Anda di halaman 1dari 11

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERS SEBAGAI KORBAN

KEKERASAN/PENGANIAYAAN ( KASUS DEMO TOLAK RUU)

Widya Tegar Pratama

1311401608

A. Latar belakang masalah


Kekerasan yang terjadi pada wartawan beberapa tahun lalu seolah menjadi
pukulan telak bagi supermasi pers di Indonesia. Di era kebebasan onformasi yang
nyaris tanpa rektrisi ini, nampalknya jaminan hukum terhadap provesi wartawan/pers
masih saja menemui jalan yang berkerikil tajam.
Indonesia merupakan negara dimana perkembangan media masa dan pers cukup
bpesat. Kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan informasi ang tiada
henti menjadi salah satu faktor tumbuh pesatna media masa dan pers di Indonesia.
Seiring dengn perkembangan pers di Indonesia, tanggung jawab pers sebagai
penyedia dan pengontrol informasi bergeser menjadi subuah kompetisi di sebgaian
kalangan insan pers untuk mendapat informasi yang dianggap penting.
Kasus kekerasan terhadap pers inilah yang menjadi permasalahan besar di dalam
dunia jurnalis Indonesia, menurut Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kekerasan
terhadap pers ini dianggap sebagai pelanggaran dan pengekangan terhadap
kebebasan pers di Indonesia. Menurut hasil riset atau indeks report www.rsf.org ,
tingkat kebebasan pers di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,
menunjukan kalau kebebasan pers di Indonesia semakin buruk, adapun tolak ukur
dari penelitian tersebut dilihat dari 10 tahun terakhir berkembangnya kekerasan
terhadap jurnalis, hingga terjadi pembunuhan pada jurnalis.1
Pers sebagai lembaga sosial yang mendapat perlindungan hukum dari negara
berdasarkan Undang-undang yang berlaku memiliki kemerdekaan untuk mencari dan
menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan hak asasi manusia.
Setiap orang yang menjadi warga negara Indonesia yang dijamin hak nya oleh

1
www.rsf.org (diakses pada 10 maret 2020)
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap warga negara
dilindungi haknya adalah orang-orang yang bekerja di dunia jurnalistik yaitu
wartawan. Dalama Undang-undang tersebut dituangkan peraturan-pearturan
mengenai pers, termasuk didalamnya adalah perlindungan yang diberikan negara
terhadaop pers atau wartawan. Berdasarrkan Pasal 20 Undang-undnag Nomor 40
tahun 1999 dinyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan
rakyyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Kemerdekan yang dimiliki oleh pers dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan
prinsip-prinsip tersebut agar sesuai dengan peraturan perundang-undnagan yang
berlaku agar informasi-informasi yang dicari dan didapatkkan oleh wartawan dapat
disampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam suatu undang-undnag yang terdapat dalam
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Pengaturan lebih lanjut tentang hak asasi
manusia adalah yang dija,in dengan adanya Pasal 14 Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Mnausia.
Berkaitan dengan hal tersebut Oemar Seno Adji menyatakan: suatu negara hukum
yang memandang hak-hak asasi sebagai suatu essentialia, dimana hak atau kebebasan
untuk berpikir dan berbicara merupakan suatu unsur yang vital dan indispensable,
akan menjamin kebebasan pers sebagai hak demokrasi, sebagai “central meaning”
dan sebagai hak yang merupakan pendorong dari hak asasi lainnya.2
Selain itu menurut Wahyu Wibowo kebebasan menyatakan pikiran dan pemdapat
sesuai dengan hati nurani,termasuk hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi
manusia paling hakiki dalam rangka menegakan keadilan dan kebenaran, memajukan
kesejahteraan umum, dan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.3

