Anda di halaman 1dari 3

BAB V

DISKUSI
5.1 Pencelupan Kain Poliester Dengan Zat Warna Dispersi Sistem Exhaust (Metode
Carrier)

Berdasarkan grafik ranking ketuaan dan kerataan warna terhadap, variasi konsentrasi
carrier dengan konsentrasi 4 mL/L memiliki ketuaan warna yang paling tinggi dibandingkan
dengan yang konsentrasi yang lain.

Hal ini disebabkan karena konsentrasi carrier yang ditambahkan lebih banyak
dibandingkan yang lain. Peran carrier dalam proses pencelupan poliester ini sebagai
penggelembungan seratdan membuka pori – pori serat lebih besar. Sehingga memudahkan zat
warna masuk pada kain. Selain itu, carrier membantu difusi zat warna ke dalam serat.

Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi carrier yang digunakan, maka ketuaan warna
yang dihasilkan akan semakin tua,.karena difusi zat warna ke dalam serat, selain itu
penggelembungan seratnya menjadi lebih besar, sehingga zat wara bisa lebih banyak masuk ke
dalam serat.

Selain ketuaan warna yang dievaluasi, kerataan warna yang dimiliki oleh hasil celup pada
seluruh variasi konsentrasi carrier memiliki nilai yang sama.

Hal ini disebabkan, karena adanya pengaturan suhu yang bertahap, kenaikan suhu yang
bertahap akan mempengaruhi proses difusi serat, sehingga zat warna akan mudah untuk masuk
kedalam serat. Kemudian, hal ini dipengaruhi dengan penambahan pendispersi yang membuat
molekul zat warna menjadi kecil dan seragam, dan peran carrier yang menambah kelarutan zat
warna.

5.2 Pencelupan Kain Poliester Dengan Zat Warna Dispersi Sistem Exhaust (Metode
HT/HP)

Berdasarkan grafik ranking ketuaan dan kerataan warna terhadap konsentrasi Na 2S2O4 dan
NaOH pada proses cuci reduksi, variasi konsentrasi Na2S2O4 0.5 g/L dan NaOH 1 mL/L
memiliki ketuaan warna warna yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang lain.

Hal ini disebabkan karena daya untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi lebih
kecil, sehingga zat warna yang masih menempel pada permukaan larut sebagian dengan proses
cuci reduksi, sehingga warna yang dihasilkan setelah cuci reduksi akan lebih tua dan molekul zat
warna yang tidak terfiksasi masih menempel pada permukaan kain. Berbanding dengan , variasi
konsentrasi Na2S2O4 2 g/L dan NaOH 4 mL/L, memiliki ketuaan yang paling rendah
dikarenakan kuatnya daya untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi, sehingga
banyak zat warna yang tidak terfiksasi menjadi larut pada larutan cuci reduksi tersebut.
Selain ketuaan warna yang dievaluasi, kerataan warna yang dimiliki oleh hasil celup
pada seluruh variasi konsentrasi Na2S2O4 dan NaOH pada proses cuci reduksi memiliki nilai yang
sama.

Hal itu disebabkan karena pengadukan pada proses cuci reduksi yang stabil, homogennya
larutan yang reduksi, dan pengaturan suhu pada mesin yang stabil.

Pada hasil pencelupan yang tidak melalui proses cuci reduksi dibandingkan dengan hasil
pencelupan yang melalui proses cuci reduksi,, warna yang dihasilkan menjadi lebih tua
dibandingkan dengan kain yang melalui proses cuci reduksi.

Hal ini disebabkan karena pada hasil celup yang tidak melalui proses cuci reduksi akan
masih memiliki zat warna yang tidak terfiksasi pada permukaan kainnya, sehingga secara visual,
kain yang memiliki ketuaan yang paling tinggi terjadi pada hasil celup yang tidak melalui proses
cuci reduksi.

5.3 Pencelupan Kain Poliester Dengan Zat Warna Dispersi Sistem Kontinyu (Metode
Termosol)

Berdasarkan kelunturan warna pada proses cuci reduksi terhadap variasi Na 2S2O4 dan
NaOH dengan konsentrasi Na2S2O4 4 g/L dan NaOH 2 mL/L memiliki kelunturan warna yang
paling banyak dibandingkan dengan yang konsentrasi yang lain.

Hal ini disebabkan karena daya untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi
lebih kuat, sehingga zat warna yang masih menempel pada permukaan akan larut dengan proses
cuci reduksi, dan lunturan yang diperoleh akan memiliki warna yang sangat pekat.

Berdasarkan ketuaan warna pada proses pencelupan kain poliester terhadap variasi
waktu proses termosol dengan waktu 3 menit memiliki ketuaan warna yang paling tinggi
dibandingkan dengan waktu 1 menit.

Hal ini disebabkan karena pada proses termofiksasi, serat poliester menjadi plastis rongga
– rongganya terbuka. Sementara itu, suhu yang tinggi menyebabkan zat warna berubah bentuk,
dari fasa solid menjadi fasa uap, atau peristiwa ini disebut penyubliman zat warna, sehingga
dapat terabsorpsi dengan mudah ke dalam serat poliester. Akan tetapi, adapun perubahan
kekuatan serat poliester yang menurun karena dengan kenaikan suhu akan mempengaruhi
kekuatan dari serat poliester.

Berdasarkan nilai staining scale pada proses evaluasi hasil celup, evaluasi dari semua
variasi hasil celup memiliki nilai 4.

Hal ini disebabkan karena adanya molekul zat warna yang tidak terfiksasi secara
sempurna pada serat poliester, sehingga pada saat uji tahan gosok, ada penodaan pada kain
kapas, dan zat warna tersebut akan menempel pada permukaan kain kapas yang dijadikan
sebagai media gosok kain hasil celup.

Anda mungkin juga menyukai