Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

E DENGAN DIAGNOSA
APENDISITIS DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT “X” KOTA KEDIRI

Di Susun Oleh :
Wildan Yoga Syahputra (40219022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. E DENGAN DIAGNOSA
APENDISITIS DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT “X” KOTA KEDIRI

NAMA : WILDAN YOGA SYAHPUTRA


NIM : 40219022
PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUSI : INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PEMBIMBING INSTITUSI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Petugas kesehatan khususnya perawat dalam hal ini memiliki
tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk
memberikan suatu pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Salah
satu contohnya adalah kurangnya konsumsi makanan berserat dalam menu
sehari-hari, diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya masalah kesehatan
yaitu apendisitis (Sjamsuhidayat, 2014).
Apendiks sering disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang
dikenal di masyarakat awam adalah sekum. Apendiks merupakan organ
berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal (Sjamsuhidayat, 2014). Apendiks mengeluarkan lendir 1-2 ml
per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut merupakan
salah satu penyebab timbulnya apendisitis (Saksono, 2012), hal ini
merupakan penyebab tersering nyeri abdomen akut dan memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Sjamsuhidajat, 2014), biasanya memiliki durasi tidak lebih dari 48 jam
ditandai dengan keluhan nyeri didaerah umbilikus atau periumbilikus yang
disertai dengan muntah.Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih kekuadran kanan
bawah,yang akan menetap dan diperberat bila berjalan (Saksono, 2012),
Apendisitis akut merupakan salah satu kasus tersering dalam bidang
bedah abdomen. Selain itu, juga di laporkan hasil survey angka insidensi
apendisitis, dimana terdapat 11 kasus apendisitis pada setiap 1000 orang di
Amerika (Naiken, 2013). Menurut WHO (World Health Organization),
indisdensi apendisitis di Asia pada tahun 2004 adalah 4,8% penduduk dari
total populasi. Menurut Departemen Kesehatan RI di Indonesia pada tahun
2008, apendisitis menduduki urutan keempat penyakit terbanyak setelah
dispepsia, gastritis, dan duodenitis dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak
28.040. Selain itu, pada tahun 2008, insidensi apendisitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antar kasus kegawatan abdomen lainnya
(Depkes RI, 2008)
Berdasarkan berbagai data dan informasi di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan studi kasus tentang penyakit apendiksitis mengenai
pemberian “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Apendisitis
Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit “X” Kota Kediri.

3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa
Apendisitis Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit “X” Kota Kediri?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami
Apendisitis
b. Tujuan Khusus
1. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam melaksanakan
pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Apendisitis.
2. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam menetapkan
diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Apendisitis.
3. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam menyusun
perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami Apendiitis .
4. Diketahaui kesenjangan antara teori dan praktek dalam melaksanakan
tindakan keperawatan pada klien yang mengalami apendisitis .
5. Diketahui kesenjangan antara teori dan praktek dalam melakukan
evaluasi pada klien dengan Apendisitis.
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak terkait untuk pengembangan ilmu keperawatan
seperti dengan menghasilkan masalah baru dalam proses berkelanjutan
dan riset dalam ilmu keperawatan sehingga diharapkan perawat dapat
melakukan penelitian.
2. Manfaat praktis
1. Bagi institusi/Pendidikan
Untuk menambah kepustakaan dalam bidang ilmu keperawatan
dan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan
langsung dalam karya tulis ilmiah ini untuk tenaga kesehatan
khususnya keperawatan.
2. Bagi rumah sakit
Sebagai tambahan referensi karya ilmiah yang bertujuan untuk
mengembangkan ilmu kesehatan khususnya dibidang keperawatan dan
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya pada
apendisitis.
3. Bagi klien dan keluarga

4
Mendapatkan asuhan keperawatan yang baik dan
meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang cara
pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit apendisitis.
4. Bagi tenaga keperawatan
Sebagai tambahan masukan dan informasi dalam upaya
meningkatkan pengetahuan.
5. Bagi peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar peneliti
dibidang ilmu keperawatan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis
dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
(Buckius et al, 2012). Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada
usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah
sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. (Sjamsuhidayat, 2014). Peradangan apendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya diduga
karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang
terutama disebabkan oleh serat) (Sjamsuhidayat, 2014).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti,
namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi
untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini
mengalami infeksi akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya
(Reksoprodjo, 2010).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis
merupakan suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan
karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.
2.2 Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasilimfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra
mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan
infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan
supuratif yang menghasilkan pus/nanah pada dinding apendiks. Selain

6
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks
(Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011)
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi kedalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin .Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum local
seperti nyeri tekan, nyerilepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
(Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat :riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan
keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik
apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi selinflamasi kronik. Insidens
apendisitis kronik antara 1-5 persen (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50
persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya
dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan
akut (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa

7
infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bias menjadi ganas. Penderita sering datang
dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di region iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
f. Tumor Apendiks
1. Adeno karsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan
sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa
metastasis ke limfono di regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
2. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor selargentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas specimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) padamuka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diarea yang hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bias
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila specimen patologi kapendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileo
sekalatau hemikolektomi kanan (Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011).
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi
usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat
memperparah keadaan tadi (Reksoprodjo, 2010).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

8
apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat
timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga
meningkatnya pertumbuhan kuman flora (Sjamsuhidayat, 2014).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2. Adanya fekolit dalam lumen apendiks
3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
4. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1. Appendiks yang terlalu panjang
2. Massa appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks (Krismanuel, H., 2012).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya
apendisitis yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga
karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat.
2.4 Manifestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari dengan
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis
adalah:
a. Nyeri visceral epigastrium.
b. Nafsu makan menurun.
c. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
d. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
e. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada
nyerinya, muntah-muntah, lemah, latergik, pada bayi 80-90%
apendisitis terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong, 2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:

9
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan
terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi
dapat terjadi.
b. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan
spina anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot
bagian bawah rektus kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan
nyeri tekan, spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih
terdistensi akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk. (Brunner &
Suddarth, 2014).

Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :

a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.

b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness


(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

c. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang


menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.

d. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah


apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.

e. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.

f. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara
pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium (Krismanuel, H., 2012).

Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado

Tabel Skor Alvarado Skor


Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1

10
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2°C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) 2
Shift to the lift (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10
Sumber : www.alvarado score for appendicitis.co.id

Interpretasi :
Skor 7-10 = apendisitis akut
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut
Skor 1-4 = bukan apendisitis akut
Pembagian ini berdasarkan studi McKay (2007).
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering muncul pada
kasus apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa nyeri namun
terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data yaitu nafsu
makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga terjadinya perforasi.
2.5 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.

11
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2009).
2.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan.
Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor
penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis
dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani
maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang
tua. Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2 tahun
dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks masih
sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang secara sempurna
sehingga mudah terjadi apendisitis.
Sedangkan pada orang tua, terjadi gangguan pada pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal
ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam 13pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi,baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang

12
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer,
2009)

Komplikasi menurut (Brunner & Suddarth, 2014):


a. Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan
peritonitis pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau
flebilitis portal.
b. Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
yang muncul antara lain: Demam 37,7’C, nyeri tekan atau nyeri
abdomen.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang bisa mengakibatkan
keparahan/komplikasi penyakit apendisitis dikarenakan dua hal yaitu faktor
ketidaktahuan masyarakat dan keterlambatan tenaga medis dalam menentukan
tindakan sehingga dapat menyebabkan abses, perforasi dan peritonitis.
2.7 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan
(swelling), rongga perut dimana dinding perut tampak
mengencang (distensi).
2. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri
(Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendsitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat /
tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin
parah (Psoas Sign).
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah
apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
5. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3.
jika terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
telah mengalami perforasi (pecah).
1. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat
sampai 75%,
2. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).

13
2. Ultrasonografi USG
3. CT-Scan.
4. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. (Incesu L et al, 2015)
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana
penentuan diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik
yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah
akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan
melihat peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2. Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3. Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4. Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage. (Brunner & Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3. Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4. Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder
(Brunner & Suddarth, 2014).
c. Penatalaksaan Keperawatan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang

14
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka
yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan
untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama
pada wanita. (Rahayuningsih dan Dermawan, 2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan
terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai
dengan kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.

15
2.9 Pathway

Fekalit, bolus ascaris, benda asing, dan jaringan parut

Obstruksi pada lumen appendiks

Keetidakseimbbangan antara Migrasi bakteri dari colon ke


produksi dan ekskresi mucus appendiks

Peningkatan intra lumen

Arteri terganggu Terhambatnya aliran limfe Obstruksi vena

Terjadinya infark pada Edema dan peningakatan Peradangan pada


usus tekanan intara lumen APENDISITIS dinding appendiks

Nekrosis appendiks

Ganggren

Appendiks Peradangan meluas ke peritonium Peningkatan Perangasang pirogen


ganggrenosa hiperperistaltik dalam hipotalamus

Pembedahan
Peningkatan Memicu pengeluaran
rangsang viseral prostaglandin
Cemas pasien dan Luka insisi post MK:Risiko (n.vagus)
keluarga, bedah tinggi infeksi Memacu kerja
pengungkapan
Absorbsi makanan tidak termostat pada
cemas,
Nyeri saat ekstremitas kanan adekuat, pengeluaran hipotalamus
pengungkapan
digerakan, saat istirahat dan cairan aktif
pertanyaan
beraktivitas Peningkatan suhu
tubuh
Mual muntah

MK:Nyeri akut pada MK:Hipertermi


luka post bedah
MK: Intoleransi
aktivitas

Intake cairan tidak


MK: Ansietas MK:Risiko nutrisi
MK:Kurang adekuat
pengetahuan kurang dari kebutuhan

dehidrasi
Bakteremia Abses pecah
Leukosit terkumpul
pada lumen
Perforasi MK:Risiko volume cairan
Tubuh merespon dengan kurang dari kebutuhan
mencegah aliran darah yg Meningkatkan replikasi
terinfeksi ke organ lain yg Bakteri mnyebar ke bakteri, meningkatkan
Mengaktifkan respon
masih sehat organ lain & masuk pembentukan pus dan
imunitas tubuh
pembuluh darah abses
Hipotensi
16 Merangsang saraf Meningkatkan
MK:Nyeri akut produksi leukosit
perangsang nyeri
MK : Risiko Syok Septik
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
A Pengkajian
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang
perawat, terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan
komunikasi yang efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto & Wartonah,
2015).
Pengkajian fokus pada klien post operasi appendiktomi menurut
Bararah dan Jauhar (2013) antara lain:
1. Identitas
Identitas klien post operasi appendiktomi yang menjadi pengkajian
dasar meliputi: nama, umur, jenis kelamin, no rekam medis.
2. Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi
appendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu
diuraikan dari masuk tempat perawatan sampai dilakukan
pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan
PQRST (Provokatif, Quality, Region, Severitys cale and Time).
Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya
mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat
digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi
obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi
di daerah operasi dapat pula menyebar diseluruh abdomen dan
paha kanan dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin
dapat mengganggu aktivitas seperti rentang toleransi klien masing
masing.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi
pengaruh kepada penyakit apendisitis yang diderita sekarang serta
apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama seperti klien menderita penyakit
apendisitis, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau
menular dalam keluarga.

17
d. Riwayat psikologis
Secara umum klien dengan post appendisitis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap
perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh,
identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri).
e. Riwayat Sosial
Klien dengan post operasi appendiktomi tidak mengalami
gangguan dalam hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi
harus dibandingkan hubungan sosial klien antara sebelum dan
sesudah menjalani operasi.
f. Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan
mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam hal
ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan
motivasi untuk kesembuhannya.
g. Kebiasaan sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada
umumnya mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri
yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan
dalam perawatan diri. Klien akan mengalami pembatasan
masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam
rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual
muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena
pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi
pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga
dapat mengalami penurunan haluaran urin karena adanya
pembatasan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu
maupun tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap
nyeri yang dirasakan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh
setelah beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan
menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung
periode akut rasa nyeri. Tanda vital (tensi darah, suhu tubuh,
respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali akan mengalami
ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi
apendiks. Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada kasus
apendisitis berdasarkan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association, 2015)

18
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan
(swelling), rongga perut dimana dinding perut tampak
mengencang (distensi).
b) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri
(Blumbeng Sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendsitis akut.
c) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat /
tungkai di angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan
semakin parah (Psoas Sign).
d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
parah apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
e) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak,
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
3) Sistem Pernafasan
Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan
atau peningkatan frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan
dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
4) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon
terhadap stress dan hipovolemia), mengalami hipertensi
(sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan
tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula
keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi
jantung.
5) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan
bawah saat dipalpasi. Klien post appendiktomi biasanya
mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal post
operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka
operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.
6) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan
jumlah output urin, hal ini terjadi karena adanya pembatasan
intake oral selama periode awal post appendiktomi. Output
urin akan berlangsung normal seiring dengan peningkatan
intake oral.
7) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan
karena tirah baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot

19
berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi
aktivitas.
8) Sistem Integumen
Selanjutnya akan tampak adanya luka operasi di
abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi disertai
kemerahan. Turgor kulit akan membaik seiring dengan
peningkatan intake oral.
9) Sistem Persarafan
Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat
kesadaran, saraf kranial dan reflek.
10) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan
kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi
pendengaran.
11) Sistem Endokrin
Klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan
fungsi endokrin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan
fungsi endokrin (tiroid dan lain-lain).
12) Pemeriksaan Laboratorium\
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3,
bila lebih maka sudah terjadi perforasi. Normalnya Tidak
terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
13) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan USG
Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc.
Burney.
b) Foto polos
Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
B Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa Apendiktomi dengan menggunakan
pendekatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI) adalah
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px mengeluh kesakitan.
2. Hipertermi b.d Proses penyakit d.d peningkatan suhu tubuh.
3. Resiko syok septik d.d Bakteri mnyebar ke organ lain & masuk
pembuluh darah.
4. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px gelisah, px tegang.
5. Defisit pengetahuan tengan penyakit b.d kurang terpapar informasi
d.d px bingung, tidak menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran.

20
C Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 MANAJEMEN NYERI
mengeluh kesakitan. jam diharapkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun (5) kualitas, intensitas nyeri.
2. Grimace menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Gelisah menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
5. Kesulitan tidur menurun (5) memperingan nyeri
6. Frekuensi nadi membaik (5) 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analkgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI

21
2. Hipertermi b.d Proses penyakit d.d peningkatan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 MANAJEMEN HIPERTERMIA
jam diharapkan termoregulasi px membaik dengan Observasi
suhu tubuh.
kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab hipertermia
1. Suhu tubuh membaik (5) 2. Monitor suhu tubuh
2. Suhu kulit membaik (5) 3. Monitor kadar elektrolit
3. Menggigil menurun (1) 4. Monitor haluaran urine
4. Kulit merah menurun (1) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Lakukan pendingin eksternal
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian obat antipiretik, jika perlu

22
No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI
3. Resiko syok septik d.d Bakteri mnyebar ke organ Setelah Diberikan Asuhan Keperawatan Selama 2x24 MANAJEMEN SYOK SEPTIK
Jam Diharapkan tingkat syok px meningkat dengan Observasi
lain & masuk pembuluh darah.
kriteria hasil: 1. Monitor status kardiopulmonal.
1. Kekuatan nadi meningkat (5) 2. Monitor status oksigenasi.
2. Tingkat kesadaran meningkat (5) 3. Monitor status cairan.
3. SpO2 meningkat (5) 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
4. Akral dingin menurun (5) 5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya
5. MAP membaik (5) DOTS.
6. Tekanan darah sistolik membaik (5) 6. Monitor kultur.
7. Tekanan darah diastolik membaik (5) Terapeutik
8. Tekanan nadi membaik (5) 1. Pertahankan jalan nafas paten
9. Pengisian kapiler membaik (5) 2. Berikan oksigen untuk mempertahankan
10. Frekuensi nadi membaik (5) SpO2>94%
11. Frekuensi nafas membaik (5) 3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
4. Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
5. Pasang jalur IV
6. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
7. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung
8. Ambil sampel darah untuk pemerikasaan darah
lengkap, elektrolit dan kultur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian resusitasi cairan untuk
mencapai CVP 8-12 mmHg dalam 6 jam pertama.
2. Kolaborasi pemberian agen vasoaktif, jika MAP
<60% mmHg
3. Kolaborasi tranfusi PRC, jika SpO2<70%

23
No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI
4. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 MANAJEMEN NYERI
gelisah, px tegang. jam diharapkan tingkat ansietas yang dirasakan pasien Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah.
1. Verbilisasi kebingungan menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
2. Verbilisasi khawatir akibat kondisi yang 3. Monitor tanda-tanda ansietas
dihadapi menurun (5) Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun (5) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
4. Perilaku tegang menurun (5) kepercayaan
5. Konsentrasi membaik (5) 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
6. Pola tidur membaik (5) memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3. Ankurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuan
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat

24
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu

No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI


5. Defisit pengetahuan tengan penyakit b.d kurang Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 EDUKASI PREOPERATIF
jam diharapkan tingkat pengetahuan pasien meningkat Observasi
terpapar informasi d.d px bingung, tidak
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran. 1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5) informasi
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu 2. Identifikasi pengalaman pembedahan dan tingkat
topik meningkat (5) pengetahuan tentang pembedahan
3. Verbilisasi minat dalam belajar meningkat (5) 3. Identifikasi harapan akan pembedahan
4. Kemampuan menggambarkan pengalaman 4. Identifikasi kecemasan pasien dan keluarga
sebelumnya yang sesuai dengan topik Terapeutik
meningkat (5) 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
5. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi 2. Jadwalkan pendidikan kesehatansesuai kesepakatan
menurun (5) 3. Sediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan dan
6. Persepsi yang keliru terhadap masalah mendiskusikan masalah
menurun (5) Edukasi
1. Informasikan jadwal, lokasi operasi dan lama
operasi yang akan berlangsung
2. Informasikan hal-hal yang akan didengar, dicium,
dilihat, atau dirasakan selama operasi
3. Jelaskan rutinitas preoperasi
4. Jelaskan obat preoperasi, efek dan alasan
penggunaannya
5. Jelaskan tindakan pengendalian nyeri
6. Jelaskan pentingnya ambulasi dini
7. Anjurkan puasa minimal 6 jam sebelum operasi
8. Anjurkan tidak minum minimal 2 jam sebelum
operasi
9. Ajarkan teknik mobilisasi di tempat tidur

25
KASUS KEPERAWATAN

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GADAR DAN KRITIS

Data umum
Nama : An. E
Umur : 21 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Desa Banjaran, Kota Kediri
No. Registrasi : 1978xx
Diagnosa medis : Apendisitis Akut
Tanggal MRS : 27 Mei 2020 / 08.00 WIB
Tanggal pengkajian : 27 Mei 2020 / 08.10 WIB
Bila pasien di IGD
Triage pada pukul : 08.02 WIB
Kategori triage :  P1 P2  P3

Data khusus
1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint):
Klien mengeluh sakit perut dibagian kanan bawah

Riwayat penyakit Sekarang :


(Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di bawa ke
RS secara lengkap).
Pasien datang ke RS “X” Kota Kediri pada tanggal 27 Mei 2020 / 08.00 WIB
dengan keluhan utama nyeri pada perut sebelah kanan bawah, yang dirasakan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien meringis kesakitan, pasien juga mengeluhkan
nafsu makan berkurang, kadang mual dan muntah, serta demam. Pasien baru pertama
kali dirawat di rumah sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, hipertensi,
atau alergi. Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan. Selama
keluhan, pasien dibawa oleh keluarga ke dokter umum dan diberi obat oral, namun nyeri
masih terasa, kemudian pasien dibawa ke RS “X” dan didiagnosis apendisitis akut
sehingga dianjurkan untuk operasi. Pasien sempat histeris saat tau akan menjalani
prosedur oprasi. Pasien sangat cemas bahwa dirinya akan menjalani operasi, pasien
gelisah dan tegang, pasien juga bertanya tanya oprasi apa yang akan dijalaninya dan
akan berlangsung berapa lama diruang operasi, pasien takut kalau operasinya gagal dan
dia meninggal di ruang operasi.
Saat pengkajian: Pemeriksaan fisik diperoleh hasil keadaan umum baik, compos
mentis, BB: 71 kg, TB: 170 cm, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 104 x/mnt, suhu
37,8°C, dan pernapasan 20x/mnt, normal pada semua organ kecuali pada bagian
abdomen dimana diperoleh hasil inspeksi simetris, bising usus 15x/mnt, tympani saat
diperkusi, nyeri tekan pada titik Mc.Burney dan nyeri terasa sampai epigastrium,
ditemukan tanda Psoas dan Obturator positif. Pengkajian Alvarado terdapat tanda tanda
nyeri saat bergerak, mual/muntah, anoreksia, nyeri saat ditekan atau diraba, demam,
serta terjadi leukositosis. Pengkajian nyeri abdomen diperoleh hasil P (provoking):
bertambah nyeri saat batuk, miring ke kanan, ataupun saat diraba, Q (quality): nyeri
terasa seperti tertusuk-tusuk, R (region): nyeri pada perut kanan bawah sampai

26
epigastrium, S (severity): skala nyeri 7, T (time): nyeri terasa terus menerus. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2020: hemoglobin 13,9 g/dl, hematokrit
42%, leukosit 15,7 ribu/ul, trombosit 238 ribu/ul, eritrosit 4,73 juta/ul, eosinofil 0,30%,
basofil 0,20%, neutrofil 85,70%, limfosit 8,70%, monosit 5,10%. Hasil pemeriksaan
USG diperoleh kesan appendisitis.

Keluhan nyeri (PQRST) :


P : Provoking atau Paliatif
Bertambah nyeri saat batuk, miring ke kanan, ataupun saat diraba
Q : Qualitas
Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
R : Regio
Nyeri pada perut kanan bawah sampai epigastrium
S : Severity
skala nyeri 7
T : Time
nyeri terasa terus menerus
Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
No Intensitas Nyeri Diskripsi
 Tidak
1  Pasien mengatakan tidak nyeri
Nyeri

 Nyeri  Pasien mengatakan sedikit nyeri atau ringan


2
Ringan  Pasien nampak gelisah

 Pasien mengatakan nyeri masih bisa ditahan /


sedang
 Nyeri
3  Pasien nampak gelisah
Sedang
 Pasien mampu sedikit berpartisipasi dlm
keperawatan
Nyeri Berat  Pasien mengatakan nyeri tidak dapat
ditahan / berat
4 Pasien sangat gelisah
 Fungsi mobilitas dan perilaku pasien
 Berubah
 Pasien mengatakan nyeri tidak tertahankan /
 Nyeri sangat berat
5
Sangat Berat  Perubahan ADL yang mencolok
( Ketergantungan ), putus asa

Menurut Wong Baker (Data Obyektif)

Kasus Trauma (SAMPLE) :


S : Signs and symptom
Nyeri sakit perut kanan bawah, mual muntah, nafsu makan berkurang serta demam
A : Allergies
Tidak memiliki riwayat alergi
M : Medication
Obat pengurang rasa nyeri perut
P : Pertinent medical hystory
Baru pertama kali dirawat di rumah sakit
L : Last meal (or medication or menstrual period)
Saat makan pasien mula dan muntah
E : Events surrounding this incident

27
4 hari yang lalu pasien mengeluh sakit perut bagian bawah

Riwayat Penyakit yang pernah diderita :


Pasien baru pertama kali dirawat di rumah sakit dan dilakukan tindakan operasi. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit asma, hipertensi, atau alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan.
Riwayat alergi :
 ya  tidak Jelaskan : ............................................................

2. Obyektif
Keadaan umum :  Baik  Sedang  Lemah

A. AIRWAY
Snoring  Ya  Tidak
Gurgling  Ya  Tidak
Stridor  Ya  Tidak
Wheezing  Ya  Tidak
Perdarahan  Ya Tidak
Benda asing  Ya  Tidak Sebutkan................

B. BREATHING
Gerakan dada  Simetris  Asimetris
Gerakan paradoksal  Ya  Tidak
Retraksi intercosta  Ya  Tidak
Retraksi suprasternal  Ya Tidak
Retraksi substernal  Ya  Tidak
Retraksi supraklavikular  Ya  Tidak
Retraksi Intraklavikula  Ya  Tidak
Gerakan diafragma  Normal  Tidak

C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki  Hangat  Dingin
Kualitas nadi  Kuat  Lemah
CRT  < 2 dt  > 2 dt
Perdarahan  Ya  Tidak

D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
 Alert : sadar dan orientasi baik
 Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar tapi
berespon terhadap suara
 Pain : tidak sadar tapi berespon terhadap nyeri
 Unresponsive : tidak sadar, tidak ada reflek batuk/reflek gag
GCS Eye:4 Verbal:5 Motorik:6 Total:15
Pupil :  Isokor  Anisokor
Reaksi terhadap cahaya :  Ya  tidak

E. EXPOSURE/ENVIRONMENT (focus pada area injury)


Tidak ada trauma pada sekujur tubuhnya.

F. FULL OF VITAL SIGN & FIVE INTERVENTIONS


TD : 130/90 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 104x/menit
Suhu : 37,8˚C  Rektal  Oral  Aksiler
MAP :103 mmHg
Infus : NaCl 0,9% 20tpm
Kateter urine :  Terpasang  tidak
Produksi urine : ± 50cc/jam
Warna urine :  Kuning jernih  Keruh  Ada darah
NGT :  Terpasang  tidak

28
Monitor jantung  Terpasang  tidak
Pulse Oxymetri  Terpasang  tidak

Hasil pemeriksaan laboratorium :


Hari/ Tanggal/ Jam : Rabu, 27 Mei 2020/ 08.30 WIB
Hari/Tg Jenis Nilai
Satuan Hasil Ket Hasil
l/Jam Pemeriksaan Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,5-17,5 g/dL 13,9 Normal
Eritrosit 4,5 – 5,9 Juta/µL 4,33 Abnormal
Rabu, Hematokrit 33-45 % 42 Normal
27 Mei Leukosit 4,5 – 11,0 Ribu/µL 15,7 Abnormal
Trombosit 150 – 450 Ribu/µL 218 Normal
2020/ KIMIA KLINIK
08.30 Glukosa Darah
60-140 mg/dL 90 Normal
WIB Sewaktu
SGOT <35 u/l 23 Normal
SGPT <45 u/l 35 Normal
INDEX ERITROSIT
MCV 27,0-31,2 /pg 30,10 Normal
MCH 31,2-35,4 g/dl 32,20 Normal
MCHC 11,5-14,5 g/dl 14,3 Normal
RDW 11,6-14,6 % 13,5 Normal
HITUNG JENIS
Eosinofil 0,00-4,00 % 9,00 Abnormal
Basofil 0,00-2,00 % 0,00 Normal
Netrofil 55,00-80,00 % 62,00 Normal
Limfosit 22,00-44,00 % 28,00 Normal
Monosit 0,00-7,00 % 1,00 Normal
ELEKTROLIT
Natrium 132-146 Mmol/L 141 Normal
darah
Kalium darah 3,7-5,4 Mmol/L 3,6 Normal
Chlorida 98-106 Mmol/L 102 Normal
darah

Albumin 3,2-4,6 g/dl 3,3 Normal


Creatinine 0,8-1,3 mg/dl 1,2 Normal
Ureum <50 mg/dl 40 Normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG LAIN : Rabu, 27 Mei 2020/ 08.35 WIB


Jenis
Hasil
pemeriksaan
Foto Rontgent
USG didapat kesan apendisitis
EKG
EEG

29
CT- Scan
MRI
Endoscopy
Lain – lain

G. GIVE COMFORT
Memberikan selimut kepada pasien, memposisikan pasien senyaman mungkin.

H. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism
................................................................................................................................
I : Injuries
Suspected ..............................................................................................................................
..
V : Vital sign on
scene ................................................................................................................................
T : Treatment
received ................................................................................................................................

I. HEAD TO TOE ASSESSMENT


Kepala
Bentuk  Normal  Tidak
Contusio/memar  Ya  Tidak
Abrasi/luka babras  Ya  Tidak
Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak
Burns/luka bakar  Ya  Tidak
Laserasi/jejas  Ya  Tidak
Swelling/bengkak  Ya  Tidak
Rambut dan kulit kepala  Bersih  Kotor
Grimace  Ya  Tidak
Battle’s sign  Ya  Tidak

Mata
Palpebra oedema  Ya  Tidak
Sklera  Ikterik  Kemerahan  Normal
Konjungtiva  Anemis  Kemerahan  Normal
Pupil  Isokor  Anisokor
 Midriasis Ø: 2,0 mm
 Miosis Ø: 2.0 mm.
Reaksi terhadap cahaya: +/+
Racoon eyes  Ya  Tidak

Hidung
Bentuk  Normal  Tidak
Laserasi/jejas  Ya  Tidak
Epistaksis  Ya  Tidak
Nyeri tekan  Ya  Tidak
Pernafasan cuping hidung  Ya  Tidak
Terpasang oksigen: tidak terpasang
Gangguan penciuman  Ya  Tidak

Telinga
Bentuk  Normal  Tidak
Othorhea  Ya Tidak
Cairan  Ya  Tidak
Gangguan pendengaran  Ya  Tidak
Luka  Ya  Tidak

Mulut
Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis
Luka  Ya  Tidak
Perdarahan  Ya  Tidak
Muntahan  Ya  Tidak

30
Leher
Deviasi trakhea  Ya  Tidak
JVD  Normal  Meningkat  Menurun
Pembesaran kelenjar tiroid Ya  Tidak
Deformitas leher  Ya  Tidak
Contusio/memar  Ya  Tidak
Abrasi/luka babras  Ya  Tidak
Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak
Burns/luka bakar  Ya  Tidak
Tenderness/kekakuan  Ya  Tidak
Laserasi  Ya  Tidak
Swelling/bengkak  Ya  Tidak
Pain/nyeri  Ya  Tidak
Instability  Ya  Tidak
Crepitasi  Ya  Tidak

Thoraks :
Deformitas  Ya  Tidak
Contusio/memar  Ya  Tidak
Abrasi/luka babras  Ya  Tidak
Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak
Burns/luka bakar  Ya  Tidak
Laserasi  Ya  Tidak
Swelling/bengkak  Ya  Tidak
Instability  Ya  Tidak
Crepitasi  Ya  Tidak
Gerakan paradoksal  Simetris  Tidak

Paru – paru :
Pola nafas, irama :  Teratur Tidak teratur
Jenis  Dispnoe  Kusmaul Cheyne Stokes
 Lain-lain:...........
Suara nafas  Vesikuler  Bronkial  Bronkovesikuler
Suara nafas tambahan :
 Ronkhi  Wheezing  Stridor  Crackles
 Lain-lain:..............
Batuk Ya Tidak Produktif Ya Tidak
Sputum: Warna................ Jumlah.......................
Bau.................... Konsistensi................

Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS V
Irama jantung  Reguler  Ireguler
S1/S2 tunggal  Ya  Tidak
Bunyi jantung tambahan  Murmur  Gallops Rhitme
lain-lain: .........
Nyeri dada  Ya  Tidak
Pulsasi  Sangat kuat  Kuat, teraba  Lemah
 Teraba  hilang timbul  tidak teraba
CVP:  Ada  Tidak ada
Tempat CVP  Subklavia  Brachialis  Femoralis
Pacu jantung  Ada  Tidak ada
Jenis:  Permanen  Sementara

Abdomen
Jejas  Ya  Tidak
Nyeri tekan  Ya  Tidak
Distensi  Ya  Tidak
Massa  Ya  Tidak
Peristaltik usus: 15 x/menit
Mual  Ya  Tidak
Muntah  Ya  Tidak
Frekuensi: 4x saat sebelum di rumah sakit , Jumlah: tidak dapat diukur,
warna: yang dikeluarkan sisa makanan
Pembesarah hepar  Ya  Tidak
Pembesaran lien  Ya  Tidak

31
Ekstremitas
Deformitas  Ya  Tidak
Contusio/memar  Ya  Tidak
Abrasi/luka babras  Ya  Tidak
Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak
Burns/luka bakar  Ya  Tidak
Tenderness/kekakuan  Ya  Tidak
Laserasi/jejas  Ya  Tidak
Swelling/bengkak  Ya  Tidak
Restaint  Ya  Tidak
Kontraktur  Ya  Tidak
Parese  Ya  Tidak
Plegi  Ya  Tidak
Nyeri tekan  Ya  Tidak
Pulsasi  Sangat kuat  Kuat, teraba  Lemah
Teraba  hilang timbul  tidak teraba
Fraktur  Ya  Tidak
Crepitasi  Ya, di.........  Tidak

Kekuatan otot: 5 5
5 5

Oedema: - -
- -

Kulit
Turgor  Baik  Sedang  Jelek
Decubitus  Ada  Tidak Lokasi:…………

Pelvis/Genetalia
Deformitas  Ya  Tidak
Swelling/bengkak  Ya  Tidak
Perdarahan  Ya  Tidak
Instability  Ya  Tidak
Crepitasi  Ya, di.........  Tidak
Kebersihan area genital  Bersih  Kotor
Priapismus  Ya  Tidak
Incontinensia urine  Ya  Tidak
Retensi Urine  Ya  Tidak

POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Pemenuhan
No Makan dan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi : 1 porsi Pagi : 3-4 sendok
Siang : 1 porsi Siang : 3-4 sendok
Malam : 1 porsi Malam : 2-3 sendok
2 Jenis Nasi : putih Nasi : bubur halus
Lauk : ayam, tempe, tahu Lauk : tidak ada
Sayur : kurang suka Sayur : tidak ada
Minum : air mineral Minum/Infus : NaCl 0,9%
20 tpm
3 Pantangan /
Tidak ada Tidak ada
Alergi
4 Kesulitan makan
Tidak ada mual muntah
dan minum
5 Usaha untuk
mengatasi Tidak ada makan sedikit
masalah

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit

32
Eliminasi BAB /
BAK
1 Jumlah / Waktu BAK BAK
Pagi : 1x/hari Pagi : 1x/hari
Siang : 2x/hari Siang : 1x/hari
Malam : 1x/hari Malam : 1x/hari
BAB : BAB :
1x/hari belum BAB
2 Warna BAK : kuning jernih BAK : kuning jernih
BAB : kuning kecoklatan BAB : belum bisa
dievaluasi
3 Bau BAK : amonia BAK : amonia
BAB : Khas BAB : belum bisa
dievaluasi
4 Konsistensi BAB : Padat BAB : belum bisa
dievaluasi
5 Masalah
Tidak ada Tidak ada
eliminasi
6 Cara mengatasi
Tidak ada Tidak ada
masalah

c. Pola Istirahat Tidur


Pemenuhan
No Sebelum Sakit Setelah Sakit
Istirahat Tidur
1 Jumlah / Waktu Pagi : 0 jam Pagi : 0 jam
Siang : 30 mnt Siang : 30 mnt
Malam : 8-9 jam Malam : 8-9 jam
2 Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

3 Upaya mengatasi
masalah Tidak ada Tidak ada
gangguan tidur
4 Hal yang
mempermudah Tidak ada Tidak ada
tidur
5 Hal yang
mempermudah Tidak ada Tidak ada
bangun

d. Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene


Pemenuhan
No Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit
Hygiene
1 Frekuensi
2 hari sekali 2 hari sekali
mencuci rambut
2 Frekuensi Mandi 2x/hari 2x/hari
3 Frek. Gosok gigi 2x/hari 2x/hari
4 Memotong kuku sebulan sekali belum pernah
5 Ganti pakaian 2x/hari 2x/hari

J. INSPECT OF BACK POSTERIOR


Deformitas leher  Ya  Tidak
Contusio/memar  Ya  Tidak
Abrasi/luka babras  Ya  Tidak
Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak
Burns/luka bakar  Ya  Tidak
Tenderness/kekakuan  Ya  Tidak
Laserasi  Ya  Tidak
Swelling/bengkak  Ya  Tidak

K. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN


Nama Obat Dosis Nama Obat Dosis

33
Ranitidin 2x25 mg inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Ketorolac 2x30 mg Antrain 3x1 gr
Pelastin 2x1 mg

L. DATA TAMBAHAN LAIN :


Ditemukan tanda Psoas dan Obturator positif.
Pengkajian Alvarado terdapat tanda tanda nyeri saat bergerak, mual/muntah, anoreksia,
nyeri saat ditekan atau diraba, demam, serta terjadi leukositosis.

DAFTAR PRIORITAS MASALAH


1. Nyeri akut
2. Ansietas
3. Defisit Pengetahuan

Kediri , 27 Mei 2020

( Wildan Yoga Syahputra )

34
ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : pasien mengeluh sakit perut produksi pus dan Nyeri Akut
bagian kanan bawah. abses meningkat

DO :
 P (provoking): bertambah Edema dan
nyeri saat batuk, miring ke peningakatan tekanan
kanan, ataupun saat diraba, intara lumen
 Q (quality): nyeri terasa
seperti tertusuk-tusuk,
 R (region): nyeri pada perut
kanan bawah sampai Memicu pengeluaran
epigastrium, prostaglandin
 S (severity): skala nyeri 7,
 T (time): nyeri terasa terus
menerus.
 TTV : tekanan darah 130/90 dikirim ke
mmHg, nadi 104 x/mnt, suhu hypotalamus
37,8°C, dan pernapasan
20x/mnt
 Pasien meringis kesakitan
 Pasien gelisah Merangsang saraf
 Saat pemeriksaan bagian perangsang nyeri
abdomen terdapat nyeri
tekan pada titik Mc.Burney
dan nyeri terasa sampai
epigastrium, ditemukan Nyeri akut
tanda Psoas dan Obturator
positif.

35
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
2. DS : pasien takut kalau operasinya Terjadinya infark ansietas
gagal dan dia meninggal di pada usus
ruang operasi.

DO : menyebabkan
 Pasien gelisah bila nekrosis apendiks
mengingat penyakitnya
 Pasien tegang
 Wajah pasien pucat
 tekanan darah 130/90 mmHg dilakukan prosedur
 nadi 104 x/mnt pembedahan

pasien takut prosedur


pembedahan gagal

pasien cemas

ansietas

36
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
2. DS : pasien juga bertanya tanya dilakukan prosedur defisit pengetahuan
oprasi apa yang akan pembedahan
dijalaninya dan akan
berlangsung berapa lama
diruang operasi kurang terpaparnya
informasi tentang
DO : prosedur operasi
 pasien sering bertanya
 Pasien khawatir
 Pasien histeris saat tau akan
dioprasi pasien kebingungan
 tekanan darah 130/90 mmHg
 nadi 104 x/mnt

defisit pengetahuan

37
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px mengeluh kesakitan.
2. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px gelisah, px tegang.
3. Defisit pengetahuan tentang prosedur operasi b.d kurang terpapar informasi d.d px
bingung, tidak menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran.

38
Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x10 MANAJEMEN NYERI
mengeluh kesakitan. menit diharapkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun (5) kualitas, intensitas nyeri.
2. Grimace menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Frekuensi nadi membaik (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analkgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

39
No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI
2. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x10 REDUKSI ANSIETAS
gelisah, px tegang. menit jam diharapkan tingkat ansietas yang dirasakan Observasi
pasien menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah.
1. Verbilisasi kebingungan menurun (5) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
2. Verbilisasi khawatir akibat kondisi yang 3. Monitor tanda-tanda ansietas
dihadapi menurun (5) Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun (5) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
4. Perilaku tegang menurun (5) kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3. Ankurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuan
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
40
tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu

No. Diagnosa Keperawatan LUARAN INTERVENSI


3. Defisit pengetahuan tentang prosedur operasi b.d Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x10 EDUKASI PREOPERATIF
menit diharapkan tingkat pengetahuan pasien Observasi
kurang terpapar informasi d.d px bingung, tidak
meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran. 1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5) informasi
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu 2. Identifikasi pengalaman pembedahan dan tingkat
topik meningkat (5) pengetahuan tentang pembedahan
3. Verbilisasi minat dalam belajar meningkat (5) 3. Identifikasi harapan akan pembedahan
4. Kemampuan menggambarkan pengalaman 4. Identifikasi kecemasan pasien dan keluarga
sebelumnya yang sesuai dengan topik Terapeutik
meningkat (5) 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
5. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi 2. Jadwalkan pendidikan kesehatansesuai kesepakatan
menurun (5) 3. Sediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan dan
mendiskusikan masalah
Edukasi
1. Informasikan jadwal, lokasi operasi dan lama
operasi yang akan berlangsung
2. Informasikan hal-hal yang akan didengar, dicium,
dilihat, atau dirasakan selama operasi
3. Jelaskan rutinitas preoperasi
4. Jelaskan obat preoperasi, efek dan alasan
penggunaannya
5. Jelaskan tindakan pengendalian nyeri
6. Jelaskan pentingnya ambulasi dini
7. Anjurkan puasa minimal 6 jam sebelum operasi
8. Anjurkan tidak minum minimal 2 jam sebelum
operasi
9. Ajarkan teknik mobilisasi di tempat tidur

41
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Dx Hari/Tanggal Jam Implementasi Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


1. Rabu/27 Mei 2020 08.20 WIB Mengdentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, 08.40 WIB S: Pasien mengatakan nyeri perut
intensitas nyeri berkurang
 P : Provoking atau Paliatif O: P (Provoking atau Paliatif)
Bertambah nyeri saat batuk, miring ke kanan, ataupun saat Bertambah nyeri saat batuk,
diraba miring ke kanan, ataupun saat
Q : Quality diraba
Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk Q (Quality)
R : Regio Nyeri terasa seperti tertusuk-
Nyeri pada perut kanan bawah sampai epigastrium tusuk
S : Severity R (Regio)
skala nyeri 7 Nyeri pada perut bawah sampai
T : Time epigastrium
nyeri terasa terus menerus S (Severity)
08.23 WIB Mengidentifikasi respon nyeri non verbal Skala 5 (1-10)
 Pasien meringis kesakitan, pasien gelisah, nadi 104x/mnt T (Time)
08.25 WIB Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa Terus-menerus
nyeri Grimace berkurang
 Mengajarkan teknik relaksasi progresif Gelisah berkurang
08.27 WIB Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah Nadi: 90x/menit
diberikan A: Masalah nyeri akut teratasi
 Pasien mengatakan lebih nyaman melakukan teknik sebagian
relaksasi progresif P: Lanjutkan Intervensi
08.28 WIB Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri  Inj. Ketorolac 3x30 mg
 Menganjurkan pasien untuk tidak terlalu banyak bergerak  Inj. Antrain 2x1gr
08.30 WIB Berkolaborasi pemberian obat analgetik
 Inj. Ketorolac 1x30 mg
 Inj. Antrain 1x1gr
08.35 WIB Monitor efek samping penggunaan analgetik

42
 Pasien tidak alergi dengan obat analgetik
2. Rabu/27 Mei 2020 08.40 WIB Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah 09.10 WIB S: Pasien mengatakan jauh lebih
 Pasien sempat histeris saat mendengar bahwa dirinya akan tenang dari pada sebelumnya
menjalani operasi O: pasien lebih tenang
08.42 WIB Memonitor tanda-tanda ansietas pasien tidak tegang
 Pasien gelisah, pasien tidak gelisah
 Pasien tegang, Nadi: 90x/menit
 Pasien kebingungan, A: Masalah ansietas teratasi
 Pasien mengatakan khawatir kalau operasinya akan gagal P: Hentikan intervensi
08.43 WIB Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan rasa
kepercayaan
 Menerapkan metode bina hubungan saling percaya kepada
pasien
08.45 WIB Memahami situasi yang menyebabkan ansietas
 Pasien cemas kalau dirinya akan dioperasi
08.48 WIB Mendengarkan dengan penuh perhatian
 Pasien menceritakan keadaan yang dialaminya sekarang
08.52 WIB Menggunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
 Memberikan sentuhan lembut agar pasien menjadi lebih
tenang
08.56 WIB Menjelaskan prosedur operasi, dan sensasi yang mungkin
dialami
 Menjelaskan nanti operasinya akan memotong usus buntu
yang meradang, dan nanti pasien akan di bius anestesi total
sehingga pasien tidak akan merasakan apa-apa
09.03 WIB Melatih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Melatih pasien melakukan teknik relaksasi distraksi
dengan mengingat hal-hal terindah yang dialaminya.

3. Rabu/27 Mei 2020 09.15 WIB Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan pasien dalam 09.45 WIB S: Pasien mengatakan paham dan

43
menerima informasi mengerti tentang prosedur
 Pasien tidak memiliki gangguan pendengaran operasi yang akan dijalaninya
09.17 WIB Mengidentifikasi pengalaman pembedahan dan tingkat O: Pasien menjalankan anjuran
pengetahuan tentang pembedahan yang di arahkan perawat.
 Pasien belum pernah dioperasi dan ini baru yang pertama Pasien sudah tidak mengajukan
kalinya pertanyaan lagi ke perawat.
09.18 WIB Menjelaskan rutinitas pre operasi Pasien sangat antusias saat
 Menjelaskan anestesi yang akan diberikan adalah spinal menerima informasi.
anestesi atau anastesi sebagian pada jam pertama dan Pasie mampu menjelaskan
kemudian akan diganti dengan general anastesi atau kembanli apa yang telah
anestesi total, jadi pasien akan ditidurkan dan tidak akan disampaikan oleh perawat
merasakan apa-apa selama operasi berlangsung. A: Masalah defisit pengetahuan
09.26 WIB Mengidentifikasi kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur operasi
 Kecemasan pasien dan keluarga berkurang setelah teratasi
diberikan perngertian dari perawat P: Hentikan intervensi
09.30 WIB Menginformasi jadwal operasi, lokasi yang akan dioperasi dan
lama operasi yang akan berlangsung
 Pasien dijadwalkan kamis tanggal 28 Mei 2020 pada pukul
09.00, lokasi yang akan dioprasi pada perut kuadran kanan
bawah dan lama operasi akan berlangsung selama ± 2,5
sampai 3 jam
09.40 WIB Menganjurkan puasa minimal 6 Jam sebelum operasi
 Pasien dianjurkan mulai puasa pada pukul 03.00 WIB
09.44 WIB Menganjurkan tidak minum minimal 2 jam sebelum operasi
 Pasien dianjurkan untuk tidak minum pada pukul 07.00
WIB

44
BAB IV

PEMBAHASAN

Pengkajian pemeriksaan fisik pada abdomen pasien diperoleh hasil nyeri daerah
epigastrium sampai perut kanan bawah dan bertambah nyeri jika digunakan untuk batuk,
miring ke kanan atau diraba, skala nyeri 7, rasanya terasa terus menerus seperti ditusuk-
tusuk. Tanda Psoas, Obturator positif, Alvarado skor: 8, hasil USG nampak kesan
appendisitis. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An.E adalah sebagai berikut:
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px mengeluh kesakitan. Ansietas b.d
ancaman terhadap kematian d.d px gelisah, px tegang. Defisit pengetahuan tentang
prosedur operasi b.d kurang terpapar informasi d.d px bingung, tidak menunjukkan
perilaku yang sesuai anjuran.
Masalah nyeri akut diangkat pada pre operasi karena apendiks terinflamasi
meluas dan mengenai peritoneum oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor, atau
benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal sehingga
menimbulkan nyeri abdomen atas dan menyebar hebat secara progresif dalam beberapa
jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Untuk mengatasi masalah
nyeri akut pada An.E, penulis melakukan implementasi sesuai dengan rencana tindakan
yang telah dibuat, di antaranya penulis menggunakan teknik relaksasi progresif untuk
mengatasi nyeri pasien. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 10 menit,
nyeri teratasi sebagian dengan hasil evaluasi pasien mengatakan lebih nyaman dan skala
nyeri turun menjadi 5, wajah terlihat lebih rileks, dan tanda tanda vital dalam batas
normal. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian oleh Kweekkeboom dan
Gretasrdottir (2006) dengan judul “Systematic Review of Relaxation Interventions for
Pain” yang menjelaskan bahwa teknik-teknik relaksasi dapat menurunkan tingkatan
nyeri pada pasien. Namun, teknik ini memiliki kelemahan dimana hasilnya
dipergunakan untuk persepsi nyeri tertentu, seperti nyeri arthritis. Untuk mengurangi
rasa nyari pada pasien pre operasi dapat digunakan teknik distraksi seperti terapi musik
dan guided imagery yang dapat menurunkan rasa nyeri pada nyeri akut, yang merupakan
hasil penelitian oleh Brim (2011) yang berjudul “Nursing Students Use of
Nonpharmacologic Pain Relief Techniques”.
Masalah ansietas diangkat karena pasien mengatakan takut akan operasi dan
wajah kelihatan tegang. Pembedahan merupakan stressor yang dapat menimbulkan
stress fisiologis (respon neuroendokrin). Respon fisiologis ini dikoordinasi oleh sistem
saraf pusat. Sistem saraf pusat menggerakkan hipotalamus, sistem saraf simpatis,
kelenjar hipofisis posterior dan anterior, medula dan korteks adrenal. Penggerak ini
mengakibatkan keluarnya katekolamin dan hormon hormon yang menyebabkan
perubahan fisiologis sebagai respon terhadap stress. Rangsangan stress ini akan
mengaktifkan benzodiazepin yang merupakan pengatur kecemasan dimana rangsangan

45
ini menghambat aminobutririk gamma neuroregulator (GABA) yang juga mengatur
kecemasan sehingga berdampak pada individu dalam menurunkan kapasitas mengatasi
stressor. Efek sistemik dari respon neuro endokrin nampak dengan adanya perubahan
denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, suplai darah ke otak dan organ
vital meningkat, suplai darah ke gastrointestinal dan motilitas gastrointestinal menurun,
kecepatan pernapasan meningkat, glukosa darah meningkat dan dilatasi pupil
(Baradero.M, 2005). Penulis melakukan semua rencana tindakan yang telah disusun,
diantaranya adalah menganjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi untuk
menurunkan kecemasan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian oleh Uzma Ali (2010)
yang berjudul “The Effectiveness of Relaxation Therapy in the Reduction of Anxiety
Related Symptomps (A Case Study)”, yang menjelaskan bahwa terapi relaksasi dapat
menurunkan tingkat kecemasan dan depresi serta terjadi penurunan ketegangan otot, rasa
nyeri, dan gangguan tidur.
Kurang pengetahuan diangkat sebagai masalah keperawatan karena pasien belum
pernah mengalami operasi sebelumnya sehingga pengetahuan mengenai jalannya operasi
belum begitu dipahami. Pasien juga terlihat bingung, sehingga penulis melakukan
implementasi dengan memberikan informasi mengenai jalannya operasi, sebab akibat
dilakukan operasi dan alat-alat yang akan digunakan saat operasi. Pemberian informasi
diperlukan bagi pasien dengan preoperatif karena dapat mengurangi dampak psikologis
pasien yang berdampak pada stress (Barbara, 2005). Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian dari Broke, Hasan, dkk (2012) yang berjudul “Efficacy of Information
Intervention in Reducing Transfer Anxiety from A Critical Care Setting to A General
Ward: A Systematic Review and Meta Analysis” yang memberikan kesimpulan bahwa
memberikan informasi pada pasien dan keluarga dapat mengurangi tingkat kecemasan”

46
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam pengkajian perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara fokus pada
abdomen dimana terdapat tanda Psoas, Obturator, dan Alvarado positif yang
mendukung Adanya appendisitis. Masalah diagnosa yang muncul adalah nyeri
akut, ansietas, defisit pengetahuan.
Intervensi dengan mengontrol lingkungan dan mengajarkan teknik
relaksasi untuk diagnosa nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d px
mengeluh kesakitan dan diagnosa ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d px
gelisah, px tegang, serta memberikan informasi untuk diagnosa Defisit
pengetahuan tentang prosedur operasi b.d kurang terpapar informasi d.d px
bingung, tidak menunjukkan perilaku yang sesuai anjuran.
Implementasi tindakan dikerjakan secara kolaboratif dalam tim operasi.
Seluruh intervensi yang diberikan dilakukan secara mandiri maupun kolaboratif
sehingga tujuan rencana tindakan tercapai.
Evaluasi dari masalah nyeri teratasi sebagian sehingga tetap dianjurkan
untuk melakukan teknik relaksasi, masalah cemas teratasi, dan defisit
pengetahuan teratasi.
5.2 Saran
1. Perawat
Perawat hendaknya melakukan pengkajian secara komprehensif pada
pasien sehingga meminimalkan masalah keperawatan yang muncul.
2. Instalasi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
pasien sehingga mutu pelayanan menjadi berkualitas.
3. Peneliti Lain
Memotivasi pada peneliti lain untuk menggali penemuan baru mengenai
asuhan keperawatan pada pasien apendisitis

47
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. (U. Athelia Kurniati, Ed.). Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Buckius et al, 2012. Changing Epidemiology of Acute Appendicitis in the United
States: Study period 1993-2008, Journal of surgical research, Philadelpia, US,
185-90
Depkes RI, 2008. Kasus Appendicitis di Indonesia .diakses dari :
http://www.artikelkedokteran.com/arsip/kasus-apendisitis-di-indonesia-
padatahun-2008.html
Incesu L et al, 2015. Appendicitis Imaging, http://emedicine.medscape.com/
article/363818-overview# . Diakses 29 September 2015
Krismanuel, H. 2012. Pemulangan Awal dari Rumah Sakit Sesudah Apendisektomi
Terbuka Hubungannya dengan Infeksi Luka Operasi dan Penerimaan
penderita. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
Lamps LW, 2014. Appendicitis and infection of appendix. Seminars in diagnostic
pathology, Elsevier Publisher, New york, US, 86-97
Mansjoer, 2009, Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi II, diterjemahkan
oleh A. Samik Wahab & Soedjono Aswin, Yogyakarta, Gadjah Mada
University
Naiken, G., 2013, Apendisitis Akut,
http://www.scribd.com/doc/149322791/APENDISITIS-AKUT (diakses tanggal
20 Mei 2020).
R Tsamsuhidajat & Wim De jong. 2010. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta,
Erlangga.
Rahayuningsih dan Dermawan. 2010. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk Pemula.
diterjemahkan oleh Lyndon Saputra. 147. Jakarta: Binarupa Aksara.
Reksoprodjo, S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 115. Tangerang: Binarupa
Aksara
Saksono, A. B. 2012. Karakteristik lokasi perforasi apendiks dan usia pada pasien
yang didiagnosis apendisitis akut perforasi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Skripsi. Fakultas Kedokteran. UPN Veteran Jakarta
Sjamsuhidajat, R, De Jong, W, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC
Sugiharto, Chuluq, & Ermita, 2011. Karakteristik Klinis, Laboratoris dan Mortalitas
pada Pasien Appendiksitis Akut di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter
Saeiful Anwar Malang, Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUB.

48
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta.
Tim Pokja SDKI, SLKI, dan SIKI DPP PPNI

49

Anda mungkin juga menyukai