Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

ANEMIA PADA ANAK

Dokter Pembimbing:

dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

Disusun Oleh:
Nadya Lutfi 2016730075

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan Rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan referat ini tepat pada waktunya, referat yang di
tulis berjudul “ Anemia Pada Anak ”, referat ini disusun dalam rangka mengikuti
kepanitraan Klinik di stase Ilmu Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis
anak Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
2. Teman – teman seperbimbingan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya
kepada penulis dan kepada pembaca.

Terimakasih.

Jakarta, 12 Juni 2020

Nadya Lutfi
BAB I

PENDAHULUAN

Anemia dapat didefinisikan secara kuantitatif atau fungsional (secara fisiologis).


Keberadaan anemia biasanya ditentukan dengan membandingkan kadar hemoglobin pasien
dengan nilai normal spesifik menurut usia dan jenis kelamin. Anemia adalah berkurangnya
jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm darah atau berkurangnya volume sel
yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hampir semua gangguan
pada sistem hematopoietik ditandai dengan keadaan klinik pucat atau anemia. Menurut
WHO (2011), anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan
konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Anemia dapat terjadi pada semua tahap
kehidupan, tetapi lebih umum terjadi pada anak-anak dan wanita hamil. Anemia pada anak
adalah masalah yang sering ditemui dialam praktik sehari-hari. Anemia lebih tinggi di
antara anak-anak berusia 1-2 tahun. Di antara anak-anak yang lebih muda, 5,4% mengalami
anemia dan 2,7%. Karena itu, sekitar 50% darianak-anak usia 1-2 tahun yang mengalami
anemia kekurangan zat besi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA

Pengertian

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin

(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat

memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke

jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun. Menurut WHO

(2011), anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan

konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.

Secara fisiologi, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung umur,

jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu,

perlu ditentukan batasan kadar hemoglobin pada anemia.

Tabel . Batasan kadar hemoglobin anemia berdasarkan usia


Sumber:WHO, 2001
KELOMPOK UMUR HB (gr/dl)

Anak 6 bulan – 6 tahun <11


6 tahun – 14 tahun <12

Dewasa Wanita dewasa < 12

Laki-laki dewasa <13

Ibu hamil <11


Derajat Anemia pada anak

Derajat anemia untuk menentukan seorang anak mengalami anemia atau tidak
dapat ditentukan oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam tubuh. Klasifikasi derajat
anemia yang umum dipakai dalah sebagai berikut :

a. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr / dl

b. Ringan Hb 8 gr / dl – 9,9 gr / dl

c. Sedang Hb 6 gr / dl – 7,9 gr / dl

d. Berat Hb < 6 gr / dl

(Sumber : WHO, 2002,. dalam Wiwik , 2008).

Fisiologi

Eritropoetin adalah hormon regulator utama dalam produksi eritrosit. Pada fetus,
eritropoetin dihasilkan oleh sistem makrofag-monosit di hati. Setelah kelahiran, eritropetin
diproduksi oleh sel peritubular di ginjal. Dlam proses produksi dan maturasi, eritrosit
kehilangan nukleusnya sehingga kehilangan fungsi sintesisnya. Eritrosit normal akan
bertahan selama 120 hari, sementara eritrosit abnormal hanya bertahan setidaknya 15 hari.
Molekul hemoglobin adalah komples hemeprotein yang terdiri atas dua rantai polipeptida
yang mirip. Terdapat enam tipe hemoglobin pada manusia, yaitu embrionik, Gower I,
Gower II, Portland, hemoglobin fetal (HbF), dan hemoglobin dewasa (HbA dan HbA2).
HbF adalah hemoglobin primer pada fetus yang memiliki afinitas oksigen lebih tinggi
dibandingkan HbA dan HbA2 sehingga memungkinkan efesiensi transfer oksigen ke fetus
yang lebih baik. Jumlah HbF akan berkurang secara cepat sehingga kadar trace pada usia
6-12 bulan akan digantikan oleh tipe HB dewasa yaitu HbA dan HbA2.
Etiologi

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain

Menurut Price (2006) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena :

a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,


Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.

b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat


menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.

c) Fungsi sel induk ( stem sel ) terganggu , sehingga dapat


menimbulkan anemi aplastik dan leukemia.

d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.

2. Kehilangan darah :

a) Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi secara


mendadak.

b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.

3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi


karena :

a) Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD ( untuk


mencegah kerusakan eritrosit.

b) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.

4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud
adalah protein, asam folat, vitamin B12 dan mineral Fe. Sebagian besar anemia
anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi,
asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah.
Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi
cacing tambang (Masrizal,2007).
Tanda – tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi
(feritinin) dan bertambahnya absorsi zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas pengikat zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa
habisnya simpanan zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas
simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporporin yang diubah menjadi heme dan dikuti dengan menurunya kadar
feritinin serum dan akhirnya terjadi anemia dengan ciri khas rendahnya kadar
hemogloblin (Gibney,2008).

Klasifikasi Anemia Berdaarkan Etiologi

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:

1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang;


a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastic
- Anemia mieloplastik
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia akibat kekurangan eritropoetin: anemia pada gagal ginjal kronik
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan);
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Proses penghancuran dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisi).
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
- Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzin eritrosit (enzimopati): anemia kibat defisiensi G6PD
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati struktal: HbS, HbE, dll
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik
- Lain-lain
4. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks, seperti akibat obat-obatan dan lain-lain.

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologis dengan
indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan:

1) Anemia normositik normokrom.

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan

akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada

sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan

perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak:

MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran

eritrosit.

- Anemia pasca perdarahan akut


- Anemia aplastic
- Anemia hemolitik didapat
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia pada gagal ginjal kronik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia pada keganasan hematologi
2) Anemia makrositik hiperkrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal

dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari

normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg,

MCHC = >35 %). Ditemukan pada anemia :

a. Bentuk megaloblastik
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroidisme
- Anemia pada sindrom mielodisplastik

3) Anemia mikrositik hipokrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal

dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal.

(Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).

Penyebab anemia mikrositik hipokrom:

1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.

2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.

3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

Gambar. Morfologi Sel Darah Merah pada Anemia


Tanda Gejala Anemia Anak

Tanda gejala yang sering dijumpai pada anak selain dilihat dari beratnya anemia,
berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala : 1) kecepatan kejadian anemia,
2) durasinya misalnya kronisitas, 3) kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan,
4) adanya kelainan lain atau kecacatan dan 5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta
kondisi yang mengakibatkan anemia (Smeltzer, 2002).

Sedangkan tanda gejala menurut Mansjoer (2006) dapat digolongkan menjadi


tiga jenis gejala yaitu : 1. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom
anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb <7g/dl). Sindrom anemia terdiri
dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang -
kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada mukosa mulut, telapak
tangan dan jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena
dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitive karena timbul
setelah penurunan hemoglobin berat ( Hb < 7g/dl ). 2) Gejala masing – masing anemia,
gejala ini spesifik untuk masing – masing jenis anemia, sebagai berikut : a) anemia
defisiensi besi gejalanya antara lain disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
kuku sendok ( koilonychia ). b) anemia megaloblastik antara lain glositis, gangguan
neurologik pada defisiensi vitamin B12. c) anemia aplastik antara lain seperti
perdarahan, dan tanda – tanda infeksi. 3) gejala penyaikt dasar yaitu gejala yang sering
timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari
penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang seperti
mengalami sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan.
Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya
pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid. Selain tanda
dan gejala yang terjadi pada anemia diatas, individu dengan defisiensi besi yang berat (
besi plasma kurang dari 40 mg/ dl, hemoglobin 6 sampai 7 g /dl) memiliki rambut yang
rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk sendok
(koilonikia). Selain itu atrofi paila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin,
mengkilat, bewarna merah daging dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi
stomatitis angularis, pecah – pecah disertai kemerahan dan nyeri disudut mulut (Price,
2006).

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada
kasus anemia untuk mngarahkan diagnosa anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis
anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Pendekatan Klinis

Diagnosis spesifik penyebab anemia dapat ditegakan melalui anamnesis,


pemeriksaan fisik dan laboratorium sederhana. Anak dengan anemia umumnya tidak
menunjukan gejala klinis dan memiliki hemoglobin atau hematokrit abnormal pada
skrining rutin. Pada beberapa anak dapat ditemui pucat, fatifue atau ikterik.

Anamnesis

Defisiensi zat gizi, pica atau geofagia mengarah kepada anemia defisiensi besi.
Riwayat pengobatan dapat mengindikasikan adanya defisiensi G6PD atau anemia aplastic.
Infeksi virus juga dapat menyebabkan aplasia sel darah merah. Diare berulang
meningkatkan kecurigaan malabsorpsi dan kehilangan dasar samar, misalnya dalam gluten-
sensitive-enteropahthy dan inflammatory bowel disease.
Pemeriksaan fisik

Temuan pada anemia kronis meliputi mood irritable, pucat, glossitis, murmur
sistolik, keterlambatan pertumbuhan, splenomegali dan perubahan kuku. Anak dengan
anemia akut, biasanya memiliki gambaran klinis yang lebih khas; misalnya icterus,
takipnea, takikardia, splenomegaly, hematuria dan gagal jantung kongestif.

Pemeriksaan penunjang

Darah perifer lengkap: eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit (MCV, MCH,
MCHC), RDW (Red cell distribution width) dan hitung retikulosit.

 Darah perifer lengkap: eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit (MCV,


MCH, MCHC), RDW dan hitung retikulosit.
- Mean corpuscular volume (MCV) adalah ndeks perkiraan volume eritrosit
 MCV= (Ht/eritrosit x 10)
 MCV normal 79-96 fl. MCV <79 fl mikrositik. MCV >96 fl
makrositik
- Mean corpuscular hemoglobin adalah indeks untuk mengetahui perkiraan
kandungan Hb dalam eritrosit
 MCH= (Hb/eritrosit) x 10
 MCH normal 27-32 pg. apabila MCH <27 hipokrom, MCH >32
hiperkrom
- Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) adalah indeks untuk
mengetahui persentasi HB dalam darah.
 MCHC= (Hb/Ht) x 100%
 MCHC normal 32-37%. Apabila MCHC <32% disebut hipokrom
- Red cell distribution width (RDW) untuk memperkirakan variasi ukuran
eritrosit. Semakin tinggi nilainya berarti ukuran eritrosit semakin
anisositosis
- Hitung retikulosit membedakan anemia akibat penurunan produksi eritrosis
dengan proses destruktif
 Retikulosit rendah: supresi sumsung tulang dan krisis aplastic
 Retikulosit tinggi: hemolysis atau perdarahan aktif

Pemeriksaan khusus

 Anemia defisiensi besi


- Serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), ferritin
- Saturasi tranferin = (SI/TIBC) x 100
 Anemia hemolitik
- Bayi: golongan darah ABO, rhesus, coombs test, G6PD, piruvat kinase,
elektroforesis Hb.
- Anak: coombs test, G6PD, piruvat kinase, elektroforesis Hb.
 Anemia aplastik: bone marrow puncture (BMP), biopsy sumsum tulang
 Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin b12 serum
 Anemia pasca perdarahan: faktor koagulasi, waktu pembekuan, waktu perdarahan
 Anemia akibat keganasan: BMP, USG

Anemia Defisiensi Besi


Anemia ini disebut juga anemia hipokrom mikrositik, dan paling banyak
dijuimpai pada anak-anak golongan umur 6 bulan sampai 6 tahun. ADB adalah anemia
yang terjadi akibat kekurangan cadangan zat besi.
Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis hemoglobin sehingga
menghambat proses pematangan eritrosit. Pada keadaan ini biasanya juga disertai dengan
kekurangan piridoksin dan tembaga. Anemia ini sering mangenai anak yang sedang
tumbuh, terutama pada anak dengan MEP dan pada sindrom malabsorbsi lain serta wanita
hamil yang keperluan besinya lebih besar daripada orang dewasa normal. Kebutuhan besi
anak-anak rata-rata 5 mg/hari dan mencapai 10 mg/hari apabila terdapat infeksi

Jumlah besi pada bayi kira-kira 400 mg yang terbagi sebagai berikut : dalam massa
eritrosit 60 %, ferritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, dan besi
plasma 0,1 %. Pengeluaran besi dari tubuh normal bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun
0,4-1 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari dan wanita
hamil 2,7 mg/hari

Bayi baru lahir yang sehat mempunyai persediaan besi yang cukup sampai
berusia 6 bulan, sedangkan pada bayi premature persediaan besinya hanya sampai 3
bulan.

Etiologi

Menurut patogenesisnya etiologi anemia defisiensi besi dibagi menjadi

1. Masukan kurang  makanan kurang mengandung besi, bayi hanya mengandalkan


susu, formula, MEP.
2. Gangguan absorbsi  MEP, diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya.
3. Sintesis kurang  transferin kurang (hipotransferinemia congenital)
4. Depot besi waktu lahir kurang  BBLR/SR, perdarahan antepartum, plasenta previa,
kelainan plesenta.
5. Kebutuhan yang bertambah  infeksi, pertumbuhan yang cepat
6. Pengeluaran yang bertambah  kehilangan darah kronis karena ancilostomiasis,
amubiasis yang menahun, prolap rekti, hemolisis intravascular kronis yang
menyebabkan hemosiderinemia
Ditinjau dari segi umur penderita menurut IDAI digolongkan menjadi

Bayi kurang dari 1 tahun

1. Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir
kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi,
pertumbuhan cepat dan anemia selama kehamilan.
2. Alergi protein susu sapi

Anak umur 1-2 tahun

1. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.
4. Malabsorbsi.

Anak umur 2-5 tahun

1. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
4. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dsb).

Anak umur 5 tahun-remaja

1. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan


2. Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.

Diagnosis

Anamnesis

 Pucat kronis, mudah lelah, berdebar-debar, sering pusing, kadang dapat ditemukan
sesak napas;
 Orangtua bisa mengeluhkan adanya keterlambatan pertumbuhan;
 Pada bayi dan anak dapat ditemukan keterlambatan psikomotor. Pada usia yang
lebih lanjur dapat dijumpai gangguan kognitif;
 Perubahan perilaku: pica (makan benda-benda seperti tanah, batu, kertas dll)
Pemeriksaan fisik

 Pucat dan tidak ditemukan organomegali;


 Atrofi papil lidah;
 Koilonikia (perubahan pada epitel kuku);
 Gangguan jantung bila sudah terjadi komplikasi jantung.

Pemeriksaan penunjang

 Kadar Hb turun
 MCV dan MCHC dapat normal pada awalnya. Pada tahap lanjut dapat ditemukan
mikrositik hipokromik
 Status besi (ferritin turun, SI turun, TIBC naik dan saturasi transferrin). Awalnya
terjadi penurunan ferritin (stadium deplesi besi). Pada tahap lanjut (defisiensi besi),
juga dapat disertai penurunan SI.

Tatalaksana anemia defisiensi besi

Tatalaksana anemia defisiensi besi meliputi:

1. Mengatasi etiologi
2. Pemberian suplemetasi besi
3. Transfusi packed red cell(PRC) sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
a. Hb<5 g/dl;
b. Hb<6 g/dl, dengan gangguan jantung, infeksi berat, distress pernapasan,
dehidrasi, asidosis, atau hendak menjalani pembedahan.

Suplementasi Besi

Pemeberian suplementasi besi bertujuan untuk pencegahan atau terapi.

1. Dosis profilaksis
a. Diberikan jika SI masih menunjukan batas normal atau pada bayi yang berisiko
tinggi mengalami anemia defisiensi besi.
b. Dosis besi elemental yang diberikan 1mg/KgBB/hari
2. Dosis terapeutik
a. Diberikan jika telat dapat pemeriksaan laboratorium;
b. Dosis besi elemental 3-5mg/KgBB/hari. Dibagi dalam 3 dosis dan diberikan 30
menit sebelum makan.
c. Lama pemberian:
- Ferritin turun: 2 bulan
- Hb turun: diberikan sampai Hb normal ditambah 2 bulan setelahnya untuk
cadangan besi.

Suplementasi besi tersedia dalam bentuk oral dan intravena dengan keuntungan dan
kerugian masing-masing:

1. Oral
Sediaan oral yang paling banyak tersedia adalah sulfas ferrosus (100 mg sebanding
dengan 20 mg besi elemental). Sebaiknya sediaan oral diberikan saat perut kosong
untuk meningkatkan penyerapan tetapi sering terjadi efek samping berupa mual,
muntah dan kolik abdomen. Apabila hendak diberikan saat perut terisi, dosis boleh
dinaikan 2 kalinya. Penyerapan besi meningkat pada senyawa asam seperti vitamin
C. hindari diberikan bersama teh, kopi, susu, kuning telur, dan antasida karena
menurunkan absorpsi besi.
2. Intravena/intramuscular
Diberikan apabila respon terapi dengan besi oral tidak baik atau kehilangan besi
terjadi dalam waktu yang cepat. Efek samping besi intravena adalah muntah, munal,
demam, lemas, nyeri kepala sampai anafilaksis.

Suplementasi besi neonatus diberikan untuk bayi preterm mulai usia 4 bulan sedangkan
bayi aterm mulai usia 6 bulan. Suplemen besi diberikan sampai usia 1 tahun. Dosis yang
diberikan:

 Aterm: 1 mg/KgBB/hari
 Bayi berat lahir rendah:
- 1500-2000 g: 2 mg/KgBB/hari
- 1000-1500 g: 3 mg/KgBB/hari
- <1000 g: 4 mg/KgBB/hari
 Dosis maksimal suplemen besok 15 mg/hari

Anemia Defisiensi Asan Folat Dan Vit B12


Anemia jenis ini disebut juga anemia megaloblastik atau normokrom
makrositik. Anemia timbul perlahan sehingga tidak disadari oleh orang tua, diketahui
setelah penyakitnya berat dengan berbagai manifestasi. Secara klinis menyerupai anemia
defisiensi besi
Jumlah asam folat dalam tubuh sekitar 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam
hati). Sedangkan kebutuhan setiap harinya hanya kira-kira 50 ug. Tempat absorsi di
jejunum.

Etiologi

1. Kekurangan intake  Makanan kurang mengadung asam folat dan B12

2. Obat obatan  MTX. Piramidon, hydantoin, Phenobarbital, INH, Phenilbutason.

Disamping kedua bentuk tersebut diatas, sering pula didapatkan bentuk campuran
yang disebut anemia dimorfik.

Diagnosis

Gejala dan tanda yang ditemukan sama dengan anemia defisiensi asam folat yaitu
berupa keluhan – keluhan anemia pada umumnya.

Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan  eritrosit makrositik normokromik


atau hiperkromik, neutrofil besar hipersegmentasi (lebih dari 5), kadar B12 dan asam folat
darah turun. MCV, MCH lebih besar dari normal, MCHC normal. Pada BMP ditemukan
sel banyak, lemak sedikit, hiperaktivitas system eritropoietik, terdapat megaloblas dan
megaloblastik sampai 50 % dari pada eritrosit.

Peanatalaksanaan

a. Asam folat 2-5 mg/24 jam secara parenteral selama 3-4 minggu.

b. Vitamin C ( asam askorbat ).

c. Pemberian vitamin B12 secara parenteral 1-5 mg/24 jam.

Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena memendeknya umur sel
darah merah atau akibat penghancuran yang berlebihan dari sel darah merah. Bedasarkan
etiologinya anemia hemolitik dibagi menjadi:

1. Intrakorpuskuler ( congenital )  sferositosis, thalesemia, HbE.


2. Ekstrakorpuskuler ( didapat )  imun dan non imun.
 Imun AIHA (auto immune hemolitik anemia)
 Non imun  infeksi malaria, hepatitis, racun ular, laba-laba, kalajengking,
Benzene, organofosfat, DDT, Combusio derajat III dan luas.

Diagnosis

Adapun tanda-tanda/gejala akibat hemolisis adalah sebagai berikut :

a. Ikterik (tergantung berat ringannya penyakit)

b. Splenomegali, bilirubin indirect meninggi, sterkobilin dan urobilin tinggi

c. Retikulosit meninggi (kompensasi dari eritropoiesis)

d. BMP hiperproliferasi system eritropoietik

e. Anemia, morfologi eritrosit tergantung etiologi penyakit

Pada thalasemia :

1. Anisositosis
2. Poikilositosis
3. Hopokrom
4. Sel target
5. Fragmentasi
6. Eritrisit berinti (normoblast)
Pada pemeriksan laboratorium ditemukan  bilirubin indirect meninggi,
sterkobilin dan urobilin meninggi, retikulosit meninggi akibat kompensasi dari
eritropoiesis, Pada BMP terelihat hiperproliferasi system eritropoietik, morfologi eritrosit
tergantung etiologi

Pada thalasemia  Anisositosis, poikilositosis, hopokrom, sel target, fragmentasi,


eritrosit berinti (normoblast), HbF ( pada fetus ) meninggi. Terapi dengan program
hipertransfusi yang mengkoreksi eritropoesis inefektif pasien, membatasi stimulus yang
merangsang peningkatan absorpsi besi.Tranplantasi sel punca hematopoetik pada anak
sebelum terjadi disfungsi organ yang diinduksi kelebihan besi memiliki angka
keberhasilan pada thalassemia dan merupakan terapi pillihan. Deteksi untuk mendeteksi
thallasemia menggunakan Eletroforesis Hemoglobin. Beberapa cara pemeriksaan
elektroforesis hemoglobin yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan HB varians
kuantitatif (electrophoresis cellose acetat membrane ), HBA2 kuantitatif ( metode
mikrokolom), HbF ( alkali denaturasi modifikasi betke 2 menit , atau pemeriksaan
elektroforesis menggunakan capillary hemoglobin electrophoresis.
Pada thalassemia ditemukan morfologi darahnya Anisositosis, poikilositosis,
hopokrom, sel target, fragmentasi, eritrosit berinti (normoblast).
 Thalassemia pada anak / fetus HbF ( pada fetus ) meninggi
 Thalassemia pada dewasa HBA meninggi

Pada HbE (hemoglobinopatia) : mirip thalasemia

Sferositosis : sferosit 2 pada darah tepi, fragilitas terhadap NaCl meninggi.

Anemia Aplastik

Pada anak dengan anemia aplastic, pansitopenia berkembang seiring hilangnya


elemen hematopoetik dari sumsum tulang dan sumsum tulang digantikan oleh lemak.
Anemia aplastik ini bersifat idiopatik, yang dipicu oleh obat-obatan seperti kloramfenikol
dan felbamate atau oleh toksin seperti benzene. Anemia ini dapat terjadi setelah infeksi,
khususnya hepatitis dan monukleosis infeksiosa.

Diagnosis dan Terapi:

Pemeriksaan laboratorium, yaitu biopsi sumsum tulang untuk menentukan


selularitas atau luas deplesi elemen hematopoetik. Terapi pada anemia aplastik, untuk anak
dengan anemia aplastik berat dengan indeks produksi retikulosit < 1%, hitung neutrophil
absolut kurang dari 500/mm3 , hitung trombosit < 20.000/mm, dan selularitas sumsum
tulang pada specimen biopsy < 25% normal, pilihan terapi adalah transplantasi sel punca
hematopoetik/ Hematopoetic Stem Cell Tranplantation (HSCT) dari saudara kandung
dengan HLA identic dan limfosit campuran yang kompatibel.

‘Terapi anemia aplastik tanpa donor dengan HLA yang sesuai untuk HSCT dapat
dengan dua pilihan :

 Terapi imunosupersif poten / HSCT dengan kesesuaian parsial atau tidak


berhubungan
 Terapi immunoglobulin dengan globulin antitimosit, siklosporin, dan
kortikosteroid yang dikombinasikan dengan factor pertumbuhan
hematopoetik. Namun, terapi ini bersifat toksik dan relaps sering terjadi bila
terapi dihentikan.
Anemia Fanconi

Anemia Fanconi adalah bentuk konstitusional anemia aplastic yang biasanya terjadi
pada paruh kedua dekade pertama kehidupan dan dapat berkembang setelah bertahun-
tahun. Suatu kelompok defek genetic pada protein yang terlibat dalam perbaikan DNA
telah diidentifikasi pada anemia Fanconi yang diturunkan secara autosomal resesif.
Diagnosis didasarkan adanya pemecahan kromosom pasca pajanan terhadap agen yang
merusak DNA dan mekanisme perbaikan kerusakan DNA berlangsung secara tidak normal
dalam semua sel dan memiliki peran meningkatkan risiko keganasan.

Usia anak yang dapat terkena yaitu sebelum usia 10 tahun. Tanda dan gejalanya
yaitu mikrosefali, tidak ada ibu jari, bercak Café Au Lait, hiperpigmentasi kutan, perawakan
pendek, Chromosomal Breaks. Pada pemeriksaan laboratorium dan radiologi dapat
ditemukan MCV dan hemoglobin F tinggi, ginjal tapal kuda / tidak ada ginjal, transformasi
leukimik, dan pembawa sifat autosomal resesif.

Tatalaksana

 Transplantasi sel punca hematopoetik, dapat menyembuhkan pansitopenia yang


disebabkan oleh aplasia sumsum tulang
 Androgen, dapat meningkatkan sintesis sel darah merah dan dapat menurunkan
kebutuhan transfuse.
 Kortikosteroid

Anemia Defisiensi G6PD / Enzimiopati

Anemia defisiensi Glucose-6-Phospate Dehydrogenase (G6PD) adalah suatu


abnormalitas dalam jalur shunt heksosa monofosfat glikolisis yang menyebabkan deplesi
Nikotinamide Adenine Dinukleotide Phospate (NADPH) tereduksi dan ketidakmampuan
meregenerasi glutation tereduksi. Glutation tereduksi melindungi kelompok sulfhidril
dalam membrane sel darah merah dari oksidasi. Saat pasien G6PD terpapar terhadap stress
oksidan kuat, hemoglobin teroksidasi, membentuk presipitat sulfhemoglobin (Badan
Heinz) yang dapat terlihat pada preparat pewarnaan khusus. Gen untuk defisiensi G6PD
berada pada kromosom X.
Defisiensi G6PD paling sering ditemukan di area endemic malaria. Varian tersering
dengan aktifitas normal dinamakan tipe B dan didefinisikan oleh mobilitas
elektroforetiknya. Varian tipe A dinamakan varian afrika, yang tidak stabil dan 10% pria
kulit hitam terkena. Varian mediterannia ditemukan pada orang-orang Sardinia, Sisilia,
Yunani, Yahudi Sephardic dan Oriental serta Arab. Varian mediterannia ini dihubungkan
dengan hemolisis kronik dan penyakit hemolitik.

Manifestasi Klinis yang dapat ditemukan, yaitu :

 Pucat
 Ikterik secara klinis
 Urin berwarna gelap, akibat dari pigmen bilirubin
 Hemoglobinuria, bila hemolisis terjadi intravascular

Pemeriksaan Penunjang

 Hitung darah lengkap


 Apusan darah lengkap.
Morfologi sel darah merah tampak “bekas gigitan” seperti Cookie Cells/ Sel
Kue, merupakan area tidak adanya hemoglobin yang diakibatkan fagositosis
badan Heinz oleh makrofag splenik, sel darah merah terlihat seperti gosong.
 Pemeriksaan Genetik.

Terapi defisiensi G6PD bersifat suportif, yaitu :

 Transfusi terindikasi bila timbul masalah kardiovaskular bermakna.


 Mempertahankan hidrasi dan alkalinisasi urin, untuk melindungi ginjal
terhadap kerusakan akibat hemoglobin bebas yang mengalami presipitasi.
 Hemolisis dicegah dengan penghindaran terhadap oksidan yang diketahui,
terutama sulfonamid dengan masa kerja yang Panjang, nitrofurantonin,
primakuin, dimercaprol dan kapur barus (naftalen) serta kacang fava
(favisme).

Obat – obatan dan bahan kimia yang menyebabkan hemolisis pada pasien defisiensi G6PD

Anemia Hemolitik Autoimun

Anemia hemolitik autoimun merupakan proses akut yang dapat teratasi dengan
sendirinya, yang berkembang setelah suatu infeksi (Mycoplasma, Eipsten Barr, atau inveksi
virus lainnya). Anemia hemolitik autoimun juga dapat menjadi gejala penyakit autoimun
kronik (Lupus Eritematosus Sistemik, kelainan limpoproliferatif, atau imunodefisiensi).
Obat-obatan dapat mencetuskan anemia hemolitik dengan uji Coombs positif yang
membentuk hapten pada membrane sel darah merah (penisilin) atau dengan membentuk
kompleks imun (Kunidin) yang menempel pada membrane sel darah merah.

Secara klinis AIHA dapat dibagi menjadi 2 yaitu tipe warm dan tipe cold. AIHA
tipe warm umumnya menunjukkan gejala pucat, ikterus, splenomegali dan anemia berat.
Pada 60% kasus AIHA tipe warm , IgG lebih berperan dan antibodi ini optimal pada suhu
370C yang secara langsung akan bertemu antigen pada sel eritrosit dan prosesnya terjadi
ekstravaskuler. Pada AIHA tipe cold antibodi yang berperan ialah IgM yang optimal
berikatan dengan antigen eritrosit pada suhu 40 0C dan umumnya juga berikatan dengan
komplemen.

Tabel. Klasifikasi AIHA


Warm-reactive autoantibodies Cold-reactive autoantibodies

 Primer (idiopatik)  Idiopatik


 Sekunder :  Sekunder :
- Kelainan limfoproliferatif - Pneumonia atipikal atau
- Penyakit autoimun (SLE) mikoplasma
- Infeksi Mononukleosis - Infeksi Mononukleosis
- Kelainan limfoproliferatif
 Sindrom Evans’  Paroxysmal cold hemoglobinuria
 HIV (PCH)
 Sifilis
 Post-viral infection
 Drug-induced hemolytic anemia

Pasien AIHA umumnya datang dengan keluhan pucat, lemah, perubahan warna urin
menjadi gelap dan disertai demam. Bila lebih berat dapat ditemukan tidak hanya
hiperbilirubinemia, tapi juga nyeri perut dan gejala gagal jantung. Splenomegali dan
hepatomegaly sering ditemukan. Gejala AIHA pada anak tergantung pada beratnya anemia
dan kecepatan proses hemolitik yang terjadi. Disamping itu, proses hemolitik dapat terjadi
sekunder terhadap penyakit primernya.

Gambaran sediaan apus darah tepi menunjukkan poikilositosis, pembentukan


sferosit dan polikromasia, namun kadang-kadang gambaran darah tepi normal. Produksi
eritrosit meningkat ditandai dengan adanya makrosit polikromatofilik, hitung retikulosit
meningkat dan dapat ditemukan sel eritrosit berinti pada apusan darah tepi. Pada keadaan
hemolitik akut umumnya awalnya ditemukan retikulositopenia sebelum akhirnya terjadi
peningkatan retikulosit. Leukosit umumnya normal, sedang trombosit dapat meningkat
mengingat adanya homologi antara eritropoietin dan trombopoietin, kecuali pada sindrom
Evans ditemukan trombositopenia.
Tes Coombs penting dilakukan pada AIHA karena mampu mendeteksi autoantibodi
dan menentukan jumlah antibodi yang ada. Tes ini disebut juga sebagai tes antiglobulin
dan menghasilkan aglutinasi pada sel eritrosit yang tersensitisasi. Ada 2 jenis tes Coombs
yaitu langsung (direct Coombs test) dan tidak langsung (indirect Coombs test). Direct
Coombs test digunakan untuk mendeteksi sel eritrosit yang dilapisi globulin yang umunya
terdiri dari IgG atau C3, tes ini berguna untuk mendiagnosis AIHA, hemolytic disease of
the newborn, dan reaksi aloimun sekunder terhadap transfusi PRC yang inkompatibel.
Indirect Commbs test digunakan untuk mengetahui adanya antibodi yang bebas (unbound)
didalam serum. Tes ini digunakan untuk tes cross-match pada tindakan transfusi darah.

Pengobatan AIHA ditujukan untuk mengembalikan nilai hematologi (Hb) ke nilai


normal. AIHA ringan tidak memerlukan terapi, tetapi pada keadaan yang sangat akut
penanganan kedaruratan menjadi prioritas karena telah terjadi gangguan sirkulasi dan
kardiovaskuler. Beberapa pengobatan AIHA antara lain :

o Steroid

Steroid dosis tinggi memberi hasil sekitar 75% pada anak-anak dengan AIHA,
namun pada jenis AIHA dengan mediator IgM tidak menunjukkan respons dengan
terapi steroid. Cara kerja steroid pertama yaitu dengan menekan Fc makrofag dan
reseptor C3b sehingga fagositosis terhadap eritrosit menurun. Cara kerja steroid
yang lain adalah penekanan produksi antibodi sehingga kadar autoantibodi akan
menurun. Steroid kadang memberi efek yang lambat yaitu sekitar 4-5 minggu,
setelah proses hemolitik menurun maka steroid harus diturunkan dosisnya.
Pemberian steroid jangka panjang pada seorang anak memberikan efek samping
yang banyak, sehingga pemberiannya harus mempertimbangkan keuntungan dan
kerugiannya.

o Imunoglobulin intravena (ivIG)

Pada beberapa anak dengan AIHA, pemberian ivIG memberikan hasil yang baik
terutama bila diberikan bersamaan dengan steroid.

o Transfusi darah

Pemberian transfusi PRC sedapat mungkin dihindari, karena hanya meningkatkan


Hb sementara, dan selanjutnya proses hemolitik akan terjadi lebih cepat. Indikasi
transfuse lebih mengutamakan keadaan klinis seperti adanya gagal jantung dan
adanya kegagalan sirkulasi, dan dalam hal ini PMI harus menyediakan darah yang
paling kompatibel.
o Splenektomi

Sebelum melakukan tindakan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan
antara lain : usia anak sebaiknya > 5 tahun, respons terhadap pengobatan
sebelumnya (6-12 bulan tidak respons), tipe AIHA (warm / cold) dan beratnya
penyakit. Indikasi splenektomi sangat selektif dan ditujukan kepada anak dengan
AIHA kronik dan refrakter.

Sindrom Evans adalah penyakit imunoregulasi yang ditandai dengan AIHA dan
trombositopenia imun. Kedua sitopenia terjadi tidak secara bersamaan, autoantibodi yang
timbul mempunyai target sel yaitu sel eritrosit dan trombosit. Sindrom Evans dihubungkan
dengan keadaan autoimun yang disertai proses hemolitik seperti pada SLE.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardante Karen J, Kliegman Robert M. Nelson Essentials of Pediatrics. Ed.7. Elsevier


Saunders. 2015
2. Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing.
2014
3. Habel, A. Segi Praktis Ilmu Penyakit Anak, Bina Rupa Aksara, Jakarta,1990

4. Nelson, W.E. Ilmu Kesehatan Anak, Bag 2, EGC, Jakarta. 1995


5. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, EGC Jakarta, 1997.
6. Staf Pengajar IKA FKUI Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Info Media, Jakarta. 1998.

Anda mungkin juga menyukai