karena itu, dalam menentukan standar

harus sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi yang dimiliki.

5. Absah; artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didemonstrasikan antara

standar dengan mutu pelayanan yang diwakilinya.

6. Meyakinkan; artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila

terlalu rendah menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti, tetap

apabila terlalu tinggi akan sulit dicapai.

7. Mantap, spesifik, serta eksplisit; artinya tidak dipengaruhi oleh perubahan

waktu, bersifat khas dan gamblang.

2.1.1.3 Manfaat Standar

Menurut Cut Sriyanti (2016) Standar pelayanan kebidanan bermanfaat untuk

hal-hal sebagai berikut:

1. Menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalani praktik

sehari-hari.

2. Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan

pengembangan kurikulum.

3. Membantu dalam penentuan kebutuhan operasional dalam penerapannya,

misalnya kebutuhan terhadap pengorganisasian, mekanisme, peralatan,

obat yang diperlukan.


10

2.1.1.4 Pengertian dan Tujuan Standart Operating Procedure (SOP)

Standard Operating Prosedur (SOP) atau Sistem Tata Kerja merupakan

perangkat yang memandu setiap individu dan unit kerja di dalam institusi untuk

melaksanakan aktivitasnya secara konsisten, dalam rangka mencapai tujuan yang

diinginkan. Jadi SOP merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan

kegiatan operasional institusi berjalan dengan lancar. Penggunaan SOP dalam

institusi bertujuan untuk memastikan institusi beroperasi secara konsisten, efektif,

efisien, sistematis da terkelola dengan baik, untuk menghasilkan produk/jasa yang

dimiliki mutu konsisten dengan standar yang telah ditetapkan.

2.1.1.5 Manfaat Standart Operating Procedure (SOP)

Beberapa manfaat standard operating prosedur (SOP) dalam institusi antara

lain

sebagai berikut.

1. Sebagai dokumen referensi mengenai kebijakan yang telah ditetapkan oleh

institusi.

2. Sebagai panduan standar untuk pelaksanaan aktivitas institusi, baik

aktivitas operasional/teknis maupun administratif, yang menjelaskan ruang

lingkup aktivitas, alur aktivitas, serta wewenang pejabat atau unit kerja

terkait dalam lingkup tersebut.

3. Sebagai pedoman dalam birokrasi/hierarki pengambilan keputusan dan

validasi rangkaian kegiatan institusi.

4. Untuk menjamin konsistensi dan keandalan kegiatan produksi serta

penyampaian produk kepada pelanggan.


11

5. Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi aktivitas kerja, serta mencegah

pemborosan sumber daya (tenaga, biaya, material, waktu)

6. Untuk menjaga tingkat kinerja setiap unit kerja agar tetap konsisten

dengan menetapkan indikator kinerja masing-masing unit kerja.

7. Untuk meminimalkan risiko kesalahan, pelanggaran atau kegagalan dalam

masingmasing aktivitas kerja.

8. Menghindari terjadinya one man show dalam institusi sehingga institusi

dapat beroperasi secara berkesinambungan, walaupun terjadi pergantian

personil yang bertanggung jawab terhadap aktivitas kerja tersebut.

9. Memastikan setiap aktivitas kerja dilaksanakan sesuai standar keselamatan

dan kesehatan kerja sehingga aman bagi individu/unit kerja yang terlibat

ataupun bagi lingkungan di sekitarnya.

10. Sebagai referensi pada saat institusi diinspeksi atau diaudit, baik audit

internal maupun audit eksternal.

11. Sebagai acuan untuk memecahkan masalah apabila terjadi hambatan,

komplain,perselisihan atau konflik.

12. Sebagai perangkat untuk melindungi tenaga kerja apabila terdapat tuduhan

kecurangan atau pelanggaran.

13. Sebagai acuan/dasar hukum untuk mengambil tindakan saat terjadi

kecurangan atau pelanggaran.

14. Digunakan untuk bahan pelatihan pada saat ada pekerja baru, pada saat

terjadi perubahan struktur institusi, atau jika perlu adanya sosialisasi

aktivitas kerja yang baru.


12

15. Sebagai acuan/referensi dalam menyusun job description dan indikator

kinerja.

16. Sebagai acuan untuk melakukan tindakan korektif dan tindakan

pencegahan.

17. Sebagai acuan dalam mengembangkan sistem informasi manajemen

terpadu dalam institusi.

18. Sebagai acuan manajemen institusi untuk menjelaskan kepada pihak

eksternal (auditor, inspeksi, media dan publik) bagaimana sebuah proses

atau aktivitas di dalam institusi dijalankan.

2.1.2 Standar Mutu Pelayanan Kebidanan

Standar pelayanan kebidanan terdiri dari 24 standar yaitu: standar pelayanan

umum (2 standar), yaitu: standar 1 : persiapan untuk kehidupan keluarga sehat;

standar 2 : Pencatatan dan pelaporan; standar pelayanan antenatal (6 standar),

yaitu standar 3 : Identifikasi ibu hamil ; standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan

antenatal; standar 5 : Palpasi abdominal, standar 6 : Pengelolaan anemia pada

kehamilan; standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan; standar 8 :

Persiapan persalinan standar pertolongan persalinan (4), yaitu: standar 9 : Asuhan

persalinan kala I; standar 10: Persalinan kala II yang aman; standar 11: Persalinan

Aktif persalianan kalai III; standar 12: Penanganan kala II dengan gawat janin

melalui episiotomi standar pelayanan nifas (3), yaitu: standar 13: Perawatan bayi

baru lahir; standar 14: Penanganan pada dua jam pertama setelah

persalinan; standar 15: Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas standar

penanganan kegawatdaruratan obstetri – neonatal (9 standar), yaitu: standar 16:

Penanganan perdarahan dalam kehamilan pada trimester III; standar 17:


13

Penanganan kegawatan dan Eklampsia; standar 18: Penanganan kegawatan pada

partus lama/macet; standar 19: Persalinan dengan menggunakan vakum

ekstraktor; standar 20: Penanganan retensio lasenta; standar 21: Penanganan

perdarahan post partum primer; standar 22: Penanganan perdarahan post partum

sekunder; standar 23: Penanganan Sepsis puerperalis; standar 24: Penanganan

asfiksia neonatorum.

Standar pelayanan minimal terdiri dari standar masukan, standar lingkungan,

standar proses, sedangkan standar penampilan minimal adalah menunjuk pada

standar keluaran (standard of output). Keempat standar ini perlu dipantau serta

dinilai secara obyektif dan berkesinambungan, apabila ditemukan penyimpangan,

perlu segera diperbaiki. Langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam menyusun

atau mengembangkan standar, antara lain: menetapkan tingkatan organisasi yang

memerlukan standar, menetapkan area fungsi yang memerlukan standar,

menetapkan kegiatan pokok yang memerlukan standar, menetapkan bagian dari

kegiatan pokok yang memerlukan standar, menetapkan kriteria standar yang akan

diperlukan dan merumuskan standar yang akan dipergunakan.

2.1.3 Kecemasan (Anxienty)

Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal dari

Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti

mencekik (Trismiati, dalam Yuke Wahyu Widosari, 2010: 16). Selanjutnya

Steven Schwartz, S (2000: 139) mengemukakan “anxiety is a negative emotional

state marked by foreboding and somatic signs of tension, such as racing heartt,

sweating, and often, difficulty breathing, (anxiety comes from the Latin word

anxius, which means constriction or strangulation). Anxiety is similar to fear but


14

with a less specific focus. Whereas fear is usually a response to some immediate

threat, anxiety is characterized by apprehension about unpredictable dangers that

lie in the future”. Steven Schwartz, S (2000: 139) mengemukakan kecemasan

berasal dari kata Latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan.

Kecemasan mirip dengan rasa takut tapi dengan fokus kurang spesifik, sedangkan

ketakutan biasanya respon terhadap beberapa ancaman langsung, sedangkan

kecemasan ditandai oleh kekhawatiran tentang bahaya tidak terduga yang terletak

di masa depan. Kecemasan merupakan keadaan emosional negative yang ditandai

dengan adanya firasat dan somatik ketegangan, seperti hati berdetak kencang,

berkeringat, kesulitan bernapas.

Syamsu Yusuf (2009: 43) mengemukakan anxiety (cemas) merupakan

ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan kekurangmampuan

dalam menghadapi tuntutan realitas (lingkungan), kesulitan dan tekanan

kehidupan sehari-hari. Dikuatkan oleh Kartini Kartono (1989: 120) bahwa cemas

adalah bentuk ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak

jelas. Senada dengan itu, Sarlito Wirawan Sarwono (2012: 251) menjelaskan

kecemasan merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula

alasannya.

