Dokter Pembimbing:
Disusun Oleh:
Nadya Lutfi 2016730075
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan Rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan referat ini tepat pada waktunya, referat yang di
tulis berjudul “ Anemia Pada Anak ”, referat ini disusun dalam rangka mengikuti
kepanitraan Klinik di stase Ilmu Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
1. dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis
anak Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
2. Teman – teman seperbimbingan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya
kepada penulis dan kepada pembaca.
Terimakasih.
Nadya Lutfi
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
Pengertian
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
(2011), anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan
jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu,
Derajat anemia untuk menentukan seorang anak mengalami anemia atau tidak
dapat ditentukan oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam tubuh. Klasifikasi derajat
anemia yang umum dipakai dalah sebagai berikut :
b. Ringan Hb 8 gr / dl – 9,9 gr / dl
c. Sedang Hb 6 gr / dl – 7,9 gr / dl
d. Berat Hb < 6 gr / dl
Fisiologi
Eritropoetin adalah hormon regulator utama dalam produksi eritrosit. Pada fetus,
eritropoetin dihasilkan oleh sistem makrofag-monosit di hati. Setelah kelahiran, eritropetin
diproduksi oleh sel peritubular di ginjal. Dlam proses produksi dan maturasi, eritrosit
kehilangan nukleusnya sehingga kehilangan fungsi sintesisnya. Eritrosit normal akan
bertahan selama 120 hari, sementara eritrosit abnormal hanya bertahan setidaknya 15 hari.
Molekul hemoglobin adalah komples hemeprotein yang terdiri atas dua rantai polipeptida
yang mirip. Terdapat enam tipe hemoglobin pada manusia, yaitu embrionik, Gower I,
Gower II, Portland, hemoglobin fetal (HbF), dan hemoglobin dewasa (HbA dan HbA2).
HbF adalah hemoglobin primer pada fetus yang memiliki afinitas oksigen lebih tinggi
dibandingkan HbA dan HbA2 sehingga memungkinkan efesiensi transfer oksigen ke fetus
yang lebih baik. Jumlah HbF akan berkurang secara cepat sehingga kadar trace pada usia
6-12 bulan akan digantikan oleh tipe HB dewasa yaitu HbA dan HbA2.
Etiologi
2. Kehilangan darah :
b) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud
adalah protein, asam folat, vitamin B12 dan mineral Fe. Sebagian besar anemia
anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi,
asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah.
Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi
cacing tambang (Masrizal,2007).
Tanda – tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi
(feritinin) dan bertambahnya absorsi zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas pengikat zat besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa
habisnya simpanan zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas
simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporporin yang diubah menjadi heme dan dikuti dengan menurunya kadar
feritinin serum dan akhirnya terjadi anemia dengan ciri khas rendahnya kadar
hemogloblin (Gibney,2008).
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologis dengan
indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan:
eritrosit.
normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg,
a. Bentuk megaloblastik
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroidisme
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
(Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Tanda gejala yang sering dijumpai pada anak selain dilihat dari beratnya anemia,
berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala : 1) kecepatan kejadian anemia,
2) durasinya misalnya kronisitas, 3) kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan,
4) adanya kelainan lain atau kecacatan dan 5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta
kondisi yang mengakibatkan anemia (Smeltzer, 2002).
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada
kasus anemia untuk mngarahkan diagnosa anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis
anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Pendekatan Klinis
Anamnesis
Defisiensi zat gizi, pica atau geofagia mengarah kepada anemia defisiensi besi.
Riwayat pengobatan dapat mengindikasikan adanya defisiensi G6PD atau anemia aplastic.
Infeksi virus juga dapat menyebabkan aplasia sel darah merah. Diare berulang
meningkatkan kecurigaan malabsorpsi dan kehilangan dasar samar, misalnya dalam gluten-
sensitive-enteropahthy dan inflammatory bowel disease.
Pemeriksaan fisik
Temuan pada anemia kronis meliputi mood irritable, pucat, glossitis, murmur
sistolik, keterlambatan pertumbuhan, splenomegali dan perubahan kuku. Anak dengan
anemia akut, biasanya memiliki gambaran klinis yang lebih khas; misalnya icterus,
takipnea, takikardia, splenomegaly, hematuria dan gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap: eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit (MCV, MCH,
MCHC), RDW (Red cell distribution width) dan hitung retikulosit.
Pemeriksaan khusus
Jumlah besi pada bayi kira-kira 400 mg yang terbagi sebagai berikut : dalam massa
eritrosit 60 %, ferritin dan hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, dan besi
plasma 0,1 %. Pengeluaran besi dari tubuh normal bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun
0,4-1 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari dan wanita
hamil 2,7 mg/hari
Bayi baru lahir yang sehat mempunyai persediaan besi yang cukup sampai
berusia 6 bulan, sedangkan pada bayi premature persediaan besinya hanya sampai 3
bulan.
Etiologi
1. Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir
kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi,
pertumbuhan cepat dan anemia selama kehamilan.
2. Alergi protein susu sapi
1. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.
4. Malabsorbsi.
1. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
4. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dsb).
Diagnosis
Anamnesis
Pucat kronis, mudah lelah, berdebar-debar, sering pusing, kadang dapat ditemukan
sesak napas;
Orangtua bisa mengeluhkan adanya keterlambatan pertumbuhan;
Pada bayi dan anak dapat ditemukan keterlambatan psikomotor. Pada usia yang
lebih lanjur dapat dijumpai gangguan kognitif;
Perubahan perilaku: pica (makan benda-benda seperti tanah, batu, kertas dll)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Kadar Hb turun
MCV dan MCHC dapat normal pada awalnya. Pada tahap lanjut dapat ditemukan
mikrositik hipokromik
Status besi (ferritin turun, SI turun, TIBC naik dan saturasi transferrin). Awalnya
terjadi penurunan ferritin (stadium deplesi besi). Pada tahap lanjut (defisiensi besi),
juga dapat disertai penurunan SI.
1. Mengatasi etiologi
2. Pemberian suplemetasi besi
3. Transfusi packed red cell(PRC) sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
a. Hb<5 g/dl;
b. Hb<6 g/dl, dengan gangguan jantung, infeksi berat, distress pernapasan,
dehidrasi, asidosis, atau hendak menjalani pembedahan.
Suplementasi Besi
1. Dosis profilaksis
a. Diberikan jika SI masih menunjukan batas normal atau pada bayi yang berisiko
tinggi mengalami anemia defisiensi besi.
b. Dosis besi elemental yang diberikan 1mg/KgBB/hari
2. Dosis terapeutik
a. Diberikan jika telat dapat pemeriksaan laboratorium;
b. Dosis besi elemental 3-5mg/KgBB/hari. Dibagi dalam 3 dosis dan diberikan 30
menit sebelum makan.
c. Lama pemberian:
- Ferritin turun: 2 bulan
- Hb turun: diberikan sampai Hb normal ditambah 2 bulan setelahnya untuk
cadangan besi.
Suplementasi besi tersedia dalam bentuk oral dan intravena dengan keuntungan dan
kerugian masing-masing:
1. Oral
Sediaan oral yang paling banyak tersedia adalah sulfas ferrosus (100 mg sebanding
dengan 20 mg besi elemental). Sebaiknya sediaan oral diberikan saat perut kosong
untuk meningkatkan penyerapan tetapi sering terjadi efek samping berupa mual,
muntah dan kolik abdomen. Apabila hendak diberikan saat perut terisi, dosis boleh
dinaikan 2 kalinya. Penyerapan besi meningkat pada senyawa asam seperti vitamin
C. hindari diberikan bersama teh, kopi, susu, kuning telur, dan antasida karena
menurunkan absorpsi besi.
2. Intravena/intramuscular
Diberikan apabila respon terapi dengan besi oral tidak baik atau kehilangan besi
terjadi dalam waktu yang cepat. Efek samping besi intravena adalah muntah, munal,
demam, lemas, nyeri kepala sampai anafilaksis.
Suplementasi besi neonatus diberikan untuk bayi preterm mulai usia 4 bulan sedangkan
bayi aterm mulai usia 6 bulan. Suplemen besi diberikan sampai usia 1 tahun. Dosis yang
diberikan:
Aterm: 1 mg/KgBB/hari
Bayi berat lahir rendah:
- 1500-2000 g: 2 mg/KgBB/hari
- 1000-1500 g: 3 mg/KgBB/hari
- <1000 g: 4 mg/KgBB/hari
Dosis maksimal suplemen besok 15 mg/hari
Etiologi
Disamping kedua bentuk tersebut diatas, sering pula didapatkan bentuk campuran
yang disebut anemia dimorfik.
Diagnosis
Gejala dan tanda yang ditemukan sama dengan anemia defisiensi asam folat yaitu
berupa keluhan – keluhan anemia pada umumnya.
Peanatalaksanaan
a. Asam folat 2-5 mg/24 jam secara parenteral selama 3-4 minggu.
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena memendeknya umur sel
darah merah atau akibat penghancuran yang berlebihan dari sel darah merah. Bedasarkan
etiologinya anemia hemolitik dibagi menjadi:
Diagnosis
Pada thalasemia :
1. Anisositosis
2. Poikilositosis
3. Hopokrom
4. Sel target
5. Fragmentasi
6. Eritrisit berinti (normoblast)
Pada pemeriksan laboratorium ditemukan bilirubin indirect meninggi,
sterkobilin dan urobilin meninggi, retikulosit meninggi akibat kompensasi dari
eritropoiesis, Pada BMP terelihat hiperproliferasi system eritropoietik, morfologi eritrosit
tergantung etiologi
Anemia Aplastik
‘Terapi anemia aplastik tanpa donor dengan HLA yang sesuai untuk HSCT dapat
dengan dua pilihan :
Anemia Fanconi adalah bentuk konstitusional anemia aplastic yang biasanya terjadi
pada paruh kedua dekade pertama kehidupan dan dapat berkembang setelah bertahun-
tahun. Suatu kelompok defek genetic pada protein yang terlibat dalam perbaikan DNA
telah diidentifikasi pada anemia Fanconi yang diturunkan secara autosomal resesif.
Diagnosis didasarkan adanya pemecahan kromosom pasca pajanan terhadap agen yang
merusak DNA dan mekanisme perbaikan kerusakan DNA berlangsung secara tidak normal
dalam semua sel dan memiliki peran meningkatkan risiko keganasan.
Usia anak yang dapat terkena yaitu sebelum usia 10 tahun. Tanda dan gejalanya
yaitu mikrosefali, tidak ada ibu jari, bercak Café Au Lait, hiperpigmentasi kutan, perawakan
pendek, Chromosomal Breaks. Pada pemeriksaan laboratorium dan radiologi dapat
ditemukan MCV dan hemoglobin F tinggi, ginjal tapal kuda / tidak ada ginjal, transformasi
leukimik, dan pembawa sifat autosomal resesif.
Tatalaksana
Pucat
Ikterik secara klinis
Urin berwarna gelap, akibat dari pigmen bilirubin
Hemoglobinuria, bila hemolisis terjadi intravascular
Pemeriksaan Penunjang
Obat – obatan dan bahan kimia yang menyebabkan hemolisis pada pasien defisiensi G6PD
Anemia hemolitik autoimun merupakan proses akut yang dapat teratasi dengan
sendirinya, yang berkembang setelah suatu infeksi (Mycoplasma, Eipsten Barr, atau inveksi
virus lainnya). Anemia hemolitik autoimun juga dapat menjadi gejala penyakit autoimun
kronik (Lupus Eritematosus Sistemik, kelainan limpoproliferatif, atau imunodefisiensi).
Obat-obatan dapat mencetuskan anemia hemolitik dengan uji Coombs positif yang
membentuk hapten pada membrane sel darah merah (penisilin) atau dengan membentuk
kompleks imun (Kunidin) yang menempel pada membrane sel darah merah.
Secara klinis AIHA dapat dibagi menjadi 2 yaitu tipe warm dan tipe cold. AIHA
tipe warm umumnya menunjukkan gejala pucat, ikterus, splenomegali dan anemia berat.
Pada 60% kasus AIHA tipe warm , IgG lebih berperan dan antibodi ini optimal pada suhu
370C yang secara langsung akan bertemu antigen pada sel eritrosit dan prosesnya terjadi
ekstravaskuler. Pada AIHA tipe cold antibodi yang berperan ialah IgM yang optimal
berikatan dengan antigen eritrosit pada suhu 40 0C dan umumnya juga berikatan dengan
komplemen.
Pasien AIHA umumnya datang dengan keluhan pucat, lemah, perubahan warna urin
menjadi gelap dan disertai demam. Bila lebih berat dapat ditemukan tidak hanya
hiperbilirubinemia, tapi juga nyeri perut dan gejala gagal jantung. Splenomegali dan
hepatomegaly sering ditemukan. Gejala AIHA pada anak tergantung pada beratnya anemia
dan kecepatan proses hemolitik yang terjadi. Disamping itu, proses hemolitik dapat terjadi
sekunder terhadap penyakit primernya.
o Steroid
Steroid dosis tinggi memberi hasil sekitar 75% pada anak-anak dengan AIHA,
namun pada jenis AIHA dengan mediator IgM tidak menunjukkan respons dengan
terapi steroid. Cara kerja steroid pertama yaitu dengan menekan Fc makrofag dan
reseptor C3b sehingga fagositosis terhadap eritrosit menurun. Cara kerja steroid
yang lain adalah penekanan produksi antibodi sehingga kadar autoantibodi akan
menurun. Steroid kadang memberi efek yang lambat yaitu sekitar 4-5 minggu,
setelah proses hemolitik menurun maka steroid harus diturunkan dosisnya.
Pemberian steroid jangka panjang pada seorang anak memberikan efek samping
yang banyak, sehingga pemberiannya harus mempertimbangkan keuntungan dan
kerugiannya.
Pada beberapa anak dengan AIHA, pemberian ivIG memberikan hasil yang baik
terutama bila diberikan bersamaan dengan steroid.
o Transfusi darah
Sebelum melakukan tindakan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan
antara lain : usia anak sebaiknya > 5 tahun, respons terhadap pengobatan
sebelumnya (6-12 bulan tidak respons), tipe AIHA (warm / cold) dan beratnya
penyakit. Indikasi splenektomi sangat selektif dan ditujukan kepada anak dengan
AIHA kronik dan refrakter.
Sindrom Evans adalah penyakit imunoregulasi yang ditandai dengan AIHA dan
trombositopenia imun. Kedua sitopenia terjadi tidak secara bersamaan, autoantibodi yang
timbul mempunyai target sel yaitu sel eritrosit dan trombosit. Sindrom Evans dihubungkan
dengan keadaan autoimun yang disertai proses hemolitik seperti pada SLE.
DAFTAR PUSTAKA