Kel8 Stroke
Kel8 Stroke
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kelompok VIII:
Anida (1921A0001)
Aina’ul Mardliyyatun Nisa (1921A0002)
Aliyuna Septaningrum (1921A0052)
Amelia Putri Nur W. (1921A0005)
Dian Fery Handrianti (1921A0008)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah kerusakan pada otak yang muncul mendadak, progresif dan cepat akibat
gangguan peredaran darah otak non traumatic. Gangguan tersebut secara mendadak
menibulkan gejala antara lain kelumpuhan sesisi wajah atau anggota badan, bicara tidak
lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan dan lain-lain,
(Riskesdas, 2018).
Stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan
kanker. Stroke masih merupakan penyebab utama dari kecacatan. Data menunjukkan, setiap
tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, lebih
kurang lima juta orang pernah mengalami stroke. Sementara di Inggris, terdapat 250 ribu
orang hidup dengan kecacatan karena stroke. Di Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun
diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke (Fagan & Hess, 2008).
Dari jumlah itu, sekitar 2,5 persen di antaranya meninggal dunia. Sementara sisanya
mengalami cacat ringan maupun berat. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan
tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar
di Asia, karena berbagai sebab selain penyakit degeneratif, terbanyak karena stres, ini sangat
memprihatinkan mengingat Insan Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa rendah diri dan
emosinya tidak terkontrol dan selalu ingin diperhatikan (Roger et al., 2011).
Jumlah penderita stroke di Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara
terbanyak yang mengalami stroke di seluruh Asia (Yayasan Stroke Indonesia, 2012).
Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi. Angka prevalensi ini
meningkat dengan meningkatnya usia. Data nasional Indonesia menunjukkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian tertinggi, yaitu 15,4%. Didapatkan sekitar 750.000 insiden
stroke per tahun di Indonesia, dan 200.000 diantaranya merupakan stroke berulang
(KEMENKES RI, 2013).
Menurut Davenport dan Dennis (2000), secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, dari seluruh penderita stroke yang
terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke
hemoragik. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang
dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat dipublikasi, ternyata pada 12 rumah
sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik
dan 442 stroke hemoragik, dimana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%)
stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan, berdasarkan data dari tahun 1991 hingga
tahun 2007 (hasil Riset Kesehatan tahun 2007) menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh Rumah Sakit (RS) di Indonesia. Sementara data
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) tahun 2009 menunjukkan bahwa penyebab kematian
utama di RS akibat stroke adalah sebesar 15%, artinya 1 dari 7 kematian disebabkan oleh stroke
dengan tingkat kecacatan mencapai 65% (DepKes,2013).
Menurut Riset Kesehatan dasar 2009, prevalensi penyakit stroke non hemoragik sebesar
0,09%, prevalensi tertinggi di kota Surakarta sebesar 0,75% (Dinkes Jateng, 2010).
Orang yang menderita stroke, biasanya mengalami banyak gangguan fungsional, seperti gangguan
motorik, psikologis atau perilaku, dimana gejala yang paling khas adalah hemiparesis, kelemahan
ekstremitas sesisi, hilang sensasi wajah, kesulitan bicara dan kehilangan penglihatan sesisi (Irfan,
2010). Data 28 RS di Indonesia, pasien yang mengalami gangguan motorik sekitar 90,5% (Misbach
& Soertidewi, 2011).
Pemulihan kekuatan ekstremitas masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pasien
stroke yang mengalami hemiparesis. Sekitar 80% pasien mengalami hemiparesis akut di bagian
ekstremitas atas dan hanya sekitar sepertiga yang mengalami pemulihan fungsional penuh (Beebe &
Lang, 2009). Untuk meminimalkan angka kecacatan pada orang yang menderita stroke maka dapat
dilakukan fisioterapi.
Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenKes) No. 1363/MENKES/SK/XII/2001, Pasal 1 bahwa
fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi (Menkes, 2001).
Peran fisioterapi pada penderita stroke yaitu dalam hal mengembangkan, memelihara, dan
memulihkan gerak dengan pelatihan motorik berdasarkan pemahaman terhadap patofisiologi,
neurofisiologi, kinematik dan kinetik dari gerak normal, proses kontrol gerak dan motor learning
serta penanganan dengan pemanfaatan elektroterapeutis (Irfan, 2010).
Durasi yang dibutuhkan penderita stroke dalam mendapatkan fisioterapi tergantung dari jenis dan
berat ringan stroke yang diderita. Rata-rata penderita yang dirawat inap di unit rehabilitasi stroke
selama 16 hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa minggu. Walau sebagian
besar terjadi perbaikan dalam rentang waktu diatas, otak harus tetap belajar tentang kemampuan
motorik seumur hidup (American Heart Association, 2006).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan ini sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka tujuan penelitian ini yaitu:
D. Manfaat Penulisan
A. Pengertian
Menurut WHO stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah
fokal otak yang terkena adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
(Hendro Susilo, 2000).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. sering ini adalah kulminasi penyakit serebro
vaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku- blogspot
2008). Stroke merupakan suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah
diotak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca B. Batticaca).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan
neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada pembuluh
darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit
vaskuler dasar, misalnya arteros klerosis arteritis trauma aneurisma dan
kelainan perkembangan.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Pada stroke ini, lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan
langsung ke dalam jaringan otak. Peradarahan secara cepat menimbulkan gejala neurogenik karena
tekanan pada struktur- struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari
perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut karena
adanya tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang volumenya
tetap dan vasopasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan di dalam ruang antara lapisan
B. Etiologi
Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara. Iskemia terjadi ketika suplai darah
ke bagian otak terganggu atau tersumbat. Iskemia biasanya terjadi karena trombosis atau embolik.
Stroke yang terjadi karena trombosis lebih sering terjadi dibandingkan karena embolik.
Stroke bisa juga merupakan “pembuluh darah besar” dan “pembuluh darah kecil”. Stroke pada
pembuluh darah besar disebabkan oleh adanya sumbatan pada arteri serebral utama seperti pada
karotid interna, serebal anterior, serebral media, serebral posterior, vertebral, dan arteri basilaris.
Stroke pembuluh darah kecil terjadi pada cabang dari pembuluh darah besar yang masuk ke bagian
Trombosis
Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis endotelial dari pembuluh
darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama yang menyebabkan zat lemat tertumpuk dan
membentuk plak pada dinding pembuluh darah
Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotis. Bagian yang biasa terjadi
penyumbatan adalah di bagian yang mengarah pada percabangan dari karotid utama ke bagian
dalam dan luar dari arteri karotid. Stroke karena trombosis adalah tipe yang paling sering terjadi
Embolisme
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik.
Perdarahan (hemoragik)
Perdarahan intraserebral paling banyak di sebabkan karena adanya ruptur aterosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia
50 tahun. Akibat lain dari perdarahan adalah aneurisma. Walaupun aneurisma serebral biasanya
kecil, hal ini bisa menyebabkan ruptur. Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan oleh
ruptur aneurisma.
Faktor resiko stroke yang tidak dapat dirubah adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, dan riwayat keluarga sebelumnya. Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah
terkena stroke. Stroke dapat terjadi pada usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia
diatas 45-80 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tinggi angka
kejadian faktor resiko stroke ( misalnya hipertensi ) pada laki-laki. Resiko stroke meningkat pada
seseorang dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih
cenderung menderita diabetes dan hipertensi. Hal ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan
kejadian stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunnya faktor resiko stroke.
Kejadian stroke pada ras kulit berwarna lebih tinggi dari kaukosid.
Faktor resiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk dikenali. Penanganan berbagai
faktor resiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke. Faktor resiko stroke yang utama adalah
hipertensi.
Hipertensi kronis yang tidak terkendali dapat memacu mikroangiopati selain itu juga dapat memacu
timbulnya plak. Plak yang tidak stabil akan terlepas dan berakibat tersumbatnya pembuluh darah di
otak atau bisa disebut dengan stroke. Sedangkan diabetus melitus merupakan salah satu faktor
resiko stroke iskemik yang utama, diabetus akan meningkatkan resiko stroke dua kali lipat.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pada otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapatmengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
10. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh
darah otak.
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat) ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke
akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya (Muttaqin, 2008).
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia). Hemiparese
(kelemahan) atau hemiplegia dari satu bagian dari tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan
kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau media sehingga
Bell’s palsy adalah bentuk kelumpuhan wajah sementara akibat kerusakan atau trauma pada salah
satu saraf wajah. Bell’s palsy merupakan penyebab paling sering dari kelumpuhan wajah.
Umumnya, Bell’s palsy hanya mempengaruhi salah satu saraf wajah yang berpasangan sehingga dan
sehingga yang lumpuh satu sisi wajah, namun, dalam kasus yang jari terjadi, hal itu dapat
mempengaruhi kedua belah saraf ,sehingga wajah menjadi lumpuh kanan – kiri.
Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau media
sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan saraf motorik dari kortek
4. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disafhasia:
Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi. Afasia melibatkan seluruh aspek dari
komunikasi termasuk berbicara, membaca, menulis, dan memahami pembicaraan. Pusat primer
bahasa biasanya terletak di bagian kiri dan dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri
serebral. Sedangkan disatria merupakan kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna yang
menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Klien dengan disatria dapat memahami bahasa yang
diucapkan seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam menghafalkan kata dan tidak jelas dalam
pengucapannya.
5. Gangguan persepsi
disfungsi persepsi visual yaitu klien tidak mampu melihat suatu benda seutuhnya dan hanya telihat
setengah dari suatu benda tersebut, dan kehilangan sensori yaitu karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kemampuan untuk merasakan posisi
menyebabkan pasien ini mengahadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Gangguan pada
status mental ini juga umum tejadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan,
Beberapa upaya pencegahan stroke yang dapat dilakukan adalah, (Nurarif, 2018):
1) Mengontrol faktor risiko stroke
Jika mengalami hipertensi maka harus menjaga tekanan darah dalam batas
normal, menurunkan berat badan jika mengalami obesitas dan jika mengalami
diabetes maka harus mengontrol gula darah.
2) Cek kesehatan secara berkala
3) Berhenti merokok
4) Diet rendah lemak dan rendah garam
5) Istirahat yang cukup
6) Kelola stress dengan baik
7) Mengetahui tanda dan gejala stroke
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Stroke adalah penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat
gangguan fungsi otak.
Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang menjadi momok bagi
manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering
tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan
mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan
kabur dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting
bagi kita perawat bagian dari tenaga medis untuk mempelajari tentang patofisologi,
mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang harus
diberikan pada pasien stroke.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2019. Laporan
Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes.
Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishingg Jogjakarta.
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. Dan Brenda G.Bare. 2002. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi ke 8. Jakarta: EGC