Definisi yang paling menekankan mengenai kecemasan dipaparkan juga oleh

Jeffrey S. Nevid, dkk (2005: 163) “kecemasan adalah suatu keadaan emosional

yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak

menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi”.

Senada dengan pendapat sebelumnya, Gail W. Stuart (2006: 144) memaparkan


15

“ansietas/ kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya”.

Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah dipaparkan di atas

dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa

tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar

disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan

oleh suatu hal yang belum jelas.

2.1.3.1 Aspek Kecemasan

Gail W. Stuart (2006: 149) mengelompokkan kecemasan (anxiety) dalam

respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya.

1. Perilaku, diantaranya: 1) gelisah, 2) ketegangan fisik, 3) tremor, 4) reaksi

terkejut, 5) bicara cepat, 6)kurang koordinasi, 7) cenderung mengalami

cedera, 8) menarik diri dari hubungan interpersonal, 9) inhibisi, 10)

melarikan diri dari masalah, 11) menghindar, 12) hiperventilasi, dan 13)

sangat waspada.

2. Kognitif, diantaranya: 1) perhatian terganggu, 2) konsentrasi buruk, 3)

pelupa, 4) salah dalam memberikan penilaian, 5) preokupasi, 6) hambatan

berpikir, 7) lapang persepsi menurun, 8) kreativitas menurun, 9)

produktivitas menurun, 10) bingung, 11) sangat waspada, 12) keasadaran

diri, 13) kehilangan objektivitas, 14) takut kehilangan kendali, 15) takut

pada gambaran visual, 16) takut cedera atau kematian, 17) kilas balik, dan

18) mimpi buruk.


16

3. Afektif, diantaranya: 1) mudah terganggu, 2) tidak sabar, 3) gelisah, 4)

tegang, 5) gugup, 6) ketakutan, 7) waspada, 8) kengerian, 9) kekhawatiran,

10) kecemasan, 11) mati rasa, 12) rasa bersalah, dan 13) malu.

Kemudian Shah (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 144)

membagi kecemasan menjadi tiga aspek, yaitu.

1. Aspek fisik, seperti pusing, sakit kepala, tangan mengeluarkan keringat,

menimbulkan rasa mual pada perut, mulut kering, grogi, dan lain-lain.

2. Aspek emosional, seperti timbulnya rasa panik dan rasa takut.

3. Aspek mental atau kognitif, timbulnya gangguan terhadap perhatian dan

memori, rasa khawatir, ketidak teraturan dalam berpikir, dan bingung.

Kemudian menurut Ivi Marie Blackburn & Kate M. Davidson (1994: 9)

membagi analisis fungsional gangguan kecemasan, diantaranya.

1. Suasana hati, diantaranya: kecemasan, mudah marah, perasaan sangat

tegang.

2. Pikiran, diantaranya: khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,

membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, dan

merasa tidak berdaya.

3. Motivasi, diantaranya: menghindari situasi, ketergantungan tinggi, dan

ingin melarikan diri.

4. Perilaku, diantaranya: gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan.

5. Gejala biologis, diantaranya: gerakan otomatis meningkat, seperti

berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, dan mulut kering.

2.1.3.2 Jenis-jenis Kecemasan (Anxiety)


17

Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012:

53) menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Trait anxiety

Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang

menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak

berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu yang

memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang

lainnya.

2. State anxiety

State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada

diri individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan

secara sadar serta bersifat subjektif.

Sedangkan menurut Freud (dalam Feist & Feist, 2012: 38) membedakan

kecemasan dalam tiga jenis, yaitu.

1. Kecemasan neurosis

Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak

diketahui. Perasaan itu berada pada ego, tetapi muncul dari dorongan id.

Kecemasan neurosis bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu

sendiri, namun ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika

suatu insting dipuaskan.

2. Kecemasan moral

Kecemasan ini berakar dari konflik antara ego dan superego. Kecemasan

ini dapat muncul karena kegagalan bersikap konsisten dengan apa yang

mereka yakini benar secara moral. Kecemasan moral merupakan rasa takut
18

terhadap suara hati. Kecemasan moral juga memiliki dasar dalam realitas,

di masa lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman karena melanggar

norma moral dan dapat dihukum kembali.

3. Kecemasan realistik

Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan

tidak spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri.

Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya bahaya-bahaya

nyata yang berasal dari dunia luar.

2.1.3.3 Ciri-Ciri Gejala Kecemasan (Anxienty)

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk (2005: 164) ada beberapa ciri-ciri kecemasan,

yaitu. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor

1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya: 1) kegelisahan, kegugupan, 2)

tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, 3) sensasi dari pita

ketat yang mengikat di sekitar dahi, 4) kekencangan pada pori-pori kulit

perut atau dada, 5) banyak berkeringat, 6) telapak tangan yang berkeringat,

7) pening atau pingsan, 8) mulut atau kerongkongan terasa kering, 9) sulit

berbicara, 10) sulit bernafas, 11) bernafas pendek, 12) jantung yang

berdebar keras atau berdetak kencang, 13) suara yang bergetar, 14) jari-jari

atau anggota tubuh yang menjadi dingin, 15) pusing, 16) merasa lemas

atau mati rasa, 17) sulit menelan, 18) kerongkongan merasa tersekat, 19)

leher atau punggung terasa kaku, 20) sensasi seperti tercekik atau tertahan,

21) tangan yang dingin dan lembab, 22) terdapat gangguan sakit perut atau

mual, 23) panas dingin, 24) sering buang air kecil, 25) wajah terasa

memerah, 26) diare, dan 27) merasa sensitif atau “mudah marah”
19

2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya: 1) perilaku menghindar,

2) perilaku melekat dan dependen, dan 3) perilaku terguncang

3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya: 1) khawatir tentang sesuatu,

2) perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu

yang terjadi di masa depan, 3) keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan

akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, 4) terpaku pada

sensasi ketubuhan, 5) sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, 6)

merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit

atau tidak mendapat perhatian, 7) ketakutan akan kehilangan kontrol, 8)

ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, 9) berpikir

bahwa dunia mengalami keruntuhan, 10) berpikir bahwa semuanya tidak

lagi bisa dikendalikan, 11) berpikir bahwa semuanya terasa sangat

membingungkan tanpa bisa diatasi, 12) khawatir terhadap hal-hal yang

sepele, 13) berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-

ulang, 14) berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak

pasti akan pingsan, 15) pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan,

16) tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, 17) berpikir

akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah

secara medis, 18) khawatir akan ditinggal sendirian, dan 19) sulit

berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran

Dadang Hawari (2006: 65-66) mengemukakan gejala kecemasan diantaranya.

1. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang

2. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)


20

3. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam

panggung)

4. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain

5. Tidak mudah mengalah, suka ngotot

6. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

7. Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir

berlebihan terhadap penyakit

8. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil

(dramatisasi)

9. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu

10. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang

11. Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris

2.1.4 Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan

lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Bentuk persalinan

berdasarkan degfinisi adalah sebagai berikut :

a. Persalinan spontan.

Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri

b. Persalinan buatan.

Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar

c. Persalinan anjuran

Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar

dengan jalan rangsangan (Heri Rosyati, SST, M.KM, 2017).


21

Persalinan adalah suatu proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban

keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia

kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.

Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi mengakibatkan perubahan

serviks Persalinan normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian secara

alami dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk

mengeluarkan bayi. Dari pengertian diatas persalinan adalah proses alamiah

dimana terjadi dilatasi servik, lahirnya bayi dan plasenta dari Rahim ibu.

Persalinan normal disebut juga alami karena terjadi secara alami. Jadi secara

umum persalinan normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian secara

alami dengan adanya kontraksi Rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk

mengeluarkan bayi (Heri Rosyati, SST, M.KM, 2017).

2.1.4.1 Perubahan Fisiologis Pada Persalinan

Perubahan Fisiologis kala I

1) Perubahan pada uterus

Uterus terdiri dari dua komponen fungsional utama myometrium dan

serviks. Berikut ini akan dibahas tentang kedua komponen fungsional dengan

perubahan yang terjadi pada kedua komponen tersebut. Kontraksi uterus

bertanggung jawab terhadap penipisan dan pembukaan servik dan pengeluaran

bayi dalam persalinan. Kontraksi uterus saat persalinan sangat unik karena

kontraksi ini merupakan kontraksi otot yang sangat sakit. Kontraksi ini bersifat

involunter yang beketrja dibawah control saraf dan bersifat intermitten yang

memberikan keuntungan berupa adanya periode istirahat/reaksi diantara dua

kontraksi. Terdapat 4 perubahan fisiologi pada kontraksi uterus yaitu :


22

a) Fundal dominan atau dominasi

Kontraksi berawal dari fundus pada salah kornu. Kemudian menyebar ke

samping dan kebawah. Kontraksi tersebar dan terlama adalah dibagian

fundus. Namun pada puncak kontraksi dapat mencapai seluruh bagian

uterus.

b) Kontraksi dan retraksi

Pada awal persalinan kontraksi uterus berlangsung setiap 15 – 20 menit

selama 30 detik dan diakhir kala 1 setiap 2 – 3 menit selama 50 – 60 detik

dengan intensitas yang sangat kuat. Pada segmen atas Rahim tidak

berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi namun

relative menetap pada panjang yang lebih pendek. Hal ini disebut dengan

retraksi.

c) Polaritas

Polaritas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keselarasan

saraf – saraf otot yang berada pada dua kutub atau segmen uterus ketika

berkontraksi. Ketika segmen atas uterus berkontraksi dengan kuat dan

berertraksi maka segmen bawah uterus hanya berkontraksi sedikit dan

membuka.

d) Differensisiasi atau perbedaan kontraksi uterus

Selama persalinan aktif uterus berubah menjadi dua bagian yang berbeda

segmen atas uterus yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika

persalinan maju. Segmen bawah uterus dan servik relative pasif dibanding

dengan dengan segmen atas dan bagian ini berkembang menjadi jalan yang

berdinding jauh lebih tipis untuk janin. Cincin retraksi terbentuk pada
23

persambungan segmen bawah dan atas uterus. Segmen bawah Rahim

terbentuk secara bertahap ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian

menipis sekali pada saat persalinan.

2) Perubahan serviks

Kala I persalinan dimulai dari munculnya kontraksi persalinan yang ditandai

dengan perubahan serviks secara progesif dan diakhiri dengan pembukaan

servik lengkap, Kala ini dibagi menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif

a) Fase laten : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 0 dan berakhir

sampai pembukaan servik mencapai 3 cm. pada fase ini kontraksi uterus

meningkat frekuensi, durasi, dan intensitasnya dari setiap 10 – 20 menit,

lama 15 – 20 detik dengan intensitas cukup menjadi 5 – 7 menit, lama 30

– 40 detik dan dengan intensitas yang kuat.

b) Fase aktif : fase yang dimulai pada pembukaan serviks 4 dan berakhir

sampai pembukaan serviks mencapai 10 cm. pada fase ini kontraksi uterus

menjadi efektif ditandai dengan meningkatanya frekuensi, durasi dan

kekuatan kontraksi. Tekanan puncak kontraksi yang dihasilkan mencapai

40 – 50 mmHg. Diakhir fase aktif kontraksi berlangsung 2 – 3 menit

sekali, selama 60 detik dengan intensitas lebih dari 40 mmHg. Fase aktif

dibedakan menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimal dan fase

deselarasi.

 Fase akselerasi : dari pembukaan servik 3 menjadi 4 cm. fase ini

merupakan fase persiapan menuju fase berikutnya.

 Fase lereng maksimal : fase ini merupakan waktu ketika dilatasi servik

meningkat dengan cepat. Dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm selama 2


24

jam. Normalnya pembukaan servik pada fase ini konstan yaitu 3 cm

perjam untuk multipara dan 1.2 cm untuk primipara.

 Fase deselerasi : merupakan akhir fase aktif dimana dilatasi servik dari

9 cm menuju pembukaan lengkap 10 cm. dilatasi servik pada fase ini

lambat rata – rata 1 cm perjam namun pada multipara lebih cepat.

Ada 2 proses fisiologi utama yang terjadi pada servik :

a. Pendataran servik disebut juga penipisan servik pemendekan

saluran servik dari 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar

dengan tepi hampir setiis kertas. Proses ini terjadi dari atas

kebawah sebagai hasil dari aktivitas myometrium. Serabut –

serabut otot setinggi os servik internum ditarik keatas dan

dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sementara os

eksternum tidak berubah

b. Pembukaan servik

Pembukaan terjadi sebagai akibat dari kontraksi uterus serta

tekanan yang berlawanan dari kantong membrane dan bagian

bawah janin. Kepala janin saat fleksi akan membantu pembukaan

yang efisien. Pada primigravida pembukaan didahului oleh

pendatara servik. Sedangkan multi gravida pembukaan servik dapat

terjadi bersamaan dengan pendataran.

c. Kardiovaskuler

Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan

masuk kedalam system vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatjan

curah jantung meningkat 10% – 15%.


