Seorang pendidik memiliki tugas dan beban tanggung jawab yang sangat besar.
Pendidik bukan hanya seorang guru yang mengajar di dalam kelas dan menjelaskan
pelajaran, namun pendidik memiliki cakupan yang amat luas. Pendidik yang baik adalah
pendidik yang mampu membentuk karakter anak dengan baik pula. Tulisan ini menjawab
beberapa pertanyaan tentang pendidikan karakter yang ada dilingkungan sekitar. Terutama
dalam mengajarkan anak untuk bersikap hormat dan bertanggung jawab. Semoga tulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca terutama para pendidik maupun orang tua.
BAGIAN 1
BIOGRAFI PENULIS (THOMAS LICKONA)
Dr. Thomas Lickona adalah salah seorang pengarang buku “Educating for Character
Mendidik untuk Membentuk Karakter”. Ia adalah seorang psikolog perkembangan dan
seorang professor pendidikan di State University of New York, Cortalnd dimana ia
memperoleh penghargaan atas pekerjaannya di bidang pendidikan guru, dan saat ini ia
memimpin Center for the Fourth and Fifth Rs (Respect and Responcibility). Penulis juga
kerap menjadi professor tamu di Boston dan Harvard University.
Setelah menjadi presiden di Association for manual education, Ia menjabat sebagai
dewan komisaris di character education partership dan sebagai dewan penasehat character
counts coalition and medical instituate for sexual health. Dr. Lickona sering menjadi
konsultan di sekolah-sekolah mengenai pendidikan karakter dan menjadi pembicara dari
berbagai seminar untuk para guru, orang tua, pendidik agama, dan kelompok yang peduli
akan perkembangan moral kaum muda.
Penulis mengajarkan nilai moral baik disekolah maupun di rumah. Lickona
memperoleh gelah Ph.D dalam bidang psikologi dari University of New York, Albany
dengan risetnya mengenai perkembangan penalaran moral anak-anak. Penulis dianugrahi
State University of New York Faculty Exchange Scholar, dan menerima penghargaan alumni
kehormatan, Distinguished Alumni Award dari State University of New York di Albany.
Karya-karyanya yang telah dipublikasikan termasuk skripsi, antara lain Moral
Development and Behavior pada tahun 1976, buku popular untuk para orang tua Raising
Good Children pada tahun 1983, buku tentang penjabaran 12 poin program pendidikan
karakter Educating For Character How Schools Can Teach Respect and Responsbility pada
tahun 1991, dan banyak buku-buku yang lainya. Buku Educating For Character mendapat
pujian sebagai “definitive work dibidangnya” dan menjadi pemenang penghargaan
Christopher Award pada tahun 1992 atas dasar “penegasannya terhadap nilai-nilai utama
seorang manusia”.
Karya Dr. Lickona juga pernah ditampilkan sebagi cover story di majalah New York
Times, “Theacing Johnny to be Good” pada tanggal 30 April 1995 dan dijadikan video
“character education: Restoring and Responsibility in our school” dan “eleven principles of
effective character education” (Nasional professional Resources), dan seri video pelatihan
mengenai pendidikan karakter yang terdiri atas empat bagian (Quality Educational Media,
inc) pada tahun 2001, Character Education Partnership mempersembahkan penghargaan
Sanford N. Mc Donnell Lifetime Achievement Award di bidang pendidikan karakter kepada
Dr. Thomas Lickona.
Selain itu Lickona juga kerap menjadi bintang tamu diberbagai acara bincang
(talkshow) di radio maupun televisi, termasuk The Larry King Live, Good Morning America,
dan Focus on the Family. Lickona dan istrinya dikaruniai dua orang anak laki-laki serta
sebelas cucu, dan saat itu menetap di Coland, New York.
BAGIAN II
TENTANG ISI BUKU
Buku yang berjudul “Educating for Character Mendidik untuk Membentuk
Karakter” adalah buku yang ditulis oleh Lickona Thomas pada tahun 1991 dalam bahasa
asing dengan judul aslinya Educating for Character: How our School Can Teach Respect
and Responcibility. Tetapi telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh Juma Abdu
Wamaungo salah seorang ahli pendidik di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung,
dan dengan kata pengantar oleh Rektor UPI Bandung itu sendiri Prof. Dr.H. Sunaryo
Kartadinata, M.Pd pada 2012 diterbitkan oleh Bumi Aksara di Jakarta. Cetakan pertama
dengan nomor ISBN 978-602-217-258-1. Buku Educating for Character ini berjumlah 599
halaman.