2
Oemar Seno Adji, 1997. Mass Media dan Hukum, Erlangga, Jakarta, hlm 90.
3
Wahyu Wibowo, 2009. Menuju Jurnalisme Beretika, Kompas, Jakarta hlm 1.
Kenyataannya pers belum benar-benar merdeka atau bebas untuk mencari,
memperoleh dan menyebarkan informasi dan pendapatnya karena adanya barbagai
hambatan utuk mencapai kebebasannya untuk melakukan kegiatan jurnalistik.4
Wartawan dalam melaksanakan profesinya mendapat perlindungan hukum.
Namun masih banyak pelanggaran yang terjadi terhadap kebebasan jurnalistik dalam
mencari dan memberitakan informasi di Indonesia. Secara nyata masih banyak
kendala yang dihadapi sehingga kebebasan dalam menjalankan kegiatan jurnalistik
tidak didapat oleh kalangan wartawan secara penuh.5
Banyak peristiwa yang dialami oleh wartawan yang terjadi pada saat menjalankan
tugasnya, misalnya pada saat meliput suatu berita dalam suatu daerah, atau melipu
suatu demo assa, tidak jarang yang terjadi penganiayaan terhadap wartawan. Banyak
kekerasan yang terjadi yang dialami oleh wartawan saat menjalankan tugas. Pers
dalam menjalankan tugasnya selain memperhatikan dan menjalankan kewajibannya
secara benar, pers juga memperhatikan dan memperjuangkan hak-hak yang
dimiliknya seperti diatur dalam Undnag-undnag Nomor 40 tahun 1999.
Kasus kekerasan dan pembunuhan jurnalis di Indonesia hingga saat ini masih
banyak yang belum memiliki status hukum. Sebagian kasus pembunuhan yang
menimpa jurnalis belum mendapat keadilan dan lantas mengalami pembiaran dari
aparat dan pemerintah di negeri ini. kasus kekerasan dan pembunuhan jurnalis di
Indonesia yang hingga saat ini masih terkatung-katung merupakan contoh jelas dari
prkatik impunitas yang melanggar kebebasan pers di Indonesia.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menemukan kekerasan yang dialami
jurnalis dalam peliputan gelombang aksi belakangan ini sebagaian besar berpola
sama. Catatan AJI enam dari total 10 kasus adalah kekerasan yang diterima jurnalis
saat merekam aksi brutal aparat terhadap pengunjuk rasa. Pola kekerasan yang
dialamii jurnalis pada beberapa hari terakir ini sama persis saat aksi 21-22 Mei.
Aparat tidak mengijinkan jurnalis merekam aksi kebrutalan mereka ke para
demonstran. Rabu (25/9). Data AJI selama sepekan terakir terdapat jurnalis yang
mendapatkan kekerasan saat peliputan. Korban antara lain empat jurnalis Jakarta

4
J.C.T Somorangkir, 1980, Hukum dan Kebebasan Pers, Bina Cipta, Jakarta
5
ibid
yang menerima kekerasan saat melimput aksi di Gedung DPRD sementara enam
orang lainnya dari makasar dan jayapura. Jurnalis dari Jkarta yang mngalami
kekerasan berasal dari IDN Times , Katadata, Kompas.com dan Metro TV.
Sedangkan tiga jurnalis dari di Jayapura, dihalang-halangi saat hendak peliputan
mengenai aksi eksodus mahasiswa.
Di Makasar ada mendapat laporan yang sudah diverivikasi AJI Makasar, ada
jurnalis Antara yang ditendang dan ditarik polisi, akibat merekam aksi kekerasan
aparat terhadap demonstran. Kemudian ada juga jurnalis Inikata.com juga mengalami
pemukulan bahkan penganiayaan oleh banyak personel, ini juga akibat dia didapati
aparat saat merekam aksi brutal.6
Menurut pengacara LBH Pers, perlakuan yang dialami para jurnalis tersebut
bukan saja melanggar pasal dala KUHP melainkan juga Undang-undnag Pers.
Dari kasus diatas, tampaknya urang kesadaran dari masyarakat, aparat penegak
hukum akan adanya perlindungan terhadap wartawan pada saat menjalankan
tugasnya. Masih banyak terjad kekerasan terhadap wartawan semakin menigkat.
Upaya hukum dari pemerintah dalam mengusut tuntas kasus kekerasan dan
penganiayaan terhadap wartawan/pers hingga saaat ini belum memiliki kejelasan.
Analisis Jurnalis Indonesia (AJI) sudah seharusnya memperjuangkan setiap ketidak
adilan yang menimpa para jurnalis Indonesia. Sebagaimana peranan Analisis Jurnalis
Indonesia (AJI) yaitu untuk terus berjuang demi mempertahankan kebebasan pers di
Indonesia.
Kekerasan dan Penganiayaan itu banyak terjadi dan tidak jarang menyisakan
trauma yang dirasakan para wartawan. Dan yang lih memprihatinkan adalah kasus-
kasus penganiayaan yang dialami para wartawan tidk ditangani secara tuntas,
terkadang ada kasus yang di laporkan kepada pihak berwajib tidak ditangani bahkan
dibiarkan berlarut-larut dan membuat para wartawan merasa tidak dilindungi haknya
oleh negara selaku warga negara Indonesia.

6
CNN Indonesia, AJI : Kekerasan pada Jurnalis karena Rekam aparat Brutal (diakses
15 maret 2020)
Dari latar belakang yang telah diurakan tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dan mengkaji tentang “ perlindungan hukum terhadap pers
sebagai korban penganiayaan (kasus demo tolak RUU).

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhdap pers yang mengalami
kekerasan saat melakukan jurnalistik?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan identifikasi rumusan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pers yang mengalami
kekerasan saat melakukan jurnalistik.

D. Manfaat penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap wartawan yang mengalami kekerasan dalam
melakukan kegiatan jurnalistik

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat untuk memberikan pemahaman mengenai
perlindungan hukum terhadap wartawan yang mengalami kekerasan dalam
kegiatan jurnalistik sehingga dapat diterapkan oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari ketika pers melakukan pekerjaannya tidak dihalangi
oleh masyarakat.
b. Manfaat bagi aparat penegak hukum dengan penulisan ini dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan agar melakukan tindakan tegas terkait
penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang ada.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Berbicara tentang perlindungan hukum, tentunya perlu diketahui
prngrtian/definisi dari hukum itu sendiri. Pertanyaan mengenai apa itu hukum,
senantiasa merupkan petanyaan yang jawabannya tidak mungkin satu. Perkataan
persepsi orang tentang hukum itu beranka ragam, tergantung dari sudut mana
mereka memandangnya. Kalangan hakim akan memandang pengertian hukum
dari sudut pandang profesi mereka sebagai hakim, kalangan ilmuan hukum akan
memandang hukum itu dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat akan
memandang hukum dari sdut pandnag mereka, dan sebagainya.7
Dalam buku Ahmad Ali menggolongkan definisi hukum menurut para pakar
dalam beberapa bagian, yaitu:8
a. Pakar yang berpaham sosiologis
 H.J Hamaker
Hukum bukan suatu perangkat kaidah dan hukum bukan merupakan
perangkat aturan yang memaksa orang bertingkah laku menurut tata tertib
masyarakat. Namun, hukum merupakan seperangkat atursn yang
menunjuk kebiasaan orang dalam pergaulannya dengan pihak lain di
dalam masyarakatnya.
 J.H.A Logeman
Nu is men het eens, da recht op de een of andere wijze on de menselijke
amenleving is betrokken. (telah diterima oleh pendangan umum bahwa
bagaimanapun hukum itu sangat berkaitan dengan masyarakat). Hukum
adalah semata-mata social-phichisch gebeuren (peristiwa yang bersifat
psikososial).

7
Amirudin. Peranan Lembaga Bantuan Hukum Pers Dalam Memberikan Bantuan
Hukum Terhadap Wartawan Dalam Prkara Pidana. Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Hasanudin Makasar.2016, hlm.17
8
Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum, edisi ke dua. (Bojongkerta,Ciawi-Bogor
Selatan : Ghalia Indonesia,2008), hlm. 17-28
 Leon Duguit
Hukum adalah tingakh laku masyarakat yang merupakan aturan, dimana
daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melakukan
pelanggaran.
b. Pakar yang berpaham realis
 Salmond
The law may be defined as the bod of principle recongnized and acted by
the court of justice. (hukum dimungkinkan untuk didefinisakan sebagai
kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara didalam
peradilan. Dengan kata lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui
dan dilaksanakan oleh penganidalan).
 Olivecrona
Law as consisting cheifly of rules about force, rules which contain pattens
of conduct for the exercise of force. (hukum utamanya tersusu dari aturan-
aturan tentang kekuasaan dimana memuat pola-pola tingkah laku bagi
pelaksanaan kekuasaan).
c. Pakar yang berpaham antropologis
 Gluckman
Law is the whole rescrvoir of rules on which judges draw for their
decisions. (hukum adalah keseluruhan gudag aturan, dimana para hakim
mendasarkan pusatnya).
 Paul Bohannan
Law is the body of biding obligation which has been reinstitutionalised
within the legal institution. (hukum merupakan himpunan kewajiban yang
telah dilembagakan dalam pranata hukum).

2. A. Pengertian Wartawan
Menurut undang-undnag Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.wartawan adalah
orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan tersebut
meliputi: mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyebarkan informasi dalam berbagai bentuk tulisan, suara, gambar, serta data-
data grafik maupun dalam bentuk lain menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.9
Wartawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang
pekerjaannya mencarai dan menyusun berita untuk dimuat disurat kabar, majalah,
radio, dan televisi.
Dari pengertian diatas dapat diperoleh gambaran bagaimana mengenai
wartawan. Wartawan juga harus sedapat mungkin bersikap transparan mengenai
sumber-sumber dan metode yang dipakai, sehingga audience dapat menilai sendiri
informasi yang disajikan.
B. Pengertian Pers
Istilah pers, atau press berasal dari istilah latin pressus artinya adalah tekanan,
tertekan, terhimpit, padat. Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa
Belanda yang mempunyai arti sama denfan bahasa inggris “press” sebagai
sebutan untuk alat cetak.10 Di dalam Ensiklopedia Nasional Jilid 13, pengertian
pers dibedakan dalam dua arti. Pers dalam arti luas adalah media tercetak atau
elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, pendapat, usulan dan
gambar, kepada masyarakat luas secara regular. Dalam arti sempit, pers adalah
media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah dan
bulletin, sedangkan media elektronik meliputi radio, film ,dan televisi.11
Menurut Pasal 1 Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan
bahwa:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang dilaksankan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan meyampaiakan informasi baik dalam bentuk lisan, suara,
gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.

9
Amiridin., Op.cit, hlm. 46
10
Samsul Wahidin. Hukum Pers. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2011), hlm.35
11
ibid
Hikmat Kasumaningrat dan Purnama Kasumaningrat dalam bukunya,
menjelaskan bahwa pers berasa dari bahasa belanda pers yang artinya menekan
atau mengepres. Kata Pers adalah padanan press dalam bahsa inggris berarti
menekan atau mengepres. Dapat disimpulkan bahwa secara harfiah kata pers atau
press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara
barang cetakan.12
Menurut Pasal 3 Undnag-undnag pers menentukan bahwa fungsi pers ialah
sebagai berikut:
I. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi pendidikan,
huburan, dan control sosial.
II. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat(1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.

Fungsi utama pers pada umumnya disamping sebagai media kontrol sosial
adalah untuk menjalin komunikasi serta sebagai media informasi baik bagi semua
warga masyarakat maupun dengan pemerintah secara timbal balik. Fungsi pers
Indonesia menekankan pada eksistensinya sebagai institusi kemasyarakatan baik
dalam hubungannya secara personal antar sesama anggota masyarakat maupun
dengan pemerintah sebgai institusi publik yang juga berkepentingan dengan
pers.13

3. Pengertian Kekerasan
Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kakuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sedniri, perorangan, atau sekelompok orang atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar kemungkinan trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Dalam UU no 40 Tahun 1999 tentang Pers dikatakan bahwa “pers merupakan
wujud dari salah satu kedaulatan rakyat yang berdasar pada prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum” dengan demikian kemerdekaan pers
harus diukur dari sejauh mana negara melindungi keselamatan jurnalis dalam
12
Hikmat Kasumaningrat dan Punama Kasumaningrat, Jurnalistik, teori dan politik,
(Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,2012), hlm.17
13
Samsul Wahidin., Op.cit, hlm. 36
menjalankan tugasnya, juga dari kesadaran dari semua pihak untuk menyelesaikan
keberatan atas pemberitaan media secara beradab dan tanpa kekerasan fisik, dan
perampasan alat, keselamatan jurnalis masih mejadi masalah serius.14
1. Kekerasan yang dilaramg adalah perbuatan kekerasan yang merupakan alat
atau upaya untuk mencapai suatu kekerasan, yang dilakukan biasanya
merusak barang atau menganiaya atau dapat pula mengakibatkan sakitnya
orang atau rusaknya barang walaupun dia tidak bermaksud menyakiti orang
atau merusak barang itu sediri. Misalnya perbuatan melempar batu pada
kerumunan orang kepada suatu barang, mengobrak-abrik barang dagangan
hingga berantakan, atau membalikan kendaraan. Jadi, biasanya kelompok
atau massa yang marah dan bringas, tanpa berpikir akibat perbuatannya
mereka melakukan tindakan kekerasan, sehingga terjadi kerusuhan, keakaran,
orang lain terluka atau bahkan mati.
2. Kekerasan yang dilakukan dimuka umum atau disbeut juga kejahatan
terhadap ketertiban umum yaitu ditempat orang banyak, dapat melihat
perbuatan kekerasan tersebut.
3. Kekerasan yang dilakukan bersama orang lain atau kekerasan yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih.
4. Kekerasan yang dilakukan tersebut ditujukan kepada: orang atau barang atau
hewanm binatang, baik itu kepunyaannya sendiri maupun kepunyaan orang
lain.
Perusakan barang, luka dan mati sebagai akibat, berneda dengan perusakan
barang (pasal 406 KUHP), di dalam pasal 170 KUHP tidak disebutkan bahwa
barang itu kepunyaan orang lain. hakim dalam memutuskan harus meresapi
jiwa dan sejarah paal itu.
Kekerasan atau geweld dipidana lebeih berat dari pada dengan sengaja
marusak barang. Jadi, ada kemungkinan diterapkan pasal 406 KUHP
(termasuk barang) sebagai pasal. Subsidair (concursus). Dalam hal
penganiayaan menjadi lain jika terjadi luka. Dalam hal ini ada pembertan
pidana secara khusus. Kekerasan yang mengakibatkan oraang lain luka, luka

14
R.Racmadi, Perbandingan sistem pers, (Jakarta Gramedia,1990), hlm. 183
berat atau luka mati dipidana lebih berat berdasarkan ayat (2) butir 1,2,dan 3
pasal 170 KUHP. Lebih berat gabungan delik kekerasan penganiayaan.15

15
Andi Hamzah, Delik-delik tertentu (SpecialeDelicten) di dalam KUHP. (Jakarta: Sinar
Grafika,2014), hlm. 6-8

Anda mungkin juga menyukai