Anda di halaman 1dari 17

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

REKONSEPSI HAK PENGUASAAN NEGARA ATAS WILAYAH UDARA


DI TENGAH KEBIJAKAN LIBERALISASI PENERBANGAN

HN
(Reconception of the State Right of Sovereignty over Airspace under the Liberalization of Aviation)

Endang Puji Lestari


Kementerian Perhubungan RI dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran
Merdeka Barat, No. 8, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110 dan

BP
Jl.Dipatiukur No.35 Bandung
Email : puji.dephub@gmail.com dan HP 0811949517

Naskah diterima: 15 Juni 2015; revisi: 12 Agustus 2015; disetujui: 19 Agustus 2015

Abstrak

ing
Perkembangan di dunia penerbangan terhadap prinsip kedaulatan negara di ruang udara yang bersifat complete and exclusive
kini telah terkikis oleh berbagai perjanjian internasional di bidang penerbangan yang dibuat oleh negara-negara dewasa ini
seperti perjanjian perdagangan jasa pesawat penerbangan baik yang berbentuk multilateral seperti WTO, Regional seperti
ASEAN maupun bilateral. Tulisan ini mengidentifikasi dua permasalahan yaitu: pertama, bagaimanakah konsep kedaulatan
negara atas ruang udara yang bersifat complete dan exclusive dalam hukum internasional diimplementasi dalam peraturan
perundang-undangan nasional Indonesia melalui hak penguasaan negara? kedua, bagaimana konsep hukum yang tepat
ind
yang dapat mengharmoniskan kepentingan kedaulatan negara melalui hak pengusaan negara di tengah liberalisasi
perdagangan jasa penerbangan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian hukum
normatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: pertama, terjadi pergeseran makna kedaulatan negara dalam penguasaan
wilayah udara dari penguasaan yang ekslusif dan lengkap menjadi terbatas karena adanya liberalisasi perdagangan dunia
penerbangan. Kedua, rekonseptualisasi peran pemerintah dalam hal penguasaan negara atas ruang udara sebagai sumber
daya strategis adalah pergeseran peranan pemerintah dari sebagai penonton saja menjadi fasilitator dan regulator
yang berperan besar dalam meningkatkan daya saing dunia penerbangan nasional. Penelitian ini menyarankan peranan
V
pemerintah dalam meningkatkan daya saing dunia penerbangan adalah melalui: menciptakan peraturan perundang-
undangan yang menjamin adanya kepastian hukum, reformasi birokrasi di bidang penerbangan, penyediaan infrastruktur
penerbangan, peningkatan kualitas SDM di bidang penerbangan, dan penegakan hukum yang konsisten.
hts

Kata Kunci: rekonsepsi, kedaulatan, kebijakan ruang udara terbuka

Abstract
The development in the aviation world on the principle of state sovereignty in air space that is both complete and exclusive
have now been eroded by various international treaties in the field of airflight made by countries today as a trading treaty
services of an aircraft in flight, both multilateral treaty like WTO, and regional treaty such as ASEAN or bilateral treaty.
ec

This articles identify two problems, first, how is state sovereignty concept over air space that is exclusive and complete
under international law can be implemented in the Indonesia’s law and regulation through State Right Sovereignty over
Airspace, second, how is the legal concept that can harmonize sovereignty interest through the State Right of Sovereignty
over Airspace under liberalization regime? The methods of this research are normative resecarh approach. The result of
this research shown that: Firstly, there is a shift in the meaning of State Sovereignty over its airspace from the complete and
lR

exclusive control and be limited because of the trade liberalisation of aviation world. Secondly, role re-conceptualitation
of the government regarding the state sovereignty over its air space as a source of strategic power from the role of the
government as a spectator to a facilatator and regulator with a major role in increasing the competitiveness of national
flight. This research suggested that the role of the government in increasing the competitiveness of the national flight can
be done by: creating the law and regulation that guarantee the legal certainty, bureaucracy reform in the field of flight,
na

providing infrastructure flight, increasing the quality of human resources in the field of flight, and law enforcement that
are consistent.
Keywords: reconception, sovereignty, open sky policy
Jur

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 327
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

A. Pendahuluan efektif. Wilayah udara kemudian memiliki nilai


ekonomis dan strategis ketika negara-negara

HN
Indonesia sangat beruntung karena
menemukan teknologi pesawat udara.
dikarunia Tuhan memiliki wilayah negara yang
Ketika negara-negara mulai menyadari
sempurna mulai dari darat, laut dan udara.
bahwa wilayah udara memiliki nilai ekonomis
Dikatakan sempurna karena tidak semua negara
dan strategis untuk kepentingan pertahanan
di muka bumi ini memiliki 3 (tiga) dimensi

BP
dan keamanannya maka negara-negara mulai
wilayah, yang paling banyak adalah negara
memikirkan instrumen hukum untuk melindungi
dengan 2 (dua) dimensi yaitu darat dan udara.
kepentingannya itu maka kemudian lahirlah
Negara yang memiliki wilayah 3 (tiga) dimensi
berbagai perjanjian internasional di bidang
seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Amerika
hukum udara3. Dua perjanjian internasional

ing
Serikat, Inggris, Australia, RRC, Jepang, Korea,
kemudian melegitimasi kepemilikan ruang
India, Pakistan, dan sebagainya. Tetapi tidak
udara atas ruang udara adalah Konvensi Paris
sedikit juga negara yang tidak memiliki wilayah
1919 dan Konvensi Chicago 1944. Pasal 1
laut (dua dimensi) seperti Laos, Kamboja, Nepal,
Konvensi Paris menyatakan bahwa “the high
Bhutan, Afghanistan, Kazakstan, Uzbekistan,
Swiss, Austria dan lain-lain, atau dalam istilah
ind contracting parties recognize that every power
has the complete and exclusive sovereignty over
hukum internasional disebut sebagai land-
the air space above its territory”, pada Konvensi
locked stated.1 Tetapi, satu bagian wilayah
Chicago 1944 kepemilikan negara atas ruang
yang pasti dimiliki semua negara yaitu wilayah
udara kemudian diatur dalam Pasal 1 “the
V
udara, bagaimanapun bentuk geografis dapat
contracting parties recognize that every power
dipastikan semua negara memiliki wilayah
has the complete and exclusive sovereignty over
hts

udara2.
the air space above its territory”. Pengakuan
Kepemilikan negara atas wilayah atas wilayah
atas kepemilikan negara atas ruang udara
udara ternyata tidak seperti dua dimensi wilayah
kemudian dikukuhkan dengan memberikan
yang lain darat dan laut yang pemanfaatannya
atribut kedaulatan negara atas ruang udara
tidak memerlukan perkembangan teknologi
ec

dalam hukum internasional4.


yang canggih, kepemilikan wilayah udara
Pengakuan dunia internasional akan
ternyata membutuhkan penguasaan teknologi
wilayah udara sebagai bagian dari kedaulatan
kedirgantaraan yang mumpuni agar negara
lR

negara memberikan legitimasi yang kuat bagi


dapat menguasai wilayah udaranya dengan
na


1
Baca E. Saefullah Wiradipradja, Wilayah Udara Republik Indonesia perlukah dicantumkan dalam Undang-undang
dasar, dalam Sinta Dewi, Kapita Selekta Hukum : Tinjauan Kritis atas perkembangan hukum seiring perkembangan
masyarakat di Indonesia, (Bandung: Widya Padjadjaran,2009) hlm. 86.
2
Desmond Hutagaol, Pengantar Penerbangan Perspektif Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013) hlm. 207.
Jur

3
Perjanjian-perjanjian internasional yang termasuk hukum udara public adalah konvensi Paris 1919, Konvensi
Madrid 1926, Konvensi Havana 1928, konvensi Buenos Aires 1935, Konvensi Buchares 1936, perjanjian zemun
1937, konvensi Chicago 1944, perjanjian sementara tentang perjanjian sipil internasional 1945, perjanjian-
perjanjian bilateral : perjanjian Bermuda I dan Perjanjian Bermuda II, uraian lebih lanjut tentang hal ini baca, E.
Saefullah Wiradipradja, Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: Alumni, 2014) hlm. 98.
4
Ibid.

328 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

Indonesia sebagai sebuah negara yang luas. Persoalan kedaulatan negara atas ruang
Wilayah darat dan laut Indonesia yang begitu udara secara ekonomis menjadi perdebatan

HN
luas tentu juga diikuti oleh kepemilikan dan akademik yang menarik manakala dihadapkan
kedaulatan negara atas ruang udara yang begitu pada kenyataan liberalisasi perdagangan jasa
luas. Keuntungan ekonomi dan strategis sangat penerbangan telah mengikat “kaki dan tangan”
dirasakan Indonesia ketika Indonesia mulai bangsa Indonesia dua konsep yang berbeda,

BP
memanfaatkan teknologi kedirgantaraan untuk di satu sisi hukum internasional mengakui
kebutuhan transportasi dan pertahanan dan kedaulatan negara yang complete and exclusive
keamanan nasional5. Namun kondisi ini menjadi atas ruang udara berikut penerapan asas
berubah manakala bangsa Indonesia tidak cabotage di dalamnya dengan konsep liberalisasi
mampu menguasai teknologi kedirgantaraan perdagangan jasa penerbangan. Konsep yang

ing
sebagai penopang ekonomi dan pertahanan berbeda tadi ternyata berimbas pada regulasi
nasional6. Indonesia akan menjadi bangsa nasional terkait dengan dunia penerbangan.
lemah dan konsumtif saja manakala kebutuhan Perjanjian internasional yang telah melegitimasi
teknologi kedirgantaraan dikuasasi oleh negara- ind kedaulatan negara yang complete and exclusive
negara lain7. di mana Indonesia terlibat di dalamnya
Dalam perkembangannya konsep kedaulatan memberikan legitimasi kedaulatan Indonesia
negara complete and exclusive atas ruang atas ruang udara sebagai sumber daya alam
udara yang diakui dalam hukum internasional yang begitu strategis akan berhadapan dengan
ternyata tidak dapat bertahan seiring dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang membuka
V
perkembangan liberalisasi perdagangan jasa kesempatan kepada penerbangan asing untuk
penerbangan dan teknologi penerbangan. memanfaatkan ruang udara nasional sebagai
hts

Kebijakan Open Sky Policy yang membuka bentuk komitmen bangsa Indonesia terhadap
perdagangan jasa penerbangan nasional untuk perjanjian internasional yang diikutinya.
dimasuki oleh penyedia jasa penerbangan Kebijakan dunia penerbangan nasional
dari negara-negara lain telah mengikis sifat yang dituangkan dalam berbagai peraturan
ec

kedaulatan negara yang complete and exclusive perundang-undangan menjadi penting untuk
di ruang udara. Itu artinya kedaulatan negara diteliti untuk melihat bagaimana politik hukum
atas sumber daya alam berupa ruang udara (legal policy) pemerintah dalam mengukuhkan
lR

tidak dapat lagi disebut complete and exclusive kedaulatan negara di ruang udara melalui
milik bangsa Indonesia, tetapi telah dibagi konsep penguasaan negara dengan realitas
kepada negara-negara lain8. liberalisasi perdagangan jasa penerbangan
na

5
Yaddy Supriyadi, Keselamatan Penerbangan Problematika Lalu Lintas Udara, (Jakarta: Fordik BPSDMP, Jakarta,
Jur

2015) hlm. 17-18.


6
K. Martono, dkk, Pembajakan, Angkutan, dan Keselamatan Penerbangan, (Jakarta :Gramata, 2011) hlm. 158.
7
H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, (Jakarta : Raja Grafindo, 2012)
hlm. 9.
8
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara Atas Ruang Udara (Jakarta: Pusat Penelitian Hukum Angkasa, 1972)
hlm. 101.

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 329
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

dalam kerangka open sky policy. Tulisan ini konsep kedaulatan negara atas ruang udara yang
bermaksud mengharmoniskan dua konsep bersifat complete dan exclusive dalam hukum

HN
konsep yang berbeda antara konsep liberalisasi internasional diimplementasi dalam peraturan
perdagangan jasa dengan konsep kedaulatan perundang-undangan nasional Indonesia
negara dengan instrumen hak penguasaan melalui hak penguasaan negara dan menemukan
negara. konsep hukum yang dapat mengharmoniskan

BP
Kedaulatan negara di ruang udara yang kepentingan kedaulatan negara melalui hak
bersifat complete and exclusive adalah konsep penguasaan negara di tengah liberalisasi
hukum yang sudah diakui sebagai sebuah perdagangan jasa penerbangan. Sejalan
rezim hukum internasional yang sudah mapan, dengan jenis penelitian yuridis normatif maka
namun dalam perkembangannya konsep pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ing
ini terdegradasi dengan lahirnya berbagai ini adalah pendekatan perundang-undangan
perjanjian internasional yang meliberalisasi (statute approach) dan pendekatan konseptual
perdagangan jasa penerbangan. Implikasinya (conceptual approach). Pendekatan perundang-
konsep penguasaan negara terhadap ruang undangan dengan mengkaji berbagai peraturan
udara dalam hukum nasional Indonenesia
ind perundang-undangan yang berkaitan dengan
menjadi bergeser. Kedua hal ini tentu secara hak penguasaan negara di bidang penerbangan
teoritis merupakan dua konsep yang akan mulai dari Undang-Undang Dasar Negara
berbenturan yang harus ditemukan jawaban Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-
untuk menyelesaikannya. Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Pokok-
V
Tulisan ini mengidentifikasi dua Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
permasalahan dalam penelitian yang 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang
hts

akan ditemukan jawabannya. Pertama, Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan,


bagaimanakah konsep kedaulatan negara atas juga perjanjian internasional mulai Konvensi
ruang udara yang bersifat complete dan exclusive Paris 1919, Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi
dalam hukum internasional diimplementasi Hukum Laut 1982 tentang UNCLOS. Pendekatan
ec

dalam peraturan perundang-undangan nasional konseptual dengan mengkaji konsep yang tepat
Indonesia melalui hak penguasaan negara? dalam menformulasikan konsep baru kebijakan
kedua, bagaimana konsep hukum yang tepat penguasaan negara terhadap wilayah udara
lR

yang dapat mengharmoniskan kepentingan dalam kerangka liberalisasi perdagangan jasa


kedaulatan negara melalui hak penguasaan penerbangan9.
negara di tengah liberalisasi perdagangan jasa Sejalan dengan dua pendekatan di atas
penerbangan ? maka data yang dibutuhkan dalam penelitian
na

ini adalah bahan hukum primer, sekunder,


B. Metode Penelitian dan tersier. Bahan-bahan hukum tersebut
Penelitian ini merupakan jenis penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan (library
research). Metode analisis yang digunakan
Jur

hukum normatif yang berusaha mendeskripsikan


9
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep dan Metode (Malang: Setara Press, 2013) hlm.36.

330 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

untuk membedah masalah dalam penelitian itu konvensi ini lahir didasarkan adanya potensi
dan menemukan konsep adalah dengan ekonomi yang dimiliki negara-negara pada

HN
menggunakan analisis yuridis kualitatif. Pada wilayah udara10.
analisis demikian bahan hukum tidak dianalisis Sejalan dengan pertimbangan lahirnya di
dengan menggunakan rumus dan metode atas maka konvensi didasarkan didasarkan
statistik yang menggunakan metode kuantitatif, pada prinsip kedaulatan negara penuh dan

BP
tetapi menggunakan metode analisis hukum eksklusif atas ruang udara (complete and
melalui pendekatan penafsiran hukum dan exclusive), selengkapnya Pasal 1 Konvensi
konstruksi hukum dengan cara berpikir deduktif. Chicago 1944 berbunyi “the contracting States
recognize that every state has complete and
C. Pembahasan exclusive sovereignty over the airspace above its

ing
1. Kedaulatan Negara atas Ruang Udara territory”. Menurut E. Saefullah Wiradipradja11,
dalam Hukum Internasional dan prinsip kedaulatan negara merupakan prinsip
Peraturan Perundang-Undangan hukum yang bersifat universal yang diterima
Nasional Indonesia. ind semua negara dan diakui juga dalam berbagai
a. Kedaulatan negara atas ruang udara perjanjian internsaional baik yang dibentuk
menurut hukum internasional. sebelum Konvensi Chicago (Konvensi Paris
Bagian ini mengupas ketentuan hukum 1999 dan Kovensi Havana 1928) maupun yang
internasional berkaitan dengan kedaulatan konvensi yang lahir kemudian yang bersifat
bilateral.11 Kedaulatan negara yang complete
V
negara di ruang udara dan juga hukum nasional
Indonesia. Norma hukum internasional and exclusive merupakan kodifikasi hukum
kebiasaan internasional yang telah diterima
hts

yang dijadikan rujukan adalah perjanjian


internasional yang berpengaruh dan mengikat oleh negara-negara sebagai hukum selama ini12.
Indonesia yaitu Konvensi Chicago 1944 tentang Sifat universalitas Pasal 1 Konvensi Chicago
Penerbangan Sipil Internasional (International 1944 menurut E. Saefullah Wiradipradja terlihat
Civil Aviation). dari penggunaan istilah “every states” untuk
ec

Berdasarkan preamble Konvensi Chicago menyebut kedaulatan para pihak pada ruang
1944 lahirnya konvensi ini didasarkan pada udara yang menunjukkan bahwa kedaulatan
semangat untuk melestarikan hubungan negara di ruang udara dimiliki oleh semua negara
lR

persahabatan antar negara dalam pengelolaan bukan saja negara yang menjadi pihak dalam
penerbangan sipil dan ruang udara dan konvensi ini, tetapi juga negara di luar konvensi
menghindari terjadinya konflik antar negara ini14. Masih menurut E. Saefullah Wiradipradja
yang merusak perdamaian dunia. Di samping sifat kedaulatan negara di udara yang bersifat
na

10
D. Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan Berbagai Permasalahannya: suatu kumpulan karangan, (Depok,
Jur

Lembaga Pengkajian Hukum Internasional FH UI, 2004) hlm, 149.


11
E Saefullah Wiradipradja, op.cit hlm.100.
12
Ibid.
13
Ibid.
14
H.K. Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bagian Pertama,( Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), hlm. 16.

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 331
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

complete and exclusive merupakan pembeda air services) Pasal 5 dan 6 dan penerapan asas
dengan kedaulatan negara laut territorial. Pada kabotase (cabotage) dalam Pasal 7 Konvensi

HN
wilayah udara negara memiliki kedaulatan Chicago 194416.
penuh dan tidak ada kebebasan bagi negara Penerapan asas kabotase merupakan isu
lain pada ruang udara, sementara kedaulatan penting dalam dunia penerbangan karena
negara di laut territorial dibatasi dengan hak menyangkut kebijakan ekslusif bagi negara

BP
negara lain untuk melakukan hak lintas damai untuk melayani jasa angkutan penerbangan
(innocent passage).15 dalam negeri dan tidak diberikan kepada negara
Implikasi kedaulatan negara atas ruang lain. Pasal 7 konvensi Chicago 1944 menyatakan
udara yang bersifat complete and exclusive bahwa sebuah negara dapat menetapkan
adalah adanya hak-hak bagi negara baik di sendiri hak eksklusif bagi pengangkutan udara

ing
bidang pertahanan dan keamanan maupun hak- di wilayahnya17. Dalam perkembangannya asas
hak ekonomi di bidang penerbangan. Di bidang kabotase ini tidak dapat diterapkan secara
pertahanan negara yang memiliki kedaulatan kaku karena berbagai perjanjian internasional
complete and exclusive dapat membatasi di bidang penerbangan baik yang bersifat
pesawat udara asing untuk memasuki wilayah
ind bilateral, regional maupun multilateral yang
negaranya kecuali seizin negara kolong dan telah meliberalisasi dunia penerbangan sipil
menetapkan bagian-bagian wilayah udaranya telah “mengikis” hak negara atas ruang udara18.
untuk tidak dilewati negara lain walaupun Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
negara tersebut telah mendapat izin dari hukum internasional melalui konvensi Chicago
V
negara kolong seperti Air Identification Zone 1944 telah mengukuhkan kedaulatan negara
yang diterapkan Amerika Serikat melalui US Air atas ruang udara yang bersifat complete and
hts

Defence Identification Zone (ADIZ) dan Kanada exclusive yang kemudian dikukuhkan melalui
melalui Canadian Air Defence Identification adanya hak negara untuk melarang pesawat
Zone (CADIZ). Di bidang ekonomi penerbangan udara asing memasuki wilayah udara negara
kedaulatan negara di ruang udara yang complete kolong tanpa terlebih dahulu mendapat izin dari
ec

and exclusive teraktualisaikan dalam ketentuan negara kolong dan hak ekonomi eksklusif untuk
tentang larangan penggunaan pesawat melayani jasa angkutan penerbangan hanya
udara sipil yang bertentangan dengan tujuan dapat dilayani oleh maskapai penerbangan
lR

konvensi (misuse of civil aviation) dalam Pasal nasional sebuah negara (asas kabotase)19. Negara
4, kewajiban mendapatkan izin dari negara kemudian mengatur dalam hukum nasionalnya
kolong terhadap penerbangan terjadwal dan bagaimana mengukuhkan kedaulatan negara
tak berjadwal (scheduled and non-scheduled atas ruang udara sebagai sumber daya alam
na

15
Ibid.
Jur

16
Priyatna Abdurrasyid, Op.cit 101.
17
Bambang Susantono, Transportasi dan Investasi, Tantangan dan Perspektif Multidimensi, (Jakarta : Kompas,
2013) hlm. 269.
18
Mieke Komar Kantaatmadja, Berbagai Masalah Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: CV Remaja Karya,
1988) hlm.3.
19
Dempsey Paul Stephen, Public International Air Law, (Candan :Mc. Gill University, 2008) hlm. 165.

332 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

yang dapat dimanfaatkan untuk pertahanan adalah menciptakan keadilan, ketertiban, dan
negara dan kemakmuran rakyatnya20. perwujudan nilai-nilai ideal, kemerdekaan,

HN
kebebasan, kesejahteraan, dan kemakmuran
b. Kedaulatan negara atas ruang udara bersama sebagai tujuan kehidupan negara
menurut hukum nasional Indonesia. yang dirancang oleh para pendiri bangsa (the
Pengaturan kedaulatan negara di wilayah founding fathers).

BP
udara dalam hukum nasional Indonesia penting Kostitusi tertulis Indonesia tidak saja
juga dikaji untuk memahami bagaimana hukum mengatur mengatur tentang hubungan lembaga
nasional mengatur hal ini terutama Undang- negara, hak asasi manusia, aspek-aspek hukum
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun internasional, termasuk di dalamnya adalah
1945 (UUD NRI) dan peraturan perundang- pengaturan wilayah negara dan hak penguasaan

ing
undangan di bawahnya terutama Undang- negara atas sumber daya alam. Oleh karena
Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- itu untuk mengoptik bagaimana konstitusi
Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun Indonesia mengatur tentang pengelolaan SDA
2009 tentang Penerbangan dan Undang-Undang ind maka yang dapat kita rujuk pengaturannya
Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. adalah pengaturan tentang wilayah negara
sebagai sumber daya alam dan pengaturan
1) Kedaulatan Negara di Wilayah Udara dalam tentang hak penguasaan negara atas sumber
Konstitusi. daya alam. Dalam UUD NRI 1945 terdapat dua
pasal yang mengatur tentang hal tersebut yaitu
V
Konstitusi dalam sistem peraturan
perundang-undangan sebuah negara Pasal 25 A mengatur tentang wilayah Negara
merupakan norma hukum yang dianggap paling dan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Pada pasal
hts

tinggi tingkatannya yang menjadi rujukan bagi 25 A diatur bahwa Negara Kesatuan Republik
pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
di bawahnya. Konstitusi kemudian dianggap yang berciri Nusantara. Pada Pasal 33 ayat (3)
sebagai sumber hukum tertulis.21 Konstitusi diatur bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam
ec

kemudian dikonstruksi dalam naskah tertulis yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
sebenarnya bertujuan mewujudkan tripartite negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
tujuan hukum yaitu keadilan (justice), kepastian kemakmuran rakyat”24.
lR

(certainty) dan kegunaan/kemanfaatan.22 Tujuan Ciri wawasan nusantara menurut Mochtar


tertinggi konstitusi menurut Jimly Asshidiqie23 Kusumaatmadja pada awalnya dipahami
na

20
E. saefullah Wiradipardja, the Indonesian sovereignty over air space and isr urgency for national economic
development, hlm.4 (Makalah disampaikan dalam International Conference on Air and Space Law : The
Commercialization of 50 years air and space law studies at the faculty of law university of padjajaran, hlm Luxton
Jur

Hotel, Bandung, 5-6 November 2014).


21
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press, 2005) hlm. 25.
22
Jimly Ashididqie, Pengantar Hukum Tata Negara: Jilid I (Jakarta : Konstitusi Press, 2004) hlm. 76.
23
Ibid.
24
E. Saefullah Wiradipradja, Hukum Transportasi Udara dari Warsawa 1929 ke Montreal 1999, (Bandung : Kiblat
Buku Utama, 2008 ) hlm. 27.

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 333
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

sebagai konsep penguasaan wilayah secara sipil maupun Konvensi Hukum Laut 1982
uniletilateral oleh bangsa Indonesia dalam mengakui kedaulatan negara atas wilayah darat,

HN
mematahkan doktrin hukum laut internasional laut dan udara. Namun Pasal 33 ayat (3) hanya
yang berlaku.25 Konsep wawasan nusantara mengatur penguasaan negara atas sumber
kemudian berkembang menjadi wawasan daya laut (air) dan darat (bumi) saja. Absennya
kesatuan bangsa dan negara yang kemudian pengaturan wilayah udara dalam konstitusi

BP
dikenal dengan wawasan nusantara.26 Konsep merupakan cerminan ketidaksadaran para
wawasan nusantara kemudian berkembang perumus konstitusi akan arti penting dan peran
dalam berbagai kajian bahkan telah menjadi strategis ruang udara bagi kedaualatan negara
bagian dari kebijakan pembangunan nasional. dan potensi ekonomi yang dimiliki oleh negara
Konsep wawasan nusantara juga berkaitan yang dapat digunakan untuk kesejahteraan

ing
dengan penguasaan SDA yang ada pada rakyat dan pertahanan negara28. Padahal kalau
wilayah Indonesia. Dengan demikian wawasan merujuk historis perumusan UUD NRI 1945
nusantara sebenarnya juga mengukuhkan pengesahan Pasal 33 ayat (3) dilakukan BPUPKI
kedaulatan negara atas wilayah laut dan udara setahun setelah ditandatanganinya Konvensi
di atasnya di mana negara memiliki kedaulatan
ind Chicago 1944. Bahkan ketika perubahan
penuh dan eksklusif.27 konstitusi pada tahun 1999-2002 ketentuan
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yang Pasal 33 ayat (3) tidak mengalami perubahan
berbunyi “bumi dan air dan kekayaan alam pada Indonesia telah menjadi pihak dalam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh perjanjian internasional yang memberikan
V
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar pengakuan akan kedaulatan negara atas ruang
kemakmuran rakyat”, merupakan pengaturan udara dan telah mengundangkan berbagai
hts

yang memberikan legitimasi bagi negara untuk peraturan perundang-undangan yang mengatur
menguasai sumber daya alam dengan tujuan penerbangan yang didalamnya terdapat
pengelolaan itu adalah untuk kemakmuran pengaturan asas tentang kedaulatan negara
rakyat. Namun perlu dikemukakan bahwa atas ruang udara. Pengakuan konstutional atas
ec

ketentuan Pasal 33 ayat (3) ini sesungguhnya sumber daya pada ruang udara dalam UUD
memiliki kelemahan fundamental terutama dari NRI merupakan hal penting untuk menjamin
segi cakupan potensi ekonomi yang dimiliki oleh bahwa ruang udara merupakan sumber daya
lR

bangsa Indonesia yang diberikan oleh hukum penting yang dibutuhkan bangsa Indonesia
internasional. Hukum internasional melalui untuk mendapatkan kemakmuran. Walaupun
Konvensi Chicago 1944 tentang penerbangan demikian, menurut hemat penulis kealpaan
na

25
Atje Misbach Muhjidin, Status Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal asing, (Bandung :
Alumni, 1993) hlm.16-17.
Jur

26
Mochtar Kusumaatmadja, Konsepsi Hukum Negara Nusantara pada Konferensi Hukum Laut 1982, (Bandung:
Alumni, 2003) hlm. 1.
27
Etty R Agoes, Hak Lintas Kapal Asing (Bandung: Bincipta, 1989) hlm. 54.
28
Uraian lengkap tentang hal ini baca, E. Saefullah Wiradipradja, Peran Strategis Ruang Udara Bagi Suatu Negara,
Khususnya Bagi Indonesia, dalam Idris et, al (ed), Peran Hukum dalam Pembangunan di Indonesia : Kenyataan,
Harapan dan Tantangan, Liber Amicorum, Prof. DR.Etty R Agoes, S.H.,LL.M, (Bandung: Rosda, 2013, hlm.214-218).

334 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

pengaturan ruang udara dalam konstitusi wilayah darat dan di atas perairan dan perairan
tidak berdampak pada tidak diakuinya wilayah pedalaman dan perairan Indonesia. Jika

HN
udara sebagai wilayah negara di mana negara dibandingkan dengan istilah sekarang istilah
berdaulat, hukum internasional yang telah ruang angkasa lebih tetap untuk menyebut
diratifikasi Indonesia dan menjadi bagian dari space law yang secara hukum tidak dapat diakui
hukum internasional juga merupakan dasar oleh sebuah negara sebagai wilayahnya30.

BP
konstitusional bagi Indonesia untuk berdaulat Pengukuhan kedaulatan negara atas ruang
atas ruang udara dan dasar bagi negara untuk terlihat pada ketentuan tentang pasal 1 ayat
menguasai ruang udara dalam instumen hukum (3) yang menentukan bahwa hubungan antara
nasional29. bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa bersifat abadi31.

ing
2) Pengaturan Kedaulatan Negara dalam Ketentuan yang terdapat pada Pasal 1 UU
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok
tentang Pokok-Pokok Agraria Agraria di atas merupakan penegasan bangsa
Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 ind sebagai sebuah entitas negara yang berdaulat
tentang Pokok-Pokok Agraria walaupun lebih atas ruang udara sebagai kekayaan yang menjadi
banyak mengatur tentang tanah dan berbagai milik bangsa Indonesia dalam hubungan dengan
aspek hukum menyangkut di dalamnya, dunia internasional, sedangkan pengukuhan
undang-undang ini juga mengatur aspek ruang kedaulatan yang bersifat hukum nasional berupa
udara. Pasal 1 ayat (2) “Seluruh bumi, air, hak penguasaan negara atas sumber daya alam
V
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam tersebut. Pasal 2 kemudian mengatur bahwa
yang terkandung di dalamnya dalam wilayah sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945
hts

Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
angkasa bangsa Indonesia dan merupakan pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara32.
kekayaan nasional”. Pengunaan istilah ruang Pada ketentuan pada Pasal 1 ayat (2)
ec

angkasa untuk menyatakan wilayah udara pada menjabarkan definisi Hak menguasai Negara
waktu itu dapat dipahami sebagai istilah umum terhadap tanah, air, dan ruang udara dalam
untuk mengakomodir wilayah udara. Hal ini Pasal 1 ayat (1) yaitu kewenangan negara untuk:
lR

terihat pada ketentuan Pasal 1 ayat (6) yang a) mengatur dan menyelenggarakan
menjelaskan bahwa ruang angkasa ialah ruang peruntukan, penggunaan, persediaan dan
di atas bumi dan air. Ruang di atas bumi yang pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
dimaksud adalah ruang udara yang berada di tersebut;
na
Jur

29
Ni,matul Huda, Politik ketatanegaraan Indonesia : kajian terhadap dinamika perubahan UUD 1945, (Yogyakarta
: FH UII, 2002,) hlm. 49.
30
Mieke Komar Kantaatmadja, Masalah…Op.cit, hlm. 101.
31
Mieke Komar Kantaatmadja dan E Saefullah Wiradipradja (ed.), Hukum Angkasa dan Perkembangannya
(Bandung, Remaja Karya: 1988) hlm. 3.
32
Jimly Asshidiqie, Hukum Tata negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi Press,2006) hlm. 31.

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 335
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

b) menentukan dan mengatur hubungan- hak berdaulat; dan c). mengatur pengelolaan
hubungan hukum antara orang-orang dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan

HN
dengan bumi, air dan ruang angkasa; Perbatasan, termasuk pengawasan batas-
c) menentukan dan mengatur hubungan- batasnya.
hubungan hukum antara orang-orang Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang ini
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengukuhkan wilayah negara meliputi wilayah

BP
mengenai bumi, air dan ruang angkasa. darat, wilayah perairan, dasar laut, dan tanah
Penguasaan negara yang didukung dengan di bawahnya serta ruang udara di atasnya,
berbagai kewenangan di atas merupakan cara termasuk seluruh sumber kekayaan yang
saja untuk mencapai tujuan sebesar-besar terkandung di dalamnya. Ketentuan pasal
ini merupakan deklarasi bangsa Indonesia

ing
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam akan wilayah udara sebagai salah satu bentuk
masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang kedaulatan negara atas ruang udara.
merdeka berdaulat, adil dan makmur.
4) Pengaturan Kedaulatan Negara dalam
3) Pengaturan Kedaulatan Negara di Ruang
ind Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan.
Udara dalam Undang-Undang Nomor 43
Sebelum diundangkannya Undang-Undang
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
Pengaturan wilayah negara dalam Undang-
pengaturan tentang penerbangan diatur dalam
V
undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang
Negara merupakan amanat Pasal 25 UUD
Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 15
hts

NRI 1945. Di samping itu undang-undang ini


Tahun 1992 tentang Penerbangan.
sebenarnya mengukuhkan kembali pengakuan
Pengaturan kedaulatan negara dalam
hukum internasional atas kedaulatan negara
Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang
atas wilayah udara, darat, dan laut dalam
Penerbangan tidak diatur secara eksplisit, tetapi
berbagai perjanjian internasional.
ec

secara implisit dapat dimaknai sebagai bentuk


Berdasarkan penjelasan umum Wilayah
kedaulatan negara di ruang udara. Pasal 2
Negara adalah salah satu unsur negara yang
Undang-undang ini mengatur tentang larangan
merupakan satu kesatuan wilayah daratan,
lR

melakukan penerbangan selainnya dengan


perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
pesawat udara yang mempunyai kebangsaan
laut teritorial beserta dasar laut dan tanah
Indonesia atau dengan pesawat udara asing
di bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
berdasarkan perjanjian internasional atau
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
na

persetujuan Pemerintah di atas wilayah udara


terkandung di dalamnya.
Indonesia.
Pengaturan wilayah negara dalam Undang-
Perwujudan kedaulatan negara terlihat
undang ini menurut Pasal 3 UU ini bertujuan a).
dalam Pasal 4 “Menteri dapat membatasi atau
Jur

menjamin keutuhan Wilayah Negara, kedaulatan


melarang sama sekali penerbangan dengan
negara, dan ketertiban di Kawasan Perbatasan
macam pesawat udara yang tertentu”. Begitu
demi kepentingan kesejahteraan segenap
juga dalam Pasal 5 diatur bahwa “Menteri
bangsa, b). menegakkan kedaulatan dan hak-

336 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

dan/atau Menteri Pertahanan berkuasa untuk Setelah 17 tahun berlaku Undang-Undang


melarang penerbangan di atas suatu bagian Nomor 15 Tahun 1992 tidak sesuai lagi dengan

HN
dari wilayah Republik Indonesia dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
tidak memperbedakan antara pesawat udara kebutuhan penyelenggaraan penerbangan di era
Indonesia dan asing”. liberalisasi dan kompetisi dunia perbangan yang
Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 83 semakin ketat pada tahun 2009 yang melalui

BP
Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 15 Tahun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
1992 tentang Penerbangan yang merupakan Penerbangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
pengganti Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1992 tidak berlaku lagi. Undang-Undang Nomor
1958 mengatur secara khusus kedaulatan negara 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur
atas wilayah udara dalam satu bab khusus yaitu masalah penerbangan sangat komprehensif

ing
bab tentang kedaulatan negara atas wilayah hingga 466 pasal.
udara. Pasal 4 UU ini mengatur bahwa Negara Terkait kedaulatan negara di ruang udara
Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
atas wilayah udara Republik Indonesia. Prinsip
ind tentang Penerbangan mengatur secara khusus
kedaulatan negara yang bersifat complete and kedaulatan negara dalam Pasal 5 UU ini yang
exclusive yang ada dalam Konvensi Chicago menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik
1944 diterapkan dalam Undang-undang dengan Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas
mengartikan bahwa kedaulatan yang complete wilayah udara Republik Indonesia”. Bila ditilik
and exclusive dengan istilah penuh dan utuh. lebih jauh ternyata ada perbedaan penggunaan
V
Sebagai bentuk pengejawantahan istilah antara Undang-Undang Nomor 15 Tahun
kedaulatan negara yang penuh dan utuh 1992 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
hts

tersebut Pasal 5 mengatur lebih lanjut bahwa tentang Penerbangan. Istilah yang digunakan
dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992
negara atas wilayah udara Republik Indonesia, memaknai istilah complete and exclusive dalam
Pemerintah melaksanakan wewenang dan Konvensi Chicago 1944 sebagai penuh dan utuh,
ec

tanggung jawab pengaturan ruang udara sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun


untuk kepentingan pertahanan dan keamanan 2009 tentang Penerbangan menggunakan
negara, penerbangan, dan ekonomi nasional. istilah penuh dan eksklusif. Tidak ada penjelasan
lR

Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa untuk dalam undang-undang ini tentang perubahan
kepentingan pertahanan dan keamanan negara istilah utuh menjadi eksklusif.
serta keselamatan penerbangan, Pemerintah Sebagai implementasi kedaulatan negara
menetapkan kawasan udara terlarang. Lebih di ruang udara pemerintah menurut Pasal 6
na

lanjut ayat (2) menetapkan bahwa Pesawat UU ini berperan melaksanakan kedaulatan
udara Indonesia atau pesawat udara asing negara dalam bentuk wewenang dan tanggung
dilarang terbang melalui kawasan udara jawab terkait pengaturan ruang udara untuk
Jur

terlarang, dan terhadap pesawat udara yang kepentingan penerbangan, perekonomian


melanggar larangan dimaksud dapat dipaksa nasional, pertahanan dan keamanan negara,
untuk mendarat di pangkalan udara atau bandar sosial budaya, serta lingkungan udara.
udara di dalam wilayah Republik Indonesia.

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 337
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

Bentuk kedaulatan negara di udara di bidang Penerapan asas kabotase juga diterapkan
pertahanan dan keamanan negara dilakukan terhadap angkutan niaga tidak berjadwal. Pasal

HN
melalui: pertama, kewenangan pemerintah 91 UU ini mengatur bahwa angkutan udara
menetapkan kawasan udara terlarang dan niaga tidak berjadwal dalam negeri hanya
terbatas. Kedua, Pesawat udara Indonesia atau dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan
pesawat udara asing dilarang terbang melalui udara nasional yang telah mendapat izin usaha

BP
kawasan udara terlarang. Larangan tersebut angkutan udara niaga tidak berjadwal yang
bersifat permanen dan menyeluruh. Sedangkan didasarkan pada adanya persetujuan terbang
kawasan udara terbatas adalah kawasan udara (flight approval). Namun asas kabotase di atas
yang hanya dapat digunakan untuk penerbangan terdegradasi maknanya oleh ketentuan pasal 88
pesawat udara negara. yang menyatakan bahwa Badan usaha angkutan

ing
Terkait kedaulatan negara di dunia udara niaga berjadwal nasional dapat melakukan
penerbangan undang-undang ini memberikan kerja sama angkutan udara dengan badan
hak penguasaan dan pembinaan penerbangan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional
kepada Pemerintah. Pembinaan penerbangan lainnya untuk melayani angkutan dalam negeri
yang dimiliki pemerintah meliputi aspek
ind dan/atau luar negeri. Sebaliknya Badan usaha
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. angkutan udara niaga berjadwal nasional dapat
Sementara hak penguasaan negara atas dunia melakukan kerja sama dengan perusahaan
penerbangan terlihat dalam ketentuan yang angkutan udara asing untuk melayani angkutan
berkaitan dengan angkutan udara33. udara luar negeri35.
V
Undang-undang ini membagi angkutan Untuk angkutan udara niaga luar negeri,
udara niaga yang terdiri atas: angkutan udara Pasal 86 UU ini mengatur bahwa kegiatan
hts

niaga dalam negeri dan angkutan udara niaga angkutan udara niaga berjadwal luar negeri
luar negeri. Terkait angkutan udara niaga dalam dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan
negeri, Pasal 84 undang-undang ini mengatur udara niaga berjadwal nasional dan/atau
tentang penerapan asas kabotase yang ada perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
ec

dalam Pasal 7 Konvensi Chicago 1944 yang asing untuk mengangkut penumpang dan
menentukan bahwa angkutan udara niaga kargo yang berdasarkan perjanjian bilateral
dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh atau multilateral. Ketentuan Pasal 82 ayat (2)
lR

badan usaha angkutan udara nasional yang menentukan bahwa jika angkutan udara niaga
telah mendapat izin usaha angkutan udara berjadwal luar negeri merupakan bagian dari
niaga. Selanjutnya Pasal 85 UU ini menentukan perjanjian multilateral yang bersifat multi-
bahwa angkutan udara niaga berjadwal dalam sektoral, pelaksanaan angkutan udara niaga
na

negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha berjadwal luar negeri tetap harus didasarkan
angkutan udara nasional yang telah mendapat perjanjian bilateral antara Indonesia dengan
izin usaha angkutan udara niaga berjadwal34. negara lain. Pasal 86 ayat (3) meletakkan prinsip
Jur

33
Moh. Iksan Tatang, “Praktek Indonesia dalam Pemanfaatan Wilayah Udara”, Jurnal Hukum Internasional, Air Law,
FH UI, Volume 3 Nomor 2 Januari (2006), hlm. 186.
34
Agus Pramono, Dasar-Dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Jakarta: Ghaia Indonesia, 2011) hlm. 13.
35
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, (Bandung : Keni Media, 2011), hlm. 107.

338 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

perjanjian yang dibuat oleh pemerintah terkait bidang penerbangan yang dibuat oleh negara-
dengan angkutan udara niaga luar negeri negara dewasa ini38. Perjanjian perdagangan

HN
yang bersifat bilateral atau multilateral dibuat jasa pesawat penerbangan baik yang berbentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan multilateral seperti WTO, regional seperti
dan mempertimbangkan kepentingan nasional ASEAN maupun bilateral sesungguhnya
berdasarkan prinsip keadilan (fairness) dan mereduksi makna complete and exclusive

BP
timbal balik (reciprocity).36 kedaulatan negara di ruang udara. Dampaknya
Undang-undang ini juga mengatur tentang dunia penerbangan yang dulunya sangat
kebijakan perjanjian open sky policy. Pasal 90 protektif kini menjadi terbuka. Persaingan dunia
ayat (1) UU ini menentukan bahwa pembukaan penerbangan semakin ketat dan kemudian
pasar angkutan udara menuju ruang udara melahirkan maskapai penerbangan yang harus

ing
tanpa batasan hak angkut udara (open sky) dari gulung tikar atau sebaliknya menjadi penguasa
dan ke Indonesia untuk perusahaan angkutan dunia penerbangan39. Namun apakah Indonesia
udara niaga asing dilaksanakan secara bertahap dapat bertahan di tengah persaingan ini sangat
berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral
ind bergantung pada kemampuan Indonesia
dan pelaksanaannya melalui mekanisme untuk menggunakan ruang udara ini sebaik-
yang mengikat para pihak. Perjanjian bilateral baiknya untuk menjadi tuan di negeri sendiri
atau multilateral didaarkan pada peraturan atau menjadi tamu di negeri sendiri. Ini sangat
perundang-undangan dan mempertimbangkan bergantung pada usaha semua stake holder
kepentingan nasional berdasarkan prinsip dunia penerbangan nasional.
V
keadilan dan timbal balik37. Salah satu perjanjian internasional di
bidang penerbangan yang menjadi peluang
hts

2. Konsep Kebijakan Penguasaan Negara dan ancaman bagi maskapai penerbangan


atas Ruang Udara di tengah Liberalisasi nasional adalah berlakunya the ASEAN Open
Perdagangan Jasa Penerbangan. Skies Policy atau ASEAN Single Aviation
Perkembangan transportasi udara telah Market (ASEAN-SAM) yang telah berlaku sejak
ec

mempengaruhi rezim hukum yang mengaturnya. 1 Januari 201540. Perjanjian negara-negara


Konvensi Chicago 1944 yang berpegang pada asia tenggara ini bermaksud meningkatkan
prinsip kedaulatan negara di ruang udara keterhubungan, integrasi domestik dan regional
lR

yang bersifat complete and exclusive kini telah dalam mendukung jaringan produksi dan
terkikis oleh berbagai perjanjian internasional di meningkatkan perdagangan regional ASEAN
na

36
Toto T Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Dimensi Hukum Udara
Nasional (Bandung: Pustaka Bany Quraysi, 2005), hlm. 17.
37
Oentoeng Wahjoe, Perdagangan Bebas dalam Jasa Angkutan Udara Menurut Hukum Udara Internasional dan
Nasional, (Bandung : Unpad Press, 2011) hlm. 17-18.
Jur

38
E Saefullah Wiradipradja, TanggungJawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan
nasional (Yogyakarta, Liberty: 1989) hlm. 1.
39
Muh.Risnain, Aspek-Aspek Hukum Peningkatan Daya Saing Industri Dalam Perdagangan Bebas (Bandung,
Kenimedia, 2015) hlm.5.
40
Peter Forsyth et, al, Preparing Asean For Open Sky, Final Report (Australia: Monash International Pty Ltd, 2004)
hlm. 4.

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 339
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

melalui kebebasan penerbangan maskapai Menurut hemat penulis doktrin nusantara yang
penerbangan dari dan ke sesama negara bersumber dari teori nusantara sebagaimana

HN
anggota ASEAN yang dilakukan dengan pasar yang diungkapkan oleh Priyatna Abdurrasyid
ruang udara yang tunggal dan menyatu41. dalam disertasinya menjadi rujukan penting
Perjanjian internasional di bidang untuk merekonsepsi kedaulatan negara di ruang
penerbangan yang telah diikuti Indonesia udara. Dalam disertasinya Priyatna Abdurrasyid

BP
merupakan sebuah keharusan untuk mengemukakan bahwa pandangannya
ditaati berdasarkan pada prinsip itikad baik terhadap doktrin nusantara didasarkan pada
(good faith)42. Sebagai bangsa yang besar doktrin hukum internasional yang sudah mapan
Indonesia harus mengangkat kepala untuk yaitu doktrin kebutuhan (doctrine of necessity)
melaksanakan kebijakan open sky policy di dan doktrin hak mempertahankan diri (doctrine

ing
ASEAN untuk menunjukkan komitemen dan of right of self-preservation) dan hukum dan
kesiapan Indonesia menjalani mekanisme kebiasaan internasional yang berlaku dalam
baru perdagangan jasa penerbangan. Undang- Pasal Konvensi Chicago 1944.45 Berdasarkan
Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang pada pandangan di atas, dalam konteks hukum
penerbangan sesungguhnya mengkombinasikan
ind udara internasional yang modern saat ini di mana
dua aspek dari hak penguasaan negara di berbagai perjanjian internasional di bidang
samping pengakuan terhadap kedaulatan udara sudah berkembang sedemikian rupa yang
negara melalui hak penguasaan dan pembinaan berpengaruh pada konsep kedaulatan negara
di dunia penerbangan yang tercerminan dengan doktrin nusantara, maka menurut
V
melalui adanya zona larangan penerbangan penulis, doktrin nusantara sebagaimana yang
dan pembatasan penerbangan berlaku juga dikemukakan Priyatna Abdurrasyid harus
hts

asas kabotase yang terbatas43. Di sisi yang lain dikembangkan ke arah upaya mendukung
undang-undang ini membuka peluang bagi kepentingan nasional dalam pengelolaan
maskapai penerbangan asing untuk melayani sumber daya udara nasional yang professional
jasa pengangkutan nasional dan internasional44. dan memberikan nilai tambah ekonomi (added
ec

Menghadapi pergeseran hak penguasaan value) bagi industri penerbangan nasional. Di


negara atas ruang udara dalam kerangka samping itu menurut hemat penulis doktrin
liberalisasi perdagangan jasa penerbangan maka nusantara dalam pengelolaan wilayah udara
lR

diperlukan rekonseptualisasi peran pemerintah nasional harus dikembangkan dan dibangun


dalam hal penguasaan negara atas ruang dalam rangka mempertahankan diri dari
udara sebagai sumber daya strategis nasional. persaingan industri penebangan nasional
na

41
Ibid.
42
Sumaryo SuryoKusumo, Studi Kasus Hukum Internasional (Jakarta, Tatanusa: 2007) hlm. 57.
Jur

43
E Saefullah Wiradipradja, Wilayah Udara Negara dalam Perspektif Hukum Nasional Indonesia dan Hukum
Internasional, Jurnal Negarawan Vol.32, 2014.
44
Djoko Muriatmodjo, “National Aviation Policy Towards ASEAN Open Sky Policy”, (Makalah disampaikan dalam
International Conference on Air and Space Law : The Commerciation of 50 years air and space law studies at the
faculty of law university of padjajaran, hlm Luxton Hotel, Bandung, 5-6 November 2014). hlm. 4.
45
Priyatna Abdurrasyid, Op.cit 153-154.

340 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

melalui peningkatan daya saing industri bandara (run way) yang ada sekarang ini
penerbangan nasional. menjadi bandara yang modern dan sesuai

HN
Untuk mendukung konsep demikian, maka standar internsional.
diperlukan perubahan peran dari pemerintah Keempat, peningkatan kualitas SDM di
sebagai “penonton” saja bergeser menjadi bidang penerbangan. Teknologi penerbangan
fasilatator dan regulator yang berperan merupakan teknologi tingkat tinggi (high

BP
besar dalam meningkatkan daya saing dunia tech) yang membutuhkan kualitas SDM yang
penerbangan nasional. tinggi pula. Menjadi tugas pemerintah dan
Peranan pemerintah dalam meningkatkan maskapai penerbangan untuk menyediakan
daya saing dunia penerbangan dilakukan SDM di bidang penerbangan yang mumpuni
menurut penulis dengan beberapa cara: agar mampu melaksanakan operasionalisasi

ing
Pertama, sebagai regulator pemerintah teknologi penerbangan yang begitu canggih.
harus menciptakan peraturan perundang- Sekolah penerbangan harus terus didirikan dan
undangan yang menjamin adanya kepastian didukung pembiayaanya. Termasuk didalamnya
hukum agar pelaku usaha dunia penerbangan ind adalah kepastian mengenai tanggung jawab
memiliki kepastian dalam berusaha dan dapat hukum dari profesi pilot sebagai profesi paling
memprediksi segala apa yang akan terjadi strategis dalam dunia penerbangan.
dalam kegiatan usaha ini. Peraturan perundang- Kelima, penegakan hukum yang konsisten.
undangan yang tidak harmonis satu sama Pemerintah sebagai pihak yang paling
lain bahkan cenderung menghambat aktifitas berwenang menegakan hukum di dunia
V
usaha di bidang penerbangan harus dihindari penerbangan sangat berperan penting dalam
keberadaanya. menegakan hukum di dunia penerbangan
hts

Kedua, pemerintah harus melakukan khususnya yang berkaitan dengan penerapan


reformasi birokrasi di bidang penerbangan. sanksi administrasi. Maskapai penerbangan
Kasus mafia dunia penerbangan yang melibatkan yang tidak mentaati aturan keselamatan
birokrat, operator dan maskapai penerbangan penerbangan dan kenyamanan penumpang
ec

dalam memanipulasi izin penerbangan yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk
menyebabkan kecelakaan dan kerugian negara mengevaluasi secara rutin izin yang telah
harus dilakukan upaya preventif dan represif diberikan.
lR

oleh pemerintah melalui penciptaan mekanisme


perizinan dunia penerbangan yang bersifat D. PENUTUP
transparan dan tanpa pungli. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
Ketiga, penyediaan infrastruktur bahwa hukum internasional melalui Konvensi
na

penerbangan. Harus diakui bahwa infrastruktur Chicago 19944 telah mengukuhkan kedaulatan
penerbangan belum maksimal sebagaimana negara atas ruang udara yang bersifat complete
yang diharapkan. Bandara dan infrastruktur and exclusive yang kemudian dikukuhkan melalui
Jur

pendukungnya sekarang ini belum semuanya adanya hak negara untuk melarang pesawat
merata di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan udara asing memasuki wilayah udara negara
kebijakan massif pemerintah untuk membangun kolong tanpa terlebih dahulu mendapat izin dari
bandara atau minimal meningkatkan fasilitas negara kolong dan hak ekonomi eksklusif untuk

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 341
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

melayani jasa angkutan penerbangan hanya SDM di bidang penerbangan, dan penegakan
dapat dilayani oleh maskapai penerbangan hukum yang konsisten.

HN
nasional sebuah negara (asas kabotase). Negara
kemudian mengatur dalam hukum nasionalnya DAFTAR PUSTAKA
bagaimana mengukuhkan kedaulatan negara Buku
atas ruang udara sebagai sumber daya alam
Agus Pramono, Dasar-Dasar Hukum Udara dan

BP
yang dapat dimanfaatkan untuk pertahanan Ruang Angkasa, (Jakarta: Ghaia Indonesia, 2011)
negara dan kemakmuran rakyatnya. Namun Atje Misbach Muhjidin, Status Hukum Perairan
perkembangan penerbangan prinsip kedaulatan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal asing,
(Bandung: Alumni, 1993)
negara di ruang udara yang bersifat complete Bambang Susantono, Transportasi dan Investasi,
and exclusive kini telah terkikis oleh berbagai Tantangan dan Perspektif Multidimensi, (Jakarta:

ing
perjanjian internasional di bidang penerbangan Kompas, 2013)
D.Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan
yang dibuat oleh negara-negara dewasa ini berbagai Permasalahannya: suatu kumpulan
seperti perjanjian perdagangan jasa pesawat karangan, (Depok: Lembaga Pengkajian Hukum
penerbangan baik yang berbentuk multilateral Internasional FH UI, 2004)
seperti WTO, regional seperti ASEAN maupun
ind Desmond Hutagaol, Pengantar Penerbangan
Perspektif Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013)
bilateral. E.Seafullah Wiradipradja, TanggungJawab
Penulis menyarankan untuk mengembangkan Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara
teori nusantara sebagaimana yang dikemukakan Internasional dan nasional, (Yogyakarta, Liberty:
1989)
Priyatna Abdurrassyid yang disesuaikan dengan
V
E.Seafullah Wiradipradja, Pengantar Hukum Udara
perkembangan hukum udara internasional saat dan Ruang Angkasa, (Bandung: Alumni, 2014)
ini. Teori nusantara didasarkan pada pemikiran Etty R Agoes, Hak Lintas Kapal Asing, (Bandung:
hts

Bincipta, 1989)
mempertahankan wilayah udara nasional
H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Udara
dan kepentingan nasional yang dilakukan Nasional dan Internasional Publik, (Jakarta : Raja
dengan meningkatkan daya saing industri Grafindo, 2012)
penerbangan nasional. Rekonseptualisasi peran H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Pengantar Hukum
Udara Nasional dan Internasional, Bagian
ec

pemerintah dalam hal penguasaan negara atas Pertama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010)
ruang udara sebagai sumber daya strategis H. K. Martono, dkk, Pembajakan, Angkutan, dan
adalah pergeseran peranan pemerintah dari Keselamatan Penerbangan, (Jakarta: Gramata,
2011)
lR

sebelumnya sebagai “penonton” saja menjadi


Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum
fasilatator dan regulator yang berperan Internasional, (Bandung : Keni Media, 2011)
besar dalam meningkatkan daya saing dunia Idris et, al (ed), Peran Hukum dalam Pembangunan di
penerbangan nasional. Oleh karena itu peranan Indonesia : Kenyataan, Harapan dan Tantangan,
na

Liber Amicorum, Prof.DR.Etty R Agoes, S.H.,LL.M,


pemerintah dalam meningkatkan daya saing (Bandung: Rosda, 2013)
dunia penerbangan adalah dengan menciptakan Jimly Ashididqie, Pengantar Hukum Tata Negara Jilid
peraturan perundang-undangan yang menjamin I, (Jakarta: Konstitusi Press, 2004)
Jimly Ashididqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme
adanya kepastian hukum dan reformasi birokrasi
Jur

Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005)


di bidang penerbangan serta melalui penyediaan Jimly Ashididqie, Hukum Tata negara dan Pilar-Pilar
infrastruktur penerbangan, peningkatan kualitas Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006)
Mieke Komar Kantaatmadja dan E Saefullah
Wiradipradja (ed.), Hukum Angkasa dan

342 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, hlm. 327-343


Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015

Perkembangannya, (Bandung: Remaja Karya, Makalah/Artikel/Prosiding/Hasil Penelitian


1988) Djoko Muriatmodjo, “National Aviation Policy

HN
Mieke Komar Kantaatmadja, Berbagai Masalah Towards ASEAN Open Sky Policy”, (Makalah
Hukum Udara dan Ruang Angkasa, (Bandung: disampaikan dalam International Conference
CV Remaja Karya, 1988) on Air and Space Law: The Commerciation of
Mochtar Kusumaatmadja, Konsepsi Hukum Negara 50 years air and space law studies at the faculty
Nusantara pada Konferensi Hukum Laut 1982, of law university of padjajaran, Luxton Hotel,
(Bandung: Alumni, 2003) Bandung, 5-6 November 2014)

BP
Muh.Risnain, Aspek-aspek Hukum Peningkatan E saefullah Wiradipardja, “The Indonesian
Daya Saing Industri Dalam Perdagangan Bebas, Sovereignty Over Air Space And Isr Urgency For
(Bandung, Kenimedia, 2015) National Economic Development”, (Makalah
Ni’matul Huda, Politik ketatanegaraan Indonesia: disampaikan dalam International Conference
kajian terhadap dinamika perubahan UUD 1945, on Air and Space Law: The Commercialization of
(Yogyakarta : FH UII, 2002) 50 years air and space law studies at the faculty

ing
Oentoeng Wahjoe, Perdagangan Bebas dalam of law university of padjajaran, Luxton Hotel,
Jasa Angkutan Udara Menurut Hukum Udara Bandung, 5-6 November 2014)
Internasional dan Nasional, (Bandung: Unpad E Saefullah Wiradipradja, “Wilayah Udara Negara
Press, 2011) dalam Perspektif Hukum Nasional Indonesia dan
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara Atasind Hukum Internasional”, Jurnal Negarawan Vol. 32
Ruang Udara ((Jakarta: Pusat Penelitian Hukum (2014)
Angkasa, 1972) Forsyth ,Peter et, al, Preparing Asean For Open Sky,
Sinta Dewi, (ed) Kapita Selekta Hukum : Tinjauan Final Report (Australia, Monash International
Kritis atas perkembangan hukum seiring Pty Ltd: 2004)
perkembangan masyarakat di Indonesia, Moh. Iksan Tatang, Praktek Indonesia dalam
(Bandung: Widya Padjadjaran, 2009) Pemanfaatan Wilayah Udara, Jurnal Hukum
V
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep Internasional, Air Law, FH UI, Volume 3 Nomor
dan Metode, (Malang: Setara Press, 2013) 2 Januari (2006)
Stephen, Dempsey Paul, Public International Air
hts

Law, (Candan: Mc. Gill University, 2008). Peraturan


Sumaryo SuryoKusumo, Studi Kasus Hukum In- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
ternasional, (Jakarta: Tatanusa, 2007) Tahun 1945
Toto T Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Uda- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
ra : Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Penerbangan
ec

Dimensi Hukum Udara Nasional, (Band- Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
ung: Pustaka Bany Quraysi, 2005) Wilayah Negara
Yaddy Supriyadi, Keselamatan Penerbangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria
Problematika Lalu Lintas Udara, (Jakarta:
lR

Konvensi Paris 1919 Civil Aviation


Fordik BPSDMP, Jakarta, 2015)
Konvensi Chicago 1944 International Civil Aviation
na
Jur

Rekonsepsi Hak Penguasaan Negara Atas Wilayah Udara ... (Endang Puji Lestari) 343

Anda mungkin juga menyukai