Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh manusia, namun susu termasuk bahan pangan mudah rusak
dan memiliki umur simpan yang pendek. Oleh karena itu, untuk dapat
mengkonsumsi susu harus diolah terbih dahulu misalnya dipanaskan atau
dijadikan dalam bentuk bubuk. Disamping itu, pengembangan produk pangan
menggunakan bahan baku susu sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia,
contohnya adalah keju, margarin, yoghurt, dan es krim. Es krim merupakan buih
setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Olahan es krim
sangatlah banyak, namun pada umumnya bahan utama dari es krim adalah lemak
(susu), gula, padatan non-lemak dari susu (termasuk laktosa) dan air yang diolah
melalui berbagai tahapan. Es krim biasanya dijadikan hidangan penutup atau yang
populer disebut dessert.

1.2 Tujuan
 Memahami proses pengolahan bahan pangan berbasis susu berupa Es
Krim.
 Memahami fungsi-fungsi berbagai perlakuan dalam proses pembuatan Es
Krim.
 untuk mengetahui overum, kecepatan meleleh es krim, organoleptik es
krim, kadar lemak dan kadar protein dengan bahan baku pisang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Es Krim


Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan
udara. Sel-sel udara yang ada, berperanan untuk memberikan teksture lembut pada
es krim tersebut. Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu
dingin dan terlalu berlemak (Barraquia, 1998).
Sel-sel udara yang ada, berperan untuk memberikan tekstur lembut pada
eskrim tersebut. Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu
dingin dan terlalu berlemak. Sebaliknya, jika kandungan udara dalam es krim
terlalu banyak akan terasa lebih cair dan lebih hangat sehingga tidak enak
dimakan. Sedangkan, bila kandungan lemak susu terlalu rendah, akan membuat es
lebih besar dan teksturnya lebih kasar serta terasa lebih dingin. Emulsifier dan
stabilisator dapat menutupi sifat-sifat buruk yang diakibatkan kurangnya lemak
susu dan memberi rasa lengket (Marshall and Arbuckle, 1996).
Es krim dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari
produk susu (dairy) dan dikombinasikan dengan pemberi rasa (flavor) dan
pemanis (sweetener). Menurut Standar Nasional Indonesia, es krim adalah sejenis
makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau
campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa bahan
makanan lain yang diizinkan. Campuran bahan es krim diaduk ketika didinginkan
untuk mencegah pembentukan Kristal es yang besar. Secara tradisional,
penurunan temperatur campuran dilakukan dengan cara mencelupkan campuran
ke dalam campuran es dan garam (Arbuckle, 2000).

2.2 Sejarah Es Krim


Awalnya es krim terbuat dari es salju yang dicampur lemak susu, buah-
buahan dan diberi berbagai macam adonan sehingga lembut dan nikmat.Sejarah
kemunculan es krim dipercaya berawal dari zaman kepemimpinan Kaisar Nero
dari Romawi di tahun 64 Masehi yang sudah menikmati "es krim" di zamannya, ia
menyantap salju halus bersama campuran buah-buahan dan madu. Ada juga yang

2
mengatakan es krim ditemukan oleh bangsa Cina sekitar 700 M. Hidangan dingin
ini dijadikan persembahan bagi Kaisar Tang dari Dinasti Shang. Kaisar Tang yang
seorang penggemar kuliner meminta para koki istana untuk membuat es krim dari
campuran salju. Kisah lain menceritakan, es krim datang ketika adanya hubungan
dagang atara Cina dan Italia. Marcopolo, sang penjelajah lautan membawa resep
es krim ke negaranya. Berbeda dengan resep aslinya, es krim Italia
dikombinasikan dengan sirup dan campuran es. Es krim ala Italiano inilah yang
kemudian dinikmati oleh Kaum Bangsawan Eropa dan menyebar ke seluruh
dunia. Di Amerika, es krim baru populer pada abad ke-19, seiiring dengan
penemuan mesin pembuat es krim. Sebutan ice cream berasal dari para kolonis
Amerika, berasal dari fase “iced cram” (Marshall and Arbuckle, 1996).

2.3 Bahan Penyusun Es Krim

Komposisi Jumlah (%)


Lemak 10.0 - 12.0
Protein 3.8 - 4.5
Karbohidrat 20.0 - 21.0
Air 62.0 - 64.0
Total
36.0 - 38.0
Padatan
Stabilizer 0.2 - 0.5
Emulsifier 0 - 0.3
Mineral 0.8
Tabel 1. Komposisi Ice Cream (Eckles et.al, 1998)

Menurut Eckles, et.al (1998) bahan penyusun es krim ialah air, lemak,
padatan bukan lemak, pemanis, stabilizer atau emulsifier dan bahan flavor. Fungsi
bahan penyusun tersebut adalah sebagai berikut:

2.3.1 Air
Air merupakan komponen terbesar dalam campuran es krim, berfungsi
sebagai pelarut bahan-bahan lain dalam campuran. Komposisi air dalam
campuran bahan es krim umumnya berkisar 55-64%.

3
2.3.2 Lemak
Fungsi penambahan lemak pada pembuatan es krim adalah memberikan
rasa creamy serta berperan dalam pembentukan globula lemak dan turut
mempengaruhi besar kecilnya pembentukan kristal. Selain itu menurut Goff
(2000), lemak sangat penting dalam memberikan body es krim yang baik dan
meningkatkan karakteristik kehalusan tekstur.
Lemak susu dalam campuran es krim memiliki fungsi sebagai berikut:
 Meningkatkan cita rasa pada es krim.

 Menghasilkan tekstur lembut pada eskrim.

 Membantu dalam memberikan bentuk pada es krim.

 Membantu dalam pemberian sifat leleh yang baik pada es krim.

 Membantu dalam melumasi freezer barrel pada saat produksi (campuran


non-fat sangat kasar untuk peralatan pendinginan).
Seperti halnya MSNF, penggunaan lemak susu juga harus dibatasi karena dapat
menghalangi kemampuan whipping dari campuran es krim. Selain itu, lemak
susu yang berlebihan dapat menghasilkan rasa gurih yang berlebihan pada es
krim sehingga dapat menurunkan konsumsi. Harga lemak susu relatif tinggi
sehingga dapat meningkatkan biaya produksi apabila penggunaannya berlebihan.
Kelemahan lain pada penggunaan lemak susu berlebih adalah nilai kalori
campuran es krim yang meningkat (Goff, 2000). Sumber lemak susu untuk
menghasilkan produk es krim dengan cita rasa dan kelezatan tinggi adalah susu
segar. Sumber lain yang biasa digunakan adalah mentega dan lemak susu
anhidrat (Eckles et.al, 1998)
Lima hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sumber lemak susu
adalah struktur kristal lemaknya, laju kristalisasi lemak pada temperatur yang
berubah-ubah, profil pelelehan lemak (terutama temperatur pendinginan dan
pembekuan), kandungan trigliserida yang mudah meleleh, dan rasa dan
kemurnian minyaknya. Kandungan lemak susu pada es krim pada umumnya
berkisar antara 10-16% (Goff, 2000).

4
2.3.3 Milk Solids-Non Fat (Padatan Susu Bukan Lemak)
Campbell and Marshall (2000) menyatakan milk solid non fat merupakan
bahan baku es krim yang mengandung laktosa, kasein, whey protein, dan
mineral. MSNF merupakan bahan penting dalam pembuatan es krim. Fungsi
MSNF dalam es krim adalah sebagai berikut:
 Kehadiran protein dalam MSNF dapat meningkatkan tekstur es krim dan
mampu mempertahankan tekstur es krim agar tidak snowy dan flaky pada
overrun tinggi.
 Memberi bentuk dan membuat tidak kenyal pada produk akhir.
Walaupun memiliki banyak kegunaan, penggunaan MSNF harus dibatasi
karena dapat menghilangkan aroma dari beberapa campuran bahan es krim dan
MSNF memiliki kandungan laktosa yang tinggi. Kelebihan laktosa pada
campuran es krim dapat menyebabkan cacat tekstur es krim menjadi kasar
akibat dari adanya kristal laktosa yang terbentuk ke luar campuran. Selain itu,
kelebihan laktosa juga dapat menurunkan titik beku produk akhir. Penggunaan
MSNF secara umum berkisar antara 9-12%, bergantung pada jenis produk
(Campbell and Marshall, 2000).
Sumber MSNF untuk kualitas produk yang tinggi berasal dari susu skim
konsentrat dan bubuk susu skim pemanasan rendah proses spray (spray
process low heat skim milk powder). Sumber lain yang digunakan adalah susu
skim, susu skim terkondensasi beku (frozen condensed skimmed milk), bubuk
buttermilk atau buttermilk terkondensasi, susu terkondensasi, dan whey kering
atau whey terkondensasi (Campbell and Marshall, 2000).
Saat ini penggunaan susu skim bubuk atau skim terkondensasi telah
banyak digantikan dengan berbagai jenis susu bubuk pengganti yang
merupakan campuran dari konsentrat whey protein, kasein, dan bubuk whey.
Kandungan protein dalam bubuk pengganti ini lebih kecil dibandingkan
dengan bubuk skim, berkisar antara 20-25% sehingga memilki harga yang
lebih murah. Campuran ini juga memiliki komposisi whey protein dan kasein

5
yang tepat untuk menghasilkan kinerja yang baik dalam membuat campuran es
krim (Campbell and Marshall, 2000).

2.3.4 Pemanis
Pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan es krim adalah sukrosa,
gula bit, sirup jagung ataupun bahan pemanis lainnya yang diperbolehkan.
Sukrosa atau gula komersial merupakan bahan pemanis yang sering digunakan.
Penggunaan sukrosa telah banyak digantikan dengan gula jagung (corn syrup)
karena dapat lebih memperkokoh bentuk es krim dan meningkatkan shelf-life.
Pemanis biasanya ditambahkan pada campuran es krim sebanyak 12-16%-
berat. Tujuan pemberian pemanis ialah memberikan kekentalan dan cara
termurah untuk mencapai total solid yang diinginkan sehingga dapat
memperbaiki body dan tekstur frozen dessert serta menurunkan titik beku
(Walstra and James, 1999).

2.3.5 Stabilizer (Penstabil)


Penstabil atau yang biasanya disebut dengan stabilizer merupakan suatu
kelompok dari senyawa dan biasanya stabilizer yang digunakan adalah
golongan gum polisakarida. Stabilizer akan bertnggung jawab untuk
menambah viskositas dalam campuran fase tidak beku dari es krim (Goff,
2000). Beberapa fungsi utama dari stabilizer ialah:
 Mengatur pembentukan dan ukuran dari kristal es selama pembekuan dan
penyimpanan, mencegah pertumbuhan kristal es yang kasar dan grainy.
 Mencegah penyebaran atau distribusi yang tak merata dari lemak solid
yang lain.
 Mencegah pelelehan yang berlebih, bertanggung jawab terhadap bentuk
body, kelembutan dan kesegaran.
Macam-macam stabilizer yang dapat ditambahkan dalam pembuatan es krim
selain gelatin adalah agar, sodium alginat, gum acacia, gum karaya, guar gum,
locust bean gum, karagenan, carboxymethyl cellulose (CMC), dan lain-lain.
Tiap-tiap penstabil memiliki karakteristik yang bebeda-beda. Biasanya, dua
atau lebih jenis penstabil dicampurkan dalam penggunaannya untuk

6
memberikan sifat yang lebih sinergis satu dengan yang lainnya dan
meningkatkan efektivitas secara menyeluruh. (Marshal and Arbuckle, 1996).
Gelatin, protein yang berasal hewan, yang dapat digunakan sebagai
penstabil pada es krim, namun penggunaannya saat ini telah banyak digantikan
oleh polisakarida dari tumbuh-tumbuhan karena harganya yang relatif murah
(Marshal and Arbuckle, 1996).

2.3.6 Emulsifier (Pengemulsi)


Pengemulsi adalah senyawa yang ditambahkan pada campuran es krim
untuk menghasilkan struktur lemak dan kebutuhan distribusi udara yang tepat
sehingga menghasilkan karakteristik leleh yang baik dan lembut. Pengemulsi
terdiri dari bagian hidrofil dan lipofil yang terpisah pada permukaan pertemuan
antara minyak dan air yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan antara
minyak dan air dalam emulsi sehingga disperse lemak dapat berlangsung
dengan baik.
Emulsifier digunakan untuk menghasilkan adonan yang merata,
memperhalus tekstur dan meratakan distribusi udara di dalam struktur es krim.
Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang
menyebabkan daya emulsifier yang sangat kuat adalah kandungan lesitin yang
terdapat dalam kompleks lesitin-protein (Winarno, 2001). Padatan kuning telur
mempengaruhi tekstur, hampir tidak mempengaruhi titik beku dan
meningkatkan kemampuan mengembang karena kompleks lesitin-protein
(Arbuckle, 2000).
Pengemulsi asli pada es krim adalah kuning telur, namun yang paling
banyak digunakan sekarang ini adalah mono- dan digliserida yang berasal dari
hidrolisis parsial lemak hewani maupun minyak nabati. Pengemulsi lain yang
dapat digunakan adalah mentega susu dan gliserol ester. Jumlah penstabil dan
pengemulsi kurang dari 1,5%-berat campuran es krim (Friberg and Larsson,
1999).
Kuning telur mengandung lesitin yang dapat berfungsi sebagai
pengemulsi yaitu bahan yang dapat menstabilkan emulsi. Emulsi yang stabil
adalah suatu dispersi yang tidak mudah menjadi pengendapan bahan-bahan

7
terlarut, dengan demikian emulsifier dapat mempengaruhi daya larut suatu
bahan (Friberg and Larsson, 1999).

2.3.7 Pewarna dan Perasa


Pewarna adalah bahan yang digunakan untuk mengatur bau memperbaiki
diskolorasi makanan atau perubahan warna selama proses atau penyimpanan.
Berbagai pewarna alami tersedia dan digunakan untuk melakukan fungsi-
fungsi tersebut. Karatenoid adalah jenis yang paling luas digunakan, diikuti
oleh pigmen bit merah dan karamel warna coklat. Jumlah pewarna sintetik
yang diijinkan adalah sedikit. Warna kuning dan merah merupakan yang paling
banyak digunakan.
Produk-produk makanan yang sering diwarnai adalah permen
(confection), minuman ringan, dessert powders, sereal, es krim dan produk-
produk susu. Zat perasa adalah senyawa-senyawa yang meningkatkan aroma
dari komoditi makanan, walaupun zat ini sendiri dalam konsentrasi
penggunaannya tidak memiliki bau atau rasa yang khusus. Efek dari zat ini,
tampak nyata pada kesan-kesan seperti rasa/feelings, volume, body atau
kesegaran/freshness (khususnya pada makanan-makanan yang diproses
menggunakan panas) dari aroma dan juga oleh kecepatan penerimaan aroma
atau time factor potentiator (Belitz and Groosch, 1999)

2.3.8 Pemberi Rasa (Flavor)


Pemberi rasa ditambahkan pada campuran es krim untuk memberikan
rasa tertentu. Bahan pemberi rasa yang banyak digunakan adalah vanilla,
coklat, perasa buatan, sari buah, kacang, dan lain-lain.

2.3.9 Bahan Pelengkap


Bahan-bahan pelengkap ditambahkan untuk menambah penampilan luar
dan memperkaya rasa. Bahan pelengkap yang banyak digunakan adalah
cokelat, permen, biskuit, kacang, dan buah.

8
2.4 Pembuatan Es Krim
Es krim dibuat dengan menggunakan bahan-bahan seperti susu sapi, gula
pasir atau gula putih, kuning telur, tepung meizena, slaagroom of whip
(plumprose of whip cream). Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah wajan,
kompor, dan pengaduk.
Pembuatan es krim dimulai dengan mencampur semua bahan kemudian

di pasteurisasi pada suhu 70oC. Kemudian campuran bahan diaduk,


pengadukan terus dilakukan sehingga adonan merata. Setelah homogen,
dilakukan proses pendinginan pada suhu dibawah 5C selama 4-24 jam.
Adonan kemudian dibekukan hingga mengeras, dan apabila menginginkan es
krim yang awet dan tidak cepat meleleh, sebaiknya es krim yang sudah beku
dan mengeras disimpan pada suhu -18C (Harper and Hall, 2006).

2.5 Diagram Alir Pembuatan Es Krim


Pemilihan dan Penimbangan Bahan Baku

Pencampuran (mixing)

Pasteurisasi

Homogenisasi

Pendinginan

Aging

Pembekuan (freezing)

Pengerasan (hardening)

Penyimpanan
9
2.6 Fungsi Proses Pembuatan Es Krim
Menurut Destrosier (1977) tahapan utama yang dilakukan dalam
pembuatan es krim yaitu pencampuran, pasteurisasi, homogenisasi, aging, dan
pembekuan.

2.6.1    Pencampuran
Prosedur yang biasa dilakukan dalam mencampurkan bahan-bahan es
krim yaitu dengan mencampurkan krim cair, susu atau produk susu cair yang
lain dalam wadah untuk pasteurisasi. Semua bahan harus tercampur merata
sebelum suhu pasteurisasi tercapai. Campuran bahan yang akan dibekukan
menjadi es krim disebut ICM (Idris, 2002).
Pada tahap ini, semua bahan dasar dicampur di dalam tangki
berpengaduk. Tangki yang digunakan biasanya berbahan baja tahan karat
(stainless steel). Pada proses pencampuran ini, bahan baku cairan dimasukkan
langsung ke dalam tangki melalui pipa yang terhubung langsung dengan tangki
sedangkan bahan baku padatan dimasukkan ke dalam tangki melalui mulut
tangki. Pencampuran memerlukan agitasi yang keras agar semua bahan dapat
bercampur dengan baik, oleh karena itu biasanya digunakan pengaduk dengan
kecepatan tinggi (Idris, 2002).

2.6.2 Pasteurisasi
Setelah terbentuk campuran es krim (mix), campuran es krim kemudian
dipasteurisasi. Pasteurisasi merupakan titik control biologik (biological control
point) pada system yang bertujuan untuk menghancurkan bakteri-bakteri
patogen pada campuran. Selain itu, pasteurisasi juga dapat mengurangi jumlah
spoilage bacteria. Pasteurisasi memerlukan pemanasan dan pendinginan.
Temperatur minimal untuk melaksanakan pasteurisasi bergantung pada waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan pasteurisasi (Idris, 2002).
Pasteurisasi merupakan proses untuk mengurangi jumlah mikroba
pembusuk dan patogen yang tidak tahan panas dengan menggunakan suhu

10
79oC selama 25 detik. Proses ini juga membantu menghidrasi beberapa
komponen seperti protein dan penstabil (Goff, 2000).
Pasteurisasi terbagi menjadi dua metode, yaitu metode partaian dan
kontinu. Pada metode partaian, campuran dipanaskan dalam sebuah tangki
hingga mencapai temperatur minimal 69oC dan dipertahankan selama 30 menit
(Marshall and Arbuckle, 1996). Setelah dipanaskan dan dipertahankan
temperaturnya, campuran kemudian didinginkan hingga temperatur 4oC atau
kurang. Metode partaian biasa disebut low-temperatur long-time (LTLT).
Metode pasteurisasi yang paling banyak digunakan pada industri es krim
adalah secara kontinu atau yang biasa disebut high-temperatur short-time
(HTST). HTST dilaksanakan pada sebuah alat penukar panas yang disebut
plate heat exchanger (PHE). PHE terdiri dari bagian pemanasan (heating),
regenerasi (regeneration), dan pendinginan (cooling). Adanya bagian
regenerasi dapat menghemat kebutuhan pemanas dan pendingin hingga 90%.
Temperatur dan waktu minimum yang dibutuhkan pada metode HTST adalah
80oC selama 25 detik (Marshall and Arbuckle, 1996).
Adapun suhu pasteurisasi yang sering digunakan dalam pembuatan es
krim dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Suhu, waktu dan metode pasteurisasi campuran es krim


Metode Wakt Suhu
u (oC/oF)
Low Temperature Low Time 30 69/155
(LTLT) menit
High Temperature Short Time 25 80/175
(HTST) detik
High Heat Short Time (HHST) 1-3 90/194
detik
Ultra High Temperature (UHT) 2-40 135/275
detik
Sumber: Marshall and Arbuckle (1996)

11
2.6.3 Homogenisasi
Proses homogenisasi ditujukan untuk memecah ukuran globula-globula
lemak yang akan menghasilkan tingkat dispersi lemak yang tinggi. Sebelum
homogenisasi, campuran harus telah dipanaskan terlebih dahulu agar berada
dalam fasa cair ketika homogenisasi karena pada fasa cair, efisiensi
homogenisasi akan lebih besar dan penghancuran gumpalan lemaknya menjadi
lebih mudah. Keuntungan homogenisasi adalah mengaduk semua bahan secara
merata, memecah dan menyebar globula lemak, membuat tekstur lebih
mengembang dan dapat menghasilkan produk yang lebih homogen (Destrosier,
1977).

2.6.4 Aging
Menurut Eckles et al. (1998) aging merupakan suatu proses pendinginan
campuran yang telah dihomogenisasi pada suhu di bawah 5oC selama antara 4
sampai 24 jam. Waktu aging selama 24 jam memberikan hasil yang terbaik
pada industri skala kecil. Hal ini menyediakan waktu bagi lemak untuk menjadi
dingin dan mengkristal serta menghidrasi protein dan polisakarida sepenuhnya.
Selain itu kristalisasi lemak, adsorpsi protein, stabilizer dan emulsifier dalam
globula lemak membutuhkan waktu beberapa jam terutama jika gelatin
ditambahkan sebagai stabilizer.
Beberapa tujuan dari proses penuaan ini adalah:
 Meningkatkan kualitas whip dan tekstur lembut dari campuran.
 Membuat protein dan pemantap terhidrasi.
 Mengkristalkan lemak sehingga lemak dapat menyatu.
 Mengurangi jumlah panas yang dibutuhkan untuk dibuang pada saat
pembekuan.

2.6.5 Pembekuan
Menurut Potter (2006) proses pembekuan yang cepat disertai pemasukan
udara berfungsi untuk membentuk cairan dan memasukkan udara ke dalam
campuran es krim sehingga dihasilkan overrun. Proses pembekuan ini disertai
dengan pengocokan yang berfungsi untuk membekukan cairan dan

12
memasukkan udara ke dalam ICM sehingga dapat mengembang (Destrosier,
1997).
Pada pembekuan, air dalam campuran dibekukan menjadi Kristal-kristal
es untuk menghasilkan tekstur yang agak keras. Proses penambahan udara ke
dalam campuran dilakukan pada tahap pendinginan ini. Jumlah udara yang
ditambahkan menentukan tekstur es krim yang dihasilkan. Pembekuan dapat
dilakukan secara partaian maupun kontinu (Destrosier, 1997).
Hampir seluruh proses pembekuan es krim pada industri dilakukan secara
kontinu. Kapasitasnya berkisar antara 100 hingga 3000 L per jam per freezer.
Freezer yang digunakan biasanya didinginkan dengan refrigerant amoniak.
Pada pembekuan kontinu ini, es krim dibekukan hingga temperatur -5 oC
sampai -7oC. Beberapa kelebihan pembekuan secara kontinu dibandingkan
dengan parataian adalah volume pendinginan per pendingin lebih besar, tekstur
produk akhir yang dihasilkan biasanya lebih lembut, penambahan udara ke
dalam campuran dapat diatur sehingga overrun dapat diatur sehingga dapat
mencapai overrun yang diinginkan, peralatan lain untuk proses dapat
diletakkan setelah keluaran dari freezer, dan es krim dapat lebih mudah
dibentuk (Destrosier, 1997).

2.6.6 Pengerasan (Hardening)


Setelah bahan-bahan tambahan telah diisikan ke dalam campuran es
krim, campuran kemudian dikeraskan pada temperatur -30oC s.d. -40oC. Pada
tahapan ini, hampir seluruh sisa air pada campuran membeku. Pengerasan
terdiri dari pembekuan diam dengan membekukan campuran di dalam sebuah
freezer, pembekuan temperatur rendah hingga -40oC secara konveksi
menggunakan terowongan beku dan secara konduksi menggunakan pelat-pelat
pembeku (plate freezers) (Arbuckle, 2000).

2.6.7 Penyimpanan
Dari ruang palletizing, kemudian es krim dibawa ke ruang penyimpanan
dingin yang bertemperatur -18oC dan disimpan untuk kemudian

13
didistribusikan. Es krim yang disimpan di dalam ruang penyimpanan dingin
dapat bertahan hingga satu tahun (Arbuckle, 2000).

2.7 Ciri Kerusakan, Tips Memilih dan Cara Penanganan Es Krim

2.7.1 Ciri Kerusakan

Menurut Anonim (2012), es krim yang baik (masih fresh-beku) memiliki


tekstur yang lembut, meskipun masih padat saat disendok. Sedangkan es krim
yang sudah pernah mencair dan dibekukan kembali punya ciri-ciri sebagai
berikut (untuk es krim ukuran family pack):

a. Volume es krim sudah turun (dikarenakan kandungan udara yang hilang


karena proses pencairan, semakin sedikit volume es krim yang sudah
mencair, maka semakin banyak kandungan udaranya).

b. Jika satu pack ada dua rasa es krim atau lebih (combo pack), maka es
krim yang mencair akan cenderung bercampur, tidak terlihat lagi
perbedaan warna es krim.

c. Jika es krim menggunakan gula asli (bukan gula buatan), maka dalam
proses pencairan kandungan gula akan memisahkan diri dan turun ke
bawah, membentuk lapisan bening di dasar kemasan es krim. Jika
kemasan es krim tersebut transparan, maka akan terlihat lapisan bening
(gula) di dasar kemasannya.

d. Tekstur es krim berubah menjadi kasar, dengan kristal-kristal es di


permukaan dan dalam es krim.

e. Karena tekstur berubah, rasa es krim yang sudah pernah mencair pasti
juga akan berubah

Sedangkan ciri-ciri kerusakan es krim untuk jenis es krim stick, cone dan cup
sebagai berikut:

14
a. Jika membeli es krim stick, cukup diraba saja. Kalau ingat dengan
bentuk es krim stick yang biasanya, coba dibandingkan dengan bentuk
es krim saat diraba/dipegang. Jika bentuk berubah, maka bisa dipastikan
es krim sudah rusak.

b. Jika membeli es krim cone, cukup dilihat saja. Jika bentuknya kerucut
sempurna, tutup/lid menutup sempurna,  dan bagian atas es krim tidak
penyok/rusak, maka es krim cone tersebut masih fresh.

c. Jika membeli es krim kemasan cup dengan tutup lid dari karton, cukup
lihat kemasannya. Jika tutup kemasan sudah miring atau turun, maka
volume es krim di dalam cup sudah berkurang. Artinya, es krim sudah
rusak.

2.7.2 Cara Penanganan

Es krim harus berada dalam suhu minimal -20oC untuk mendapatkan


kualitas terbaiknya. Jika es krim disimpan di dalam freezer lemari pendingin
(kulkas) biasa yang ada di rumah, maka freezer harus diatur ke suhu yang
terdingin. Es krim harus disimpan di ruang dengan suhu beku baik sebelum
atau setelah dikonsumsi (untuk dikonsumsi lagi di lain waktu). Jadi es krim
tidak bisa disimpan sembarangan, apalagi di ruang dengan suhu diatas -10oC.
Dipastikan es krim akan mencair, meleleh sehingga akan sangat mengurangi
kenikmatan dalam mengonsumsinya (Anonim, 2012).
Es krim yang sudah pernah mencair, lalu dibekukan kembali, tidak akan
layak makan karena kandungan udaranya sudah hilang. Artinya udara yang
membuat es krim terasa lembut menguap dengan mencair nya es krim tersebut.
Apabila es krim yang sudah kita beli mencair, langkah terbaik adalah
segera mengkonsumsinya. Sebab, jika es krim yang sudah pernah mencair,
kemudian dibekukan kembali es krim tersebut tidak layak konsumsi. Selain
rasanya sudah berubah, tekstur-nya berubah dari yang lembut menjadi keras.
Ditambah ada kristal-kristal es di permukaan maupun di dalam es krim yang
sudah pernah mencair tersebut. Kalau dipaksakan untuk dikonsumsi, akan
mengakibatkan pencernaan kita terganggu. Langkah terbaik ketika menemukan

15
es krim yang sudah pernah mencair lalu dibekukan kembali adalah
membuangnya (Anonim, 2012).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Overum es krim dengan bahan baku pisang


Overrun merupakan pengembangan volume es krim terhadap volume
adonan mula-mula karena adanya udara yang terperangkap dalam es krim
(Setianawati, 2002). Grafik perhitungan nilai overrun dapat dilihat pada tabel
1.
Perlakuaan Rata-rata
K1B2 48,59
K2B2 48,53
K0B2 63,58
K1B1 42,25
K0B1 53,59
K2B1 42,1

Nilai overrun tertinggi adalah perlakuan K1B2 yaitu 48,59% tetapi jika
dibandingkan dengan kontrol K0B2 63,58% dan K0B1 53,59% dalam
penelitian, maka overrun ini masih dibawah kontrol dan nilai overrun terendah
adalah perlakuan K2B1 yaitu dengan nilai 42,10%. Menurut Padaga (2005), es
krim yang berkualitas memiliki overrun 70%-80%, es krim industri kecil atau
menengah 50-70% sedangkan industri rumah tangga 3550%. Dengan demikian
data overrun pada penelitian ini masih dalam standar kualitas es krim.
Berdasarkan hasil uji ANOVA, menunjukkan bahwa faktor kombinasi
penggunaan jenis buah dan jenis proses tidak memberikan perbedaan yang
nyata pada taraf 5% terhadap nilai overrun es krim yang dihasilkan.

3.2 kecepatan meleleh es krim (menit) dengan bahan baku pisang


Menurut Setianawati (2002), daya pelelehan identik dengan waktu yang
dibutuhkan es krim untuk meleleh sempurna pada suhu ruang. Kecepatan
pelelehan es krim berkaitan erat dengan tekstur es krim. Es krim yang

16
bertekstur kasar mempunyai kekentalan dan resistensi pelelehan yang rendah
sehinggga mudah meleleh. Grafik kecepatan meleleh (menit)dapat dilihat pada
tabel 2.
Perlakuaan Rata-rata (menit)
K1B2 1,25
K2B2 1,32
K0B2 0,62
K1B1 2,91
K0B1 1,05
K2B1 1,06

3.3 Pengujian Organoleptik Es krim bahan baku pisang


Pengujian organoleptik dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu
diantaranya adalah uji hedonik (kesukaan). Hasil analisa menggunakan metode
Kruskal Wallisterhadap variabel organoleptik es krim, menunjukkan bahwa
perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap aroma, mouthfeel
dan penampilan secara umum. akan tetapi warna dan rasa untuk perlakuan
memberikan pengaruh yang nyata.
3.3.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Warna Es Krim
Menurut Kartika (1998), faktor warna merupakan atribut kualitas yang
paling penting dalam industri pengolahan makanan, karena warna dapat
mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen Penggunaan perbedaan jenis
buah dan jenis proses pembuatan es krim terhadap tingkat kesukaan panelis
dengan uji Kruskal Wallis pada warna es krim, menunjukkan bahwa H0
sebaran populasi identik ditolak diduga karena perbedaan warna dari masing-
masing jenis buah yang digunakan yaitu pisang jantan dan waluh sebagai
bahan pengisi dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan.
3.3.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Aroma Es Krim
Menurut Padaga (2005), Aroma dalam es krim merupakan kombinasi
cita rasa dan bau (aroma), yang diciptakan untuk memenuhi selera konsumen.
Pada umumnya aroma dan rasa merupakan satu kesatuan yang saling
menunjang karena hal pertama yang akan diperhatikan oleh konsumen saat
membeli es krim adalah aroma dan rasanya. Uji Kruskal Wallis pada aroma es
krim, menunjukkan bahwa H0 sebaran populasi identik (diterima).Hal ini

17
disebabkan karena aroma waluh proses tradisional rongga udaranya tertutup
dan tidak terkontaminan sedangkan proses semi modern rongga udaranya
terbuka sehingga terkontaminan dan aroma hilang waktu proses homogenisasi.
3.3.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap RasaEs Krim
Rasa merupakan campuran tanggapan cicip, bau dan trigeminal yang
diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran
yang menimbulkan sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai
pemuas bagi orang yang memakannya (Soekarno, 1985). Penggunaan
perbedaan jenis buah dan jenis proses pembuatan es krim terhadap tingkat
kesukaan panelis dengan uji Kruskal Wallis pada rasa es krim, menunjukkan
bahwa H0 sebaran populasi identik ditolak (tidak diterima). Rasa yang
dihasilkan dari produk es krim tersebut masih mencirikan bahwa bahan utama
(susu) dan rasa yang dominan adalah rasa manis yang timbul akibat susu full
cream dan penambahan gula (Astawan, 2008).
3.3.4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Mouthfeel Es Krim
Menurut Padaga (2005), tekstur lembut es krim sangat dipengaruhi oleh
cara mengolah dan kondisi penyimpanan. Es krim yang bertekstur kasar
mempunyai kekentalan dan resistensi pelelehan yang rendah sehingga mudah
meleleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnomo (1995), yang menyatakan
bahwa yang mempengaruhi tekstur bahan pangan antara lain rasio kandungan
protein, lemak, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air dan aktivitas air.
3.3.5 Pengaruh Perlakuan Terhadap Penampilan Secara Umum Es Krim
Penerimaan secara umum adalah penilaian secara keseluruhan terhadap
produk yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan mengukur
penerimaan terhadap sifat sensoris tertentu (Soekarno, 1985). Berdasarkan
analisa semua perlakuan tidak berbeda nyata diduga karena K2B2 memiliki
warna yang menarik (warna lembut) yaitu warna kekuningan dan warna yang
terang, aroma susu tidak terlalu kuat (tidak amis), rasa yang enak serta
mouthfeel yang lembut dilidah dan penampilan secara umum bagus atau
menarik.

3.4 Pengujian Mutu Kimia Es Krim

18
Mutu kimia yang dianalisa pada penelitian ini meliputi kadar lemak dan
kadar protein. Analisa yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dari uji
organoleptik menjelaskan bahwa perlakuan K2B2 es krim waluh proses semi
modern adalah perlakuan yang paling disukai.
3.4.1 Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak terhadap es krim perlakuan K2B2 waluh semi
modern adalah perlakuan yang paling disukai dimana diperoleh nilai rata-rata
dari tiga kali pengulangan sebesar 9,9866%. Didalam SII Nomor 1617 tahun
1985 menyebutkan ketentuan lemak didalam es krim dengan standar minimal
8,0% dan menurut Padaga (2005), mengkategorikan es krim dengan kadar
lemak 10-12% dalam kategori standar. Perlakuan K2B2 waluh semi modern
memenuhi syarat mutu atau standar yang ditetapkan SII.
3.4.2 Kadar Protein
Pengukuran kadar protein terhadap es krim perlakuan K2B2 waluh semi
modern adalah perlakuan yang paling disukai diperoleh nilai rata-rata dari tiga
kali pengulangan sebesar 4,4775%. Menurut Buckle (1985), kadar protein pada
komposisi rata-rata es krim adalah sebesar 4,6% dalam perlakuan penelitian ini
kadar lemak K2B2 waluh semi modern hampir mencampai atau memenuhi
standar dari komposisi rata-rata es krim pada umumnya.

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Es krim adalah es krim adalah produk olahan susu yang dibekukan, terbuat
dari kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan tambahan seperti telur, gula,
dengan atau tanpa bahan pencitarasa dan pewarna, atau penstabil. Selain itu, es
krim merupakan produk pangan beku yang berasal dari susu yang dibekukan
melalui agitasi adonan es krim yang telah dipasteurisasi. Es krim merupakan
makanan yang mengandung zat gizi cukup lengkap, yakni karbohidrat, lemak,
dan protein.
Proses pembuatan es krim secara umum melalui 10 tahap umum, yakni
pemilihan dan penimbangan bahan baku, pencampuran, pasteurisasi,
homogenisasi, pendinginan, aging, pembekuan, pengerasan, pengemasan, dan
penyimpanan. Parameter kualitas es krim ditentukan oleh viskositas, kecepatan
leleh es krim dan sifat mengikat air, overrun, dan dari sifat organoleptik (rasa,
aroma, dan warna).
Ciri-ciri es krim yang rusak antara lain volume berkurang, warna es krim
tercampur, gula turun ke dasar kemasan membentuk lapisan bening gula, tekstur
es krim menjadi kasar, rasa berubah, serta kemasan (es krim cone dan cup)
penyok atau miring.
Es krim harus disimpan dalam suhu minimal -20 oC atau pada suhu
terdingin apabila disimpan dalam freezer lemari pendingin biasa untuk menjaga
kualitas es krim. Jika es krim yang dibeli mencair, sebaiknya langsung dimakan,
jangan dibekukan lagi, karena dapat mengganggu pencernaan. Serta untuk es
krim yang sudah pernah mencair dan dibekukan lagi, sebaiknya jangan
dikonsumsi karena kandungan udara dalam es krim sudah hilang sehingga es
krim menjadi tidak lembut dan tidak layak konsumsi.
Proses Pembuatan dan jenis buah tidak memberikan bengaruh yang
berbeda nyata terhadap overrun dan kecepatan meleleh. Hasil dari overrun es
krim yang tertinggi adalah perlakuan pisang proses semi modern memiliki
overrun 48,59%. Berdasarkan hasil dari penilaian uji organoleptik es krim yang

20
dibuat dengan waluh proses semi modern adalah perlakuan yang paling disukai.
Hasil uji mutu kimia menunjukkan bahwa es krim dengan waluh proses semi
modern memiliki kadar lemak 9,9866% dan kadar protein 4,4775%.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Tips memilih Es Krim.


http://mycampinaicecream.wordpress.com/2012/08/23/tips-campina-1-
tips-memilih-es-krim/. Diakses pada Minggu, 7 Oktober 2012 pukul
15:49 WIB.

Arbuckle, W.S. 2000. Ice Cream Third Edition. Avi Publishing Company. Inc
West Port, Connecticut.

Astawan. 2008. Ada Penjinak virus di dalam Es Krim. Pusat Data dan Informasi
departemen Kesehatan. http://www.depkes.go.id/index.ph p?
articles&tqsk= viewarticle&artid=226&itemid=3

Barraquia, V. 1998. Milk Product Manufacture. University of The Philippines at


Los Banos College. Laguna, Philippine.
Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-verlag Berlin.
Heidelberg, Germany.

Campbell, J.R and R.T Marshall. 2000. The Science of providing Milk for Men.
McGraw-Hill Book Company. New York.

Destrosier, N.W. and Tessler, D.K. 1997. Fundamental of Food Freezing. The
AVI Publishing Co. Inc. New York.

Eckles, C.H., W.B. Combs, and H. Macy. 1998. Milk and Milk Products.
McGraw-Hill Company. New York.

Friberg, S.E. and Larsson, Kare. 1999. Food Emulsion 3rd Edition. Marcell
Dekker, Inc. New York.

Goff, H.D. 2000. Controlling Ice Cream Structure by Examining Fat Protein
Interactions. J. Dairy Technology. Australia.

Harper, W.J. and C.W. Hall. 1976. Dairy Technology and Enginering. The AVI
Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut

Idris, S. 2002. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan


Universitas Brawijaya. Malang.

Kartika. 1998. Petunjuk Evaluasi Produksi Industri Hasil Pertanian. UGM:


Yogyakarta

22
Marshall, R.T. and W.S. Arbuckle. 1996. Ice Cream, 5thEdition. Internatioan
Thompson Publishing. New York.

Padaga. 2005. Membuat Es Krim Yang Sehat.TrubusAgrisana: Surabaya

Potter, N.N. 2006. Food Science. The AVI Publishing Co. Inc. Westport.
Connecticut.
Purnomo. 1995. Pengaruh Perlakuan Terhadap Mouthfeel Es Krim. IPB. Bogor.
Soekarno . 1985. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil
pertanian. Bhatara Karya Aksara. Yogyakarta.
Walstra, P. And R. James. 1999. Dairy Chemistry and Physics. John Willey and
Sons, Inc. New York.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai