Bells Pallsy
Bells Pallsy
PENDAHULUAN
Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien bell’s palsy biasanya bila
dahi di kerutkan lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak
mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas. Pada
sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh,
namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan
meninggalkan gejala sisa.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Nervus facialis adalah salah satu dari 12 pasang saraf cranial.
Nervus facialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot
wajah. Otot-otot yang dipersarafi adalah (Netter, 2014):
1. M. Frontalis, fungsinya mengangkat alis mata dan mengerutkan dahi
(ekspresi heran)
2. M. Orbicularis Oculi, fungsinya menutup mata (ekspresi memejamkan
mata)
3. M. Orbicularis Oris, fungsinya mengucupkan mulut ke depan (ekspresi
bersiul)
4. M. Proserus, fungsinya mengangkat hidung (ekspresi benci)
5. M. Nasalis, fungsinya melebarkan daun hidung (ekspresi mencium
bau)
6. M. Currogator Supercili, fungsinya menarik alis mata ke tengah dan
menurun sehingga membentuk lipatan atau kerutan di antara kedua alis
mata (ekspresi marah)
7. M. Zygomatikum, fungsinya menarik sudut mulut dengan
memperlihatkan gigi (ekspresi senyum)
8. M. Rizorius, fungsinya menarik sudut mulut ke lateral (ekspresi
meringis)
9. M. Buccinator, fungsinya menekan pipi ke dalam dan bersiul
10. M. Deperesor Labii Inferior, fungsinya menonjolkan bibir ke bawah ke
luar (ekspresi mencibir)
11. M. Mentalis, fungsinya meruncingkan dagu
12. M. Deperesor Anguli Oris, fungsinya menarik sudut mulut ke bawah
secara kuat
3
Gambar 1. Otot-otot pada Wajah
Sumber: (Shiffman and Giuseppe, 2012)
4
Gambar 2. Nukleus dan Saraf Fasialis
Sumber: (japardi, 2004)
Kedua akar saraf ini muncul dari pontomedullary junction dan
berjalan secara lateral melalui cerebellopontine angle bersama dengan
saraf vestibulocochlearis menuju meatus akustikus internus, yang
memiliki panjang ± 1 centimeter (cm), dibungkus dalam periosteum
dan perineurium (Japardi, 2004)
Selanjutnya saraf memasuki kanalis fasialis. Kanalis fasialis
(fallopi) memiliki panjang sekitar 33 milimeter (mm), dan terdiri dari 3
segmen yang berurutan: labirin, timpani dan mastoid. Segmen labirin
terletak antara vestibula dan cochlea dan mengandung ganglion
genikulatum. Karena kanal paling sempit berada di segmen labirin ini
(rata- rata diameter 0,68 mm), maka setiap terjadi pembengkakan saraf,
paling sering menyebabkan kompresi di daerah ini. Pada ganglion
genikulatum, muncul cabang yang terbesar dengan jumlahnya yang
sedikit yaitu saraf petrosal.Saraf petrosal meninggalkan ganglion
genikulatum, memasuki fossa cranial media secara ekstradural, dan
masuk kedalam foramen lacerum dan berjalan menuju ganglion
pterigopalatina.Saraf ini mendukung kelenjar lakrimal dan
palatina.Serabut saraf lainnya berjalan turun secara posterior di
sepanjang dinding medial dari kavum timpani (telinga tengah), dan
5
memberikan percabangannya ke musculus stapedius (melekat pada
stapes). Lebih ke arah distal, terdapat percabangan lainnya yaitu saraf
korda timpani, yang terletak ± 6 mm diatas foramen stylomastoideus.
Saraf korda timpani merupakan cabang yang paling besar dari saraf
fasialis, berjalan melewati membran timpani, terpisah dari kavum
telinga tengah hanya oleh suatu membran mukosa.Saraf tersebut
kemudian berjalan ke anterior untuk bergabung dengan saraf lingualis
dan didistribusikan ke dua pertiga anterior lidah (Japardi, 2004).
Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, saraf fasialis
membentuk cabang kecil ke auricular posterior (mempersarafi
m.occipitalis dan m. stylohoideus dan sensasi kutaneus pada kulit dari
meatus auditori eksterna) dan ke anterolateral menuju ke kelenjar
parotid.Di kelenjar parotid, saraf fasialis kemudian bercabang menjadi 5
kelompok (pes anserinus) yaitu temporal, zygomaticus, buccal, marginal
mandibular dan cervical. Kelima kelompok saraf ini terdapat pada
bagian superior dari kelenjar parotid, dan mempersarafi dot- otot
ekspresi wajah, diantaranya m. orbicularis oculi, orbicularis oris, m.
buccinator dan m. Platysma (Japardi, 2004).
6
genikulatum penderita Bell’s palsy (Ropper, 2003 ; Bahrudin, 2011).
Tahun 1972, McCormick pertama kali mengusulkan HSV sebagai
penyebab paralisis fasial idiopatik. Dengan analaogi bahwa HSV
ditemukan pada keadaan masuk angin (panas dalam/cold sore), dan
beliau memberikan hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten dalam
ganglion genikulatum.(Ropper, 2003 ; Bahrudin, 2011).
7
Beberapa mekanisme termasuk iskemia primer atau inflamasi
saraf fasialis, menyebabkan edema dan penjepitan saraf fasialis selama
perjalanannya didalam kanal tulang temporal dan menghasilkan
kompresi dan kerusakan langsung atau iskemia sekunder terhadap
saraf (Kanerva 2008 ; Mujaddidah 2017).
Mekanisme lainnya adalah infeksi virus, yang secara langsung
merusak fungsi saraf melalui mekanisme inflamasi, yang kemungkinan
terjadi pada seluruh perjalanan saraf dan bukan oleh kompresi pada
kanal tulang (Kanerva 2008 ; Mujaddidah 2017).
F. Gambaran Klinik
Gejala bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot wajah pada
satu sisi mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak/kaku pada
wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik kadang-kadang diikuti
oleh hiperakusis berkurangnya produksi air mata dan berubahnya
pengecapan di lidah kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara
parsial/komplit kelumpuhan parsial dalam 1 – 7 hari dapat berubah
menjadi kelumpuhan komplit (Munilson dkk., 2011).
8
4. 100%, untuk kekuatan otot 5 : normal, simetris komplit.
Gerakan yang dilakukan,
1. Diam = 20 x (%) =...
2. Mengerutkan dahi= 10 x (%) =...
3. Menutup mata = 30 x (%) =...
4. Tersenyum = 30 x (%) =...
5. Bersiul = 10 x (%) =...
Ket :
a. % adalah persentase sesuai dengan kemampuan dari pasien dan
bisa dihubungkan dengan kekuatan otot yang berperan dalam gerakan
diatas,
b. Semakin mendekati 100 skornya akan lebih baik, apabila belum
mencapai 100 dari semua penjumlahan hasil dari aktivitas diatas maka
fisioterapis diharapkan belum menghentikan tindakan karena apabila
dihentikan sebelum 100 akan mengakibatkan terdapat gejala sisa.
Derajat Interpretasi
Derajat I (100 point) Normal
Derajat II (75-99 point) Kelumpuhan ringan
Derajat III (50-75 point) Kelumpuhan sedang
Derajat IV (25-50 point) Kelumpuhan sedang berat
Derajat V (1-25 point) Kelumpuhan berat
Derajat VI (0 point) Kelumpuhan total
9
Nilai Interpretasi
0 (zero) Tidak ada kontraksi bisa diraba atau dilihat
1 (trace) Tidak ada gerakan, tetapi dengan palpasi kontraksi dapat
dirasakan
3 (fair) Gerakan bisa dilakukan, tetapi dengan kesulitan atau hanya
sebagian
5 (normal) Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris
10
meningkatkan aktivitas metabolisme karena setiap meningkatnya
temperatur suhu 10C akan meningkatkan metabolisme sebanyak 13%
(Periatna dan Gerhaniawati, 2006). Dibuktikan pada saat terapi dari T1-
T6 dengan menggunakan MMT pasien mengalami peningkatan yaitu
pada nilai otot Orbicularis Oculi dan menggunakan Sekala UGO
FISCH pasien mengalami peningkatan fungsional yaitu pada saat
menutup mata. Dan pada saat terapi diberikan jedah satu hari agar
terjadinya proses vasodilatasi. Sedangkan efek terapeutik yang
dihasilkan adalah meningkatkan suplai darah, mengurangi nyeri, dan
mengurangi spasme.
b. Massage
Pemberian massage pada bell’s palsy bertujuan untuk
merangsang reseptor sensorik dan jaringan subcutaneous pada kulit
sehingga memberikan efek rileksasi dan dapat mengurangi rasa kaku
pada wajah (William, 2012). Massage diberikan berulang kali pada saat
terapi dan teknik-teknik massage yang biasanya diberikan antara lain:
11
o Vibration adalah getaran-getaran halus yang dikerjakan dengan
ujungujung atau seluruh telapak tangan untuk satu sisi wajah,
dapat diberikan disekitar percabangan nervus facialis.
12
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
A. Identitas Umum Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Penjahit
Agama : Islam
Alamat : Maccini
B. Anamnesis Khusus ( History Taking )
a. Keluhan Utama : kelemahan separuh wajah
b. Lokasi Nyeri : belakang telinga
c. Lama keluhan : 2 minggu yang lalu (
d. Riwayat Perjalanan Penyakit : pasien merasakan kaku pada area wajah
dan mata berair pada saat bangun dipagi hari serta pasien merasakan
nyeri pada belakang telinga.
e. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Respirasi : 20x/menit
Denyut Nadi : 70x/menit
C. Inspeki/ Observasi
1. Statis :
Saat keadaan diam wajah pasien tampak simestris dengan bibir
sedikit terbuka.
2. Dinamis :
Saat berbicara, tampak bibir asimetris
Saat tersenyum bibir cenderung ke kanan
Kerutan dahi tampak asimetris
Tidak mampu menutup mata kanan dengan rapat
3. Palpasi :
13
oedem tidak ada
Tenderness pada belakang telinga
D. Pemeriksaan Spesifik
Tersenyum 10% x 30 3
14
Bersiul 10% x 30 3
Jumlah 16
0 5 7 10
Hasil : Nilai 7 ( nyeri sedang )
E. Diagnosa Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil
proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
”Gangguan Fungsional Wajah Akibat Kelemahan Otot Wajah Dextra
E.C. Bell’s Palsy”
F. Problematik Fisioterapi
a. Anatomical/functions impairment
Adanya kelemahan otot wajah sinistra
Nyeri pada belakang telinga
b. Activity limitation
Adanya gangguan saat makan dan minum
Adanya gangguan ekspresi seperti menutup mata,
tersenyum , mengerutkan dahi
c. Participation restriction
Adanya penurunan rasa percaya diri saat bergaul di
lingkungan masyarakat Karena gangguan ekspresi
G. Tujuan Intervensi
a. Tujuan jangka pendekMeningkatkan kekuatan otot wajah
sinistra
Mengurangi nyeri
b. Tujuan jangka panjang
15
Mengembalikan kemampuan fungsional wajah semaksimal
mungkin seperi makan dan minum, berekspresi dan
meningkatkan kepercayaan diri pasien
H. Program intervensi fisioterapi
1) Komunikasi terapeutik
Tujuan : Memberikan motivasi untuk kesembuhan pasien
a. Teknik : Fisoterapis memberikan pertanyaan terbuka dan
mendengarkan secara aktif.
b. Dosis :
F : Setiap hari
I : Toleransi pasien
T : Berbicara langsung ke pasien
T : Tidak terbatas dan dikondisikan dengan keadaan pasien
2) MWD (Micro Wave Diathermy)
Tujuan :melancarkan sirkulasi darah, rileksasi otot wajah dan
mengurangi spasme
Dosis :
F : 3x/minggu
I :78 watt
T : local
T : 10 menit
3) Massage
Tujuan : memobilisasi serabu otot di area yang
mengalami paralysis dan mencegah
terjadinya kontraktur
Posisi Pasien : pasien terlentang di atas bed Fisioterapi
berada disamping pasien.
Teknik Pelaksanaan : Effleurage , stroking, finger kneading,
vibration, tapotement,
16
Dosis : Dilakukan sebanyak 5 kali repetisi 3 set.
b) Home Program
Untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kesembuhan
pasien, diberikan latihan – latihan yang dapat dilakukan dirumah
seperti:
17
a. Mirror exercise yakni dengan melakukan latihan di depan cermin
dengan melakukan koreksi posisi pada wajah dan latihan-latihan
seperti berikut:
18
Gambar 6. Latihan tiup kertas
Sumber : (senoysiswoyo.blogspot.com)
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
19
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga
dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak
dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak
seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang
sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi
kerusakan.
Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi
obat- obatan antiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang
berkesinambungan. Prognosis pasien dengan Bell’s palsy relative baik
meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.
20