Buku karya Lickona ini merupakan salah satu referensi bagi perkembangan
pendidikan karakter. Oleh karena itu dipandang layaknya untuk diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia untuk memudahkan dalam pemahaman. Buku ini terdiri atas 599 halaman,
memiliki tiga bagian pembahasan yang terdiri atas dua puluh bab. Bagian satu membahs
tentang mendidik untuk nilai dan pembentukan karakter yang terdiri atas bab satu sampai
empat, bagian dua tentang strategi kelas dalam pengajaran tentang rasa hormat dan tanggung
1
jawab yang terdiri dari bab lima sampai lima belas, dan bagian tiga tentang strategi umum
sekolah dalam pengajaran tentang rasa hormat dan tanggung jawab terdiri atas bab enam
belas sampai dua puluh.
1. Pembahasan Bab 1 tentang wacana dalam pendidikan nilai. Pembahasan ini
menjelaskan tentang beberapa alasan mengapa sekolah seharusnya memberikan arahan
yang jelas dan menyeluruh tentang komitmen pendidikan moral dan pengembangan
karekter diantaranya sebagai berikut:
a. Adanya kebutuhan yang begitu jelas dan mendesak. Proses penghubungan nilai dan
sosialisasi. Suatu masyarakat membutuhkan pendidikan nilai baik untuk sikap
penyelamatan maupun perbaikan untu tetap bersatu dan untuk maju bersama dalam
menyesuaikan dan mendukung kehidupan manusia sebagai bagian dari masyarakat
tersebut.
b. Peranan sekolah sebagai tempat pendidikan moral menjadi sangat penting ketika
jutaan anak-anak hanya mendapatkan sedikit pendidikan moral dari orang tua
mereka ketika makna nilai yang snagat berpengaruh yang didapatkan melalui
tempat ibadah lainnya perlahan tidak berarti dan menghilang dari kehidupan
mereka, dan lain sebgaainya.
2. Pembahasan Bab 2 tentang mendidik untuk membentuk krakter dan mengapa sekolah
membutuhkan dukugan dari lingkungan rumah. Dalam menghadapi kehidupan sosial
yang semakin memburuk ini, tentunya seolah-olah menyadari bahwa mereka harus
mencoba melakukan suatu proses memberikan pendidikan tentang nilai. Dalam
pelaksanaannya, sekolah-sekolah harus melihat dua hal utama yakni harapan bahwa
tujuan mereka dapat terlaksana dengan baik dan rasa percaya bahwa mereka tidaklah
sendiri dalam pelaksanaan upaya tersebut.
3. Pembahasan Bab 3 tentang nilai-nilai seperti apakah yang seharusnya diajarkan
disekolah. Sekolah berharap untuk bisa melakukan pendidikan moral, dan harus merasa
percaya diri bahwa:
a. Nilai-nilai yang seharusnya dapat diajarkan disekolah memiliki tujuan yang
bermanfaat secara umum dapat diterima oleh masyarakat yang beragam.
b. Sekolah seharusnya tidak hanya mengekspos nilai-nilai tersebut kepada para siswa,
tetapi juga harus mampu membimbing mereka untuk dapat mengerti, meresapi dan
melakukan nilai-nilai yang berlaku.
2
c. Nilai yang harus diterapkan disekolah adalah dua nilai yang bersifat moral (yang
menjadi tuntutan seperti jujur, disiplin, dan lain-lain) maupun nonmoral (kewajiban
yang berlaku pada agama seperti ibadah).
4. Pembahasan Bab 4 tentang apa yang dimaksud dengan karakter yang baik. Karakter
memiliki tiga bagian yang berhubungan yakni: pegetahuan moral, perasaan moral, dan
prilaku moral. Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal-hal yang baik,
menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik, kebiasaan cara berfikir,
kebiasaan dalam hati dan kebiasaan dalam tindakan.
5. Pembahasan Bab 5 tentang guru sebagai pengasuh (pemberi kasih sayang), contoh, dan
mentor. Berikut merupakan bentuk kerja guru yang dianggap sebagai pengasuh, contoh
dan mentor, diantranya: Guru dapat menjadi penyayang yang efektif, guru dapat
menjadi seorang model, guru dapat menjadi mentor yang beretika, menghormati
perhatian pada anak-anak, membangun hubungan yang manusiawi, guru
menggabungkan antara contoh yang baik dan pengajaran langsung, membantu siswa
untuk mengerti benar tentang kecurangan, mengajarkan siswa untuk peduli tentang nilai
moral, Memberikan bimbingan secara individu, merangkul siswa dengan cara
komunkasi tulisan
6. Pembahasan Bab 6 tentang menciptakan komunitas yang bermoral di kelas. Syarat
menciptakan sebuah komunitas yang bermoral di kelas diantaranya: para siswa saling
mengenal satu sama lain, para siswa saling menghormati, menguatkan, dan peduli satu
sama lain, para siswa menjadi bagian dan tanggung jawab terhadap kelompok mereka.
7. Pembahasan Bab 7 tentang disiplin moral. Guru yang melakukan latihan disiplin moral
harus melakukan empat hal diantaranya: merencanakan kebijakan rasa moralitas mereka
dengan mengajarkan rasa hormat dan tanggung jawab, pendekatan disiplin melalui
peraturan-peraturan, membangun dan menjalankan konsekuensi di jalur pendidikan,
menyampaikan rasa peduli dan hormat bagi setiap individu siswa.
8. Pembahasan Bab 8 tentang menciptakan lingkungan kelas yang demokratis bentuk
pertemuan kelas. Pertemuan kelas yaitu sebuah pertemuan keseluruhan kelas yang
menitik beratkan diskusi interaktif diantara anggota kelas yang dipimpin oleh seorang
guru, seorang siswa atau kerja sama antara guru dan siswa.
9. Pembahasan Bab 9 tentang mengajarkan nilai melalui kurikulum. Strategi mengajarkan
nilai moral melalui kurikulum adalah: libatkan siswa dalam proyek yang
mengembangkan kepedulian, jari anak-anak untuk menghargai dan bertanggung jawab
terhadap binatang, analisis setiap mata pelajaran, identifikasi target nilai moral sekolah
3
secara luas, temukan dan kembangkan materi, rancang metodologi yang efektif,
kembangkan sebuah tema etika, undang tamu pembicara untuk menekankan moral
tertentu, adakan pendidikan multikultural, ambil manfaat dari kurikulum berbasis nilai
moral yang sudah di publikasikan.
10. Pembahasan Bab 10 tentang pembelajaran kooperatif. Proses belajar kooperatif adalah
salah satu gerakan yang berkembang pesat di dunia pendidikan. Proses belajar
kooperatif diantaranya: partner belajar, pengaturan tempat duduk berkelompok, proses
belajar tim, proses belajar jigsaw (puzzle), ujian berkelompok, proyek kelompok kecil,
kompetisi tim, proyek satu kelas.
11. Pembahasan Bab 11 tentang kesadaran nurani. Guru dapat membantu siswa belajar
menghargai belajar dan peduli akan kualitas kerja jika: menyusun tujuan sekolah yang
besinggung sikap dalam bekerja, menggunakan sistem pembelajaran kooperatif,
menciptakan budaya sekolah, mengkombinasikan ekspektasi dengan dukungan penuh,
mengembangkan kapasitas siswa untuk evaluasi diri, membantu pengembangan
kecintaan siswa kan belajar, membangun komunitas belajar.
12. Pembahasan Bab 12 tentang mendorong refleksi dalam pendidikan moral. Manusia
tidak pernah berhenti berfikir, jadi apa yang dimaksud dengan Refleksi moral
merupakan sesuatu yang penting untuk mengembangkan sisi kognitif dari suatu
karakter, bagian penting dari moral kita sendiri yang mampu membantu kita untuk
membuat penilaian moral tentang sikap kita sendiri.
13. Pembahasan Bab 13 tentang meningkatkan tingkat diskusi moral. Diskusi moral
merupakan gambaran pemikiran tingkat tinggi yang siswa mampu dapatkan, melalui
beberapa petunjuk diantranya: atur konteks yang nonrelativistik untuk diskusi,
merencanakan masalah dan pertanyaan spesifik yang menantang pikiran siswa, pilih
cerminan/ format diskusi yang membutuhkan pemikiran yang teliti, menantang siswa
untuk tetap berfikir, diskusi berlabuh dengan kurikulum berbasis pendekatan.
14. Pembahasan Bab 14 tentang mengajarkan masalah kontroversial. Dalam
mengembangkan sebuah program nilai menekan pada cara nonkotroversial seperti,
model peran, moral pembangunan masyarakat, proyek kurikulum dalam nilai
kontroversial seperti peka, jujur, rasa iba dll. Membenarkan penyataan kontroversial
sebagai hal penting dalam perkembangan kritis, menegmbangkan format debat untuk
membentuk siswa dalam investigasi dan diskusi mengenai isu kontroversial.
15. Pembahasan Bab 15 tentang mengajar anak-anak untuk menyelesaikan konflik. Tugas
guru dalam menyelesaikan konflik nyata diantranya: membantu siswa memahami sudut
4
pandang orang lain, membantu siswa mencari solusi bijak, membantu siswa
mempraktikkan ketrampilan pribadi yang akan membantu mereka menyelesaiakan
masalah tanpa campur tangan orang dewasa.
16. Pembahasan Bab 16 tentang kepedulian di luar kelas. Membuat siswa sadar tentang
kebutuhan, menyediakan role model yang menginspirasi, seperti program giraffee
project heroes, yang berkaitan dengan membantu orang lain dikomunitasnya sendiri,
menyediakan role model teman sebaya yang positif
17. Pembahasan Bab 17 tentang membangun budaya moral yang positif di sekolah. Upaya
yang dilakukan sekolah adalah: kepala sekolah menyediakan kepemimpinan moral dan
akademik, sekolah menciptakan disiplin yang efektif, sekolah menciptaan kepekaan
terhadap masyarakat, sekolah dapat menciptkan moral komunitas antar orang dewasa,
sekolah dapat meningkatkan pentingnya kepedulian terhadap moral.
18. Pembahasan Bab 18 tentang pendidikan seks. Tantangan yang ada dihadapan sekolah
sekarang adalah membantu para anak muda dalam mengambil keputusan untuk tidak
terlibat secara seksual dengan segala cara yang mungkin dilakukan.
19. Pembahasan Bab 19 tentang narkoba dan alkohol. Narkoba dapat menghalangi,
memperlambat, dan mengubah kapasitas manusia yang paling kursial: persepsi,
perencanaan, kondisi fisik, dan penilaian moral. Narkoba mengacaukan informasi yang
berkaitan dengan panca indra, mengurangi kendali diri, dan memberikan pemahaman
yang salah pada penggunanya bahwa mereka berada pada keadaan yang terbaik ketika
mereka menggunakan narkoba, suatu ilusi yang dapat mengarahkan mereka untuk
menghancurkan diri mereka dan orang lain.
20. Pembahasan Bab 20 tentang sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bekerja sama.
Orang tua adalah penting bagi anak-anak, kebijakan pemerintah mengikuti model
sekolah pada abad 21 untuk memberikan penitipan anak baik sebelum maupun sesudah
sekolah, mengendalikan pengaruh negatif televisi, keterlibatan orang tua dalam
mendukung kedisiplinan, membantu orang tua membahas urusan-urusan umum,
berkomunikasi dengan orang tua melalui sebuah brosur tentang nilai sekolah dan lain
sebagainya.
BAGIAN III
POKOK PEMBAHASAN BUKU “MENDIDIK UNTUK MEMBENTUK
KARAKTER”?
5
Pembahasan yang paling penting dalam buku ini adalah berkaitan dengan pendidikan
karakter dan nilai-nilai moral yang harus ditanamkan di dunia pendidikan.
6
Dengan alasan tersebut, sangatlah penting untuk mengklasifikasikan hubungan antara
moralitas dan agama. Berikut terdapat pembagian yang cukup relevan terhadap hal tersebut.
1. Kebanyakan orang di Negara ini menganut agama dan memiliki identitas yang
cenderung berbeda-beda.
2. Agama bagi kebanyakan orang merupakan sebuah acuan utama yang membawa
mereka untuk membentuk kehidupan yang bermoral.
3. Melalui pandangan tentang agama secara umum, Tuhan adalah Maha pemberi
pertolongan, di mana kita sebagai makhluk-Nya memiliki kewajiban untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti yang diperintahkan Tuhan.
4. Para perintis negeri ini telah melihat adanya hubungan yang sangat dekat antara
agama dan hak asasi manusia serta sistem pemerintahan demokratis.
5. Kebanyakan siswa pada saat ini bersikap acuh terhadap peran agama sebagai
pembentukan moral dan pembangunan negeri.
6. Banyak sekali orang yang hidup beragama, tetapi tidak memiliki peran yang berarti
dalam kehidupan.
7. Langkah-langkah dalam mendefinisikan moral secara rasional yang dapat diterima
oleh semua pihak didasarkan pada sebuah prinsip klasik tentang ketuhanan, gagasan
dari dasar hukum moral yang telah dibuktikan kedalam berbagai penelitian psikologi.
Penelitian yang telah dilakukan oleh seorang psikolog dari University of Illinois, Larry
Nuccy. Beliau menanyakan kepada beberapa ratus anak-anak Yahudi, katolik, dan protestan
tentang prilaku-prilaku buruk seperti memukul, mencuri, mengejek. Apakah hal-hal tersebut
tetap menjadi sesuatu yang salah jika Tuhan tidak melarang perbuatan tersebut? Hampir
semua anak-anak dari semua agama tersebut menyatakan iya, bahwa tindakan-tindakan
tersebut merupakan sesuatu yang salah. Lebih jauhnya sebanyak 100% anak-anak tersebut
menyatakan bahwa pada kenyataannya perbuatan- perbuatan tersebut merupakan bentuk
ketidakadilan dan membahayakan orang lain.
7
1) Pengembangan jiwa yang sehat, 2) Kepedulian akan hubungan yang interpersonal, 3)
sebuah masyarakat yang humanis dan demokratis, 4) Dunia yang adil dan damai. Hormat
dan tanggungjawab merupakan yang menjadi dasar landasan sekolah yang tidak hanya
memperboehkan, tetapi mengharuskan para guru untuk memberikan pendidikan tersebut
untuk membangun manusia-manusia yang secara etis berilmu dan dapat memposisikan diri
mereka sebagai bagian dari masyarakat yag bertanggungjawab. Apakah arti kongkrit dari
kedua dasar nilai moral tersebut?
1. Rasa hormat
Rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan kita terhadap harga diri orang lain
ataupun hal lain selain diri kita. Terdapat tiga hal yang menjadi pokok yaitu penghormatan
terhadap diri sendiri, penghormatan terhadap orang lain, dan penghormatan terhadap semua
bentuk kehidupan dan lingkungan yang saling menjaga satu sama lain.
Penghormatan terhadp diri sendiri, mengharuskan kita untuk memperlakukan apa yang
ada pada hidup kita sebagai manusia yang memiliki nilai secara alami. Meskipun demikian,
perlakuan yang mengarah pada perusakan diri ataupun penyalahgunaan narkoba dan alkohol
merupakan hal yang salah. Penghormatan terhadap orang lain, mengharuskan kita untuk
memperlakukan orang bahkan orang-orang yang kita benci sebagai manusia memiliki nilai
tinggi dan memiliki hak yang sama dengan kita sebagai individu.
Hal tersebut merupakan intisari dari golden rule (perlakukanlah orang lain sebagaimana
engkau memperlakukan dirimu sendiri). Berdasarkan penghormatan yang kompleksnya
jaringan kehidupan ini, maka tindakan kasar yang dilakukan terhadap hewan pun menjadi
sesuatu yng dilarang sehingga kita diharuskan untuk berlaku baik dengan cara melindungi
alam dan lingkungan ketika kita hidup dari rapuhnya ekosistem dan segala kehidupan ini
bergantung didalamnya.
Bentuk dari rasa hormat yang data terlihat dari hal-hal berikut ini. Rasa hormat terhadap
sesuatu yang dimiliki, sebagai contoh, muncul dari suatu pemahaman bahwa apa yang kita
miliki merupakan bagian diri kita ataupun masyarakat kita. Rasa hormat terhadap suatu
kewenangan muncul dari pemahaman bahwa gambaran dari legitimasi wewenang
merupakan pengalihan bentuk kepedulian kepada orang lain.
Tanpa adanya orang yang berwenang, anda tidak mungkin menjalani kehidupan
keluarga, sekolah maupun Negara. Ketika orang-orang tidak lagi menghargai suatu
kewenangan yang berlaku, maka kehidupan ini akan berjalan dengan tidak baik dan akan
muncul banyak orang yang dirugikan.
8
Pada akhirnya keadilan sebagai nilai dari rasa hormat yang dilibatkan dalam interaksi
kehidupan sekecil apapun. Hal tersebut juga menjadi dasar terhadap prinsip-prinsip utama
dari sebuah demokrasi dan bentuk penghormatan bagi orang lain yang memberikan arahan
kepada masyarakat untuk membuat suatu konstitusi yang mengharuskan pemerintah untuk
melindungi, bukan mengganggu hak-hak warga Negara yang telah diatur sebelumnya. Misi
moral pertama dari sekolah-sekolah yang ada adalah untuk mengajarkan nilai-nilai dasar
penhormatan terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
2. Tanggung jawab
Tangung jawab merupakan suatu bentuk lanjutan dari rasa hormat. Jika kita
menghormati orang lain berarti kita menghargai mereka. Jika kita menghargai mereka
berarti kita merasakan sebuah ukuran dari rasa tanggungjawab kita untuk menghormati
kesejahteraan hidup mereka. Tanggungjawab secara literal berarti kemampuan untuk
merespon atau menjawab. Itu artinya tanggungjawab berorientasi terhadap orang lain,
memberikan benuk perhatian, dan secara aktif memberikan respons terhadap apa yang
mereka inginkan. Tanggungjawab menekankan pada kewajiban positif untuk saling
melindungi satu sama lain. Rasa hormat jika dilihat dari perbandingannya, lebih
menekankan pada kewajiban kita yang terkadang berbentuk kalimat negative. Sebagian
besar dan isinya menyangkut apa yang tidak boleh dilakukan.
Hal tersebut biasa disebut dengan moralitas larangan. Hal yang terburuknya adalah
mengatakan “kekuatan dari pemikiran negatif”. Seorang filosuf John Moline mengacu pada
pentingnya sikap moralitas larangan tersebut, maka meminta kita untuk melakukan
kewajiban tertentu. Seperti “ thou shalt not murder ” sebenarnya memiliki makna yang
serupa dengan “love you neighbour” yang lebih berbentuk positif.
Sebuah daftar nilai moral “tidak boleh” sebenarnya belum cukup. Sebuah etika
bertanggung jawab memberikan makna nilai moral yang seharusnya. Ketika penghormatan
mengatakan “jangan menyakiti” sesungguhnya tanggungjawab mengatakan “berilah
pertolongan” sebenarnya ketika mengatakan “love you neighbour” dan “think others”(peduli
dengan orang lain) bersikaplah terbuka, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak meminta kita
untuk menghitung seberapa banyak pengorbanan yang harus kita lakukan untuk keluarga,
untuk bersikap dermawan, atau untuk selalu ada bagi mereka yang membutuhkan.
Hal apalagi yang dimaksud dengan tanggungjawab? Merupakan sikap saling
membutuhkan, tidak mengabaikan orang lain yang sedang dalam kesulitan. Kita menolong
9
orang-orang dengan memegang komitmen yang telah kita buat dan apabila kita tidak
menolong mereka artinya kita membuat kesulitan baru bagi mereka.
Pada akhirnya sikap tanggungjawab ditekankan pada mengutamakan hal-hal yang hari
ini dianggap penting sebagai suatu perbaikan dimasa yang akan datang dengan didasari hak-
hak. Namun saat ini ketika orang-orang dihadapkan dengan urusan moralitas, mereka
cendrung bertanya dengan pertanyaan seperti ini: “apakah semua hak saya terpenuhi?” dan
ketika sebagian jawabannya berbentuk negative, (dan tentunya hidup itu tidak ada yang
sempurna) berarti mereka sedang menghindari situasi terpuruk yang dialami orang lain, baik
secara individual maupun masyarakat.
Jelaslah bahwa hak-hak merupakan suatu bagian tambahan dalam konteks moralitas.
Akan tetapi, salah satu tantangan moral yang kita hadapi saat ini adalah bagaimana
menyeimbangkan hak dan kewajiban dan bagaimana bentuk para pemuda untuk memiliki
kepekaan yang baik terhadap hal tersebut.
12
Ketika kita berfikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita
sudah jelas kita menginginkan anak-anak kita untuk mampu menilai apa yang benar, sangat
peduli tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini itu benar,
meskipun berhadapan dengan godaan dari dalam dan tekanan dari luar.
Tindakan moral
1. Kompetensi
2. Keinginan
3. Kebiasaan
14
j. Memberikan program khusus bagi remaja beresiko tinggi yang mengembangkan
keyakinan diri dan mengembangkan opsi kehidupan diri mereka.
BAGIAN IV
KESIMPULAN
Buku mendidik untuk membentuk karakter yang diterjemahkan dari buku educating
for character karya Thomas Lickona mengupas semua tentang pendidikan karakter.
Menurutnya karakter adalah proses perkembangan, dan pengembangan karakter adalah
sebuah proses berkelanjutan selama hidup manusia daln selama sebuah bangsa ada dan
ingin tetap eksis.
Semua warga masyarakat, bangsa, dan negara, pendidik dan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan formal dan nonformal, sampai dengan para pemimpin dalam semua level
mempunyai tugas dan tanggung jawab moral untuk dapat memahami (knowing), mencintai
(loving) dan melaksanakan (implementing) nilai-nilai etika inti (core ethical values) dalam
kehidupan pribadi dan masyarakat secara keseluruhan untuk membangun keberadaban
bangsa yang bermartabat.
15
Maka dari itu, pendidikan untuk pengembangan karakter memerlukan upaya-upaya
pencerahan dalam membentuk kepribadian, watak, dan karakter generasi muda sekarang
agar menghasilkan insan-insan unggulan di segala bidang untuk kemajuan bangsa dan
Negara Indonesia. Pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai moral dalam bukunya
Lickona menjawab permasalah-permasalahan yang ada pada zaman sekarang seperti
membantu anak dalam mengatasi masalah seksual, masalah narkoba dan alkohol, masalah
aborsi dan masalah-masalah lain yang terjadi pada zaman sekarang.
Dalam tulisan Lickona menuliskan beberapa upaya-upaya yang perlu dilakukan orang
dewasa, orang tua maupun pihak sekolah dalam meminimalisir masalah-masalah yang tidak
diinginkan terutama dikalangan anak dan remaja. Pendidikan karakter menjadi dasar dalam
pengembangan karakter yang berkualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti kejujuran, toleransi,
kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan lain sebagainya.
Proses pembinaan dan pendidikan untuk pengembangan karakter dilakukan secara
sadar melalui perencanaan yang baik, sistematis dan berkelanjutan pada setiap aspek
kehidupan terutama pada institusi pendidikan seperti sekolah maupun perguruan tinggi.
Karena karakter tidak dapat dibentuk dengan mudah dan tenang, hanya melalui pengalaman
mencoba dan mengalami dapat menguatkan jiwa, menjelaskan visi, menginspirasikan ambisi
dan mencapai sukses sebagaimana dikemukan oleh Thomas Lickona.
REKOMENDASI
Buku pendidikan dalam membentuk karakter yang ditulis oleh Lickona sudah sangat
bagus dan membantu dalam memndidik dan megembangkan nilai-nilai karakter. Pendidikan
karakter ditinjau secara umum dan belum adanya penanaman nilai-nilai spiritual keagamaan.
Sehingga peserta didik bisa percaya diri dan meyakini hal apa saja yang dilanggar oleh
agama. Pada dasarnya secara umum masyarakat indonesia adalah sebagian besar pemeluk
agama Islam jadi perlu adanya menyisipkan pendidikan berbasis agama yang memberikan
keyakinan dan pemahaman terhadap amar ma’ruf nahi mungkar.
Penulis Adalah Dosen STIE Syariah Al-Mujaddid, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
16