Anda di halaman 1dari 8

12 Nervus Kranial, Fungsi, Serta Cara

Pemeriksaanya
 4 Oktober 2012 Gusti 88795 Views  4 Komentar Artikel Keperawatan, Ilmu, Kesehatan, Pengetahuan  min read

Gambar dari Google

FacebookWhatsAppLineTwitterGoogle+
Gustinerz.com | Nervus kranial dinamai dengan nama spesifik atau dengan angka Romawi. Pemeriksaan saraf/nervus
penting dilakukan karena dua alasan. Pertama, saraf kranial III sampai XII berawal dari batang otak. Menguji saraf-
saraf kranial ini dapat memberikan informasi mengenai batang otak dan jaras terkait. Kedua, tiga refleks melibatkan
saraf kranial yang disebut refleks protektif (refleks kornea, muntah, dan batuk). (Black & Hawks, 2014).
Selama memeriksa respons nervus kranial, hilangnya respons normal dapat mengidentifikasi:

 Kegagalan menerima stimulus (kegagalan input).


 Kegagalan untuk berespons dengan tepat (kegagalan output)
 Kombinasi kegagalan input dan output.
Dua belas pasang saraf kranial yang tersusun angka romawi, muncul dari berbagai batang otak. Saraf kranial tersusun
dari serabut saraf sensorik dan motorik.

berikut dua belas pasang saraf kranial:

Nervus Olfaktori (N. I):


 Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman
 Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yang dirasakan (kopi,
teh,dll)
Nervus Optikus (N. II)
 Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan
 Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang
Nervus Okulomotoris (N. III), nervus trokhlearis (N. IV), dan nervus Abdusen (N. VI) dijaki bersama.
 Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan sebagian
gerakan ekstraokuler.
 Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi
kelopak mata
Nervus Trochlearis (N. IV)
 Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
 Cara Pemeriksaan: Sama seperti nervus III
Nervus Trigeminus (N. V)
 Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea dan
refleks kedip
 Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan
kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
Nervus Abdusen (N. VI)
 Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral
 Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
Nervus Fasialis (N. VII)
 Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
 Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak mata dengan tahanan,
menjulurkan lida untuk membedakan gula dan garam
Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)
 Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan
 Cara pemeriksaan: test webber dan rinne
Nervus Glosofaringeus (N. IX)
 Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
 Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam
Nervus Vagus (N. X)
 Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
 Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…
Nervus Asesoris (N. XI)
 Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu
 cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut.
Nervus Hipoglosus
 Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah
 cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi.
Fungsi Saraf Kranial
Saraf Kranials Jenis Fungsi Fungsi

I Olfaktorius Sensorik Respons dan interpretasi bau

II Optikus Sensorik Ketajaman visual dan lapang pandang

Pergerakan mata ekstraokular, elevasi kelompak mata, konstriksi


III Okulomotor Motorik pupil, bentuk lensa

IV Troklearis Motorik Pergerakan mata kebawah dan kedalam

Sensorik
  Sensasi pada wajah, kulit kepala, kornea, dan membrane mukosa
oral serta nasal.
   

Motorik Pergerakan untuk mengunyah


V Trigeminalis

VI Abdusens Motorik Pergerakan mata kelateral

VII Fasiali Sensorik Rasa pada 2/3 anterior lidah


   

Motorik Pergerakan wajah, penutupan mata, pergerakan bibir saat bicara.

VIII Vestibulokoklear Sensorik Pendengaran dan keseimbangan

Sensorik
  Rasa 1/3 posterior lidah, reflex tersedak faring, sensasi dari
gendang telingan dan saluran telinga
   

Motorik Menelan dan otot-otot fonasi pada faring


IX Glosofaringeus

Sensorik
Motorik
X Vagus Sensasi dari faring, visera, badan karois dan sinus karotis

XI Asesorius Spinal Sensorik Pergerakan otot trapezius dan sternokleidomastoideus

XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah saat bicara, artikulasi suara dan menelan
< Beranda
Sumber:

 Buku Keperawatan Medikal Bedah oleh Joyce M. Black dan Jane Hokanson Hawks tahun 2014.
 Buku Seri Panduan Praktik Keperawatan Klinis Marilynn Jacson & Lee Jackson tahun 2

HOME

PENYAKIT

Menilai Skala Nyeri


  
Oleh dr. Ahmad Muhlisin

Nyeri atau rasa sakit merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,
biasanya berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan atau yang berpotensi menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh. Nyeri yang dirasakan seseorang memiliki tingkatan, yakni nyeri ringan, sedang, atau
berat. Lebih lanjut kita istilahkan sebagai Skala Nyeri.
Penting kiranya mengetahui Skala nyeri terkhusus bagi para praktisi kesehatan untuk menilai tingkat
rasa nyeri yang dialami pasien. Skala nyeri ini akan membantu kita dalam membedakan tingkat
beratnya suatu penyakit sehingga dapat membantu menegakkan diagnosis yang akurat, membantu
merencanakan pengobatan yang tepat, dan mengevaluasi efektivitas pengobatan yang telah diberikan.

