DAYA AIR
(Studi kasus DI Kota DKI Jakarta)
(Tugas PSDA)
Oleh:
M.Syamroni 0615011091
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Permasalahan pengembangan sumber daya air yang terjadi di Kota DKI Jakarta
yang berupa krisis air, kualitas air, menyusutnya area tangkapan air akibat alih
fungsi, konflik akibat persaingan yang semakin tajam antar pengguna air, kurang
jelasnya ketentuan hak penguasaan air, lemahnya koordinasi antar instansi dalam
menangani sumberdaya air, dan kelemahan dalam kebijaksanaan sumberdaya air.
B. TUJUAN
Masalah air di DKI Jakarta kian hari kian gawat. Penduduk semakin sulit
memperoleh air bersih dan sehat. Selain air tanahnya yang tercemar, Jakarta yang
dihuni hampir 12 juta jiwa ini juga punya masalah serius, ketersediaan air tanah di
beberapa wilayah. Sedangkan pelayanan air bersih dari Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Jaya belum maksimal. Kebutuhan air bersih yang bisa dipenuhi
dari air PAM Jaya hanya 51 persen, sisanya sebesar 49 persen dipenuhi air bawah
tanah dan air permukaan.
Krisis ketersediaan air tanah terjadi karena warga Jakarta memanfaatkan air tanah
secara berlebihan. Pada saat bersamaan, jumlah sumur bor yang menyedot air
tanah hingga kedalaman puluhan meter terus bertambah seiring dengan
tumbuhnya kawasan industri. Kondisi ini diperparah oleh kontrol yang lemah.
Pengambilan air tanah secara besar-besaran akan berdampak pada kekosongan air
dalam tanah. Akibatnya, permukaan tanah bisa semakin menurun dan cadangan
air tanah menipis.
Berdasarkan data Dinas Pertambangan DKI Jakarta tahun 2004, yang masuk zona
sangat kritis adalah kawasan dengan kedalaman muka air tanah lebih dari 16 m
dengan fluktuasi muka air tanah lebih dari delapan meter. Sedangkan zona kritis
yang memiliki kedalaman muka air tanah 12-16 meter dengan fluktuasi muka air
tanah 6-8 meter. Daerah yang masuk zona kritis, dan sangat kritis, antara lain
Cempaka Putih, Johar Baru, Senen, Tanah Abang di Jakarta Pusat; Kembangan,
Kebon Jeruk di Jakarta Barat; Setiabudi, Kebayoran Lama, Tebet, Pasar Minggu,
Jagakarsa di Jakarta Selatan; dan Duren Sawit, Makassar, Cipayung, Ciracas,
Pasar Rebo di Jakarta Timur.
Daerah yang tergolong zona rawan dan sangat rawan antara lain Cengkareng,
Petamburan, Kebon Jeruk, Kembangan, Taman Sari, dan Gambir. Selain itu,
Menteng, Setiabudi, Matraman, Johar Baru, Pulo Gadung, dan Cakung.
Krisis air tanah terjadi antara lain karena air hujan yang turun tidak bisa terserap
dalam tanah. Akibatnya, sebagian besar air hujan mengalir di permukaan tanah
(run off), dan selanjutnya mengalir ke sungai. Banyaknya lahan untuk ruang
terbuka hijau (RTH) yang dikonversi menyebabkan minimnya penyerapan air ke
dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke tanah akan langsung terbuang ke laut.
Pencemaran air tanah yang terjadi dibuktikan oleh BPLHD (Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah) DKI Jakarta terungkap bahwa hampir seluruh sumur
dangkal yang ada di lingkungan permukiman di wilayah Jabotabek yang diambil
sebagai sampel kini telah tercemar. Kadar pencemarannya memang berbeda-beda,
pencemaran yang diakibatkan air limbah industri dan air limbah yang berasal dari
manusia tinja terhadap air tanah dan air permukaan nampaknya semakin
mengkhawatirkan. Terutama pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah
tangga yang mengakibatkan tercemar bakteri coli maupun diterjen yang berasal
dari hasil cucian rumah tangga.
Beberapa masalah sumberdaya air telah diidentifikasi dan dibahas secara singkat.
Permasalahan tersebut antara lain:
Hal-hal yang telah diuraikan dalam makalah ini pada hakekatnya hampir tidak ada
yang baru. Sebagian besar telah pernah diwacanakan oleh pakar-pakar dalam
berbagai kesempatan. Makalah ini hanya menghimpun pemikiran dan informasi
yang ada dalam berbagai kepustakaan seperti tertuang dalam Daftar Pustaka.
Walaupun demikian semoga masih bermanfaat dan dapat merangsang diskusi
lebih lanjut guna menelurkan gagasan cemerlang dalam mengantisipasi krisis air
di masa depan dengan berbagai implikasinya. Bagaimanapun juga makalah ini
sangat terbuka untuk mendapat kritik dan tanggapan dari berbagai pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Atmanto, Sudar Dwi., 1993. “ Pertanian dan Irigasi Air Limbah.”, dalam Irigasi
Petani No.11/V/1993. hlm. 1-3, Jakarta: Pusat Studi dan Pengembangan
Irigasi (PSPI), LP3ES.
Helmi., 1997. “ Kearah Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan:
Tantangan dan Agenda untuk Penyesuaian Kebijaksanaan dan Birokrasi di
Masa Depan”. Dalam VISI Irigasi Indonesia Nomor 13 (7) 1997.hlm. 3-
12, Jakarta: Pusat Studi Irigasi Universitas Andalas.
Mahar, Mahyudi., 1999. “ Pendekatan Watershed Management dalam
Pengelolaan Sungai”, dalam Dinamika Petani No. 34 Tahun X / 1999. hlm.
10-14.Jakarta: Pusat Studi Pengembangan Sumberdaya Air dan Lahan
(PSDL), LP3ES.
Martius, Endry., 1997. Penyesuaian Peran Birokrasi dan Pemberdayaan Ekonomi
Petani: Etika Pendayagunaan Sumberdaya Air di Indonesia”, dalam VISI
Irigasi Indonesia Nomor 13 (7) 1997. hlm. 12-32. Padang: Pusat Studi
Irigasi Universitas Andalas.