E DENGAN DIAGNOSA
APENDISITIS DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT “X” KOTA KEDIRI
Di Susun Oleh :
Wildan Yoga Syahputra (40219022)
PEMBIMBING INSTITUSI
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa
Apendisitis Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit “X” Kota Kediri?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami
Apendisitis
b. Tujuan Khusus
1. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam melaksanakan
pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Apendisitis.
2. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam menetapkan
diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Apendisitis.
3. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam menyusun
perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami Apendiitis .
4. Diketahaui kesenjangan antara teori dan praktek dalam melaksanakan
tindakan keperawatan pada klien yang mengalami apendisitis .
5. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam melakukan
evaluasi pada klien dengan Apendisitis.
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak terkait untuk pengembangan ilmu keperawatan
seperti dengan menghasilkan masalah baru dalam proses berkelanjutan
dan riset dalam ilmu keperawatan sehingga diharapkan perawat dapat
melakukan penelitian.
2. Manfaat praktis
1. Bagi institusi/Pendidikan
Untuk menambah kepustakaan dalam bidang ilmu keperawatan
dan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan
langsung dalam karya tulis ilmiah ini untuk tenaga kesehatan
khususnya keperawatan.
2. Bagi rumah sakit
Sebagai tambahan referensi karya ilmiah yang bertujuan untuk
mengembangkan ilmu kesehatan khususnya dibidang keperawatan dan
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya pada
apendisitis.
3. Bagi klien dan keluarga
4
Mendapatkan asuhan keperawatan yang baik dan
meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang cara
pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit apendisitis.
4. Bagi tenaga keperawatan
Sebagai tambahan masukan dan informasi dalam upaya
meningkatkan pengetahuan.
5. Bagi peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar peneliti
dibidang ilmu keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis
dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
(Buckius et al, 2012). Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada
usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah
sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. (Sjamsuhidayat, 2014). Peradangan apendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya diduga
karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang
terutama disebabkan oleh serat) (Sjamsuhidayat, 2014).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti,
namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi
untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini
mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya
(Reksoprodjo, 2010).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis
merupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan
karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.
2.2 Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasilimfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra
mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan
infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus/nanah pada dinding apendiks. Selain
6
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks
(Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011)
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi kedalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin .Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum local
seperti nyeri tekan, nyerilepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
(Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat :riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan
keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik
apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi selinflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 persen (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50
persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya
dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan
akut (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
7
infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bias menjadi ganas. Penderita sering datang
dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di region iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
f. Tumor Apendiks
1. Adeno karsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan
sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa
metastasis ke limfono di regional, dianjurkan hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
2. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor selargentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas specimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) padamuka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diarea yang hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bias
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila specimen patologi kapendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileo
sekalatau hemikolektomi kanan (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi
usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat
memperparah keadaan tadi (Reksoprodjo, 2010).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
8
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora (Sjamsuhidayat, 2014).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2. Adanya fekolit dalam lumen apendiks
3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
4. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1. Appendiks yang terlalu panjang
2. Massa appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks (Krismanuel, H., 2012).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.
2.4 Manifestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari dengan
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis
adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya, muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90%
apendisitis terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
9
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan
spina anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot
bagian bawah rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan
nyeri tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk. (Brunner &
Suddarth, 2014).
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
e. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara
pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium (Krismanuel, H., 2012).
10
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2°C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) 2
Shift to the lift (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10
Sumber : www.alvarado score for appendicitis.co.id
Interpretasi :
Skor 7-10 = apendisitis akut
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = bukan apendisitis akut
Pembagian ini berdasarkan studi McKay (2007).
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering muncul pada
kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa nyeri namun
terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data yaitu nafsu
makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga terjadinya perforasi.
2.5 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
11
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2009).
2.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan.
Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor
penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis
dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani
maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang
tua. Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2 tahun
dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks masih
sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang secara sempurna
sehingga mudah terjadi apendisitis.
Sedangkan pada orang tua, terjadi gangguan pada pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal
ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam 13pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi,baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
12
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer,
2009)
13
2. Ultrasonografi USG
3. CT-Scan.
4. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (Incesu L et al, 2015)
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2. Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3. Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4. Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage. (Brunner & Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3. Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4. Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder
(Brunner & Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang
14
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka
yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan
untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama
pada wanita. (Rahayuningsih dan Dermawan, 2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan
terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.
15
2.9 Pathway
Nekrosis appendiks
Ganggren
Pembedahan
Peningkatan Memicu pengeluaran
rangsang viseral prostaglandin
Cemas pasien dan Luka insisi post MK:Risiko (n.vagus)
keluarga, bedah tinggi infeksi Memacu kerja
pengungkapan
Absorbsi makanan tidak termostat pada
cemas,
Nyeri saat ekstremitas kanan adekuat, pengeluaran hipotalamus
pengungkapan
digerakan, saat istirahat dan cairan aktif
pertanyaan
beraktivitas Peningkatan suhu
tubuh
Mual muntah
dehidrasi
Bakteremia Abses pecah
Leukosit terkumpul
pada lumen
Perforasi MK:Risiko volume cairan
Tubuh merespon dengan kurang dari kebutuhan
mencegah aliran darah yg Meningkatkan replikasi
terinfeksi ke organ lain yg Bakteri mnyebar ke bakteri, meningkatkan
Mengaktifkan respon
masih sehat organ lain & masuk pembentukan pus dan
imunitas tubuh
pembuluh darah abses
Hipotensi
16 Merangsang saraf Meningkatkan
MK:Nyeri akut produksi leukosit
perangsang nyeri
MK : Risiko Syok Septik
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
A Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang
perawat, terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan
komunikasi yang efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah,
2015).
Pengkajian fokus pada klien post operasi appendiktomi menurut
Bararah dan Jauhar (2013) antara lain:
1. Identitas
Identitas klien post operasi appendiktomi yang menjadi pengkajian
dasar meliputi: nama, umur, jenis kelamin, no rekam medis.
2. Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi
appendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu
diuraikan dari masuk tempat perawatan sampai dilakukan
pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan
PQRST (Provokatif, Quality, Region, Severitys cale and Time).
Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya
mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat
digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi
obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi
di daerah operasi dapat pula menyebar diseluruh abdomen dan
paha kanan dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin
dapat mengganggu aktivitas seperti rentang toleransi klien masing
masing.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi
pengaruh kepada penyakit apendisitis yang diderita sekarang serta
apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama seperti klien menderita penyakit
apendisitis, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau
menular dalam keluarga.
17
d. Riwayat psikologis
Secara umum klien dengan post appendisitis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap
perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh,
identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri).
e. Riwayat Sosial
Klien dengan post operasi appendiktomi tidak mengalami
gangguan dalam hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi
harus dibandingkan hubungan sosial klien antara sebelum dan
sesudah menjalani operasi.
f. Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan
mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam hal
ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan
motivasi untuk kesembuhannya.
g. Kebiasaan sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada
umumnya mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri
yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan
dalam perawatan diri. Klien akan mengalami pembatasan
masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam
rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual
muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena
pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi
pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga
dapat mengalami penurunan haluaran urin karena adanya
pembatasan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu
maupun tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap
nyeri yang dirasakan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh
setelah beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan
menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung
periode akut rasa nyeri. Tanda vital (tensi darah, suhu tubuh,
respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali akan mengalami
ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi
apendiks. Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus
apendisitis berdasarkan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association, 2015)
18
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan
(swelling), rongga perut dimana dinding perut tampak
mengencang (distensi).
b) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri
(Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendsitis akut.
c) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat /
tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan
semakin parah (Psoas Sign).
d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
parah apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
e) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak,
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
3) Sistem Pernafasan
Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan
atau peningkatan frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan
dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
4) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon
terhadap stress dan hipovolemia), mengalami hipertensi
(sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan
tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula
keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi
jantung.
5) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan
bawah saat dipalpasi. Klien post appendiktomi biasanya
mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal post
operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka
operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.
6) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan
jumlah output urin, hal ini terjadi karena adanya pembatasan
intake oral selama periode awal post appendiktomi. Output
urin akan berlangsung normal seiring dengan peningkatan
intake oral.
7) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan
karena tirah baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot
19
berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi
aktivitas.
8) Sistem Integumen
Selanjutnya akan tampak adanya luka operasi di
abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi disertai
kemerahan. Turgor kulit akan membaik seiring dengan
peningkatan intake oral.
9) Sistem Persarafan
Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat
kesadaran, saraf kranial dan reflek.
10) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan
kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi
pendengaran.
11) Sistem Endokrin
Klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan
fungsi endokrin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan
fungsi endokrin (tiroid dan lain-lain).
12) Pemeriksaan Laboratorium\
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3,
bila lebih maka sudah terjadi perforasi. Normalnya Tidak
terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
13) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc.
Burney.
b) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
B Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa Apendiktomi dengan menggunakan
pendekatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI) adalah
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px mengeluh kesakitan.
2. Hipertermi b.d Proses penyakit d.d peningkatan suhu tubuh.
3. Resiko syok septik d.d Bakteri mnyebar ke organ lain & masuk
pembuluh darah.
4. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px gelisah, px tegang.
5. Defisit pengetahuan tengan penyakit b.d kurang terpapar informasi
d.d px bingung, tidak menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran.
20
C Intervensi Keperawatan
21
2. Hipertermi b.d Proses penyakit d.d peningkatan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 MANAJEMEN HIPERTERMIA
jam diharapkan termoregulasi px membaik dengan Observasi
suhu tubuh.
kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab hipertermia
1. Suhu tubuh membaik (5) 2. Monitor suhu tubuh
2. Suhu kulit membaik (5) 3. Monitor kadar elektrolit
3. Menggigil menurun (1) 4. Monitor haluaran urine
4. Kulit merah menurun (1) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Lakukan pendingin eksternal
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian obat antipiretik, jika perlu
22
No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI
3. Resiko syok septik d.d Bakteri mnyebar ke organ Setelah Diberikan Asuhan Keperawatan Selama 2x24 MANAJEMEN SYOK SEPTIK
Jam Diharapkan tingkat syok px meningkat dengan Observasi
lain & masuk pembuluh darah.
kriteria hasil: 1. Monitor status kardiopulmonal.
1. Kekuatan nadi meningkat (5) 2. Monitor status oksigenasi.
2. Tingkat kesadaran meningkat (5) 3. Monitor status cairan.
3. SpO2 meningkat (5) 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
4. Akral dingin menurun (5) 5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya
5. MAP membaik (5) DOTS.
6. Tekanan darah sistolik membaik (5) 6. Monitor kultur.
7. Tekanan darah diastolik membaik (5) Terapeutik
8. Tekanan nadi membaik (5) 1. Pertahankan jalan nafas paten
9. Pengisian kapiler membaik (5) 2. Berikan oksigen untuk mempertahankan
10. Frekuensi nadi membaik (5) SpO2>94%
11. Frekuensi nafas membaik (5) 3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
4. Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
5. Pasang jalur IV
6. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
7. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung
8. Ambil sampel darah untuk pemerikasaan darah
lengkap, elektrolit dan kultur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian resusitasi cairan untuk
mencapai CVP 8-12 mmHg dalam 6 jam pertama.
2. Kolaborasi pemberian agen vasoaktif, jika MAP
<60% mmHg
3. Kolaborasi tranfusi PRC, jika SpO2<70%
23
No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI
4. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 MANAJEMEN NYERI
gelisah, px tegang. jam diharapkan tingkat ansietas yang dirasakan pasien Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah.
1. Verbilisasi kebingungan menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
2. Verbilisasi khawatir akibat kondisi yang 3. Monitor tanda-tanda ansietas
dihadapi menurun (5) Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun (5) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
4. Perilaku tegang menurun (5) kepercayaan
5. Konsentrasi membaik (5) 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
6. Pola tidur membaik (5) memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3. Ankurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuan
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
24
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu
25
KASUS KEPERAWATAN
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Data umum
Nama : An. E
Umur : 21 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Desa Banjaran, Kota Kediri
No. Registrasi : 1978xx
Diagnosa medis : Apendisitis Akut
Tanggal MRS : 27 Mei 2020 / 08.00 WIB
Tanggal pengkajian : 27 Mei 2020 / 08.10 WIB
Bila pasien di IGD
Triage pada pukul : 08.02 WIB
Kategori triage : P1 P2 P3
Data khusus
1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint):
Klien mengeluh sakit perut dibagian kanan bawah
26
epigastrium, S (severity): skala nyeri 7, T (time): nyeri terasa terus menerus. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2020: hemoglobin 13,9 g/dl, hematokrit
42%, leukosit 15,7 ribu/ul, trombosit 238 ribu/ul, eritrosit 4,73 juta/ul, eosinofil 0,30%,
basofil 0,20%, neutrofil 85,70%, limfosit 8,70%, monosit 5,10%. Hasil pemeriksaan
USG diperoleh kesan appendisitis.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
No Intensitas Nyeri Diskripsi
Tidak
1 Pasien mengatakan tidak nyeri
Nyeri
27
4 hari yang lalu pasien mengeluh sakit perut bagian bawah
2. Obyektif
Keadaan umum : Baik Sedang Lemah
A. AIRWAY
Snoring Ya Tidak
Gurgling Ya Tidak
Stridor Ya Tidak
Wheezing Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Benda asing Ya Tidak Sebutkan................
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimetris
Gerakan paradoksal Ya Tidak
Retraksi intercosta Ya Tidak
Retraksi suprasternal Ya Tidak
Retraksi substernal Ya Tidak
Retraksi supraklavikular Ya Tidak
Retraksi Intraklavikula Ya Tidak
Gerakan diafragma Normal Tidak
C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki Hangat Dingin
Kualitas nadi Kuat Lemah
CRT < 2 dt > 2 dt
Perdarahan Ya Tidak
D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
Alert : sadar dan orientasi baik
Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar tapi
berespon terhadap suara
Pain : tidak sadar tapi berespon terhadap nyeri
Unresponsive : tidak sadar, tidak ada reflek batuk/reflek gag
GCS Eye:4 Verbal:5 Motorik:6 Total:15
Pupil : Isokor Anisokor
Reaksi terhadap cahaya : Ya tidak
28
Monitor jantung Terpasang tidak
Pulse Oxymetri Terpasang tidak
29
CT- Scan
MRI
Endoscopy
Lain – lain
G. GIVE COMFORT
Memberikan selimut kepada pasien, memposisikan pasien senyaman mungkin.
H. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism
................................................................................................................................
I : Injuries
Suspected ..............................................................................................................................
..
V : Vital sign on
scene ................................................................................................................................
T : Treatment
received ................................................................................................................................
Mata
Palpebra oedema Ya Tidak
Sklera Ikterik Kemerahan Normal
Konjungtiva Anemis Kemerahan Normal
Pupil Isokor Anisokor
Midriasis Ø: 2,0 mm
Miosis Ø: 2.0 mm.
Reaksi terhadap cahaya: +/+
Racoon eyes Ya Tidak
Hidung
Bentuk Normal Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Epistaksis Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pernafasan cuping hidung Ya Tidak
Terpasang oksigen: tidak terpasang
Gangguan penciuman Ya Tidak
Telinga
Bentuk Normal Tidak
Othorhea Ya Tidak
Cairan Ya Tidak
Gangguan pendengaran Ya Tidak
Luka Ya Tidak
Mulut
Mukosa Lembab Kering Stomatitis
Luka Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Muntahan Ya Tidak
30
Leher
Deviasi trakhea Ya Tidak
JVD Normal Meningkat Menurun
Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak
Deformitas leher Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Pain/nyeri Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Thoraks :
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Gerakan paradoksal Simetris Tidak
Paru – paru :
Pola nafas, irama : Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Lain-lain:...........
Suara nafas Vesikuler Bronkial Bronkovesikuler
Suara nafas tambahan :
Ronkhi Wheezing Stridor Crackles
Lain-lain:..............
Batuk Ya Tidak Produktif Ya Tidak
Sputum: Warna................ Jumlah.......................
Bau.................... Konsistensi................
Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS V
Irama jantung Reguler Ireguler
S1/S2 tunggal Ya Tidak
Bunyi jantung tambahan Murmur Gallops Rhitme
lain-lain: .........
Nyeri dada Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah
Teraba hilang timbul tidak teraba
CVP: Ada Tidak ada
Tempat CVP Subklavia Brachialis Femoralis
Pacu jantung Ada Tidak ada
Jenis: Permanen Sementara
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Peristaltik usus: 15 x/menit
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Frekuensi: 4x saat sebelum di rumah sakit , Jumlah: tidak dapat diukur,
warna: yang dikeluarkan sisa makanan
Pembesarah hepar Ya Tidak
Pembesaran lien Ya Tidak
31
Ekstremitas
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya Tidak
Kontraktur Ya Tidak
Parese Ya Tidak
Plegi Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah
Teraba hilang timbul tidak teraba
Fraktur Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kekuatan otot: 5 5
5 5
Oedema: - -
- -
Kulit
Turgor Baik Sedang Jelek
Decubitus Ada Tidak Lokasi:…………
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kebersihan area genital Bersih Kotor
Priapismus Ya Tidak
Incontinensia urine Ya Tidak
Retensi Urine Ya Tidak
b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
32
Eliminasi BAB /
BAK
1 Jumlah / Waktu BAK BAK
Pagi : 1x/hari Pagi : 1x/hari
Siang : 2x/hari Siang : 1x/hari
Malam : 1x/hari Malam : 1x/hari
BAB : BAB :
1x/hari belum BAB
2 Warna BAK : kuning jernih BAK : kuning jernih
BAB : kuning kecoklatan BAB : belum bisa
dievaluasi
3 Bau BAK : amonia BAK : amonia
BAB : Khas BAB : belum bisa
dievaluasi
4 Konsistensi BAB : Padat BAB : belum bisa
dievaluasi
5 Masalah
Tidak ada Tidak ada
eliminasi
6 Cara mengatasi
Tidak ada Tidak ada
masalah
3 Upaya mengatasi
masalah Tidak ada Tidak ada
gangguan tidur
4 Hal yang
mempermudah Tidak ada Tidak ada
tidur
5 Hal yang
mempermudah Tidak ada Tidak ada
bangun
33
Ranitidin 2x25 mg inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Ketorolac 2x30 mg Antrain 3x1 gr
Pelastin 2x1 mg
34
ANALISA DATA
DO :
P (provoking): bertambah Edema dan
nyeri saat batuk, miring ke peningakatan tekanan
kanan, ataupun saat diraba, intara lumen
Q (quality): nyeri terasa
seperti tertusuk-tusuk,
R (region): nyeri pada perut
kanan bawah sampai Memicu pengeluaran
epigastrium, prostaglandin
S (severity): skala nyeri 7,
T (time): nyeri terasa terus
menerus.
TTV : tekanan darah 130/90 dikirim ke
mmHg, nadi 104 x/mnt, suhu hypotalamus
37,8°C, dan pernapasan
20x/mnt
Pasien meringis kesakitan
Pasien gelisah Merangsang saraf
Saat pemeriksaan bagian perangsang nyeri
abdomen terdapat nyeri
tekan pada titik Mc.Burney
dan nyeri terasa sampai
epigastrium, ditemukan Nyeri akut
tanda Psoas dan Obturator
positif.
35
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
2. DS : pasien takut kalau operasinya Terjadinya infark ansietas
gagal dan dia meninggal di pada usus
ruang operasi.
DO : menyebabkan
Pasien gelisah bila nekrosis apendiks
mengingat penyakitnya
Pasien tegang
Wajah pasien pucat
tekanan darah 130/90 mmHg dilakukan prosedur
nadi 104 x/mnt pembedahan
pasien cemas
ansietas
36
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
2. DS : pasien juga bertanya tanya dilakukan prosedur defisit pengetahuan
oprasi apa yang akan pembedahan
dijalaninya dan akan
berlangsung berapa lama
diruang operasi kurang terpaparnya
informasi tentang
DO : prosedur operasi
pasien sering bertanya
Pasien khawatir
Pasien histeris saat tau akan
dioprasi pasien kebingungan
tekanan darah 130/90 mmHg
nadi 104 x/mnt
defisit pengetahuan
37
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)
38
Intervensi Keperawatan
39
No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI
2. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x10 REDUKSI ANSIETAS
gelisah, px tegang. menit jam diharapkan tingkat ansietas yang dirasakan Observasi
pasien menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah.
1. Verbilisasi kebingungan menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
2. Verbilisasi khawatir akibat kondisi yang 3. Monitor tanda-tanda ansietas
dihadapi menurun (5) Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun (5) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
4. Perilaku tegang menurun (5) kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3. Ankurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuan
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
40
tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu
41
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
42
Pasien tidak alergi dengan obat analgetik
2. Rabu/27 Mei 2020 08.40 WIB Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah 09.10 WIB S: Pasien mengatakan jauh lebih
Pasien sempat histeris saat mendengar bahwa dirinya akan tenang dari pada sebelumnya
menjalani operasi O: pasien lebih tenang
08.42 WIB Memonitor tanda-tanda ansietas pasien tidak tegang
Pasien gelisah, pasien tidak gelisah
Pasien tegang, Nadi: 90x/menit
Pasien kebingungan, A: Masalah ansietas teratasi
Pasien mengatakan khawatir kalau operasinya akan gagal P: Hentikan intervensi
08.43 WIB Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan rasa
kepercayaan
Menerapkan metode bina hubungan saling percaya kepada
pasien
08.45 WIB Memahami situasi yang menyebabkan ansietas
Pasien cemas kalau dirinya akan dioperasi
08.48 WIB Mendengarkan dengan penuh perhatian
Pasien menceritakan keadaan yang dialaminya sekarang
08.52 WIB Menggunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
Memberikan sentuhan lembut agar pasien menjadi lebih
tenang
08.56 WIB Menjelaskan prosedur operasi, dan sensasi yang mungkin
dialami
Menjelaskan nanti operasinya akan memotong usus buntu
yang meradang, dan nanti pasien akan di bius anestesi total
sehingga pasien tidak akan merasakan apa-apa
09.03 WIB Melatih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
Melatih pasien melakukan teknik relaksasi distraksi
dengan mengingat hal-hal terindah yang dialaminya.
3. Rabu/27 Mei 2020 09.15 WIB Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan pasien dalam 09.45 WIB S: Pasien mengatakan paham dan
43
menerima informasi mengerti tentang prosedur
Pasien tidak memiliki gangguan pendengaran operasi yang akan dijalaninya
09.17 WIB Mengidentifikasi pengalaman pembedahan dan tingkat O: Pasien menjalankan anjuran
pengetahuan tentang pembedahan yang di arahkan perawat.
Pasien belum pernah dioperasi dan ini baru yang pertama Pasien sudah tidak mengajukan
kalinya pertanyaan lagi ke perawat.
09.18 WIB Menjelaskan rutinitas pre operasi Pasien sangat antusias saat
Menjelaskan anestesi yang akan diberikan adalah spinal menerima informasi.
anestesi atau anastesi sebagian pada jam pertama dan Pasie mampu menjelaskan
kemudian akan diganti dengan general anastesi atau kembanli apa yang telah
anestesi total, jadi pasien akan ditidurkan dan tidak akan disampaikan oleh perawat
merasakan apa-apa selama operasi berlangsung. A: Masalah defisit pengetahuan
09.26 WIB Mengidentifikasi kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur operasi
Kecemasan pasien dan keluarga berkurang setelah teratasi
diberikan perngertian dari perawat P: Hentikan intervensi
09.30 WIB Menginformasi jadwal operasi, lokasi yang akan dioperasi dan
lama operasi yang akan berlangsung
Pasien dijadwalkan kamis tanggal 28 Mei 2020 pada pukul
09.00, lokasi yang akan dioprasi pada perut kuadran kanan
bawah dan lama operasi akan berlangsung selama ± 2,5
sampai 3 jam
09.40 WIB Menganjurkan puasa minimal 6 Jam sebelum operasi
Pasien dianjurkan mulai puasa pada pukul 03.00 WIB
09.44 WIB Menganjurkan tidak minum minimal 2 jam sebelum operasi
Pasien dianjurkan untuk tidak minum pada pukul 07.00
WIB
44
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian pemeriksaan fisik pada abdomen pasien diperoleh hasil nyeri daerah
epigastrium sampai perut kanan bawah dan bertambah nyeri jika digunakan untuk batuk,
miring ke kanan atau diraba, skala nyeri 7, rasanya terasa terus menerus seperti ditusuk-
tusuk. Tanda Psoas, Obturator positif, Alvarado skor: 8, hasil USG nampak kesan
appendisitis. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An.E adalah sebagai berikut:
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px mengeluh kesakitan. Ansietas b.d
ancaman terhadap kematian d.d px gelisah, px tegang. Defisit pengetahuan tentang
prosedur operasi b.d kurang terpapar informasi d.d px bingung, tidak menunjukkan
perilaku yang sesuai anjuran.
Masalah nyeri akut diangkat pada pre operasi karena apendiks terinflamasi
meluas dan mengenai peritoneum oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau
benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal sehingga
menimbulkan nyeri abdomen atas dan menyebar hebat secara progresif dalam beberapa
jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Untuk mengatasi masalah
nyeri akut pada An.E, penulis melakukan implementasi sesuai dengan rencana tindakan
yang telah dibuat, di antaranya penulis menggunakan teknik relaksasi progresif untuk
mengatasi nyeri pasien. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 10 menit,
nyeri teratasi sebagian dengan hasil evaluasi pasien mengatakan lebih nyaman dan skala
nyeri turun menjadi 5, wajah terlihat lebih rileks, dan tanda tanda vital dalam batas
normal. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian oleh Kweekkeboom dan
Gretasrdottir (2006) dengan judul “Systematic Review of Relaxation Interventions for
Pain” yang menjelaskan bahwa teknik-teknik relaksasi dapat menurunkan tingkatan
nyeri pada pasien. Namun, teknik ini memiliki kelemahan dimana hasilnya
dipergunakan untuk persepsi nyeri tertentu, seperti nyeri arthritis. Untuk mengurangi
rasa nyari pada pasien pre operasi dapat digunakan teknik distraksi seperti terapi musik
dan guided imagery yang dapat menurunkan rasa nyeri pada nyeri akut, yang merupakan
hasil penelitian oleh Brim (2011) yang berjudul “Nursing Students Use of
Nonpharmacologic Pain Relief Techniques”.
Masalah ansietas diangkat karena pasien mengatakan takut akan operasi dan
wajah kelihatan tegang. Pembedahan merupakan stressor yang dapat menimbulkan
stress fisiologis (respon neuroendokrin). Respon fisiologis ini dikoordinasi oleh sistem
saraf pusat. Sistem saraf pusat menggerakkan hipotalamus, sistem saraf simpatis,
kelenjar hipofisis posterior dan anterior, medula dan korteks adrenal. Penggerak ini
mengakibatkan keluarnya katekolamin dan hormon hormon yang menyebabkan
perubahan fisiologis sebagai respon terhadap stress. Rangsangan stress ini akan
mengaktifkan benzodiazepin yang merupakan pengatur kecemasan dimana rangsangan
45
ini menghambat aminobutririk gamma neuroregulator (GABA) yang juga mengatur
kecemasan sehingga berdampak pada individu dalam menurunkan kapasitas mengatasi
stressor. Efek sistemik dari respon neuro endokrin nampak dengan adanya perubahan
denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, suplai darah ke otak dan organ
vital meningkat, suplai darah ke gastrointestinal dan motilitas gastrointestinal menurun,
kecepatan pernapasan meningkat, glukosa darah meningkat dan dilatasi pupil
(Baradero.M, 2005). Penulis melakukan semua rencana tindakan yang telah disusun,
diantaranya adalah menganjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi untuk
menurunkan kecemasan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian oleh Uzma Ali (2010)
yang berjudul “The Effectiveness of Relaxation Therapy in the Reduction of Anxiety
Related Symptomps (A Case Study)”, yang menjelaskan bahwa terapi relaksasi dapat
menurunkan tingkat kecemasan dan depresi serta terjadi penurunan ketegangan otot, rasa
nyeri, dan gangguan tidur.
Kurang pengetahuan diangkat sebagai masalah keperawatan karena pasien belum
pernah mengalami operasi sebelumnya sehingga pengetahuan mengenai jalannya operasi
belum begitu dipahami. Pasien juga terlihat bingung, sehingga penulis melakukan
implementasi dengan memberikan informasi mengenai jalannya operasi, sebab akibat
dilakukan operasi dan alat-alat yang akan digunakan saat operasi. Pemberian informasi
diperlukan bagi pasien dengan preoperatif karena dapat mengurangi dampak psikologis
pasien yang berdampak pada stress (Barbara, 2005). Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian dari Broke, Hasan, dkk (2012) yang berjudul “Efficacy of Information
Intervention in Reducing Transfer Anxiety from A Critical Care Setting to A General
Ward: A Systematic Review and Meta Analysis” yang memberikan kesimpulan bahwa
memberikan informasi pada pasien dan keluarga dapat mengurangi tingkat kecemasan”
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam pengkajian perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara fokus pada
abdomen dimana terdapat tanda Psoas, Obturator, dan Alvarado positif yang
mendukung Adanya appendisitis. Masalah diagnosa yang muncul adalah nyeri
akut, ansietas, defisit pengetahuan.
Intervensi dengan mengontrol lingkungan dan mengajarkan teknik
relaksasi untuk diagnosa nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px
mengeluh kesakitan dan diagnosa ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px
gelisah, px tegang, serta memberikan informasi untuk diagnosa Defisit
pengetahuan tentang prosedur operasi b.d kurang terpapar informasi d.d px
bingung, tidak menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran.
Implementasi tindakan dikerjakan secara kolaboratif dalam tim operasi.
Seluruh intervensi yang diberikan dilakukan secara mandiri maupun kolaboratif
sehingga tujuan rencana tindakan tercapai.
Evaluasi dari masalah nyeri teratasi sebagian sehingga tetap dianjurkan
untuk melakukan teknik relaksasi, masalah cemas teratasi, dan defisit
pengetahuan teratasi.
5.2 Saran
1. Perawat
Perawat hendaknya melakukan pengkajian secara komprehensif pada
pasien sehingga meminimalkan masalah keperawatan yang muncul.
2. Instalasi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
pasien sehingga mutu pelayanan menjadi berkualitas.
3. Peneliti Lain
Memotivasi pada peneliti lain untuk menggali penemuan baru mengenai
asuhan keperawatan pada pasien apendisitis
47
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. (U. Athelia Kurniati, Ed.). Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Buckius et al, 2012. Changing Epidemiology of Acute Appendicitis in the United
States: Study period 1993-2008, Journal of surgical research, Philadelpia, US,
185-90
Depkes RI, 2008. Kasus Appendicitis di Indonesia .diakses dari :
http://www.artikelkedokteran.com/arsip/kasus-apendisitis-di-indonesia-
padatahun-2008.html
Incesu L et al, 2015. Appendicitis Imaging, http://emedicine.medscape.com/
article/363818-overview# . Diakses 29 September 2015
Krismanuel, H. 2012. Pemulangan Awal dari Rumah Sakit Sesudah Apendisektomi
Terbuka Hubungannya dengan Infeksi Luka Operasi dan Penerimaan
penderita. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Lamps LW, 2014. Appendicitis and infection of appendix. Seminars in diagnostic
pathology, Elsevier Publisher, New york, US, 86-97
Mansjoer, 2009, Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi II, diterjemahkan
oleh A. Samik Wahab & Soedjono Aswin, Yogyakarta, Gadjah Mada
University
Naiken, G., 2013, Apendisitis Akut,
http://www.scribd.com/doc/149322791/APENDISITIS-AKUT (diakses tanggal
20 Mei 2020).
R Tsamsuhidajat & Wim De jong. 2010. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta,
Erlangga.
Rahayuningsih dan Dermawan. 2010. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk Pemula.
diterjemahkan oleh Lyndon Saputra. 147. Jakarta: Binarupa Aksara.
Reksoprodjo, S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 115. Tangerang: Binarupa
Aksara
Saksono, A. B. 2012. Karakteristik lokasi perforasi apendiks dan usia pada pasien
yang didiagnosis apendisitis akut perforasi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Skripsi. Fakultas Kedokteran. UPN Veteran Jakarta
Sjamsuhidajat, R, De Jong, W, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC
Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011. Karakteristik Klinis, Laboratoris dan Mortalitas
pada Pasien Appendiksitis Akut di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter
Saeiful Anwar Malang, Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUB.
48
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta.
Tim Pokja SDKI, SLKI, dan SIKI DPP PPNI
49