Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PPMDI

PERKEMBANGAN MUHAMMAD ABDUH


DAN MODERNISASI

Kelompok 3
Dosen pembimbing:
TITIN YENNI, S.AG.,M.HUM

DiSUSUN OLEH:
Riska noviani: 642018

Ayu rizki tiara: 642018011

Cindy carolline: 642018

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2019
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayat yang telah ia berikan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Kemudian ucapan terimakasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalalm penyusunan makalah ini, baik berupa sarana prasarana maupun berupa ide-ide atau
gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat
dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah PPMDI  sebagai bahan diskusi mengenai
perkembangan Muhammad abduh dan modernisasi

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekurangan kami
mohon maaf. Kritik maupun saran kami buka demi perbaikan makalah ini untuk selanjutnya.
Atas perhatiannya kami haturkan ungkapan terimakasih.

Pemakalah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi dunia islam pada saat kelahiran dan besarnya Muhammad Abduh sangat memprihatinkan,
karena sebagian besar masyarakat islam banyak mengenal dengan istilah taklid. Sehingga dengan kondisi
seperti itu membuat Muhammad Abduh melakukan seruan untuk melakukan ijtihad yang berpacu dengan
ijtihad Ibnu Taimiyah.
Pada dunia pendidikan, Muhammad Abduh sangat prihatin dengan kemunduran dan masalah yang
dihadapi oleh umat islam, ia sangat tidak setuju dengan sistem pendidikan yang menganut dualisme
sistem pendidikan yang ada pada masyarakat Mesir.
Dari pembahasan isi makalah ini, kami harapkan untuk bisa memberikan gambaran mengenai
pemikiran Muhammad Abduh tentang Ijtihad dan Modernisasi Pendidikan Islam, sehingga kita
mengetahui apa saja bentuk pembaharuannya.
PEMBAHASAN

MUHAMMAD ABDUH (1850-1905 )


A.    Biografi Singkat Tentang Muhammad Abduh
Nama lengkap Muhammad Abduh adalah Syaikh Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia
dilahirkan di Mahallat Nashr pada tahun 1849 M, dan wafat pada 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun.
Muhammad Abduh bukan berasal dari keluarga kaya, dan bukan pula dari keturunan
bangsawan. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki.
Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab.
Namun ayahnya dikenal sebagai seorang yang terhormat dan suka memberi pertolongan. Situasi
yang dialaminya ketika ia lahir sangat tidak menguntungkan, karena penguasa Mesir yang bernama
Muhammad Ali Pasha, bertindak sewenang-wenang dalam pemungutan pajak dari masyarakat, sehingga
banyak masyarakat yang berusaha untuk menghindar dari tagihan itu dengan cara berpindah-pindah
tempat tinggal.
Orang tua Muhammad Abduh sagat menginginkan anaknya menjadi seorang yang berguna,
sehingga ketika Abduh masil kecil ia sudah dikirim ke Masjid Al-Ahmadi Tanta. Muhammad Abduh
dikirim oleh ayahnya ke Tahta untuk belajar ilmu agama di masjid Syekh Ahmad pada tahun 1862.
Kurang lebih dua tahun menuntut ilmu ia kembali lagi kekampung halamannya, karena merasa tidak
mengerti dan memahami apa-apa. Maka Muhammad Abduh pun mengatakan, bahwa metode yang
dipakai pada saat itu yakni metode menghafal diluar kepala, mengahafal istilah-istilah tanpa mengetahui
makna dan maksudnya. Sehingga ia mengatakan metode dan sistem pembelajarannya yang salah.
Di kampungnya Muhammad Abduh menjalin kehidupan sebagai seorang petani, dan pada saat
usia 16 tahun Muhammad Abduh dinikahkan dengan seorang wanita dikampungnya. Baru sekitar 4
(empat) bulan menikah, Muhammad Abduh dipaksa ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya di Tanta.
Tetapi keinginan ayahnya itu tidak diikutinya, dan bahkan ia bersembunyi di rumah pamannya yang
bernama Syaikh Darwis Khadr. Tetapi karena nasiha dan bujukan pamannya akan pentingnya pendidikan,
akhirnya Muhammad Abduh bersedia kembali melanjutkan pendidikannya di Tanta.
Setelah selesai menuntut ilmu di Tanta, akhirnya pada tahun 1866 M, Muhammad Abduh
melanjutkan pendidikannya ke Al-Azhar, Kairo (Mesir). Pendidikan dijalaninya selama 11 (sebelas)
tahun dan akhirnya memperoleh gelar ‘Alim (sarjana). Setelah itu, Muhammad Abduh mengajar di Darul
‘Ulum dan dirumahnya sendiri.
Ketika belajar di Al-Azhar, Muhammad Abduh berkenalan dengan Jamaluddin Al-Afghani,
setelah beberapa waktu akhirnya, Muhammad Abduh menjadi murid kesayangan Jamaluddin Al-Afghani.
Dibawah bimbingan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh banyak belajar tentang filsafat dan
menulis beberapa artikel. Tulisannya banyak berkaitan dengan persoalan pembaruan islam. Artikel
tersebut dimuat dalam surat kabar AL-Ahram.
Pada tahun 1879 M, Jamaluddin Al-Afghani di usir dari mesir karena orang menganggapnya
menantang Khadewi taufiq, raja Mesir saat itu, akibatnya Muhammad Abduh yang menjadi murid
kesayangan Jamaluddin Al-Afghani terkena imbasnya juga, yang mengakibatkan Muhammad Abduh
diasingkan keluar kota Kairo. Tetapi, setelah setahun berlalu Muhammad Abduh diizinkan kembali lagi
ke Kairo dan akhirnya ia pun diangkat menjadi direktur surat kabar resmi pemerintah, yaitu surat
kabar Al-waqa’i Al-Misriyah. Di bawah pimpinan Muhammad Abduh, surat kabar mengalami kemajuan,
karena banyak memuat berita tentang pentingnya nasionalisme.
Setelah beberapa lama Muhammad Abduh pergi ke Paris memenuhi panggilan gurunya,
Jamaluddin Al-Afghani. Di paris Muhammad Abduh mengelola majalah Al-‘Urwatul Wutsqa, yang
bertujuan untuk mendirikan Pan-Islamisme yang bertujuan menentang kolonialisme serta menentang
penjaahan barat, khususnya Inggris.
Muhammad Abduh ternyata masih memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi seorang
motivasi bagi perkembangan dunia pendidikan. Dan pada tahun 1894 M, Muhammad Abduh diberi
kepercayaan untuk menjadi salah seorang anggota Majlis A’la universitas Al-Azhar, Mesir. Ketika itulah
iapun melakukan berbagai perubahan dalam Al-Azhar. Kemudian pada tahun 1899 M, Muhammad
Abduh menduduiki jabatan sebagai seorang mufti Mesir. Jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal
yakni pada tahun 1905 M.
B.     Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Taklid dan Ijtihad
Muhammad Abduh berpendapat bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat islam disebabkan
oleh pendangan dan sikap jumud. Sikap dan pandangan seperti ini menyebabkan umat islam tidak mau
menerima perubahan. Selain itu, sikap jumud ini dalam pandangan Muhammad Abduh sebagai sesuatu
yang bertantangan dengan ajaran islam seperti kepatuhan yang sangat dalam kepada ulama, pemujaan
berlebihan terhadap syaikh dan paham taklid. Dari fenomena inilah Muhammad Abduh ingin
menghilangkan tradisi yang ada dimasyarakat, yakni lansung kembali keajaran islam yang murni yaitu
Al-Qur’an dan hadits.
Melihat keadaan masyarakat disekitarnya, Muhammad Abduh sangat tidak menyukai taklid. Orang
yang melakukan taklid, menurut Muhammad Abduh memiliki derajat yang sangat rendah, karena hanya
melihat lahir perbuatan orang yang diikutinya, tanpa memeriksa dasar dan pribadi orang yang diikutinya.
Hal ini membuat perbuatan taklid menjadi tanpa dasar.
Sehubungan dengan itu, Muhammad Abduh menyerukan kepada masyarakat untuk melakukan
ijtihad yang sama dengan pendapat Ibnu Taimiyah yang menyerukan bahwa ajaran islam terdiri dari dua
macam yaitu: ibada dan mu’amalah. Al-Qu’an dan hadits telah menetapkan aturan jelas mengenai
ibadah. Sedangkan ajaran islam mengenai hidup kemasyarakatan merupakan ajaran-ajaran dasar dan
prinsip umum yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pandangan Muhammad Abduh sangat besar sekali mengenai ijtihad mu’amalah yang sangat perlu
digunakan dalam perkembangan zaman, ijtihad bukan hanya boleh dilakukan, justru itu sebuah keharusan
yang harus dilakukan.
Pendapat Muhammad Abduh tentang tentang perlunya ijtihad dan  pemberantasan taklid, didasari
dengan kepercayaannya kepada akal. Karena menurutnya akal bisa membedakan yang baik dan yang
buruk, antara yang bermanfaat dengan yang tidak bermanfaat.
Meskipun demikian Muhammad Abduh tetap mengakui keterbatasan akal dari manusia.
Menurutnya selain akal juga diperlukan wahyu. Sebab, tanpa wahyu akal tidak mampu membawa
manusia mencapai kebahagiaan.

C.    Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Modernisasi Pendidikan Islam


Muhammad Abduh sangat prihatin dengan kemunduran dan masalah yang dihadapi oleh umat
islam, Muhammad Abduh berkeyakinan bahwa cara yang terbaik untuk mengadakan pembaharuan dan
meningkatkan kehidupan umat islam adalah melalui pendidikan yang dapat marubah kearah yang lebih
baik.
Dalam pengamatan Muhammad Abduh, di Mesir sedang terjadi dualisme sistem pendidikan. Di
satu sisi, terdapat madrasah-madrasah yang memberikan pendidikan agama tanpa memasukkan kurikulum
pendidikan umum. Di sisi lain, terdapat sekolah-sekolah umum yang dikelola pemerintah yang tidak
memberikan pendidikan agama yang tidak memadai bagi murid-muridnya. Sehingga, membuat dua
sistem pendidikan yang berbeda dan sulit untuk dipertemukan.
Abduh memandang dualisme sistem pendidikan yang ada di mesir itu tidak baik bagi bagi umat
islam. Karena akan melahirkan dua kubu yang saling merasa unggul. Karena sistem madrasah yang lama
melahirkan ulama yang kurang pengetehuannya di ilmu modern. Sedangkan sekolah umum pengetehuan
agamanya sedikit. Maka dari itu perlu dimasukan kurikulum pengetahuan umum ke madrasah.
D.    Pengaruh Pemikiran Muhammad Abduh Dalam Pembaharuan Islam
Pemikiran abduh dalam pembaharuan islam tidak selamanya berjalan dengan baik. Abduh
mendapat tantangan dari ulama yang menganut tradisi lama. Bahkan beliau pernah dicap sebagai orang
kafir. Dari tantangan itu tadi abduh tidak putus asa, malahan beliau terus melangkah hingga usaha
pembaharuan pendidikan islam berhasil. Dan allhamdulillah, beliau berhasil memasukkan ilmu
pengetahuan umum kedalam kurikulum Al-Azhar. Oleh karena itulah, pemikiran Muhammad Abduh
besar pengaruhnya dikalangan muda, meskipun beliau telah tiada. Pengaruh yang ditinggalkan pada
generasi ini menggerakkan Al-Azhar bisa menata kembali pengajaran dan kurikulumnya. Bukan hanya
pada Al-Azhar saja, namun pada dunia termasuk Indonesia.
PENUTUP
Simpulan
Muhammad Abduh adalah seorang pembaharu. Pemikirannya muncul atas situasi dan
keadaan. Muhammad Abduh adalah seorang pembaharu yang mengajak kepada perbaikan yang tidak
hanya dalam tataran teori, beliau juga mengarang, dan lain sebagainya.
Pikiran pemikiran pembaharuannya kepada amal perbuatan dan mempraktiknnya dalam
kehidupan nyata agar dapat melangsungkan rencana pembaharuannya. Semoga jasa-jasanya bisa
mengantarkan beliau bersama orang-orang yang bertakwa disana. Aamiiin
DAFTAR PUSTAKA

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Toha Putra, 1997.


Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajapressindo, 1993.
Al-Maududi, Abdul A’la, Sejarah Pembaharuan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama,
Surabaya: Bina Ilmu, 1984.

Anda mungkin juga menyukai