HN
(Reconception of the State Right of Sovereignty over Airspace under the Liberalization of Aviation)
BP
Jl.Dipatiukur No.35 Bandung
Email : puji.dephub@gmail.com dan HP 0811949517
Naskah diterima: 15 Juni 2015; revisi: 12 Agustus 2015; disetujui: 19 Agustus 2015
Abstrak
ing
Perkembangan di dunia penerbangan terhadap prinsip kedaulatan negara di ruang udara yang bersifat complete and exclusive
kini telah terkikis oleh berbagai perjanjian internasional di bidang penerbangan yang dibuat oleh negara-negara dewasa ini
seperti perjanjian perdagangan jasa pesawat penerbangan baik yang berbentuk multilateral seperti WTO, Regional seperti
ASEAN maupun bilateral. Tulisan ini mengidentifikasi dua permasalahan yaitu: pertama, bagaimanakah konsep kedaulatan
negara atas ruang udara yang bersifat complete dan exclusive dalam hukum internasional diimplementasi dalam peraturan
perundang-undangan nasional Indonesia melalui hak penguasaan negara? kedua, bagaimana konsep hukum yang tepat
ind
yang dapat mengharmoniskan kepentingan kedaulatan negara melalui hak pengusaan negara di tengah liberalisasi
perdagangan jasa penerbangan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian hukum
normatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: pertama, terjadi pergeseran makna kedaulatan negara dalam penguasaan
wilayah udara dari penguasaan yang ekslusif dan lengkap menjadi terbatas karena adanya liberalisasi perdagangan dunia
penerbangan. Kedua, rekonseptualisasi peran pemerintah dalam hal penguasaan negara atas ruang udara sebagai sumber
daya strategis adalah pergeseran peranan pemerintah dari sebagai penonton saja menjadi fasilitator dan regulator
yang berperan besar dalam meningkatkan daya saing dunia penerbangan nasional. Penelitian ini menyarankan peranan
V
pemerintah dalam meningkatkan daya saing dunia penerbangan adalah melalui: menciptakan peraturan perundang-
undangan yang menjamin adanya kepastian hukum, reformasi birokrasi di bidang penerbangan, penyediaan infrastruktur
penerbangan, peningkatan kualitas SDM di bidang penerbangan, dan penegakan hukum yang konsisten.
hts
Abstract
The development in the aviation world on the principle of state sovereignty in air space that is both complete and exclusive
have now been eroded by various international treaties in the field of airflight made by countries today as a trading treaty
services of an aircraft in flight, both multilateral treaty like WTO, and regional treaty such as ASEAN or bilateral treaty.
ec
This articles identify two problems, first, how is state sovereignty concept over air space that is exclusive and complete
under international law can be implemented in the Indonesia’s law and regulation through State Right Sovereignty over
Airspace, second, how is the legal concept that can harmonize sovereignty interest through the State Right of Sovereignty
over Airspace under liberalization regime? The methods of this research are normative resecarh approach. The result of
this research shown that: Firstly, there is a shift in the meaning of State Sovereignty over its airspace from the complete and
lR
exclusive control and be limited because of the trade liberalisation of aviation world. Secondly, role re-conceptualitation
of the government regarding the state sovereignty over its air space as a source of strategic power from the role of the
government as a spectator to a facilatator and regulator with a major role in increasing the competitiveness of national
flight. This research suggested that the role of the government in increasing the competitiveness of the national flight can
be done by: creating the law and regulation that guarantee the legal certainty, bureaucracy reform in the field of flight,
na
providing infrastructure flight, increasing the quality of human resources in the field of flight, and law enforcement that
are consistent.
Keywords: reconception, sovereignty, open sky policy
Jur
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 327
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
HN
Indonesia sangat beruntung karena
menemukan teknologi pesawat udara.
dikarunia Tuhan memiliki wilayah negara yang
Ketika negara-negara mulai menyadari
sempurna mulai dari darat, laut dan udara.
bahwa wilayah udara memiliki nilai ekonomis
Dikatakan sempurna karena tidak semua negara
dan strategis untuk kepentingan pertahanan
di muka bumi ini memiliki 3 (tiga) dimensi
BP
dan keamanannya maka negara-negara mulai
wilayah, yang paling banyak adalah negara
memikirkan instrumen hukum untuk melindungi
dengan 2 (dua) dimensi yaitu darat dan udara.
kepentingannya itu maka kemudian lahirlah
Negara yang memiliki wilayah 3 (tiga) dimensi
berbagai perjanjian internasional di bidang
seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Amerika
hukum udara3. Dua perjanjian internasional
ing
Serikat, Inggris, Australia, RRC, Jepang, Korea,
kemudian melegitimasi kepemilikan ruang
India, Pakistan, dan sebagainya. Tetapi tidak
udara atas ruang udara adalah Konvensi Paris
sedikit juga negara yang tidak memiliki wilayah
1919 dan Konvensi Chicago 1944. Pasal 1
laut (dua dimensi) seperti Laos, Kamboja, Nepal,
Konvensi Paris menyatakan bahwa “the high
Bhutan, Afghanistan, Kazakstan, Uzbekistan,
Swiss, Austria dan lain-lain, atau dalam istilah
ind contracting parties recognize that every power
has the complete and exclusive sovereignty over
hukum internasional disebut sebagai land-
the air space above its territory”, pada Konvensi
locked stated.1 Tetapi, satu bagian wilayah
Chicago 1944 kepemilikan negara atas ruang
yang pasti dimiliki semua negara yaitu wilayah
udara kemudian diatur dalam Pasal 1 “the
V
udara, bagaimanapun bentuk geografis dapat
contracting parties recognize that every power
dipastikan semua negara memiliki wilayah
has the complete and exclusive sovereignty over
hts
udara2.
the air space above its territory”. Pengakuan
Kepemilikan negara atas wilayah atas wilayah
atas kepemilikan negara atas ruang udara
udara ternyata tidak seperti dua dimensi wilayah
kemudian dikukuhkan dengan memberikan
yang lain darat dan laut yang pemanfaatannya
atribut kedaulatan negara atas ruang udara
tidak memerlukan perkembangan teknologi
ec
1
Baca E. Saefullah Wiradipradja, Wilayah Udara Republik Indonesia perlukah dicantumkan dalam Undang-undang
dasar, dalam Sinta Dewi, Kapita Selekta Hukum : Tinjauan Kritis atas perkembangan hukum seiring perkembangan
masyarakat di Indonesia, (Bandung: Widya Padjadjaran,2009) hlm. 86.
2
Desmond Hutagaol, Pengantar Penerbangan Perspektif Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013) hlm. 207.
Jur
3
Perjanjian-perjanjian internasional yang termasuk hukum udara public adalah konvensi Paris 1919, Konvensi
Madrid 1926, Konvensi Havana 1928, konvensi Buenos Aires 1935, Konvensi Buchares 1936, perjanjian zemun
1937, konvensi Chicago 1944, perjanjian sementara tentang perjanjian sipil internasional 1945, perjanjian-
perjanjian bilateral : perjanjian Bermuda I dan Perjanjian Bermuda II, uraian lebih lanjut tentang hal ini baca, E.
Saefullah Wiradipradja, Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: Alumni, 2014) hlm. 98.
4
Ibid.
Indonesia sebagai sebuah negara yang luas. Persoalan kedaulatan negara atas ruang
Wilayah darat dan laut Indonesia yang begitu udara secara ekonomis menjadi perdebatan
HN
luas tentu juga diikuti oleh kepemilikan dan akademik yang menarik manakala dihadapkan
kedaulatan negara atas ruang udara yang begitu pada kenyataan liberalisasi perdagangan jasa
luas. Keuntungan ekonomi dan strategis sangat penerbangan telah mengikat “kaki dan tangan”
dirasakan Indonesia ketika Indonesia mulai bangsa Indonesia dua konsep yang berbeda,
BP
memanfaatkan teknologi kedirgantaraan untuk di satu sisi hukum internasional mengakui
kebutuhan transportasi dan pertahanan dan kedaulatan negara yang complete and exclusive
keamanan nasional5. Namun kondisi ini menjadi atas ruang udara berikut penerapan asas
berubah manakala bangsa Indonesia tidak cabotage di dalamnya dengan konsep liberalisasi
mampu menguasai teknologi kedirgantaraan perdagangan jasa penerbangan. Konsep yang
ing
sebagai penopang ekonomi dan pertahanan berbeda tadi ternyata berimbas pada regulasi
nasional6. Indonesia akan menjadi bangsa nasional terkait dengan dunia penerbangan.
lemah dan konsumtif saja manakala kebutuhan Perjanjian internasional yang telah melegitimasi
teknologi kedirgantaraan dikuasasi oleh negara- ind kedaulatan negara yang complete and exclusive
negara lain7. di mana Indonesia terlibat di dalamnya
Dalam perkembangannya konsep kedaulatan memberikan legitimasi kedaulatan Indonesia
negara complete and exclusive atas ruang atas ruang udara sebagai sumber daya alam
udara yang diakui dalam hukum internasional yang begitu strategis akan berhadapan dengan
ternyata tidak dapat bertahan seiring dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang membuka
V
perkembangan liberalisasi perdagangan jasa kesempatan kepada penerbangan asing untuk
penerbangan dan teknologi penerbangan. memanfaatkan ruang udara nasional sebagai
hts
Kebijakan Open Sky Policy yang membuka bentuk komitmen bangsa Indonesia terhadap
perdagangan jasa penerbangan nasional untuk perjanjian internasional yang diikutinya.
dimasuki oleh penyedia jasa penerbangan Kebijakan dunia penerbangan nasional
dari negara-negara lain telah mengikis sifat yang dituangkan dalam berbagai peraturan
ec
kedaulatan negara yang complete and exclusive perundang-undangan menjadi penting untuk
di ruang udara. Itu artinya kedaulatan negara diteliti untuk melihat bagaimana politik hukum
atas sumber daya alam berupa ruang udara (legal policy) pemerintah dalam mengukuhkan
lR
tidak dapat lagi disebut complete and exclusive kedaulatan negara di ruang udara melalui
milik bangsa Indonesia, tetapi telah dibagi konsep penguasaan negara dengan realitas
kepada negara-negara lain8. liberalisasi perdagangan jasa penerbangan
na
5
Yaddy Supriyadi, Keselamatan Penerbangan Problematika Lalu Lintas Udara, (Jakarta: Fordik BPSDMP, Jakarta,
Jur
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 329
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
dalam kerangka open sky policy. Tulisan ini konsep kedaulatan negara atas ruang udara yang
bermaksud mengharmoniskan dua konsep bersifat complete dan exclusive dalam hukum
HN
konsep yang berbeda antara konsep liberalisasi internasional diimplementasi dalam peraturan
perdagangan jasa dengan konsep kedaulatan perundang-undangan nasional Indonesia
negara dengan instrumen hak penguasaan melalui hak penguasaan negara dan menemukan
negara. konsep hukum yang dapat mengharmoniskan
BP
Kedaulatan negara di ruang udara yang kepentingan kedaulatan negara melalui hak
bersifat complete and exclusive adalah konsep penguasaan negara di tengah liberalisasi
hukum yang sudah diakui sebagai sebuah perdagangan jasa penerbangan. Sejalan
rezim hukum internasional yang sudah mapan, dengan jenis penelitian yuridis normatif maka
namun dalam perkembangannya konsep pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ing
ini terdegradasi dengan lahirnya berbagai ini adalah pendekatan perundang-undangan
perjanjian internasional yang meliberalisasi (statute approach) dan pendekatan konseptual
perdagangan jasa penerbangan. Implikasinya (conceptual approach). Pendekatan perundang-
konsep penguasaan negara terhadap ruang undangan dengan mengkaji berbagai peraturan
udara dalam hukum nasional Indonenesia
ind perundang-undangan yang berkaitan dengan
menjadi bergeser. Kedua hal ini tentu secara hak penguasaan negara di bidang penerbangan
teoritis merupakan dua konsep yang akan mulai dari Undang-Undang Dasar Negara
berbenturan yang harus ditemukan jawaban Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-
untuk menyelesaikannya. Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Pokok-
V
Tulisan ini mengidentifikasi dua Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
permasalahan dalam penelitian yang 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang
hts
dalam peraturan perundang-undangan nasional konseptual dengan mengkaji konsep yang tepat
Indonesia melalui hak penguasaan negara? dalam menformulasikan konsep baru kebijakan
kedua, bagaimana konsep hukum yang tepat penguasaan negara terhadap wilayah udara
lR
9
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep dan Metode (Malang: Setara Press, 2013) hlm.36.
untuk membedah masalah dalam penelitian itu konvensi ini lahir didasarkan adanya potensi
dan menemukan konsep adalah dengan ekonomi yang dimiliki negara-negara pada
HN
menggunakan analisis yuridis kualitatif. Pada wilayah udara10.
analisis demikian bahan hukum tidak dianalisis Sejalan dengan pertimbangan lahirnya di
dengan menggunakan rumus dan metode atas maka konvensi didasarkan didasarkan
statistik yang menggunakan metode kuantitatif, pada prinsip kedaulatan negara penuh dan
BP
tetapi menggunakan metode analisis hukum eksklusif atas ruang udara (complete and
melalui pendekatan penafsiran hukum dan exclusive), selengkapnya Pasal 1 Konvensi
konstruksi hukum dengan cara berpikir deduktif. Chicago 1944 berbunyi “the contracting States
recognize that every state has complete and
C. Pembahasan exclusive sovereignty over the airspace above its
ing
1. Kedaulatan Negara atas Ruang Udara territory”. Menurut E. Saefullah Wiradipradja11,
dalam Hukum Internasional dan prinsip kedaulatan negara merupakan prinsip
Peraturan Perundang-Undangan hukum yang bersifat universal yang diterima
Nasional Indonesia. ind semua negara dan diakui juga dalam berbagai
a. Kedaulatan negara atas ruang udara perjanjian internsaional baik yang dibentuk
menurut hukum internasional. sebelum Konvensi Chicago (Konvensi Paris
Bagian ini mengupas ketentuan hukum 1999 dan Kovensi Havana 1928) maupun yang
internasional berkaitan dengan kedaulatan konvensi yang lahir kemudian yang bersifat
bilateral.11 Kedaulatan negara yang complete
V
negara di ruang udara dan juga hukum nasional
Indonesia. Norma hukum internasional and exclusive merupakan kodifikasi hukum
kebiasaan internasional yang telah diterima
hts
Berdasarkan preamble Konvensi Chicago menyebut kedaulatan para pihak pada ruang
1944 lahirnya konvensi ini didasarkan pada udara yang menunjukkan bahwa kedaulatan
semangat untuk melestarikan hubungan negara di ruang udara dimiliki oleh semua negara
lR
persahabatan antar negara dalam pengelolaan bukan saja negara yang menjadi pihak dalam
penerbangan sipil dan ruang udara dan konvensi ini, tetapi juga negara di luar konvensi
menghindari terjadinya konflik antar negara ini14. Masih menurut E. Saefullah Wiradipradja
yang merusak perdamaian dunia. Di samping sifat kedaulatan negara di udara yang bersifat
na
10
D. Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan Berbagai Permasalahannya: suatu kumpulan karangan, (Depok,
Jur
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 331
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
complete and exclusive merupakan pembeda air services) Pasal 5 dan 6 dan penerapan asas
dengan kedaulatan negara laut territorial. Pada kabotase (cabotage) dalam Pasal 7 Konvensi
HN
wilayah udara negara memiliki kedaulatan Chicago 194416.
penuh dan tidak ada kebebasan bagi negara Penerapan asas kabotase merupakan isu
lain pada ruang udara, sementara kedaulatan penting dalam dunia penerbangan karena
negara di laut territorial dibatasi dengan hak menyangkut kebijakan ekslusif bagi negara
BP
negara lain untuk melakukan hak lintas damai untuk melayani jasa angkutan penerbangan
(innocent passage).15 dalam negeri dan tidak diberikan kepada negara
Implikasi kedaulatan negara atas ruang lain. Pasal 7 konvensi Chicago 1944 menyatakan
udara yang bersifat complete and exclusive bahwa sebuah negara dapat menetapkan
adalah adanya hak-hak bagi negara baik di sendiri hak eksklusif bagi pengangkutan udara
ing
bidang pertahanan dan keamanan maupun hak- di wilayahnya17. Dalam perkembangannya asas
hak ekonomi di bidang penerbangan. Di bidang kabotase ini tidak dapat diterapkan secara
pertahanan negara yang memiliki kedaulatan kaku karena berbagai perjanjian internasional
complete and exclusive dapat membatasi di bidang penerbangan baik yang bersifat
pesawat udara asing untuk memasuki wilayah
ind bilateral, regional maupun multilateral yang
negaranya kecuali seizin negara kolong dan telah meliberalisasi dunia penerbangan sipil
menetapkan bagian-bagian wilayah udaranya telah “mengikis” hak negara atas ruang udara18.
untuk tidak dilewati negara lain walaupun Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
negara tersebut telah mendapat izin dari hukum internasional melalui konvensi Chicago
V
negara kolong seperti Air Identification Zone 1944 telah mengukuhkan kedaulatan negara
yang diterapkan Amerika Serikat melalui US Air atas ruang udara yang bersifat complete and
hts
Defence Identification Zone (ADIZ) dan Kanada exclusive yang kemudian dikukuhkan melalui
melalui Canadian Air Defence Identification adanya hak negara untuk melarang pesawat
Zone (CADIZ). Di bidang ekonomi penerbangan udara asing memasuki wilayah udara negara
kedaulatan negara di ruang udara yang complete kolong tanpa terlebih dahulu mendapat izin dari
ec
and exclusive teraktualisaikan dalam ketentuan negara kolong dan hak ekonomi eksklusif untuk
tentang larangan penggunaan pesawat melayani jasa angkutan penerbangan hanya
udara sipil yang bertentangan dengan tujuan dapat dilayani oleh maskapai penerbangan
lR
konvensi (misuse of civil aviation) dalam Pasal nasional sebuah negara (asas kabotase)19. Negara
4, kewajiban mendapatkan izin dari negara kemudian mengatur dalam hukum nasionalnya
kolong terhadap penerbangan terjadwal dan bagaimana mengukuhkan kedaulatan negara
tak berjadwal (scheduled and non-scheduled atas ruang udara sebagai sumber daya alam
na
15
Ibid.
Jur
16
Priyatna Abdurrasyid, Op.cit 101.
17
Bambang Susantono, Transportasi dan Investasi, Tantangan dan Perspektif Multidimensi, (Jakarta : Kompas,
2013) hlm. 269.
18
Mieke Komar Kantaatmadja, Berbagai Masalah Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: CV Remaja Karya,
1988) hlm.3.
19
Dempsey Paul Stephen, Public International Air Law, (Candan :Mc. Gill University, 2008) hlm. 165.
yang dapat dimanfaatkan untuk pertahanan adalah menciptakan keadilan, ketertiban, dan
negara dan kemakmuran rakyatnya20. perwujudan nilai-nilai ideal, kemerdekaan,
HN
kebebasan, kesejahteraan, dan kemakmuran
b. Kedaulatan negara atas ruang udara bersama sebagai tujuan kehidupan negara
menurut hukum nasional Indonesia. yang dirancang oleh para pendiri bangsa (the
Pengaturan kedaulatan negara di wilayah founding fathers).
