Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS DAN RESUME MATERI PERKULIAHAN TOPIK :

“KONSEPSI KEKUASAAN DALAM BERNEGARA”

Nama Mahasiswa : SEPRYANI


Stambuk/NIM : 000402492018
Mata Kuliah : NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Kelas : MH 5 (HUKUM TATA NEGARA)

ANALISIS MATERI PERKULIAHAN :

Sebagai suatu pengantar dapat diketahui terdapat 2 (dua) kata kunci dalam materi perkuliahan
ini, yaitu kekuasaan dan negara yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri,
sehingga untuk menguatkan masing-masing dari kekuasaan maupun negara sebagai subjek
(pemerintah) maka diperlukan suatu hukum yang dapat diterima oleh masyarakat dalam suatu
negara sesuai dengan norma-norma yang berlaku secara umum untuk memastikan bahwa hukum
dibuat oleh negara agar tercipta suatu ketertiban dan keadilan bagi masyarakatnya.
Untuk mendapatkan suatu pengertian kekuasaan dalam bernegara maka perlu diketahui dasar
pembentukan suatu negara dan bagaimana cara mendapatkan serta menjalankan kekuasaan itu
sendiri, yang akan diuraikan berdasarkan pendapat para ahli serta fakta penunjang lainnya yang
selanjutnya akan dianalisis untuk menegaskan secara umum bahwa negara terbentuk oleh suatu
konstitusi yang merupakan prinsip dasar melaksanakan kekuasaan dalam bernegara serta
perlunya pembentukan produk hukum untuk memberikan kepastian hukum sehingga tercipta
ketertiban dan keadilan dalam masyarakat sebagai suatu kesimpulan analisis.
Pada kenyataanya pendapat para ahli terkait kekuasaan dalam bernegara cukup banyak, namun
dalam analisis ini penulis menggunakan pendapat yang diuraikan oleh Rousseau, Locke dan
Monstesquie yang menggunakan suatu bentuk negara berdasarkan atas hukum yang didasarkan
pada pemisahaan kekuasaan, sebagai jaminan terhadap kebebasan.
Rousseau membatasi fungsi negara kepada dua, yaitu pembuatan undang-undang (the making
of laws) dan pelaksanaan undang-undang (the executing of laws). Rousseau bicara tentang
pelepasan diri total manusia ke dalam negara (“abalienation totale”, “alienation sans reserve”).
Menurut John Locke negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Hak tersebut melekat
pada masing-masing individu bukan hanya barang tetapi kehidupan yang diartikan sebagai hak
asasi manusia. Secara eksplisit locke mengakui hak perlawanan rakyat, misalnya kalau negara
mencampuri kehidupan dan kepemilikan individu, apabila pemerintah berusaha untuk menjadikan
kehendaknya menjadi undang-undang tanpa melalui legislatif atau mencoba untuk mengubah
undang-undang pemilihan, maka model locke untuk mencegah konflik antara kewenangan negara
dan hak pribadi manusia dalam hal ini kebebasan dalam menjalankan urusan akhirat yaitu agama.
Sumbangan terbesar john locke terhadap kenegaraan modern, adalah bahwa pembatasan
wewenang negara itu dituangkan dalam tuntutan bahwa pemerintahan harus bertindak atas dasar
suatu konstitusi.
Kekuasaan negara terutama legislatif, terikat pada konstitusi. Maka setiap keputusan negara
yang ditetapkan melalui pembentukan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan
konstitusi untuk melindungi kepentingan umum, sehingga locke menarik kesimpulan yang lebih
masuk akal yaitu penguasa menerima kekuasaanya dari masyarakat, demi suatu tujuan tertentu,
yaitu untuk melindungi kehidupan dan milik para warga masyarakat.
Pemikiran locke muncul sebagai reaksi terhadap absolutisme yang terpusat di tangan raja,
seiring berjalannya waktu beberapa kekuasaan raja diserahkan kepada suatu badan kenegaraan

1
yang berdiri sendiri seperti kekuasaan raja terkait kehakiman diserahkan kepada badan peradilan.
Maka locke membagi kekuasaan itu atas kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif),
kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif) dan kekuasaan fedratif.
Sedangkan, Montesquieu menyimpulkan bahwa untuk menjamin kebebasan, ketiga fungsi
negara janganlah berada pada tangan yang sama. Bila kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif
berada pada tangan yang sama, maka tidak ada kebebasan, namun tidak ada kebebasan bila
kekuasaan untuk memutuskan adalah terpisah dari kekuasaan legislatif dan eksekutif.
Bertentangan dengan apa yang terdapat dalam Konstitusi Inggris, yang waktu itu dianalisis oleh
Montesquieu, di mana adanya supremasi kekuasaan legislatif terhadap kekuasaan lainnya.
Keseimbangan kekuasaan dalam sistem Inggris yang dimaksudkan adalah keseimbangan antara
unsur yang berbeda yang membagi kekuasaan legislatif (Raja, Lord dan Common), bukan
keseimbangan legislatif terhadap yang lainnya.
Dari ketiga para ahli yang telah mengemukakan pendapat terkait negara dan kekuasaan, maka
penulis membuat hasil analisis, sebagai berikut :

PEMBAGIAN
KEKUASAAN

KEKUASAAN
PRODUK
DALAM KONSTITUSI
HUKUM BERNEGARA

KETERTIBAN
DAN
KEADILAN

Gambar tersebut menjelaskan bahwa kekuasaan dalam bernegara terdiri dari konsitusi, produk
hukum, pembagian kekuasaan serta ketertiban dan keadilan sebagai unsur utama dalam suatu
negara dimana apabila disuatu wilayah terdapat masyarakat maka negara harus hadir untuk
memberikan ketertiban dan keadilan.
Suatu negara yang masyarakatnya memberikan kekuasaan kepada beberapa orang untuk
menjamin adanya suatu ketertiban dan keadilan maka diperlukan suatu konstitusi sebagai cita-cita
negara yang disetujui oleh mayoritas penduduk sehingga kekuasaan dalam bernegara dapat
terjamin. Selanjutnya pembagiaan kekuasaan perlu dilakukan agar tidak terjadi over power yang
menguasai segala hal untuk menjalankan negara, maka diperlukan minimal 3 (tiga) fungsi negara
yaitu eksekutif untuk melaksanakan kebijakan, legislatif yang menyusun kebijakan serta yudikatif
untuk memberikan sanksi apabila kebijakan dilanggar. Kebijakan-kebijakan tersebut harus
berbentuk produk hukum yang tertulis sehingga masyarakat dapat mengetahuinya secara
menyeluruh dan menjadi bahan bagi hakim dalam memutuskan sebuah perkara.

2
PENDAPAT MAHASISWA :

Tujuan dari diciptakannya norma hukum harus eksplisit apabila tertuang dalam peraturan
perundang-undangan yang dibentuk sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik sebagaimana tercantum dalam pasal 5 UU 12 thn 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan yaitu badan pembentuk yang sah sehingga peraturan itu berlaku
tidak lain untuk membentuk suatu sikap dan ketertiban secara umum meskipun dengan tindakan
tegas bagi pelanggarnya karena suatu norma hukum yang tertulis harus sesuai dengan tujuan
bersama bukan dengan alasan politik tertentu yang sering terjadi khususnya pada badan
pembentuk di legislatif yang memang anggotanya rata-rata adalah politikus dimana semua
mempunyai maksud tertentu, hal tersebut dinilai baik selama tujuannya untuk kesejahteraan
masyarakat secara umum bukan kepentingan golongan tertentu.
Bagaimana dengan negara yang komunis atau monarkhi, apakah ada hukum positif untuk
menjamin hak manusia secara kodrat namun apabila penguasa yang mengeluarkan hukum untuk
tujuan pribadinya apakah masih bisa disebut dengan hukum, dimana hukum kodrat untuk negara
yang monarki atau komunis?, maka Kita wajib bersyukur di Indonesia mempunyai pancasila yang
merupakan dasar dari hukum yang berlaku di indonesia, apabila ada peraturan perundang-
undangan yang tidak sesuai dengan hakikat pancasila, pastilah harus dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku karena bertentangan dengan ketentuan umum, sehingga penguasa dalam melaksanakan
tugas harus berdasarkan konstitusi dan tidak sewenang-wenang dalam mengambil hak
masyarakatnya.
Negara dibangun diatas suatu konstitusi, hal tersebut adalah aturan main paling dasar dalam
membuat hukum untuk menyelenggarakan suatu negara yang mengatur hak dan kewajiban
masyarakat serta sanksi atas suatu kegiatan yang melanggar peraturan yang sah dalam suatu
negara tersebut, maka kekuasaan dalam bernegara harus berdasarkan konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai