Anda di halaman 1dari 41

BAB II

LANDASAN TEORITIS TENTANG KECEMASAN DAN AL-QURAN

A. Pemahaman Umum tentang Kecemasan


1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan
kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan
dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh.1 Dalam
definisi lain, kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas,
kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam
batas-batas normal.2
Menurut Bachtiar Lubis, kecemasan adalah penghayatan
emosional yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan antisipasi
malapetaka yang akan datang. Tingkatannya bervariasi dari perasaan
cemas dan gelisah yang ringan sampai ketakutan yang amat berat. Dapat
dibandingkan dengan perasaan takut dan terancam, tetapi seringkali tanpa
adanya alasan atau penyebab yang sepadan.3
Sementara itu, menurut Hanna Djumhana mendefinisikan
kecemasan sebagai ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi.
Perasaan cemas muncul apabila seseorang berada dalam keadaan diduga
akan merugikan dan mengancam dirinya, serta merasa tidak mampu
menghadapinya. Dengan demikian, rasa cemas sebenarnya suatu
ketakutan yang diciptakan oleh diri sendiri, yang dapat ditandai dengan
selalu merasa khawatir dan takut terhadap sesuatu yang belum terjadi.4

1
Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, terjm. Sari Narulita dan Miftakhul
Jannah, (Jakarta : Gema Insani, Cet. I, 2005), hlm. 512
2
Dadang Hawari, Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, (Jakarta : FK UI, 2001), hlm.
19
3
Bachtiar Lubis, Pengantar Psikiatri Klinik, (Jakarta : Gaya Baru, 1993), hlm. 78
4
Hanna Djumhana Bustaman, Integrasi Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi
Islami, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2001), hlm. 156
Kartini Kartono juga menjelaskan bahwa kecemasan adalah
semacam kegelisahan-kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang
tidak jelas yang difus atau baur, dan mempunyai ciri yang mengazab pada
seseorang, maka kalau merasa gamang khawatir terhadap sesuatu yang
jelas, seperti pada harimau atau orang gila mengamuk sehingga hal itu
disebut takut. Kata cemas sering diganti dengan kata takut5 dalam arti
khusus, yaitu takut akan hal yang objeknya kurang jelas. Akan tetapi,
dalam arti kejiwaan atau psikis, cemas mempunyai pengertian yang
berkaitan dengan penyakit dan gangguan kejiwaan atau keadaan perasaan
yang campur baur terutama dalam kondisi tertekan.6
Berkaitan dengan definisi di atas, dalam buku “Oxford Dictionary
of Psychology” menjelaskan bahwa anxiety is a state of uneasiness, a
companied by disphoria and somatic signs and symptom of tension,
focused on apphrehension of possible failure, misfortune, or danger,7
(kecemasan adalah suatu bentuk kegelisahan/kekhawatiran yang disertai
dengan gejala disforia,8 gejala somatik, dan ketegangan yang berfokus
pada ketakutan, atau adanya bahaya yang mengancam).
Ada definisi lain tentang kecemasan yang lebih difokuskan dalam
4 hal, yaitu :
1. Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai
masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
2. Suatu bentuk rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat ringan.
3. Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap.
4. Suatu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang
dipelajari pada peristiwa adanya rangsang bersyarat (respon

5
Takut (fear : ketakutan, kekhawatiran) merupakan suatu reaksi emosional yang kuat,
mencakup perasaan yang subyektif penuh ketidaksenangan, agitasi, dan keinginan untuk
melarikan diri atau bersembunyi. Ketakutan ini merupakan satu reaksi terhadap satu bahaya
khusus yang tengah dihadapi. Dan beberapa istilah lain seperti fear, anxiety (kegelisahan,
kekhawatiran), dan phobia/fobia, dipakai sebagai sinonim.
6
Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 : Gangguan-gangguan Kejiwaan, (Jakarta : CV.
Rajawali, Cet. III, 2003), hlm. 129
7
Andrew M. Colman, Oxford Dictionary of Psychology, (New York : Oxford University
Press, 2003), hlm. 46
8
Disforia (dysphoria) adalah depresi yang disertai dengan kecemasan
terkondisioner), biasanya pada peristiwa kejutan atau shock,9 subjek
binatang yang memperlihatkan tingkah laku yang membuktikan
adanya kecemasan, termasuk antara lain : terkencing-kencing,
terberak-berak, usaha kabur melarikan diri menjauhi aparat, dan lain-
lain.10
Berbeda dengan Spielberger yang memberikan pengertian tentang
kecemasan sebagai sebuah kondisi emosi yang tidak menyenangkan yang
dicirikan oleh perasaan-perasaan tegang, ketakutan dan kekhawatiran yang
subyektif, dan dipengaruhi oleh sistem syaraf otonom. Untuk lebih mudah
memahami tentang kecemasan, ia membedakan antara state dan trait
anxiety (kecemasan). Trait anxiety merupakan kecemasan yang tidak
langsung nampak didalam tingkah laku, tapi dapat dilihat dari frekuensi
dan intensitas keadaan kecemasan individu sepanjang waktu. State anxiety
merupakan kecemasan yang ditentukan oleh tingkat tekanan dari situasi
tertentu dan pengalaman-pengalaman individu tentang tekanan tersebut.11
State anxiety beragam dalam hal intensitas dan waktu, seperti : mengikuti
ujian, terbang, saat kencan pertama. Keadaan ini antara individu yang satu
dengan yang lain sangat berbeda reaksinya terhadap ketegangan.
Sedangkan anxiety menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman
yang disebut anxiety proneness (kecenderungan akan kecemasan).
Sehingga, keadaan ini dilihat sebagai bentuk kecemasan kronis. Sebagai
contohnya, seorang anak dengan sifat kecemasan yang kuat dan bereaksi
lebih sering dan intensitasnya lebih tinggi terhadap berbagai situasi.12

9
Shock (kejutan) diartikan : 1) Suatu depresi proses-proses fisiologis yang mendadak dan
sering fatal, disebabkan oleh suatu kecelakaan, peristiwa pembedahan, atau oleh suatu emosi yang
kuat, 2) Kondisi yang diakibatkan oleh satu arus listrik kuat yang dialirkan lewat tubuh, 3) Suatu
kondisi kegemparan depresi dalam satu syaraf atau di dalam urat syaraf tulang belakang, sebagai
akibat luka-luka pada sistem syaraf.
10
J.P. Chaplin, Kamus Psikologi, terjm. Kartini Kartono, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, Cet. VII, 2001), hlm. 32
11
Arief Wibisono, Hubungan Shalat dengan Kecemasan, (Jakarta : Studia, Cet. II, 1990),
hlm. 22
12
Linda De Clerg, Tingkah Laku Abnormal : Dari Sudut Pandang Perkembangan,
(Jakarta : PT. Grasindo, 1994), hlm. 48-49
Oleh karena itu, kecemasan (anxiety) menunjuk kepada keadaan
emosi yang menentang atau tidak menyenangkan yang meliputi
interpretasi yang subyektif dan rangsangan fisiologis (reaksi badan secara
fisiologis, misalnya bernafas lebih cepat, menjadi merah, jantung
berdebar-debar, dan berkeringat). Kecemasan atau ketakutan
dikonseptualisasikan sebagai reaksi emosional yang umum dan
nampaknya tidak berhubungan dengan keadaan atau stimulus tertentu.
Kecemasan juga merupakan wujud penjelmaan dari berbagai
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang
sedang mengalami berbagai tekanan-tekanan atau ketegangan (stres)13
seperti perasaan (frustasi)14 dan pertentangan batin (konflik batin).15
Secara psikologis mengenai pemahaman terhadap masalah
kecemasan ini cukup beraneka ragam. Teori-teori tentang rasa cemas
banyak dikembangkan, karena rasa cemas telah dianggap sebagai
penyebab utama dari berbagai gangguan kejiwaan. Perasaan cemas
memiliki taraf yang berbeda-beda, mulai dari yang ringan sampai yang
paling berat atau dapat dikatakan pada batas kecemasan normal dan
abnormal.16
Tingkat kecemasan dalam batas-batas kenormalan merupakan
reaksi yang dapat dialami oleh siapapun, dan keadaan ini orang mudah
mengatasi atau mereduksi ketegangan yang dialami. Namun kecemasan
yang berlebihan (abnormal) akan menimbulkan gangguan dan
menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Selanjutnya, pada
kadar yang rendah, kecemasan membantu individu untuk bersiaga
mengambil langkah-langkah mencegah bahaya atau memperkecil dampak
bahaya tersebut. Kecemasan pada taraf tertentu dapat mendorong

13
Stress merupakan satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis
14
Frustasi (frustation) adalah satu keadaan ketegangan yang tidak menyenangkan,
dipenuhi kecemasan, dan aktivitas simpotesis yang semakin meninggi disebabkan oleh perintangan
dan penghambatan
15
Dwi Sunar Prasetyono, Kiat Mengatasi Cemas dan Depresi, (Yogyakarta: Tugu
Publisher, Cet. 1, 2005), hlm. 11
16
Hanna Djumhana Bastaman, op.cit., hlm. 156
meningkatnya performa.17 Oleh sebab itu, kecemasan seperti itu disebut
gangguan kecemasan (anxiety disorder).18
Bangunan cemas berbeda dengan kecemasan normal dalam hal
intensitas, durasi, dan dampaknya bagi individu. Kekhawatiran/
kecemasan dianggap sebagai suatu hal yang patologis apabila tidak bisa
lagi dihentikan atau dikontrol oleh individu tersebut. Gangguan cemas
digolongkan ke dalam gangguan "neurosis"19 bersama gangguan
somatoform,20 gangguan disosiatif,21 gangguan seksual, dan gangguan
distimik.22 Gangguan neurosis adalah gangguan mental, yang mana
gangguan utamanya muncul dalam symptom atau sekumpulan symptom
yang mengganggu individu dan dianggapnya sebagai sesuatu yang asing
dan tidak dapat diterima (ego dystonic).23
Menurut Kartini Kartono, kecemasan dikategorikan dalam
gangguan alam perasaan. Pada kondisi tersebut, dimana kecemasan
memiliki sifat yang tidak jelas dan difus, yang digolongkan dalam bentuk
stemming24 atau suasana hati.25 Sedangkan menurut Freud, kecemasan
atau ketakutan memiliki nilai tinggi yaitu untuk memperingatkan orang
akan datangnya bahaya; sebagai isyarat bagi das ich, bahwa apabila tidak

17
Fitri Fauziyah dan Julianti Widuri, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, UII-
Press, 2005), hlm. 73-74
18
Anxiety Disorder (gangguan kecemasan) merupakan sebuah karakter/ciri kecemasan-
destress emosional yang disebabkan oleh perasaan yang mudah terluka, keprihatinan atau
ketakutan. Lihat pada Camille Wortman, Elizabeth Loftus dan Charles Weaver, psychology (New
York : Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd., cet IX, 2004), hlm. 503
19
Neurosis juga diartikan penyakit mental yang lunak, dicirikan dengan tanda-tanda
wawasan yang tidak lengkap tentang sifat-sifat kesukarannya, memiliki konflik, reaksi kecemasan,
dan terkadang disertai dengan fobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif-kompulsif
20
Gangguan Somatoform adalah kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik
(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis
21
Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan
individu tentang identitas memori, atau kesadarannya.
22
Dysthymia atau dismitik adalah kemurungan (kepatahan semangat, kesedihan) dalam
suasana hati atau kondisi jiwa.
23
Fitri Fausiah dan Julianti Widury, op.cit, hlm. 74-75.
24
Stemming adalah kondisi perasaan yang berkesinambungan, tercirikan dengan selalu
muncul perasan-perasaan senang atau tidak senang yang difus (difus : tidak jelas, baur, menyebar
kemana-mana) sifatnya.
25
Kartini Kartono, loc.cit.
dilakukan tindakan-tindakan yang tepat, maka bahaya (ketegangan) akan
meningkat. Sehingga das ich tidak mampu mengontrol (terkalahkan).26
Dari berbagai pengertian tentang kecemasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kecemasan adalah sebuah gangguan pada alam
perasaan dalam wujud kegelisahan-kekhawatiran yang berlebihan, di mana
tidak memiliki kejelasan terhadap obyek yang rasional dan kondisinya
mengarah kepada hal-hal yang belum tentu akan terjadi.
2. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan disebabkan karena adanya insting27 manusia untuk
mencari kesempurnaan hidup dan tidak mempunyai kemampuan untuk
membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Kondisi ini yang
menyebabkan orang cemas dan orang yang bersangkutan tidak berhasil
menemukan makna dalam hidupnya.28
Menurut Karn Horney berpendapat tentang sebab terjadinya cemas
ada tiga macam, yaitu :
a. Tidak adanya kehangatan dalam keluarga dan adanya perasaan diri
yang dibenci, tidak disayangi dan dimusuhi/disaingi.
b. Berbagai bentuk perlakuan yang diterapkan dalam keluarga, misalnya
sikap orang tua yang otoriter, keras, ketidakadilan, pengingkaran janji,
kurang menghargai satu sama lain, dan suasana keluarga yang penuh
dengan pertentangan dan permusuhan.
c. Lingkungan yang penuh dengan pertentangan dan kontradiksi, yakni
adanya faktor yang menyebabkan tekanan perasaan dan frustasi,
penipuan, pengkhianatan, kedengkian, dan sebagainya.29
Kecemasan seringkali merampas kenikmatan dan kenyamanan
hidupnya, serta membuat mereka selalu gelisah dan tidak bisa tidur lelap

26
Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet.
XI 2002), hlm. 139
27
Insting (instinct) atau naluri ini ditujukan pada kecenderungan pembawaan atau
warisan yang menjadi motivasi di balik segala pikiran dan perbuatan.
28
M. Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, (Bandung : PT Retika
Aditama, 1998), hlm. 80
29
Zakiyah Daradjat, Kebahagiaan, (Bandung : CV Ruhama, 1993), hlm. 26
sepanjang malam. Ada beberapa hal yang selalu menyebabkan situasi
tersebut terjadi di antaranya :
a. Lemahnya keimanan dan kepercayaan terhadap Allah Swt.
b. Kurangnya tawakkal mereka terhadap Allah Swt.
c. Terlalu sering memikirkan kejayaan masa depannya dan apa yang
akan terjadi kelak dengan pola pikir dan cara pandang yang negatif
terhadap dunia dan seisinya.
d. Rendahnya permohonan mereka tentang tujuan dari penciptaan
mereka.
e. Selalu tergantung pada diri sendiri dan sesama manusia lain dalam
urusan di dunia, sehingga lupa menggantungkan hidupnya kepada
Allah Swt.
f. Mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu ketamakan, keserakahan, ambisi,
keegoisan yang berlebihan.
g. Meyakini bahwa keberhasilan berada di tangan manusia sendiri atau
ditentukan oleh usahanya sendiri.30
Akan tetapi, sesungguhnya manusia tidak dilahirkan dengan penuh
ketakutan ataupun kecemasan. Pada dasarnya ketakutan dan kecemasan
hadir karena adanya luapan emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya
hadir karena adanya faktor lingkungan yang menyertainya, misalnya
sekolah, keluarga, dan sosial (pekerjaan dan budaya masyarakat).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyebab hadirnya
kecemasan sebagai berikut :
1. Rumah yang penuh dengan pertengkaran ataupun kesalahpahaman,
serta adanya ketidakpedulian di antara anggota keluarga, sehingga
menimbulkan kesenjangan/ketidakharmonisan dalam keluarga.
2. Lingkungan yang memfokuskan pada persaingan untuk
memperebutkan materi ataupun maraknya permusuhan demi kejayaan

30
Abdul Aziz Al Husain, Jangan Cemas Menghadapi Masa Depan, (Jakarta: Qisthi
Press, 2004), hlm. 22
hidup dan juga ambisi yang kuat sehingga membutakan hati nurani dan
akhlak yang kejam.
3. Kurangnya pendidikan atau pengetahuan spiritual.31
Berbeda dengan pendapat Lawrence tentang penyebab kecemasan.
Menurutnya, kecemasan timbul dari konflik dan frustasi. Kecemasan tidak
akan pernah muncul kalau seseorang telah terdorong oleh hal-hal yang
menyenangkan. Sementara, kecemasan adalah sebuah bentuk ketakutan,
alasan orang frustasi, karena kecemasan sering dijadikan sebagai pelarian
diri. Sedangkan kecemasan yang disebabkan oleh konflik, hal itu muncul
karena manusia modern tidak mampu menghadapi peradaban zaman yang
masih diselimuti oleh persengketaan, sehingga menimbulkan ancaman
terhadap semua populasi.32
Selain berbagai macam faktor di atas, ada faktor pencetus dari
timbulnya kecemasan pada diri seseorang. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Kartini Kartono bahwa kecemasan atau gangguan kecemasan
dipengaruhi oleh faktor psikis dan struktur kepribadiannya. Gangguan-
gangguan psikis seperti neurosa kecemasan dapat didasarkan atas
temperamennya. Temperamen33 adalah konstitusi psikis yang erat berpadu
dengan konstitusi jasmaniah, yang kurang lebih konstan sifatnya, berupa :
primaritas, sekunderitas, kepekaan terhadap warna, emosional, aktivitas,
ekspansivitas, sentimentalitas, dan lain-lain. Semua unsur ini tidak dapat
diubah dan dididik, tidak dapat dipengaruhi, sehingga sifatnya relatif
konstan atau tetap.
Selanjutnya faktor tentang struktur kepribadian, hal ini disesuaikan
dengan tipe-tipe kepribadian yang dimiliki. Pada struktur kepribadian

31
Mustir bin Said Az-Zahrani, op.cit., hlm. 511
32
Lawrence I. O'kelly, Introduction to Psychopathology, (New York : Prentice-Hall Inc.,
1949), hlm. 77
33
Temperamin merupakan sinonim dari temper (kemarahan, sifat, watak, tabiat) yang
diartikan sebagai disposisi reaktif seseorang. Dengan kata lain, temperamen adalah konstitusi
kejiwaan, sedangkan dalam teori Kretschmer, temperamen lebih khusus diartikan sebagai bagian
daripada kejiwaan yang agaknya dengan melalui darah secara kimiawi mempunyai korelasi
terhadap aspek jasmaniah. Oleh karena itu, dapat mempengaruhi kualitas kejiwaan seseorang,
yakni suasana hati dan tempo psikis. Lihat pada Sumadi Suryabrata, op.cit., hlm. 20-21
orang yang memiliki kecemasan dapat dikategorikan dari tipe sintimentil34
yang banyak memunculkan gejala-gejala cemas, depresif,35 melankoli,36
dan psikhasteni.37 Selain tipe-tipe tersebut, ada juga tipe-tipe kepribadian
lain yang mempengaruhi karakter pada diri seseorang sesuai dengan
struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian juga merupakan faktor
warisan psikis karena sifatnya bisa genetis dan sekaligus psikis. Genetis
karena merupakan konstitusi psikis yang diwarisi dan erat kaitannya
dengan konstitusi fisik/jasmaninya (memiliki faktor keturunan). Psikis
sifatnya, hal ini diperoleh dari pengalaman-pengalaman individu sebagai
peristiwa yang traumatis, yang memunculkan berbagai bentuk gangguan.38
3. Jenis dan Ciri-ciri Kecemasan
Sigmund Freud membedakan jenis-jenis kecemasan kedalam tiga
kategori, yaitu :
a. Kecemasan objektif (objective anxiety), yaitu reaksi ego terhadap
bahaya dari luar, keadaan ini merupakan ketakutan yang realistis
b. Kecemasan neurotic (neurotic anxiety), yaitu takut akan akibat yang
tidak enak, yang diduga atas hukuman karena mengekspresikan impuls
id.39 Kecemasan ini muncul karena pengamatan bahawa dari
naluriah.40 Kecemasan ini dibagi dalam 3 macam, yaitu : 1) kecemasan
yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, 2) rasa takut

34
Sentimentil (dari dasar kata sentiment) diartikan ; 1) satu disposisi untuk berbuat
dengan satu cara tertentu terhadap orang lain atau terhadap satu objek, 2) satu kompleks atau satu
kombinasi naluri, yang membangun satu kecondongan dengan atau kondisi termotivasi yang tegar
dan terus menetap, 3) satu pengumbaran yang sangat berlebihan dalam emosi.
35
Depresive (depresif) : kondisi neurotic sementara, diperkuat dengan hilangnya
beberapa kemampuan yang parah sifatnya, dan ditandai dengan kecemasan, depresi, serta
menurunnya harga diri.
36
Psychastenia (psikhasteni) : satu tipe neurosa yang dicirikan dengan tanda-tanda reaksi
kecemasan, obsesi, dan ide fixed (ide-ide kaku, mati)
37
Melancholy (melankoli) : satu keadaan jiwa atau suasana hati yang dicirikan dengan
kesedihan, hilangnya minat terhadap pengejaran sesuatu, dan sangat rendahnya reaktivitas
terhadap perangsangan.
38
Kartini Kartono, op.cit., hlm. 31-34
39
Id (das ich) : (teori psikoanalisis) yaitu bagian jiwa atau psyche, yang menjadi tempat
kedudukan dari libido. Id tidak berhubungan dengan dunia luar, tapi berkontak dengan tubuh. Id
dikuasai oleh prinsip kesenangan, dan berusaha memaksa ego, yang dikuasai oleh prinsip realitas,
dalam mengabulkan keinginannya tanpa melihat konsekuensinya.
40
Arif Wibisono, op.cit., hlm. 24
yang irasional, dan 3) rasa takut seperti gugup, gagap, dan
sebagainya.41
c. Kecemasan moral (moral anxiety), yaitu dialami ego sebagai rasa
bersalah atau malu, dianggap sebagai takut akan hukuman karena
melakukan perbuatan yang melanggar kode moral.42
Jenis-jenis kecemasan lain yang sifatnya lebih berat (kronis) dapat
dimunculkan dalam beberapa bentuk gangguan-gangguan jiwa, di
antaranya :
a. Phobia (fobia)
Fobia berasal dari bahasa Yunani phobos yang berarti objek
atau situasi yang ditakuti. Fobia adalah ketakutan irasional yang
menimbulkan upaya menghindar (secara sadar) dari objek, aktivitas,
atau situasi yang ditakuti.43 Penyebab fobia adalah pernah mengalami
ketakutan hebat, yang disertai rasa malu dan bersalah, serta ada
penekanan diri yang tidak disadari. Fobia dapat digolongkan dalam 2
jenis, yaitu fobia spesifik dan sosial.44
Fobia spesifik adalah ketakutan yang tidak diinginkan karena
kehadiran atau antisipasi terhadap objek dan situasi yang spesifik.
Bentuk-bentuk fobia ini, di antaranya :
1) Tipe fobia terhadap binatang (200 fobia), seperti : tikus, anjing,
kucing, dan lain-lain
2) Tipe lingkungan alam, seperti takut ketinggian, kilat, air
3) Tipe fobia terhadap darah, suntikan, atau luka
4) Tipe situasional, seperti : keramaian, berada di pesawat, lift,
tempat tertutup, dan lain-lain
5) Tipe-tipe lain (misalnya ketakutan terhadap kostum-kostum
tertentu pada anak-anak).

41
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 145-146
42
Sumardi Suryabrata, op.cit., hlm. 139
43
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 76
44
Kartini Kartono, op.cit., hlm. 136
Sedangkan fobia sosial merupakan ketakutan yang tidak
rasional dan menetap, biasanya berhubungan dengan orang lain.
Cirinya, individu menghindari situasi yang membuatnya merasa
dikritik, ditertawakan atau dipermalukan. Tipe ini sulit dibedakan dan
sifatnya bisa umum atau spesifik, sesuai dengan situasi yang ditakuti.45
b. Gangguan panik (panic disorder)
Ciri pada gangguan ini yaitu terjadinya serangan panik (panic
attack) yang spontan dan tidak terduga. Symptom yang muncul pada
gangguan panik, yakni : sulit bernafas, jantung berdebar-debar, rasa
sakit di dada, pusing/pening, derealisasi,46 berkeringat dingin, gemetar,
kekhawatiran yang intens, takut mati/menjadi gila, dan terkadang juga
muncul depersonalisasi.47 Hal lain yang terdiagnosa akibat serangan
panik pernah melakukan usaha bunuh diri. Gangguan panik ini
termasuk kecemasan yang berlebihan.48
c. Gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder)
Generalized anxiety disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang
berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai symptom
somatic, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan
sosial atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang
nyata padanya.49 Gejala gangguan ini yaitu :
1) Ketegangan motorik, seperti gemetar, tegang, letih, nyeri otot,
mudah kaget, tidak tenang/santai, tinitus, dan lain-lain
2) Hiperaktifitas saraf autonom, seperti keringat berlebihan, jantung
berdebar-debar, mulut kering, pusing, mual, kesemutan, rasa
dingin, pucat, denyut nadi dan nafas cepat, dan lain-lain.

45
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 76-78
46
Derealisasi adalah perasaan subjektif bahwa lingkungan menjadi aneh dan tidak nyata,
perasaan rumah menjadi kehitam-hitaman warnanya karena habis terbakar.
47
Depersonalisasi yaitu perasaan subyektif bahwa dirinya tidak nyata, aneh, atau tidak
dikenali, misalnya tangan menjadi lebih panjang, wajah menjadi aneh bentuknya sehingga tidak
dikenal.
48
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 84-86
49
Ibid., hlm. 89
3) Rasa khawatir berlebihan, seperti cemas, khawatir, gelisah,
gangguan pola pikir (bingung), takut terhadap segala hal, dan lain-
lain
4) Kewaspadaan berlebihan, seperti sukar konsentrasi, curiga, sukar
tidur, merasa ngeri, cepat tersinggung, kurang sabar, dan lain-lain.
d. Gangguan obsesif – kompulsif
Obsesi adalah suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh
pikiran yang terpaku (persistence) dan berulang kali muncul
(recurrent). Sedangkan kompulsi adalah perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang sebagai konsekuensi dari pikiran yang bercorak
obsesif.50
Jadi gangguan obsesif – kompulsif adalah gangguan cemas, di
mana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang mantap
dan tidak terkontrol, adanya paksaan untuk melakukan tindakan-
tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga berakibat stres dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.51 Secara klinis
kriteria diagnostik gangguan ini, yaitu :
1) Obsesi
Gagasan atau ide, pikiran, bayangan atau impuls, yang
terpaku dan berulang-ulang, serta bersifat ego – distonik, yaitu
tidak dihayati berdasarkan kemauan sendiri, tetapi sebagai pikiran
yang mendesak kedalam kesadaran dan tidak ada usaha untuk
menghiraukannya.52
2) Kompulsif, seperti :
- Mengikuti kebersihan dan keteraturan secara terus menerus
hingga berjam-jam waktunya
- Mengindari objek tertentu
- Memeriksa berulang-ulang perilaku yang ditampilkan

50
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 67-76
51
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 92-93
52
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 92-93
- Menampilkan kegiatan-kegiatan praktis, misalnya menghitung
berulang-ulang, mencuci tangan berulang-ulang yang tidak
dapat dikendalikan, atau makan secara pelan-pelan sekali
dengan penuh kehati-hatian.53
Cemas yang mengganggu dan membahayakan hidup terdapat
beberapa tanda dan gejala yang harus diketahui sejak dini oleh individu
yang mengalaminya. Gejala dan tanda-tanda kecemasan tersebut,
difungsikan sebagai bentuk pemahaman mengenai ciri-ciri kecemasan.
Secara umum reaksi kecemasan kebanyakan berbentuk psikoneurosis, di
mana terjadi di antara individu-individu yang memiliki kecerdasan rata-
rata. Menurut Ross, serangkaian symptom (gejala) muncul dari kesalahan
dalam penyesuaian diri terhadap stress dan tekanan-tekanan hidup.
Gejala-gejala tersebut seiring dengan reaksi emosi yang positif.
Kecemasan menyeluruh (diffuse anxiety) merupakan symptom utama,
reaksinya berupa ketakutan, firasat buruk, takut mati, rasa tidak aman
(nyaman), dan kebahagiaan yang berlebihan. Sebagian besar individu yang
terjangkit mengalami kelelahan, gangguan sistem pencernaan
(metabolisme), dan hilangnya semangat (depresi). Dan sekitar 25 sampai
50% orang bisa mengalami penyakit jantung, ketidakstabilan emosi, rasa
rendah diri, sedih dan kepala pusing. Selain itu, bisa juga mengalami
kebimbangan (ragu-ragu), ketidaktoleranan, cenderung ingin bunuh diri,
panik, gangguan pola pikir, ketakutan dan gamang. Sebagian besar orang
mengalami kecemasan yang sifatnya kronis, biasanya akan kehilangan
daya minat dan sulit berkonsentrasi atau berfikir. Setiap individu memiliki
pengalaman yang berbeda-beda tentang kecemasan yang dialaminya. Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi atau situasi yang menyebabkan stress dalam
kehidupannya.54
Sesuai dengan simptom-simptom yang terjadi di atas, dapat
diperoleh gambaran tentang ciri-ciri kecemasan yang didasarkan dari

53
Fitri Fausiah, loc.cit.
54
James D. Page, Abnormal Psychology, (New York : Tata McGraw-Hill Publishing
Company Ltd., 1978), hlm. 122
gejala klinis kecemasan, yaitu melalui keluhan-keluhan yang sering
dialami oleh individu yang terkena gangguan kecemasan di antaranya :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
c. Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
tinnitus, berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemahan, sakit kepala, dan lain-lain.55
4. Tipe Kepribadian Pencemas
Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang
bersangkutan tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang
dihadapinya. Tetapi pada orang-orang tertentu meskipun tidak ada stressor
tersebut, ada juga yang menunjukkan gejala kecemasan, yang ditandai
dengan corak atau tipe kepribadian pencemas, antara lain :
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu, dan bimbang
b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam
panggung)
d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
e. Tidak mudah mengalah
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang, gelisah
g. Sering mengeluh sesuatu (keluhan somatic), khawatir berlebihan
terhadap suatu penyakit
h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah (dramatisir)
i. Adanya keraguan dan bimbang dalam mengambil sikap dan keputusan
j. Mengulang kata-kata yang telah diucapkan (gugup)
k. Adanya perasaan histeris, dan tidak mudah mengendalikan emosi.

55
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 66-67
Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya
mengeluh hal-hal yang sifatnya somatic, tetapi sifatnya sering juga disertai
dengan keluhan-keluhan somatic (fisik) dan juga adanya tumpang tindih
dengan ciri-ciri kepribadian yang depresif, atau batasannya tidak begitu
jelas.56
5. Kecemasan yang Ditinjau dari Segi Usia
Kecemasan dilihat dari sudut pandang perkembangan, berarti
memaparkan dalam segi usia, yakni berawal dari anak-anak, remaja, dan
dewasa.
a. Kecemasan pada usia anak-anak
Kecemasan yang terjadi pada anak-anak cenderung pada
permasalahan yang berhubungan dengan hambatan-hambatan yang
dialami, seperti berteman, penyesuaian sosial, tingkah laku, dan dunia
akademis. Kecemasan yang terjadi pada anak-anak bersifat normal dan
abnormal. Kecemasan abnormal pada anak-anak akan beresiko
terhadap sifat tersisih secara sosial, isolatif, penarikan diri, pemalu,
dan kesepian. Permasalahan yang menimbulkan kecemasan pada anak-
anak bervariasi dan berubah sesuai dengan usianya. Misalnya, anak
usia 5-8 tahun cenderung cemas terhadap bencana yang menimpa
orang yang dekat dengannya; usia 9-12 tahun mengalami kesulitan dan
kesusahan dalam belajar, sedih saat berpisah, dan menarik diri; dan
usia 13-16 tahun cenderung mengeluh secara somatic khususnya pada
saat sekolah.
Kecemasan yang sering terjadi atau dialami anak-anak yaitu
takut apabila berpisah dengan orang yang dekat dengannya seperti
ayah, ibu, dan keluarga dekatnya. Anak yang memiliki pribadi
pencemas sangat berpengaruh pada perkembangan selanjutnya saat di
usia remaja dan dewasa.57
b. Kecemasan pada usia remaja

56
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 65-66
57
Linda De Clerg, op.cit., hlm. 55-60
Hurlock mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa
transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Transisi ini akan
menimbulkan berbagai macam perubahan, baik pada aspek fisik,
seksual, emosional, religius, moral, sosial, maupun intelektual. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika saat ini banyak terjadi goncangan-
goncangan, sehingga sering disebut sebagai masa yang penuh badai
dan topan (storm and stress). Persoalan-persoalan yang harus dihadapi
oleh remaja, Cole menyebutkan bahwa problem-problem yang
dihadapi remaja yaitu : problem penyesuaian diri, kesehatan dan
pertumbuhan, rasa cemas, malu, tertekan, rendah diri, problem status
sosial, problem seks, agama dan moralitas, problem mengenai sekolah
dan memilih pekerjaan.
Menurut Zakiah Daradjat, problem-problem yang dihadapi
oleh remaja di Indonesia adalah : problem memilih pekerjaan dan
kesempatan belajar, problem sekolah, problem kesehatan, problem
seks, problem keuangan, problem persiapan untuk berkeluarga,
problem pribadi, problem perkembangan pribadi dan sosial, problem
agama dan akhlak, dan problem kehidupan masyarakat.
Problem-problem yang dihadapi remaja di atas dapat
menimbulkan kecemasan. Jersild menyatakan bahwa kecemasan pada
remaja bisa disebabkan oleh adanya konflik-konflik didalam dirinya
sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Misalnya :
adanya ketakutan untuk berbicara, ketegangan saat menghadapi ujian,
adanya perasaan bersalah, gagalnya meraih prestasi, kesulitan memilih
pekerjaan, dan sebagainya.
Menurut Harlock hal-hal yang dicemaskan oleh remaja
dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika masyarakat di sekitarnya sangat
menekankan popularitas atau prestasi akademis, maka akan timbul
kecemasan pada diri remaja, apabila tidak mampu memenuhi harapan
tersebut.58
c. Kecemasan pada orang dewasa
Kecemasan pada orang dewasa ditandai dengan ketakutan
(fobia) yang sederhana. Orang dewasa yang mengalami kecemasan
dapat disebabkan oleh pengalaman yang muncul saat masih anak-anak.
Namun yang membedakan kecemasan pada orang dewasa dengan
anak-anak adalah pada orang dewasa kecemasannya bersifat
menyeluruh. Kecemasan tersebut ditandai dengan ketakutan yang
berlebihan dan tidak realistis. Selain itu, kecemasan dapat
memunculkan perubahan sikap yang cenderung mengisolasi diri dan
melakukan pertahanan diri secara berlebihan. Kecemasan pada orang
dewasa biasanya disebabkan oleh faktor stres akibat lingkungan,
misalnya : kematian orang tua, terlalu khawatir terhadap orang tua,
stres yang muncul dari masalah-masalah pribadi, dan lain-lain.59

B. Pemahaman Umum tentang Al-Quran


1. Pengertian Al-Quran
Secara etimologi, lafadz al-Quran berasal dari bahasa Arab, yaitu
akar kata dari qara'a, yang berarti membaca. Al-Quran adalah isim
masdar yang diartikan sebagai isim maf'ul, yaitu maqru' berarti yang
dibaca. Pendapat lain menyatakan bahwa lafadz al-Quran yang berasal
dari akar kata qara'a tersebut, juga memiliki arti al-jamu' yaitu
mengumpulkan dan menghimpun. Jadi lafadz qur'an dan qira'ah berarti
menghimpun dan mengumpulkan sebagai huruf-huruf dan kata-kata yang
satu dengan yang lainnya. Sementara itu Schwally dan Weelhousen dalam

58
Subandi, Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Kecemasan pada Remaja,
dalam Laporan Penelitian Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta tahun 1988, hlm. 12-14
59
Linda De Clerg, op.cit., hlm. 75
kitab Dairah al-Ma'arif menulis bahwa lafadz al-Quran berasal dari
bahasa Hebrew, yakni dari kata Keryani, yang berarti yang dibacakan.60
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan para ulama berkaitan
dengan asal mula lafadz (word) al-Quran. Pendapat pertama bahwa
penulisan lafadz al-Quran dibubuhi dengan huruf Hamzah (mahmuz).
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa lafadz tersebut tidak
dibubuhi dengan huruf Hamzah (ghairu mahmuz). Mengenai pendapat
yang terakhir ini akan diuraikan beberapa argumen dari para ulama, di
antaranya :
a. Menurut As-Syafi'i, lafadz al-Quran bukanlah musytaq (tidak terambil
dari akar kata apapun) dan bukan pula mahmuz (tidak dibubuhi dengan
huruf Hamzah di tengahnya). Dengan kata lain, lafadz al-Quran itu
adalah ismu jamid ghairu mahmuz, yaitu suatu isism yang berkaitan
dengan nama yang khusus diberikan al-Quran, sama halnya dengan
nama Taurat dan Injil. Jadi, menurut As-Syafi'i, lafadz tersebut bukan
berasal dari akar kata qara'a, yang berarti membaca sebagaimana
disebutkan di atas. Sebab –menurutnya- kalau al-Quran diambil dari
akar kata qara'a, maka semua yang dibaca tentu dapat dinamakan al-
Quran.
b. Menurut Al-Asy'ari dan pengikutnya, lafadz al-Quran tidak berhamzah
dan merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qara'a, yang berarti
menggabungkan. Dalam hal ini, ia mencontohkan kalimat qarana asy-
syai'u bi asy-syai'i, yaitu menggabungkan sesuatu dengan yang lain.
Dengan demikian kitab itu dinamakan al-Quran, karena surah-surah
dan ayat-ayat al-Quran tersebut dihimpun dan digabungkan dalam satu
mushaf.
c. Menurut Al-Farra', lafadz al-Quran tidak berhamzah dan merupakan
pecahan (musytaq) dari kata qara'in (jamak dari kata qarinah), yang
berarti kaitan, indikator, petunjuk. Hal ini disebabkan sebagaian ayat-

60
M. Noor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Quran, (Semarang : Lubuk Karya, 2001), hlm.
33-34
ayat al-Quran serupa dengan ayat lain. Maka seolah-olah sebagian
ayat-ayatnya merupakan indikator (petunjuk) dari apa yang dimaksud
oleh ayat-ayat yang lainnya.61
Sedangkan pendapat lain yang menyatakan bahwa lafadz al-Quran
dengan tambahan huruf Hamzah (mahmuz), di antaranya :
a. Menurut Az-Zajjaj, bahwa lafadz al-Quran ditulis dengan huruf
Hamzah (mahmuz) di tengahnya dan mengikuti wazan fu'lan.
Menurutnya, lafadz tersebut diambil dari akar kata al-qaru', yang
berarti al-jam'u yaitu penghimpunan. Disebut al-Quran, karena di
dalamnya memuat kumpulan intisari dari kitab-kitab terdahulu.
Sementara Ibn Katsir berpendapat bahwa disebut al-Quran karena di
dalamnya memuat kisah-kisah, amar ma'ruf nahi munkar, perjanjian,
ancaman, ayat-ayat dan surah-surah. Lebih lanjut ia menyatakan
bahwa lafadz al-Quran adalah bentuk masdar seperti kata ghufran dan
kufran.
b. Menurut Al-Lihyani, bahwa lafadz al-Quran ditulis dengan huruf
Hamzah (mahmuz) di tengahnya dan mengikuti wazan ghufran. Lafadz
al-Quran merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qara'a, yang
berarti tala (membaca). Menurutnya, lafadz al-Quran adalah isim
masdar dengan arti isim maf'ul, yaitu al-maqru' berarti yang dibaca.62
Menurut Dr. Subhi Sholeh, menyimpulkan pendapatan dari
beberapa argumen mengenai asal mula lafadz al-Quran bahwa lafadz
al-Quran yakni berasal dari masdar dan muradlif dengan lafadz
qira'ah. Demikian juga pendapat tersebut sesuai dengan kaidah
pemecahan kata (isytiqaq) dalam bahasa Arab.63 Hal ini sebagaimana
disesuaikan dengan surah Al'-Qiyamah/75 : 17-18:

(18-17 : 75\ ‫ )ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ‬.‫ﻧﻪ‬‫ﺮَﺁ‬ ‫ﻊ ﻗﹸ‬ ‫ﺗِﺒ‬‫ﻩ ﻓﹶﺎ‬ ‫ﺎ‬‫ﺮﹾﺃﻧ‬ ‫ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﹶﻗ‬.‫ﻧﻪ‬‫ﺮ َﺁ‬ ‫ﻭﻗﹸ‬ ‫ﻌﻪ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺟ‬ ‫ﺎ‬‫ﻴﻨ‬‫ﻋﹶﻠ‬ ‫ِﺇﻥﱠ‬

61
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur'an, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993), hlm. 2
62
Jalaludin As-Suyuti, Lubabun Nuquli fii Asbabin Nuzuul, terj. A. Mustofa, (Semarang :
CV. Asy Syifa', 1993), hlm. 1-2
63
M. Noor Ichwan, op.cit., hlm. 37
Artinya : "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (ayat-ayat al-Quran itu di
dalam dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaan itu".
(Q.S. Al-Qiyamah [75] : 17-18)

Menurut beberapa orientalis seperti G. Bergstaesser berpendapat,


bahwa bahasa Armia, Abessynia dan Persia memiliki pengaruhnya
terhadap perbendaharaan bahasa Arab, karena bahasa tersebut adalah
bahasa yang berasal dari bangsa yang berdekatan dengan bangsa Arab dan
mereka juga sebagai bangsa yang maju kebudayaannya beberapa abad
sebelum lahirnya Islam.

Demikian pula dalam pandangan Krenkow dan Blachere, bahwa


bangsa Arab telah memakai beberapa kata yang berasal dari bahasa Armi,
Suryani dan Hebrow. Di antara kata-kata asing tersebut adalah kitabun,
furqanun, qayyumun, dan juga lafadz qara'a berasal dari bahasa Armia
yang mempunyai arti membaca. Sedang lafadz qara'a semula dipakai oleh
bangsa Arab untuk arti binatang yang mandul.
Pengertian al-Quran secara terminologi banyak dikemukakan oleh
para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik disiplin ilmu bahasa, ilmu
kalam, ushul fiqh, dan sebagainya dengan redaksi yang berbeda-beda.
Perbedaan ini disebabkan al-Quran mempunyai kekhususan-kekhususan,
sehingga penekanan dari masing-masing ulama ketika mendefinisikan al-
Quran berdasarkan kapasitas keilmuan yang dimiliki, dengan tujuan
mencari keunikan al-Quran tersebut.
Menurut Subkhi Shaleh dalam bukunya Mabahits fi 'Ulum Al-
Quran mengartikan al-Quran yang disepakati oleh kalangan ahli bahasa
ahli kalam, ahli fiqh, ushul fiqh, sebagai berikut :

‫ﱯ ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳـﻠﹼﻢ ﺍﳌﻜﺘـﻮﺏ ﰲ‬


 ‫ﻨ‬‫ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻫﻮ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺍﳌﻌﺠﺰ ﺍﳌﱰﹼﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟ‬

.‫ﺪ ﺑﺘﻼﻭﺗﻪ‬‫ﻮﺍﺗﺮ ﺍﳌﺘﻌﺒ‬‫ﺍﳌﺼﺎﺣﻒ ﺍﳌﻨﻘﻮﻝ ﻋﻨﻪ ﺑﺎﻟﺘ‬


Artinya : "Al-Quran adalah firman Allah yang berfungsi sebagai
mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang
diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya
merupakan ibadah".64

Selanjutnya Muhammad Ali Al-Shabuny mendefinisikan al-Quran


sebagai firman Allah berupa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi dan
Rasul terakhir dengan perantaraan Malaikat Jibril Al-Amin yang ditulis
dan dinukil kepada kita dengan mutawatir dimulai dari surat Al-Fatihah
dan diakhiri dengan surat An-Nas bagi yang membacanya merupakan
ibadah.65
Berbagai tinjauan tentang pengertian al-Quran, baik secara
etimologis dan terminologis lebih menekankan adanya al-Quran sebagai
kalam Allah yang berstatus wahyu, di mana diturunkan kepada Nabi
Muhammad, dan bagi yang membacanya adalah ibadah. Hal ini dijelaskan
oleh Al-Qothan sebagaimana yang dinukil oleh M. Noor Ichwan
menyatakan bahwa membaca al-Quran yang bernilai ibadah memiliki dua
kategori : pertama, harus dibaca pada waktu shalat. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari menguatkan pendapat tersebut bahwa tidak
(syah) shalat seseorang yang tidak membaca al-Quran surat Al-Fatihah;
dan yang kedua, tentang pahala membaca al-Quran tidak sama dengan
membaca selain al-Quran. Imam Al-Tirmidzi dan Ibn Mas'ud menyatakan
sebuah hadits, Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa membaca satu huruf dari al-Quran (kitab Allah), ia
mendapat kebaikan berlipat sepuluh. Aku tidak berkata bahwa alif
lam mim sama dengan satu huruf; tetapi alif satu huruf, lam satu
huruf, dan mim satu huruf". (HR. Tirmidzi)
sekiranya dari definisi al-Quran, jika dilihat dari segi redaksinya,
maka tidak akan mampu diperoleh sebuah pengertian al-Quran secara
komprehensif. Apabila al-Quran dipahami hanya sebagai pengertian kalam
Allah (mukjizat). Hal ini dapat dipandang dari sudut keistimewaan al-
64
Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm. 1-3
65
Jalaludin As-Suyuti, op.cit., hlm. 3
Quran saja. Namun, apabila al-Quran hendak dirumuskan lebih luas, maka
dapat dilihat dari sifat-sifatnya yaitu apa yang dinyatakan oleh Al-
Qothan.66
Jadi, dapat diperoleh suatu pemahaman tentang apa yang disebut
al-Quran, bahwa al-Quran adalah kalam Allah Swt yang merupakan
mukjizat, yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad Saw
yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir, serta
membacanya adalah ibadah.
2. Sejarah dan Tujuan Diturunkannya Al-Quran
a. Sejarah turunnya Al-Quran
Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa
ayat dari sebuah surat. Menruut sebagian para ulama ahli tarikh,
permulaan wahyu al-Quran diturunkan ialah pada hari tanggal ke-17
bulan Ramadhan tahun 4 Fiel, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus
tahun 610 M. Nabi Muhammad saat menerima wahyu dari Allah
sedang berusia 40 tahun, 6 bulan dan 8 hari (tahun Qamariyah/Bulan)
atau 39 tahun, 3 bulan dan 8 hari (tahun Syamsiyah/Matahari)
Allah telah menurunkan kitab al-Quran kepada Nabi
Muhammad Saw melalui perantaraan Malaikat Jibril (Ruh Al-Amin)
dengan bertahap dari seayat, dua ayat dan tempo-tempo sampai
sepuluh ayat. Kadang-kadang ayat al-Quran diturunkan hanya tiga
perkataan, dan terkadang turun hanya setengah ayat. Demikian
seterusnya, menurut kepentingan sebagaimana yang Allah kehendaki.
Selanjutnya dengan Nabi Muhammad Saw sendiri dalam
menerima ayat-ayat itu setahap demi setahap untuk dihafalkan,
misalnya Malaikat Jibril menyampaikannya kepada Nabi sampai 25
ayat, maka beliau menerima dan menghafalnya lima ayat demi lima
ayat.

66
M. Noor Ichwan, op.cit., hlm. 41
Diturunkannya al-Quran berangsur-angsur bukan merupakan
sesuatu hal yang tidak ada gunanya, tetapi persoalan tersebut memiliki
kebijaksanaan dari Allah.67 Sebagaimana Allah telah berfirman :

‫ﺖ ﺑِـ ِﻪ‬
 ‫ﺒ‬‫ﹶﺜ‬‫ﻚ ِﻟﻨ‬
 ‫ﺪ ﹰﺓ ﹶﻛ ﹶﺬِﻟ‬ ‫ﺍ ِﺣ‬‫ﻤﹶﻠ ﹰﺔ ﻭ‬ ‫ﺮ َﺁﻥﹸ ﺟ‬ ‫ﻴ ِﻪ ﺍﹾﻟﻘﹸ‬‫ﻋﹶﻠ‬ ‫ﺰ ﹶﻝ‬ ‫ﻮﻟﹶﺎ ﻧ‬ ‫ﻭﺍ ﹶﻟ‬‫ﻦ ﹶﻛ ﹶﻔﺮ‬ ‫ﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬

(32 : ‫ )ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ‬.‫ﺮﺗِﻴﻠﹰﺎ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﺎ‬‫ﺗ ﹾﻠﻨ‬‫ﺭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻙ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﺍ‬‫ﹸﻓﺆ‬
Artinya : "Berkata orang-orang kafir : mengapa al-Quran, tidak
diturunkan sekaligus saja? Begitulah keadaannya,
supaya kami tetapkan hatimu (hai Muhammad Saw)
dengan al-Quran itu, dan kami bacakan kepadamu
dengan lurus dan perlahan-lahan". (Q.S. Al-Furqan
[19] : 32)68

Dan Allah juga menegaskan dalam firman-Nya yang lain


dinyatakan :

(106 : ‫ )ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ‬.‫ﻨﺰِﻳﻠﹰﺎ‬‫ﺗ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﺎ‬‫ﺰﹾﻟﻨ‬ ‫ﻧ‬‫ﻭ‬ ‫ﺚ‬


ٍ ‫ ﹾﻜ‬‫ﻋﻠﹶﻰ ﻣ‬ ‫ﺱ‬
ِ ‫ﺎ‬‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺮﹶﺃﻩ‬ ‫ﺘ ﹾﻘ‬‫ﻩ ِﻟ‬ ‫ﺎ‬‫ﺮ ﹾﻗﻨ‬ ‫ﺎ ﹶﻓ‬‫ﺮ َﺁﻧ‬ ‫ﻭﹸﻗ‬
Artinya : "Dan al-Quran itu telah kami turunkan dengan
berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan kami
menurunkannya bagian demi bagian". (Q.S. Al-
Isra' [15] : 106)69

Dari kedua surat di atas menegaskan al-Quran diturunkan


berangsur-angsur adalah mengandung hikmah atau kepentingan
tersendiri. Di antara hikmah yang diperoleh, yaitu :
1) Untuk meneguhkan hati Nabi dalam melakukan tugas sucinya yang
banyak menghadapi tantangan dan hambatan
2) Mempermudah hafalan dan pemahamannya
3) Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pertahapan dalam
penepatan hukum

67
Moenawar Kholil, Al-Quran dari Masa ke Masa, (Solo : CV. Ramadhani, Cet. VI,
1985), hlm. 2-3
68
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya : Mahkota, 1989), hlm. 564
69
Ibid., hlm. 440
4) Sebagai bukti yang pasti bahwa al-Quranul Karim diturunkan dari
sisi Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji
5) Sebagai tantangan dan mukjizat.70
Para ulama membagi sejarah turunnya al-Quran dalam dua
periode, yakni periode sebelum hijrah dan sesudah hijrah. Ayat-ayat
yang turun pada periode pertama disebut ayat-ayat Makkiyah, dan
periode kedua (sesudah hijrah) disebut ayat-ayat Madaniyyah. Tetapi
untuk penjelasan tentang sejarah turunnya al-Quran ini akan terbagi
dalam tiga periode.
Periode Pertama
Pada awal turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad Saw
belum menjadi Rasul, tetapi beliau merupakan seorang Nabi yang
tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Pada fase
turunnya wahyu yang kedua beliau ditugaskan untuk menyampaikan
wahyu yang diterima. Kandungan wahyu berkisar dalam tiga hal.
Pertama, pendidikan bagi Rasulullah Saw dalam bentuk
kepribadiannya. Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai
sifat dan af'al Allah. Dan yang ketiga, keterangan mengenai pandangan
hidup masyarakat Jahiliyah ketika itu.
Selanjutnya dalam wahyu yang ketiga terdapat bimbingan
untuk Rasulullah Saw : Wahai orang yang berselimut, bangkitlah,
shalatlah di malam hari kecuali sedikit darinya, yaitu separuh malam,
kurang sedikit dari itu atau lebih, dan bacalah al-Quran dengan tartil
(Q.S. 73 : 1-4). Perintah ini disebabkan karena sesungguhnya kami
akan menurunkan kepadamu wahyu yang sangat berat (Q.S. 73 : 5).
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah
menimbulkan beberapa reaksi di kalangan orang Arab saat itu. Reaksi-
reaksi tersebut yaitu :

70
Manna' Khalil Al-Khattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, terj. Mudzakir Az, (Jakarta : PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. VI, 2001), hlm. 157-174
1) Golongan kecil mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran al-
Quran
2) Sebagian besar menolak ajaran al-Quran, karena kebodohan dan
keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat, serta tradisi
nenek moyang
3) Dakwah al-Quran mulai menyebar melampui perbatasan Makkah
menuju daerah sekitarnya.
Periode Kedua
Periode kedua dari sejarah turunnya al-Quran berlangsung
selama 8-9 tahun, di mana terjadi pertarungan antara gerakan Islam
dan Jahiliah. Munculnya persengketaan ini dimulai dari adanya fitnah,
intimidasi dan penganiayaan yang mengakibatkan para penganut ajaran
al-Quran terpaksa berhijrah ke Habsyah, hingga akhirnya –termasuk
Rasulullah Saw- berhijrah ke Madinah.71
Pada masa tersebut, ayat-ayat al-Quran di satu pihak silih
berganti menerangkan kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan
kondisi dakwah ketika itu. Hal itu dijelaskan dalam Q.S. 16 : 125
bahwa dalam berdakwah yang baik harus mencakup tiga metode yaitu
hikmah, mau'idzhah dan jidal.72
Di lain pihak, ayat-ayat ancaman dan kecaman pedas mengalir
pada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti : "Bila
mereka berpaling maka katakanlah wahai Muhammad : Aku pertakuti
kamu sekalian dengan siksaan, seperti siksaan yang menimpa kaum Ad
dan Tsamud" (Q.S. 41 : 13).
Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi
mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat yang didasarkan
tanda-tanda yang dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari.
Periode Ketiga

71
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung : Mizan, Cet. XVII, 1998), hlm.
34-36
72
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 387
Pada masa periode ketiga ini, dakwah al-Quran telah dapat
mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah
hidup bebas melaksanakan ajaran agama di Yatsrib (Al-Madinah Al-
Munawwarah). Periode ini berlangsung 10 tahun, berbagai macam
persoalan muncul, seperti : prinsip kebahagiaan yang diterapkan, sikap
orang-orang munafik, ahl-kitab, orang-orang kafir. Semuanya
diterangkan dalam al-Quran dengan cara yang berbeda-beda.
Semua ayat yang diturunkan memberikan bimbingan kepada
kaum muslimin menuju jalan yang diridhoi Allah, mendorong mereka
untuk berjihad, dan mendidik akhlak sesuai dengan situasi dan kondisi.
Ayat yang diturunkan tidak hanya ditujukan untuk orang mukmin,
tetapi juga bagi mereka yang jauh dari jalan Allah SWT seperti orang
munafik, ahl-kitab, dan orang musyrik. Ayat-ayat tersebut ingin
mengajak mereka kembali ke jalan Allah SWT (benar). Hal ini
sebagaimana dalam firman Allah SWT yang ditujukan untuk ahl-kitab
: "Katakanlah (Muhammad) : wahai ahli kitab (golongan Yahudi dan
Nasrani), marilah kita menuju ke satu kata sepakat di antara kita yaitu
kita tidak menyembah kecuali Allah; mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun, tidak pula mengangkat sebagai dari kita Tuhan yang
bukan Allah. "Maka bila mereka berpaling katakanlah : "saksikanlah
bahwa kami adalah orang-orang muslim" (Q.S. 3 : 64).73
Sedangkan cara-cara turunnya al-Quran yang didasarkan atas
dalil ayat al-Quran dan riwayat hadits, para ulama tafsir menjelaskan
ada 3 tahapan yaitu :
1) Al-Quran di Lauh Mahfudz
Saat al-Quran di Lauh Mahfudz, tidak dapat diketahui
bagaimana keadaannya, kecuali Allah SWT yang tahu sebab al-
Quran berada di alam ghaib. Dalam hal ini Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Al-Buruj : 20-22

73
M. Quraish Shihab, "Membumikan Al-Quran", op.cit., hlm. 37-39
.‫ﻅ‬
ٍ ‫ﺤﻔﹸـﻮ‬
 ‫ﻣ‬ ‫ﺡ‬
ٍ ‫ﻮ‬ ‫ ﻓِﻲ ﻟﹶـ‬.‫ﺪ‬ ‫ﻣﺠِﻴ‬ ‫ﺮ َﺁ ﹲﻥ‬ ‫ﻮ ﹸﻗ‬ ‫ﺑ ﹾﻞ ﻫ‬ .‫ﻂ‬
‫ﻣﺤِﻴ ﹲ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺍِﺋ ِﻬ‬‫ﻭﺭ‬ ‫ﻦ‬ ‫ ِﻣ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻭ‬

(22-20: ‫)ﺍﻟﱪﻭﺝ‬
Artinya : "Padahal Allah SWT mengepung mereka dari
belakang mereka (seseorang tidak akan lepas
dari kekuasaan-Nya). Bahkan yang didustakan
mereka itu ialah al-Quran yang mulia, yang
tersimpan di Lauf Mahfudz".

Ayat di atas secara umum menunjukkan adanya Lauh


Mahfudz yang merekam segala qadha dan takdir Allah SWT,
segala sesuatu yang sudah atau telah terjadi dan yang akan terjadi
di alam semesta ini. Hakekat Lauf Mahfudz tidak ada yang tahu
kecuali oleh seorang Nabi yang diperlihatkan Allah SWT
kepadanya.
2) Al-Quran dari Lauh Mahfudz diturunkan ke langit bumi
Diturunkan al-Quran ke langit bumi di malam yang penuh
berkah disebut malam lailatul qadar (al-Qadar) dalam bulan suci
Ramadhan. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

(1 : ‫ )ﺍﻟﻘﺪﺭ‬.‫ﺪ ِﺭ‬ ‫ﻴﹶﻠ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ‬‫ﻩ ﻓِﻲ ﹶﻟ‬ ‫ﺎ‬‫ﺰﹾﻟﻨ‬ ‫ﻧ‬‫ﺎ ﹶﺃ‬‫ِﺇﻧ‬
Artinya : "Sesungguhnya telah kami turunkan pada malam
Al-Qadar (lailatul qadar)". (Q.S. Al-Qadar : 1)

3) Al-Quran diturunkan dari Bait Al-'Izzah kepada Nabi Muhammad


Saw secara berangsung-angsur
Tahap ketiga diturunkannya al-Quran adalah dari langit
bumi (Bait Al-'Izzah) sebagai tahap akhir kepada Nabi Saw dengan
perantara Malaikat Jibril selama kurang lebih 23 tahun.74 Firman
Allah SWT dalam Q.S. Asy-Syu'ara : 192-194 :

74
Jalaludin Al-Suyuti, op.cit., hlm. 41-45
‫ﻦ‬ ‫ﺘﻜﹸﻮ ﹶﻥ ِﻣ‬‫ﻚ ِﻟ‬
 ‫ﻋﻠﹶﻰ ﹶﻗ ﹾﻠِﺒ‬ .‫ﺡ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِﻣﲔ‬
 ‫ﻭ‬‫ﺰ ﹶﻝ ِﺑ ِﻪ ﺍﻟﺮ‬ ‫ﻧ‬ .‫ﲔ‬
 ‫ﺎﹶﻟ ِﻤ‬‫ﺏ ﺍﹾﻟﻌ‬
 ‫ﺭ‬ ‫ﻨﺰِﻳ ﹸﻞ‬‫ﺘ‬‫ ﹶﻟ‬‫ﻧﻪ‬‫ﻭِﺇ‬

(194-192 : ‫ )ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ‬.‫ﻦ‬ ‫ﻨ ِﺬﺭِﻳ‬‫ﻤ‬ ‫ﺍﹾﻟ‬


Artinya : "Sesungguhnya al-Quran oleh Tuhan Semesta
Alam, diturunkan oleh Ruh Al-Amin (Malaikat
Jibril) ke dalam hati engkau ya Muhammad
Saw, supaya kamu memberi peringatan". (Q.S.
Asy-Syu'ara : 192-194)

Selanjutnya sebab diturunkannya al-Quran, yaitu untuk


meninggikan derajat kemanusiaan bangsa manusia yang nilai-nilai
perikemanusiaannya lemah, dan menghapuskan kepercayaam manusia
yang telah sesat, serta bentuk perbuatan mereka yang jahat.
Jadi hakekatnya, ayat-ayat diturunkan yaitu untuk segenap
bangsa manusia, baik yang hidup pada masa itu, maupun yang hidup di
kemudiannya dan seterusnya.75
b. Tujuan turunnya al-Quran
Dalam sejarah turunnya al-Quran menyatakan secara esensial
bahwa al-Quran adalah kitab petunjuk. Ini sesuai dengan penegasan al-
Quran : Petunjuk bagi manusia, keterangan mengenai petunjuk serta
pemisah antara yang hak dan yang bathil". (Q.S. 2 : 185).
Al-Quran sebagai petunjuk memiliki garis-garis besar yaitu :
1) Memperbaiki kepercayaan dan meluruskan I'tiqad (akidah/
keyakinan)
2) Melapangkan akhlak, mensucikan dan membersihkan budi pekerti
3) Menetapkan segala rupa hukum yang dihayati pergaulan hidup
masyarakat Bani Insan dalam dunia.76
Pada dasarnya Allah SWT menurunkan kalam-Nya tidak untuk
mencelakakan hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :

75
Moenawar Khalil, op.cit., hlm. 8-9
76
T.M. Hasbi Asy Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, (Jakarta : PT.
Bulan Bintang, Cet. XII, 1990), hlm. 134-135
"Tidaklah Kami (Allah) menurunkan al-Quran kepada engkau
(Muhammad) supaya engkau menjadi celaka. Melainkan untuk
menjadi peringatan bagi orang yang takut. Diturunkan dari
ayat yang menjadikan bumi dan langit yang tinggi". (Q.S.
Thaahaa [20] : 1-4)77

Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak akan menjadikan celaka


atas diturunkannya al-Quran. Namun, hal ini ditegaskan sebagai
peringatan bagi orang yang takut kepada Allah SWT. Baginya akan
mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat apabila ia dijadikannya
sebagai pedoman hidup.
Dengan demikian, dapat diambil suatu kesimpulan mengenai
tujuan pokok diturunkannya al-Quran. Ada tiga tujuan pokok antara
lain :
1) Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia
yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, serta
kepastian akan adanya hari pembalasan.
2) Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan
norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh
manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif
3) Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan
dasar-dasar hukum yang harus diikuti manusia dalam hubungan
antara Tuhan dan sesamanya demi mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.78
3. Isi Kandungan dan Fungsi Al-Quran
Isi ajaran al-Quran pada hakekatnya mengandung lima prinsip,
sebab tujuan pokok diturunkannya al-Quran kepada Nabi Muhammad
pada prinsipnya menyampaikan lima hal sebagai berikut :
a. Tauhid (doktrin tentang kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa)
Al-Quran diturunkan untuk meluruskan ajaran yang telah
menyimpang dari Tuhan, dan sekaligus membimbing umat manusia ke

77
Moenawar Khalil, op.cit., hlm. 91
78
M. Quraish Shihab, op.cit., hlm. 40
jalan lurus yang diridhai Tuhan. Oleh karena itu Nabi Muhammad
yang mendapatkan mukjizat berupa al-Quran tersebut sebagai
penyempurna dari ajaran-ajaran yang dibawakan oleh Nabi
sebelumnya untuk mengakui akan keesaan Allah SWT.
b. Janji dan ancaman
Sebagaimana dalam al-Quran surat Al-Taubah : 67-68
menjelaskan bahwa Allah SWT menjanjikan pada setiap orang yang
beriman dan mengikuti semua petunjuk-Nya akan mendapatkan
kebahagiaan hidupnya di dunia maupun di akhirat, dan akan dijadikan
khalifah di muka bumi. Sebaliknya Allah SWT memberikan ancaman
kepada siapa saja yang ingkar kepada-Nya dan memusuhi Rasul-Nya,
serta melanggar perintah dan larangan-Nya, akan mendapatkan
kesengsaraan di dunia dan akhirat.
c. Ibadah
Tujuan utama manusia hidup adalah beribadah kepada Allah
SWT (perhatikan surat Adz-Dzariyat : 56) ibadat tersebut meliputi
semua aktifitas manusia dengan niat yang baik dan dilakukan semata-
mata untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Nilai ibadah manusia berfungsi sebagai manifestasi ungkapan
rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang
diberikan untuk hamba-hamba-Nya. Selain itu, sebagai realisasi dan
konsekuensi manusia atas kepercayaan terhadap Allah SWT.
d. Jalan dan cara mencapai kebahagiaan
Sikap manusia ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, Allah SWT dalam al-Quran memberikan
petunjuk-petunjuk-Nya bahwa manusia harus menempuh jalan yang
lurus yaitu dengan cara menjalankan perintah dan menjauhi larangan-
Nya.
e. Cerita-cerita/sejarah umat manusia sebelum Nabi Muhammad Saw
Di dalam al-Quran terdapat cerita-cerita tentang para Nabi atau
Rasul beserta umatnya masing-masing. Hal itu diungkapkan dalam al-
Quran dengan tujuan agar dijadikan pelajaran bagi manusia sekarang
tentang balasan orang yang taat kepada Allah SWT.79
Di sisi lain, al-Quran juga mencakup dimensi keilmuwan. Al-
Quran adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan. Karena hampir
seperdelapan isinya berupa perintah untuk orang-orang mukmin agar
mempelajari alam semesta, berfikir, menggunakan akal sebaik-baiknya
dan untuk menjadikan kegiatan ilmiah sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari umat manusia.80
Sedangkan mengenai fungsi dari al-Quran yang terpenting yaitu :
a. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad untuk membuktikan bahwa ia
adalah Nabi dan Rasul, dan al-Quran adalah firman Tuhan, bukan
ucapan Nabi Muhammad.
b. Sebagai sumber segala macam aturan tentang hukum, sosial-ekonomi,
kebudayaan, pendidikan, moral dan sebagainya yang dijadikan sebagai
jalan hidup bagi seluruh umat manusia dalam menyelesaikan segala
persoalannya.
c. Sebagai pengukuh/penguat yang mengukuhi dan menguatkan
kebenaran adanya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, serta
kebenaran adanya para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad.
d. Sebagai penyempurna ajaran-ajaran yang terdahulu sebelum al-Quran
diturunkan kepada Nabi Muhammad.81
4. Metode dan Etika Membaca Al-Quran
Membaca al-Quran terdiri dari dua kata yaitu "membaca" dan "al-
Quran". Membaca adalah melihat serta memahami isi apa yang tertulis
yaitu dengan melisankan atau hanya dengan hati.82 A. Halim Mahmud
mendefiniskan membaca adalah materi pertama dalam dustur (undang-

79
Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm. 18-19
80
M. Noor Ichwan, op.cit., hlm. 37
81
Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm. 22-23
82
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, Edisi I, 1994),
hlm. 72
undang sistem ajaran) Islam yang sarat dengan makna, bimbingan dan
pengarahan.83
Jadi, pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa membaca
adalah suatu upaya untuk dapat memahami makna apa yang tertulis baik
secara lisan maupun dalam hati.
Adapun pengertian al-Quran secara etimologi adalah bacaan atau
yang dibaca. Sedangkan secara terminologi diartikan sebagai kalam Allah
Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan menggunakan
bahasa Arab melalui Malaikat Jibril bagi yang membacanya merupakan
ibadah.
Oleh karena itu, dari pengertian membaca al-Quran dapat dipahami
bahwa yang dimaksud membaca al-Quran adalah suatu upaya untuk dapat
mengerti apa yang diturunkan Allah SWT sebagai wahyu yang diberikan
kepada Nabi Muhammad Saw, dalam pemaknaan sehari-hari membaca al-
Quran dapat disebut juga dengan tilawah yang artinya membaca beberapa
ayat (al-Quran).84
Mengenai cara atau metode dalam membaca al-Quran dapat
dipahami sebagaimana umat Islam membacanya dari zaman Rasulullah
hingga sekarang. Akan tetapi dapat dianjurkan supaya membaca al-Quran
dengan menggunakan nada qiraat yang sesuai dengan qiraat bahasa
Arab.85 Kemudian dapat juga dengan cara membaca al-Quran dengan
suara yang indah atau merdu, yang biasa disebut dengan tilawah al-Quran.
Dengan tujuan agar bacaan (tilawah) mempunyai pengaruh bagi pembaca
dan pendengar dalam memahami makna-makna al-Quran, sehingga
mampu menangkap rahasia kemukjizatannya dengan penuh kekhusyukan
dan rendah diri, serta pengucapan lafadz-lafadznya menjadi baik dan benar
(tartil).86 Membaca al-Quran dengan tartil yaitu membaca perlahan-lahan

83
Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Quran, (Yogyakarta : Mandiri
Pustaka Hikmah, 2000), hlm. 11
84
Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo : CV. Ramadhani, 1985), hlm. 94
85
Muhammad Kamil Hasan Al-Mahami, Al-Mausu'ah Al-Qura'aniyyah, terj. Ahmad
Fawaid Syadzili, (Jakarta : PT. Kharisma Ilmu, 2004), hlm. 34
86
Manna' Khalil Al-Khattan, op.cit., hlm. 264-265
sesuai dengan maknanya dan hukum atau aturan bacaannya. Sebagaimana
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Muzzammil : 4 :

(4 : ‫ﻞ‬‫ )ﺍﳌﺰﻣ‬.‫ﺮﺗِﻴﻠﹰﺎ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﺮ َﺁ ﹶﻥ‬ ‫ﺗ ِﻞ ﺍﹾﻟﻘﹸ‬‫ﺭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻴ ِﻪ‬‫ﻋﹶﻠ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﻭ ِﺯ‬ ‫َﺃ‬

Artinya : "Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Quran itu
dengan perlahan-lahan".87

Oleh karena itu, agar lebih mudah dalam pemahaman membaca al-
Quran diperlukan teknik-teknik tertentu, sehingga dalam proses
pembacanya lebih memiliki pengaruh dan dapat mendalami makna yang
tersirat. Selain itu juga, ada sebuah kenikmatan batin apabila dalam
membaca al-Quran memenuhi adab dan etika di bawah ini, antara lain
meliputi :
a. Etika lahiriyah :
1) Dengan penuh rasa hormat, kita duduk menghadap kiblat dan
dalam keadaan berwudlu (suci)
2) Disunatkan membaca al-Quran di tempat-tempat seperti rumah,
mushalla, dan masjid
3) Disunatkan dengan duduk menghadap kiblat, dan membacanya
dengan khusyuk (tenang/lembut)88
4) Al-Quran hendaklah berada di tempat tinggi, bukan di sembarang
tempat
5) Berusaha menangislah ketika membaca al-Quran, meskipun
dengan berpura-pura menangis
6) Membaca al-Quran dengan penuh rasa takut kepada Allah dan
penuh dengan kesedihan, dengan maksud agar dapat memahami
artinya sehingga dapat menyentuh perasaan (qalb)
7) Tidak diperbolehkan membaca al-Quran dengan kehendak sendiri,
seperti memotong-motong bagian surat, membuat aturan bacaan

87
Yusuf Qardhawi, (Berinteraksi dengan Al-Qur'an) Kaifa Nata'amalu ma'a Al-Qur'ani
Al-Azhim, terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, (Jakarta : Gama Insani Press, 1999), hlm. 231
88
Maimunah Hasan, Al-Quran dan Pengobatan Jiwa, (Yogyakarta : Bintang Cemerlang,
Cet. II, 2001), hlm. 139
sendiri, sambil makan, atau dengan mondar-mandir (tidak
konsentrasi).89
b. Etika batiniyah :
1) Agungkanlah al-Quran sebagai perkataan yang paling tinggi, sebab
yang dibaca adalah kitab Allah
2) Masukkan ke dalam hati keagungan Allah Swt dan kebesaran-Nya,
sama seperti kalam-Nya
3) Jauhkan diri dari segala kebimbangan dan keraguan
4) Merenungkan makna setiap ayat dan bacaan dengan penuh
kenikmatan
5) Tanamkan dalam hati yang penuh kesan terhadap ayat-ayat al-
Quran yang lebih mendalam
6) Memperluas, memperlembut perasaan dan membersihkan jiwa
7) Menjadikan al-Quran sebagai pedoman dan mengamalkan isi
kandungannya.90
Sedangkan adab dalam membaca al-Quran, antara lain :
1) Setelah bersuci dengan cara berwudlu, kemudian disunahkan
membuka bacaan al-Quran dengan istiadzah (ta'awudz)91 dan
dilanjutkan dengan membaca basmalah92 terlebih dahulu ketika hendak
memulai membaca al-Quran
2) Membaca al-Quran dengan tadabbur yaitu merenungkan makna
kandungannya, tafahhum yaitu memahami isinya, tafakkur, yaitu
memikirkan makna setiap kata, kalimat dan setiap ayat yang dibaca,
baik yang mengandung perintah dan larangan, dengan disertai
keinginan yang kuat untuk menerimanya
3) Hendaklah membaca al-Quran dengan suara merdu dan indah, karena
dengan suara yang indah dapat menggerakkan hati dan
menggoncangkan kalbu

89
Muhammad Kamil Hasan Al-Mahami, op.cit., hlm. 35-36
90
Maimunah Hasan, op.cit., hlm. 138
91
Bacaan isti'adzah yaitu lafadz yang berbunyi 'audzubillahi minasysyaithanir rajiim
dengan tujuan memohon perlindungan Allah dari godaan syetan.
92
Bacaan basmalah yaitu suatu kalimah yang dibaca bismillahi ar-Rahmani ar-Rahiimi
4) Tiap-tiap selesai membaca al-Quran, hendaknya diakhiri dengan
bacaan :

‫ﺻﺪﻕ ﺍﷲ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﻭﺑﻠﹼﻎ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺍﳊﺒﻴﺐ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﻭﳓﻦ ﻋﻠـﻰ ﺫﺍﻟـﻚ ﻣـﻦ‬

.‫ﺏ ﺍﻟﻌﺎﳌﲔ‬
 ‫ﺎﻛﺮﻳﻦ ﻭﺍﳊﻤﺪ ﷲ ﺭ‬‫ﺎﻫﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺸ‬‫ﺍﻟﺸ‬
Artinya : "Maha benar Allah yang Maha Agung. Dan telah
menyampaikan Rasul-Nya yang tercinta lagi mulia.
Dan kami termasuk orang-orang yang menjadi saksi
dan bersyukur terhadap hal demikian itu. Dan segala
puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.93

5) Setelah selesai disarankan agar berdoa kepada Allah


6) Dalam membaca al-Quran lebih diutamakan secara berjamaah, tetapi
juga boleh dibaca sendiri.94
5. Perintah dan Keutamaan dalam Membaca Al-Quran
Landasan utama tentang diperintahkan untuk membaca al-Quran
berasal dari kata iqra' yang artinya bacalah. Merupakan kata pertama dari
penerimaan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Kata ini penting bagi
orang yang belum pernah membaca sama sekali. Pengertiannya al-Quran,
bahkan bagi orang yang tidak bisa membacanya sama sekali. Pengertian
iqra' yang memiliki maksud memerintahkan seseorang untuk membaca
kitab (al-Quran). Hal ini tidak ditujukan hanya kepada Nabi Muhammad
Saw saja, tetapi juga untuk umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan,
karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan hidup
dunia dan akhirat.95 Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Al-Alaq : 1-
5 sebagai perintah membaca al-Quran.

93
Sirajuddin S.A., 24 Tuntunan Membaca Al-Quran dengan Tartil, (Jakarta : PT. Mizan
Publika, Cet. III, 2006), hlm. 140-142
94
Imam Nawawi, Adab Belajar, Mengajar, Membaca, menghafal Al-Quran, (Jakarta :
Lintas Pustaka Publisher, 2004), hlm. 87
95
M. Quraish Shihab, op.cit., hlm. 167
‫ ﺍﱠﻟﺬِﻱ‬.‫ﺮﻡ‬ ‫ﻚ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﹾﻛ‬
 ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺮﹾﺃ‬ ‫ ﺍ ﹾﻗ‬.‫ﻋﹶﻠ ٍﻖ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺎ ﹶﻥ ِﻣ‬‫ﻧﺴ‬‫ﻖ ﺍﹾﻟِﺈ‬ ‫ﺧﹶﻠ‬ .‫ﻖ‬ ‫ﺧﹶﻠ‬ ‫ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻱ‬
 ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ﺳ ِﻢ‬ ‫ﺮﹾﺃ ﺑِﺎ‬ ‫ﺍ ﹾﻗ‬

(5-1 : ‫ )ﺍﻟﻌﻠﻖ‬.‫ﻢ‬ ‫ﻌﹶﻠ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺎ ﹶﻟ‬‫ﺎ ﹶﻥ ﻣ‬‫ﻧﺴ‬‫ﻢ ﺍﹾﻟِﺈ‬ ‫ﻋﻠﱠ‬ .‫ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﹶﻠ ِﻢ‬ ‫ﻋﻠﱠ‬
Artinya : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya." (Q.S. Al-Alaq : 1-5)96

Sedangkan keutamaan bagi orang yang membaca al-Quran yakni


akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, karena ia merupakan amal
yang sangat mulia dan memberikan rahmat serta manfaat bagi yang
melakukan. Selain itu, membaca al-Quran dapat memberi cahaya ke dalam
hati manusia sehingga menjadi terang benderang.97 Dalam hal ini,
Rasulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan
membaca al-Quran yang artinya "Perumpamaan orang mukmin yang
membaca al-Quran adalah seperti buah utrujjah yang baunya harum dan
rasa enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Quran
seperti buah kurma tidak berbau dan manis rasanya. Perumpamaan orang
munafik yang membaca al-Quran ibarat sekuntum bunga berbau harum
dan pahit rasanya. Dan orang munafik yang tidak membaca al-Quran
adalah seperti buah hanzhalah yang tidak berbau dan pahit rasanya.98
Merupakan orang yang memiliki derajat tinggi ibadahnya di sisi
Allah, di mana hanya ditujukan bagi yang selalu membaca al-Quran
sebagai kitab Allah Azza wa Jalla. Karena di setiap huruf ataupun ayat-
ayatnya merupakan satu kebajikan dan akan berlipat ganda pahalanya.

C. Hubungan antara Membaca Al-Quran dengan Kecemasan

96
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Maudhu'i Atas Berbagai Persoalan
Ummat, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 102
97
Maimunah Hasan, op.cit., hlm. 128-131
98
Imam Nawawi, op.cit., hlm. 19
Al-Quran adalah kitab Allah yang penuh petunjuk atau pedoman hidup
bagi umat manusia, khususnya bagi mereka yang beriman, merupakan konsep
dasar dalam program dan prospek perluasan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Al-Quran menuangkan segenap aspek yang dibutuhkan manusia,
baik yang berkenaan dengan masalah dunia maupun akhirat. Al-Quran sebagai
kitab atau wahyu terakhir yang merupakan penyempurna terhadap kitab-kitab
sebelumnya, karena al-Quran memiliki kemukjizatan dalam hal apapun.99
Al-Quran adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik di kala
senang maupun sedih. Karena membacanya merupakan amal ibadah yang
termulia dan pahala Allah sebagai balasannya. Selain itu, apabila ditelusuri
lebih seksama al-Quran memiliki nilai kesembuhan yang menjadi obat dan
penawar bagi orang yang hatinya gelisah atau cemas.100
Cemas atau kecemasan merupakan ketakutan yang belum tentu terjadi.
Perasaan cemas biasanya muncul di saat keadaan yang diduga akan merugikan
dan dirasakan seolah-olah mengancam jiwa, sehingga menyebabkan adanya
ketidakberdayaan dalam menghadapinya.101
Melihat dari definisi kecemasan di atas, merupakan kondisi realitas
yang banyak terjadi di saat ini sebagai abad kecemasan. Karena manusia
sekarang telah dihadapkan dengan berbagai polemik kehidupan yang semakin
menantang. Oleh karena itu, secara psikologis mereka merasa terbebani oleh
berbagai macam kebutuhan hidup, sehingga pola atau gaya hidupnya lebih
mengedepankan nafsunya. Kesenjangan batin mulai bergejolak dan timbul
keluhan-keluhan fisik atau somatik (psikosomatis) yang tak lain adalah
kecemasan.
Nampak jelas apa yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa salah satu
dari sekian bentuk terapi dapat dijadikan solusinya dalam mengulangi
persoalan psikis adalah membaca al-Quran

99
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran : Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum
dalam Al-Quran, (Jakarta : PT. Permadani, 2005), hlm. 183-187
100
Maimunah Hasan, loc.cit.
101
Lihat definisi kecemasan tersebutdari Hanna Djumhanna Bastaman, op.cit., hlm. 156
Di lihat dari strukturnya, susunan al-Quran terdiri atas 114 surat yang
tertuang dalam 30 juz dan terdiri dari beberapa ayat yang memiliki sandi
(makna) tertentu. Maka, apabila dibaca akan mengeluarkan energi-energi atau
kekuatan yang dahsyat. Sebagaimana dinyatakan oleh Fazlur Rahman
mengenai al-Quran yang telah diturunkan sebelumnya hingga sekarang
mengandung unsur-unsur (moment) psikologis yang dalam dan sangat kuat,
serta memiliki sifat-sifat seperti ledakan vulkanis yang singkat tapi kuat.102
Demikian halnya dengan Dadang Hawari dalam menelaah sebuah
sudut pandang psikoterapi keagamaan telah menjelaskan bahwa ayat-ayat al-
Quran telah mengandung tuntunan dalam kehidupan di dunia bagi manusia
sehingga bebas dari rasa cemas, tegang, depresi, dan lain-lain.103
Kecemasan dapat diminimalisir dengan membaca al-Quran melalui
kemukjizatannya. Pengaruh secara psikologis ditimbulkan ini karena dalam
proses membaca al-Quran tersebut mempunyai aspek-aspek penting bagi
psikis seseorang, diantaranya yaitu :
a. Aspek Meditasi
Meditasi104 dapat mengurangi kecemasan, karena di dalamnya
mencakup ketenangan pikiran, tubuh yang rileks, sehingga mampu
menghasilkan energi positif pada fungsi fisiologis dan psikologis.
Membaca al-Quran merupakan meditasi yang memiliki mukjizat
secara fisik dan psikis, karena ia mampu menghadirkan kekhusukan
transcendental secara langsung atau daya konsentrasi spiritual antara
hamba dengan Tuhannya, di mana saat membaca ada hubungan yang
menyatu yaitu : tubuh, hati dan jiwa dengan Sang Pencipta yang
menghasilkan dampak relaksasi sehingga bebas dari rasa cemas atau

102
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung : Pustaka, Cet. IV, 2000), hlm. 31
103
Dadang Hawari, Al-Quran : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental,
(Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 68
104
Meditasi berarti kesadaran mutlak, artinya kemampuan konsentrasi dalam menjelajahi
batin untuk merefleksikan identitas riil antara mental dan emosional, lihat pada R.N.L. O'riodan,
Seni Penyembuhan Alami : Rahasia Penyembuhan Melalui Energi Ilahi, terjm. Sulaiman Al-
Kumayi, (Jakarta : PT. Gugus Press, 2002), hlm. 109
gelisah karena ini ada pengaruh yang ditimbulkan dari ayat-ayat yang
dibaca.105

b. Aspek Komunikasi
Dalam proses membaca al-Quran tersiratkan satu sarana yaitu
aspek komunikasi. Membaca al-Quran dapat disebut sebagai dzikrullah.106
Karena dzikir (membaca al-Quran) mencakup sistem komunikasi untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Menurut Arifin Ilham berdzikir melalui
membaca al-Quran memiliki daya penyebutan dan ingatan pada Tuhan,
secara terus menerus dilakukan dengan khidmat (khusyuk) akan
membiasakan hati senantiasa dekat dan akrab dengannya. Sehingga
menciptakan hubungan cinta dan keyakinan antara hamba dengan
Tuhannya. Jadi, secara psikologis akibat membaca al-Quran (mengingat
Allah) dalam alam kesadaran akan berkembang penghayatan akan
kehadiran Tuhan dalam jiwanya sehingga bebas dari rasa cemas dan
gelisah.107
c. Aspek Spiritual
Al-Quran sesuai dengan dasar katanya yang diartikan sebagai
sesuatu yang dibaca (membaca) atau dalam istilahnya di sebut dengan
kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan bagi yang
membacanya adalah ibadah.
Membaca al-Quran dinilai sebagai amal ibadah dan juga mencakup
aspek spiritualitas karena mampu menciptakan kemakrifatan (mengenal)

105
Ahmad Yani, Meditasi Qurani Menggapai Ketenangan Jiwa yang Islami dalam
Menangani Kecemasan, Email : ayani@Indosat.net.id., hlm. 3
106
Dzikir secara umum merupakan perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya, yang
hampir meliputi semua bentuk ibadah dan perbuatan baik, seperti tasbih, tahmid, shalat dan
membaca al-Quran, berdoa. Sedang dalam arti khusus, dzikir adalah menyebut nama Allah
sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syaratnya.
107
Hanna Djumhana Bastaman, op.cit., hlm. 158-161
dan dekat pada Allah Swt. Sehingga dapat menambah keimanan dan
ketaqwaan yang dijadikan bukti kedekatannya kepada Allah Swt.108
Selain itu, dengan membaca dan mengkaji al-Quran yang berfungsi
sebagai hudan (petunjuk) akan dijadikan sebagai pedoman hidup dunia
dan akhirat. Oleh sebab itu, ada unsur kepasrahan jiwa dan raga hanya
kepada-Nya. Maka ia mampu mengontrol diri sehingga tidak ada keraguan
atau kecemasan.109
d. Aspek Auto-Sugesti
Bacaan yang diucapkan saat membaca al-Quran memberi efek
auto-sugesti.110 Karena al-Quran memiliki kata-kata atau ayat, bahasa,
nada dan langgam, serta kandungan makna yang singkat dan padat. Hal
itu, mempunyai pengaruh energi positif yang bersifat preventif
(pencegahan) dan protektif (perlindungan) terhadap jiwa (psikis), sebab al-
Quran memiliki daya pengobatan dan penyembuh bagi segala penyakit
(psikologis).111
Selain ayat itu, ayat-ayat al-Quran saat dibaca dan sekaligus
mendengar, akan terasa di telinga bahwa ada keunikan dalam irama dan
ritmenya. Karena al-Quran mempunyai intonasi, bunyi, dan susunan
bahasa yang sangat indah dan merdu sebagaimana telah dinyatakan oleh
cendekiawan Inggris Marmoduke Frickthall dalam "The Meaning of
Glorious Quran" bahwa al-Quran mempunyai simfoni yang tidak ada
bandingnya, setiap nada-nadanya dapat menggerakkan hati manusia untuk
menangis dan bersuka cita.112

108
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam : Penerapan Metode
Sufistik, (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm. 300-301
109
Ibid., hlm. 423
110
Auto-sugesti disebut juga dengan self suggestion (sugesti diri). Self : diri atau
penghayatan tubuh, kesadaran individu mengenai identitasnya, kesinambungan, usaha dan
gambaran/kesan bayangannya. Sugesti (suggestion) : komunikasi lisan dalam bentuk perangsang
yang menyebabkan suatu keadaan sugestibilitas, yakni keadaan terbuka lebih terbuka untuk
menerima sugesti.
111
Hamdani Bakran A, op.cit., hlm. 412-413
112
Umar Shihab, op.cit., hlm. 189. Lihat penjelasan lain dari Quraish Shihab, Mukjizat
Al-Quran : Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Bandung :
Mizan, Cet. IV, 1998), hlm. 118-119
Uraian di atas merupakan sebuah ketepatan yang menyatakan
bahwa al-Quran mempunyai kekuatan yang luar biasa. Karena
kemukjizatan dari ayat-ayat/kata-kata, bahasa, nada ataupun makna yang
terkandung dapat menghasilkan suara atau bunyi yang ditimbulkan saat
membaca al-Quran memiliki pengaruh secara fisiologis dan psikologis. Di
mana secara psikologis mampu merangsang akal dan menyentuh rasa,
sehingga mampu mengurangi kecemasan manusia.

D. Hipotesis
Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan bahwa ada
perbedaan perubahan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol,
di mana setelah diadakan eksperimen. Dalam penelitian ini diprediksikan
bahwa kelompok eksperimen mengalami perubahan yang lebih besar
dibanding dengan kelompok kontrol. Sehingga dari perbedaan perubahan
tersebut dapat diprediksikan bahwa membaca al-Quran dapat menurunkan
kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai