Oleh:
Kelompok LIII-B
BAB I
PENDAHULUAN
terlepas dari peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Pada umumnya,
hilangnya rasa nyeri pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
samping persiapan psikologis. Anestesi dibagi menjadi tiga, yaitu anestesi umum,
penemuan obat anestesi lokal baru yang lebih efektif dibandingkan obat anestesi
lokal terdahulu. Hampir tidak ada tindakan bedah yang dilakukan tanpa anestesi.
Anestesi dapat mengurangi rasa sakit saat tindakan, mengurangi biaya dan waktu,
serta pemulihan lebih cepat, sehingga tindakan bedah dapat dilakukan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata anestesia berasal dari dari Bahasa Yunani, An= “tidak, tanpa”,
berbagai prosedur lainnya yang dapat menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
2. Monitoring
prosedur medik atau trauma yang menyebabkan nyeri, kecemasan, dan stres
psikis lainnya.
darah, dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman jiwa
jiwa dimanapun pasien berada (ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang
2.3.1 Hipnosis
Keadaan hipnosis merupakan keadaan saat pasien tidak sadarkan diri. Hal
ini dicapai dengan cara induksi dengan suntikan intravena, meliputi: short acting
(valium), gamma OH, dan kombinasi obat-obat tersebut. Selain itu, keadaan tidur
dan amnesia juga dapat diinduksi dengan inhalasi gas yaitu dengan:
penderita
2. Semi open drop method hampir sama dengan open drop, hanya untuk
3. Semi close method yaitu dengan udara yang dihisap diberikan bersama
4. Close method, cara ini hampir sama seperti semi close method hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara
2.3.2 Analgetik
otot. Sifat relaksasi bergantung pada jenis pembedahan yaitu dari relaksasi yang
rocuronium, pancuronium.
Teknik anestesi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu anestesi umum dan
anestesi regional.
ideal menghasilkan efek sedatif, analgesia, dan relaksasi otot tanpa menimbulkan
risiko yang tidak diinginkan pasien. Anestesi umum dapat dilakukan pada bayi,
riwayat keracunan atau terjadi reaksi alergi dengan obat-obatan anestesi lokal, dan
kesehatan.
penyakit yang akan dilakukan tindakan bedah. Lalu anamnesis umum yang
meliputi:
6
- Riwayat penyakit sistemik yang diderita atau pernah diderita yang bisa
narkotika
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk
berat dan dan tinggi badan. Selain itu, pemerikaan gigi-geligi, buka mulut, ukuran
lidah yang relatif besar, pemeriksaan mallampati, dan jarak tiromental sangat
dugaan penyakit yang diderita. Pada pasien diatas 40 tahun dianjurkan melakukan
waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar. Sebaliknya, pada
berikut:
3. Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko, semua pasien
Pada pasien dewasa dianjurkan puasa 6-8 jam, anak 4-6 jam dan bayi 3-4
Minuman air putih, teh manis diperbolehkan sampai 3 jam sebelum induksi
anestesi dan untuk keperluan obat, air putih dalam jumlah terbatas diperbolehkan
2.4.1.3 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat dalam waktu 1-2 jam sebelum induksi
anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anesthesia, diantaranya:
6. Menciptakan amnesia
yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun
kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan yang dapat
beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika terdapat nyeri yang disebabkan oleh
penyakit yang diderita pasien, pasien dapat diberikan opioid, misalnya petidin 50
Stadium anestesi perlu untuk diketahui dan kita juga perlu untuk mengenal
tanda dan gejala dari masing-masing stadium. Hal tersebut berguna untuk
menentukan kapan penderita dapat dioperasi. Bila dilakukan dengan ether atau
tanpa premedikasi, maka stadium anestesi yang disesuaikan dengan guedel sign
adalah :
1. Stadium I
zat anestetik) sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan
pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu
mata (untuk memastikan refleks tersebut kita dapat meraba bulu mata).
2. Stadium II
yang ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks
cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi
dan diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata. Pada stadium
ini dapat terjadi spasme laring, muntah, menahan nafas dan batuk.
3. Stadium III
10
Stadium operasi terjadi saat terjadinya nafas yang reguler hingga paralisis
kepala ke kiri dan ke kanan dengan mudah. Stadium III dibagi menjadi 4 plana:
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak dan terfiksasi di tengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan
peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot
semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralsis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat
menurun).
4. Stadium IV
11
Pada stadium ini semua refleks negatif dan pupil dilatasi. Ditandai dengan
mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang
berlebihan.
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
rektal.
vena telah terpasang. Obat induksi bolus disuntikkan dengan kecepatan antara 30-
60 detik. Selama induksi pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi
dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang
kooperatif dan digunakan untuk tindakan yang singkat. Obat-obat yang sering
digunakan:
dalam ampul 500/1000 mg. Diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5%
dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Tiopental disuntikan secara perlahan dalam 30-60
12
c. Ketamin (ketalar)
d. Opioid
penggunaan opioid untuk induksi adalah 20-50 mg/kgBB dan rumatan 0,3-1
mg/kgBB/menit.
dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas oksigen dan zat
Cara induksi ini dilakukan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
intravena atau pada dewasa yang takut untuk disuntik. Anestesi inhalasi yang
umum digunakan untuk praktik klinik adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
4. Induksi rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan tiopental atau
midazolam.
5. Induksi mencuri
Teknik induksi “mencuri” dilakukan pada anak dan bayi yang sedang tidur.
Induksi mencuri dilakukan seperti induksi inhalasi biasa, hanya sungkup muka
tidak ditempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter
2.4.1.6 Kontraindikasi
III-IV, AV blok derajat II dan total (tidak ada gelombang P). Sedangkan
pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien dengan
gangguan hepar, harus dihindari pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada
diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang memicu sekresi paru, sedangkan
pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang
sudah dilakukan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi
atau kondisi pasien. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun
setelah pembedahan.
1. Selama induksi
a. Suntikan keluar dari vena stop suntikan dan cari vena lain
b. Batuk dan spasme laring hentikan narkose, beri O2 sampai sianosis hilang
c. Sumbatan jalan nafas bunyi snoring dapat diatasi dengan menarik dagu
a. Gangguan airway
lain: kulit panas, merah dan berkeringat, tekanan darah meningkat, takikardi,
respirasi cepat dan dalam, perdarahan yang difus dari luka operasi.
dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya serta hipertensi dimana terjadi
regurgitasi, distensi.
d. Komplikasi lain
gigi rontok, mulut dan bibir luka, kulit terbakar karena pemakaian diatermidan,
16
retensi urin, menggigil (peningkatan suhu tubuh), gelisah setelah anestesi dan
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi
lokal setelah keluar dari saraf diikuti dengan pulihnya konduksi saraf secara
adiksi sehingga penggunaannya hanya aman untuk anestesi lokal seperti pada
Kriteria anestesi lokal yang ideal yaitu bersifat poten, sementara, tidak
menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau alergi, short acting dengan durasi
Obat anestesi lokal apabila melewati dosis tertentu merupakan zat toksik,
sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya.
1. Komplikasi lokal
antiseptik.
2. Komplikasi sistemik
b. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
depresi
sensorik yang bersifat sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
dengan seksama apakah ada hal-hal penyulit, seperti kelainan bentuk tulang
belakang atau prosesus spinosus sulit diraba seperti pada pasien obesitas.
spinal untuk anestesi spinal. Jarum dengan ujung tajam (Quincke- Babcock) atau
anestesi epidural yaitu, jarum dengan ujung tajam (Crawford) digunakan untuk
pemberian obat-obatan dosis tunggal dan jarum dengan ujung khusus (Touhy)
ditandai setiap cm. Jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-
3. Anestesi spinal
dikerjakan. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk bedah ekstremitas bawah, bedah
abdomen bawah, dan lumbal. Dapat juga digunakan untuk prosedur pembedahan
stenosis dan aortic stenosis), Pasien yang tidak kooperatif (emotionaly unstable),
nyeri punggung kronis. Persiapan pasien untuk anestesi spinal diantaranya yaitu
diantaranya yaitu benzodiazepine oral atau IM adalah pilihan yang baik sebagai
sedatif, opioid juga dapat menjadi pilihan atau kombinasi opioid-anxiolitik secara
IM.
1. Persiapan umum
lengkap untuk monitoring pasien, pelaksanaan anestesi umum jika diperlukan dan
resusitasi. Hal ini wajib dilakukan karena komplikasi yang sering dari anestesi
spinal yang meliputi, hipotensi berat, bradikardi berat, dan insufisiensi respirasi.
Waktu yang diperlukan untuk mendapat peralatan dan obat-obatan setelah timbul
salah satu komplikasi dapat memberikan perbedaan antara keberhasilan terapi dan
morbiditas atau mortalitas. Monitoring, termasuk EKG, tekanan darah, dan pulse
intervensi farmakologis selama cardiac output dan sikulasi arteri tetap efektif
20
2. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke Babcock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point,whitacre) atau jarum Greene,
Teknik analgesia spinal adalah posisi duduk atau posisi lateral dekubitus
dengan tusukan pada garis tengah adalah posisi yang paling sering dikerjakan.
Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi dan hanya
Beri bantal di bawah kepala, agar tulang belakang stabil. Buat pasien
adalah duduk.
L3-4 atau
L4-5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
alkohol.
4. Beri anestetik local pada tempat tusukan ,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3
mL.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinsal sebesar 22G,
23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
arah cefal.
sejajar dengan durameter, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke
mandrin jarum spinal dicabut dan keluar cairan, pasang spuit berisi obat dan
obat dapat dimasukan perlahan 0,5 ml/ detik. Diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik. Jika yakin ujung jarum spinal
o
dalam posisi yang benar namun cairan tidak keluar, putar arah jarum 90
dimasukan kateter.
berat akibat blok simpatis, bradikardi dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau
hipoksia, terjadi akibat blok sampai T2, Hipoventilasi akibat paralisis saraf
phrenicus atau hipoperfusi pusat kendali nafas, Trauma Pembuluh Darah, Trauma
Saraf, mual muntah, gangguan pendengaran, dan blok spinal tinggi atau spinal
23
total. Komplikasi pasca tindakan meliputi nyeri tempat suntikan, nyeri punggung,
5. Anestesi Epidural
obat diruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater.
maksimal pada daerah lumbal. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja
langsung pada akar saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi
3.Proses persalinan
4.Manajemen postoperasi
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui
kateter. Masukkan anestetik lokal 3ml yang sudah bercampur adrenalin 1: 200.000.
1. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar.
3. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
Cara penyuntikan: setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikan
anestesi lokal secara bertahap setiap 3-5menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis
total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak
Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung
pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
wanita hamil dikurangi 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya, blok tidak merata sehingga terjadi
gangguan pada fungsi sistem saraf simpatik seperti depresi kardiovaskular (hipotensi),
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal merupakan anestesi epidural dari kauda equina yang diakses
canalis sakrum melalui hiatus sakrum. Pada anak-anak anestesi kaudal biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum yang ringan dengan pernapasan spontan. Efek
dari kaudal anestesi mempengaruhi persarafan sakral dan lumbar, meskipun akan
Anestesi ini akan mengenai saraf motorik (ekstrimitas bawah), sensorik (sub umbilikal),
Anestesi kaudal dapat digunakan pada bayi, anak-anak, dan dewasa khususnya
pembedahan pada bagian perineum, anus, rektum, dapat juga dilakukan pada
hemoroidektomi dan histerektomi vaginal. Selain itu anestsi ini dapat digunakan untuk
vaskular akut pada ekstrimitas bawah dan mengevaluasi nyeri pada daerah persarafan
yang terkena. Anestesi kaudal juga dapat berperan dalam menghilangkan rasa nyeri akut
dan kronik/nyeri karena kanker. Manajemen rasa nyeri dapat dilakukan pada beberapa
keadaan yaitu trauma pada ekstrimitas bawah dan manajemen post operatif. Dalam
manajemen rasa nyeri kronik anestesi ini dapat diaplikasikan pada radikulopati lumbal,
neuralgia post herpetic beserta nyeri kronik lainnnya. Anestesi ini juga berguna untuk
menghilangkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh kanker pada persarafan yang terkait.
Teknik untuk melakukan anestesi kaudal terdiri dari beberapa posisi. Pada dewasa
dapat digunakan beberapa posisi, dibandingkan dengan posisi lateral dekubitus pada
neonatus dan anak-anak. Posisi lateral memiliki efikasi yang baik karena mempermudah
akses pada jalan napas bila pasien sedang berada dalam efek sedasi yang berat. Pada
dewasa lebih sering digunakan posisi pronasi namun posisi knee-chest juga dapat
digunakan. Pada posisi pronasi, sebaiknya diletakan bantal dibawah simfisis pubis untuk
mempermudah perabaan caudal canal. Pada pasien dengan parturien tindakan anestesi
Jarum berukuran 1,5 inci dengan lidokain 1,5% diinfiltrasikan pada kulit di atas
hiatus sakral saat akses anestesi, pastikan ujung jarum berada di bawah S2 untuk
flouroscopy dengan tampilan lateral, kanalis kaudal akan terlihat lebih translusens di
Ketika jaringan di atas hiatus telah teranestesi, jarum type berukuran 17/18
dimasukan dan dipastikan menembus hingga ligamen sakrokoksigeal. Ketika jarum telah
memasuki dinding depan kanalis sakralis, jarum ditarik sedikit dan di re-orientasi kearah
kranial dan selanjutnya dimasukan kedalam kanalis sakralis. Bila flouroscopy tidak
tersedia dapat digunakan teknik loss-of-resistance dengan menempelkan spuit yang berisi
1.Blok tidak merata/gagal dapat terjadi pada 5-20%, terkadang penggunaan USG
4.Mual-muntah.
c. Dapat ditambahkan dengan morfin 50-70 µg/kg atau fentanyl 50-100 µg.
ditujukakkan untuk operasi pada daerah ekstremitas tubuh. Teknik ini bekerja
untuk bedah singkat sekitar 45 menit pada lengan atau tungkai, biasanya hanya
dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan. Prosedur analgesia regional
intravena, yaitu:
1. Pasang kateter vena pada kedua punggung tangan. Pada sisi lengan atau tangan
yang akan dibedah digunaka nuntuk memasukkan obat anestesi lokal, sedangkan
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan
menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan
perban elastic (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini selain
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur tekanan
darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal
dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg diatas tekanan sistolik supaya darah
arteri tidak masuk kelengan dan juga tentunya darah vena tidak akan ke
karena toksisitasnya lebih besar) melalui kateter dipunggung tangan dan untuk
tungkai melalui vena punggung kaki dosis 1-1.2ml/kg. Analgesia tercapai dalam
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tidak enak atau nyeri pada
30
keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai
jarang dikerjakan, karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman
Anestesi Topikal
Yaitu teknik anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestesi
lokal pada daerah atau sekitar lokasi pembedahan yang menyebabkan hambatan
konduksi impuls aferen yang bersifat sementara. Adapun teknik pemberian anestesi
lokal yaitu:
b. Anestesi infiltrasi: tujuan teknik ini adalah untuk menimbulkan anestesi ujung
saraf melalui kontak langsung dengan obat. Cara anestesi ilfiltrasi yang sering
digunakan yaitu blokade melingkar (Ring Block). Dengan cara itu, obat
Obat anestesi lokal terbagi 2 yaitu golongan ester yang meliputi cocaine, benzocaine,
ametocaine, tetracaine, dan chlorocaine dan golongan amida yang meliputi lidocaine,
levobupicaine.
sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di Recovery Room
1. Aldrete Score
Aldrete score adalah suatu penilaian pasca anestesi di ruang pulih sebagai
kriteria pemindahan atau pengeluaran pasien. Aldrete score dinilai saat pasien massuk
ruang pulih dan selanjutnya dilakukan penilaian setiap saat dan dicatat setiap 5 menit
sampai tercapai nilai total >8. Nilai total untuk pengiriman pasien adalah >8.
b. Pernapasan : dapat bernapas dalam dan batuk (2), dangkal namun pertukaran udara
c. Sirkulasi : tekanan darah menyimpang <20% dari normal (2), tekanan darah
menyimpang 20-50 % dari normal (1), tekanan darah menyimpang >50% dari
normal (0)
32
d. Kesadaran : sadar, siaga dan orientasi (2), bangunnamun cepat kembali tertidur
Steward score adalah suatu penilaian pasca anestesi pada anak di ruang pulih
a. Pergerakan : gerak bertujuan (2), gerak tak bertujuan (1), tidak bergerak (0)
b. Pernafasan : batuk, menangis (2), pertahankan jalan nafas (1), perlu bantuan (0)
c. Kesadaran : menangis (2), bereaksi terhadap rangsangan (1), tidak bereaksi (0)
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2009.
2. Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC; 2010.
3. Morgan, Edward. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill
Companies; 2006.
4. Muhamin M, Thaib MR, Sunarto S. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI; 2004.
5. Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC; 1994.
6. Redjeki IS. Perioperative Goals Directed Therapy. Jurnal Anestesi Operatif. 2013;
1(1): 1-2.
7. E-medicine. General Anesthesia. [Online]; 2012 [Cited 2014 March 14]. Available
from:http//www.emedicine.medscape.com/article/1271543.html