Anda di halaman 1dari 3

2.

Masalah

Dampak bencana pada aspek spiritual


Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki kebutuhan yang kompleks yaitu
kebutuhan biologis, psikologis, sosial kultural dan spiritual. Spiritual digambarkan sebagai
pengalaman seseorang atau keyakinan seseorang, dan merupakan bagian dari kekuatan yang
ada pada diri seseorang dalam memaknai kehidupannya. Spiritual juga digambarkan sebagai
pencarian individu untuk mencari makna (Bown & Williams, 1993). Dyson, Cobb, dan Forman
(1997) menyatakan bahwa spiritual menggabungkan perasaan dari hubungan dengan dirinya
sendiri, dengan orang lain dan dengan kekuatan yang lebih tinggi.

Bencana adalah fenomena kehidupan yang maknanya sangat tergantung dari mana
seseorang memaknainya. Disinilah aspek spiritual ini berperan. Dalam kondisi bencana,
spiritualitas seseorang merupakan kekuatan yang luar biasa, karena spiritualitas seseorang ini
mempengaruhi persepsi dalam memaknai bencana selain faktor pengetahuan, pengalaman,
dan sosial ekonomi.

Kejadian bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada yang bertambah
meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang sebaliknya. Bagi yang meningkatkan aspek
spiritualitasnya berarti mereka meyakini bahwa apa yang terjadi merupakan kehendak dan
kuasa sang Pencipta yang tidak mampu di tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat dengan
cara meningkatkan spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan dan pertolongan dalam
menghadapi bencana atau musibah yang dialaminya. Sedangkan bagi yang menjauh umumnya
karena dasar keimanan atau keyakinan terhadap sang pencipta rendah, atau karena putus asa.

Dampak sosial dan psikososial

a. Kejenuhan akibat ketidakpastian berapa lama harus mengungsi, perasaan tidak berdaya,
ketakutan dan bahkan perasaan putus asa menghadapi kemungkinan bencana yang tidak
mungkin dihindari (tidak dapat melawan kehendak Tuhan). Akibatnya timbul perasaan
marah, stres atau frustrasi dengan situasi dan kondisi yang serba tidak menentu, trauma,
putus asa, merasa tidak berdaya dan ketidakpastian terhadap masa depannya.
b. Berfikir tidak realistis dan mencari kekuatan supra natural untuk mencegah terjadinya
bencana. Kekecewaan spiritual yaitu kecewa pada Tuhan karena diberi ujian atau hukuman
bahkan cobaan kepada orang-orang yang merasa dirinya sudah melaksanakan ibadah sesuai
ajaran agama.
c. Kehilangan tempat tinggal untuk sementara waktu atau bisa terjadi untuk seterusnya, karena
merupakan kawasan rawan bencana (termasuk dalam zona merah).
d. Kehilangan mata pencaharian karena kerusakan lahan pertanian dan hancurnya tempat
usaha.
e. Berpisah dengan kepala keluarga karena ayah atau suami banyak yang memilih untuk tetap
tinggal di rumah dengan alasan menjaga rumah, harta benda dan tetap bekerja sebagai
petani, berkebun atau peternak.
f. Pemenuhan kebutuhan dasar berupa makan, minum, tempat tinggal sementara atau
penampungan, pendidikan, kesehatan dan sarana air bersih yang tidak memadai. Tidak
tersedia atau terbatasnya fasilitas umum dan fasilitas sosial.
g. Terganggunya pendidikan anak-anak yang tidak bisa sekolah karena kerusakan sarana dan
prasarana sekolah.
h. Risiko timbulnya penyakit-penyakit ringan (batuk, flu) ataupun penyakit menular (misalnya
diare) karena kondisi lingkungan dan tempat penampungan yang kurang bersih dan tidak
kondusif serta sarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai.
i. Terganggunya fungsi dan peran keluarga karena dalam satu tempat penampungan tinggal
beberapa keluarga sekaligus. Tidak optimalnya pelaksanaan fungsi dan peran keluarga serta
kemungkinan-kemungkinan hilangnya pengendalian diri dapat menimbulkan potensi konflik
dengan
j. sesama pengungsi akibat jenuh, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup.
k. Hilangnya harga diri dan kemampuan baik sebagai individu maupun sebagai keluarga karena
di tempat pengungsian mereka menerima belas kasihan dari pihak lain dan bahkan seringkali
menjadi tontonan. Kecewa pada pemerintah atau pihak-pihak lain yang tidak dapat
meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi dan kecewa terhadap
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah yang berpotensi menjadi aksi sosial.
l. Terhambatnya pelaksanaan fungsi dan peran sosial dalam kekerabatan serta pelaksanaan
tugas-tugas kehidupan dalam kemasyarakatan, misalnya: kegiatan arisan, kegiatan adat atau
budaya yang tidak

Dari Aspek Psikososial, Bencana Dapat Berdampak Pada:

1. Extreme peritraumatic stress reactions (reaksi stres & trauma)Gejala ini


muncul pada masa kurang dari 2 hari. Gejala ini ditandaidengan simptom-
simptom yang muncul setelah bencana, di antaranya:
B. Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia).  
C. Menghindar (menarik diri dari situasi sosial).
D. Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak berdaya).d.
E. Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk).

2.Acute stress disorder (ASD)Gejala ini muncul pada masa 2 s.d 30 hari/4 minggu yang
ditandaidengan
a.Individu/korban mengalami peristiwa traumatik yang
mengancam jiwa diri sendiri maupun orang lain, atau menimbulkan kengerianluar biasa bagi
dirinya (horor). 
b.Peningkatan keterbangkitan psikologis, misalnya kewaspadaantinggi, mudah kaget, sulit
konsentrasi, sulit tidur, mudah tersinggungdan gelisah.
C.Gangguan efektifitas diri di area sosial dan pekerjaan.

3.Post traumatic stress disorder (PTSD)Gejala ini muncul di atas 30 hari/1 bulan yang
ditandai dengan:
A. Gangguan muncul akibat suatu peristiwa hebat yang
mengejutkan, bahkan sering tidak terduga dan akibatnya pun tidak tertahankanoleh orang
yang mengalaminya.
 b.Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami.
C. Ketidakberdayaan emosional dan ―menarik diri
d. Terlalu siaga/waspada yang disertai ketergugahan/keterbangkitansecara kronis
e. Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk berfungsisecara efektif
dalam kehidupan sosial (pekerjaan, rumah tangga, pendidikan, dll).

Anda mungkin juga menyukai