25

d. Perubahan tekanan darah

Tekanan darah meningkat selama terjadi kontraksi (sistolik rata –

rata naik 15 mmHg, diastolic 5 – 10 mmHg), antara kontraksi

tekanan darah kembali normal pada level sebelum persalinan. Rasa

sakit, takut dan cemas juga akan meningkatkan tekanan darah.

e. Perubahan metabolisme

Selama persalinan metabolisme aerob maupun anaerob terus

menerus meningkat seiring dengan kecemasan dan aktivitas otot.

Peningkatan metabolisme ini ditandai dengan meningkatnya suhu

tubuh, nadi, pernafasan, cardiac output dan kehilangan cairan.

f. Perubahan ginjal

Poliuri akan terjadi selama persalinan selama persalinan. Ini

mungkin disebabkan karena meningkatnya curah jantung selama

persalinan dan meningkatnya filtrasi glomelurus dan aliran plasma

ginjal.

g. Perubahan hematologi

Hemoglobin meningkat sampai 1.2 gram/100ml selama persalinan

dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum persalinan sehari

setelah pasca salin kecuali ada perdarahan pot partum.

b. Perubahan Fisiologi kala II

1) Tekanan darah

Tekanan darah dapat meningkat 15 sampai 25 mmHg selama kontraksi pada

kala dua. Upaya mengedan pada ibu juga dapat memengaruhi tekanan darah,

menyebabkan tekanan darah meningkat dan kemudian menurun dan pada


26

akhirnya berada sedikit diatas normal. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi

tekanan darah dengan cermat diantara kontraksi. Rata – rata peningkatan

tekanan darah 10 mmHg di antara kontraksi ketika wanita telah mengedan

adalah hal yang normal.

2) Metabolisme

Peningkatan metabolisme yang terus menerus berlanjut sampai kala dua

disertai upaya mengedan pada ibu yang akan menambah aktivitas otot – otot

rangka untuk memperbesar peningkatan metabolisme.

3) Denyut nadi

Frekuensi denyut nadi ibu bervariasi pada setiap kali mengedan. Secara

keseluruhan, frekuensi nadi meningkat selama kala dua persalinan disertai

takikardi yang mencapai puncaknya pada saat persalinan.

4) Suhu

Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan dan segera

setelahnya. Peningkatan normal adalah 0.5 sampai 1derajat Celcius

5) Perubahan system pernafasan

Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal diakibatkan

peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan mencerminkan

peningkatan metabolisme yang terjadi

6) Perubahan ginjal

Polyuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan

peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinan

peningkatan laju filtrasi glomelurus dan aliran plasma ginjal. Polyuria


27

menjadi kurang jelas pada posisi terlentang karena posisi ini membuat aliran

urine berkurang selama kehamilan.

7) Perubahan gastrointestinal

Penurunan motilitas lambung berlanjut saampai kala dua. Muntah

normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang konstan dan menetap

merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan merupakan indikasi

komplikasi obstetric, seperti rupture uterus.

8) Dorongan mengejan

Perubahan fisiologis terjadi akibat montinuasi kekuatan serupa yang telah

bekerja sejak jam – jam awal persalinan , tetapi aktivitas ini mengalami

akselerasi setelah serviks berdilatasi lengkap namun, akselerasi ini tidak

terjadi secara tiba – tiba. Beberapa wanita merasakan dorongan mengejan

sebelum serviks berdilatasi lengkap dan sebagian lagi tidak merasakan

aktivitas ini sebelum sifat ekspulsif penuh6 Kontraksi menjadi ekspulsif

pada saat janin turun lebih jauh kedalam vagina. Tekanan dan bagian janin

yang berpresentasi menstimulasi reseptor saraf di dasar pelvik (hal ini

disebut reflek ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan.

Reflex ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas tertentu, tetapi

menjadi semakin kompulsif, kuat, dan involunter pada setiap kontraksi.

Respon ibu adalah menggunakan kekuatan ekspulsi sekundernya dengan

mengontraksikan otot abdomen dan diafragma.

9) Pergeseran jaringan lunak


28

Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak pelvis mengalami

pergeseran. Dari anterior, kandung kemih terdorong keatas kedalam

abdomen tempat risiko cedera terhadap kandung kemih lebih sedikit selama

penurunan janin. Akibatnya, terjadi peregangan dan penipisan uretra

sehingga lumen uretra mengecil. Dari posterior rectum menjadi rata dengan

kurva sacrum, dan tekanan kepala menyebabkan keluarnya materi fekal

residual. Otot levator anus berdilatasi, menipis, dan bergeser kearah lateral,

dan badan perineal menjadi datar, meregang dan tipis. Kepala janin menjadi

terlihat pada vulva, maju pada setiap kontraksi dan mundur diantara

kontraksi sampai terjadinya crowning

10) Perubahan hematologi

Hemoglobin meningkat rata – rata 1.2 gm/ 100 ml selama persalinan dan

kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama paska partum jika

tidak ada kehilangan darah yang abnormal.

c. Perubahan fisiologis kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras

dengan fundus uteri diatas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi

lagi untuk melepaskan plasenta plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta

lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau

dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan

pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II adalah

perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda

gejala tali pusat. Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat


29

pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan

dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang utero – plasenter akan

mendorong plasenta keluar. Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti

penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayinya. Penyusutan ukuran

ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena

tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak

berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding

Rahim, setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam

vagina.

d. Perubahan Fisiologis kala IV

Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir 2 jam

kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian

ibu, terutama kematian disebabkan perdarahan. Selama kala IV, bidan harus

memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua

setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih

sering. Setelah pengeluaran plasenta , uterus biasanya berada pada tengah dari

abdomen kira – kira 2/3 antara symphysis pubis dan umbilicus atau berada

tepat diatas umbilicus.

2.1.4.2 Perubahan Psikologis Pada Persalinan

Perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi namun ia

memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan agar ia dapat

menerima keadaan yang terjadi selama persalinan dan dapat memahaminya

sehingga ia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.

fase laten dimana fase ini ibu biasanya merasa lega dan bahagia karena masa
30

kehamilannya akan segera berakhir. Namun, pada awal persalinan wanita

biasanya gelisah, gugup, cemas dan khawatir sehubungan dengan rasa tidak

nyaman karena kontraksi. Biasanya dia ingin berbicara, perlu ditemani, tidak

tidur, ingin berjalan – jalan dan menciptakan kontak mata. Pada wanita yang

dapat menyadari bahwa proses ini wajar dan alami akan mudah beradaptasi

dengan keadaan tersebut dan pada fase aktif saat kemajuan persalinan sampai

pada fase kecepatan maksimum rasa khawatir wanita menjadi meningkat.

Kontraksi menjadi semakin kuat dan frekuensinya lebih sering sehingga wanita

tidak dapat mengontrolnya. Dalam keadaan ini wanita akan menjadi lebih

serius. Wanita tersebut menginginkan seseorang untuk mendampinginya karena

dia merasa takut tidak mampu beradaptasi.

2.2 Kerangka Teori

Kerangka Teori yang dapat di simpulkan menurut Kajian Teori yang telah

dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut:

Hubungan Pelayanan Bidan terhadap


tingkat kecemasan ibu bersalin

Faktor Langsung: Faktor Tidak Langsung:


 Pelayanan Mutu bidan  Pikiran Ibu
 Sikap bidan
 SOP Pelayanan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kecemasan Ibu
Pelayanan bidan
bersalin
31

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis 1:

Ha: ada korelasi semakin tinggi kepuasan Ibu terhadap pelayanan Bidan semakin

rendah tingkat kecemasan Ibu bersalin di RS Graha Juanda Bekasi Timur

Tahun 2020.

Ho: tidak ada korelasi antara kepuasan Ibu terhadap tingkat kesemasan ibu

bersalin di RS Graha Juanda Bekasi Timur Tahun 2020.

Hipotesis 2:

Ha: kepuasan Ibu terhadap pelayanan Bidan berdampak negatif terhadap

kecemasan Ibu bersalin di RS Graha Juanda Bekasi Timur Tahun 2020.

Ho: kepuasan Ibu terhadap pelayanan Bidan tidak berdampak terhadap kecemasan

Ibu bersalin di RS Graha Juanda Bekasi Timur Tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai