PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok sirkulasi adalah ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga
jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran, terutama
karena terlampau sedikitnya oksigen dan zat makanan lainnya yang dikirimkan ke
sel-sel jaringan (Guyton dan Hall, 2008). Syok sangatlah berpotensi mematikan,
dan potensi mematikan tersebut, kurang lebih didasari oleh faktor sel dan jaringan
dimana kesehatan dari kedua komponen di atas, tidak hanya bergantung pada
sirkulasi yang utuh untuk mengirimkan oksigen dan membuang sisa metabolisme
lainnya, tetapi juga bergantung pada homeostasis cairan normal. Perlu ditekankan
bahwa homeostasis mencakup pemeliharaan keutuhan dinding pembuluh darah
serta tekanan maupun osmolaritas intravaskular dalam kisaran fisiologis tertentu,
dan dalam hal inilah potensi mematikan dari syok sangat menonjol (Robbins dkk,
2007).
Secara umum, syok sirkulasi dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar, yakni; (1)
syok hipovolemik, adalah syok yang disebabkan oleh hilangnya volume darah atau
plasma, (2) syok kardiogenik, yakni syok yang dikaitkan dengan kegagalan pompa
miokard, (3) syok obstruktif, berupa kondisi syok yang disebabkan karena adanya
obstruksi aliran darah extrakardium, seperti yang terlihat pada pemasangan
tamponade jantung, dan (4) syok distributif, yakni syok yang ditandai dengan
adanya proses yang hiperdinamis, seperti vasodilatasi vaskular. Masing-masing dari
keempat tipe syok di atas memiliki potensi untuk menimbulkan kematian, dan salah
satu yang sering ditemukan dalam dunia medis adalah syok distributif (Hinshaw &
Hox, 1972).
Syok distributif merupakan kondisi syok yang terjadi karena menurunnya
tahanan vaskular sistemik akibat adanya vasodilatasi.Contoh klasik dari syok
distributif adalah syok septik, akantetapi, keadaan vasodilatasi akibat faktor lain
juga dapat menimbulkan syokdistributif, seperti pacuan panas (heat stroke),
anafilaksis, syok neurogenik, dansystemic inflamatory response syndrome (SIRS).
Syok septik merupakankomplikasi umum yang dijumpai pada praktik medis dan
dilaporkan sebagai penyebab kematian paling sering pada unit perawatan intensif
1
nonkoroner di Amerika Serikat. Sehubungan dengan fakta ini, seorang klinisi
diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai terkait fenomena syok distributif
baik dari segi etiologi, patofisiologi, tatalaksana maupun aspek-aspek terkait
lainnya sehingga dalam praktiknya, dapat diberikan terapi yang tepat mengingat
kematian adalah konsekuensi yang paling ditakutkan terjadi (Fuentes, 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu syok distributes dan syok obstruktif ?
2. Apa penyebab dari syok distributive dan syok obstruktif?
3. Apa saja tanda dan gejala dari syok distributive dan syok obtruktif?
4. Bagaimana patifisiologi dari syok distributive dan syok obtruktif ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari syok distributive dan syok obstruktif?
6. Bagaimana pengkajian dari syok distributive dan syok obstrukstif?
7. Apa saja diagnose dari syok distributive dan syok obstruktif?
8. Bagaimana intervensi dari syok distributive dan syok obstruktif?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa ituk syok distributive dan syok obtruktif.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu syok distributes dan syok obstruktif.
b. Mahasiswa dapat mengetahu apa penyebab dari syok distributive dan syok
obstruktif.
c. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala dari syok
distributive dan syok obtruktif.
d. Mahasiswa dapat dapat menjelaskan tentang patifisiologi dari syok
distributive dan syok obtruktif.
e. Mahasiswa dapat mengetahui cara penatalaksanaan dari syok distributive
dan syok obstruktif.
f. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengkajian dari syok distributive dan
syok obstrukstif.
2
g. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja diagnosa dari syok distributive dan
syok obstruktif.
h. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi dari syok distributive dan syok
obstruktif.
D. Manfaat
1. Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta
wawasan penulis mengenai syok distributive dan syok obstruktif.
2. Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang syok distributif dan komponen
yang ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya syok distributifdan syok
obtruktif.
3. Dapat menambah bahan bahan pustaka institusi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syok Distributif
1. Konsep Medis
a. Definisi
Syok adalah salah satu kondisi klinis yang paling sering didiagnosis,
tetap saja kompleksitasnya masih sulit dipahami hingga saat ini.Bahkan
definisi yang paling memadai untuk menjelaskannya masih kontroversial
terutama karena presentasi variabel dan etiologinya yang memang sangat
multifaktorial (Cheatham, 2003).
Syok distributif diartikan sebagai maldistribusi aliran darah oleh karena
adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara
efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan (Kamus Dorland,
2006).Seperti halnya tipe kolaps kardiovaskular lainnya, syok distributif
juga dikarakterisasi oleh perfusi jaringan yang inadekuat, dengan
manifestasi klinis berupa perubahan kondisi mental, takikardi, hipotensi,
maupun oliguria (Weil, 2007).
Dalam definisi yang lebih kompleks, syok distributif dikaitkan dengan
perubahan resistensi pembuluh darah ataupun akibat perubahan
permeabilitasnya, dimana faktor inilah yang mencetuskan terjadinya
hipoperfusi sistemik. Perubahan-perubahan tersebut langsung
mempengaruhi distribusi volume darah yang beredar secara efektif untuk
kebutuhan jaringan tubuh, sehingga sebagai dampaknya akan muncul
hipotensi, diikuti dengan gangguan perfusi jaringan serta hipoksia sel.
Meskipun efek hipoksik dan metabolik akibat hipoperfusi pada mulanya
hanya menyebabkan jejas sel secara reversibel, syok yang terus terjadi pada
akhirnya akan mengakibatkan jejas jaringan secara ireversibel dan dapat
berpuncak pada kematian pasien (Robbins dkk, 2007).
Ada berbagai penyebab dari syok distributif. Beberapa di antaranya
adalah sepsis, SIRS, kegagalan tonus vasomotor dan reaksi anafilaksis.
Syok septik adalah bentuk paling umum dari syok distributif dengan angka
4
kematian yang cukup besar.Sama halnya dengan sepsis, systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) yang merupakan kondisi inflamasi
sistemik, juga menjadi penyebab kematian tersering di negara barat
khususnya Amerika Serikat (Sudoyo et al, 2009). Anafilaksis dan kegagalan
tonus vasomotor adalah pencetus lain dari syok distributif. Namun
demikian, semua faktor di atas cukup adekuat untuk memicu berbagai reaksi
berantai dalam tubuh yang bila dibiarkan berlanjut tanpa terapi, akan
menimbulkan konsekuensi yang sifatnya fatal bagi pasien (Duane, 2008).
b. Etiologi Syok Distributif
Karena syok biasanya disebabkan oleh curah jantung yang tidak
adekuat, maka setiap keadaan yang menurunkan curah jantung jauh di
bawah normal akan sangat mungkin menyebabkan syok (Guyton & Hall,
2008). Namun demikian, faktor tersebut tidak selamanya berlaku mengingat
dalam mekanismenya, syok distributif mencakup dinamika yang lebih
kompleks.
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel, karena itu, kondisi-
kondisi yang menempatkan pasien pada resiko-resiko di atas tergolong
sebagai etiologi dari syok distributif itu sendiri (Robbins dkk, 2007).
Tabel 2.1. Etiologi Syok Distributif Berdasarkan Bentuk-Bentuknya
Variasi Syok Distributif Etiologi Pencetus
5
TSS dapat dipicu oleh Streptococcus pyogenes (Sharma,
eksotoksin/enterotoksin 2006).
yang dihasilkan oleh bakteri
Insufisiensi adrenal Autoimun (kurang lebih 70-90 kasus)
Infeksi (TBC, histoplasmosis, HIV,
syphilis)
Keganasan, seperti metastase dari
paru-paru, mamae, carcinoma colon,
melanoma, dan limfoma
Terapi glukokortikoid jangka lama
(mensupresi CRH)
Tumor pituitari/hipotalamus
Penyakit infeksi dan infiltrasi dari
kelenjar pituitari (sarkoid,
histiositosis, TB, dll)
Radiasi pituitari (Corrigan, 2006).
Syok Anafilaksis Obat-obatan :
Khususnya antibiotik seperti penisilin
dan sefalosporin,
Protein Heterolog :
Seperti racun serangga, makanan,
serbuk sari, dan produk serum darah
(Kanaparthi, 2012).
Heat Stroke Suhu tubuh yang meningkat melebihi
suhu kritis, dalam rentang 105o
sampai 108oF (Guyton & Hall, 2006).
Syok neurogenik Trauma/cedera ataupun karena
penggunaan zat anestesi pada medula
spinalis di segmen toraks bagian atas
(Cheatham, 2003).
6
c. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis syok distributif bergantung pada gangguan yang
ditimbulkan oleh pencetus, dan hal ini tidak hanya berlaku untuk syok
distributif melainkan juga untuk syok tipe lain. Pada kebanyakan kasus,
gambaran klinis dari syok distributif mencakup tanda-tanda berikut ini:
1) Perubahan pada status mental, mengacu pada tingkat kesadaran pasien
(apatis ataupun somnolen). Biasanya, tingkat kesadaran dapat
bervariasi menurut progresifitas syok saat itu juga. Seringkali saat syok
semakin berat, maka semakin buruk pula tingkat kesadarannya
2) Frekuensi jantung yang lebih dari 90 kali/menit (perlu dicatat bahwa
elevasi pada frekuensi jantung bukanlah pertanda adanya syok bila
pasien sedang dalam terapi beta-blocker
3) Hipotensi, dengan tekanan sistol yang kurang dari 90 mmHg atau
mengalami penurunan sebesar 40 mmHg dari standar normalnya
4) Meningkatnya frekuensi pernafasan hingga melebihi 20 kali/menit
(takipnea). Pada keadaan yang lebih berat, akan terlihat nafas cepat
dan dangkal akibat asidosis
5) Ekstremitas teraba hangat (akral hangat) dengan tekanan pulsasi
(tekanan sistol dikurangi diastol) yang meningkat, khususnya pada
tahap awal syok distributif
6) Hipertermia, jika suhu tubuh > 38,3oC atau 101oF
7) Hipotermia, dapat pula ditemukan jika temperatur turun hingga di
bawah 36oC atau 96,8oF
8) Hipoksia dan hipoksemia relatif yang dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi
maupun perfusi
9) Oliguria, yakni berkurangnya produksi urin. Normal rata-rata produksi
urin dewasa adalah 60 ml/jam (1/2-1 ml/kgBB/jam)
d. Patofisiologi
7
Upaya untuk menjelaskan patofisiologi dari syok telah mencapai
perkembangan yang signifikan setelah beberapa dekade terakhir
(Cheatham, 2003). Melalui serangkaian pengamatan, telah diketahui
bahwa semua tipe syok dikarakterisasi oleh gangguan perfusi, dan karena
sifat-sifat khasnya cenderung dapat berubah pada berbagai derajat
keseriusan, mekanisme syok kemudian dibagi lagi menjadi 3 tahapan
utama yaitu :
1) Tahap awal nonprogresif
Selama tahap ini, mekanisme kompensasi refleks akan diaktifkan
danperfusi organ vital dipertahankan sehingga pada akhirnya
menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar
2) Tahap progresif
Merupakan tahap yang ditandai hipoperfusi jaringan serta manifestasi
awal dari memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik
3) Tahap ireversibel
Muncul setelah syok telah jauh berkembang sedemikian rupa, yakni
ketika tubuh mengalami jejas sel dan jaringan yang sangat berat
sehingga meskipun semua bentuk terapi yang diketahui dilakukan
untuk memperbaiki gangguan hemodinamika pasien, pada
kebanyakan kasus tidak mungkin tertolong lagi (Guyton & Hall,
2008).
Tahapan di atas paling jelas dikenali pada syok hipovolemik, tetapi
lazim pula untuk bentuk syok lainnya. Namun demikian, meskipun
tahapan dari berbagai macam syok pada teorinya sama, di sisi lain
mekanisme yang terlibat dapat bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Dalam syok distributif, perfusi jaringan yang inadekuat disebabkan
oleh meningkatnya tahanan vaskular sistemik dengan peningkatan curah
jantung sebagai hasilnya (mekanisme kompensasi). Mula-mula perubahan-
perubahan ini dikarakterisasi oleh dinamika kontraktilitas, dilatasi dari
pembuluh darah perifer, serta dampak dari upaya resususitasi yang
dilakukan tubuh.
8
Sebagai contoh, di stadium awal syok septik terjadi penurunan darah
diastol, melebarnya tekanan pulsasi, akral hangat, dan berbagai efek lain
seperti terisinya kapiler dengan cepat karena vasodilatasi perifer. Tubuh
akan berusaha mengkompensasi kondisi ini dengan meningkatkan curah
jantung (cardiac output) sehingga pada stadium akhir syok septik,
kombinasi dari kurangnya kontraktilitas myokard yang bergabung dengan
hilangnya tonus (paralisis) pembuluh darah perifer akan menginduksi
penurunan perfusi organ. Sebagai hasilnya, terjadilah hipoperfusi dari
berbagai organ vital seperti otak, hepar, dan bahkan jantung.
Mengingat dalam syok distributif terdapat berbagai variasi (syok
septik, anafilaksis, neurogenik, TSS, dan SIRS) dan reaksi-reaksi yang
terlibat pun berbeda sesuai dengan kasusnya, maka pembahasan mengenai
patogenesis syok distributif berikut ini akan ditekankan pada bentuknya
masing-masing (Kanaparthi, 2012).
e. Penatalaksanaan Syok Distributif
Penatalaksanaan dalam syok distributif pada dasarnya sama dengan
syok lainnya. Karena termasuk kondisi gawat darurat, maka yang pertama
kali dilakukan adalah tatalaksana suportif untuk mencegah syok
berkembang ke tahap yang lebih buruk. Selanjutnya, tatalaksana akan
lebih diberatkan ke arah eliminasi etiologi, dimana tentunya akan
cenderung disesuaikan dengan faktor pencetus syok distributif itu sendiri
1) Tatalaksana suportif
Hal utama yang perlu diperhatikan di sini adalah konsekuensi dari
SIRS, sepsis, maupun bentuk syok distributif lainnya, yakni kegagalan
organ. Seiring berjalannya waktu, pasien SIRS/sepsis akan menerima
konsekuensi yang fatal apabila tidak mendapat terapi penunjang yang
tepat.
a) Oksigenasi
Terapi ini terutama diberikan apabila ditemukan tanda-tanda
pasien mengalami hipoksemia dan hipoksia berat.Dalam
tatalaksana hipoksemia dan hipoksia semua faktor yang
mempengaruhi baik ventilasi, perfusi, delivery dan penggunaan
9
oksigen perlu mendapat perhatian dan dikoreksi.Pada keadaan
hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu
segera dilakukan.
b) Terapi cairan
Hipovolemia pada syok distributif perlu segera diatasi dengan
pemberian cairan baik kristaloid (NaCL 0,9 % maupun ringer
laktat) maupun koloid. Kristaloid merupakan pilihan terapi awal
karena mudah didapatkan, tetapi perlu diberikan dalam jumlah
banyak.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Pada keadaan
albumin < 2 gr/dl koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi
eritrosit diperlukan pada keadaan pendarahan aktif atau bilamana
kadar hemoglobin rendah pada keadaan iskemia miokardial dan
renjatan septik. Kadar HB yang dicapai pada SIRS dipertahankan
di atas 8 hingga 10 g/dl. Namun pertimbangan kadar HB bukan
hanya berdasarkan kadar HB semata, melainkan juga keadaan
klinis pasien, sarana yang tersedia, serta keuntungan dan kerugian
pemberian transfusi.
c) Vasopresor dan Inotropik
Vasopresor diberikan apabila keadaan hipovolemik teratasi masih
ditemukan kondisi hipotensi.Terapi vasopresor diberikan mulai
dosis terendah secara titrasi untuk mencapai tekanan arteri rata-
rata (MAP) 60 mmHg, atau tekanan darah sistolik 90 mmHg.
Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8
mikrogram (mcg)/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit.
Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin dengan dosis
2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase.
d) Bikarbonat
Pada SIRS terjadi hipoperfusi dengan konsekuensi terjadinya
gangguan transpor karbondioksida dari jaringan, sehingga akan
10
terjadi penurunan pH sel ke tingkat yang sangat rendah. Secara
empirik bikarbonat dapat diberikan bila pH < 7,2 atau serum
bikarbonat < 9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki
keadaan hemodinamik.
e) Disfungsi renal
Gangguan fungsi renal pada syok distributif terjadi sebagai akibat
buruknya perfusi ke organ tersebut. Dopamin dosis renal (1-3
mcg/kg/menit) terbukti tidak menurunkan mortalitas, untuk itu
sebagai terapi pengganti dilakukan hemodialisis dan hemofiltrasi
kontinu.
f) Nutrisi
Kecukupan nutrisi berupa kalori, protein (asam amino), asam
lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini
mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak
memungkinkan baru diberikan secara parenteral. Pengendalian
kadar glukosa darah juga perlu dilakukan oleh karena berbagai
penelitian menunjukkan manfaatnya terhadap proses inflamasi
dan penurunan mortalitas.
g) Kortikosteroid
Beberapa penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa dengan
pemberian kortikosteroid dengan dosis fisiologis didapatkan
perbaikan syok dan disfungsi organ (Bone, 1992).
2) Kontrol Kausa
Hal terpenting dalam tatalaksana Syok distributif adalah
menghilangkan faktor presipitasi dan penyebab atau sumber infeksi
(khususnya sepsis).
a) Antibiotik
Usaha mencari pathogen penyebab infeksi harus dilakukan
maksimal, termasuk kultur darah dan cairan badan, pemeriksaan
serologi dan aspirasi perkutan. Pemberian antimikroba yang tepat
pada awal perjalanan penyakit infeksi akan memperbaiki
11
prognosis dan bersama-sama dengan pencegahan infeksi sekunder
serta penyakit nosokomial akan menurunkan insiden MODS.
b) Pembedahan
Umumnya dilakukan pada tatalaksana SIRS yang disebabkan oleh
trauma.Sumber dari respon inflamasi tidak selalu jelas, kadang-
kadang diperlukan pembedahan eksplorasi terutama bila dicurigai
sumber inflamasi berasal dari intra-abdomen.
c) Kontrol kausa lainnya
Faktor-faktor lain seperti burns (luka bakar) dan trauma disertai
fraktur dapat memicu respon inflamasi sistemik. Untuk itu, fiksasi
patah tulang yang lebih dini, debridemen luka bakar, reseksi usus
yang iskemik atau jaringan mati serta pengasatan pus perlu
dilakukan untuk mengontrol penyebab SIRS (Bone, 1992).
3) Terapi inovatif
a) Modulasi imun
Penelitian berskala besar dengan pemberian antibodi monoklonal
serta obat-obatan lain yang bertujuan untuk memanipulasi sistem
imun menunjukkan tidak adanya penurunan presentasi mortalitas
pasien-pasien Sepsis.
b) Inhibitor NO
Dari penelitian terbukti pemberian inhibitor NOS bahkan
meningkatkan mortalitas. Di masa mendatang mungkin inhibitor
yang selektif terhadap iNOS mempunyai peranan dalam
tatalaksana MODS
c) Filtrasi darah
Hemofiltrasi volume tinggi (2-6 filtrasi/jam) mungkin dapat
menyaring sitokin-sitokin dan mediator inflamasi lainnya dan
mengeluarkannya dari jaringan.
d) Manipulasi kaskade pembekuan darah
Pemberian terapi ini menghasilkan penurunan mortalitas pada
pasien sebesar 6% (Bone, 1992).
f. Komplikasi
12
1) Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
2) Bronkospasme persisten
3) Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
4) Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
5) Kerusakan otak permanen akibat syok.
6) Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
7) Kemungkinan rekurensi di masa mendatang dan kematian. (Michael I.
Greenberg, Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan, Hal. 24).
13
Pathway Syok Neurogenik
Lumpuhnya Penekanan
Perfusi ke neurogenik venus
Vasokonstriksi sfingter venomotor
otak
Nadi pembuluh perkapiler
berkurang
darah
Volume
sirkulasi darah
tidak efektif
Sinkop
Syok
neurogenik
14
Deficit hilangnya kontrol Hilangnya tonus Pengumpulan
neurogeni saraf simpatis simpatik darah di arteriol,
k terhadap tahanan vena dan kapiler
vaskular
quadriplegi paraplegi Vasodilatasi
a a perifeal ↓ Kulit Kulit merah,
Vasodilatasi hangat vasokonstriks
i kulit
Tidak sadar Menghambat
Dilatasi Dilatasi respon
vena arteri baroreseptor
Resiko Hipertermi
cedera
darah akan Tonus pemb. Kegagalan
tertahan dan darah perifer termoregulasi
tidak kembali ↓
bermuara ke
dalam vena
Perfusi
Jaringan ↓
Venous return
↓, SV ↓
CO ↓
MAP ↓
TD ↓
15
Pathway Syok Anafilaktik
Allergen
(Antibiotik, makanan, bisa binatang, lateks )
Reaksi antibody
SYOK ANAFILAKTIK
16
PATHWAY SYOK SEPTIK
Bakteri (mikroorganisme)
endotoksin eksotalmus
Sitoksin, akutrofil
Perubahan biokimia
dan imun
inflamasi Anti inflamasi
Kompensasi
tubuh
G3 seluler berbagai
organ
takikardi,
takipnea
Disfungsi
Gangguan Pola Paru2 endotel
Napas
Kenaikan suhu tubuh
O2 yg tdk
adekuat
Hipertermi Volume darah
dalam otot
Kompensasi
jantung
tubuh Hipo perfusi jar
menurun
Sesak Penurunan
takipnea
(takipnea) Curah Jantung
Gangguan Perfusi
Jaringan
17
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian umum
a) Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun Gelisah, ansietas,
tekanan darah menurun
b) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi) Tekanan darah
sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c) Tekanan kanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik
akhir diastolik,
d) Peningkatan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm
e) Peningkatan tekanan pengisisan ventrikel kanan adanya distensi
vena jungularis, peningkatan CVP (tekanan > 15 cm
f) Takikardi nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
g) Terdapat bunyi golap S 3, S $, dan murmur
h) Distress pernapasan atakipnea, ortopnea, hipoksia
i) Perubahan tingkat kesdaran, apatis, latergi, semicoma, coma
j) Perubahan kulit pucat, dingin lembab, sianosis
k) Perubahan suhu tubu subnormal, meningkat
l) Sangat kehausan
m) Mual muntah
n) Status ginjal haluaran urin dibawah 20 ml/jam,kreatinin serum
meningkat, nitrogen urea serum meningkta
o) Perubahan EKG, perubahan iskemi,distrimia, fibrilasi ventrikel
p) Nyeri dada, nyeri abdominal
2) Pengkajian Primer
a) Airway
Yakinkan kepateann jalan napas
Berikan alat bantu napas jika perlu
Jika terjadi penurunan fungsi segera kontak ahli anastesi dan
bawa segera ke ICU
18
b) Breathing
Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 x/mnt merupakan gejala
yang signifikan
Kaji saturasi oksigen
Periksa gas darah arteri untuk menkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
Berikan 100% oksigen melaluinonrenbreathing mask
Auskultasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi didada
Periksa foto toraks
c) Circulation
Kaji denyut jantung >100x/mnt merupakan tanda signifikan
Monitor tekanan darah
Periksa waktu pengisian kapiler
Pasang infus dengan menggunakan canul yang besar
Berikan cairan colloid-gelofusin atau haemmacel
Pasang kateter
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
Catat temperature kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36oC
d) Disability
Bigung merupakan salah satu tanda pertama pada asien sepsis
padahal sebelumnya tidaka da masalah (sehat atau baik) kaji tingkat
kesdaran menggunakan AVPU
e) Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntukan dan sumber infeksi lainnya.
3) Pengkajian Sekunder
a) Aktivitas dan istrahat
Subjektif :menurunnya tenaga&kelelahan dan insomnia
b) Sirkulasi
Subjektif
19
Riwayat pembedahan jantung,fenomena embolik (darah, udarah,
lemak)
Objektif :
Tekanan darah bias ormal dan meningkat, hipotensi terjadi pada
stadium lanjut
Heart rate: takikardi bias terjadi
Bunyi jantung : normal pada faseawal, S2 (kompinen pulmonic)
dapat terjadi distrimia tetapi ECG sering menunjukan normaml
Kulit dan membrane mukosa : mungkin pucat, dingin, sianosis
bias terjadi (pada stadium lanjut)
c) Integritas ego
Subjektif ; keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Objektif : agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental
d) Makanan dan cairan
Subjektif ;kehilangan selera makan, nausea
Objektif ;formasi edema/perubahan beratbadan, hilang/melemahnya
bowel sound
e) Neurosensory
Subjektif atau objektif : gejala trauma kepala,kelemahan mental,
disfungsi motoric
f) Respirasi
Subjektif :riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmonal
diffuse, kesulitan bernapasakut atau kronis
Onjektif ; rapid, swallow, grunting
g) Rasa aman
Subjektif: adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfuse
darah, episode anaplastic
h) Seksualitas
Subjektif atau objektif ; riwayat kehamilan dengan komplikasi
eklamsia.
b. Diagnosa Keperawatan
20
1) Ketidakefektifan pola napas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, edema paru.
2) Penurunan curah jantung b.d afterload dan preload.
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d cardiac output yang tidak
mencukupi.
4) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya sekret pada jalan napas.
5) Hipetermi b.d
c. Intervensi
No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
21
Penurunan kapasitasvital suara napas abnormal) Catat adanya fluktuasi
Dyspnea TTV dalam rentang normal. tekanan darah
22
Batasan Karakteristik: Batasan Karakteristik: kardiovaskuler
Monitor status pernafasab
Perubahan frekuensi/irama Perubahan frekuensi/irama
yang menandakan gagal
jaantung jaantung
jantung
Aritmia Aritmia
Monitor abdomen sebagai
Bradikardi,takikardi Bradikardi,takikardi
indikator penurunan perfusi
Perubahan EKG Perubahan EKG
Monitor balance cairan
Palpitasi Palpitasi
Monitor adanya perubahan
Perubahan preoad Perubahan preoad
tekanan darah
Penurunan tekanan Penurunan tekanan vena
Vital sign monitoring :
vena central central
Monitor TD, nadi dan RR
Penurunan tekanan Penurunan tekanan arteri
Catat adanya fluktuasi
arteri paru paru
tekanan darah
Edema, keletihan Edema, keletihan
Monitor vital sign saat
Peningkatan CVP Peningkatan CVP
pasien duduk, berbaring
Distensi vena Distensi vena jungularis
dan berdiri
jungularis Murmur
Monitor TD, nadi, RR
Murmur Peningkatan BB
sebelum, selam dan
Peningkatan BB Perubahan afterload
sesudah aktivitas
Perubahan afterload Kulit lembab
Monitor kualitas dari nadi
Kulit lembab Penurunan nadi perifer
Monitor frekuensi dan
Penurunan nadi perifer Penurunan resistensi
irama nafas
Penurunan resistensi vaskuler paru
Monitor suara paru
vaskuler paru Penurunan resistensi
Monitor pola pernafasan
Penurunan resistensi vaskuler sistemik
abnormal
vaskuler sistemik Dispea
Monitor suhu, warna dan
Dispea Peningkatan PVR
kelembapan kulit
Peningkatan PVR Peningkatan SVR
Monitor sianosis perifer
Peningkatan SVR Oliguria
Monitor adanya chusing
Oliguria Pengisian kapiler
triad (tekanan nadi yang
Pengisian kapiler memanjang
melebar, bradikardi,
memanjang Perubahan warna kulit
peningkatan sistolik)
Variasi pada pembacaan
23
Perubahan warna kulit tekanan darah Identifikasi penyebab dari
Variasi pada Perunahan ontraktilitas perubahan vital sign
pembacaan tekanan Batuk, crackle
darah Penurunan indeks jantung
Perunahan ontraktilitas Penurunan fraksi injeksi
Batuk, crackle Ortopnea
Penurunan indeks Dyspnea proksimal nuktural
jantung Bunyi S 3 dan bunyi S 4
Penurunan fraksi
injeksi
Ortopnea
Dyspnea proksimal
nuktural
Bunyi S 3 dan bunyi S
4
24
di ekstremitas 15 mmHg) analgetik
Waktu pengisian kapiler Monitor adanya
Mendemonstrasikan kemampuan
>3 detik trombiplebitis
kognitif yang ditandai dengan ;
Klaudikkasi Diskusukan mengenai
Warna tidak kembali Berkomunikasi dengan jelas perubahan sensori.
ketungkasi saat tungkasi dan sesuai dengan
diturunkan kemampuan
Nyeri ekstremitas
Bruit femoral
Pemendekan jarak total
yang ditempuh dalam uji
berjalan 6 menit
Pemendekan jarak bebas
nyeri yang ditempuh
dalam uji berjalan
6menit
Perestesia
Warna kulit pucat saat
elevasi
25
mempertahankan dan sianosis. suction
kebersihan jalan napas. Menunjukkan kepatenan jalan Infirmasikan kepada klien
Batasan Krakteristik: nafas. dan keluarga tentang
Saturasi o2 dalam batas suction
Tidak ada batuk
normal. Minta kliean napasdalam
suara napas tambahan
Foto thorak dalam batas sebelum suction dilakukan
perubahan ferekuensi
normal. Beriakan oksigen dengan
napas
menggunakan nasal untuk
perubahan irama naps
memfasilitasi
sianosis suctionnasotrakeal
kesulitan berbicara atau Gunakan alat steril setiap
mengeluarkan suara melakukan tindakan
penurunan bunyi napas Anjurkan pasien untuk
dyspea istrahat dan napas dalam
sputum dalam jumlah setelah kateter dikeluarkan
yang berlebhan dari naso trakeal
batuk yang tidak efektif Monitor status oksigen
ortopnea pasien
Airway Management
26
Posisikan pasien untuk
memasimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
buatan
Pasang mayo bilaperlu
Lakuakan fisoterapi dada
jika perlu
Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara napas catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan brongkadilator
biala perlu
Berikan pelembab udara
kasa basa NaCl lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbnagan
Monitor respiarsi dan status
oksigen
27
Takikardi Monitor intake dan output
Takipnea Berikan antipiretik
Kulit terasahangat Kolaborasi antibiotik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa.
Kompres pasien padaaxsila
dan lipatan paha
Tibgkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk
enjegah terjadinya
menggigil
Temperatur Regulation
Monitor suhu minimaltiap
2 jam
Rencanakan monitoring
suhu secra kontinu
Monitor TD, nadi dan RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermia dan hipotermia
Tingkatan intake cairan
dan nutrisi
Selimiti pasiien untuk
mencegah kehilangan
kehangatan tuubuh
Ajarkan pad apsien cara
menjega keletihan akibat
28
panas
Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negative dari
kedinginan
Beritahuakan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
imergensi yang diperlukan
Ajarkan indikasiadri
hipotermi dan penangan
yang diperlukan
29
B. Syok Obtruktif
1. Konsep Medis
b. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah
arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan.Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama
yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah
satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah
jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi
perifer meningkat. Jika hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut,
hipoperfusi mengakibatkan asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan
arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan otot jantung (Mansjoer,
1999).
Syok obstruktif merupakan gangguan kontraksi jantung akibat dari
luar atau gangguan aliranbalik menuju jantung terhambat, akibatnya
berkurangnya preload sehingga Cardiac output berkurang.
Syok obstruktif adalah syok yang terjadi karena sumbatan pembuluh
darah baik karena tromboemboli paru maupun karena tamponade jantung.
Syok obstruktif adalah syok yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah sentral baik arteri maupun vena di mana tidak terdapat
system kolateral.
c. Etiologi
Syok obstruktif terjadi akibat aliran darah dari ventrikel mengalami
hambatan secara mekanik, diakibatkan oleh gangguan pengisian pada
ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan
penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi vena cava,
emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya :
tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma.
30
1) Emboli Paru (Pulmonary Embolism)
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-
paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli
bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya
menyumbat pembuluh darah.
2) Tamponade Jantung
Tamponade jantung yaitu pengumpulan cairan di dalam kantong
jantung (kantong perikardium, kantong perikardial), yang
menyebabkan penekanan terhadap jantung dan kemampuan memompa
jantung. Tamponade jantung terjadi secara mendadak jika begitu
banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat berdenyut
secara normal. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya
merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan
bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak.
Dasar kelainan :terkumpulnya banyak cairan dalam kavum perikard.
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat
penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan
penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik
(Dharma, 2009 : 67).Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan
tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan
untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang
bertambah tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).
d. Manifestasi klinis
1) Gejala Obyektif
a) Pernapasan cepat & dangkal
b) Nadi capat dan lemah
c) Akral pucat, dingin & lembab
31
d) Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung Pandangan hampa &
pupil melebar
2) Gejala Subyektif
a) Mual dan mungkin muntah
b) Rasa haus
c) Badan lemah
d) Kepala terasa pusing
3) Derajat syok
a) Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital
seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif
dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak
terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun,
asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
b) Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati,
usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapatmentoleransi hipoperfusi
lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis
metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
c) Syok Berat
Perfusi kejantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua
organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan
kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal,
curah jantung menurun).
e. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik,
2000):
32
1) Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak
dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang
vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi
dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak
dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan
peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau
aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan
tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
2) Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu
mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan
adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu
berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous
return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran
darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini
dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi
koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation).
33
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa
usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata,
integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi
juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan
timbunan asam karbonat di jaringan.
3) Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga
tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak
mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul
edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
f. Penatalaksanaan
Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau terlenntang dengan
kaki ditinggikan.Untuk syok yang tidak terdiagnosis :
1) Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat
2) Pasang akses ke intravena
3) Mengembalikan cairan
4) Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam
g. Komplikasi
1) Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
34
2) Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
3) DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan
kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan
jenjang koagulasi.
Pathways
Syok obstruktif
Hiperventilasi
35
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Mencakup Nama, umur Jenis Kelamin alamat, pekerjaan pendidikan
agama dll.
2) Riwayat kesehatan
Biasanya pasien datang dengan kondisi cedera tumpul atau cedera
tembus pada dada, leher punggung atau perut, perbaikan pada lesi
jantung, dispnea, cemas, nyeri dada, lemah
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit jantung, penyakit infeksi
dan neoplastik, penyakit ginjal
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Menjelaskan tentang penyakit yang pernah atau sedang dialami
anggota keluarga
5) Pemeriksaan fisik
a) Airway :Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
b) Breathing - Takipnea - Tanda Kusmaul : peningkatan tekanan
vena saat inspirasi ketika bernafas spontan
c) Circulation - takikardi, - peningkatan volume vena intravaskular. -
pulsus paradoksus >10mmHg, TD <30mmHg, tekanan sistolik
<100mmHg, - pericardial friction rub, - pekak jantung melebar, -
Trias classic beck berupa (distensis vena leher, bunyi jantung
melemah / redup dan, hipotensi didapat pada sepertiga penderita
dengan tamponade. - tekanan nadi terbatas, - kulit lembab, bibir,
jari tangan dan kaki sianosis,
d) Disability - Penurunan tingakat kesadaran
e) Exposure - Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
f) Five Intervensi - Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung -
EKG menunjukkan electrical alternas/ amplitude gelombang
P&QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya. -
Echocardiografi adanya efusi pleura.
36
g) Give Comfort - Tidak terdapat tanda dan gejala
h) Head to Toe - Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis. - Leher :
peninggian vena jugularis. - Dada : ada jejas trauma tajam dan
tumpul di daerah dada, tanda kusmaul, takipnea, bunyi jantung
melemah / redup dan pekak jantung melebar. - Abdomen dan
pinggang : tidak ada tanda dan gejala. - Pelvis dan Perineum :
tidak ada tanda dan gejala. - Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari
tangan dan kaki sianosis.
i) Inspeksi Back / Posterior Surface - Tidak ada tanda dan gejala.
b. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
2) Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup
c. Intervensi
No Dignosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
37
semenit lips) Atur peralatan oksigenasi
Penurunan kapasitasvital Menunjukan jalan napas Monitor aliran oksigen
Dyspnea yang paten (klien tidak Pertahankan posisi pasien
38
Ketidakseimbangan darah Circulation status Catat adanya disritmia
yang dipompa oleh jantung Vital sign status jantung
untukmemenuhi kebutuhan Batasan Karakteristik Catat adanya penurunan
metabolic tubuh Tanda vital dalam rentang cardiac output
39
Oliguria Monitor sianosis perifer
Pengisian kapiler Monitor adanya chusing
memanjang triad (tekanan nadi yang
Perubahan warna kulit melebar, bradikardi,
Variasi pada pembacaan peningkatan sistolik)
tekanan darah Identifikasi penyebab dari
Perunahan ontraktilitas perubahan vital sign
Batuk, crackle
Penurunan indeks
jantung
Penurunan fraksi injeksi
Ortopnea
Dyspnea proksimal
nuktural
Bunyi S 3 dan bunyi S 4
BAB III
PENUTUP
40
A. Kesimpulan
Syok adalah salah satu kondisi klinis yang paling sering didiagnosis, tetap saja
kompleksitasnya masih sulit dipahami hingga saat ini.Bahkan definisi yang paling
memadai untuk menjelaskannya masih kontroversial terutama karena presentasi
variabel dan etiologinya yang memang sangat multifaktorial (Cheatham, 2003).
Syok sirkulasi adalah ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga
jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran, terutama
karena terlampau sedikitnya oksigen dan zat makanan lainnya yang dikirimkan ke
sel-sel jaringan (Guyton dan Hall, 2008). Syok sangatlah berpotensi mematikan, dan
potensi mematikan tersebut, kurang lebih didasari oleh faktor sel dan jaringan
dimana kesehatan dari kedua komponen di atas, tidak hanya bergantung pada
sirkulasi yang utuh untuk mengirimkan oksigen dan membuang sisa metabolisme
lainnya, tetapi juga bergantung pada homeostasis cairan normal. Perlu ditekankan
bahwa homeostasis mencakup pemeliharaan keutuhan dinding pembuluh darah serta
tekanan maupun osmolaritas intravaskular dalam kisaran fisiologis tertentu, dan
dalam hal inilah potensi mematikan dari syok sangat menonjol (Robbins dkk, 2007).
Secara umum, syok sirkulasi dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar, yakni; (1)
syok hipovolemik, adalah syok yang disebabkan oleh hilangnya volume darah atau
plasma, (2) syok kardiogenik, yakni syok yang dikaitkan dengan kegagalan pompa
miokard, (3) syok obstruktif, berupa kondisi syok yang disebabkan karena adanya
obstruksi aliran darah extrakardium, seperti yang terlihat pada pemasangan
tamponade jantung, dan (4) syok distributif, yakni syok yang ditandai dengan
adanya proses yang hiperdinamis, seperti vasodilatasi vaskular. Masing-masing dari
keempat tipe syok di atas memiliki potensi untuk menimbulkan kematian. (Hinshaw
& Hox, 1972).
B. Saran
Syok merupakan suatu bentuk kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan
cepat dan segera, sehingga korban ataupun pasien dapat terselamatka jiwanya. Oleh
karena itu, keahlian dan keterampilan tenaga medis dalam penangan syok sangatlah
diperlukan.
41
42
DAFTAR PUSTAKA
Bakta I Made., Suastika I Ketut. 1987. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam .
Jakarta : EGC
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell
Duane lynn, 2008. Types of Shock. Diakses dar iwww.mnhealthandmedical.com
Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6, vol. 2, trans.
Sumarwati, M. dkk., EGC: Jakarta.
Huether.McCance&Brashers.Rote.Understanding Patophysiology. 2008. Missouri:
Mosby
Guyton, Arthur C. 1997.buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : ECG
Judith M. Wilkinson.dan Nancy R.Aherm. 2012. Diagnosa Keperawatan Nanda NIC-
NOC. Jakarta : EGC
Mansjoer, 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ke-3 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
Urden, lindaD.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir
43