Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN

Jatuh adalah kondisi medis serius yang mempengaruhi kesehatan lansia.


Jatuh merupakan salah satu sindrom geriatri yang paling umum yang
mengancam kemandirian lansia (Kamel, Abdulmajeed & Ismail, 2013).
Risiko jatuh adalah rentan peningkatan terhadap risiko jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik dan gangguan kesehatan (NANDA, 2015).
2. ETIOLOGI

a. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan


fraktur.
b. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
c. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap
dan penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan
persepsi warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan,
dan dapat mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
d. Gaya berjalan dan keseimbangan
Berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka, sensori,
sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini mengubahpusat gravitasi,
mengganggu keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada
akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan dan properosepsi
membua lansia sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai
(contoh lantai licin dan mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau
penyakit parah dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan
membuat individu yang bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).

3. PATOFISIOLOGI

Gangguan penglihatan adalah perubahan yang terjadi pada ukuran pupil


menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi,
lensa menguning dan berangsur-rangsur menjadi lebih buram mengakibatkan
katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk melihat menerima dan
membedakan warna-warna. Gangguan sistem penglihatan pada lansia
merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh lansia ini terjadi
akibat penuruna fungsi penglihatan pada lansia membuat kepercayaan diri
lansia berkurang dan mempengaruhi dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
Perubahan sistem penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi,
kontraksi pupil akubat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa
mata (katarak).
Mata adalah organ sensorik yang berfungsi untk mentransmisikan
rangsang melalui jarak pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa penglihatan
ini diterima sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak
perubahan yang terjadi diantaranya garis berubah kelabu, dapat menjadi kasar
pada peria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun
wanita. Kunjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata
oleh kelenjar lakrimaris yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi
konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga
mengakibatkan konjungtiva lebih kering. Kondisi ini memungkinkan terjadi
ketidakawasan klien lansia dalam beraktifitas.
Mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun
dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa
mongering dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak,
sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan
warna-warna. Warna gelap seperti coklat, hitam dan marun tampak sama,
pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan pada lansia resiko cedera,
sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi
kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal diatas
dapat mempengaruhi kemampuan fungsional pada lansia. Gangguan
ketajaman pada penglihatan dapat disebabkan oleh presbiop kelainan lensa
mata (refleksi lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan
dalam mata yang meninggi (glaucoma), radang saraf mata (Cieayundacitra,
2010).

4. PENCEGAHAN

Beberapa cara untuk mencegah risiko jatuh yaitu :


a. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan,
diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik,
koordinasi keseimbangan serta mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia
harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan
gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh, begitu pula dengan
penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah cukup untuk berjalan
tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak
mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar saat berjalan.
Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat penurunan. (Darmojo,
2009).
b. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru.
Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai
kondisi memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah
posisi (Darmojo, 2009).
c. Program latihan
Beberapa penelitian menyebutkan dengan latihan dapat menurunkan
risiko jatuh. Latihan dapat membantu memperbaiki keseimbangan tubuh,
kelemahan otot, gaya berjalan. Latihan biasanya dilakukan 2-3 kali dalam
satu minggu dan selama latihan dilakukan 1 jam. (Rhosma., 2014)
d. Modifikasi linkungan
Modifikasi lingkungan adalah salah satu cara untuk mencegah lansia jatuh
pada lansia. Tujuannya agar lansia tidak terganggu dalam mobilitasnya
atau kegiatan sehari-harinya. Selain itu, kognitif yang baikpada lansia
membantu lansia dalam menentukan lingkungan yang baik dan aman
untuk dirinya sendiri. Terganggunya kognitif pada lansia membuat
lansiamemerlukan bantuan dalam melakukan modifikasi lingkungan
seperti pencahayaan, lantai yang tidak licin. (Rhosma., 2014)

5. KOMPLIKASI

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : (Kane,


2005; Van – der – Cammen, 2000)
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ),
humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Mini-Mental State Examination (MMSE)


Mini-Mental State Examination (MMSE) merupakan pemeriksaan status
mental singka dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai
instrumen yang valid untuk mendeteksi gangguan kognitif yang berkaitan
dengan penyakit neurodegeneratif (Zulsita, 2010). Mini-Mental State
Examination (MMSE) merupakan skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin
yang dikelompokkan menjadi 7 kategori terdiri dari orientasi terhadap
tempat (negara, provinsi, kota, gedung, dan lantai), orientasi terhadap
waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang
dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara beurutan mengurangi 7,
dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik),
mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang telah diulang
sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat,
membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan
mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar)
(Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Skor Mini-Mental State Examination (MMSE) diberikan berdasarkan
jumlah item yang benar sempurna; skor yang makin rendah mengindikasi
gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30, untuk
skor 24-30 menggambarkan kemampuan kognitif normal. Skor MMSE 17-
23 dicurigai mempunyai kerusakan kognitif ringan. Skor MMSE 0-16
terdapat kerusakan fungsi kognitif tinggi (Asosiasi Alzheimer Indonesia,
2003).
b. Hendrich II Fall Risk Model
Henrich II Fall Risk Model adalah skala untuk menilai risiko jatuh pada
lansia. Skala ini termasuk mudah dan cepat digunakan sehingga banyak
perawat yang menggunakan untuk menilai risiko jauth pada lansia yang
melakukan rawat inap maupun rawat jalan. Skala ini hanya membutuhkan
3-5 menit dan sudah teruji tingkat validitasnya (Zhang et al, 2015).Dengan
interpretasi nilai 5 atau lebih = risiko tinggi, nilai < 5 = risiko rendah.

7. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan


menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi muskuloskleletal,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri
dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik,
psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus
karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh.
Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih
mudah, sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh
serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi,
perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya
pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus – menerus sampai
terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang
dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh
umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan
ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3
bulan, semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan
strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya program
rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangatmembantu
penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan,
dll.
6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah /
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben,2005).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Anamnesis
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam anamnesis sebagai berikut:
1) Meliputi klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, Pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk panti, nomor register, dan
diagnose medis
2) Keluhan utama
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
pasien, digunakan :
a.) Provoking incident: apakah ada peristiwayang menjadi factor
presipitasi nyeri
b.) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Umumnya rasa nyeri yang dirasakan psien seperti tertimpah
beban berat atau seperti tertusuk benda tajam
c.) Region radiation: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa saki
menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d.) Severity (scale of pain):seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien. berdasarkan skala nyeri.
e.) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam/siang hari.
3) Data Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi:
1) Sumber kecelakaan: penyebab dari sumber masalah
2) Gambaran yang mendalam bagai mana resiko jatuh itu terjadi:
pasien dapat menceritakan bagai mana ia dapat mengalami
jatuh tersebut
3) Factor yang mungkin berpengaruh seperti alcohol, obat-obatan
4) Keadaan fisik disekitar
5) Peristiwa yang terjadi saat belum terjatuh sampai terjadinya
jatuh
6) Beberapa keadaan lain yang memperbeat berjalan

b) Riwayat penyakit dahulu


Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit
yang merubah kemampuan gaya berjalan yang menyebabkan
resiko jatuh pada kelien rematoid atritis
c) Riwayat jatuh
Anamesis ini meliputi:
1.) Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau
berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil
atau besar, sedang batuk atau bersin.
2.) Gejala yang menyertai: nyeri dada, berdebar-debar, nyeri
kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, sesak nafas.
3.) Kondisi komorbid yang releven: pernah stroke, penyakit
jantung, sering kejang, rematik, depresi, deficit sensorik.
4.) Riview obat-obatan yang diminum: antihipertensi, diuretic,
autonomic bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik,
psikotropik
d) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat,
interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa
cemas yang berlebihan, hubungan tetangga yang tidak harmonis,
status dalam berkerja. Dan apakah klien rajin melakukan ibadah
sehari-hari
4) Aktivitas/ istirahat
Gejala: nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral
dan simetris.limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
5) Keamanan ( spesifikasi pada lansia dirumah)
Gangguan keamanan berupa jatuh dirumah pada lansia memiliki
insiden yang cukup tinggi, banyak diatara lansia tersebiut yang
akhirnya cidera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan
jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh
karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan
rumah yang terstruktur. Contoh pengkajian checklist pencegahan
jatuh pada lansia yang dilakukan oleh departemen kesehatan dan
pelayanan masyarakat amerika.
6) Pemeriksaan fisik
a) Status mental
1.) Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadaran dibedakan menjadi : composmctis, apatis delirium,
samnolen, stupor, dan coma
2.) Glas coma scale
Skala yang digunakan untuk menilai kesadaran pasien. respon
yang perlu diperhatikan mancapai tiga hal yaitu reaksi
membuka mata, bicara dan motoric. Hasil pemeriksaaan gcs
disajikan dalam bentuk simbul E, V, M dan selanjutnya nilai
gcs tersebut dijumlahkan.
b) Tanda tanda vital
Batas suhu normal suhu saat ini irama dan frekuensi jantung
abdomen tekanan darah abdomen, pernafasan abdomen
c) Integritas ego
Gejala: faktor-faktor stres akut/kronis: mis, finansial, pekerjaan,
ketidak mampuan, factor-faktor hubungan, keputusan dan
ketidak berdayaan (situasi ketidak mampuan) ancaman pada
konsep diri , citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya
tergantungan pada orang lain).
d) Makana/cairan
Gejala: ketidak mampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat : mual, anoreksia, kesulitan untuk
mengunyah
Tanda: penurunan berat badan, kekeringan pada memberan
mukosa
e) Hygiene
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi, ketergantungan.
f) Neurosensori
Gejala: kebas, semutan, pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan
Tanda: pembengkakan sendi simetris

g) Nyeri/kenyamanan
Gejala: fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
h) Keamanan
Gejala: kulit mengkilat, tegang, nodul sukutan, lesi kulit, ulkus
kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani
tuga/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap
kekeringan pada mata dan memberan mukosa.
i) Interaksi sosial
Gejala: kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain,
perubahan peran ,isolasi

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis


b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Risiko jatuh
3. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Pain Management


dengan agen cedera tindakan keperawatan
1. Observasi tanda non
biologis selama……x 24 jam
verbal dari
klien diharapkan :
ketidaknyamanan
Pain Control 2. Control factor
lingkungan yang
- Klien mampu
mempengaruhi
melaporkan nyerinya
ketidaknyamanan
- Klien mampu
3. Kaji factor yang
mengontrol nyerinya
mengakibatkan
Pain Level
kedidakyamanan
- Tidak ada ekspresi 4. Kaji pengetahuan dan
wajah dari kepercayan terhadap
nyeri/ketidaknyam nyeri
anan 5. Kaji penyebab,
- Tidak ada kualitas, lokasi, skala
diaphoresis dan waktu/durasi
- Tidak ada nyeri.
kelemahan 6. Ajarkan manajemen
- Respirasi dalam nyeri non farmakologi
batas normal (12- dengan nafas dalam
24 x/menit) 7. Kolaborasi dengan
- Nadi dalam batas dokter pemberian
normal (60- analgesik
100x/menit) Distraction

1. Dorong individu
memilih teknik
distraksi yang ia sukai
seperti music,
percakapan yang
menarik, atau humor.
2. Evaluasi dan
dokumentasi respon
dari teknik distraksi

Simple massage

1. Pilih area tubuh untuk


dilakukan pemijatan
2. Hindari terlalu banyak
percakapan selama
pemijata kecuali
menggunakan teknin
distraksi
3. Dorong klien menarik
nafas dalam dan
relaks selama
pemijatan
4. Gunakan minyak saat
pemijatan

2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Excercise Therapy


fisik berhubungan tindakan keperawatan Ambulation
dengan nyeri selama … x 24 jam
1. Monitor klien
pasien diharapakan:
manggunakan alat bantu
Ambulation jalan
2. Berikan posisi yang
- Klien mampu
nyaman
berjalan dengan 3. Dampingi klien untuk
baik/efektif menggunakan kaki
- Klien mampu secara perlahan
berjalan walaupun 4. Dampingi klien untuk
lamban belajar berlatih
- Klien mampu disamping tempat tidur
melanhkah dengan 5. Ajarkan klien bagaiman
baik posisis yang baik untuk
- Klien mampu berpidah tempat
berjalan disekeliling 6. Konsultasi dengan
ruangan terapis
- Klien mampu
berjalan dengan
jarak yang jauh.
3 Risiko jatuh Setelah dilakukan Environmental
tindakan keperawatan Management:
selama … x 24 jam
1. Safety: awasi dan
pasien diharapakan tidak
gunakan lingkungan
jatuh
fisik untuk
meningkatkan
keamanan
Falls prevention
behavior Falls Prevention:

- pasien mampu 1. Kaji penurunan

berdiri, duduk, kognitif dan fisik

berjalan tanpa pasien yang mungkin

pusing dapat meningkatkan

- Klien mampu resiko jatuh

menjelaskan jika 2. Kaji tingkat gait,


terjadi serangan dan
keseimbangan dan
cara kelelahan dengan
mengantisipasinya ambulasi

3. Instruksikan pasien
agar memanggil
asisten ketika
melakukan pergerakan
PATHWAYS
DAFTAR PUSTAKA

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai