Anda di halaman 1dari 85

PRAKTIK PELAKSANAAN NIKAH MUT‘AH

DI DESA TUGU UTARA, KECAMATAN CISARUA, BOGOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

KHAIRUL AL HARIST
NIM: 1112044200002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439H/2017M
PRAKTIK PELAKSANAAN NIKAH MUT‘AH
DI DESA TUGU UTARA, KECAMATAN CISARUA, BOGOR

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

KHAIRUL AL HARIST
NIM: 1112044200002

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Sirril Wafa, MA


NIP. 19600318199103

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439H/2017M
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “PRAKTIK PELAKSANAAN NIKAH MUT’AH


DI DESA TUGU UTARA, KECAMATAN CISARUA, BOGOR” telah
diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 September 2017.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H) pada program studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 28 September 2017


Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.


NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASAH


Ketua Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. ( . . . . . . . . . . . . . . . .)
NIP. 196706081994031005

Sekretaris Indra Rahmatullah, S.Hi.,M.H. ( . . . . . . . . . . . . . . . .)

Pembimbing Drs. H. Sirril Wafa, MA. ( . . . . . . . . . . . . . . . .)


NIP. 19600318199103

Penguji I Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A. ( . . . . . . . . . . . . . . . .)


NIP. 197608072003121001

Penguji II Dr. Hj. Mesraini, SH. M.Ag. ( . . . . . . . . . . . . . . . .)


NIP. 1976021320031220001
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 September 2017

KHAIRUL AL HARIST
NIM: 1112044200002
ABSTRAK

Khairul Al Harist, NIM: 1112044200002, PRAKTIK PELAKSANAAN


NIKAH MUT’AH Di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Bogor, Program Studi
Hukum Keluarga, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1438 H / 2017 M. xiii + 65 halaman + 9 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui praktik pelaksanaan nikah mut’ah
di wilayah Tugu Utara Kecamatan Cisarua Bogor. Di samping itu juga bertujuan
untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya nikah mut’ah
dan sikap serta respon masyarakat setempat yang mengetahui adanya pernikahan
tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (fieldresearch),
dengan menggunakan pendekatan Yuridis Empiris, dan sumber data yang terdiri
dari Data Primer: hasil wawancara dengan pemerintah setempat, kepala KUA,
dan masyarakat yang terlibat langsung (calo kawin kontrak), serta data Sekunder
yang bersumber dari buku literature dan karya ilmiah dan data Tersier yang
memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap data primer dan data sekunder.
Ini menyimpulkan bahwa Nikah mut’ah yang terjadi di Desa Tugu Utara
Cisarua Bogor, tidak sama dengan ketentuan nikah mut’ah dalam pemahaman
syi’ah. Di karenakan memiliki beberapa perbedaan seperti masa iddah istri, dan
adanya kewajiban untuk membayar mahar dan menafkahi sedangkan
kesamaannya yaitu dari aqad (waktu yang telah ditentukan), tidak adanya saksi
dan wali dalam hal ini wanita pun pernikahan bisa terlaksana dengan hanya
adanya dua orang (calon suami dan istri), dan kebolehan untuk menikahi banyak
wanita. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Nikah mut’ah di
Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor adalah: 1). Kebutuhan nafsu
biologis, 2). Faktor lingkungan, dan 3). Kebutuhan ekonomi. Dan dari beberapa
fenomena yang penulis amati, bahwa tokoh masyarakat setempat banyak yang tidak
setuju dengan praktik nikah mut’ah yang terjadi. Namun mereka tidak bisa berbuat
banyak, karena hal tersebut seolah ditutupi dari pejabat daerah setempat.

Pembimbing : Drs. H. Sirril Wafa, MA

Daftar Pustaka : 1971-2015 Tahun


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allâh Subhânahu Wata’ala yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat, taufik, hidayah dan ‘inayah-Nya, terucap dengan tulus dan

ikhlas Alhamdulillâhi Rabbil ‘âlamîn tiada henti. Sesungguhnya hanya dengan

pertolongan-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Salâwat seiring salâm semoga selalu tercurah limpahkan kepada insân pilihan

Tuhan Nabî akhir zamân Muhammad Sallâllâhu ‘Alaihi Wasallam, beserta para

keluarga, sahâbat dan umamatnya. Amin.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang

maksimal dari penulis. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis

didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri

karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tersusun bukan semata-

mata hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi dari semua

pihak. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas

Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah

dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh

Jakarta;

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag, Selaku Ketua Program Studi

Hukum Keluarga dan Bapak Indra Rahmatullah, S.Hi.,M.H selaku

Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga;

vi
3. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, selaku Dosen Penasehat

Akademik Penulis;

4. Bapak Drs. H. Sirril Wafa, MA, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan

mengajarkan Ilmu dan Akhlaq yang tidak ternilai harganya. Sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm

Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

7. Kepala KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor yang telah

meluangkan waktunya kepada penulis untuk melakukan wawancara

guna menambah data skripsi penulis;

8. Bapak Kepala Desa Tugu Utara yang telah meluangkan waktunya

kepada penulis untuk melakukan wawancara guna menambah data

skripsi penulis;

9. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah

mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala

yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha

mereka saya bisa sampai seperti ini;

10. Adik-adikku dan kakak-kakakku tercinta dan seluruh keluarga besar

yang terus menerus memberikan semangat yang luar biasa;

11. Sahâbat-sahâbat seperjuangan, khususnya penghuni Kostan Pondok

Betawi dan Kostan Bunin. Teman-teman Mahasiswa/i Program Studi

vii
Hukum Keluarga Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta angkatan

2012;

12. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’ala memberikan

balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan

menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 28 September 2017

KHAIRUL AL HARIST
NIM: 1112044200002

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................ 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................ 8
E. Metode Penelitian................................................................ 9
F. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ................................... 12
G. Sistematika Penulisan.......................................................... 13

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG NIKAH MUT’AH


A. Pengertian, dan Sejarah Praktek pelaksanaan Nikah
Mut’ah ................................................................................. 15
B. Hukum Nikah Mut’ah.......................................................... 20
C. Ketentuan Pelaksanaan Nikah Mut’ah Menurut Syiah….. . 22
D. Dampak Nikah Mut’ah ........................................................ 26
E. Pandangan Ulama serta Fatwa MUI tentang Nikah Mut’ah 28

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG DESA TUGU


UTARA, CISARUA, KABUPATEN BOGOR
A. Letak Geografis dan Letak demografi Desa Tugu Utara,
Cisarua, Kabupaten Bogor................................................... 36
B. Sosial ekonomi dan Budaya Desa Tugu Utara, Cisarua,
Kabupaten Bogor................................................................. 45
C. Gambaran nikah mut’ah Desa Tugu Utara, Cisarua,
Kabupaten Bogor................................................................. 47

BAB IV ANALISIS TENTANG PRAKTEK PELAKSANAAN


NIKAH MUT’AH DI DESA TUGU UTARA, CISARUA,
KABUPATEN BOGOR
A. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Praktek Nikah
Mut’ah di Desa Tugu Utara................................................. 51
B. Bagaimana Praktek Pelaksanaan Nikah Mut’ah di Desa
Tugu Utara........................................................................... 53
C. Akibat Terjadinya Praktek Nikah Mut’ah di Desa Tugu
Utara .................................................................................... 56

viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................... 61
B. Saran-saran .......................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 67

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu bentuk pernikahan yang dikenal dalam Islam dan masih

menjadi perdebatan panjang di kalangan ulama hingga saat ini adalah nikah

mut‘ah, kawin kontrak, atau lebih dikenal dengan kawin sementara.1

Pembahasan tentang nikah mut‘ah sudah banyak dilakukan orang, baik dari

kalangan Syi’ah maupun kalangan Sunni. Mereka berpendapat tentang

keabsahannya dalam Islam. Mayoritas kaum Sunni berpendapat bahwa memang

benar sebelumnya nikah mut‘ah diperbolehkan dalam Islam, tetapi kemudian

diharamkan karena perintah dari Khalifah Umar bin al-Khatab. Akan tetapi, dalam

sumber-sumber yang dipakai oleh kaum Sunni terdapat banyak riwayat yang

menyebutkan bahwa pernikahan ini pernah dilarang pada masa Nabi. Ada yang

menyatakan bahwa larangan tersebut terjadi pada masa perang Khaibar, ada yang

mengatakan pada penaklukan Mekkah, perang Hunain (Autas), dan ada yang

mengatakan pada perpisahan Nabi. Ada juga bahkan yang menyebutkan bahwa

pembolehan dan pelarangan itu terjadi sampai tujuh kali dan berakhir dengan

pelarangan.2

1
Mut’ah (jamaknya muta’) secara harfiah berarti kesenangan, kenikmatan, kelezatan,
atau kesedapan.mut’ah juga berarti yang hanya dengannya dapat diperoleh suatu (beberapa)
manfaat (kesenangan), tetapi kesenangan atau manfaat tersebut akan hilang dengan sebab
habis atau berakhirnya sesuatu tadi. Nikah mut’ah juga biasa disebut al-zawaj al-munaqati,
yang berarti perkawinan yang terputus (setelah waktu yang ditentukan habis ). Lihat Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h.707-708,
artikel mut’ah.
2
Machasin, Nikah Mut’ah: Kajian Atas Argumentasi Syi’ah, Musawa, Jurnal Studi
Gender (Pusat Studi Wanita: IAIN Sunan Kalijaga, 2002), Vol. 1 No.2 h.139-140.

1
2

Kalangan Sunni di antaranya adalah Imam al-Syafi’i sangatlah gigih

mempertahankan argumennya bahwa nikah mut‘ah dilarang sampai hari kiamat.

Karena beliau mengatakan Amr bin Hutsaim telah menggambarkan kepada kami

dari bapaknya, dari Ibnu Mas’ud tentang seorang laki laki yang berzina dengan

wanita, kemudian dia menikahinya. Ia berkata, “keduanya tetap dianggap

berzina.” Sementara kami maupun mereka tidak berpendapat seperti ini. Bahkan

kami katakan bahwa keduanya memang berdosa setelah berzina. Umar dan Ibnu

Abbas telah mengatakan pendapat yang serupa dengan ini.3

Menurut Sayyid Sabiq semua ulama mazhab kecuali segolongan Syi’ah

telah sepakat mengatakan bahwa kawin mut‘ah hukumnya haram dan kalau terjadi

maka hukumnya batal. Mereka beralasan dengan al-Qur’an, Sunah, ijmak dan

dalil aqli. Pendapat ini juga merupakan pendapat beberapa kalangan sahabat

seperti Ibn ‘Umar dan Ibn Abi ‘Umrah al-Ansharî. Alasan mereka adalah:4

pertama, bahwa kawin mut‘ah tidak sesuai dengan prinsip dan tujuan pernikahan

yang telah digariskan oleh al-Qur’an dan mencederai pokok-pokok perkawinan

seperti tidak adanya talak, ‘iddah dan kewarisan. Jadi dapat dikatakan bahwa

kawin mut‘ah adalah batil/fasid sebagaimana bentuk perkawinan lain yang

dibatalkan oleh Islam. Ayat yang mereka jadikan alasan adalah firman Allah Swt.

dalam Q.S. al-Mukminun [23]: 6-7. Ayat ini menjelaskan bahwa seorang laki-laki

hanya boleh melakukan hubungan badan dengan perempuan yang berkedudukan

sebagai isteri atau jariyahnya. Sedangkan perempuan yang dikawini secara

mut‘ah bukanlah isteri dan bukan pula jariyah. Kedua, Hadits-Hadits yang
3
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al-Umm,
Penerjemah Amiruddin, (Jakart: Pustaka Azzam, 2006), h. 233-234.
4
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 2, (Beirut: Dar al-Fatah al-Arabi, 1999), h. 35-36.
3

menunjukkan kebolehan mut‘ah telah dinasakhkan seperti Hadits-Hadits yang

telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Ketiga, ‘Umar Ibn Khaththâb saat

menjadi khalifah telah mengharamkan kawin mut‘ah ketika ia berpidato di

mimbar dan para sahabat menyetujuinya. Andaikan pendapat Umar ini salah tentu

para sahabat tidak akan menyetujuinya karena mereka tidak akan mau menyetujui

yang salah. Keempat, al-Khaththabi menjelaskan bahwa haramnya kawin mut‘ah

itu sudah ijmak kecuali oleh sebagian Syi’ah. Kelima, tujuan dari perkawinan

mut‘ah itu hanyalah pelampiasan syahwat bukan untuk mendapatkan keturunan

dan memelihara anak-anak yang merupakan tujuan dari perkawinan. Karena itu,

bila ditinjau dari tujuan pelampiasan syahwat ini maka kawin mut‘ah dapat

disamakan dengan zina. Selain itu, karena perkawinan mut‘ah ini bersifat

sementara maka akan membuat perempuan dengan mudah berpindah dari satu

tangan ke tangan yang lain. Ini akan membuat mereka sengsara dan anak-anak

mereka teraniaya. Demikian pendapat Imam al-Syawkani .5

Beda lagi dengan pendapat Syi’ah, mereka berpendapat bahwa nikah

mut‘ah dihalalkan sampai kiamat. Menurut ulama syi'ah apa yang berlaku

kehalalanya di zaman Nabi maka akan berlaku sampai hari kiamat. Mereka

juga menganggap nikah mut‘ah merupakan perkawinan yang sah dan telah

dilegalisasi al-Qur'an maupun al-Sunnah dan merupakan suatu bentuk

pernikahan yang dibenarkan Islam, demikian menurut pendapat kaum syi'ah.

Lebih jauh kalangan Syi’ah berpendapat bahwa nikah mut‘ah itu tetap

halal untuk selama-lamanya. Dengan alasan bahwa wanita yang disebutkan

5
Al-Syawkani, Nayl al-Awthâr, (t.tp: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 274.
4

dalam QS. al-Mu'minun ayat 5-6 adalah istri yang sah menurut hukum

syari’at. Adapun tentang tidak adanya kewajiban memberi nafkah, pewarisan

antara suami dan istri serta pembagian malam, maka hal itu berdasarkan

dalil-dalil tertentu yang mengkhususkan hukum-hukum perkawinan yang

bersifat umum. Pendapat kaum Syiah tersebut didasari dengan pandangan Jabir

bin 'Abdullah bahwa pelarangan dan pengharaman itu berasal dari 'Umar r.a.

dalam suatu peristiwa yang berkenaan dengan 'Amr bin Hurais, 'Imran bin

Husain, Abdullah bin Mas'ud, 'Abdullah bin 'Umar, 'Abdullah bin 'Abbas serta

Ali bin Abi Talib. Dari situ mereka menyimpulkan bahwa pengharaman itu

bukanlah disebabkan adanya nasakh syar'i (penghapusan dari syariat) tetapi

semata-mata karena larangan dari khalifah 'Umar.6

Riwayat yang mengisahkan sejarah nikah mut‘ah datang dari sahabat

Saburah al-Juhaini yang pernah ikut perang bersama Rasulullah dalam rangka

pembukaan kota mekkah. Pada saat itu Rasulullah mengizinkan para sahabat

melakukan nikah mut‘ah sebagai keringanan untuk memenuhi kebutuhan

seksual dan menghindari perbuatan zina. Masalah nikah ini memang telah

menjadi perdebatan yang cukup lama di kalangan Islam terutama diantara dua

kelompok besar Islam, yaitu Sunni dan Syi’ah.

Ada titik singgung antara kawin kontrak dan perkawinan biasa. Pertama,

pada kawin kontrak, batas waktu dapat diperpanjang dengan kesepakatan kedua

6
Abdul Husain Syarafuddin Al-Musawi, Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah Syi'ah, Terj.
Mukhlis dari judul “Al-Fushul Al-Muhimmah fi Ta'lif Al-Ummah”, (Bandung: Mizan, 1991), h.
92.
5

belah pihak. Kedua, pada perkawinan biasa, dikenal istilah Talaq (cerai) untuk

mengakhiri ikatan pernikahan.7

Kawin kontrak bila dikaitkan dengan titik singgung waktu yang

diperpanjang melalui kesepakatan kedua belah pihak dan titik singgung

mengakhiri ikatan perkawinan melalui talak pada perkawinan biasa, mengingat

semakin maraknya prostitusi, perselingkuhan, dipersulitnya poligami dan

kemampuan ekonomi yang semakin meningkat dan memicu meningkatnya

hubungan seksual diluar perkawinan, menjadikan praktik kawin kontrak sebagai

jalan yang terbaik bagi para pelakunya.

Dalam praktik perkawinan mut‘ah di Syi’ah Meski berbeda dengan nikah

pada umumnya, nikah mut‘ah memiliki syarat-syarat, seperti adanya dua orang

saksi, adanya mahar, adanya akad dan mahar, adanya ikatan perkawinan yang

dibatasi oleh waktu tertentu, tidak ada kewarisan, tidak ada tanggung jawab

nafkah dan tempat tinggal bagi suami, demikian pula bagi si isteri tidak

dibebankan sebagaimana isteri dalam nikah permanen.8

Kawin kontrak dianggap sebagai jenis “persewaan” karena pada umumnya

tujuan lelaki dalam jenis pernikahan ini adalah kesenangan seksual dari wanita,

dan sebagai imbalannya si wanita memperoleh sejumlah uang atau harta tertentu.9

Namun untuk sebagian orang kawin kontrak agak terdengar asing karena

tidak selalu ada di lingkungan mereka, bahkan perkawinan semacam ini ada di

7
Sahal Mahfudh, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam dalam
Keputusan Muktamar, Munasa, dan Konbes Nahdlatul Ulama, (Surabaya: Khalista, 2004), h. 502.
8
Abustami Ilyas, Nikah Mut’ah dalam Islam, (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), h. 55.
9
Sachiko Murata, Lebih Jelas Tentang Mut’ah Perdebatan Sunni dan Syi’ah, Alih
Bahasa Tri Wibowo Budi Santoso, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 43-44.
6

antara sebagian orang yang tidak suka terutama kaum wanita walaupun di antara

mereka ada yang mengatakan perkawinan tersebut adalah halal.10

Praktik kawin mut‘ah yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia, adalah

praktik prostitusi terselubung yang dilakukan untuk kepentingan kepuasan nafsu

dan uang tanpa memperhatikan aturan agama dan hukum yang berlaku serta

mengabaikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Para lelaki yang

membutuhkan pasangan membelanjakan uangnya untuk mendapatkan perempuan

yang bisa memenuhi kebutuhan biologisnya dalam beberapa waktu, kemudian

kalau masa kontraknya habis ditinggalkan begitu saja. Sementara masyarakat

yang miskin dan mempunyai pengetahuan terbatas banyak yang mudah tergiur

dengan janji sejumlah uang sehingga mau dikawini dengan cara seperti itu dan

tidak sedikit orang tua yang mendorong anaknya untuk mau melakukannya.

Beberapa tahun yang lalu, dalam satu acara di salah satu televisi swasta

ditayangkan wawancara dengan beberapa perempuan pelaku nikah mut‘ah di

Cisarua. Salah seorang dari mereka, seorang perempuan muda yang masih berusia

22 tahun, dengan tanpa merasa bersalah menyebutkan bahwa ia telah melakukan 8

kali nikah mut‘ah yang terlama satu bulan dan yang terpendek empat hari. Dan

yang empat hari ini dibayar dua juta rupiah. Ketika ditanyakan perasaan dan

alasannya, dengan lugas ia menjawab biasa saja karena itu adalah pekerjaan untuk

mencari uang dengan mudah dan hubungan itu dilakukan melalui proses

perkawinan.11

10
Ja’far Murtadha, Nikah Mut’ah Dalam Islam, Alih Bahasa Abu Muhammad Jawab
(Jakarta: Yayasan As-Sajad, 1992), h. 10.
11
Isnawati Rais, Praktik Kawin Mut’ah di Indonesia, Ahkam: Vol. XIV, No. 1, Januari
2014.
7

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai

bagaimana praktik nikah mut‘ah yang ada di Jawa Barat khususnya di Bogor dan

menjadikannya sebagai sebuah Skripsi dengan judul “Praktik Pelaksanaan

Nikah Mut‘ah (Studi Kasus di Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor)”.

B. Identifikasi Masalah

Fenomena kawin kontrak ini semakin lama semakin banyak, walaupun

pelaksanaannya sangat bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan hukum agama Islam. Setiap orang yang menjadi bagian di

dalamnya pasti memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan juga memiliki

pandangan yang berbeda terhadap permasalahan kawin kontrak tersebut.

Masalah-masalah yang akan menjadi identifikasi peneliti adalah :

1. Bagaimana perkembangan Pernikahan Mut‘ah di Indonesia?

2. Bagaimana pendapat masyarakat tentang nikah mut‘ah?

3. Bagaimana praktik nikah mut‘ah di masyarakat?

4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat melaksanakan nikah

mut‘ah?

5. Apakah nikah mut‘ah merupakan solusi dari perbuatan zina?

6. Mengapa nikah mut‘ah masih banyak terjadi dalam masyarakat?

7. Bagaimana tindakan pejabat setempat terhadap warganya yang melakukan

nikah mut‘ah?

8. Apa saja kiat-kiat yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam

menanggulangi praktik nikah mut‘ah dalam masyarakat?


8

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah penulis paparkan agar dapat

terciptanya suatu penelitian yang baik diperlukan pembatasan masalah dan

perumusan masalah yang tepat agar masalah yang akan dibahas dapat fokus dan

tidak melebar. Adapun fokus penelitian ini hanya terbatas pada praktik nikah

mut‘ah di kawasan puncak dilihat dalam problematika masyarakat terhadap

Hukum Islam di Indonesia khususnya masalah Perkawinan.

2. Perumusan Masalah

a. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Nikah mut‘ah di Desa

Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor?

b. Bagaimana praktik Nikah Mut‘ah di Desa Tugu Utara, Cisarua,

Kabupaten Bogor?

c. Bagaimana sikap Tokoh Masyarakat terhadap praktik Nikah Mut‘ah di

Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Berdasarkan pada Rumusan Masalah diatas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah :

a. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya

nikah mut‘ah di Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor.

b. Untuk mengetahui praktik nikah mut‘ah di Desa Tugu Utara, Cisarua,

Kabupaten Bogor.

c. Untuk mengetahui hukum nikah mut‘ah menurut ulama kontemporer.


9

2. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam kajian

Hukum Keluarga.

b. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan potensi

menulis karya-karya ilmiah sehingga dapat menjadi bekal pelajaran

yang berguna di masa yang akan datang.

E. Metode Penelitian

Merujuk pada kajian diatas, penulis menggunakan beberapa metode yang

relavan untuk mendukung dalam pengumpulan dan penganalisaan data yang

dibutuhkan dalam skripsi. Adapun metode yang diterapkan adalah :

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian lapangan (fieldresearch)

yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari data dengan cara terjun langsung ke

lokasi untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti meneliti di

Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini yaitu bersifat deskriptik analitik yaitu menggambarkan,

menguraikan, dan menganalisa realita yang ada. Artinya penyusun

menggambarkan dan menganalisis praktik nikah mut‘ah yang sering terjadi di

kawasan Bogor.
10

3. Objek Penelitian

Objek penelitian penulis adalah Praktik Nikah Mut‘ah. Akan tetapi yang

menjadi fokus penelitian peneliti mengangkat Praktik nikah mut‘ah di Desa Tugu

Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor.

4. Tekhnik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan, terutama untuk menggali

data dari sumber-sumber primer, adalah dengan teknik wawancara (interview) dan

observasi pengamatan terhadap responden maupun informan pihak-pihak yang

bersangkutan, baik keluarga, tokoh masyarakat, sebagaimana telah disebutkan

diatas. fenomena-fenomena yang diteliti dalam hal ini dilakukan di kecamatan

Cisarua, dengan dilakukan secara berstandar tidak berstruktur namun tetap fokus

pada pokok masalah.

a. Sumber data primer adalah sumber data langsung yang dikaitkan

dengan obyek penelitian, yaitu data yang diperoleh dari wawancara

dengan masyarakat yang berhubungan langsung dengan para pelaku

nikah mut‘ah dari pemerintah, tokoh masyarakat, dan para calo nikah

mut‘ah.

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan

melengkapi sumber sumber data primer, antara lain mencakup

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud

laporan dan sebagainya.12 Dalam skripsi ini sumber data sekunder

yang dimaksud yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur hukum

12
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Pt
RajaGrafindo Persada, 2004), h.30
11

Islam, perundang-undangan, bahan hukum umum, buku fikih, karya

ilmiah yang berkaitan dan bisa mendukung penulisan skripsi ini.

5. Analisis Data

Metode analisis data adalah usaha konkrit untuk memberikan interpretasi

terhadap data-data yang telah tersedia. Metode Penelitian ini menggunakan

metode sebagai berikut :

a. Metode deduktif yaitu metode atau cara berfikir untuk menarik

kesimpulan yang bersifat umum menuju kesatu pendapat yang bersifat

khusus. Dalam aplikasinya adalah mengungkapkan praktik nikah

mut‘ah di Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor. Analisa

tersebut didasarkan pada sudut pandang normatif sehingga dapat ditarik

kesimpulan yang khusus.

b. Metode deskriptif analisis yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan

untuk menggambarkan secara sistematis, dan metode ini digunakan

untk memperoleh data yang jelas dan sistematis berkaitan dengan

praktik nikah mut‘ah di Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor.

6. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Yuridis Empiris yaitu cara pendekatan yang dilakukan dengan melihat kenyataan

yang ada dalam praktik di lapangan. Pendekatan ini dikenal pula dengan

pendekatan secara sosiologis yang dilakukan secara langsung ke lapangan, serta

Pendekatan ini menggunakan metode yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan


12

hukum Islam yang terdapat dalam teks-teks hukum Islam, yang ada kaitannya

dengan pembahasan nikah mut‘ah.

7. Tekhnik Penulisan

Tekhnik penulisan studi ini, merujuk pada pedoman skripsi, tesis,

disertasi dengan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang di terbitkan oleh Pusat Peningkatan dan

Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Jakarta 2012.

F. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan studi terdahulu sebelum menentukan judul proposal,

diantaranya sebagai berikut:

1. Pauziah Hasanah, Nim: 05350066, Kawin Kontrak Akibat Istri Menjadi

TKW: Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Studi Kasus Di Kecamatan

Sukanagara Kabupaten Cianjur Jawa Barat), Program Studi Al-Ahwal

Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga,

2009. Skripsi ini membahas tentang Perkawinan kontrak yang terjadi di

kecamatan Sukanagara dilakukan oleh laki-laki yang masih mempunyai

istri sah tetapi istrinya bekerja menjadi TKW keluar negeri, selama

bertahun-tahun, yang mengakibatkan suami merasa kesepian dan tidak ada

tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis dan untuk mengurus rumah

tangga, yang akhirnya melatar belakangi suami untuk melakukan kawin

kontrak dengan wanita-wanita yang berbeda dalam suatu kurun waktu

tertentu sesuai kesepakatan kontrak. Perbedaan dengan yang akan penulis


13

bahas adalah bagaimana praktik nikah mut‘ah sedangkan peneliti diatas

membahas suami kawin kontrak akibat istri menjadi TKW.

2. Ita Yuanita , Studi Kasus Kawin Kontrak Di Desa Pelemkerep Kecamatan

Mayong Kabupaten Jepara, Fakultas Imu Sosial, Universitas Negeri

Semarang 2005. Dalam skripsinya penulis membahas kawin kontrak

yang terjadi di desa Pelemkerep dilatar belakangi oleh keadaan ekonomi

yang kurang mencukupi, pendidikan agama yang kurang, dan kondisi

sosial masyarakat yang individualis, serta budaya matrealisme yang

memandang kesejahteraan hanya dari uang. Tujuan dari pelaksanaan

kawin kontrak bagi pihak wanita adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan ekonomi diri dan keluarganya, sedang bagi pihak pria

tujuan melaksanakan kawin kontrak adalah untuk menyalurkan

kebutuhan biologisnya secara aman. Secara materi pembahasan skripsi

yang akan penulis bahas dengan penulis diatas adalah sama, akan tetapi

yang membedakan adalah tempat penelitian yang akan penulis bahas.

G. Sistematika Penulisan

Bab satu berisi pendahuluan dari penelitian yang berjudul Praktik

Pelaksanaan Nikah Mut‘ah di Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor yang terdiri dari

Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review

Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan dan Daftar Pustaka.


14

Bab dua berisi tentang landasan teori dari penulisan yang berisi pengertian

umum tentang Nikah Mut‘ah yang terdiri dari Pengertian Nikah Mut‘ah, Hukum

Nikah Mut‘ah, Dampak Nikah Mut‘ah.

Bab tiga merupakan isi gambaran umum tentang Desa Tugu Utara,

Cisarua, Kabupaten Bogor. Selain berisi tentang gambaran, bab ini juga berisi

kehidupan sosial, ekonomi dan kebudayaan serta praktik nikah mut‘ah di Desa

Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Bab empat merupakan karya pemikiran dan analisis penulis tentang faktor

penyebab, praktik pelaksanaannya, akibat terjadinya nikah mut‘ah di Desa Tugu

Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor.

Bab lima merupakan Penutup dari penulisan karya tulis ini yang berisi

Kesimpulan, Sarana.
BAB II

PENGERTIAN UMUM TENTANG NIKAH MUT‘AH

A. Pengertian dan Sejarah Nikah Mut‘ah

1. Pengertian Nikah Mut‘ah

Nikah mut‘ah terdiri atas dua rangakaian kata, yaitu nikah dan mut‘ah.

Secara etimologi, kata mut‘ah ( ‫ ) ﻣﺘﻌﺔ‬berarti kesenangan atau kenikmatan.1berasal

dari kata mata'a, yamta'u, mat'an wa mut'atan. Keduanya membentuk suatu

pengertian tersendiri sebagai suatu bentuk perkawinan yang diperselisihkan dalam

Islam.Secara umum nikah mut‘ah bisa diartikan sebagai pernikahan atau

perkawinan dengan akad dan jangka waktu tertentu.

Sedangkan secara terminologi, kata mut‘ah setidaknya punya beberapa

makna dan pengertian yang berbeda, sesuai dengan namanya. Ada nikah mut‟ah,

mut‘ah haji dan mut‘ah thalaq. Ketiganya meski sama-sama menggunakan istilah

mut‘ah tetapi memiliki pengertian yang berbeda-beda.2Singkatnya, nikah mut‘ah

adalah nikah yang terbatas waktunya. Sedangkan dalam ibadah haji juga dikenal

istilah mut‘ah, yaitu haji tamattu‟. Haji tamattu‟ adalah salah satu metode

mengerjakan haji, dimana orang yang telah tiba di tanah haram tidak langsung

mengerjakan ibadah haji dengan terus berihram, tetapi berhenti dari berihram

sambil menunggu masuknya hari arafah.Yang terakhir, istilah mut‘ahjuga

digunakan sebagai harta yang diberikan oleh suami kepada istri ketika terjadi

perceraian, yang sifatnya bukan kewajiban melainkan hanya sebagai anjuran.


1
Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,
Cetakan kedua Puluh Lima 2002), h. 1307.
2
Ahmad Sarwat , Fiqh al-Hayati,(DU. Publishing, Cet. I, 2011), h. 176.

15
16

Jadi, Nikah mut‘ah adalah sebuah pernikahan yang terikat dengan waktu

tertentu, diatas mahar yang telah ditentukan.3Seseorang menikahkan dirinya atau

dinikahkan oleh walinya kepada orang yang secara syar'i adalah halal untuk

dinikahi, tidak ada halangan secara syar'i seperti nasab, atau saudara sesusuan,

dan tidak dalam keadaan masa iddah, dengan mahar dan waktu yang telah

ditentukan.4Misalnya ucapan seorang laki-laki kepada seorang wanita "ambilah

uang ini (dan kemudian) senangkanlah diriku beberapa waktu".5Dimana seorang

laki-laki dan perempuan mengadakan akad nikah dengan ketentuan waktu sehari,

seminggu atau sebulan.6 Pernikahan seperti ini akan habis masanya bersama

dengan habisnya waktu kontrakan. Sedangkan menurut Muhammad Jawad,

sesungguhnya tidak ada bedanya antara nikah mut‘ahdengan nikah permanen,

dimana ia tidak sah tanpa adanya akad yang sah yang menunjukkan maksud nikah

mut‘ahsecara jelas.7

Menurut Imam Ali al-Sobuni, kawin kontrak (mut‘ah) adalah seorang pria

menyewa wanita hingga suatu waktu yang telah ditetunkan dengan ongkos yang

telah dipastikan. Pria tersebut dapat menggauli wanita yang bersangkutan dalam

waktu yang ditentukan sebulan atau dua bulan, sehari atau dua hari, kemudian

meninggalkan si wanita sesudah terpenuhi keinginannya. 8 Dari pengertian istilah

3
Muhammad Qal'aji, Mu'jam Lugat Al-Fuqaha, h. 403.
4
Murtadha Al-'Askari, Ma'alimul Madrasatain, Cetakan Kelima, (Kairo: Maktabah
Maduli, 1993), h. 253.
5
Ali Al-Jurjani, Al-Ta'riifat, (Beirut: Dar al-Kitab Al-Arabi, Cetakan pertama 1405), Bab
Nun, h. 315.
6
Ahmad Nakari, Dustur Al-Ulama' au Jami u Al- Ulum fi Ishtilahati Al-Funun, Juz 3,
(Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah,2000, Cetakan pertama), h. 290.
7
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, Cet.VIII, (Jakarta: Lentera,
2002), h. 394.
8
Muhammad Ali al-Shobuni; Rowai al-Bayan, Tafsir Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an,
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 457.
17

kawin kontrak sebagaimana tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sementara

bahwa melalui kawin kontrak seorang hanyalah menempatkan “istri” sebagai

wanita sewaan yang dapat ditinggal begitu saja setelah waktu yang diperjanjikan

berakhir dan nafsu si pria telah terpenuhi.

2. Sejarah Praktek Nikah Mut‘ah

a. Praktek Nikah Pada Masa Rasulullah SAW

Nikah mut‘ah pernah mengkristal sebagai isu sentral dan banyak dilakoni

para sahabat. Nikah ini terjadi di medan perang. Kala itu, mayoritas tentara islam

adalah golongan pemuda, yakni pria lajang yang tak sempat mengikat dirinya

dengan ikatan benang kasih di bawah atap pernikahan. Sebagai manusia biasa,

bersama gelora darah jihadnya di padang pasir untuk menancapkan syiar islam,

gelora birahi mereka sebagai gejala fitrah insani juga ikut menggejolak menuntut

untuk segera dipenuhi. Mereka mencoba memasung goncangan syahwat itu

dengan melakukan puasa.Tetapi karena mereka harus melakukan kontak senjata

dengan tentara musuh, maka puasa bukanlah solusi efektif untuk meredam hasrat

jiwa yang menyiksa, karena fisik mereka menjadi lemah.Kondisiini yang

kemudian mengantar ide disyariatkannya nikah mut‘ah atau masyhur

disebut“kawin kontrak”. Pada zaman Rasulullah, saat itu Rasulullah mengizinkan

tentaranya yang terpisah jauh dari istrinya untuk melakukan nikah mut‘ah, dari

pada melakukan penyimpangan. Namun kemudian Rasulullah mengharamkannya

ketika melakukan pembebasan kota Mekah pada tahun 8 H / 630 M.

Nikah mut‘ah di awal-awal Islam dihukumi halal lalu dinaskh (dihapus).

Nikah ini menjadi haram hingga hari kiamat.Demikianlah yang menjadi pegangan
18

jumhur (mayoritas) sahabat, tabi’in dan para ulama madzhab dari Sabroh Al-

Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” pernah memerintahkan kami

untuk melakukan nikah mut‘ah pada saat Fathul Makkah ketika memasuki kota

Makkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan Makkah, beliau pun telah

melarang kami dari bentuk nikah tersebut.” (HR. Muslim no. 1406)

Kaum muslim sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW pernah

membolehkan perkawinan ini dalam situas-situasi khusus.9Menurut Muhammad

Bagir Al-Habsyi, nikah mut‘ah atau nikah sementara waktu memang pernah

dipraktikkan di masa Nabi Hal itu dibolehkan karena keadaan darurat akibat

seringnya para sahabat terlibat dalam peperangan-peperangan yang mengharuskan

mereka cukup lama dalam perantauan, jauh dari rumah dan keluarga.10Akan

tetapi, di kalangan orang-orang yang meyakini bahwa kebolehan melakukan nikah

mut‘ah tidak dihapus, menganggap kebolehan nikah mut‘ah bukanlah disebabkan

keadaan darurat.Karena, kalau bolehnya melakukan nikah mut‘ah disebabkan oleh

adanya keadaan darurat, maka tidak mungkin nikah mut‘ah tergolong hukum-

hukum yang dihapus (mansukh).11

9
Muhammad Husain Fadhlullah, Dunia Wanita Dalam Islam, Terj. Muhammad Hasyim
dari judul Dunya Al-Mar'ah (Jakarta: Lentera, 2000), h. 255.
10
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur'an, As-Sunnah dan
Pendapat Para Ulama, …h. 122.
11
Ja'far Murtadha Al-'Amili, Nikah Mut‘ah Dalam Islam, ... h. 55.
19

Menurut Yusuf Al-Qardhawi, rahasia dibolehkan mut‘ah saat itu berkaitan

dengan kondisi masyarakatnya yang berada pada proses menuju suasana

keislaman, populernya disebut masa transisi.12

b. Sejarah Praktek Nikah Mut‘ah di Indonesia

Di Indonesia penulis tidak punya referensi yang tepat tentang sejarah

nikah mut‘ah di negeri ini.Namun literatur secara umum menyebutkan bahwa

tradisi nikah mut‘ah itu merupakan bagian dari komunitas syi’ah.Hingga hari ini

di Iran yang terkenal banyak syiahnya, nikah mut ah itu memang ada.Namun

berbeda dengan praktek yang dilakukan pengikut syiah di negeri ini, nikah

mut ah di Iran berlangsung secara legal dan dengan sistem administrasi yang

tercatat secara resmi.Sedangkan yang dilakukan di negeri ini hampir sulit untuk

dibedakan dengan prostitusi.Sebab mereka yang kawin mut ah di negeri ini

umumnya melakukannya secara ilegal, bahkan banyak kasus dimana orang tua

pihak wanita tidak tahu menahu.Sebab anaknya yang ikut kelompok syiah itu

tidak berhasil men-syiahkan orang tua mereka.Sehingga mereka menikah tanpa

wali.

Data yang ada menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali pengikut syiah

tradisional di negeri ini.Bila sekarang menjadi banyak, tentunya mereka adalah

pengikut syiah yang baru kenal.Misalnya kalangan mahasiswa atau anak muda

yang diakui atau tidak, banyak tertarik dengan service kawin kontrak itu

sendiri.bisa melakukan hubungan seksual tanpa harus bertanggung-jawab. Sebab

persebutuhan oleh dua orang berlainan jenis yang bukan mahram itu bisa

12
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal
Hamidi dari judul Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), h. 257.
20

dilakukan hanya dalam jangka waktu beberapa hari saja.Tetapi dilegalkan

secara agama, tentunya agama syiah sendiri.

Sedangkan dalam pandangan syariah Islam, nikah mut‘ah adalah zina yang

diharamkan Allah SWT.Dalilnya jelas baik dari Quran dan Sunnah. Begitu juga

dari efek negatif kasus nikah mut‘ah yang ternyata dimanfaakan untuk berzina

atas nama agama.Maka dalam pandangan syariah, dosa kawin mut‘ah jauh lebih

besar dari pada datang ke lokalisasi pelacuran.Sebab lelaki hidung belang yang

datang ke lokalisasi itu tahu bahwa zina itu haram, maka mereka sembunyi-

sembunyi.Sedangkan korban rayuan syiah melakukan zina dengan beranggapan

bahwa zina itu halal.13

B. Dasar Hukum Nikah Mut‘ah

Tidak ada perbedaan pendapat bahwa nikah mut‘ah telah dibolehkan pada

masa Rasulullah SAW.Perbedaannya adalah apakah kebolehan itu telah dihapus

(mansukh) atau belum.Para Ulama' terpisah menjadi dua golongan.Golongan

pertama mengharamkan nikah mut‘ah secara mutlak dan golongan kedua

membolehkan nikah mut‘ah secara mutlak.

1. Al Qur’an

Ayat yang membolehkan nikah mut‘ah menurut pendapat kaum Syi’ah

adalah An-Nisa ayat 24.

13
http://trendmuslim.com/6829-2/
21

‫َﺎب ا ﱠِ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َوأ ُِﺣ ﱠﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻣَﺎ َورَاءَ ذَﻟِ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﺗَـْﺒـﺘَـﻐُﻮا‬


َ ‫َﺖ أَﳝَْﺎﻧُ ُﻜ ْﻢ ﻛِﺘ‬
ْ ‫َﺎت ِﻣ َﻦ اﻟﻨِّﺴَﺎ ِء إﱠِﻻ ﻣَﺎ َﻣﻠَﻜ‬
ُ ‫ﺼﻨ‬َ ‫وَاﻟْ ُﻤ ْﺤ‬

‫ﻀﺔً وََﻻ ُﺟﻨَﺎ َح َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ‬


َ ‫ﲔ ﻓَﻤَﺎ ا ْﺳﺘَ ْﻤﺘَـ ْﻌﺘُ ْﻢ ﺑِِﻪ ِﻣْﻨـ ُﻬ ﱠﻦ ﻓَﺂَﺗُﻮُﻫ ﱠﻦ أُﺟُﻮَرُﻫ ﱠﻦ ﻓَ ِﺮﻳ‬
َ ‫ِﺤ‬
ِ ‫ﲔ َﻏْﻴـَﺮ ُﻣﺴَﺎﻓ‬
َ ِ‫ﺼﻨ‬
ِ ‫َِْﻣﻮَاﻟِ ُﻜ ْﻢ ُْﳏ‬

.(٢٤ :‫ )ﺳﻮرة اﻟﻨﺴﺎء‬.‫ﻀ ِﺔ إِ ﱠن ا ﱠَ ﻛَﺎ َن َﻋﻠِﻴﻤًﺎ َﺣﻜِﻴﻤًﺎ‬


َ ‫ﺿْﻴـﺘُ ْﻢ ﺑِِﻪ ِﻣ ْﻦ ﺑـَ ْﻌ ِﺪ اﻟْ َﻔ ِﺮﻳ‬
َ ‫ﻓِﻴﻤَﺎ ﺗَـﺮَا‬
Artinya :“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu)
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Annisa 24)

Penjelasan tentang bolehnya Nikah Mut‘ah ada pada awal ayat ِ‫ﻓَﻤَﺎ ا ْﺳﺘَ ْﻤﺘَـ ْﻌﺘُ ْﻢ ﺑِﻪ‬
yang digunakan oleh ulama Syiah sebagai dasar hukum di bolehkannya Nikah
Mut‘ah
Sedangkan ayat yang tidak membolehkan nikah mut‘ah (Haram) menurut
MUI sesuai fatwa:

(٦) ‫ﲔ‬
َ ‫َﺖ أَﳝَْﺎﻧـُ ُﻬ ْﻢ ﻓَِﺈﻧـﱠ ُﻬ ْﻢ َﻏْﻴـ ُﺮ َﻣﻠُﻮِﻣ‬
ْ ‫َاﺟ ِﻬ ْﻢ ْأو ﻣَﺎ َﻣﻠَﻜ‬
ِ ‫( إﱠِﻻ َﻋﻠَﻰ أَزْو‬٥) ‫ُوﺟ ِﻬ ْﻢ ﺣَﺎﻓِﻈُﻮ َن‬
ِ ‫وَاﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ُﻫ ْﻢ ﻟِ ُﻔﺮ‬

.(٧ -٥ :‫ )ﺳﻮرة اﳌﺆﻣﻨﻮن‬.(٧) ‫ِﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟْﻌَﺎدُو َن‬


َ ‫ِﻚ ﻓَﺄُوﻟَﺌ‬
َ ‫ﻓَ َﻤ ِﻦ اﺑْـﺘَـﻐَﻰ َورَاءَ ذَﻟ‬

Artinya :“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri


mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.S. Al Mu’minuun 5-7)

2. Hadist

Di antara hadits yang menyebutkan dibolehkannya nikah mut‘ah pada

awal Islam ialah:


22

‫ِﱐ ﻗَ ْﺪ‬
ِّ‫س إ‬
ُ ‫ َ أَﻳـﱠﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ‬: ‫َﺎل‬
َ ‫ﻋَﻦ اﻟﺮﱠﺑﻴِﻊ ﺑﻦ َﺳْﺒـﺮَة َﻋ ْﻦ أَﺑِﻴْﻪِ رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﻪ أَﻧﱠﻪُ ﻛَﺎ َن َﻣ َﻊ َرﺳُﻮِْل ﷲ ﷺ ﻓَـﻘ‬

‫ﻓَ َﻤ ْﻦ ﻛﺎَ َن‬, ‫ِﻚ إ َِﱃ ﻳـَﻮِْم اﻟْ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ‬


َ ‫ َو إِ ﱠن ﷲَ ﻗَ ْﺪ َﺣﱠﺮَم ذﻟ‬, ‫ْﺖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﰲ اﻻ ْﺳﺘِﻤْﺘﺎَِع ِﻣ َﻦ اﻟﻨِّﺴَﺎ ِء‬
ُ ‫ْﺖ أَ ِذﻧ‬
ُ ‫ُﻛﻨ‬

” ً‫ َو َﻻ َْ ُﺧﺬُوْا ﳑِﱠﺎ آﺗَـﻴْﺘﻤ ُْﻮُﻫ ﱠﻦ َﺷﻴْﺌﺎ‬, ُ‫ْﻞ َﺳﺒِْﻴـﻠَﻪ‬


ِ ‫ِﻋْﻨ َﺪﻩُ ِﻣْﻨـ ُﻬ ﱠﻦ َﺷ ْﻲءٌ ﻓَـ ْﻠﻴُﺨ‬

Artinya: “Dari Rabi` bin Sabrah, dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
ia bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda:
“Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan
mut‘ah dengan wanita.Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengharamkannya hingga hari Kiamat. Barangsiapa yang mempunyai sesuatu
pada mereka , maka biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah
diberikan”.14
Ada juga hadits lain yang menjelaskan nikah mut‘ah :
Dari Ibnu Mas’ud, iaberkata : Kami pernah berperang bersama Rasulullah SAW
dan tidak ada wanita yang berserta kami. Kemudian kami bertanya, “Tidakkah
(sebaiknya) kami berkebiri saja ?”. Maka Rasulullah SAW melarang kami dari yang
demikian itu, kemudian beliau memberi keringanan kepada kami sesudah itu, yaitu
dengan cara mengawini wanita sampai batas waktu tertentu dengan (imbalan) pakaian,
lalu Abdullah bin Mas’ud membaca (firman Allah), “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang dihalalkan Allah atas kamu”.
(QS. Al-Maidah : 87) [HR. Ahmad, Bukharidan Muslim]

‫م ﻋﺎم او ﻃﺎس ﰲ اﳌﺘﻌﻤﺔ ﺛﻼﺛﺔ أ م ﰒ ﻲ ﻋﻨﻬﺎ‬.‫رﺧﺺ رﺳﻮل ﷲ ص‬

Artinya: “Rasul Allah pernah memberikan keringanan pada tahun authas (waktu
perang khaibar, umrah qadha, tahun memasuki makkah, perang tabuk, dan waktu
haji wada’)untuk melakukan mut‘ah selama tiga hari, kemudian nabi
melarangnya’’.

C. Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Nikah Mut‘ah menurut Syiah

Salah satu aliran yang membolehkan nikah mut‘ah dalam Islam adalah

syi’ah, hal itu pun dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu:

14
Fatwa MUI tentang Nikah Mut‘ah di tetapkan pada tanggal 25 Oktober 1997.
23

1. Aqad.

Aqad. Karena ada dan tidaknya suatu ikatan itu tergantung pada akad.

Adanya ijab qabul dengan menggunakan dua kata yang dapat menunjukan atau

memberi arti yang dapat difahami kedua belah pihak sebagai nikah mut‘ah.

Bentuk aqad dalam nikah mut‘ah adalah sebagai berikut:15

. . . ‫ ﺑﻜﺬا و ﻛﺬا‬. . . ‫أﺗﺰوﺟﻚ ﻣﺘﻌﺔ ﻛﺬا و ﻛﺬا‬


Artinya: "Saya nikahi kamu secara mut 'ah dengan waktu sekian dan
mahar sekian...."

2. Batasan Waktu

Kedua, harus ada kesepakatan tentang batasan waktu. Jika tidak

disebutkan batasan waktunya, maka setatus nikahnya menjadi permanen. Dan

adanya batasan waktu itulah yang paling membedakan diantara dua nikah

tersebut. Karena itu dalam Al-Kafi, Abu 'Abdullah berpendapat bahwa tidak ada

nikah mut‘ah jika tidak ada batasan waktu.16

3. Mahar

Sebagaimana dalam nikah permanen, dalam nikah mut‘ah, pihak laki-laki

wajib memberi mahar kepada pihak perempuan. Sebagaimana yang dikatakan

oleh Abu Abdullah, yang penulis sampaikan pada pembahasan sebelumnya,

bahwa nikah mut‘ah itu tidak sah kecuali dengan batasan waktu dan mahar.

Adapun bentuk dari mahar itu tidak mengikat. Bisa harta benda, uang, perhiasan,

15
Muhammad Ya‟kub Al-Kulaini, Furu' Al-Kafi, Juz III, Jilid 5, Bab Syurud Al-Mut‘ah,
(Beirut: Daru At-Ta'aruf lil Matbu'at, 1993), h. 461.
16
Muhammad Al-Kadzimi Al-Quzwayni, Al-Mut‘ah Baina Al-Ibahah wa Al-Hurmah,
Edisi Indonesia diterjemahkan oleh M. Djamaluddin Miri ke dalam bahasa indonesia dengan judul
Nikah Mut‘ah Antara Halal dan Haram, (Jakarta: Yayasan As-Sajjad, 1995), h. 16.
24

perabotan rumah tangga, binatang, ataupun berbentuk jasa dan tidak ada batas

minimal dan maksimal pemberiannya, segala sesuatu yang dapat dijadikan harga

dalam jual beli dapat dijadikan mahar.17

4. Adanya calon suami istri.

Tidak mungkin rukun yang tiga di atas tadi terlaksana jika tidak ada kedua

ini. Lazimnya dalam pernikahan permanen, dalam nikah mut‘ah juga terdapat

calon suami dan istri, dan ini merupakan kesepakatan para ulama madzab baik

dikalangan sunni maupun syi'ah. Dalam hal ini, calon suami istri adalah orang

yang tidak terhalang oleh ketentuan syara' untuk melangsungkan akad pernikahan,

baik itu karena nasab maupun sesusuan, ataupun tidak sedang menjadi istri orang

lain dan tidak dalam waktu 'iddah.18

5. Tidak ada kewajiban memberi nafkah

Selain keempat rukun diatas, masih ada beberapa ketentuan lain berkaitan

dengan nikah mut‘ah dalam pandangan kaum Syi'ah (yang biasa disebut juga

madzhab Ja'fary). Bahwa dalam nikah mut‘ah tidak ada kewajiban memberi

nafkah, karena sudah cukup dengan pembayaran mahar yang disetujui bersama

pada saat dilangsungkannya aqad nikah. Dalam hal ini, pihak perempuan punya

hak tawar di awal, ia berhak menentukan besar kecilnya mahar, yang sekiranya

pihak laki-laki nanti tidak memberi nafkah, hal itu tidak menjadi persoalan.19

6. Boleh menikah lebih dari empat wanita

17
Muhammad Al-Kadzimi Al-Quzwayni, Al-Mut‘ah Baina Al-Ibahah wa Al-Hurmah, h.
364.
18
Faishal Rusydi, Pengesahan Kawin Kontrak Pandangan Sunni & Syi'ah, (Yogyakarta:
Nuansa Aksara, 2007), h. 54.
19
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, h. 394.
25

Mengenai jumlah wanita yang dimut‘ah, tidak ada batasan tertentu. Dan

dia tidak termasuk wanita yang empat (jumlah wanita yang boleh dinikahi dalam

nikah permanen) dan hal itu karena mereka dibayar, jadi terserah kepada laki-laki

berapa yang ia inginkan darinya.20

7. Tidak Perlu saksi dan wali

Yang lebih membedakan lagi dengan nikah permanen adalah, bahwa

dalam nikah mut‘ah tidak diperlukan adanya saksi, sama seperti dalam pandangan

Syi'ah Imamiyah tentang tidak wajibnya persaksian dalam nikah biasa. Bahkan,

jika seorang wanitanya sudah baligh, dia berhak menentukan nasibnya sendiri

tanpa ada intervensi dari orang tuanya dalam memilih calon suami. Jika demikian

nikah mut‘ah bisa dilaksanan antara dua orang saja (calon suami istri).21

8. Tidak ada hak waris

Sedangkan dalam masalah warisan, tidak ada hak waris dan mewarisi.

Walaupun beberapa riwayatnya (pendapat Syi'ah) ada yang bertentangan, namun

riwayat yang sah menurut kebanyakan mereka adalah yang mengatakan tidak ada

waris dalam nikah mut‘ah, kecuali jika dalam akadnya tidak ada ikatan waktu,

artinya nikah itu adalah nikah dawam. Sehingga tidak masuk kategori nikah

mut‘ah, jika demikian maka ada hak waris bagi yang ditinggal mati. 22

Melihat beberapa ketentuan nikah mut‘ah dari yang telah penulis paparkan

di atas, maka pelaksanaan nikah mut‘ah yang terjadi di Desa Tugu Utara Cisarua

Bogor, hampir sama dengan ketentuan nikah mut‘ah dalam pemahaman syi’ah.

20
Abu Ja'far bin Hasan Ath-Thusi, Al-Istibshar fima Ikhtalafa Min Al-Akhbar, (Beirut,
Darul Adhwa', 1992), h. 209.
21
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, h. 346.
22
Abu Ja'far bin Hasan Ath-Thusi, Al-Istibshar fima Ikhtalafa Min Al-Akhbar, h. 213.
26

Baik dari aqad (waktu yang telah ditentukan), tidak adanya kewajiban untuk

membayar mahar dan menafkahi, tidak adanya saksi dan wali dalam hal ini wanita

pun pernikahan bisa terlaksana dengan hanya adanya du orang (calon suami dan

istri), dan kebolehan untuk menikahi banyak wanita.

D. Dampak Nikah mut‘ah

Dengan dilangsungkannya perkawinan antara seorang laki-laki dengan

seorang perempuan maka akan mengakibatkan adanya suatu akibat-akibat yang

akan ditimbulkan. Baik itu mengakibatkan hubungan batin serta menimbulkan hak

dan kewajiban diantara masing-masing baik seorang suami maupun seorang isteri

secara timbal balik. Begitu juga dilangsungkannya suatu perkawinan maka akan

menimbulkan juga hubungan antara orang tua dengan seorang anak atau

keturunannya dan terhadap harta benda dalam perkawinan.

Apabila dihubungkan dengan suatu perkawinan yang sifatnya hanya

sementara atau bisa dikatakan dengan nikah mut‘ah maka akibat yang akan

ditimbulkan dari pernikahan mut‘ah tersebut tidaklah sama dengan akibat

perkawinan yang sah menurut agama dan undang-undang. Tujuan dari nikah

mut‘ah didasari untuk menyalurkan nafsu seksual secara halal untuk jangka

sementara waktu dan menghindari diri dari perzinahan biasanya dilakukan dalam

keadaan darurat atau peperangan. Akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan nikah

mut‘ah antara lain:23

23
Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Tangsel: C.V.
Pamulang, 2005), h. 38.
27

a. Tidak adanya Mawaddah dan Rahmah

Keberadaan mawaddah dan rahmah dalam suatu perkawinan sangat lah

penting, karena itu dijadikan pondasi untuk bagaimana mengatasi berbagai

permasalahan yang terjadi dalam suatu hubungan berkeluarga. Dari sini dapat kita

bayangkan bagaimana dampak negatif nya perkawinan tersebut yang berjalan

tanpa adanya mawaddah dan rahmah

b. Tidak adanya Nafkah

Kewajiban suami untuk menanggung pemberian nafkah pada istri dan

anak-anak merupakan konsekwensi dari kedudukannya sebagai kepala rumah

tangga. Kewajiban semacam ini jelas tidak ada dalam nikah mut‘ah.Karena hal-

hal yang berkenaan dengan kesejahteraan merupakan hal-hal yang harus dibuang

dalam perkawinan ini, yang terpikirkan hanyalah kepuasan biologis.

c. Tidak adanya tanggung jawab terhadap anak

Dalam hal tanggung jawab terhadap anak, didalam nikah permanen

seorang ayah bertanggungjawab atas nafkah dan pendidikan anak, meskipun telah

terjadi perceraian.Jika anak masih kecil maka isterilah yang paling berhak

memelihara dan merawat anak itu hingga dewasa. Tetapi dalam nikah mut‘ah

sang suami tidak selalu berstatus ayah, tergantung pada perjanjian ketika akad

dilangsungkan, apakah anak itu ikut bapaknya atau ibunya, begitu pula dengan

masalah pendidikan dan tanggungjawabnya. Anak dari hasil nikah mut‘ahtersebut

dinasabkan pada sang ayah.


28

d. Tidak adanya mekanisme cerai

Mekanisme cerai sebagaimana di jelaskan di muka, tidak dikenal dalam

kawin mut‘ah. Hal ini di karenakan pada masa perkawinan telah ditetapkan pada

awal akad, sehingga perkawinan mut‘ah akan selesai dengan sendirinya, ketika

masa berlakunya habis. Tentunya dengan demikian ini menjadi kerugian bagi

wanita karena tidak mendapat mut‘ah talaq dari pria yang menikmati

e. Tidak adanya mekanisme pewarisan

Dalam hal harta warisan, didalam nikah permanen jika suami atau isteri

meninggal maka antara suami atau isteri bisa saling mewarisi. Berbeda dengan

nikah mut‘ah dimana suami isteri tidak saling mewarisi meskipun anaknya dapat

mewarisi harta warisan ayah dan ibunya.

E. Pandangan Ulama serta Fatwa MUI tentang Nikah Mut‘ah

1. Pandangan Ulama tentang Nikah Mut‘ah

Pendapat golongan pertama memandang haram nikah mut‘ah secara

mutlak terdiri dari kalangan sahabat seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abi Umrah Al-

Anshari. Dari kalangan fuqaha' ialah Abu Hanifah, Maliki, Syafi'i, Ahmad bin

Hanbal. Mereka menganggap bahwa Rasulullah SAWtelah mengharamkannya.24

Imam Al-Qurtubi berpendapat bahwa hukum nikah mut‘ah adalah

haram,25 begitu pula Sa'id Hawwa, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Al-Maraghi,

bahkan Muhammad Ali al-Shabuni membuat sub bab "Al- Adillah Al-Syar'iyyah

wa Al-'Aqliyah 'Ala Tahrim Al-Mut‘ah" dalam kitab Tafsirnya.

24
Ramlan Yusuf Rangkuti, Nikah Mut‘ah Dalam Perspektif Hukum Islam, h. 87. Lihat
juga, Abdur Rahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, (Beirut: Darul fikr, 1989), Jilid
4, h. 90-93.
25
Farid Abdul Aziz Al-Jundi, Jami' Al-Ahkam Al-Fiqhiyyah li Al-Imam Al-Qurtubimin
Tafsirihi, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, cetakan kedua 2005), Juz II, h. 202.
29

Jadi menurut pandangan golongan yang pertama ini menyatakan sepakat

bahwa memang pernah dibolehkan oleh Allah SWT melalui Nabi SAW dan telah

terjadi secara kenyataan perkawinan mut‘ah tersebut pada waktu tertentu.Namun

kebolehan nikah mut‘ah itu sudah dicabut, dengan arti sekarang hukumnya telah

haram.26

Berbeda dengan pendapat pertama, pendapat golongan kedua, yakni

golongan yang memandang halal nikah Mut‘ah secara mutlak.Muncul dari

golongan syi'ah Imamiyah.27 Mereka membolehkan pernikahan ini karena

menganggap bahwa tidak ada penghapusan (mansukh) dari Nabi Muhammad

SAW justru Umar bin Khattablah yang melarangnya.28

Golongan kedua ini selain berpijak pada dasar dari hadits-hadits yang

bersumber dari kalangan Ahlul Bait, juga sering menukil riwayat dari Ahlus

Sunnah dalam berargumen akan kehalalan nikah mut‘ah. misalnya, Al-Habsyi

dalam Fiqh Praktis-nya, menyatakan, para ulama dari kelompok Ahlussunnah

mengatakan bahwa adanya beberapa orang dari sahabat Nabi yang memfatwakan

tetap halalnya pernikahan seperti itu, besar kemungkinannya karena larangan Nabi

tersebut tidak sampai kepada mereka. Setelah disampaikan kepada mereka,

ternyata mereka menarik kembali fatwanya, seperti yang terjadi pada diri

Abdullah bin Abbas yang kemudian menegaskan bahwa dibolehkannya mut‘ah

hanyalah dalam keadaan darurat yang sangat, sebagaimana dibolehkannya makan

26
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana 2006), h. 103.
27
Ramlan Yusuf Rangkuti, Nikah Mut‘ah Dalam Perspektif Hukum Islam,h. 90.
28
Murtadha Al-'Askari, Ma'alimul Madrasatain., h. 257.
30

bangkai dan daging babi di saat-saat yang sangat darurat.29 Tetapi dalam

pandangan kelompok ini, riwayat yang lebih terkenal dari Ibnu Abbas adalah ia

tidak mencabut fatwanya, bahkan menambah bacaan surat An-Nisa' ayat 24 untuk

penegasan halalnya nikah ini, serta perkataan: "Kalaulah Umar tidak

mengharamkan nikah mut‘ah, maka tidak akan berzina kecuali orang yang benar-

benar celaka". Mereka banyak menisbatkan penjelasan itu dengan mengutip

riwayat dan penafsiran Ahlussunnah, yang menurut mereka banyak dari penulis

itu menisbatkanya kepada Ibnu Abbas.

Sebelum datang agama islam, di tanah Arab lazim dilakukan perkawinan

sementara waktu, perkawinan semacam itu pada saat ini terkenal dengan nikah

kontrak, sebagaimana terdapat dalam hadist nabi dari salamah bin akwa menurut

riwayat muslim yang mengatakan:

‫م ﻋﺎم او ﻃﺎس ﰲ اﳌﺘﻌﻤﺔ ﺛﻼﺛﺔ ﰒ أ م ﻲ ﻋﻨﻬﺎ‬.‫رﺧﺺ رﺳﻮل ﷲ ص‬


Artinya: “Rasul Allah pernah memberikan keringanan pada tahun authas
(waktu perang khaibar, umrah qadha, tahun memasuki makkah,
perang tabuk, dan waktu haji wada’ untuk melakukan mut‘ah
selama tiga hari, kemudian nabi melarangnya”.

Berdasarkan hadist diatas ulama’ sepakat bahwa memang telah

diperbolehkan oleh nabi dan telah terjadi secara kenyataan perkawinan mut‘ah

pada waktu lampau, namun dalam kebolehannya waktu ini terdapat perbedaan

pendapat antar ulama’ Ahlu sunnah dengan syi’ah Imamiyah. Jika ahlu sunnah

telah melarang pelaksanaan nikah mut‘ah, meskipun sebelumnya diperbolehkan,

29
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur'an, As-Sunnah dan
Pendapat Para Ulama,…h. 112.
31

maka golongan syi’ah dengan pendapatnya memperbolehkan. Alasan mereka

karna nikah mut‘ah dahulunya sudah merupakan ijma’ para ulama’.30

Sebagian para ulama mengatakan bahwa lafadz hadits Ali, yaitu riwayat

Ibnu Uyainah dari Zuhri ada kalimat yang didahulukan dan diakhirkan, karena

beliau berucap kepada Ibnu ‘Abbas jauh setelah kejadian Seharusnya ucapan

beliau, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging

keledai pada masa Khaibar dan melarang mut‘ah.Dengan demikian, mut‘ah dalam

riwayat ini tidak lagi ada secara tegas waktu Khaibar.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Para ulama berselisih, apakah

mut‘ah dilarang pada masa Khaibar?,Ada dua pendapat. Dan yang shahih,

larangan hanya pada masa penaklukan kota Makkah, sedangkan pelarangan waktu

Khaibar hanya sebatas daging keledai. Hanya saja Ali berkata kepada Ibnu

‘Abbas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mut‘ah

pada hari Khaibar, dan juga melarang makan daging keledai untuk memberi

alasan (pengharaman) pada dua permasalahan tersebut kepada Ibnu ‘Abbas.Maka

para rawi menyangka, bahwa ikatan hari Khaibar kembali kepada dua hal itu, lalu

mereka meriwayatkan dengan makna”.

Sedangkan riwayat pengharaman mut‘ah pada perang Authas atau Hunain,

yaitu hadits Salamah bin Akwa`. Berhubung perang Authas dan tahun penaklukan

Mekkah pada tahun yang sama, maka sebagian ulama menjadikannya satu waktu,

yaitu pada penaklukan Mekkah.

30
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta; kencana, Cetakan
ke-3.2006. Hal 100-102.
32

Melihat pada semua riwayat yang shahih tentang pengharaman nikah

mut‘ah, bahwa telah berlaku pembolehan kemudian pelarangan beberapa

kali.Diperbolehkan sebelum Khaibar, lalu diharamkan, kemudian diperbolehkan

tiga hari penaklukan Mekkah, kemudian diharamkan hingga hari Kiamat.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Tidak ada keraguan lagi, mut‘ah

diperbolehkan pada permulaan Islam. Sebagian ulama berpendapat, bahwa

dihalalkan kemudian dinasahkan (dihapus), lalu dihalalkan kemudian dinasahkan.

Sebagian yang lain berpendapat, bahwa penghalalan dan pengharaman berlaku

terjadi beberapa kali.”31

Al-Qurthubi berkata, “Telah berkata Ibnul ‘Arabi, ‘Adapun mut‘ah, maka

ia termasuk salah satu keunikan syari’ah; karena mut‘ah diperbolehkan pada awal

Islam kemudian diharamkan pada perang Khaibar, lalu diperbolehkan lagi pada

perang Awthas kemudian diharamkan setelah itu, dan berlangsung pengharaman.

Dan mut‘ah -dalam hal ini- tidak ada yang menyerupainya, kecuali permasalahan

kiblat, karena nasakh (penghapusan) terjadi dua kali, kemudian baru hukumnya

stabil’.”Bahkan sebagian ulama yang belum menyaring semua riwayat tentang

mut‘ah, mereka mengatakan telah terjadi tujuh kali pembolehan dan tujuh kali

pelarangan.32

Para ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait

nikah mut‘ah dalam forum Bahtsul Masail Dinyah Munas NU pada November

1997 di Nusa Tenggara Barat.Dalam fatwanya, ulama NU menetapakan bahwa

31
http://abangdani.wordpress.com/2012/03/19/hukum-nikah-mutah-dalam-islam/ di akses
pada tanggal 12 Februari 2017.
32
http://abangdani.wordpress.com/2012/03/19/hukum-nikah-mutah-dalam-islam/ di akses
pada tanggal 22 Februari 2017.
33

nikah mut‘ah atau kawin kontrak hukumnya haram dan tidak sah. ''Nikah mut‘ah

menurut ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya mazhab empat , hukumnya

haram dan tidak sah,'' demikian bunyi fatwa ulama NU. Nikah mut‘ah

berdasarkan jumhur fuqaha termasuk salah satu dari empat macam nikah fasidah

(rusak atau tak sah).

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga telah

menetapkan fatwa terkait kawin kontrak atau nikah mut‘ah.Para ulama

Muhammadiyah menyatakan bahwa nikah mut‘ah hukumnya haram. Hal itu

didasarkan pada hadis yang diriwayatkan ath-Thabraniy dari al-Harits bin

Ghaziyyah: ''Dari al-Harits bin Ghaziyyah, ia berkata: saya mendengar Nabi SAW

bersabda pada hari penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah), ''Nikah mut‘ah

dengan wanita itu haram.’’ Majelis tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam

fatwanya menegaskan, keharaman nikah mut‘ah tak hanya sebatas kepada pihak

laki-laki dan wanita yang mengetahui bahwa nikah yang mereka lakukan adalah

mut‘ah.Tetapi juga berlaku secara umum, baik pihak wanita itu mengetahuinya

maupun tidak mengetahuinya. ''Orang-orang yang melakukan nikah mut‘ah

sekarang ini, menurut hadis di atas jelas telah melakukan hal yang diharamkan,''

tegas Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.33

Dalam menyikapi perbedaan pendapat ulama seputar hukum nikah mut‘ah

antara kelompok Sunni dan Syi’ah tersebut, M. Quraish Shihab, sebagai salah

seorang ulama tafsir Indonesia justru mengeluarkan pernyataan argumentatif dan

retrorika, yang menyatakan sebagai berikut : Anda telah membaca di atas tentang

33
http://nihayatulifadhloh.blogspot.co.id/2014/12/nikah-mutah-dalam-pandangan-hukum-
islam.html di akses pada tanggal 22 februari 2017.
34

pendapat yang berbeda menyangkut mut‘ah, kehalalan atau keharamannya serta

syarat-syaratnya. Masing- masing mengemukakan alasannya sehingga ulama

sepakat menyatakan bahwa nikah mut‘ah yang memenuhi syarat-syaratnya tidak

identik dengan perzinaan. Kita juga dapat berkata bahwa, seandainya alasan

ulama Syiah diakui oleh ulama Sunni, tentulah ulama Sunni tidak akan

menyatakan haramnnya mut‘ah, demikian juga sebaliknya, seandainya ulama

Syiah puas dengan alasan-alasan kelompok ulama Sunni, tentulah mereka tidak

menghalalkannya. Namun, kalau hendak menempuh jalan kehati-hatian, tidak

melakukan mut‘ah jauh lebih aman ketimbang melakukannya -kendati anda

menilainya halal- karena tidak ada perintah, bahkan anjuran, untuk melakukannya.

Kalau hendak menempatkan perempuan dalam kedudukan terhormat, tentu

seseorang pun tidak akan rela melakukan mut‘ah. Lalu, yang tidak kurang

pentingnya adalah kalau hendak meraih kesucian jiwa, menghindari sedapat

mungkin panggilan debu tanah -seperti makan, minum, dan hubungan seks

merupakan jalan mendaki yang wajar ditempuh.

2. Fatwa MUI tentang Nikah Mut‘ah

Para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang hukum nikah

mut‘ah.Lalu bagaimanakah hukum kawin kontrak dalam pandangan Islam?Dewan

Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa hukum nikah

mut‘ah pada 25 Oktober 1997.

Dalam fatwanya, MUI memutuskan bahwa nikah kontrak atau mut‘ah

hukumnya haram. Fatwa nikah kontrak yang ditandatangani Ketua Umum MUI,

KH Hasan Basri dan Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ibrahim Hosen itu juga
35

bersikap keras kepada pelaku nikah mut‘ah. ''Pelaku nikah mut‘ah harus

dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku,'' begitu bunyi poin kedua keputusan fatwa nikah mut‘ah. Sebagai dasar

hukumnya, MUI bersandar pada Alquran surah al-Mukminun ayat 5-6. ''Dan

(diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara kemaluannya kecuali

terhadap istri dan jariah mereka: maka sesungguhnya mereka (dalam hal ini) tiada

tercela.''34

Berdasarkan ayat itu, MUI menyatakan bahwa hubungan kelamin hanya

dibolehkan kepada wanita yang berfungsi sebagai istri atau jariah.Sedangkan,

papar MUI, wanita yang diambil dengan jalan mut‘ah tak berfungsi sebagai sitri,

karena ia bukan jariah. MUI berpendapat akad mut‘ah bukan akan nikah,

alasannya: Pertama, tak saling mewarisi. Sedangkan nikah menjadi sebab

memperoleh harta warisan.Kedua, iddah mut‘ah tak seperti iddah nikah biasa.

Nikah mut‘ah dinilai MUI pertentangan dengan persyarikatan akad nikah, yakni

mewujudkan keluarga sejahtera dan melahirkan keturunan. MUI pun menganggap

nikah mut‘ah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yakni UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

34
Maruf Amin, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Emir, 2015), h.
350.
BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KAMPUNG WARUNG KALENG DESA

TUGU UTARA KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR (JAWA

BARAT)

A. Letak Geografis dan Letak demografi

1. Kondisi Fisik dan Wilayah

Desa Tugu Utara merupakan salah satu desa yang terletak di Wilayah

kecamatan Cisarua kabupaten Bogor yang terdiri dari 6 (enam) Rukun Warga, 24

(dua Puluhempat) Rukun Tetangga, 3 (tiga) Dusun.1

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari lapangan, Data Monografi Desa

Tugu Utara Tahun 2017 dimana luas Wilayah sekitar 1.703 Ha.Dengan batas wilayah

Desa Tugu Utara sebagai berikut:

Table 2

Batas Wilayah

No. Batas Wilayah Desa/Kelurahan

1 Wilayah Utara Kecamatan Suka Makmur

2 Wilayah Timur Kecamatan Pacet/Cianjur

3 Wilayah Selatan Desa Tugu Selatan

4 Wilayah Barat Desa Batulayang

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017
1
Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

36
37

Adapun jarak yang ditempuh dari kelurahan DesaTugu Utara ke Ibukota

Kecamatan, Kabupaten, Ibukota Provinsi, dan Ibukota Negara adalah sebagai berikut:

Table 2

Jarak Tempuh

No. Wilayah Jarak

1 Ibukota Kecamatan 3,5 Km

2 Ibukota Kabupaten 44 Km

3 Ibukota Provinsi 95 Km

4 Ibukota Negara 78 Km

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

Kelurahan Desa Tugu Utara merupakan daerah dataran tinggi atau daerah

puncak yang terletak berada ketinggian antara 650 s/d 1.200 M dari permukaan air

laut, daerah ini merupakan daerah puncak dan memiliki iklim dengan curah hujan

3178 Mm/Tahun dengan jumlah 167 hari/Tahun dan suhu rata-rata harian yaitu 23.91

derajat Celcius.2

2. Struktur Pemerintahan DesaTugu Utara

Dalam pemerintahan DesaTugu Utara ada beberapa targetan yang harus

dicapai, dengan Visi dan Misi sebagai berikut:

2
Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017
38

Visi:

Terwujudnya Tugu Utara menjadi desa mandiri yang Bertaqwa, Berdaya,

Berbudaya, Menuju Masyarakat Sejahtera.

Misi:

 Meningkatkan Kinerja pemerintahan Desa Profesionalisme, aparatur dan

Kualitas pelayanan public

 Meningkatkan peran dan kapasitas Unsur Lembaga kemasyarakatan

 Mendorong terbentuknya Usaha kecil mikro yang berbasis Masyarakat

 Pembentukan kelompok-kelompok belajar (Pendidikan Luar sekolah /PLS)

 Peningkatan kualitas sarana dan prasarana kesehatan bagi warga Masyarakat

 Pengembangan Sumber Daya Alam dalam menunjang sektor kepariwisataan

dalam bingkai kearifan lokal

 Revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES)

Sarana dan Prasana Pemerintahan yang ada di Desa Tugu Utara

Table 3

No. Sarana dan Prasana Jumlah

1 Kantor Kepala Desa 1 Unit

2 Balai Pertemuan Aula 1 Unit

3 Poskamdes 1 Unit

4 Posyandu 14 Unit

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017
39

Dengan Susunan kepengurusan kelurahan Desa Tugu Utara, sebagai berikut:

Susunan kepengurusan Pemerintahan Desa tugu Utara

Kepala Desa : Asep Ma’mun Nawawi

Kaur Pemerintahan : Nandar Winandar

Kaur Pembangunan : Doni Adi Syahputra

Kaur Umum : Haryati

Kaum Perekonomian : Iyom St Maryam

Kaur Kesra : Agus Kurniawan

Kaur Keuangan : Yuni Yunita

Staf Kaur 1 : A.Subandi

Staf Kaur 2 : Endri Setiawan

3. Penduduk

Jumlah penduduk kelurahan Desa Tugu Utara sampai bulan April tahun 2017

tercatat berjumlah 11.048 Jiwa yang terdiri dari 3.150 Jiwa Kepala Keluarga. Dengan

ketentuan sebagai berikut:

Table 4

Jumlah Penduduk keseluruhan

No. Jenis Kelamin Jumlah Jiwa

1 Laki-laki 5.691

2 Perempuan 5.257

Jumlah 11.048
40

Kepala Keluarga 3.150

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

Berdasarkan table diatas jumlah penduduk di DesaTugu Utara lebih banyak di

dominasi oleh kaum laki-laki di bandingkan perempuan.

Jumlah pernikahan yang tercatat di KUA Cisarua pada Tahun 2017 sampai

terakhir bulan April dengan jumlah 372 pernikahan, dengan jumlah rincian perbulan,

sebagai berikut:

Table 5

Tingkat pernikahan perbulan

No Bulan Jumlah Pernikahan

1 Januari 115

2 Februari 66

3 Maret 105

4 April 86

Sumber data: Arsip Catatan Nikah KUA. Cisarua. Kab Bogor Tahun 2017

4. Pendidikan

Mengenai gambaran tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Desa Tugu

Utara secara keseluruhan tingkat pendidikan penduduk tersebut dapat di lihat dalam

table sebagai berikut:


41

Table 6

Keadaan penduduk berdasarkan tingkat Pendidikan Desa Tugu Utara

No Tingkat pendidikan Jumlah Jiwa

1 Buta Huruf 2 Orang

2 BelumSekolah 1.584 Orang

3 TidakTamat SD 1.137 Orang

4 Tamat SD 4.436 Orang

5 Tamat SLTP 1.982 Orang

6 Tamat SMU 1.665 Orang

7 Tamat D-1 s/d D-3 152 Orang

8 Tamat S-1 s/d S-3 16 Orang

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

Dari table diatas dapat digambarkan bahwa pendidikan masih dibawah

standar, karena kebanyakan penduduk kelurahan Desa Tugu Utara yang hanya

sekolah sampai jenjang pendidikan SD.

Adapun yang terkait dengan pembangunan sarana prasaran di daerah Desa

Tugu Utara dapat digambarkan pada table berikut :


42

Table 7

Sarana dan Prasarana Pendidikan

No Sarana pendidikan Jumlah

1 TK 6 Buah

2 SD 4 Buah

3 SMP 0 Buah

4 SLTP 0 Buah

5 Lembaga pendidikan Agama 6 Buah

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

Table 8

Sarana prasarana Peribadatan

No Sarana Peribadatan Jumlah

1 Madrasah 0 Buah

2 Pondok Pesantren 4 Buah

3 Mushola 26 Buah

4 Majlis Ta’lim 12 Buah

5 Masjid Jami 18 Buah

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017
43

Dari table diatas merupakan sarana dan prasarana pendidikan dan sarana dan

prasarana peribadatan, dan ada beberapa sarana dan prasarana lainnya yang berada di

kelurahan DesaTugu Utara seperti sebagai berikut :

Tabel 9

Sarana dan prasarana lainnya

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Kesehatan (Posyandu) 14 Buah

2 Kantor Desa 1 Buah

3 Balai Pertemuan 1 Buah

4 Pos Kamling

5 Perhubungan 1 Buah

6 Perdagangan 5 Buah

7 Villa 57 Buah

8 Hotel dan Restoran 16 Buah

9 Wisma 2 Buah

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

5. Keagamaan

Mengenai tentang agama, masyarakat kelurahan Desa Tugu Utara

mayoritas beragama Islam, merupakan masyarakat yang agamis, masyarakat

yang taat agama dan patuh pada pemuka agama. Para pemuka agama mempunyai
44

kharisma yang baik dimata masyarakat, sehingga fatwa-fatwa apapun yang mereka

ucapkan akan ditaati oleh masyarakat.

Sehingga keagamaan sangat kental di kelurahan desa tersebut. Hal ini dapat

dilihat dari jumlah sarana dan prasarana pendidikan dan peribadatan yang ada.

Mushola, Majlis Tak’lim dan Mesjid yang jumlahnya begitu banyak. Dapat lihat

jumlah penduduk kelurahan Desa Tugu Utara yang berdasarkan agama, yaitu sebagai

berikut:

Tabel 10

Jumlah penduduk berdasarkan Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 10.947 Orang

2 Protestan 23 Orang

3 Budha 9 Orang

4 Hindu 12 Orang

3 Katholik 13 Orang

Jumlah 11.048 Orang

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017
45

B. Sosial Ekonomi dan Budaya Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor

1. Pekerjaan Pokok

Keadaan mata pencaharian di Desa Tugu Utara dengan pendapatan rata rata

masyarakat adalah Rp. 1.500.000 dan ada beberapa pekerjaan pokok yang menjadi

pekerjaan mereka, adalah sebagai berikut:

Table 11

Mata Pencaharian Pokok

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Buruh Tani 1.263 Orang

2 Pegawai Negri Sipil 115 Orang

3 Pengrajin Industri 1 Orang

4 Pedagang Keliling 556 Orang

5 Peternak 125 Orang

6 Montir 215 Orang

7 Buruh Bangunan 315 Orang

8 Perkebunan 750 Orang

10 POLRI 5 Orang

12 Pengusaha Kecil &Menengah 150 Orang

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017
46

Berdasarkan table diatas pekerjaan pokok sebagai mata pencaharian penduduk

kelurahan Desa Tugu Utara yang bermayoritas sebagai buruh tani dan perkebunan,

sedangkan sebagai pengusaha kecil dan peternak masih sedikit.

2. Pertanian

Letak wilayah kelurahan Desa Tugu Utara, merupakan wilayah perbukitan

dan suhu yang rendah cocok untuk pertanian dan perternakan. Masyarakat

menggunakan lahan pertanian tersebut untuk dijadikan mata pencaharian mereka.

Berikut adalah jumlah penggunaan lahan di Desa Tugu Utara

Tabel 12

No Penggunaan Lahan Luas

1 Irigasi Sederhana 8 Ha

2 Perkebunan 260,1 Ha

3 Tanaman Apotik 10,2 Ha

Sumber data: Expose Kepala Desa Tugu Utara Kec. Cisarua 2017

3. Budaya

Desa Tugu Utara merupakan daerah dataran tinggi atau daerah puncak,

yang merupakan tempat wisata. Banyak dari luar daerah yang berwisata ketempat

tersebut. Masyarakat Desa Tugu Utara yang berbagai macam etnis/suku yang

kebanyakan mayoritas adalah orang sunda.


47

Setiap desa pasti mempunyai suatu budaya atau kebiasaan yang ada

hingga kini masi dijalani oleh masyarakat setempat. Walau pun berbagai macam

Etnis / Suku meraka selalu menjalankan bersama secara rutin, Seperti Swadaya

Gotong Royong Masyarakat dalam pembangunan saran dan prasarana ibadah dan

Hari Besar Islam (HBI). Dan ketika suatu ada acara atau kegiatan biasanya

menampilkan Tari Jaipong dan Angklung sebagai seni budaya.3

C. Gambaran Nikah Mut’ah di Desa Tugu Utara

Awal mula bagaimana terjadinya praktek Nikah Mut’ah di desa Tugu Utara

adalah pada tahun 2000an yang saat itu banyak turis dari Timur Tengah seperti Arab

Saudi yang berwisata ke desa tersebut. Selang beberapa tahun tepatnya 2005 banyak

sekali media cetak dan media elektronik yang memberitakan bahwa di Desa Tugu

Utara terindikasi terjadinya Nikah Mut’ah (Kawin Kontrak). Namun setelah diteliti

lagi bahwa yang terjadi di lapangan adalah Pelaku dari Nikah Mut’ah tersebut bukan

berasal dari Masyarakat Desa Tugu Utara. Desa Tugu Utara hanya dijadikan tempat

atau wadah untuk menampung kegiatan tersebut. 4

Terjadinya nikah mut’ah di Desa Tugu Utara sudah berlangsung selama sekitar

hampir 10 Tahun. Dalam kurun waktu yang tidak sebentar tersebut kejadian ini sudah

dianggap sebagai hal lumrah dan biasa saja, bahkan nikah mut’ah sudah dimasuk

katagorikan sebagai pekerjaan musiman.5

3
Sumber data: Profil Dan Potensi Desa Tugu Utara Kec. Cisarua Kab. Bogor
4
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
5
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
48

Minimnya pengetahuan tentang hukum nikah mut’ah menjadi masalah besar bagi

masyarakat Desa Tugu Utara, walaupun ada sebagian orang yang tahu bagaimana

hukum nikah mut’ah, masih tetap saja menjalankan profesi tersebut karena faktor

ekonomi yang menuntut.

Banyak nya oknum-oknum yang menjadi wadah untuk melakukan nikah mut’ah

menjadikan lebih terstrukturnya pernikahan ini tanpa diketahui oleh pemerintahan

setempat, mereka melakukan ini dengan membawa nama agama, hal ini yang

membuat pelaku nikah mut’ah merasa bahwa dirinya tidak melakukan hal yang

dilarang oleh agama. Kemudian ada lagi oknum-oknum yang memang hanya

berkedok jasa nikah mut’ah, padahal calon perempuan yang di nikahi tersebut adalah

para PSK yang diatur untuk menjadi pendamping calon dari pasangan nikah mut’ah

tersebut. Para perempuan ini tidak hanya berasal dari desa Tugu Utara, akan tetapi

banyak juga yang berasal dari luar daerah seperti Cianjur, Sukabumi, dan Cirebon. 6

Dalam nikah mut’ah ada juga orang yang mengesahkan perkawinan tersebut, jika

dalam perkawinan yang sah dan legal disebut penghulu, maka dalam nikah mut’ah

orang itu disebut makelar. Tugas orang ini menikahkan calon pria dan wanita yang

akan melakukan nikah mut’ah, yang lebih menarik nya lagi adalah orang orang ini

adalah amil desa. Dan dari sini lah kita bisa melihat bahwa aparatur desa juga

berperan dalam kegiatan ini.7

6
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
7
Wawancara dengan Calo Kawin Kontrak pada tanggal 24 April 2017 di halaman Sekolah
49

Selain ada dari pihak pemerintah yang ikut campur dalam permasalahan ini, ada

pula orang yang menikahkan dari tokoh agama setempat yang bernama Zakir

Assegaf, beliau sering menikahkan orang-orang yang berasal dari Pakistan, Iran,

Brunei Darussalam dll. Dia meyakini bahwa sebagai orang yang sudah sering

menikahkan orang lain sudah mengikuti berdasarkan syariat akidah Islam yaitu

Ahlusunnah Wal Jamaah.8

Kebanyakan para pelaku wanita yang ingin dinikahkan mut’ah karena dijanjikan

akan diberi uang yang lumayan banyak. Dari hasil wawancara penulis bahwa uang

mahar yang dibayarkan ke wanita berkisar Rp. 5.000.000 (Lima juta rupiah) hingga

mencapai Rp. 20.000.000 (Dua puluh juta rupiah) tergantung dari berapa lama waktu

pernikahan itu berlangsung.

Kebanyakan orang yang melakukan nikah mut’ah di Desa Tugu Utara yaitu para

turis dari timur tengah seperti Iran, Pakistan, Iraq dll, biasanya lebih sering ke daerah

puncak kisaran bulan Juni hingga September bersamaan dengan musim Haji. Akan

tetapi tidak semua turis dari Timur Tengah melakuan nikah mut’ah, hanya orang-

orang tertentu saja yang melakukan kegiatan tersebut, bahkan ada beberapa turis yang

sudah mempunyai pelanggan tetap di daerah puncak.9

Dan adapun Praktek Nikah Mut’ah di Desa tersebut ini dilakukan oleh

Oknum-Oknum tertentu yang dilaksanakannya dengan cara menyewa PSK (Pekerja

Seks Komersial) sebagai kedok Perempuan-Perempuan yang akan di nikah mut’ah

8
Wawancara dengan Masyarakat setempat pada tanggal 24 April 2017 di warung makan
9
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
50

kan. Dalam pelaksanaanya perempuan ini akan didandan dengan berpakaian Hijab

rapih serta dihadirkan juga orang yang berpura-para menjadi orang tua/wali dari

perempuan tersebut sebagai syarat melaksanakan Nikah Mut’ah. Apabila ada orang

Arab Saudi yang ingin melakukan pernikahan tersebut akan diatur sedemikian rupa

bahwa wanita tersebut telah diizinkan oleh orang tua nya untuk melakukan

pernikahan tersebut. Dan terjadilah transaksi sekaligus perjanjian dengan calo dan

wanita yang akan dimut’ah kan dengan membayar uang serta berapa lama wanita itu

melakukan nikah mut’ah.10

10
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
BAB IV

ANALISIS TENTANG PRAKTEK PELAKSANAAN NIKAH MUT’AH

DI DESA TUGU UTARA KECAMATAN CISARUA

KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

A. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Nikah Mut’ah di Desa Tugu Utara

1. Kebutuhan Nafsu Biologis

Desa Tugu Utara merupakan salah satu tempat destinasi menarik yang banyak

dikunjungi oleh orang-orang dari Mancanegara khusunya Timur Tengah. Banyak dari

mereka yang datang ke tempat ini dan menetap hingga seminggu bahkan sebulan.

Jangka waktu yang lama tersebut, para wisatawan dari Timur Tengah khususnya para

lelaki menggunakan jasa PSK dengan berkedok Nikah Mut’ah untuk memuaskan

hasrat mereka.1

Islam melarang melakukan nikah mut’ah atau kawin kontrak, karena

pernikahan jenis ini telah ditentukan batas waktu berlangsungnya, nikah semacam ini

hanya untuk bersenang-senang antara pria dan wanita untuk memuaskan nafsu

biologis.2

2. Faktor Lingkungan

Di Desa Tugu Utara terdapat daerah pemukiman yang dikenal sebagai

Warung Kaleng atau biasa orang-orang mengenalnya dengan sebutan Kampung Arab.

1
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
2
Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Tangsel : C.V. Pamulang,
2005), h.16

51
52

Di daerah tersebut banyak orang-orang dari Timur Tengah yang membeli rumah atau

resort untuk dijadikan tempat menginap selama berada di daerah tersebut. Adapula

yang membeli ruko untuk berjualan berbagai macam makanan khas Timur Tengah.

Dari sinilah para wisatawan Timur Tengah mulai berbaur dan menyatu dengan

lingkungan Masyarakat setempat.

Beberapa wisatawan ada yang datang membawa budaya dari negaranya. Para

turis Timur Tengah yang sedang berwisata ke suatu tempat wisata di luar negerinya

dalam jangka waktu lama biasanya akan melakukan pernikahan singkat untuk

memenuhi nafsu biologisnya, itu merupakan suatu hal yang biasa mereka lakukan di

Negara mereka. Dari sinilah mereka menyewa perempuan-perempuan untuk dinikahi

Mut’ah.

3. Kebutuhan Ekonomi

Banyaknya turis mancanegara yang datang, menambah penghasilan bagi

masyrakat terkhusus masyarakat desa Tugu Utara. Selain itu banyak dari Masyarakat

yang menjadi Calo dengan cara mencarikan wanita yang bisa dinikahmut’ahkan

dengan orang-orang Timur Tengah yang ingin melakukan pernikahan tersebut. 3

Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari para calo biasanya

menjadikan PSK sebagai sumber penghasilan. Alasan mereka melakukan hal tersebut

karena susah mendapatkan kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

maka mereka tertarik untuk menjadi Calo nikah mut’ah dengan bayaran yang besar

dari para turis Timur Tengah yang merasa terbantu oleh para calo untuk
3
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
53

melaksanakan nikah mut’ah. Para turis yang melakukan nikah mut’ah membayar

mahar dalam jumlah yang besar untuk para calo dan wanita-wanita yang bersedia

untuk dinikahi dalam waktu yang singkat.

B. Praktek Terjadinya Nikah Mut’ah di desa Tugu Utara

Dalam pelaksanaan nikah Mut’ah terdapat beberapa syarat yang harus

dilaksanakan, syarat-syarat tersebut tidak jauh berbeda dari perkawinan yang sah

sebagaimana biasanya, yaitu:

1. Aqad

Aqad Nikah Mut'ah dilaksanakan dengan adanya wakil dari kedua mempelai

atau wali dari masing-masing mempelai. Pelaksanaan akad nikah melalui perwakilan

atau perwalian tersebut tidak berbeda tata caranya dengan dilaksanakan secara

langsung oleh kedua mempelai.4

Ijab kabul yang ada dalam nikah mut’ah tidak berlangsung antara wali nikah

dengan mempelai pria, tetapi antara wanita yang bersangkutan dengan si pria.

Sehingga lafadzh ijab yang diucapkan wanita adalah seperti berikut:

“Engkau Kunikahkan dengan diriku sendiri atas dasar Sunnatullah selama


(tergantung lelaki berapa lama masa nikah mut’ah yang diinginkan) dengan
mas kawin sebesar (kesepakatan antara kedua belah pihak)”

4
Muhammad Al-Kadzimi Al-Quzwayni, Al-Mut'ah Baina Al-Iba>hah wa Al-Hurmah, Edisi
Indonesia diterjemahkan oleh M. Djamaluddin Miri ke dalam bahasa indonesia dengan judul Nikah
Mut'ah Antara Halal dan Haram, (Jakarta: Yayasan As-Sajjad, Desember 1995), hal. 9-16.
54

Setelah pihak wanita mengucapkan ijab (menyerahkan diri), maka pihak pria

mengucapkan kabul (penerimaan) sebagai berikut: “kuterima pernikahan itu”5

Sedangkan dalam akad di Desa Tugu Utara wali dari pihak wanita biasanya

memakai jasa sewaan orang lain, jadi dalam praktiknya wali tersebut adalah orang

yang dibayar (sewa) untuk berpura-pura menjadi wali dari pihak perempuan.6

2. Calon Istri

Istilah calon istri dalam nikah mut’ah berbeda pada nikah seperti biasanya,

dikatakan oleh tokoh syi’ah Ibnu Babawaih sebutan yang paling cocok adalah wanita

yang dijadikan partner dalam kawin mut’ah.

Kebanyakan wanita yang digunakan dalam kawin kontrak di daerah desa

Tugu Utara adalah para PSK (pekerja seks komersil) yang diambil dari luar kota

bogor.7Bila melihat dari kebolehan menikahi wanita PSK, maka kita bertambah yakin

bahwa antara kawin kontrak dengan prostitusi tidak ada bedanya.

Diriwatkan dari Zurarah, ia berkata: “Ammar berkata ketika itu saya ada

didekatnya kemudian bertanya tentang lelaki yang menikahi pelacur secara mut’ah.

Beliau menjawab: “tidak mengapa dan jika perkawinannya itu yang terakhir ia

hendaknya memperkukuh pintunya”.8

5
H.M.H. Al Hamid, Pandangan-pandangan Tentang kawin Mut’ah Jakarta, Yayasan Al
Hamidy, 1996, h. 12
6
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
7
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
8
Abu Ja’far Ath Thusi, Tahdzibul Ahkam, Teheran, Darul Kutub Islamiah, 1390H. VII/253
55

Dalam nikah mut’ah Syiah wanita yang baru saja menyelesaikan pernikahan

tersebut harus menjalankan masa Iddah jika ingin kembali menjadi calon istri dari

nikah mut’ah.

Sedangkan di Desa Tugu Utara tidak mengenal yang namanya masa Iddah,

saat wanita sudah menyelesaikan tugas nya sebagai istri dari pelaku nikah mut’ah

tersebut, maka keesokan hari nya dia bisa kembali menjadi istri dari pria yang

berbeda dan tidak harus menunggu masa Iddah seperti ajaran Syiah. 9

3. Batasan Waktu

Termasuk rukun dan syarat dalam kawin kontrak jika ingin melakukannya

adalah penentuan batasan waktu berlangsung hubungan antara lelaki dan wanita. Bila

dalam kawin permanen penetapan batasan waktu dapat merusak akad, berbeda halnya

dengan kawin kontrak. Syarat tersebut merupakan suatu keharusan. Dalam ajaran

Syi’ah juga terdapat dalil yang mengharuskan adanya batasan waktu. Karena jika

tidak di ucapkan maka perkawinan tersebut akan terjadi perkawinan permanen yang

jika berpisah maka harus membayar nafkah pada masa iddah nya dan menjadikan

anak-anaknya pewaris dari lelaki tersebut.10

9
Wawancara dengan Calo pada tanggal 24 April 2017 di halaman Sekolah
10
Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Tangsel : C.V. Pamulang,
2005), h.18
56

Batasan waktu yang terjadi di Desa Tugu Utara di tentukan dari berapa harga

yang akan diberikan dari pihak calon suami kepada istri, jika semakin besar kisaran

harganya maka akan semakin lama batasan waktu yang di lakukan.11

4. Ahli Waris

Istilah Ahli Waris dalam kawin kontrak adalah sebagai ongkos untuk

membayar kesenangan yang telah didapat dari tubuh wanita yang dikontrak. Hal ini

berbeda dengan pemberian mas kawin pada perkawinan permanen, selain sebagai

bentuk kehalallan hubungan antara pihak juga sebagai simbol pengakuan atas

kewenangan istri dalam lapangan harta.12

Ahli Waris yang terdapat di Desa Tugu Utara tidaklah sama dengan yang

terjadi pada Syiah, di Desa tersebut para pelaku ini hanya menjalankan kewajiban

saat berlangsung nya praktik Nikah Mut’ah, jika sudah selesai maka putus semua

ikatan yang ada dalam hubungan tersebut, jadi para pelaku ini tidak mempunyai Ahli

Waris, terkecuali dalam perjanjian awal sebelum berlangsungnya akad di sebutkan

bahwa suami akan mempunyai Ahli Waris, maka dia harus menjalankan hal tersebut.
13

C. Akibat Terjadinya Praktek Pelaksanaan Nikah Mut’ah di desa Tugu Utara

Setelah dikatakan sah suatu perkawinan antara seorang laki-laki dengan

seorang perempuan, maka akan menimbulkan beberapa akibat, contohnya seperti hak

11
Wawancara dengan Kepala Desa pada tanggal 27 April 2017 di Kantor Desa
12
Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Tangsel : C.V. Pamulang,
2005), h.19
13
Wawancara dengan masyarakat pada tanggal 27 April 2017 di warung makan
57

dan kewajiban suami isteri dan hubungan antara orang tua dan anak terhadap benda

dalam perkawinannya. Akan tetapi berbeda dengan apa yang terjadi dalam

pernikahan Mut’ah, maka tidak akan sama dengan perkawinan pada umumnya yang

sah menurut agama dan Undang-undang karena pernikahan ini mempunyai batas

waktu yang ditentukan. Tujuan dari Nikah Mut’ah juga bukan untuk membentuk

keluarga Sakinah Mawaddah dan Rohmah, tapi untuk menyalurkan hasrat nafsu

belaka. Akibat yang terjadi dalam pernikahan Mut’ah adalah :

1. Dalam hal tidak adanya Mawaddah dan Rahmah, keberadaan mawaddah dan

rahmah dalam suatu pernikahan wajib hukumnya. Karena kedua belah pihak

diharapkan bisa mengatasi berbagai permasalahan selama mengarungi bahtera

rumah tangga. Akan tetapi yang terjadi disini sangat bertolak belakang, kawin

kontrak hanya dijadikan suatu pelampiasan nafsu seks bagi seorang lelalaki

dan bertambahnya pendapatan penghasilan bagi seorang wanita. Tujuan dari

pernikahan ini bertentangan dalam Q.S Ar-Rum ayat 21:

‫ُﺴ ُﻜ ْﻢ أَزْوَاﺟًﺎ ﻟِﺘَ ْﺴ ُﻜﻨُﻮا إِﻟَْﻴـﻬَﺎ َو َﺟ َﻌ َﻞ ﺑـَْﻴـﻨَ ُﻜ ْﻢ َﻣ َﻮﱠدةً َورَﲪَْﺔً إِ ﱠن ِﰲ‬


ِ ‫َوِﻣ ْﻦ آََ ﺗِِﻪ أَ ْن َﺧﻠَ َﻖ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ أَﻧْـﻔ‬

.(٢١ :‫ )ﺳﻮرة اﻟﺮوم‬.‫ِﻚ ﻵَََ ٍت ﻟِﻘَﻮٍْم ﻳـَﺘَـ َﻔ ﱠﻜﺮُو َن‬


َ ‫ذَﻟ‬

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
58

2. Dalam hal harta warisan, di dalam nikah permanen jika suami atau isteri

meninggal maka disyaratkan suami atau isteri saling mewarisi. Berbeda

dengan nikah mut’ah dimana suami isteri tidak saling mewarisi meskipun

anaknya dapat mewarisi harta warisan ayah dan ibunya.

3. Dalam hal tanggung jawab terhadap anak, didalam nikah permanen

seorang ayah bertanggungjawab atas nafkah dan pendidikan anak,

meskipun telah terjadi perceraian. Jika anak masih kecil maka isterilah

yang paling berhak memelihara dan merawat anak itu hingga dewasa.

Tetapi dalam nikah mut‟ah sang suami tidak selalu berstatus ayah,

tergantung pada perjanjian ketika akad dilangsungkan, apakah anak itu

ikut bapaknya atau ibunya, begitu pula dengan masalah pendidikan dan

tanggungjawabnya. Anak dari hasil nikah mut‟ah tersebut dinasabkan

pada sang ayah.

4. Dalam hal merendahkan martabat wanita, dalam islam wanita memegang

peranan penting dalam menentukan baik tidaknya suatu generasi penerus

bangsa. Karena sesungguhnya wanitalah yang cukup dominan dalam

menentukan arah generasi yang di cetaknya sejak dalam masa pranatal

hingga generasi tersbut siap untuk berdiri secara mandiri. Dalam

perkawinan yang sah seorang suami harus menjaga kehormatan istrinya,

akan tetapi yang terjadi dalam pernikahan mut’ah seorang suami hanya

mencari kepuasan belaka tanpa memikirkan istrinya.


59

5. Dalam hal melegalkan seks bebas dan prostitusi atas nama agama, Islam

hanya memperkenankan terjadinya hubungan antar lawan jenis bila sudah

sah perkawinannya menurut agama dan negara. Kemudian juga tidak

semua wanita bisa di nikahkan begitu saja, kita harus mencari tahu asal

usul wanita tersebut. Di antara wanita yang tidak boleh di nikahi adalah

wanita yang masih mempunyai suami yang sah. Wanita semacam ini tidak

diperbolehkan dalam islam untuk di nikahi, beda hal nya dengan kawin

kontrak, dalam pelaksaanannya lelaki tidak perlu mencari tahu asal-usul

wanita tersebut masih bersuami atau tidak. Hal yang tepenting dalam

hubungan ini kedua belah pihak sama sama setuju mau nikah mut’ah dan

mengkehendaki suatu hubungan yang singkat saja.

6. Dan yang terakhir adalah kawin kontrak juga rentan terhadap AIDS/HIV.

Karena seringnya bergonta-ganti pasangan mut’ah sangat rentan sekali

untuk para pelaku nya kena penyakit semacam ini, kemudian juga yang

membuat pelaku bisa terkena penyakit ini karena wanita yang di nikah kan

adalah PSK yang tidak tahu bagaimana kesehatan alat kelaminnya.

Melihat beberapa ketentuan nikah mut’ah dari yang telah penulis paparkan di

atas, maka pelaksanaan nikah mut’ah yang terjadi di Desa Tugu Utara Cisarua Bogor,

tidak sama dengan ketentuan nikah mut’ah dalam pemahaman syi’ah. Di karenakan

memiliki beberapa perbedaan seperti masa iddah istri, dan adanya kewajiban untuk

membayar mahar dan menafkahi sedangkan kesamaannya yaitu dari aqad (waktu
60

yang telah ditentukan), tidak adanya saksi dan wali dalam hal ini wanita pun

pernikahan bisa terlaksana dengan hanya adanya dua orang (calon suami dan istri),

dan kebolehan untuk menikahi banyak wanita.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang dijabarkan di atas berkenaan dengan penentuan dalil

yang valid mengenai nikah mut’ah dan dampak yang timbul baik secara yuridis

maupun sosiologis, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa sudah mulai menyebarnya ajaran syi’ah di daerah Puncak karena

kedatangan para turis-turis timur tengah yang membawa adat mereka dari

negaranya, dan mempraktekan di Indonesia. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya Nikah mut’ah di Desa Tugu Utara, Cisarua,

Kabupaten Bogor adalah: 1). kebutuhan nafsu biologis, 2). faktor

lingkungan, dan 3). kebutuhan ekonomi.

2. pelaksanaan nikah mut’ah yang terjadi di Desa Tugu Utara Cisarua Bogor,

tidak sama dengan ketentuan nikah mut’ah dalam pemahaman syi’ah. Di

karenakan memiliki beberapa perbedaan seperti masa iddah istri, dan

adanya kewajiban untuk membayar mahar dan menafkahi sedangkan

kesamaannya yaitu dari aqad (waktu yang telah ditentukan), tidak adanya

saksi dan wali dalam hal ini wanita pun pernikahan bisa terlaksana dengan

hanya adanya dua orang (calon suami dan istri), dan kebolehan untuk

menikahi banyak wanita.

3. Dari beberapa fenomena yang penulis amati, bahwa tokoh masyarakat

setempat banyak yang tidak setuju dengan praktek nikah mut’ah yang

61
62

terjadi. Namun mereka tidak berbuat banyak untuk mencegah

berkembangnya praktik kawin kontrak tersebut

B. Saran-saran
Akhir kata dari penulis skripsi ini, penulis mengharapkan adanya manfaat

bagi kita semua. Sebelum mengakhiri tulisan ini penulis ingin memberikan sedikit

saran pada para pihak yang berkompeten dalam bidang ini, kepada para pembaca

khususnya pada seluruh umat muslim. Semoga dapat menjadi masukan yang

membangun dan dapat diterima.

1. Bagi para pelaku nikah mut’ah, penulis menyarankan untuk mengkaji

ulang apa yang sudah dilakukan. Karena perkawinan ini juga sudah di

larang oleh Agama Islam. Kemudian juga dampak yang sangat buruk juga

bisa terjadi seperti penyakit kelamin dll.

2. Sosialisasi pemerintah tentang nikah mut’ah ini juga harus sangat di

perhatikan mengingat terjadinya kegiatan ini yang sudah lumayan lama

berkembang di masyarakat desa Tugu Utara.

3. Bagi umumnya kaum muslimin, agar berhati-hati dengan propaganda

dari pihak yang menawarkan model pernikahan ini, karena selain tidak

memilikin konsekwensi hukum apapun bagi pihak pria, juga karena

nikah wisata yang merupakan praktek kawin mut'ah identik dengan

praktek perzinahan, yang merupakan hubungan seksual atas nama

agama.
DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya.

Amiruddin, dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. I.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Askari (al), Murtadha. Ma'alimul Madrasatain, Cetakan Kelima. Kairo: Maktabah


Madbuly, 1993.

Asy-Syidiqy, Hasbi. Fiqh Islam, Cet. ke-5. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Bugha (al), Mustafa Dib. Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i, Cet. I. Penerjemah
Toto Edidarmo. Jakarta: Noura Books, 2012.

Bukhori (al), Imam (al) Abu ‘abdullah Muhammad bin Ismail. Soheh Bukhori,
terj. Achmad Sunarto. Semarang: Asy syifa, 1993.

Dailami (al), Abî Syuja’. Al-Firdaus Bima’tsûr al-Khitab, Juz V, Cet. I. Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986.

Fadhlullah, Muhammad Husain. Dunia Wanita Dalam Islam, Terj. Muhammad


Hasyim dari judul Dunya Al-Mar'ah. Jakarta: Lentera, 2000.

H. M. H. Al-Hamid, Pandangan-pandangan Tentang kawin Mut’ah. Jakarta:


Yayasan Al Hamidy, 1996.

Ilyas, Abustami. Nikah Mut’ah Dalam Islam. Jakarta: Restu Ilahi, 2004.

Irianto, Sulistyowati dan Shidarta. Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan


Refleksi, Cet. III. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013.

Jaziri (al), Abdur Rahman. Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah. Beirut: Darul fikr,
1989.

Jundi (al), Farid Abdul Aziz. Jami' Al-Ahkam Al-Fiqhiyyah li Al-Imam Al-
Qurtubimin Tafsirihi. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 2005.

Jurjani (al), Ali. Al-Ta'riifat. Beirut Darul Kitab Al-'Arabiy, 1405 H.

Kulaini (al), Muhammad Ya‟kub. Furu' Al-Kafi, Juz III, Jilid 5, Bab Syurud Al-
Mut'ah. Beirut: Daru At-Ta'aruf lil Matbu'at, 1993.

Munawwir, Ahmad Wasson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,


Cet. ke-14. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

64
65

Musawi (al), Abdul Husain Syarafuddin. Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah Syi'ah,
Terj. Mukhlis dari judul “Al-Fushul Al-Muhimmah fi Ta'lif Al-Ummah”.
Bandung: Mizan, 1991.

Machasin, Nikah Mut’ah: Kajian Atas Argumentasi Syi’ah, Musawa, Jurnal Studi
Gender. Pusat Studi Wanita: IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Mahfudh, Sahal. Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam


dalam Keputusan Muktamar, Munasa, dan Konbes Nahdlatul Ulama.
Surabaya: Khalista, 2004.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab, Cet. XXVII. Penerjemah


Masykur A.B, dkk. Jakarta: Lentera, 2011.

_____________, al—Fiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah, Terj. Masykur et al.,


“Fiqih Lima Madzhab”, Cet. Ke-5, Jakarta: Lentera, 2000.

Murata, Sachiko. Lebih Jelas Tentang Mut’ah Perdebatan Sunni dan Syi’ah, Alih
Bahasa Tri Wibowo Budi Santoso. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Murtadha, Ja’far. Nikah Mut’ah Dalam Islam, Alih Bahasa Abu Muhammad
Jawab. Jakarta: Yayasan As-Sajad, 1992.

Nakari, Ahmad. Dustur Al-Ulama' au Jamiu Al- Ulum fi Ishtilahati Al-Funun, Juz
3. Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2000.

Narbuko, Cholid & Abu Achmadi, Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Pustaka,
1997.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. KAMUS BAHASA INDONESIA.


Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Qardhawi (al), Muhammad Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal
Hamidi dari judul Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam. Surabaya: Bina
Ilmu, 1990.

Quzwayni (al), Muhammad Kadzimi (al). Al-Mut'ah Baina Al-Ibahah wa Al-


Hurmah, Edisi Indonesia diterjemahkan oleh M. Djamaluddin Miri ke
dalam bahasa indonesia dengan judul Nikah Mut'ah Antara Halal dan
Haram. Jakarta: Yayasan As-Sajjad, 1995.

Rusydi, Faishal. Pengesahan Kawin Kontrak Pandangan Sunni & Syi'ah.


Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007.

Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah, Jilid 3. Beirut: Daar Al-Fikr, t.th.

Sarwat, Ahmad. Fiqh al-Hayati. Jakarta: DU. Publishing, 2011.


66

Shobuni (al), Muhammad Ali. Rowai’ul Bayan, Tafsir Ayat Ahkam min Al
Qur’an. Beirut: Darul Fikr, t.th.

Soehartoto, Irawan. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian


Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya , Cet. IX.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres, 1998.

Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Cet.


I. Bandung: PT. Refika Aditama, 2012.

Surkalam, Luthfi. Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita. Tangsel: C.V.
Pamulang, 2005.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana 2006.

Thusi (al), Abu Ja’far. Tahdzibul Ahkam. Teheran: Darul Kutub Islamiah, 1390.

Thusi (al), Abu Ja'far bin Hasan. Al-Istibshar fima Ikhtalafa Min Al-Akhbar.
Beirut: Darul Adhwa', 1992.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:


Djambatan, 1992.

Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Strata I 2012/2013. Ciputat: Biro


Administrasi Akademik dann Kemahasiswaan UIN Jakarta , 2012.

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi. Ciputat: PPJM-FSH UIN Jakarta,


2012.

Yayasan Penyelenggaraan Penterjemeh al-Qur’an, Al-Qur’an Al-Karim,


Terjemah. Semarang: PT Tanjung Mas Inti, 1992.

Zein, Satria Effendi M. Problmatika Hukum Keluarga Islam Kontemporer,


Jakarta: Kencana, 2004.

Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz. I, Cet. II. Damaskus: Dar
al-Fikr, 1985.

____________, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz. VIII. Beirut: Daar al-Fikr,


t.th.

B. Jurnal

Rais, Isnawati. Praktek Kawin Mut’ah di Indonesia, Ahkam: Vol. XIV, No. 1,
Januari 2014.
67

C. Dari Internet

http://abangdani.wordpress.com/2012/03/19/hukum-nikah-mutah-dalam-islam/ di
akses pada tanggal 22 Februari 2017.

http://nihayatulifadhloh.blogspot.co.id/2014/12/nikah-mutah-dalam-pandangan-
hukum-islam.html di akses pada tanggal 22 februari 2017.

D. Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Bapak Kepala Desa Tugu Utara Tahun 2017, Kamis,
17 Maret 2017, Pukul 13. 00 WIB.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

68
Narasumber : Mujahid (bukan nama asli)

Tempat Wawancara : depan sekolahan

Waktu Wawancara : Selasa, 25 April 2017, 14:00 WIB

1. Teman saya ada yang mau melakukan kawin kontrak nih kang, kira

kira bisa ga mencari orang yang punya jasa seperti itu?

Seperti itu hehee. Kalo dulu rame orang yang nyari kaya gitu, kalo

sekarang mah udah sepi, apalagi kalo mau masuk bulan puasa,

palingan cuman 1 atau 2 saja

2. Akang tau gak orang yang nikahin itu dimana?

Owh iyaa tau, itu disebut nya ma’kelar dan kebetulan rumah nya

deket sama rumah saya, beda gang doang.

3. Kalo orang orang ini itu seperti apa yaa kang?

Orang biasa aja. Itu orang desa juga yang nikahin. Orang amil desa

kok. Lagi pula kaya gitu cuman formalitas saja.

4. Akang dulu pernah tahu kaya gitu.

Dulu mah saya gawe begituan, yang nyari nyari orang buat kawin

kontrak kalo sekarang mah udah tobat hahaa

5. Kalo boleh tahu pendapatan kaya gitu bisa dapet berapa kang?

Yaa lumayan lah kalo lagi rame. Di bayar per orang nya sekitar 500

rb an, itu pun sudah di bagi bagi sama tukang ojek dll.

6. Orang orang pemerintah terlibat juga ga sih?

70
71

Orang-orang desa tahu, cuman mereka diem diem aja, main di

belakang. Kalo belom di kasih uang rame mereka, tapi kalo sudah di

kasih uang diem mereka.

7. Berapa lama sih mang biasanya waktu ngelakuin itu?

Kalo dulu mah bisa sampe seminggu, bahkan ada yang sebulan. Kalo

sekarang udah sepi palingan main nya per jam.

8. Saat rame nya pada tahun berapa kang?

Tahun 2010an lagi rame-rame nya

9. Untuk biaya berapa mang kalo misalkan saya mau ngelakuin itu?

Tergantung dari wanita nya. Kalo masih muda mah bisa mahal, tapi

kalo sudah agak berumur yaa murah. Kalo seminggu bisa 5 juta, kalo

sebulan sekitar 20an lah.

Selasa, 25 April 2017

Mujahid
72

Narasumber : Budi, S.pd

Tempat Wawancara : Kantor Kepala Desa

Waktu Wawancara : Kamis, 27 April 2017, 14:00 WIB

1. Desa Tugu Utara merupakan salah satu kawasan puncak yang ramai

dikunjungi oleh para turis Timur Tengah, biasanya pada bulan apa para

turis berkunjung, tinggal, dan berapa lama ?

Kalau untuk turis Saudi yaa, untuk destinasi turis sering

berkunjung pada bulan juni, juli, dan agustus. Bahkan dulu waktu

tahu 2000 an kesana itu setiap bulan ada tuh yang datang kesini.

2. Apa yang mereka tuju para Turis Timur tengah berkunjung ke daerah

kawasan puncak?

Tujuan kesini untuk berwisata. Disini para turis kita kelompokan,

ada sebagian kecil dan sangat sedikit yang orang arab Saudi itu

untuk berbisnis. Dan ada juga orang yang benar benar pure

datang kesini untuk berwisata.

3. Di daerah puncak banyak para wisata yang datang, terutama turis dari

Timur Tengah mereka identik dengan budaya kawin mut'ah / kontrak,

apakah Bapak tahu tentang istilah nikah wisata yang merupakan

praktek kawin mut'ah/kontrak, bagaimana pandangan Bapak terhadap

pernikahan tersebut?

Kawin kontrak di desa tugu utara itu muncul nya akibat adanya

kontribusi media cetak yang menyerbu pada tahun 2005 ke desa

ini dan ramai di beritakan tentang kawin kontrak. Jadi asusmsi


73

masyarakat di luar Cisarua dengan terpengaruhnya dari media-

media maka terkenal lah di desa tugu utara adanya kawin kontrak

itu dari masyarakat kita. Padahal kami sempat klarifikasi di

media. Saya menjamin tidak ada satu pun wanita dari desa kita

yang melakukan kawin kontrak. Karena secara keyakinan agama

pun kami tidak mengenal kawin kontrak tersebut. Dan saya

sampaikan juga bahwa kawin mut’ah ini dari hasil kajian kita

terhadap operasi pekat ( penyakit masyarakat ) dari yang kita

teliti bahwa ternyata yang melakukan kawin kontrak itu

perempuan nya – perempuan PSK, tapi tidak semuanya ada juga

yang perempuan-perempuan biasa, tapi kebanyakan PSK yang di

dandani pakai hijab, berpakaian muslimah. Jadi ada semacam

sindikat kecil-kecilan. Dia membuat scenario yang bertindak

sebagai orang tua dan saksi. Padahal itu bukan orang tua nya.

Hanya saja orang yang di bayar untuk melakukan tersebut,

kemudian ada juga yang bertindak sebagai petugas P3N.

4. Kalau kawin kontrak itu terjadi di wilayah Bapak, apa yang Bapak

lakukan?

Saya sangat intens dengan masyarakat sini, bahwa masyarakat sini pun juga tau

bahwa nikat tersebut dilarang oleh agama. akan tetapi kita tidak menutup mata

bahwa ada masyarakat kita yang menikah dengan orang arab Saudi tetapi itu

dengan sah. Ada surat-surat nya.


74

5. Sejauh ini adakah usaha-usaha Bapak untuk mencegah terjadinya nikah

wisata / kawin kontrak?

Kalau ada orang dari luar desa tugu utara yang melakukan nikah

tersebut di desa kita sebenarnya ada, hanya saja itu kan privasi,

jadi ada hotel ada resort jadi kita tidak mungkin untuk

melakukan sidak ke tempat tersebut. Hotel ini kan bersifat umum

jadi siapa saja boleh.

6. Pandangan Bapak apa yang menyebabkan mereka untuk melakukan

nikah wisata (praktek kawin mut'ah / kontrak)?

Kebanyakan dari ekonomi dari wanita nya. Dari yang pernah kita

tangkap sebelumnya mereka bilang alasan nya karena uang. Kalo

dari timur tengah nya hanya ingin menyalurkan hasrat seksualitas

nya.

7. Apa himbawan Bapak kepada masyarakat setempat terhada para turis

Timur Tengah?

Saya memberikan arahan lebih ke masyarakat dan tokoh tokoh

agama bahwa kita pun tidak bisa interpensi dan melarang untuk

melakukan sidak. Masyarakat pun tahu walaupun tidak tertulis

bahwa nikah mut’ah ini di larang oleh agama.

Kamis, 27 April 2017

Budi, S.pd

Anda mungkin juga menyukai