Askep Sle Dan Hipersensitifitas
Askep Sle Dan Hipersensitifitas
PENDAHULUAN
1
8. Bagaimana evaluasi dari SLE, Reaksi Hipersensitivitas, dan Steven Johnson
Syndrome?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari SLE, Reaksi Hipersensitivitas, dan Steven
Johnson Syndrome?
10. Bagaimana komplikasi dari SLE, Reaksi Hipersensitivitas, dan Steven
Johnson Syndrome?
11. Bagaimana asuhan keperawatan dari SLE, Reaksi Hipersensitivitas, dan
Steven Johnson Syndrome?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa sebagai calon perawat yang professional diharapkan mengerti
dan memahami penyakit imunologi SLE, Reaksi Hipersensitivitas dan
Steven Johnson Syndrome serta mampu memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem imunologis dengan tepat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui anatomi, definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi dan asuhan
keperawatan yang tepat untuk gangguan sistem imunologis.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari antigen, antibody, dan fungsi
pertahanan tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel, terutama berhubungan
imunitas terhadap penyakit, reaksi biologis hipersensitif, alergi dan penolakan
jaringan.
Sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap
infeksi dari makromolekul asing atau serangan organism, termasuk virus, bakteri,
protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap
protein tubuh molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas dan melawan
sel yang teraberasi menjadi tumor
Letak sistem imun
3
Fungsi sistem imun
1. Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum
tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih,
(termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh juga terdapat di tempat lain.
2. Thymus
Glandula thymus memproduksi dan mematurasi/mematangkan T limfosit
yang kemudian bergerak ke jaringan limfatik yang lain, dimana T limfosit
dapat berrespon terhadap benda asing. Thymus mensekresi 2 hormon
thymopoetin dan thymosin yang menstimulasi perkembangan dan aktivitas T
limfosit.
a. Limfosit T sitotoksik
Limfosit yang berperan dan imunitas yang diperantarai sel. Sel T
sitotoksik memonitor sel di dalam tubuh dan menjadi aktif bila menjumpai
sel dengan antigen permukaan yang abnormal. Bila telah aktif sel T
sitotoksik menghancurkan sel abnormal.
b. Limfosit T helper
Limfosit yang dapat meningkatkan respon sistem imun normal. Ketika
distimulasi oleh antigen presenting sel seperti makrofag, T helper melepas
faktor yang menstimulasi proliferasi sel B limfosit.
c. Limfosit B
Tipe sel darah putih atau leukosit penting untuk imunitas yang
diperantarai antibody/humoral. Ketika di stimulasi oleh antigen spesifik
limfosit B akan berubah menjadi sel memori dan sel plasma yang
memproduksi antibody.
d. Sel plasma
4
Klon limfosit dari sel B yang terstimulasi. Plasma sel berbeda dari limfosit
lain, memiliki reticulum endoplamik kasar dalam jumlah yang banyak,
aktif memproduksi antibody.
3. Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perlanan
limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan,
dan para-aorta daerah.
4. Nodus limfatikus
Nodus limfatikus (limfonodi) terletak sepanjang sistem limfatik. Nodus
limfatikus mengandung limfosit dalam jumlah banyak dan makrofag yang
berperan melawan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Limfe
bergerak melalui sinus, sel fagosit menghilangkan benda asing. Pusat
germinal merupakan produksi limfosit.
5. Tonsil
Tonsil adalah sekumpulan besar limfonodi terletak pada rongga mulut dan
nasofaring. Tiga kelompok tonsil adalah tonsil palatine, tonsil lingual dan
tonsil pharyngeal.
6. Limpa/spleen
Limpa mendeteksi dan merespon terhadap benda asing dalam darah, merusak
eritrosit dan sebagi penyimpan darah. Parenkim limpa terdiri dari 2 tipe
jaringan yaitu pulpa merah dan pulpa putih.
a. Pulpa merah terdiri dari sinus dan di dalamnya terisi eritrosit.
b. Pulpa putih terdiri dari limfosit dan makrofag.
Benda asing di dalam darah yang melalui pulpa putih dapat menstimulasi
limfosit.
5
2.2 SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
2.2.1 Definisi
6
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi, ginjal, selaput
serosa permukaan, dan dinding pembuluh darah yang belum jelas
penyebabnya. Peradangan kronis ini mengenai perempuan muda dan anak-
anak. 90% penderita penyekit SLE adalah perempuan.
2.2.2 Etiologi
7
al., 2000). Makanan sepertiwijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam
aino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B
sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002). Selain itu infeksi
virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan
mekanisme menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga
mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang yang akan memicu terjadinya
SLE (Herfindal et al., 2000).
2.2.3 Patofisiologi
8
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen
yang terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi
DNA, protein histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam
keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks
protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas
autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan
komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama
disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik,
ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah
ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu.
Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan
pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan penurun
2.2.4 Epidemiologi
9
dari 254 wanita. Lupus lebih sering menyerang wanita daripada pria,
khususnya wanita berusia 20 dan 40 tahun. Tidak ada obat untuk lupus.
Pengobatan bersifat individual dan biasanya berupa minum steroid. Ada
baiknya tidak hamil ketika anda mengalami serangan lupus. Wanita
penderita lupus berisiko tinggi mengalami keguguran. Juga risiko lahir
mati, yang memerlukan perawatan ekstra selama kehamilan.
Bayi-bayi yang lahir dari lupus dapat terkena ruam. Mereka juga
mengalami blok jantung dan defek jantung. Bayi-bayi ini mungkin lahir
premature atau mengalami keterlambatan pertumbuhan intrauterine.
Keluhan dan gejala: gambaran klinik SLE sangat bervariasi antara satu
pasien dengan pasien SLE lainnya. Gejala terjadi dimulai dengan
timbulnya demam akibat adanya satu infeksi. Gejalanya hilang-hilang
timbul selama berbulan-bulan dan bertaun-tahun yang diselingi demam dan
badan lemah.
10
Yang khas disebut gambaran kemerahan kulit pipi berbentuk
kupu-kupu yang disebut butterfly erithema. Lesi kulit
berbentuk makulo papul pad kulit muka samapi ke leherdan
bahu lesi kulit ini jarang yang melepuh atau menjadi borok.
Tetapi lesi pada rahang atas pada pertemuan bagian lunak dan
bagian keras, pada daerah pipi bagian dalam dan bagian depan
rongga hidung, bisa terjadi.
Rambut rontok pada bebrapa daerah kulit kepala (generalize
focal alopecia) terjadi pada fase aktif SLE. Timbul bintik-
bintik merah pendarahan (purpura) karena sel pebeku darah
turun (trombositopeni). Penderita mengeluh silau pada sinar
yang terang (photophobi). Bebrapa penderita SLE
memperlihatlan gejala pleuritis yang hilang timbul (recurrent)
yaitu peradangan dinding dada dan selaput paru hingga
penderita mengeluhkan sakit dada, tetapi tidak ada efusi cairan
pada rongga paru.
Pada keadaan lebih berat, bisa terjadi perdarahan paru dan
mengancam kehidupan (fatal). Peradangan selaput
pembungkus jantung (pericarditis) sering terjadi pada penderita
SLE. Peradangan pembuluh darah jantung (coronary arteri
vasculitis) atauotot jantung megalami fibrosis (fibrosing
myocarditis). Timbul pembengkakan elenjar limfe di seluruh
tubuh terutamapadapenderita anak-anak dan dewasa muda
(umur 20 tahunan). Pembesaran limfe terjadi pada 10%
penderita SLE.
3. Gejala gangguan saraf pusat
Keluhan sakit kepala, perubahan kepribadian, stroke, kejang
epilepsy, psikosis, gangguan organic pada otak
4. Gangguan ginjal
11
Bisa ringan dan tanpa gejala, sampai gangguan yang progresif
dan mematikan. Gejala yang serign ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium air seni, terdapat protein
(proteinuria). Secara patologi terdapat kelainan pada injal,
peradangan glomerulus jinak, sampai yang peradangan
membrane yang luas (diffuse membrane prliferatif
glomerulopritis).
Sindroma menghancurkan darha sendiri pada stadium akut
SLE (Acute lupus homo pagosotik syndrome). Pada keadaan
ini sumsum tulang mengalami proliferasi yang terlihat pada
pemeriksaan darah tepi, banyak terlihat sel histosit. Untuk
mengatasi kelainan ini, biasanya penderita berespons baik
terhadap pemberian obat kortkosteroid.
2.2.6.Klasifikasi SLE
12
8. Gangguan neurologis (kejang atau psikosis)
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik, leucopenia,
trombositopenia)
10. Gangguan imunologi
11. Antibody nuclear
13
Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan
peningkatan risiko keguguran.
2.2.9 Penatalaksanaan
14
1. Mencegah penurunan progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan
kecacatan, dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan
2. Gunakan obat-obat antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan
kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid
3. Gunakan kortikosteroid topical untuk manifestasi kutan akut
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan
dosis oral tinggi tradisional
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal, dan sistemik ringan dengan
obat-obat antimalaria
6. Preparat imunosupresif (percobaab) diberikan untuk bentuk SLE yang
serius
2.2.10 Komplikasi
1. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya panimbunan protein di
dalam sel-sel ginjal tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal
ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan
ginjal.
2. Sistem Saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikas yang
paling sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan,
tetapi kelainan bisa terjadi pada bagianmanapun dari otak, korda
spinalis, maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organic
dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa
terjadi
3. Penggumpalan Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa
terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa
menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlha trombosit berkurang
15
dan tubuh membentuk antibody yang melawan faktor pembekuan
darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Peradangan berbagai bagian jantung seperti perikarditis, endokarditis
maupun mikarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
dari keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya).
Akibatnya dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak
napas.
6. Otot dan kerangka tubuh
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu di tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika
terkena sinar matahari.
16
diperoleh ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan pada siku, lesi
pada daerah leher, malaise. Klien mengatakan terdapat bberapa sariawan
pada mukosa mulut. Klien ketika bertemu dengan orang lain selalu
menunduk dan menutupi wajahnya dengan masker. Tekanan darah 110/80
15.000/mm3.
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : Ny. Y
Usia : 35 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : menikah
2) Keluhan utama
Klien mengeluhkan nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan,
saat beraktivitas klien merasa mudah lelah, klien merasa demam. Pipi
dan leher memerah serta nyeri pada bagian yang memerah.
17
4) Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
6) Pemeriksaan fisik
a) TTV
TD : 110/80 mmHg
RR : 20x/menit
S : 38,5
N : 90x/menit
B2 (Blood)
TD 110/80 mmHg
B3 (Brain)
Gangguan psikologis
B4 (Bladder)
Tidak ada
18
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
7) Pemeriksaan penunjang
a) Tes fluorensi untuk menentukan antinuclear antobodi (ANA),
positif dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
b) Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk
menentukan SLE
c) Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
d) Tes sifilis bisa positif paslu pada pemeriksaan SLE
e) Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardiolipin
antibody) berhubungan untuk mennetukan adanya thrombosis
pada pembuluh arteri atau pembuluh vena atau pada abortus
spontan, bayi meninggal dalam kandungan, dan trombositopeni.
b. Analisis data
19
Klien terlihat Autoimun menyerang
menahan nyeri organ tubuh
TD 110/80 mmHg ↓
RR 20x/menit SLE
S 38,5 ↓
Kerusakan jaringan
N 90x/menit ↓
Nyeri kronis
Ds: Genetic, lingkungan, Peningkatan suhu
Klien mengeluhkan hormone, obat tertentu tubuh
demam ↓
Do: Produksi autoimun
TD 110/80 mmHg berlebih
RR 20x/menit ↓
20
↓
menyerang hati
↓
kesalahan sintesa zat
yang dibutuhkan tubuh
↓
perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Ds: Genetic, lingkungan, Keletihan
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Klien mengeluhkan ↓
mudah lelah ketika Autoimun menyerang
beraktivitas organ tubuh
Do: ↓
Klien terlihat SLE
menahan nyeri ↓
TD 110/80 mmHg menyerang darah
RR 20x/menit ↓
S 38,5 Hb menurun
↓
N 90x/menit Suplai oksigen
menurun
↓
ATP menurun
↓
Keletihan
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan integritas
21
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu kulit
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
TD 110/80 mmHg Autoimun menyerang
RR 20x/menit organ tubuh
S 38,5 ↓
SLE
N 90x/menit ↓
Kulit kering dan menyerang kulit
kemerahan ↓
kerusakan integritas
kulit
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan mobilitas
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu fisik
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
Klien terlihat Autoimun menyerang
menahan nyeri organ tubuh
TD 110/80 mmHg ↓
RR 20x/menit SLE
S 38,5 ↓
arthritis
N 90x/menit ↓
gangguan mobilitas
fisik
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan citra tubuh
22
Klien mengatakan hormone, obat tertentu
malu terhadap ↓
kemerahan pada Produksi autoimun
pipi dan leher berlebih
Do: ↓
TD 110/80 mmHg Autoimun menyerang
RR 20x/menit organ tubuh
S 38,5 ↓
SLE
N 90x/menit ↓
Klien menunduk menyerang kulit
saat memasuki ↓
UGD kerusakan integritas
kulit
↓
Gangguan citra tubuh
(body image)
c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial
kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis)
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kronis pada sendi
4. kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
5. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi
6. gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada sendi
7. gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis
23
d. Intervensi
24
Suhu tubuh meningkat
Do:
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2. Kulit kemerahan
3. Pertambahan RR
4. Kulit terasa panas
NOC NIC
Thermoregulasi 1. Monitor suhu seseirng
Setelah dilakuakn tindakan mungkin
keperawatan selama 24 jam pasien 2. Monitor warna dan suhu
menunjukkan: kulit
Suhu tubuh dalam batas normal 3. Monitor TD, nadi dan RR
dengan kriteria hasil: 4. Monitor WBC, Hb, dan Hct
25
Ds:
1. nyeri abdomen
2. muntah
3. kejang perut
4. rasa penuh tiba-tiba setelah makan
Do:
1. kurang nafsu makan
2. bising usus berlebih
3. pucat
NOC NIC
a. nutritional status: adequacy of 1. kaji adanya alergi makanan
nutrient 2. kolaborasi dengan ahli gizi
b. nutritional status: food and fluid untuk menentuka jumlah kalori
intake dan nutrisi yang dibutuhkan
c. weight control klien
setelah dilakukan tindakan 3. yakinkah dietyang dimakan
keperawatan selama 2x24 jam megandung tinggi serat untuk
nutrisi kurang teratasi dengan mencegah konstipasi
indicator: 4. ajarkan klien bagaimana
1. albumin serum membuat catatatan makanan
2. prealbumin serum harian
3. hematokrit 5. monitor adanya penurunan BB
4. hemoglobin dan gula darah
5. total iron binding capacity 6. monitor lingkungan selama
6. jumlah limfosit makan
7. jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. monitor turgor kulit
9. monitor kekeringan, rambut
26
kusam, total protein, Hb dan
kadar Hct
10. monitor mual dan muntah
11. monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan kojungtiva
12. monitor intake nutrisi
13. informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
14. kolaborasikan dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
15. atur posisi semifowler tinggi
selama makan
16. kelola pemberian antiemetic
17. anjurkan banyak minum
18. pertahankan terapi IV line
19. catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik, papila lidah dan
cavitas oral
Dx: kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
Ds:
1. kelelahan
2. meningkatnya komplain fisik
3. secara verbal menyatakan kurang energi
Do:
1. penurunan kemampuan
27
2. ketidakmampuan mendapatkan energy sesudah tidur
3. kurang energy
4. ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas
NOC NIC
1. activity tolerance 1. monitor respon kardiorespirasi
2. energy conservation terhadap aktivitas (takikardi,
3. nutritional status: energy disritmai, dispnea, diaphoresis,
setelah dilakukan tidnakan pucat, tekanan hemodinamik dan
keperawatan selama 2x24 jam jumlah respirasi)
kelelahan pasien teratasi dengan 2. monitor dan catat pola dan
kriteria hasil: jumlah tidur klien
1. kemampuan aktivitas adekuat 3. monitor lokasi ketidaknyamanan
2. mempertahankan nutrisi adekuat atau nyeri selama bergerak dan
3. keseimbangan aktivitas dan aktivitas
istirahat 4. monitor intake nutrisi
4. menggunakan tehnik energy 5. monitor pemberian dan efek
konservasi samping obat depresi
5. mempertahankan interaksi sosial 6. instruksikan pada klien untuk
6. mengidentifikasi faktor fisik dan memcatat tanda dan gejala
psikologis yang menyeabbkan kelelahan
kelelahan 7. jelaskan pada klien hubungan
7. mempertahankan kemampuan kelelahan dengan proses
untuk konsentrasi penyakit
8. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
intake makanan tinggi energy
9. dorong klien dan keluarga
mengekspresikan perasaannya
10. catat aktivitas yang dapat
meningkatkan kelelahan
28
11. anjurkan klien melakukan yang
meningkatkan relaksasi
12. tingkatkan pembatasan bedrest
dan aktivitas
13. batasi stimulasi lingkungan
untuk memfasilitasi relaksasi
29
berulang sabun dan air hangat
5. mampu melindungi kulit dan 10. Kaji lingkungna dan peralatan
mempertahankan kelembaban yang menyebabkan tekanan
kulit dan perawatan alami 11. Observasi luka: lokas, dimensi,
6. menunjukkan terjadinya proses kedalaman luka, karakteristik,
penyembuhan luka warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda infeksi lokal,
formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luak
13. Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKT, vitamin, cegah
kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
15. Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
30
7. ketidakstabilan posisi selama menggunakan ADL
8. gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
NOC NIC
1. joint movement: active Exercise therapy: ambulation
2. mobility level 1. monitor vital sign
3. self care: ADLs sebelum/sesudah latian dan
4. transfer performance lihat respon pasien saat
setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan selama 2x24 jam 2. konsultasikan dengan terapi
gangguan mobilitas fisik teratasi fisik tentang rencana
dengan kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan
1. klien meningkat dalam kebutuhan
aktivitas fisik 3. bantu klien untuk
2. mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat
peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
3. memverbalisasikan perasaan cedera
dalam meningkatkan 4. ajarkan klien atau tenaga
kekuatan dan kemampuan kesehatan lain tentang tehnik
berpindah ambulasi
4. memperagakan penggunaan 5. kaji kemampuan klien dalam
alat bantu mobilisasi mobilisasi
6. latih klien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. damping dan bantu jika klien
memerlukan
8. ajarkan klien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
31
Dx: gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis
Ds:
1. depersonalisasi bagian tubuh
2. perasaan negatif tentang tubuh
3. secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup
Do:
1. perubahan actual struktur dan fungsi tubuh
2. kehilangan bagian tubuh
3. bagian tubuh tidak berfungsi
NOC NIC
1. body mage Body image enchancement
2. self esteem 1. kaji secara verbal dan nonverbal
setelah dilakukan perawatan 2x24 respon klien terhadap tubuhnya
jam gangguan body image klien 2. monitor frekuensi mengkritik
berkurang dengakriteria hasil: dirinya
1. body image positif 3. jelaskan tantang pengobatan,
2. mampu mengidentifikasi perawatan, kemajuan dan
kekuatan personal prognosis penyakit
3. mendeskripsikan secara 4. dorong klien mengungkapkan
factual perubahan fungsi perasaannya
tubuh 5. identifikasi arti pengurangan
4. mempertahankan interaksi melalui pemakaian alat bantu
sosial 6. fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
32
2.3 Hipersensitivitas
2.3.1 Definisi
Alergi adalah respon imun yang kuat terhadap alergen (suatu elergen
yang menghasilkan alergi). Alergen bias any tidak berbahaya (mis. Debu
rumah, makanan, kulit dan bulu binatang). Saaat pajanan awal ke alergen,
individu menjadi peka terhadapn\ya, dan pajanan kedua serta pajanan
selanjutnya, jumlah system imun memberikan respon yang proporsinya
berlebihan terhadap ancaman yang diterima. Kadangkala efeknya ringan,
namun mengganggu, seperti pilek dan mata berair akibat hay fever (rhinitis
alergi). Kadang reaksi dapat begitu ekstrem seperti mengganggu system
tubuh secara berlebihan dan menyebabbkan kematian. Mekanisme
pertahanan tubuh, Sinus (rinitis) nasal dan paranasal, Sistem pernapasan
(asma).
33
tersebut. Manifestasi suatu respon alergi bergantung dimana alergen
ditemukan di dalam makanan, dalam partikel yang terhirup, atau melalui
kulit. Waktu reaksi alergi bermacam-macam bergantung pada apakah
respons tipe I (segera) atau tipe IV (lambat). Reaksi tipe I melibatkan kulit
yang disebut dermatitis atopic sedangkan reaksi tipe IV disebut dermatitis
kontak alergi. Respons kulit terhadap poison ivy adalah contoh dermatitis
kontak alergi.
2.3.2 Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi :
asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-
fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini
mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh
kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya
Ikan 15,4 %
Telur 12,7 %
Susu 12,2 %
Kacang 5,3 %
Gandum 4,7 %
Apel 4,7 %
Kentang 2,6 %
Coklat 2,1 %
34
Babi 1,5 %
Sapi 3,1 %
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
2.3.3 Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh
seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena
alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada
kulit orang tersebut. Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana
sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi
( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin
memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel –
sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan
reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah
yang banyak , kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh
melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan
menyebabkanterjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru,
alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai
dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila
tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.
35
1. Pembengkakan local, gatal, dan kemerahan kulit, pada pajanan alergen
ke kulit. Reaksi tipe IV sering ditandai oleh lepuhan dan pengerasan
pada area yang terkena.
2. Diare dank ram abdomen, pada pajanan alergen saluran cerna.
3. Rinitis alergi, yang ditandai oleh mata gatal dan pilek encer, pada
pajanan alergen saluran napas. Terjadi pembengkakan dan kongesti,
dapat timbul kesulitan bernapas akibat konstriksi otot polos bronkiolus
pada jalan napas yang di induksi oleh histamine.
36
Pada hipersensitivitas tipe I, secara khas terdapat dua fase :
37
c. Prostagladin menyebabkan bronkospasme berat, vasodilatasi
Saat antibody bereaksi dengan antigen pada permukaan sel, sel tersebut
ditandai untuk dihancurkan oleh sejumlah mekanisme (mis, fagositosis).
Peristiwa ini merupakan prosedur umum dalam eliminasi, misalnya bakteri,
tetapi jika antibody diarahkan untuk melawan antigen diri sendiri, akibatnya
adalah penghancuran jaringan tubuh sendiri (penyakit autoimun).
Mekanisme tipe II menyebabkan kondisi yang lain (msal, reaksi transfusi).
38
Kompleks antibody-antigen (kompleks imun) biasanya dibersihkan
secara efisien dari darah dengan fagosintosis. Jika tidak, kompleks imun
dapat menumpuk di dalam jaringan (mis, ginjal, kulit, sendi, dan mata),
yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi di jaringan tersebut. Kompleks
imun, misalnya yang terkumpul di ginjal akan tersangkut dan menyumbat
glomerulus sehungga mengganggu fungsi ginjal (glomerulonefritis).
39
2.3.6 Klasifikasi keadaan Hipersensitivitas
40
langsung atau
melalui antivitas
limfokin
Bayi dan anak yang terpajan asap rokok memiliki resiko lebih besar
menderita asma dan alergi saluran napas lainnya.
2.3.9 Penatalaksaan
41
2. Kortikosteroid yang dihirup atau sistematik bekerja sebagai obat anti
peradangan dan dapat mengurangi gejal suatu alergi. Orang yang
mengidap alergi perlu menggunakan obat-obat ini dalam jangka waktu
yang cukup lama sebelum obat menjadi efektif. Kortikosteroid inhalan
hanya berefek di saluran napas dan tidak menimbulkan efek sistemik.
3. Stabilizer sel mast inhalan mengurangi deghranulasi sel mast dan dapat
menurunkan gejala alergi tipe I.
4. Terapi desensitisasi, berupa penyuntikan berulang alergen (yang dapat
mensensitisasi pasien) dalam jumlah yang kecil dapat mendorong pasien
tersebut membentuk antibody IgG terhadap alergen. Antibodi ini dapat
bekerja sebagai antibody penghambat (blocking antibodies). Sewaktu
pasien tersebut kembali terpajan ke alergen, antibody penghambat dapat
berikatan dengan molekul IgE ganda secara kovalen bersama-sama.
Karena pengikatan IgG tidak menyebabkan degranulasi sel mast yang
berlebihan, maka gejala alergidapat berkurang. Antibody IgG dihasilkan
setiap kali berikatan dengan alergen dan terkadang dapat menghentikan
respon alergi.
2.3.10 Komplikasi
42
Reaksi alergi : menggambarkan individu yang mengalamai atau beresiko
tinggi mengalami hipersensivitas dan pelepasan mediator untuk substansi
khusus (antigen).
Risiko tinggi
1. Riwayat alergi
2. Asma
3. Imunoterapi
4. Individu yang terpajan antigen berisiko tinggi :
a. Gigitan serangga (misal : lebah, semut, laba-laba)
b. Gigitan /sengatan binatang (misal : ular, ubur-ubur)
c. Media kontras radiologi terionisasi (misal : yang digunakan
pada arteriografi pielogravi intravena)
d. Tranfusi darah dan produk darah
5. Individu berisiko tinggi terpajan
a. Medikasi berisiko tinggi (misal : aspirin, antibiotik, opiate,
anestesi local, insulin binatang, kimopapain)
b. Makanan berisiko tinggi (misal : kacang ,cokelat , telur,
makanan laut, kerang ,stroberi,susu )
c. Kimia (misal : semir lantai, cat, sabun, parfum,karpet baru)
Tujuan Keperawatan
Perawat akan mengatasi dan meminimalkan komplikasi reaksi alergi.
Intervensi Umum
1. Kaji dengan saksama adanya riwayat respons alergi (misal :ruam ,sulit
bernapas)
Mengidentifikasi klien yang berisiko tinggi memungkinkan
dilakukannya tindak kewaspadaan untuk mencegah anafilaksis.
43
2. Bila klien memiliki riwayat reaksi alergi, konsultasikan dengan dokter
atau perawat pakar untuk melakukan uji kulit bila diindikasikan
Uji kulit dapat memastikan hipersensivitas.
3. Pantau tanda dan gejala reaksi alergi local
a. Bentol ,kemerahan (karena pelepasan histamin)
b. Gatal
c. Edema nontraumatik (periolar,periorbital)
Manifestasi awal ini dapat menunjukkan dimulainya kontinum reaksi
local hingga reaksi sistemik sampai syok anafilaktik.
4. Saat tanda awal hipersensivitas muncul konsultasikan dengan dokter
atau perawat pakar untuk memberikan intervensi farmakologis , seperti
antihistamin. Antihistamin umumnya digunakan untuk mengatasi
reaksi local ringan dengan menghambat pelepasan histamine.
5. Pantau tanda dan gejala reaksi alergi sistemik dan anafilaksis
Berkunang-kunang ,ruam kulit, dan hipotensi ringan (akibat
vasodilatasi akibat histamin).
Rasa ketat pada tenggorok atau palatum , mengi ,serak, dyspnea, dan
sesak pada dada (karena kontraksi otot polos akibat pelepasan
prostaglandin).
Nadi meningkat dan tidak teratur serta penurunan tekanan darah (ka
rena pelepasan leukotriene yang mengontriksi jalan napas dan
pembuluh darah coroner).
Penurunan tingkat kesadaran ,distress pernapasan dan syok (akibat
hipotensi berat, insufisiensi pernapasan dan hipoksia jaringan)
(dalam hitungan menit,reaksi di ata dapat berkembang menjadi
hipotensi berat, penurunan tingkat kesadaran ,dan disstres pernapasan
,dan dapat menyebabkan kematian dengan cepat)
6. Segera mulai protocol kedaruratan untuk mengatasi anafilaksis dan
/atau segera hubungi dokter atau perawat spesialis
7. Mulai jalur IV
44
Untuk pemberian obat secara cepat
8. Berikan epineprin IV atau melalui endotrakea
Untuk menghasilkan vasokontriksi perifer, yang meningkatkan
tekanan darah ,dan bertindak sebagai agonis betha untuk
meningkatkan relaksasi otot polos bronkus dan untuk meningkatkan
aktivitas jantung inotropic dan kronotropik
9. Berikan oksigen berikan ,buat jalan napas paten bila diindikasikan.
Sediakan suction . tindakan intubasi orofaring mungkin diperlukan
(edema laring mengganggu pernapasan)
10. Berikan medikasi lain, sesuai program, yang dapat mencangkup :
a. Kortikosteroid
Untuk menghambat enzim dan respon SDP untuk mengurangi
bronkokonstriksi
b. Aminofilin
Untuk menghasilkan bronkodilatasi
c. Vasopressin
Untuk mengatasi hipotensi berat
d. Difenhidramin
Untuk mencegah reaksi antigen-antibodi lanjut
11. Evaluasi respon klien terhadap terapi secara langsung , kaji :
a. Tanda-tanda vital
b. Tingkat kesadaran
c. Bunyi paru,aliran puncak
d. Fungsi jantung
e. Asupan dan haluaram
f. Nilai AGD
Pememantauan yang cermat penting untuk mendeteksi komplikasi
syok dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap intervensi tambahan.
12. Setelah pemulihan, diskusikan bersama keluarga dan klien tentang
tindakan prevenrtif untuk anafilaksis dan perlunya membawa set
45
anafilaksis, yang berisi epinefrin injeksi dan antihistamin oral untuk
penanggulangan reaksi alergi secara mandiri
2.4.1 Definisi
46
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
2.4.2 Etiologi
47
2.4.3 Patofisiologi
Obat-obatan, infeksi
Kelainan hipersensivitas
virus, keganasan
Pengaktifan sel T
Aktivasi S.komplemen
Akumulasi netrofil
Penghancuran sel-sel memfagositosi sel yang rusak
48
Reaksi peradangan
-ketidakseimbangan nutrisi Melepasnya sel yang rusak
Respon lokal : eritema, vesikel kurang dari
Gangguan kebutuhan tubuh
gastrointestinal Kondisi kerusakan
Triase gangguan jaringan
pada kulit,
Port
Risiko
Nyeri
de bula
dan infeksi
enteree -deficit
Hipertermi perawatan
Kerusakan
Respon dirisistemik
inflamasi
intergritas
demam, malaise jaringan Kerusakan
mukosaRespon
dan kulit
jaringan
Ansietas
psikologis
mata
2.4.4 Manifestasi Klinis
49
2.4.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu
dokter dalam menegakkan diagnosa.
b. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel
darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan
tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan
infeksi bakterial berat.
c. Pemeriksaan elektrolit
d. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai
terjadi
e. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD),
dan kolonoskopi dapat dilakukan
2. Imaging Studies
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
3. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung
ditegakkannya diagnosa.
2.4.6 Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga
terapi yang diberikan biasanya adalah :
50
penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun
ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan
menyelamatkan nyawa.
2.4.7 Komplikasi
51
5. Syok
6. Kebutaan gangguan lakrimasi
52
normal hipermetabolik
c) Tidak ada terhadap obat-
perubahan obat
warna kulit farmakologis
dan tidak ada yang digunakan
pusing selama
pembedahan.
c. Regulasi sushu:
Mencapai atau
mempertahankan
suhu tubuh
dalam rentang
normal.
d. Pemantauan
tanda vital:
Mengumpulkan
dan menganalisis
data
kardiovaskular,
pernapasan, dan
suhu tubuh untuk
menentukan serta
mencegah
komplikasi.
53
No. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan
Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
(NANDA)
2. Nyeri akut berhubungan Pasien menunjukkan a) Pemberian
dengan adanya bula. berkurangnya tingkat analgesik untuk
nyeri dalam skala 3 menghilangkan
Batasan karakteristik: setelah dilakukan nyeri.
Subjektif: perawatan selama 24 b) Manajemen
Mengungkapkan secara jam dengan kriteria medikasi:
verbal atau melaporkan nyeri hasil: memfasilitasi
dengan isyarat. a. Tiingkat penggunaan
Objektif: kenyamanan obat resep atau
Posisi untuk menghindari positif obat bebas
nyeri. terhadap secara aman dan
Perubahan tonus otot. kemudahan efektif.
Respon autonomik fisik dan c) Manajemen
(misalnya, diaforesis; psikologis. nyeri: Ajarkan
perubahan tekanan darah, b. Tindakan penggunaan
pernapasan, atau nadi; individu teknik
dilatasi pupil). dalam nonfarmakologi
Perubahan selera makan. pengendalian s selama
Perilaku distraksi. nyeri. aktivitas yang
Perilaku ekspresif (gelisah, c. Keparahan menimbulkan
merintih, menangis, waspada nyeri dapat nyeri.
berlebihan). diamati atau d) Bantuan
Bukti nyeri yang dapat dilaporkan. analgesia yag
diamati. dikendalikan
Berfokus pada diri sendiri. oleh pasien.
Gangguan tidur. e) Memberikan
sedatif,
memantau
54
respon pasien,
dan
memberikan
dukungan
fisiologis yang
dibutuhkan
selama prosedur
diagnostik atau
terapeutik.
55
e) Kerapuhan kapiler kebutuhan nutrisi 3. Makanan
f) Diare d. Tidak ada tanda- mengandung
g) Kehilangan tanda malnutrisi serat tinggi
rambut berlebihan e. Menunjukkan untuk mencegah
h) Bising usus peningatan konstipasi.
hiperaktif fungsi Nutrition Monitoring:
i) Kurang makanan pengecapan dari 1. BB pasien
j) Membran mukosa menelan dalam batas
pucat f. Tidak terjadi normal.
k) Tonus otot penurunan berat 2. Monitor adanya
menurun badan yang penurunan berat
l) Mengeluh berarti. badan.
gangguan sensasi 3. Monitor tipe dan
rasa jumlah aktivitas.
m) Cepat kenyang 4. Monitor turgor
setelah makan kulit.
n) Sariawan rongga 5. Monitor
mulut kekeringan,
o) Kelemahan otot rambut kusam,
pengunyah dan mudah
p) Kelemahan otot patah.
untuk menelan 6. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb dan
kadar Ht.
7. Monitor kalori
dan intake
nutrisi
8.
No. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan
56
(NANDA) Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
4. Kerusakan integritas Kerusakan integritas a. Anjurkan pasien
jaringan berhubungan kulit pasien teratasi untuk
dengan bula yang mudah setelah dilakukan menggunakan
pecah perawatan selama 2x24 pakaian yang
Batasan karakteristik: jam dengan kriteria longgar
a) Gangguan pada hasil: b. Hindari kerutan
bagian tubuh 1. Integritas kulit pada tempat
b) Kerusakan lapisan yang baik bisa tidur
kulit (dermis) dipertahankan c. Jaga kebersihan
c) Gangguan (sensasi, kulit agar tetap
permukaan kulit elastisitas, bersih dan
(epidermis) temperatur, kering
hidrasi, d. Mobilisasi
pigmentasi) pasien setiap
2. Tidak ada dua jam sekali
luka/lesi pada e. Monitor kulit
kulit akan adanya
3. Perfusi jaringan kemerahan
baik f. Oleskan lotion
4. Menunjukkan atau baby oil
pemahaman pada daerah
dalam proses yang tertekan
perbaikan kulit g. Monitor status
dan mencegah nutrisi pasien
terjadinya cedera h. Memandikan
berulang pasien dengan
5. Mampu sabun dan air
melindungi kulit i. Kaji lingkungan
dan dan peralatan
57
mempertahankan yang
kelembapan kulit menyebabkan
dan perawatan tekanan
alami j. Observasi luka
6. Menunjukan k. Cegah
terjadinya proses kontaminasi
penyembuhan feses dan urin
luka l. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
m. Berikan posisi
yang
mengurangi
tekanan pada
luka.
58
patogen mencegah sebagai alat
e. Imunosupresi timbulnya pelindung
f. Tidak adekuat infeksi 4) Ganti letak IV
pertahanan sekunder c. Jumlah leukosit perifer dan
(penurunan Hb, dalam batas dressing sesuai
leukopenia, normal dengan
penekanan respon d. Menunjukan petunjuk umum
inflamasi) perilaku hidup 5) Gunakan
g. Penyakit kronik sehat kateter
h. Imunosupresi e. Status imun, intermiten
i. Malnutrisi gastrointestinal, untuk
j. Pertahanan primer genitourinaria menurunkan
tidak adekuat dalam batas infeksi kandung
(kerusakan kulit, normal kemih
trauma jaringan, 6) Tigkatkan
gangguan intake nutrisi
peristaltik) 7) Monitor tanda
dan gejala
infeksi sistemik
dan lokal
8) Monitor adanya
luka
9) Kaji suhu
badan pasien
neutropenia
setiap jam 4
jam
59
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. & JoAnn C. Hacley. 2000. Keperawatan Medical Bedah Buku
Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah volume 3.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3 revisi. Jakarta: EGC
Curtis, Glade B. MD, FACOG. 1999. Kehamilan Apa yang Anda Hadapi Minggu per
Minggu. Jakarta: Arcan
Kee, Joyce Lefever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Edisi
2. Jakarta: EGC
Lumenta, Nico A. dkk. 2006. Manajemen Hidup Sehat : Kenali Jenis Penyakit dan
Cara Penyembuhannya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
60
Price & Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit volume 2 Edisi
6. Jakarta: EGC
Richard N. Mitchell, et al. 2008. Pocket Companionto Robbins & Cotran Pathologic
Rubenstein, David, David Wayne, John Bradley. 2003. Lecture Notes Kedokteran
Klinis Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatann Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sullivan, Amanda, Lucy Kean & Alison Cycer. 2009. Panduan Pemeriksaan
Antenala. Jakarta: EGC
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Yatim, Dr. Faisal DTM&H, MPH. 2006. Penyakit Tulang dan Persendian Arthritis
atau Artharlgia. Jakarta: Pustaka Popular
61