Disusun Oleh :
NUR'AINI
NPM. 18.303.278
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum wr. wb
Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah swt. atas berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas latihan penyusunan tugas akhir mata
kuliah Metodologi Peneitian (Teknik Penulisan) yang berjudul “Pengaruh
Gangguan Psikosomatik Terhadap Isu Covid-19 yang Beredar di Tengah
Masyarakat Kuningan” dengan penelitian yang saya lakukan di lingkungan rumah
saya.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang memberikan banyak dukungan, yakni:
1. Bapak Dr. H. K. Prihartono AH., Drs., S.Sos., S.Kom., M.M selaku direktur
Politeknik Piksi Ganesha Bandung.
2. Ibu Sali Setiatin, A.Md.Perkes., S.ST., M.M selaku prodi Rekam Medis.
3. Bapak Muhammad Reza Pahlevi, S.Pd., M.Si., selaku dosen pengampu mata
kuliah Metodologi Penelitian (Teknik Penulisan).
4. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan RMIK-R36/18
Akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas latihan penyusunan tugas akhir ini
dengan baik. Saya mohon maaf apabila dalam penulisan masih terdapat kesalahan.
Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Wassalamu’alaikum wr. wb
i
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.........................................................4
1.3 Rumusan Masalah............................................................4
1.4 Batasan Masalah..............................................................5
1.5 Pelaksanaan Penelitian.....................................................5
1.6 Tujuan..............................................................................5
1.6.1 Tujuan Penelitian.................................................5
1.6.2 Tujuan Penulisan..................................................5
ii
2.3.1 Pengertian dan Azas Penyelenggaraan
Puskesmas........ .................................................23
2.3.2 Ruang Lingkup Puskesmas................................23
2.3.3 Fungsi Puskesmas..............................................26
2.3.4 Tujuan Puskesmas..............................................28
2.4 Rekam Medis.................................................................28
2.4.1 Pengertian Rekam Medis...................................28
2.4.2 Tujuan Rekam Medis.........................................31
2.4.3 Manfaat Rekam Medis.......................................31
2.4.4 Pengguna Rekam Medis.....................................32
2.4.5 Kegunaan Rekam Medis....................................34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penulisan....................................................38
3.2 Teknik Pengumpulan Data.............................................38
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.....................................39
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Puskesmas Kramatmulya ..............................................41
4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Kramatmulya.........41
4.1.2 Lokasi/Letak Geografis Puskesmas
Kramatmulya. ....................................................41
4.1.3 Visi, Misi, dan Moto Puskesmas
Kramatmulya......................................................42
4.1.4 Struktur Organisas..............................................42
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan....................................................................46
5.2 Saran...............................................................................46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................47
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
berbagai hewan liar untuk dikonsumsi. Diperkirakan ada lebih dari 112 jenis
hewan liar diperdagangkan di pasar ini, sebagian jenis hewan di antaranya
kelelawar dan ular yang menjadi dugaan kuat penyebab utamanya karena
sebelumnya kasus virus SARS yang berasal dari China juga ditemukan
pertama kali di kedua hewan eksotis ini.
Di Indonesia sendiri, kini menjadi sorotan khusus terhadap pandemi
corona ini. Pasalnya sampai saat ini tanggal 2 April 2020, terdapat 1.790
kasus dan 170 orang meninggal. Banyaknya informasi yang terkait pandemi
corona di media sosial maupun media nasional serta himbauan-himbauan dari
pemerintahan yang menyarankan untuk social distancing, karantina dan lain
sebagainya menjadikan kecemasan tersendiri terhadap psikologi. Segala
informasi soal virus corona dan kepanikan membeli barang kebutuhan pokok
(Panic Buying), serta tidak bebasnya melakukan rutinitas, dapat
meningkatkan stress pada beberapa orang.
Mewaspadai orang berlebihan, menggunakan pelindung diri berlebihan,
bahkan pada tingkat yang paling tidak wajar mengaitkan segala hal dengan
pandemi corona walau belum tentu kebenaran adanya, merasakan gejala yang
mirip dengan kasus pasien yang terinfeksi saat mengetahui gejala-gejala
kebanyakan orang yang terjangkit virus corona sehingga banyak mendatangi
pelayanan kesehatan untuk sekedar mengetahui keadaan tubuhnya apakah dia
terpapar virus corona atau tidak, bahkan membeli alat-alat yang banyak
dijajakan di pasaran online untuk mendeteksi adanya virus corona, yang
sebenarnya itu bisa dikategorikan termasuk dalam gangguan psikosomatik.
Gangguan psikosomatik sendiri menjadi gangguan terhadap kesehatan
jiwa seseorang bahkan terhadap fisiknya. Karena seperti yang tertulis dalam
UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan bab 1 ayat (1) menyebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.
Pada kasus ini bukan hanya terjadi pada segelintir orang yang
merasakannya bahkan mungkin banyak masyarakat yang mengalaminya,
2
apalagi ditambah setiap hari selalu di suapi dengan kabar korban meninggal
akibat virus corona. Kasus pasien positif yang terkena virus corona di
Indonesia, bahkan di daerah terdekat dengan tempat tinggalnya menjadi
kepanikan tersendiri.
Puskesmaslah yang kadang menjadi tempat pengaduan pertama
masyarakat untuk memeriksakan diri. Karena memang puskesmas dinilai
lebih dapat terjangkau, baik itu pelayanannya maupun segi pembiayaannya.
Puskesmas yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat,
membina peran serta masyarakat, memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Oleh karena itu, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung
jawab atau pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Puskesmas tersebar hampir di berbagai daerah biasanya selalu ada di tiap
kecamatan dengan jangkauan luas daerah operasional yang sesuai.
Puskesmas menyelenggarakan upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat.
Dalam sarana pelayanan kesehatan di puskesmas, pengelolaan rekam
medis akan menjadi hal yang sangat penting dan menjadi perhatian para
tenaga medis, karena sifat rekam medis yang sangat vital bahkan dikatakan
sebagai jantungnya suatu tempat pelayanan kesehatan baik itu puskesmas,
rumah sakit, klinik, dan lain-lain. Terlebih lagi rekam medis berperan dalam
menjaga kerahasiaan riwayat penyakit pasien.
Menurut peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor
269/MENKES/PER/III/2008 bab 1 pasal 1 ayat (1), rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pandemi corona dengan sistem peraturan dari pemerintahan yang
3
berdampak pada kesehatan fisik maupun psikis masyarakat dengan tempat
tujuan pengaduan utama masyarakat adalah puskesmas. Dengan judul yang
penulis tulis “Pengaruh Gangguan Psikosomatik Terhadap Isu Covid-19
yang Beredar di Tengah Masyarakat Kuningan”
Puskesmas yang di pilih adalah puskesmas Kramatmulya Kuningan yang
berada di Jalan Raya Siliwangi Cilowa Kramatmulya Kuningan Jawa Barat
karena kediaman penulis berada di daerah yang dalam pengelolaan
puskesmas tersebut.
Sebelum penulis melakukan penelitian di sana, sudah ada sekelompok
siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Farmasi melakukan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di bagian unit pelayanan farmasi selama kurun waktu satu
bulan dengan koordinator dari kelompok mereka bernama Aab Sihabudin
kisaran bulan Februari tahun 2017.
Walaupun mereka melakukan praktik kerja lapangan di bagian unit
pelayanan farmasi, setidaknya laporan hasil dari praktik kerja lapangan yang
mereka buat sangat membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
4
1.4 Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis membatasi
permasalahan hanya pada tentang pandemi corona, gangguan psikosomatik,
dan mengenai berkas rekam medis pasien tentang pasien yang memiliki
gejala yang merujuk ke arah gangguan psikosomatik.
1.5 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang saya lakukan sekitar 14 hari lamanya di tengah-tengah
banyaknya pemberitaan yang beredar tentang pandemi corona kepada
masyarakat di pelosok desa khususnya di tempat tinggal saya yang berada di
desa Bojong Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa
Barat, dengan tenggang waktu antara tanggal 2 April sampai 16 April 2020,
dan dengan bantuan tempat pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas
Kramatmulya Kuningan.
1.6 Tujuan
1.6.1 Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Sebagai salah satu cara mengetahui apa saja yang menjadi
problematika masyarakat dengan adanya pandemi corona.
B. Tujuan Khusus
1) Untuk lebih mengetahui betapa bahayanya pandemi corona.
2) Untuk lebih mengetahui betapa sangat berpengaruhnya
pemberitaan yang beredar terhadap psikologis masyarakat.
3) Untuk lebih mengetahui kekhawatiran masyarakat.
5
a. Untuk mengetahui apa itu pandemi corona.
b. Untuk mengetahui gangguan psikologis masyarakat yang
mungkin terjadi di tengah-tengah pandemi corona.
c. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
7
a. Fase 1
Pada fase ini, tak ada virus yang beredar diantara hewan yang
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
b. Fase 2
Fase 2 ditandai dengan adanya virus yang beredar diantara
hewan yang diketahui dapat menyebabkan infeksi pada manusia
sehingga dianggap sebagai potensi ancaman pandemi.
c. Fase 3
Dalam fase 3, virus yang disebabkan dari hewan atau hewan-
manusia menyebabkan beberapa kasus secara sporadis atau
menjangkiti sekelompok kecil orang. Namun, belum cukup untuk
menetapkannya sebagai wabah di masyarakat. Penularan dari
manusia ke manusia pun masih terbatas.
d. Fase 4
Pada fase ini, penularan virus dari manusia ke manusia atau dari
hewan ke manusia semakin banyak sehingga menyebabkan
terjadinya wabah. Ini juga menunjukkan peningkatan yang
signifikan terhadap risiko pandemi.
e. Fase 5
Pada fase ini, penyebaran virus dari manusia ke manusia telah
terjadi setidaknya pada dua negara di satu wilayah. Sebagian
besar negara tidak akan terpengaruh pada tahap ini. Namun, ini
menjadi signal yang kuat bahwa pandemi sudah dekat dan
implementasi dari langkah-langkah mitigasi yang direncanakan
semakin singkat.
f. Fase 6
Fase 6 merupakan fase yang ditandai dengan wabah semakin
meluas ke berbagai negara. Fase ini juga menunjukkan bahwa
pandemi global sedang berlangsung.
Lamanya setiap fase bisa berbeda-beda, mungkin bisa berbulan-
bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, tidak semua kasus bisa
8
mencapai fase 6 karena mungkin telah berkurang di fase-fase
sebelumnya. Akan tetapi, setelah ditetapkan sebagai pandemi, tentu
saja perlu pengendalian sesegera mungkin agar tingkat keparahan
penyakit tidak semakin tinggi.
9
Untuk beberapa waktu strain virus disebut sebagai subtipe virus
influenza A H2N2. Namun, baru-baru ini, jenis ini dinyatakan
sebagai subtipe virus influenza A H3N8.
3) Flu Spanyol
Flu Spanyol terjadi pada 1918 hingga 1920, sehingga juga
dikenal sebagai pandemi flu 1918. Ini merupakan pandemi
influenza kategori 5 yang mulai menyebar di Amerika Serikat,
muncul di Afrika Barat dan Prancis, lalu menyebar hampir ke
seluruh dunia.
Penyakit ini disebabkan oleh Virus influenza Tipe A subtipe
H1N1. Kebanyakan korban pandemi ini adalah orang dewasa dan
muda. Diperkirakan 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia
meninggal.
4) Flu Asia
Flu Asia adalah pandemi influenza virus A kategori 2 yang
berasal dari China pada awal 1956 yang berlangsung hingga
1958. Virus yang menyebabkan pandemi ini disebut campuran
dari virus flu burung.
Virus ini pertama kali diidentifikasi di Guizhou lalu menyebar
ke Singapura pada Februari 1957, mencapai Hong Kong pada
bulan April, dan Amerika Serikat pada bulan Juni pada tahun
yang sama.
Korban meninggal di Amerika Serikat sekitar 116 ribu jiwa.
Sementara perkiraan kematian di seluruh dunia yang disebabkan
oleh pandemi ini sangat bervariasi tergantung pada sumbernya,
mulai dari 1 juta hingga 4 juta, dengan WHO menetapkan sekitar
2 juta.
5) Flu Babi (H1N1)
Flu babi terjadi pada 2009 hingga 2010. Galur virus ini
diperkirakan sebagai mutasi empat galur virus influenza A
subtipe H1N1, yaitu dua endemik pada manusia, satu endemik
10
pada burung, dan dua endemik pada babi. Menurut sumber, flu
babi berasal dari Meksiko pada musim semi 2009sebelum
menyebar ke seluruh dunia.
Menurut CDC, dalam satu tahun virus itu menginfeksi
sebanyak 1,4 miliar orang di seluruh dunia dan menewaskan
antara 151.700 dan 575.400 orang. WHO secara resmi
menyatakan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009.
Flu babi terutama menyerang anak-anak dan orang dewasa
muda, dan 80 persen kematian terjadi pada orang lebih muda dari
usia 65 tahun.
Dan kini dunia kembali digemparkan dengan virus yang
menyerang saluran pernapasan. Virus jenis corona yang awalnya
dinamakan 2019-nCov kemudian pada perkembangannya dinamakan
virus corona baru atau covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan,
Provinsi Hubei, China.
11
Pada kasus covid-19 masa inkubasi belum diketahui secara
pasti. Namun rata-rata gejala yang timbul setelah 2-14 hari
setelah virus pertama masuk ke dalam tubuh. Di samping itu,
metode transmisi covid-19 juga belum diketahui dengan pasti.
C. Gejala Coronavirus
Virus corona bisa menimbulkan beragam gejala pengidapnya.
Gejala yang muncul bergantung pada jenis virus corona yang
menyerang, dan seberapa serius infeksi yang terjadi. Berikut
beberapa gejala virus corona yang terbilang ringan:
- Hidung beringus
- Sakit kepala
- Batuk
- Sakit tenggorokan
- Deman
- Merasa tidak enak badan
Hal yang perlu ditegaskan, beberapa virus corona dapat
menyebabkan gejala parah. Infeksinya dapat berubah menjadi
bronkitis dan pneumonia (disebabkan oleh covid-19) yang
mengakibatkan gejala seperti:
- Demam yang mungkin cukup tinggi bila pasien mengidap
pneumonia
- Batuk dengan lendir
- Sesak napas
- Nyeri dada atau sesak saat bernapas dan batuk
Infeksi bisa semakin parah bila menyerang kelompok
individu tertentu. Contohnya orang dengan penyakit jantung
atau paru-paru, orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah,
bayi, dan lansia.
D. Diagnosis Covid-19
Untuk mendiagnosis infeksi virus corona, dokter akan
mengawali dengan anamnesis atau wawancara medis. Di sini
12
dokter akan menanyakan seputar gejala atau keluhan yang
dialami pasien. Selain itu, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah untuk membantu
menegakkan diagnosis.
Dokter mungkin juga akan melakukan tes dahak, mengambil
sampel dari tenggorokan, atau spesimen pernapasan lainnya.
Untuk kasus yang diduga infeksi novel coronavirus, dokter akan
melakukan swab tenggorokan, DPL, fungsi hepar, fungsi ginjal,
dan PCT/CRP.
E. Komplikasi infeksi coronavirus
Virus corona yang menyebabkan penyakit SARS bisa
menimbulkan komplikasi pneumonia, dan masalah pernapasan
parah lainnya bila tak ditangani dengan cepat dan tepat. Selain
itu, SARS juga bisa menyebabkan kegagalan pernapasan, gagal
jantung, hati, dan kematian.
Hampir sama dengan SARS, novel coronavirus juga bisa
menimbulkan komplikasi yang serius. Infeksi virus ini bisa
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,
dan bahkan kematian.
2.2 Psikosomatik
2.2.1 Sejarah Fenomena Gangguan Psikosomatik di Indonesia
Krisis moneter yang melanda Indonesia menimbulkan dampak
yang luas. Salah satu dampak yang muncul berkaitan dengan krisis
ini adalah meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa. Sejumlah
rumah sakit jiwa melaporkan peningkatan pasien yang datang
berobat, baik pasien yang datang untuk rawat inap maupun yang
hanya rawat jalan. Bahkan beberapa rumah sakit jiwa melaporkan,
kapasitas tempat yang bersedia saat ini tidak mencukupi lagi.
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah apa yang sering disebut
sebagai gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik merupakan
13
bentuk gangguan jiwa yang agak unik, karena muncul dalam bentuk
keluhan-keluhan sakit secara fisik sehingga sering kali mendapatkan
perlakuan yang kurang tepat. Menurut Yusuf (tnp. thn.), pada proses
perkembangan terjadinya gangguan psikosomatis, krisis moneter
berfungsi sebagai stresor spikososial, sedangkan gangguan
psikosomatik berfungsi sebagai reaksi individu terhadap stresor
tersebut.
Sebelum krisis berlangsung, dalam suatu survei yang
diselenggarakan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen
Kesehatan, didapatkan bahwa sekitar 30% pengunjung dari salah
satu Puskesmas di Jakarta adalah kasus-kasus dengan gejala-gejala
somatik psikogenik, yang didiagnosis oleh dokter ahli jiwa yang
terlibat dalam survei tersebut sebagai neurosis depresi, neurosis
cemas, gangguan situasional sementara, kegagalan penyesuaian
sosial, dan gangguan psikofisologik. Permasalahan yang terjadi,
kasus-kasus semacam itu masih kurang dapat dikenali dan dideteksi
oleh dokter umum di Puskesmas sehingga tata laksana terapi
penyembuhannya menjadi tidak terarah (Maslim, R., 1997).
Temuan Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan
tersebut serupa dengan penelitian-penelitian yang dilakukan di luar
negeri. Penelitian-penelitian tersebut menyebutkan bahwa gangguan
psikosomatik menyebabkan sejumlah besar penderitaan dan
ketidakmampuan serta masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Disebutkan, tendensi untuk mengalami dan mengkomunikasikan
tekanan-tekanan psikologis ke dalam bentuk simtom-simtom fisik
dan untuk mencari bantuan medis merupakan fenomena klinis yang
meluas, yang mungkin meliputi lebih dari 30-40% dari pasien medis
(Fava, 1992). Bahkan penelitian lainnya berani menyatakan bahwa
antara ½ -2/3 pasien medis menunjukkan gejala-gejala yang
sebagian maupun keseluruhannya berasal dari sebab psikologis
(Lazarus, 1976).
14
Hasil-hasil penelitian tersebut di atas mendukung pendapat yang
dikemukakan oleh Supangat (1992) yang menyatakan bahwa
penyakit manusia abad dua puluh lebih banyak diwarnai dengan
gejala-gejala psikosomatik yang menimbulkan berbagai macam
penyakit. Hal itu merupakan akibat adanya ketidakseimbangan
lahiriah dan batiniah yang menimbulkan stres, frustrasi, ketegangan,
kecemasan, dan lain-lainnya.
Sayangnya, belum pernah terdengar hasil-hasil penelitian yang
berkaitan dengan gangguan psikosomatik di masa krisis ini,
sekalipun banyak ahli yang berpendapat bahwa prevalensi gangguan
psikosomatik tentu meningkat sejalan dengan meningkatnya stres
yang diakibatkan oleh krisis yang tengah berlangsung.
15
bereaksi sehingga memacu pengeluaran hormon yang ada di otak.
Hormon ini pada gilirannya akan mempengaruhi kerja kelenjar
hormon lain yang terdapat di ginjal. Bagian dalam kelenjar adrenal
memproduksi hormon adrenalin yang menyebabkan reaksi emosi
takut dan berbagai emosi lainnya dalam jangka waktu yang agak
lama. Apalagi karena hormon-hormon tersebut diserap oleh tubuh
dengan perlahan-lahan. Hormon-hormon ini pada gilirannya akan
mempengaruhi reaksi syaraf otonom dalam jangka waktu yang agak
lama juga. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengalami stres
atau emosi yang tinggi dalam jangka waktu yang lama akhirnya
mudah menjadi sakit. Ini disebabkan fungsi organ tubuh yang tidak
seimbang lagi (mengalami ketegangan dalam jangka waktu yang
lama) sehingga mengganggu metabolisme maupun daya tahan tubuh.
Otak besar (cerebal cortex) berfungsi melakukan evaluasi terhadap
derajat pentingnya situasi tersebut, sehingga menentukan juga
tingkat emosi yang terjadi. Selain itu, otak besar turut menentukan
antisipasi terhadap peristiwa yang sama pada masa yang akan datang
maupun memilih alternatif untuk melakukan koping terhadap
peristiwa yang dialami.
Kecerdasan emosi pada dasarnya memantu individu untuk
menemukan cara-cara yang konstruktif untuk menguatkan
hubungan/jalur antara otak besar (yang berfungsi sebagai pusat
berpikir) dengan pusat emosi sehingga individu tidak hanya
menggunakan otak kecil maupun batang otak (pusat emosi) untuk
melakukan reaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang dihadapi.
16
anteseden-anteseden emosional dan atau sosial. Sebaliknya, tidak
ada penyakit-penyakit psikis tanpa memunculkan simtom-simtom
somatik. Jelasnya, istilah “reaksi-reaksi psikosomatik” berarti
terjadinya reaksi tubuh yang muncul dalam organ-organ yang
berbeda sebagai konsekuensi dari reaksi emosi dan situasi-situasi
yang penuh tekanan seperti gangguan perut, asma bronkial, dan
lainnya. Sebaliknya, istilah “reaksi-reaksi somato psikis” berarti
keadaan psikis ditentukan oleh simtom-simtom penyakit somatik.
Sebagai contoh, kemurungan dan kesedihan yang mendalam
dihubungkan dengan penyakit kanker. Menurut model psikosomatik,
penyakit berkembang melalui saling mempengaruhi antara faktor-
faktor fisikal dan mental secara terus menerus yang saling
memperkuat satu sama lain, melalui suatu jaringan timbal balik
kompleks. Penyembuhan dari penyakit diasumsikan akan terjadi
dengan cara yang sama (Tamm, 1993). Secara singkat, Kellner
(1994) mengungkapkan bahwa istilah psikosomatik menunjukkan
hubungan antara jiwa dan badan. Gangguan psikosomatik
didefinisikan sebagai suatu gangguan atau penyakit fisik di mana
proses psikologis memainkan peranan penting, sedikitnya pada
beberapa pasien dengan sindrom ini.
Menurut Tamm (1993), sebelum istilah psikosomatik muncul,
yang berkembang dengan sangat baik adalah istilah biomedis.
Perkembangan ini terjadi terutama di negara-negara barat.
Pengobatan biomedis ini berakar pada pengobatan tradisional
Yunani yang secara mendalam dihubungkan dengan filsafat Yunani.
Pola pikir filsafati pada era Yunani kuno adalah abstrak, sistematis,
dan dilakukan dengan cara-cara yang rasional dan logis. Konsepsi
mengenai dunia dimengerti oleh para filsuf pada umumnya sebagai
dualistik. Manusia dipisahkan antara jiwa dan badan. Ini tampak
jelas sekali lewat pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh
Plato dan Aristoteles. Cara berpikir yang seperti ini mempengaruhi
17
dunia Barat bahkan sampai beberapa abad kemudian, misalnya
pandangan yang dikemukakan oleh Descartes. Banyak penyakit
yang dapat ditangani dan disembuhkan oleh model biomedis ini,
seperti infeksi dan penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh
virus misalnya. Itu menjadi salah satu alasan mengapa model
biomedis dapat berkembang dengan baik. Tetapi karena model ini
mempunyai ciri reduksionistik, banyak fenomena yang berhubungan
dengan kesehatan dan penyakit mendapatkan pemahaman yang
keliru. Sebagai contoh adalah perasaan sakit (kesakitan) dan nyeri.
Kesakitan tidak dapat hanya direduksi sebagai tanda-tanda
peringatan karena tubuh sedang melakukan reaksi dalam rangka
mempertahankan diri atau melindungi diri dari serangan penyakit.
Fakta menunjukkan bahwa sebenarnya ada beberapa aspek yang
kompleks yang berhubungan dengan kesakitan, seperti aspek-aspek
biologis, psikologis, fenomenologis dan sosial. Model biomedis
sebagai titik pandang pada akhirnya tidak dapat memuaskan lagi
meskipun telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Jurang antara aspek-aspek biologis dan psikologis dari keadaan
sakit masih tetap berlanjut sampai suatu pendekatan baru muncul
dan mulai dikembangkan pada awal abad kedua puluh. Sigmund
Freud, Ivan Pavlov dan WB Cannon berjasa besar dalam hal ini.
penjelasan Freud mengenai ketidaksadaran, penelitian Pavlov
mengenai refleks yang terkondisi dan perhatian Cannon mengenai
reaksi menyerang dan menghindar menyediakan konsep-konsep
psikologis yang penting dan merangsang tubuhnya pendekatan
psikosomatik dalam bidang perawatan kesehatan. Gerakan
psikosomatik dimulai di Jerman dan Australia pada tahun 1920-an
dan kemudian banyak orang-orang Eropa seperti Fransz Aleksander
yang berimigrasi ke Amerika Serikat membawa serta minat orang
Eropa terhadap gangguan-gangguan psikosomatik (Corsini, 1984).
18
Istilah psikosomatik sendiri dikembangkan oleh Helen Flanders
Dunbar pada sekitar tahun 1930-an yang antara tahun 1930 sampai
tahun 1940-an mempublikasikan sejumlah tulisan-tulisan ilmiah.
Buku-bukunya mengenai serangkaian perkembangan yang intensif
dalam bidang penelitian psikosomatik (Tamm, 1993).
Sayang, dalam sejarahnya, karena tidak berhasil menciptakan
teori-teori psikosomatik yang seragam, lebih-lebih sejak model
psikosomatik muncul secara simultan dalam berbagai tingkat
organisasi dan mendapatkan pengetahuannya baik dari ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu humaniora, istilah psikosomatik mengalami
berbagai kesulitan mendapatkan penerimaan dalam ilmu medis dan
dalam administrasi praktis perawatan pasien. Banyak orang yang
mengeluhkan tentang stres, ketakutan dan kesakitan, atau
menunjukkan simtom-simtom somatik yang menyebar, dengan
sendirinya mendapat pengobatan medis atau dilegitimasi sebagai
dalam keadaan sakit (Corsini, 1984). Eisenberg (Fava, 1992) bahkan
telah mengidentifikasi beberapa halangan untuk melakukan kerja
sama yang luas antara tanggung jawab perawatan humanistik dan
secara psikologis ke dalam praktik medis. Halangan-halangan
berikut ialah:
1) Tanggung jawab secara psikologis mengakibatkan
bertambahnya biaya dan itu dilihat sebagai dapat menurunkan
efisien;
2) Adanya skeptisisme mengenai realita faktor-faktor psikososial
pada riwayat patologis dan penyebab penyakit;
3) Atribusi yang salah terhadap efek terapeutik (pengetahuan
dokter yang terbatas terhadap akibat kekuatan nonspesifik pada
hubungan antara dokter dan pasien);
4) Kesulitan untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang
baru;
5) Konteks sosial yang terdapat pada praktik medis sekarang ini.
19
Sekarang ini istilah psikosomatik tidak digunakan lagi baik dalam
DSM-IV dan ICD-10. Pada bagian Gambar klinis dan petunjuk
diagnosis klasifikasi gangguan mental dan behavioral dalam ICD-10
memberikan penjelasan bahwa istilah psikosomatik tidak digunakan
sebab istilah ini mungkin membawa implikasi bahwa faktor-faktor
psikologis tidak berperan pada timbulnya, jalannya dan keluaran dari
penyakit yang lain yang tidak selalu dapat digambarkan. Sebagai
gantinya, dalam ICD-10 menggunakan istilah seperti somatoform,
gangguan makan, disfungsi seksual, dan faktor-faktor psikologis
serta behavioral yang dihubungkan dengan gangguan atau penyakit
yang diklasifikasikan di mana saja, di mana gangguan psikosomatik
biasanya mengambil peranan pada gangguan tersebut (WHO, 1992).
20
b. Proporsi kunci pada kebanyakan teori-teori tersebut adalah
bersifat dualistik secara eksplisit maupun implisit berpegang pada
pemikiran bahwa perasaan-perasan menyebabkan kondisi
fisiologis.
Sebagian besar kritik terhadap pendekatan psikodinamis ini dapat
diturunkan pada salah satu atau kedua poin dasar tersebut di atas.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh sebagian besar studi kasus
gagal untuk menemukan kriteria bagi objektivitas ilmiah yang dapat
diaplikasikan sehingga akibatnya bahwa akhir tahun 1950-an dan
awal tahun 1960-an minat pada formulasi psikodinamis berangsur
menurun. Alasan utama menurunnya minat pada tradisi psikoanalisis
adalah tumbuhnya popularitas aliran behaviorisme gaya Skinner.
Teori-teori behavioristik yang menjelaskan gangguan
psikosomatik pada umumnya kalau disederhanakan adalah sebagai
berikut:
Situasi Stimulus > Reaksi Fisiologis > Gangguan Psikosomatik
Situasi-situasi stimulus, apakah eksplisit atau implisit,
menimbulkan sejumlah variasi pada kondisi internal, meliputi
aktivitas-aktivitas fisiologis yang dimengerti sebagai aspek-aspek
pokok pada tingkah laku emosional. Juga pola reaksi yang muncul
(atau beberapa bagian darinya) adalah bersifat intens dan
berlangsung dalam jangka waktu yang mencukupi, maka perubahan
struktural maupun fisiologis yang menetap mungkin akan timbul
sebagai suatu konsekuensi langsung.
Umumnya penelitian-penelitian yang dilakukan akan mengacu
pada bagan tersebut di atas, yaitu berusaha mengukur perubahan
fisiologis yang terjadi pada tubuh, atau emosi yang timbul dari
situasi tertentu dan mengaitkannya dengan gangguan psikosomatik
yang terjadi.
21
Beberapa penelitian menunjukkan ternyata gangguan
psikosomatik berkaitan dengan kepribadian seseorang. Beberapa
temuan menunjukkan hubungan antara bentuk-bentuk gangguan
psikosomatik tertentu dengan gangguan-gangguan kepribadian
tertentu pula, seperti dipaparkan berikut.
Sebagian besar ahli sependapat bahwa kepribadian alexithymia
berhubungan dengan meningkatnya faktor risiko terkena gangguan
psikosomatik. Alexithymia merupakan suatu konsep untuk
menggambarkan kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi dan
mengomunikasikan perasaan, kehidupan fantasi yang miskin dan
suatu gaya kognitif yang berorientasi keluar (Taylor, dkk, 1993).
Fava dkk. (1995) menyatakan bahwa telah ditemukan kepribadian
alexithymia dalam jangka waktu yang lama daripada subjek-subjek
yang lain.
Sakit kepala merupakan salah satu gangguan yang berhubungan
dan dekat dengan simtom-simtom psikosomatik dan yang paling
umum ditemukan oleh beberapa penelitian (attanasio, dkk,
1984;Biondi, dkk;1994;Tamminen dkk; 1990). Sakit kepala
diketahui disebabkan oleh masalah-masalah kepribadian. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kecemasan, depresei, sifat obsesif
komplusif dan neurotik memiliki hubungan dengan serangan sakit
kepala. Lebih jauh lagi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Schaefer pada tahun 1994 menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian
“tipe melankolik” berhubungan dengan pasien yang terkena
gangguan migraine. Migraine merupakan salah satu bentuk
gangguan sakit kepala. Tipe melankolik adalah struktur kepribadian
yang berhubungan dengan “tipe melankolis” dari Tellenbach yang
sering ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan depresi
unipolar. Orang dengan kepribadian tipe melankolis mempunyai
kesadaran yang terlalu sensitif yang bertujuan untuk menghindari
bahkan perasaan bersalah yang paling kecil sekalipun. Dalam
22
hubungan yang lebih bersifat personal, tipe melankolis ini juga
dicirikan oleh penghindaran perasaan bersalah dan dengan
bersamaan membuat bentuk persahabatan yang menghindari semua
argumen dengan menjaga norma-norma dan konveksi yang dianggap
sebagai kebenaran.
Kaitan antara gangguan somatoform dengan gangguan
kepribadian dilaporkan oleh Bass dkk. (1995) dengan melakukan
studi dengan cara sistematis pada pasien-pasien dengan gangguan
somatoform. Mereka menemukan bahwa sebagian besar pasien
dengan gangguan somatoform kebanyakan juga di diagnosa
memiliki gangguan kepribadian dari pada yang menderita sakit
mental lainnya, seperti yang dikodekan pada axis I dari DSM-IV.
Lebih jauh mereka mengatakan bahwa dua dari tiga pasien dengan
gangguan somatoform memenuhi kriteria untuk gangguan
kepribadian.
Barsky (1995) mengungkapkan, sebelumnya ada gagasan awal
yang mengatakan bahwa gangguan somatoform berhubungan
dengan gangguan kepribadian anti sosial. Hasilnya menunjukkan
bahwa gangguan kepribadian merupakan hal yang jauh lebih umum
daripada gangguan kepribadian antisosial dan histerionik pada
pasien dengan gangguan somatoform. Barsky kemudian
mengumpulkan hasil sejumlah penelitian yang menunjukkan hasil-
hasil tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Smith pada
tahun 1991 dengan menggunakan populasi psikiatri.
Barsky menyarankan bahwa lebih baik menggunakan penelitian
perkembangan dan life-span untuk gangguan somatoform daripada
penelitian deskriptif dan fenomenologi. Argument yang
dikemukakannya adalah bahwa di samping penelitian deskriptif dan
fenomenologi mempunyai pengukuran objektif yang kuat dan
definisi istilah akurat, penguantifikasian yang hati-hati, alat ukur
yang menunjukkan kekuatan psikometrik dan kelompok pembanding
23
yang baik, penelitian deskriptif dan fenomenologi juga memiliki
kelemahan terutama kurang dapat membantu dalam mengerti natur
dari gangguan ini dalam meneliti mekanisme patogenik dan dalam
mempelajari variabel-variabel yang mempunyai implikasi teraupetik
langsung. Dengan kata lain penelitian deskriptif dan fenomenologi
memiliki keterbatasan pada kegunaan klinis.
Sejumlah penelitian mengenai gangguan perut khususnya usus
iritabel yang dilaporkan oleh Kellner (1994) menemukan bahwa
pasien dengan sindrom usus iritabel yang mencari pengobatan medis
mempunyai skor distress yang lebih tinggi pada skala distress dan
pengukuran inventori psikologi yang psikopatologi disbanding
pasien yang mengalami penyakit perut organik asli dan kontrol
kelompok normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Warwick (1990) menunjukkan
bahwa pasien yang mengalami gangguan hipokondriasasi berbeda
dari pasien-pasien psikiatrik yang mengalami kecemasan dan depresi
dengan laporan mengalami kekuatan yang berlebihan dan keyakinan
yang keliru mengenai penyakit, perhatian yang lebih besar pada
sensasi ketubuhan, ketakutan akan kematian yang sering, dan
ketidakpercayaan yang lebih besar pada pendapat dokter meskipun
mereka lebih banyak mengunjungi tempat-tempat perawatan medis
dibanding yang dilakukan oleh pasien yang lain dalam penelitian
tersebut.
Studi yang dilakukan oleh Borkovec (1982) menyimpulkan
bahwa pasien dengan gangguan insomnia yang dites dengan
menggunakan MMPI ternyata lebih sering mempunyai profil
patologis dengan ciri-ciri gambaran klinis setengah depresi.
Eratnya kaitan antara psikosomatik dengan kepribadian dikuatkan
dengan pendapat Halliday (Fava, 1992)yang memasukkan
kepribadian ke dalam salah satu dari enam ciri suatu gangguan
dikenakan ke dalam kelompok psikosomatik.
24
1) Emosi sebagai faktor pencetus
2) Tipe kepribadian
3) Rasio seks
4) Berhubungan dengan gejala-gejala psikosomatik lainnya
5) Sejarah keluarga
6) Tahap-tahap kemunculannya
2.3 Puskesmas
2.3.1 Pengertian dan Azas Penyelenggaraan Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu
pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia.
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Azas Penyelenggaraan:
1. Azas pertanggung jawaban wilayah
2. Azas pemberdayaan masyarakat
3. Azas keterpaduan
4. Azas rujukan
25
3) Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi:
a) Puskesmas induk / puskesmas kecamatan.
b) Puskesmas satelit / puskesmas kelurahan.
b. Puskesmas pembantu (pustu) :
1) Biasanya ada satu di setiap desa/kelurahan.
2) Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai
jadwal kunjungan dokter.
c. Puskesmas keliling (pusling):
1) Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja
puskesmas.
2) Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi,
pengobatan dan penyuluhan.
d. Pondok bersalin desa (polides) :
1) Pos pelayanan kesehatan ini sebaiknya ada setiap
desa/kelurahan, sebagai penunjang pelaksana desa/kelurahan
SIAGA.
2) Beberapa pos yang berfungsinya sejenis antara lain :
a) Pos kesehatan desa (poskesdes).
b) Pos kesehatan kelurahan (poskeskel).
c) Balai kesehatan masyarakat (bakesra).
e. Pos pelayanan terpadu (posyandu)
1) Lumrahnya selalu ada satu atau lebih di setiap
RW/desa/kelurahan.
2) Hal ini sangat tergantung kepada peran serta aktif para RT,
RW, lurah, tokoh masyarakat setempat, bersama para kades
kesehatan yang telah dibentuk dan ditunjuk.
3) Dari segi sasaran pelayanan jenis posyandu, dibagi menjadi :
a) Posyandu bayi – balita.
b) Posyandu lansia/ manula.
26
Ada 3 fungsi puskesmas, yaitu :
1. Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan
memantau pelaksanaan program kesehatan.
3. Puskesmas pelayanan kesehatan tingkat pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi :
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit
dengan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
27
kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara
lain adalah promosi kesehatan dan pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesejahteraan keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat
serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
28
Rekam Medis adalah sebagai rekaman dalam bentuk tulisan
atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan medis atau kesehatan kepada seorang pasien.
4) Menurut Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien.
5) Menurut surat keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medis
No. 78 tahun 1991
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis.
Pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada
seorang pasien selama dirawat di Rumah Sakit baik di unit
Rawat Jalan maupun unit Rawat Inap dan Gawat Darurat.
Dari pengertian menurut permenkes dan dirjen yanmed tersebut
menurut Shofari (2002) dapat dijelaskan yang di maksud dengan:
1. Catatan yaitu hasil tulisan tentang sesuatu untuk di ingat yang
dilakukan pada media pencatatan yaitu formulir.
2. Rekaman yaitu segala sesuatu yang direkam ( cetakan, gambar,
foto, suara ) untuk dapat dibaca, dilihat, didengar kembali dalam
suatu media rekaman.
3. Identitas pasien adalah data yang khas yang membedakan antara
individu di antaranya yaitu:
- Nama
- Tanggal lahir/ Umur
- Jenis kelamin
- Alamat
- Status Perkawinan
4. Data Sosial, yaitu data yang menjelaskan tentang sosial,
ekonomi dan budaya dari pasien seperti:
- Agama
29
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Identitas orang tua
- Identitas penanggung jawab pembayaran
5. Anamnesa adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien /
keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
berwenang untuk memperoleh keterangan- keterangan tentang
keluhan dan penyakit yang diderita pasien , anamnesa dapat
dilakukan dengan 2 cara auto anamnesa dan allo anamnesae.
6. Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara
melakukan pemeriksaan kondisi fisik dari pasien meliputi:
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultrasi.
7. Pemeriksaan Penunjang, yaitu suatu pemeriksaan medis yang
dilakukan atas indikasi tertentu guna memperoleh keterangan
yang lebih lengkap Yang bertujuan untuk Terapeutik dan
Diagnostik.
8. Diagnosis yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan
analisis hasil anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Diagnosis
ditinjau dari segi prosesnya yaitu: Diagnosis awal. Diagnosis
banding. Diagnosis akhir. Diagnosis utama. Diagnosis
komplikasi. Diagnosis ke dua ketiga dan seterusnya.
9. Prognosis yaitu ramalan medis dan hasil pemeriksaan dan
diagnosis berdasarkan teori2 atau hasil penelitian pada penyakit
yang bersangkutan. Kemungkinannya yaitu cenderung membaik
atau cenderung memburuk.
10. Terapi yaitu pengobatan yang diberikan kepada pasien atas dasar
indikasi medis atau diagnosis yang ditemukan dokter. Terapi
dapat berupa: terapi medikamentosa, Terapi suportif dan terapi
inpasif.
11. Tindakan medis yaitu suatu intervensi medis yang di lakukan
pada seseorang berdasarkan atas indikasi medis tertentu yang
30
dapat mengakibatkan integritas jaringan atau organ terganggu.
Tindakan tersebut dapat berupa: tindakan teurapetik dan
tindakan diagnostik.
31
4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk
penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan
kesehatan.
5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan
pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan
serta tenaga kesehatan lainnya.
32
masukan data agrerat tersebut akan memudahkan manajer
instansi pelayanan kesehatan dalam memperbaiki proses
pelayanan, sarana dan prasarana ke depan.
b. Pengganti biaya perawatan
Seperti Instansi penanggung dan asuransi. Pihak ini akan
menelaah sejauh apa diagnosis yang terkait dengan biaya
perawatan. Penggantian biaya harus sesuai dengan diagnosis
akhir dan atau tindakan yang ditegakkan dokter sesudah pasien
pulang perawatan.
c. Pengguna rekam medis sekunder lainnya
Seperti pihak penanggung, pengacara, riset pelayanan
kesehatan dan Investigator klinis, wartawan bidang pelayanan
kesehatan, serta pembuat kebijakan dan hukum.
3. Institusi Pengguna Rekam Medis
1) Pemberi pelayanan rawat jalan dan rawat inap
a) Gabungan usaha, asosiasi, jaringan, sistem pemberi
pelayanan dan jasa
b) Pusat bedah ambulatori
c) Bank darah
d) Panti asuhan
e) Pelayanan hospice
f) Beragam jenis rumah sakit
g) Praktik klinik swasta
h) Fasilitas kesehatan jiwa
i) Puskesmas
j) Program penyalahgunaan zat
2) Manajemen dan telaahan pelayanan
a) Tim menjaga mutu
b) Manajemen risiko
c) Tim utilisasi
3) Pihak pengganti biaya rawat
33
a) Kantor pasien
b) Asuransi bagian kepegawaian
c) Departemen kesehatan/Pemerintah daerah
4) Riset
a) Unit registrasi penyakit
b) Organisasi yang mengelola data
c) Pengembang dan pembuat teknologi Yankes dan
perlengkapan (Mesin, farmasi, perangkat lunak dan keras)
d) Pusat-pusat riset
5) Edukasi
a) Program pendidikan kesehatan berjenjang yang terkait
b) Fakultas kedokteran
c) Fakultas keperawatan
d) Fakultas kesehatan masyarakat
6) Akreditasi
a) Institusi terkait
b) Profesi terkait
7) Pemegang kebijakan
a) Pemerintah pusat
b) Pemerintah daerah
34
kesehatan, maka penggunaannya di dalam rekam medis saat ini
sangat diperlukan karena kita melihat proses pengobatan dan
tindakan yang diberikan atas diri seorang pasien dapat diakses
secara langsung oleh bagian yang berwenang atas pemeriksaan
tersebut. Kemudian pengolahan data-data medis secara
komputerisasi juga akan memudahkan semua pihak yang
berwenang dalam hal ini petugas administrasi di suatu instansi
pelayanan kesehatan dapat segera mengetahui rincian biaya yang
harus dikeluarkan oleh pasien selama pasien yang menjalani
pengobatan di rumah sakit.
2. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena
catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan
dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan melalui kegiatan audit medis, manajemen risiko klinis
serta keamanan/keselamatan pasien dan kendali biaya.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas
dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan
keadilan, Rekam Medis adalah milik Dokter dan Rumah Sakit
sedangkan isinya yang terdiri dari Identitas Pasien, Pemeriksaan,
Pengobatan, Tindakan dan Pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien adalah sebagai informasi yang dapat dimiliki oleh
pasien sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku (UU Praktik Kedokteran RI N0.29 Tahun 2004 Pasal 46
ayat (1), Penjelasan).
4. Aspek Keuangan
35
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena
isinya mengandung data/ informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek keuangan. Kaitannya rekam medis dengan aspek
keuangan sangat erat sekali dalam hal pengobatan, terapi serta
tindakan-tindakan apa saja yang diberikan kepada seorang pasien
selama menjalani perawatan di rumah sakit, oleh karena itu
penggunaan sistem teknologi komputer di dalam proses
penyelenggaraan rekam medis sangat diharapkan sekali untuk
diterapkan pada setiap instansi pelayanan kesehatan.
5. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek pendukung penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan.
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan,
karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan
kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien, informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai
bahan/referensi pengajaran dibidang profesi pendidikan
kesehatan.
7. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung
jawaban dan laporan rumah sakit. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi dapat diaplikasikan
penerapannya di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan rekam
medis yang cukup efektif dan efisien .Pendokumentasian data
medis seorang pasien dapat dilaksanakan dengan mudah dan
efektif sesuai aturan serta prosedur yang telah ditetapkan.
36
Dengan melihat dari beberapa aspek diatas, rekam medis
mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya
menyangkut antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan saja.
Kegunaan rekam medis secara umum adalah :
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya
yang ikut ambil bagian di dalam proses pemberian pelayanan,
pengobatan, dan perawatan kepada pasien.
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang
harus diberikan kepada seorang pasien
3. Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan
pelayanan, pengobatan dan perkembangan penyakit selama pasien
berkunjung/dirawat di rumah sakit.
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan
evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan kepada
pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun
dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk
keperluan penelitian dan pendidikan.
7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan
medis yang diterima oleh pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta
sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
38
Penulis menganalisis langsung jumlah rekam medis pasien yang
berobat ke puskesmas Kramatmulya dengan diagnosis gejala yang
hampir sama dengan pasien covid-19. Hal ini dilakukan agar penulis
dapat memahami bagaimana pengaruh berita yang beredar terhadap
kondisi fisik serta psikis masyarakat.
2) Metode Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit (Sugiyono, 2010:137).
Selain melakukan observasi, penulis juga melakukan wawancara
dengan masyarakat di sekitar kediamannya.
3) Metode Studi Pustaka
Penulis mengadakan peninjauan dari buku-buku dan karya tulis lain
yang berhubungan dengan pembahasan yang penulis ambil untuk
memperoleh bahan-bahan yang akan dijadikan sebagai landasan
pemikiran teoritis untuk penyusunan karya tulis ilmiah.
39
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono,
2011:81).
Dalam menentukan jumlah sampel yang diteliti agar sampelnya
representatif dengan populasi, penulis menggunakan rumus Slovin
(Riduwan, 2005:65):
N
n=
N . d 2 +1
270
n=
270. 0.12 +1
270
n=
3.7
n=73
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Batas toleransi kesalahan (error tolerance)
40
BAB IV
41
gunung, pajambon, kramatmulya,cikaso, gandasoli, gereba, cilaja,
dan karangmangu. Dari jumlah Desa tersebut terbagi menjadi 49
Dusun, 60 Rw, 219 Rt dengan jarak Desa terjauh 5 Km dari Ibu Kota
Kecamatan dengan waktu tempuh ½ jam menggunakan roda empat.
Luas wilayah sebesar 15,88 Km². Secara administrasi kec.
kramatmulya berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kec. Jalaksana
Sebelah Timur : Kec. Sindangagung
Sebelah Barat : Kec. Cigugur
Sebelah Selatan : Kec. Kuningan
42
pelayanan kesehatan, pembinaan dan pengembangan upaya
kesehatan secara paripurna kepada masyarakat dalam wilayah
kerjanya.
2. Urusan pelayanan
a. Urusan tata usaha
Tata usaha melaksanakan pengelolaan, kepegawaian keuangan,
perlengkapan, surat menyurat dan urusan umum.
b. Urusan keuangan
Bertugas menerima hasil atau pendapatan puskesmas,
menyimpan dan melakukan penyetoran ke dinas kesehatan.
3. Urusan pelaksana
a. Bagian unit Pencegahan, Pemberantasan Penyakit (P2p) dan
PL
Bertugas sebagai penanggung jawab program:
1) Survailance : pengumpulan data epidemiologi pengolahan
data dan evaluasi data penyakit.
2) P2ML : pemantauan pemeriksaan dan pengobatan kasus
penyakit menular langsung.
3) P2 BB : rabies, malaria, filariasis, dll.
4) Penyehatan Lingkungan : Bertugas sebagai penanggung
jawab program penyehatan lingkungan yang merupakan
tugas melaksanakan pengawasan kualitas air dan
lingkungan pemukiman, penyehatan tempat-tempat umum
dan penyehatan makanan dan minuman.
b. Bagian unit Peningkatan dan YANKESDAS
Bagian ini terdiri dari :
1) Sub bagian KIA / KB : Bertugas sebagai koordinator
program peningkatan dan kesehatan keluarga, pemegang
program KIA dan penanggung jawab program KB.
2) Sub bagian Kesehatan Usia Lanjut (Usila) : Bertugas
sebagai penanggung jawab program usaha kesehatan usia
43
lanjut yang meliputi pembinaan, kunjungan rumah dan
merujuk ke PKMS/RS.
3) Sub bagian UKS / APRAS / RMJ : Bertugas sebagai
penanggung jawab program UKS / APRAS / RMJ yang
meliputi : penjaringan anak sekolah, pemeriksaan berkala,
penyuluhan dan konseling kesehatan remaja, pembinaan
dokter kecil /TK.
4) Sub bagian BP Umum : Bertugas sebagai penanggung
jawab medis baik di puskesmas maupun puskesmas
pembantu meliputi pemeriksaan, menegakkan diagnosa,
pengobatan, dan rujukan.
5) Sub bagian BP Gigi dan Mulut : Bertugas sebagai
penanggung jawab medis kasus gigi dan melaksanakan
pemeriksaan kesehatan gigi masyarakat dan sekolah.
c. Bagian Gizi dan Promkes
1) Sub bagian Gizi : Bertugas sebagai pelaksana gizi,
memberikan pelayanan gizi di luar maupun di dalam
gedung.
2) Promkes : Bertugas sebagai pemegang program PKM,
melaksanakan pembinaan dan penyusunan petunjuk teknis
usaha Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di sarana
kesehatan dan metode serta menyebarluaskan informasi
kesehatan.
d. Bagian unit Penunjang
Bagian ini terdiri dari :
1) Sub bagian Farmasi / Obat : Bertugas sebagai penanggung
jawab pengelolaan obat-obatan yang meliputi: perencanaan,
distribusi, pencatatan dan pelaporan obat
2) Sub bagian Laboratorium : Bertugas sebagai penanggung
jawab Lab (pengambilan, pemeriksaan atau rujukan
Spesimen).
44
e. Bagian unit Pelaksana Khusus (JPS – BK)
45
46
BAB V
5.1 Kesimpulan
1) Coronavirus adalah salah satu jenis virus yang memang sudah lama di
temukan, namun seiring perkembangan zaman kini ditemukan virus
corona yang disebut novelcorona yang dapat menyebabkan infeksi pada
saluran pernafasan dengan nama penyakit disebut covid-19.
2) Covid-19 yang saat ini menjadi pandemi dan duka dunia membuat
kepanikan dan keresahan di tengah masyarakat, belum lagi dengan
adanya pemberitaan yang terlalu fanatik dan kadang banyak oknum
yang melebih-lebihkan memunculkan gangguan psikosomatik pada
masyarakat.
3) Rekam medis yang menjadi pembuktian tentang masyarakat yang
pernah mengunjungi pelayanan kesehatan salah satunya puskesmas.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengajukan saran-saran yang
semoga menjadi bahan pertimbangan untuk kebaikan bersama, baik
masyarakat maupun pihak pemerintah dengan dijembatani pihak puskesmas
1) Diharapkan adanya sosialisasi kepada masyarakat untuk selalu menjaga
kebersihan dan akan tetap baik-baik saja selama kita selalu menjaga
kesehatan.
2) Diharapkan selalu memberikan pencerdasan kepada masyarakat
setempat agar tetap waspada namun jangan panik karena kita akan baik-
baik saja.
3) Diharapkan sebisa mungkin meminimalisir segala pemberitaan yang
bersifat membohongi publik yang hanya menggelisahkan masyarakat.
4) Rekam medis yang menunjukkan pasien dengan gangguan psikosomatik
di simpan secara terpisah, agar kelak menjadi catatan sejarah untuk
kasus pandemi yang melanda negara kita
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Sihabudin, Aab dkk. 2017. Laporan Praktik Kerja Lapangan Farmasi Di UPTD
Puskesmas Kramatmulya Kuningan. Kuningan
Dirjenyanmed. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis
Rumah Sakit.
Asmatul, Zahra Nur. 2013. Analisis Pengisian Kelengkapan Identitas Pasien Pada
Lembaran Masuk dan Keluar Rawat Inap Ruang E2 Guna Menunjang Mutu
Rekam Medis Di RSUD Cibabat Cimahi.
Novianty, Dythia. 2020. “Ini 5 Pandemi Terburuk Dalam Sejarah”,
https://www.suara.com/tekno/2020/03/25/153000/ini-5-pandemi-terburuk-
dalam-sejarah, diakses pada 25 Maret 2020 pukul 15:30 WIB
Larasati, Indah. 2017. “Makalah Tentang Psikosomatik (Sejarah, Pengertian,
Teori-Teori, dll)”,
http://seputarpendidikan23.blogspot.com/2017/07/psikosomatik.html?m=1,
diakses pada tanggal 21 Juli 2017 pukul 18:47
Fadli, dr. Rizal. 2020. “Coronavirus”.
http://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus , diakses pada tanggal 30 April
2020
49