Pengalengan Pangan
P. Hariyadi, F. Kusnandar,
3
dan N. Wulandari
Pendahuluan
Proses Pengalengan
Sortasi
Pencucian
Pengupasan
Perajangan/
Pemotongan
Blansir
Penambahan larutan/sirop
Exhausting
Penutupan kaleng
Sterilisasi (retorting)
Pendinginan
Pengeringan dan
pelabelan
Penyimpanan/ distribusi
Semua bahan pangan yang digunakan dalam proses produksi harus bersih,
aman, dan memenuhi standar mikrobiologi, fisik, kimia dan organoleptik yang
berlaku. Untuk menjamin bahwa semua bahan dan ingredien memenuhi syarat-
syarat tersebut harus dilakukan langkah-langkah untuk menjaminnya, seperti
pencucian dengan air bersih, penanganan, pewadahan, pemotongan, penyim-
panan, dan transportasi dengan alat-alat yang menjamin kebersihan dan kea-
manannya. Lebih lanjut, semua bahan-bahan yang digunakan juga harus bebas
dari hama dan serangga. Khusus untuk bahan baku dan ingredien beku harus
disimpan dalam kondisi beku sampai waktu digunakan. Proses thawing (pele-
lehan) harus dilakukan pada kondisi lingkungan produksi yang bersih dan higienis
untuk menghindari kontaminasi dan pertumbuhan mikroba selama proses
thawing tersebut. Bahan-bahan tambahan yang digunakan untuk membantu
proses dan meningkatkan produk harus merupakan bahan yang aman dan
khusus untuk pangan serta dalam konsentrasi dan kondisi yang tepat.
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-
kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang.
Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-
nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah
pemanasan dalam retort. Setelah sortasi dilakukan pencucian dengan tujuan
untuk membersihkan buah dari kotoran-kotoran.
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan.
Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemo-
tongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng.
Proses blansir
Tabel 3.1. Perbandingan keuntungan dan kerugian antara steam blancher dan
hot-water blancher.
Peralatan Keuntungan Kerugian
Kehilangan komponen larut Bahan pangan hanya
air dapat ditekan mengalami proses
Produksi limbah lebih rendah pencucian dan
(biaya pembuangan limbah pembersihan secara
Steam lebih murah) terbatas
Blancher Lebih mudah untuk Memerlukan biaya modal
dibersihkan yang lebih tinggi
Mungkin terjadi proses
blansir yang tidak merata
Besarnya kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Vari-
etas; (2) Tingkat kemasakan/kematangan; (3) Metode penanganan (terutama
tingkat pemotongan, pengirisan, dll, yang mempengaruhi rasio luas permukaan/
volume bahan); (4) Penggunaan medium pemanas dan pendingin; (5) Lama dan
suhu pemanasan; dan (6) Rasio air/bahan yang diblansir (terutama jika diguna-
kan air sebagai medium pemanas atau pun pendingin).
Dalam bentuk yang paling sederhana, peralatan blansir terdiri dari konveyor
berupa skrin yang akan membawa bahan pangan masuk ke dalam uap. Waktu
tinggal (residence time) bahan pangan dalam ruangan blansir ini dapat diken-
dalikan dengan mengatur kecepatan konveyor.
Kemudian dituangkan larutan sirop. Sama halnya dengan pada saat pengi-
sian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan
bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi teren-
dam.
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses
exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar
udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada
kaleng setelah penutupan, sehingga (i) mengurangi kemungkinan terjadinya
kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama
pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-
reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Tingkat kevakuman kaleng
Di samping itu, adanya ruang hampa tersebut akan berguna untuk mera-
patkan penutupan kaleng, karena pada waktu uap air mengembun di dalam
kaleng, maka tekanan di dalam ruang hampa menjadi turun, sehingga tekanan
atmosfir dari luar akan menekan tutup kaleng dan penutupan menjadi kuat (Wi-
narno et al, 1980).
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-
metis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan ka-
leng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanan-
nya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena
daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng
(terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan pro-
duk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terja-
dinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan.
Selama proses penyimpanan kaleng dalam keranjang ini, suhu kaleng harus
tetap berada di atas 60°C untuk memenuhi standar suhu awal produk sebelum
proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, bila proses tersebut terlalu lama
yang menyebabkan kaleng mulai mendekati suhu minimum, maka kaleng harus
segera dimasukkan ke dalam retort. Biasanya holding time maksimum yang
dapat mempertahankan suhu tetap di atas 60°C dari sejak selesai proses penu-
tupan sampai awal proses sterilisasi adalah 30 menit.
Proses sterilisasi
Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam
proses pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara
keseluruhan. Proses sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan
ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah
121.1oC (250oF).
Suhu awal kaleng harus berada di atas 60°C. Hal ini disebabkan pada suhu
di bawah 60°C dikhawatirkan terjadi pertumbuhan mikroba, baik mikroba meso-
filik maupun termofilik yang tumbuh pada kisaran suhu 37-55°C. Dengan demi-
kian akan menambah jumlah awal mikroba yang akan berpangaruh terhadap
keberhasilan proses sterilisasi. Bila kondisi tetap dipertahankan standar yang
ditetapkan, maka kemungkinan terjadi under process, yaitu proses tidak cukup
membunuh mikroba patogen dan pembusuk yang ada. Sedangkan bila kondisi
dirubah untuk menyesuaikan dengan jumlah mikroba awal, maka akan terjadi
overprocess, yaitu proses berlebihan yang akan menyebabkan kerusakan bahan
yang disterilisasi. Tabel 3.3 memperlihatkan contoh standar proses sterilisasi
makanan kaleng dengan menggunakan retort vertikal pada sterilisasi nenas
dalam kaleng dengan menggunakan kaleng berukuran 8 oz dan 68 oz.
Karena retort adalah tabung bertekanan, maka retort terbuat dari plat
setebal ¼ inci (0,63 cm) atau lebih dengan bentuk tertentu dengan pengelasan.
Pintu atau atau penutup dibuat dari besi tuang atau plat tebal. Berbagai macam
kunci digunakan untuk keamanan pintu dan harus selalu dalam kondisi yang
prima untuk mencegah peledakan selama operasi. Hal ini penting bagi kesela-
matan pekerja mengingat tekanan di dalam retort sangat kuat. Pada suhu 250°F
(121°C) besar tekanan di dalam retort mencapai 15 psia, atau sekitar 10 ton
beban menekan penutup atau pintu.
(a) Venting
Sebelum siklus retort dimulai, terdapat udara dalam jumlah yang banyak
dalam retort. Retort horizontal dengan muatan penuh kaleng masih terdapat
sekitar 70 – 80% ruangan yang masih dipenuhi udara sebelum dimulainya proses
venting. Sedangkan untuk retort vertikal bermuatan penuh, biasanya lebih dari
60% ruangan terisi oleh udara. Karena itu penting sekali membuang udara
sebelum proses uap berlangsung, karena udara bukanlah penghantar panas yang
baik (isolator) sehingga udara dapat menghambat proses penetrasi panas. Untuk
retort yang menggunakan uap sebagai medium pemanas, tes distribusi suhu
perlu dilakukan untuk menentukan jadwal venting yang baik.
Selama aliran uap panas terbuka dan saluran venting tertutup, maka retort
akan meningkat suhunya. Recorder suhu akan mulai naik sampai mencapai suhu
proses. Peningkatan suhu ini dilakukan sampai mencapai suhu dan tekanan yang
diinginkan, yaitu pada 128.5°C dan tekanan 1.5 kg/cm2. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai suhu retort tersebut adalah 2 menit. Sedangkan waktu total
sejak awal venting sampai tercapai suhu retort adalah 10 menit yang disebut
dengan Come Up Time (CUT).
CUT adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu retort sampai
mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari
mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya retort mencapai suhu
retort. Dari pengalaman empiris, diketahui bahwa hanya 40% dari CUT mem-
punyai efek letal yang signifikan bagi tercapainya sterilitas. CUT biasanya dimulai
dari 0 hingga 0.5-0.6 menit tergantung pada penjadwalan proses pemanasan
yang dirancang oleh seorang ahli pengolahan. Semakin cepat CUT maka suhu
proses akan semakin tinggi dan waktu proses yang dibutuhkan untuk mencapai
suhu tersebut akan semakin cepat sehingga dapat menghemat energi yang
digunakan pada proses pemanasan tersebut.
(c) Sterilisasi
Proses pendinginan
Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-
kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort
telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendi-
nginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus
untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada
kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi.
Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan diber-
sihkan. Proses pengeringan kaleng dan pembersihan kaleng ukuran 8oz dilaku-
kan dengan menggunakan mesin pengering, sedangkan untuk kaleng 68oz dila-
kukan secara manual. Untuk pengeringan dengan mesin, pengeringan hanya
dilakukan pada badan kaleng, sedangkan pengeringan pada bagian tutup dilaku-
kan secara manual.
Pemberian Label
Pada label kertas tersebut dicantumkan jenis dan kualitas produk jamur,
gambar jamur, merk produk, medium yang digunakan, nama pabrik, berat ber-
sih, tujuan pemasaran jamur serta nomor ijin dari BPOM. Merk jamur yang
digunakan tergantung pada tujuan pemasaran dan berdasarkan permintaan
pemesan.
Penggudangan
Pengepakan
Rangkuman
a. Proses sterilisasi produk pangan dalam kemasan yang paling populer ada-
lah proses pengalengan, dimana produk dalam kaleng akan disterilisasi
dengan menggunakan ketel uap (retort). Proses pengalengan secara umum
melibatkan proses (a) pemilihan bahan baku dan bahan tambahan; (b) sor-
tasi dan pencucian; (c) pengupasan kulit, pembu-angan biji dan pemo-
tongan; (d) proses blansir; (e) pemasukan potongan buah ke dalam ka-
leng; (f) pengisian sirop/cairan; (g) exhausting; (h) penutupan kaleng; (i)
sterilisasi dalam retort (horisontal/vertikal); dan (j) pendinginan.
b. Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam
proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk
memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Blansir dapat
menggunakan steam blancher dan hot-water blancher. Tujuan blansir ada-
lah (a) membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal; (b)
meningkatkan suhu produksi produk/jaringan; (c) membuang udara yang
masih ada di dalam jaringan; (d) menginaktivasi enzim; (e) menghilang-
kan rasa mentah; (f) mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing,
dll); (g) mempermudah pengupasan; (h) memberikan warna yang dikehen-
daki; dan (i) mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
c. Exhausting adalah proses untuk menghilangkan sebagian besar udara dan
gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng, yang dapat memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penu-
tupan, sehingga (i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng
karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi, dan (ii) mengurangi
kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksi-
dasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
d. Proses penutupan kaleng (hermetic seaming) dilakukan segera setelah
medium pemanas diisikan ke dalam kaleng. Proses ini dilakukan secara
hermetis dengan menggunakan double seamer sehingga disebut dengan
istilah metode double seaming. Operasi penutupan kaleng berlangsung
dengan adanya tiga bagian dasar pada alat double seamer, yaitu base
plate, seaming chuck roll untuk operasi pertama dan operasi kedua. Bagian
base plate berfungsi menekan badan kaleng pada posisinya, seaming chuck
memegang tutup kaleng (lid) dan menekannya pada operasi I dan operasi
II.
e. Sterilisasi merupakan tahap proses yang paling penting, dimana proses
pembunuhan mikroba berlangsung. Waktu dan suhu yang diperlukan untuk
proses sterilisasi tergantung pada konsistensi atau ukuran partikelnya,
derajat keasaman isi kaleng, ukuran head space, besar dan ukuran kaleng,
kemurnian uap air (steam) yang digunakan, dan kecepatan perambatan
panas.
Daftar Pustaka
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat
STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.