BP
udara dalam hukum nasional Indonesia penting Kostitusi tertulis Indonesia tidak saja
juga dikaji untuk memahami bagaimana hukum mengatur mengatur tentang hubungan lembaga
nasional mengatur hal ini terutama Undang- negara, hak asasi manusia, aspek-aspek hukum
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun internasional, termasuk di dalamnya adalah
1945 (UUD NRI) dan peraturan perundang- pengaturan wilayah negara dan hak penguasaan
ing
undangan di bawahnya terutama Undang- negara atas sumber daya alam. Oleh karena
Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- itu untuk mengoptik bagaimana konstitusi
Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun Indonesia mengatur tentang pengelolaan SDA
2009 tentang Penerbangan dan Undang-Undang ind maka yang dapat kita rujuk pengaturannya
Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. adalah pengaturan tentang wilayah negara
sebagai sumber daya alam dan pengaturan
1) Kedaulatan Negara di Wilayah Udara dalam tentang hak penguasaan negara atas sumber
Konstitusi. daya alam. Dalam UUD NRI 1945 terdapat dua
pasal yang mengatur tentang hal tersebut yaitu
V
Konstitusi dalam sistem peraturan
perundang-undangan sebuah negara Pasal 25 A mengatur tentang wilayah Negara
merupakan norma hukum yang dianggap paling dan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Pada pasal
hts
tinggi tingkatannya yang menjadi rujukan bagi 25 A diatur bahwa Negara Kesatuan Republik
pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
di bawahnya. Konstitusi kemudian dianggap yang berciri Nusantara. Pada Pasal 33 ayat (3)
sebagai sumber hukum tertulis.21 Konstitusi diatur bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam
ec
kemudian dikonstruksi dalam naskah tertulis yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
sebenarnya bertujuan mewujudkan tripartite negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
tujuan hukum yaitu keadilan (justice), kepastian kemakmuran rakyat”24.
lR
20
E. saefullah Wiradipardja, the Indonesian sovereignty over air space and isr urgency for national economic
development, hlm.4 (Makalah disampaikan dalam International Conference on Air and Space Law : The
Commercialization of 50 years air and space law studies at the faculty of law university of padjajaran, hlm Luxton
Jur
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 333
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
sebagai konsep penguasaan wilayah secara sipil maupun Konvensi Hukum Laut 1982
uniletilateral oleh bangsa Indonesia dalam mengakui kedaulatan negara atas wilayah darat,
HN
mematahkan doktrin hukum laut internasional laut dan udara. Namun Pasal 33 ayat (3) hanya
yang berlaku.25 Konsep wawasan nusantara mengatur penguasaan negara atas sumber
kemudian berkembang menjadi wawasan daya laut (air) dan darat (bumi) saja. Absennya
kesatuan bangsa dan negara yang kemudian pengaturan wilayah udara dalam konstitusi
BP
dikenal dengan wawasan nusantara.26 Konsep merupakan cerminan ketidaksadaran para
wawasan nusantara kemudian berkembang perumus konstitusi akan arti penting dan peran
dalam berbagai kajian bahkan telah menjadi strategis ruang udara bagi kedaualatan negara
bagian dari kebijakan pembangunan nasional. dan potensi ekonomi yang dimiliki oleh negara
Konsep wawasan nusantara juga berkaitan yang dapat digunakan untuk kesejahteraan
ing
dengan penguasaan SDA yang ada pada rakyat dan pertahanan negara28. Padahal kalau
wilayah Indonesia. Dengan demikian wawasan merujuk historis perumusan UUD NRI 1945
nusantara sebenarnya juga mengukuhkan pengesahan Pasal 33 ayat (3) dilakukan BPUPKI
kedaulatan negara atas wilayah laut dan udara setahun setelah ditandatanganinya Konvensi
di atasnya di mana negara memiliki kedaulatan
ind Chicago 1944. Bahkan ketika perubahan
penuh dan eksklusif.27 konstitusi pada tahun 1999-2002 ketentuan
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yang Pasal 33 ayat (3) tidak mengalami perubahan
berbunyi “bumi dan air dan kekayaan alam pada Indonesia telah menjadi pihak dalam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh perjanjian internasional yang memberikan
V
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar pengakuan akan kedaulatan negara atas ruang
kemakmuran rakyat”, merupakan pengaturan udara dan telah mengundangkan berbagai
hts
yang memberikan legitimasi bagi negara untuk peraturan perundang-undangan yang mengatur
menguasai sumber daya alam dengan tujuan penerbangan yang didalamnya terdapat
pengelolaan itu adalah untuk kemakmuran pengaturan asas tentang kedaulatan negara
rakyat. Namun perlu dikemukakan bahwa atas ruang udara. Pengakuan konstutional atas
ec
ketentuan Pasal 33 ayat (3) ini sesungguhnya sumber daya pada ruang udara dalam UUD
memiliki kelemahan fundamental terutama dari NRI merupakan hal penting untuk menjamin
segi cakupan potensi ekonomi yang dimiliki oleh bahwa ruang udara merupakan sumber daya
lR
bangsa Indonesia yang diberikan oleh hukum penting yang dibutuhkan bangsa Indonesia
internasional. Hukum internasional melalui untuk mendapatkan kemakmuran. Walaupun
Konvensi Chicago 1944 tentang penerbangan demikian, menurut hemat penulis kealpaan
na
25
Atje Misbach Muhjidin, Status Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal asing, (Bandung :
Alumni, 1993) hlm.16-17.
Jur
26
Mochtar Kusumaatmadja, Konsepsi Hukum Negara Nusantara pada Konferensi Hukum Laut 1982, (Bandung:
Alumni, 2003) hlm. 1.
27
Etty R Agoes, Hak Lintas Kapal Asing (Bandung: Bincipta, 1989) hlm. 54.
28
Uraian lengkap tentang hal ini baca, E. Saefullah Wiradipradja, Peran Strategis Ruang Udara Bagi Suatu Negara,
Khususnya Bagi Indonesia, dalam Idris et, al (ed), Peran Hukum dalam Pembangunan di Indonesia : Kenyataan,
Harapan dan Tantangan, Liber Amicorum, Prof. DR.Etty R Agoes, S.H.,LL.M, (Bandung: Rosda, 2013, hlm.214-218).
pengaturan ruang udara dalam konstitusi wilayah darat dan di atas perairan dan perairan
tidak berdampak pada tidak diakuinya wilayah pedalaman dan perairan Indonesia. Jika
HN
udara sebagai wilayah negara di mana negara dibandingkan dengan istilah sekarang istilah
berdaulat, hukum internasional yang telah ruang angkasa lebih tetap untuk menyebut
diratifikasi Indonesia dan menjadi bagian dari space law yang secara hukum tidak dapat diakui
hukum internasional juga merupakan dasar oleh sebuah negara sebagai wilayahnya30.
BP
konstitusional bagi Indonesia untuk berdaulat Pengukuhan kedaulatan negara atas ruang
atas ruang udara dan dasar bagi negara untuk terlihat pada ketentuan tentang pasal 1 ayat
menguasai ruang udara dalam instumen hukum (3) yang menentukan bahwa hubungan antara
nasional29. bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa bersifat abadi31.
ing
2) Pengaturan Kedaulatan Negara dalam Ketentuan yang terdapat pada Pasal 1 UU
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok
tentang Pokok-Pokok Agraria Agraria di atas merupakan penegasan bangsa
Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 ind sebagai sebuah entitas negara yang berdaulat
tentang Pokok-Pokok Agraria walaupun lebih atas ruang udara sebagai kekayaan yang menjadi
banyak mengatur tentang tanah dan berbagai milik bangsa Indonesia dalam hubungan dengan
aspek hukum menyangkut di dalamnya, dunia internasional, sedangkan pengukuhan
undang-undang ini juga mengatur aspek ruang kedaulatan yang bersifat hukum nasional berupa
udara. Pasal 1 ayat (2) “Seluruh bumi, air, hak penguasaan negara atas sumber daya alam
V
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam tersebut. Pasal 2 kemudian mengatur bahwa
yang terkandung di dalamnya dalam wilayah sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945
hts
Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
angkasa bangsa Indonesia dan merupakan pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara32.
kekayaan nasional”. Pengunaan istilah ruang Pada ketentuan pada Pasal 1 ayat (2)
ec
angkasa untuk menyatakan wilayah udara pada menjabarkan definisi Hak menguasai Negara
waktu itu dapat dipahami sebagai istilah umum terhadap tanah, air, dan ruang udara dalam
untuk mengakomodir wilayah udara. Hal ini Pasal 1 ayat (1) yaitu kewenangan negara untuk:
lR
terihat pada ketentuan Pasal 1 ayat (6) yang a) mengatur dan menyelenggarakan
menjelaskan bahwa ruang angkasa ialah ruang peruntukan, penggunaan, persediaan dan
di atas bumi dan air. Ruang di atas bumi yang pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
dimaksud adalah ruang udara yang berada di tersebut;
na
Jur
29
Ni,matul Huda, Politik ketatanegaraan Indonesia : kajian terhadap dinamika perubahan UUD 1945, (Yogyakarta
: FH UII, 2002,) hlm. 49.
30
Mieke Komar Kantaatmadja, Masalah…Op.cit, hlm. 101.
31
Mieke Komar Kantaatmadja dan E Saefullah Wiradipradja (ed.), Hukum Angkasa dan Perkembangannya
(Bandung, Remaja Karya: 1988) hlm. 3.
32
Jimly Asshidiqie, Hukum Tata negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi Press,2006) hlm. 31.
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 335
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
b) menentukan dan mengatur hubungan- hak berdaulat; dan c). mengatur pengelolaan
hubungan hukum antara orang-orang dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan
HN
dengan bumi, air dan ruang angkasa; Perbatasan, termasuk pengawasan batas-
c) menentukan dan mengatur hubungan- batasnya.
hubungan hukum antara orang-orang Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang ini
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengukuhkan wilayah negara meliputi wilayah
BP
mengenai bumi, air dan ruang angkasa. darat, wilayah perairan, dasar laut, dan tanah
Penguasaan negara yang didukung dengan di bawahnya serta ruang udara di atasnya,
berbagai kewenangan di atas merupakan cara termasuk seluruh sumber kekayaan yang
saja untuk mencapai tujuan sebesar-besar terkandung di dalamnya. Ketentuan pasal
ini merupakan deklarasi bangsa Indonesia
ing
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam akan wilayah udara sebagai salah satu bentuk
masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang kedaulatan negara atas ruang udara.
merdeka berdaulat, adil dan makmur.
4) Pengaturan Kedaulatan Negara dalam
3) Pengaturan Kedaulatan Negara di Ruang
ind Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan.
Udara dalam Undang-Undang Nomor 43
Sebelum diundangkannya Undang-Undang
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
Pengaturan wilayah negara dalam Undang-
pengaturan tentang penerbangan diatur dalam
V
undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang
Negara merupakan amanat Pasal 25 UUD
Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 15
hts
HN
dari wilayah Republik Indonesia dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
tidak memperbedakan antara pesawat udara kebutuhan penyelenggaraan penerbangan di era
Indonesia dan asing”. liberalisasi dan kompetisi dunia perbangan yang
Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 83 semakin ketat pada tahun 2009 yang melalui
BP
Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 15 Tahun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
1992 tentang Penerbangan yang merupakan Penerbangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
pengganti Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1992 tidak berlaku lagi. Undang-Undang Nomor
1958 mengatur secara khusus kedaulatan negara 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur
atas wilayah udara dalam satu bab khusus yaitu masalah penerbangan sangat komprehensif
ing
bab tentang kedaulatan negara atas wilayah hingga 466 pasal.
udara. Pasal 4 UU ini mengatur bahwa Negara Terkait kedaulatan negara di ruang udara
Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
atas wilayah udara Republik Indonesia. Prinsip
ind tentang Penerbangan mengatur secara khusus
kedaulatan negara yang bersifat complete and kedaulatan negara dalam Pasal 5 UU ini yang
exclusive yang ada dalam Konvensi Chicago menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik
1944 diterapkan dalam Undang-undang dengan Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas
mengartikan bahwa kedaulatan yang complete wilayah udara Republik Indonesia”. Bila ditilik
and exclusive dengan istilah penuh dan utuh. lebih jauh ternyata ada perbedaan penggunaan
V
Sebagai bentuk pengejawantahan istilah antara Undang-Undang Nomor 15 Tahun
kedaulatan negara yang penuh dan utuh 1992 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
hts
tersebut Pasal 5 mengatur lebih lanjut bahwa tentang Penerbangan. Istilah yang digunakan
dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992
negara atas wilayah udara Republik Indonesia, memaknai istilah complete and exclusive dalam
Pemerintah melaksanakan wewenang dan Konvensi Chicago 1944 sebagai penuh dan utuh,
ec
Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa untuk dalam undang-undang ini tentang perubahan
kepentingan pertahanan dan keamanan negara istilah utuh menjadi eksklusif.