Pada artikel ini akan dibahas mengenai dua skala nyeri yang sering digunakan, yaitu Wong-Baker
FACES Pain Rating Scale dan Skala Nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale).
Wong-Baker FACES Pain Rating Scale
Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan melihat ekspresi
wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya. Berikut skala nyeri yang
kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:

Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah

Penilaian Skala nyeri dari kiri ke kanan:

 Wajah Pertama : Sangat senang karena ia tidak merasa sakit sama sekali.
 Wajah Kedua : Sakit hanya sedikit.
 wajah ketiga : Sedikit lebih sakit.
 Wajah Keempat : Jauh lebih sakit.
 Wajah Kelima : Jauh lebih sakit banget.
 Wajah Keenam : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis
Penilaian skala nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas.

Skala Nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale)


0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal.
1 nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian besar
waktu Anda tidak pernah berpikir tentang rasa sakit.
2 (tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3 (bisa ditoleransi) = nyeri Sangat terasa, seperti pukulan ke hidung
menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter.
4 (menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah.
5 (sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir
6 (intens) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian
mempengaruhi sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7 (sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra Anda
menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri.
8 (benar-benar mengerikan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir jernih, dan
sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan berlangsung lama.
9 (menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya dan
sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa
efek samping atau risikonya.
10 (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu kuat tak sadarkan diri.
Kebanyakan orang tidak pernah mengalami sakala rasa sakit ini. Karena sudah keburu pingsan seperti
mengalami kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit
yang luar biasa parah.
Pengelompokan:

 Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu)
 Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu aktifitas fisik)
 Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri)
Jika kedua skala nyeri di atas digabungkan maka akan menjadi seperti ini:

GLASGOW COMA SCALE (GCS)


Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan skala untuk menunjang pemeriksaan
tingkat kesadaran. Keadaan kesadaran penuh adalah 15 dan nilai minimum 3 yang
menandakan penderita tidak memberikan respon.
Penilaian Nilai
Respon Mata (Eyes: S):
      Spontan 4
      Dengan bicara (panggilan) 3
      Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf supraorbita/ kuku jari) 2
      Tidak ada reaksi 1
Respon Verbal (V)
      Orientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu 5
dimana ia berada, waktu, hari
      Kacau (dapat menjawab namun disorientasi waktu dan tempat) 4
      Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa 3
kalimat dan tidak tepat)
      Mengerang (tidak mengucapkan kata-kata, hanya suara 2
mengerang)
      Tidak ada respon 1
Respon Motorik (M)
      Menurut perintah 6
      Mengetahui lokasi nyeri (apabila ada respon yang bermaksud untuk 5
menampis nyeri)
      Menghindar 4
      Fleksi (respon fleksi saat diberikan nyeri) 3
      Ekstensi (respon ekstensi saat diberikan nyeri) 2
      Tidak ada respon 1

 Glasgow Coma Scale (GCS)

PENILAIAN KEKUATAN OTOT


Pada pemeriksaan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan pemeriksa
dengan kemampuan untuk melawan tahan otot voluenter secara penuh dari klien,
jenis kelamin dan bentuk tubuh harus menjadi pertimbangan. Menjadi seorang
perawat maka dapat melakukan pemeriksaan otot sebagai berikut.
Table. Penilaian Kekuatan Otot
Tingkat Kekuatan Otot
0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus
otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat
menggerakkan sendi
2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya
tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
3 Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan
pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang
diberikan oleh pemeriksa
4 Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan kemampuan
otot terhadap tahanan yang ringan
5 Kekuatan otot normal

Kekuatan Otot

References
1.      Arif muttaqin. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
2.      Hendra Utama. 2006. Neurologi Klinik: Pemerisaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
3.      Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
4.     http:/LAPORAN%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL%20BEDAH/SUMBER
%20NEUROLOGI/Saraf_kranial.htm diakses pada tanggal 25 April 2012.

Anda mungkin juga menyukai