Anda di halaman 1dari 8

Aturan hukum:

1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006, tentang


Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. Sebagaimana telah
diubah dengan, Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun
2008, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun
2006, tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
2. Kepmenkeu RI No. 248/KMK.04/1995, tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan Kerjasama
Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (“Built Operate and
Transfer”).
3. SE Dirjen Pajak No. SE-38/PJ.4/1995, tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian
Bangun Guna Serah (Seri PPh Umum Nomor 17).
4. Permenkeu RI No. 02/PMK.06/2008, tentang Penilaian Barang
Milik Negara.
5. Kepmenkeu RI No. 55/KMK.03/2001, tentang Tata Cara
Pengamanan, Penghapusan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan
Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam
Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. (lihat pasal 13 (1)).
6. SE Dirjen Pajak No. SE-04/PJ.33/1996, tentang Pembayaran
PPh Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan (lihat Angka 1(1.1), dan Angka 3 (3.2(4))).
7. Kepmenkeu RI No. 470/KMK.01/1994, tentang Tata Cara
Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik/Kekayaan Negara.
(Lihat Pasal 2(2)). Sebagaimana telah dicabut dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007, tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Sebagaimana telah dicabut
sebagian dengan, Permenkeu No. 33/PMK.06/2012, tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara (mencabut sepanjang
ketentuan mengenai pemanfaatan Barang Milik Negara dalam bentuk
Sewa)
8. Keputusan Presiden RI No. 7 Tahun 1998, tentang Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan atau
Pengelolaan Infrastruktur. Sebagaimana telah dicabut dengan
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005, tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Sebagaimana telah dua kali diubah. Perubahan pertama dengan,
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama
Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Dan
perubahan kedua dengan, Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun
2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur.
9. Dan lain-lain (Doktrin, yurisprudensi, serta beberapa aturan
terkait lainnya seperti UU penanaman modal, perusahaan,
perburuhan, dan sebagainya).

Definisi

Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah


berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka
waktu. Pasal 1 (12) Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2008,
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006,
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Bangun Guna Serah ("Built
Operate and Transfer") adalah bentuk perjanjian kerjasama yang
dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang
menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada
investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun
guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut
kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.
(Pasal 1, Kepmenkeu RI No. 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan
Pajak Penghasilan Terhadap Pihak – Pihak yang
Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun
Guna Serah (“Built Operate and Trasfer”).

Hitoshi Leda berpendapat:[2]
“BOT (Build-Operate-Trasfer): Private company finance itself, builds
facilities, manages and operates the facilities for a specifield period
(some ten years), and then transfer these to a public
organ upon completion of capital recovery, Since the facilities are
transferred after most of the depreciation has progressed, the public
business entity has an advantage where the budget scale for transfer
can be reduced”.

Sidney M. Levy memberikan gambaran terkait dengan konsep BOT ini


dengan mengatakan:[3]
“The BOT Approach – sometimes referred to as BOOT (Build, Own,
Operate, Trasfer) – involves the assembling of private sponsors,
usually a consortium of private companies, to finance, design,
build, operate, and maintain some form of revenue producing
infrastructure project for a specific period. At the end of this
concessionary period, when it has been estimated that all investment
costs have been recouped from user fees and a profit turned, title to the
project passes from the private consortium to the host government”.

Nael G. Bunni, mengatakan ada tiga elemen utama


yang ada di dalam konsep BOT (Build – Operate –
Trasfer) dan BOOT (Build – Own – Operate – Trasfer), yakni:[4]
“First, a feasible and viable project; secondly, a willing
government to grant a concession agreement which empowers a
concessionaire that right  to operate and benefit from the
constructed project by that concession; and thirdly, funders who are
willing to take the financial risk of undertaking the project”.
Dalam praktik bisnis di berbagai negara di dunia, konserp BOT ini
telah mengalami perkembangan dengan beragam fariasi jenis dengan
konsep dasar sama namun dengan substansi yang berbeda. Beberapa
fariasi dari BOT ini yakni:[5]
1. BOO (Build, Own, Operate – tanpa ada kewajiban untuk
mengalihkan kepemilikan).
2. BTO (Build, Trasfer, Operate).
3. BRT (Build, Rent, Trasfer).
4. BOOST (Build, Own, Operate, Subsidize, Trasfer).
5. DBFO (Design, Build, Finance, Operate).
6. BO (Build, Own) Agreement.
7. BOOT (Build, Own, Operate,
Trasfer) Agreement. Meskipun ada juga yang menyamakan ini dengan
BOT.
8. BLT (Build, Lease, Trasfer) Agreement.

Ketentuan – Ketentuan Umum Kontrak BOT di Indonesia

Syarat dilaksanakan BOT

Syarat untuk dilaksanakan Bangun Guna Serah atau BOT, yakni:[6]


1. Apengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi
penyelenggaraari pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan
pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi; dan
2. Tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.

Penetapan objek BOT

penetapan Objek BOT terkait dengan barang milik negara


dilaksanakan oleh pengelola barang.[7],[8] Untuk Objek BOT terkait
dengan milik daerah dilaksanakan oleh pengelola barang setelah
mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.[9]

Jika terkait dengan tanah yang status penggunaannya ada pada


pengguna barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi pengguna barang yang bersangkutan, dapat
dilakukan bangun guna serah dan bangun serah guna setelah terlebih
dahulu diserahkan kepada: pengelola barang untuk barang milik
negara; atau gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.
[10] Namun Bangun Guna Serah (BOT) yang status penggunaannya
ada pada pengguna barang, maka prosesnya dilaksanakan oleh
pengelola barang dengan mengikutsertakan pengguna barang dan/atau
kuasa pengguna barang sesuai tugas pokok dan fungsinya.[11]

Kemudian dalam penetapan status penggunaan barang milik


negara/daerah sebagai hasil dari pelaksanaan bangun guna gerah dan
bangun serah guna dilaksanakan oleh: pengelola barang untuk barang
milik negara, dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian negara /lembaga terkait; atau gubernur/bupati/walikota
untuk barang milik daerah, dalam rangka penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah terkait.[12]

Jangka Waktu

Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama
tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani.[13]

Penentuan Mitra BOT

Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna


dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-
kurangnya lima peserta /peminat.[14]
Surat Perjanjian BOT[15]

Perjanjian BOT harus dilakukan dengan surat perjanjian antara para


pihak.
Bangun guna serah dan bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan
surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
2. Objek bangun guna serah dan bangun serah guna;
3. Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna;
4. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
5. Persyaratan lain yang dianggap perlu.

Persiapan Pelaksanaan

Izin mendirikan bangunan hasil bangun guna serah dan bangun serah


guna harus diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia/
Pemerintah Daerah.[16]

Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan bangun


guna serah dan bangun serah guna tidak dapat dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.[17]

Kewajiban Mitra BOT dalam waktu pengoperasian

Mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna yang telah
ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi
kewajiban sebagai berikut:[18]
1. Membayar kontribusi ke rekening kas umum negara/daerah
setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil
perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
2. Tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan
objek bangun guna serah dan bangun serah guna;
3. Memelihara objek bangun guna serah dan bangun serah guna.

Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik


negara/daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus
dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pemerintah.[19]

Penyerahan Objek BOT

Mitra bangun guna serah barang milik negara harus menyerahkan


objek bangun guna serah kepada pengelola barang pada akhir jangka
waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan
fungsional pemerintah.[20]

Mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan


obyek bangun guna serah  kepada gubernur/ bupati/walikota pada
akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat
pengawasan fungsional pemerintah.[21]

Dalam pengelolaan objek BOT terkait dengan penguasaan daerah


masing-masing, maka setiap daerah biasanya memiliki aturan
tersendiri yang pada intinya memperjelas peraturan yang diterbitkan
oleh pemerintah pusat. Salah satu contoh misalnya, Pemerintah
Daerah Kabupaten Kutai Barat mengatur terkait dengan BOT dalam
Perda No. 05 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah,
khususnya terdapat dalam Bagian Kelima Pasal 31 sampai dengan
Pasal 34. Begitu juga dengan darah-daerah lainnya, yang menerbitkan
aturan terkait dengan prosedur pelaksanaan BOT di daerah

Anda mungkin juga menyukai