serta keselamatan penerbangan, Pemerintah Sebagai implementasi kedaulatan negara
menetapkan kawasan udara terlarang. Lebih di ruang udara pemerintah menurut Pasal 6
na
lanjut ayat (2) menetapkan bahwa Pesawat UU ini berperan melaksanakan kedaulatan
udara Indonesia atau pesawat udara asing negara dalam bentuk wewenang dan tanggung
dilarang terbang melalui kawasan udara jawab terkait pengaturan ruang udara untuk
Jur
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 337
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
Bentuk kedaulatan negara di udara di bidang Penerapan asas kabotase juga diterapkan
pertahanan dan keamanan negara dilakukan terhadap angkutan niaga tidak berjadwal. Pasal
HN
melalui: pertama, kewenangan pemerintah 91 UU ini mengatur bahwa angkutan udara
menetapkan kawasan udara terlarang dan niaga tidak berjadwal dalam negeri hanya
terbatas. Kedua, Pesawat udara Indonesia atau dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan
pesawat udara asing dilarang terbang melalui udara nasional yang telah mendapat izin usaha
BP
kawasan udara terlarang. Larangan tersebut angkutan udara niaga tidak berjadwal yang
bersifat permanen dan menyeluruh. Sedangkan didasarkan pada adanya persetujuan terbang
kawasan udara terbatas adalah kawasan udara (flight approval). Namun asas kabotase di atas
yang hanya dapat digunakan untuk penerbangan terdegradasi maknanya oleh ketentuan pasal 88
pesawat udara negara. yang menyatakan bahwa Badan usaha angkutan
ing
Terkait kedaulatan negara di dunia udara niaga berjadwal nasional dapat melakukan
penerbangan undang-undang ini memberikan kerja sama angkutan udara dengan badan
hak penguasaan dan pembinaan penerbangan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional
kepada Pemerintah. Pembinaan penerbangan lainnya untuk melayani angkutan dalam negeri
yang dimiliki pemerintah meliputi aspek
ind dan/atau luar negeri. Sebaliknya Badan usaha
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. angkutan udara niaga berjadwal nasional dapat
Sementara hak penguasaan negara atas dunia melakukan kerja sama dengan perusahaan
penerbangan terlihat dalam ketentuan yang angkutan udara asing untuk melayani angkutan
berkaitan dengan angkutan udara33. udara luar negeri35.
V
Undang-undang ini membagi angkutan Untuk angkutan udara niaga luar negeri,
udara niaga yang terdiri atas: angkutan udara Pasal 86 UU ini mengatur bahwa kegiatan
hts
niaga dalam negeri dan angkutan udara niaga angkutan udara niaga berjadwal luar negeri
luar negeri. Terkait angkutan udara niaga dalam dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan
negeri, Pasal 84 undang-undang ini mengatur udara niaga berjadwal nasional dan/atau
tentang penerapan asas kabotase yang ada perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
ec
dalam Pasal 7 Konvensi Chicago 1944 yang asing untuk mengangkut penumpang dan
menentukan bahwa angkutan udara niaga kargo yang berdasarkan perjanjian bilateral
dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh atau multilateral. Ketentuan Pasal 82 ayat (2)
lR
badan usaha angkutan udara nasional yang menentukan bahwa jika angkutan udara niaga
telah mendapat izin usaha angkutan udara berjadwal luar negeri merupakan bagian dari
niaga. Selanjutnya Pasal 85 UU ini menentukan perjanjian multilateral yang bersifat multi-
bahwa angkutan udara niaga berjadwal dalam sektoral, pelaksanaan angkutan udara niaga
na
negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha berjadwal luar negeri tetap harus didasarkan
angkutan udara nasional yang telah mendapat perjanjian bilateral antara Indonesia dengan
izin usaha angkutan udara niaga berjadwal34. negara lain. Pasal 86 ayat (3) meletakkan prinsip
Jur
33
Moh. Iksan Tatang, “Praktek Indonesia dalam Pemanfaatan Wilayah Udara”, Jurnal Hukum Internasional, Air Law,
FH UI, Volume 3 Nomor 2 Januari (2006), hlm. 186.
34
Agus Pramono, Dasar-Dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Jakarta: Ghaia Indonesia, 2011) hlm. 13.
35
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, (Bandung : Keni Media, 2011), hlm. 107.
perjanjian yang dibuat oleh pemerintah terkait bidang penerbangan yang dibuat oleh negara-
dengan angkutan udara niaga luar negeri negara dewasa ini38. Perjanjian perdagangan
HN
yang bersifat bilateral atau multilateral dibuat jasa pesawat penerbangan baik yang berbentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan multilateral seperti WTO, regional seperti
dan mempertimbangkan kepentingan nasional ASEAN maupun bilateral sesungguhnya
berdasarkan prinsip keadilan (fairness) dan mereduksi makna complete and exclusive
BP
timbal balik (reciprocity).36 kedaulatan negara di ruang udara. Dampaknya
Undang-undang ini juga mengatur tentang dunia penerbangan yang dulunya sangat
kebijakan perjanjian open sky policy. Pasal 90 protektif kini menjadi terbuka. Persaingan dunia
ayat (1) UU ini menentukan bahwa pembukaan penerbangan semakin ketat dan kemudian
pasar angkutan udara menuju ruang udara melahirkan maskapai penerbangan yang harus
ing
tanpa batasan hak angkut udara (open sky) dari gulung tikar atau sebaliknya menjadi penguasa
dan ke Indonesia untuk perusahaan angkutan dunia penerbangan39. Namun apakah Indonesia
udara niaga asing dilaksanakan secara bertahap dapat bertahan di tengah persaingan ini sangat
berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral
ind bergantung pada kemampuan Indonesia
dan pelaksanaannya melalui mekanisme untuk menggunakan ruang udara ini sebaik-
yang mengikat para pihak. Perjanjian bilateral baiknya untuk menjadi tuan di negeri sendiri
atau multilateral didaarkan pada peraturan atau menjadi tamu di negeri sendiri. Ini sangat
perundang-undangan dan mempertimbangkan bergantung pada usaha semua stake holder
kepentingan nasional berdasarkan prinsip dunia penerbangan nasional.
V
keadilan dan timbal balik37. Salah satu perjanjian internasional di
bidang penerbangan yang menjadi peluang
hts
yang bersifat complete and exclusive kini telah dalam mendukung jaringan produksi dan
terkikis oleh berbagai perjanjian internasional di meningkatkan perdagangan regional ASEAN
na
36
Toto T Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Dimensi Hukum Udara
Nasional (Bandung: Pustaka Bany Quraysi, 2005), hlm. 17.
37
Oentoeng Wahjoe, Perdagangan Bebas dalam Jasa Angkutan Udara Menurut Hukum Udara Internasional dan
Nasional, (Bandung : Unpad Press, 2011) hlm. 17-18.
Jur
38
E Saefullah Wiradipradja, TanggungJawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan
nasional (Yogyakarta, Liberty: 1989) hlm. 1.
39
Muh.Risnain, Aspek-Aspek Hukum Peningkatan Daya Saing Industri Dalam Perdagangan Bebas (Bandung,
Kenimedia, 2015) hlm.5.
40
Peter Forsyth et, al, Preparing Asean For Open Sky, Final Report (Australia: Monash International Pty Ltd, 2004)
hlm. 4.
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 339
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
melalui kebebasan penerbangan maskapai Menurut hemat penulis doktrin nusantara yang
penerbangan dari dan ke sesama negara bersumber dari teori nusantara sebagaimana
HN
anggota ASEAN yang dilakukan dengan pasar yang diungkapkan oleh Priyatna Abdurrasyid
ruang udara yang tunggal dan menyatu41. dalam disertasinya menjadi rujukan penting
Perjanjian internasional di bidang untuk merekonsepsi kedaulatan negara di ruang
penerbangan yang telah diikuti Indonesia udara. Dalam disertasinya Priyatna Abdurrasyid
BP
merupakan sebuah keharusan untuk mengemukakan bahwa pandangannya
ditaati berdasarkan pada prinsip itikad baik terhadap doktrin nusantara didasarkan pada
(good faith)42. Sebagai bangsa yang besar doktrin hukum internasional yang sudah mapan
Indonesia harus mengangkat kepala untuk yaitu doktrin kebutuhan (doctrine of necessity)
melaksanakan kebijakan open sky policy di dan doktrin hak mempertahankan diri (doctrine
ing
ASEAN untuk menunjukkan komitemen dan of right of self-preservation) dan hukum dan
kesiapan Indonesia menjalani mekanisme kebiasaan internasional yang berlaku dalam
baru perdagangan jasa penerbangan. Undang- Pasal Konvensi Chicago 1944.45 Berdasarkan
Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang pada pandangan di atas, dalam konteks hukum
penerbangan sesungguhnya mengkombinasikan
ind udara internasional yang modern saat ini di mana
dua aspek dari hak penguasaan negara di berbagai perjanjian internasional di bidang
samping pengakuan terhadap kedaulatan udara sudah berkembang sedemikian rupa yang
negara melalui hak penguasaan dan pembinaan berpengaruh pada konsep kedaulatan negara
di dunia penerbangan yang tercerminan dengan doktrin nusantara, maka menurut
V
melalui adanya zona larangan penerbangan penulis, doktrin nusantara sebagaimana yang
dan pembatasan penerbangan berlaku juga dikemukakan Priyatna Abdurrasyid harus
hts
asas kabotase yang terbatas43. Di sisi yang lain dikembangkan ke arah upaya mendukung
undang-undang ini membuka peluang bagi kepentingan nasional dalam pengelolaan
maskapai penerbangan asing untuk melayani sumber daya udara nasional yang professional
jasa pengangkutan nasional dan internasional44. dan memberikan nilai tambah ekonomi (added
ec
41
Ibid.
42
Sumaryo SuryoKusumo, Studi Kasus Hukum Internasional (Jakarta, Tatanusa: 2007) hlm. 57.
Jur
43
E Saefullah Wiradipradja, Wilayah Udara Negara dalam Perspektif Hukum Nasional Indonesia dan Hukum
Internasional, Jurnal Negarawan Vol.32, 2014.
44
Djoko Muriatmodjo, “National Aviation Policy Towards ASEAN Open Sky Policy”, (Makalah disampaikan dalam
International Conference on Air and Space Law : The Commerciation of 50 years air and space law studies at the
faculty of law university of padjajaran, hlm Luxton Hotel, Bandung, 5-6 November 2014). hlm. 4.
45
Priyatna Abdurrasyid, Op.cit 153-154.
melalui peningkatan daya saing industri bandara (run way) yang ada sekarang ini
penerbangan nasional. menjadi bandara yang modern dan sesuai
HN
Untuk mendukung konsep demikian, maka standar internsional.
diperlukan perubahan peran dari pemerintah Keempat, peningkatan kualitas SDM di
sebagai “penonton” saja bergeser menjadi bidang penerbangan. Teknologi penerbangan
fasilatator dan regulator yang berperan merupakan teknologi tingkat tinggi (high
BP
besar dalam meningkatkan daya saing dunia tech) yang membutuhkan kualitas SDM yang
penerbangan nasional. tinggi pula. Menjadi tugas pemerintah dan
Peranan pemerintah dalam meningkatkan maskapai penerbangan untuk menyediakan
daya saing dunia penerbangan dilakukan SDM di bidang penerbangan yang mumpuni
menurut penulis dengan beberapa cara: agar mampu melaksanakan operasionalisasi
ing
Pertama, sebagai regulator pemerintah teknologi penerbangan yang begitu canggih.
harus menciptakan peraturan perundang- Sekolah penerbangan harus terus didirikan dan
undangan yang menjamin adanya kepastian didukung pembiayaanya. Termasuk didalamnya
hukum agar pelaku usaha dunia penerbangan ind adalah kepastian mengenai tanggung jawab
memiliki kepastian dalam berusaha dan dapat hukum dari profesi pilot sebagai profesi paling
memprediksi segala apa yang akan terjadi strategis dalam dunia penerbangan.
dalam kegiatan usaha ini. Peraturan perundang- Kelima, penegakan hukum yang konsisten.
undangan yang tidak harmonis satu sama Pemerintah sebagai pihak yang paling
lain bahkan cenderung menghambat aktifitas berwenang menegakan hukum di dunia
V
usaha di bidang penerbangan harus dihindari penerbangan sangat berperan penting dalam
keberadaanya. menegakan hukum di dunia penerbangan
hts
dalam memanipulasi izin penerbangan yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk
menyebabkan kecelakaan dan kerugian negara mengevaluasi secara rutin izin yang telah
harus dilakukan upaya preventif dan represif diberikan.
lR
penerbangan. Harus diakui bahwa infrastruktur Chicago 19944 telah mengukuhkan kedaulatan
penerbangan belum maksimal sebagaimana negara atas ruang udara yang bersifat complete
yang diharapkan. Bandara dan infrastruktur and exclusive yang kemudian dikukuhkan melalui
Jur
pendukungnya sekarang ini belum semuanya adanya hak negara untuk melarang pesawat
merata di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan udara asing memasuki wilayah udara negara
kebijakan massif pemerintah untuk membangun kolong tanpa terlebih dahulu mendapat izin dari
bandara atau minimal meningkatkan fasilitas negara kolong dan hak ekonomi eksklusif untuk
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 341
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015
melayani jasa angkutan penerbangan hanya SDM di bidang penerbangan, dan penegakan
dapat dilayani oleh maskapai penerbangan hukum yang konsisten.
HN
nasional sebuah negara (asas kabotase). Negara
kemudian mengatur dalam hukum nasionalnya DAFTAR PUSTAKA
bagaimana mengukuhkan kedaulatan negara Buku
atas ruang udara sebagai sumber daya alam
Agus Pramono, Dasar-Dasar Hukum Udara dan
BP
yang dapat dimanfaatkan untuk pertahanan Ruang Angkasa, (Jakarta: Ghaia Indonesia, 2011)
negara dan kemakmuran rakyatnya. Namun Atje Misbach Muhjidin, Status Hukum Perairan
perkembangan penerbangan prinsip kedaulatan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal asing,
(Bandung: Alumni, 1993)
negara di ruang udara yang bersifat complete Bambang Susantono, Transportasi dan Investasi,
and exclusive kini telah terkikis oleh berbagai Tantangan dan Perspektif Multidimensi, (Jakarta:
ing
perjanjian internasional di bidang penerbangan Kompas, 2013)
D.Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan
yang dibuat oleh negara-negara dewasa ini berbagai Permasalahannya: suatu kumpulan
seperti perjanjian perdagangan jasa pesawat karangan, (Depok: Lembaga Pengkajian Hukum
penerbangan baik yang berbentuk multilateral Internasional FH UI, 2004)
seperti WTO, regional seperti ASEAN maupun
ind Desmond Hutagaol, Pengantar Penerbangan
Perspektif Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013)
bilateral. E.Seafullah Wiradipradja, TanggungJawab
Penulis menyarankan untuk mengembangkan Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara
teori nusantara sebagaimana yang dikemukakan Internasional dan nasional, (Yogyakarta, Liberty:
1989)
Priyatna Abdurrassyid yang disesuaikan dengan
V
E.Seafullah Wiradipradja, Pengantar Hukum Udara
perkembangan hukum udara internasional saat dan Ruang Angkasa, (Bandung: Alumni, 2014)
ini. Teori nusantara didasarkan pada pemikiran Etty R Agoes, Hak Lintas Kapal Asing, (Bandung:
hts
Bincipta, 1989)
mempertahankan wilayah udara nasional
H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Udara
dan kepentingan nasional yang dilakukan Nasional dan Internasional Publik, (Jakarta : Raja
dengan meningkatkan daya saing industri Grafindo, 2012)
penerbangan nasional. Rekonseptualisasi peran H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Pengantar Hukum
Udara Nasional dan Internasional, Bagian
ec
pemerintah dalam hal penguasaan negara atas Pertama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010)
ruang udara sebagai sumber daya strategis H. K. Martono, dkk, Pembajakan, Angkutan, dan
adalah pergeseran peranan pemerintah dari Keselamatan Penerbangan, (Jakarta: Gramata,
2011)
lR
HN
Mieke Komar Kantaatmadja, Berbagai Masalah Towards ASEAN Open Sky Policy”, (Makalah
Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: disampaikan dalam International Conference
CV Remaja Karya, 1988) on Air and Space Law: The Commerciation of
Mochtar Kusumaatmadja, Konsepsi Hukum Negara 50 years air and space law studies at the faculty
Nusantara pada Konferensi Hukum Laut 1982, of law university of padjajaran, Luxton Hotel,
(Bandung: Alumni, 2003) Bandung, 5-6 November 2014)
BP
Muh.Risnain, Aspek-aspek Hukum Peningkatan E saefullah Wiradipardja, “The Indonesian
Daya Saing Industri Dalam Perdagangan Bebas, Sovereignty Over Air Space And Isr Urgency For
(Bandung, Kenimedia, 2015) National Economic Development”, (Makalah
Ni’matul Huda, Politik ketatanegaraan Indonesia: disampaikan dalam International Conference
kajian terhadap dinamika perubahan UUD 1945, on Air and Space Law: The Commercialization of
(Yogyakarta : FH UII, 2002) 50 years air and space law studies at the faculty
ing
Oentoeng Wahjoe, Perdagangan Bebas dalam of law university of padjajaran, Luxton Hotel,
Jasa Angkutan Udara Menurut Hukum Udara Bandung, 5-6 November 2014)
Internasional dan Nasional, (Bandung: Unpad E Saefullah Wiradipradja, “Wilayah Udara Negara
Press, 2011) dalam Perspektif Hukum Nasional Indonesia dan
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara Atasind Hukum Internasional”, Jurnal Negarawan Vol. 32
Ruang Udara ((Jakarta: Pusat Penelitian Hukum (2014)
Angkasa, 1972) Forsyth ,Peter et, al, Preparing Asean For Open Sky,
Sinta Dewi, (ed) Kapita Selekta Hukum : Tinjauan Final Report (Australia, Monash International
Kritis atas perkembangan hukum seiring Pty Ltd: 2004)
perkembangan masyarakat di Indonesia, Moh. Iksan Tatang, Praktek Indonesia dalam
(Bandung: Widya Padjadjaran, 2009) Pemanfaatan Wilayah Udara, Jurnal Hukum
V
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep Internasional, Air Law, FH UI, Volume 3 Nomor
dan Metode, (Malang: Setara Press, 2013) 2 Januari (2006)
Stephen, Dempsey Paul, Public International Air
hts
Dimensi Hukum Udara Nasional, (Band- Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
ung: Pustaka Bany Quraysi, 2005) Wilayah Negara
Yaddy Supriyadi, Keselamatan Penerbangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria
Problematika Lalu Lintas Udara, (Jakarta:
lR
Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 343