Anda di halaman 1dari 53

PENGARUH GANGGUAN PSIKOSOMATIK

TERHADAP ISU COVID-19 YANG BEREDAR


DI TENGAH MASYARAKAT KUNINGAN

LATIHAN MENYUSUN TUGAS AKHIR


Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah
Metodologi Penelitian (Teknik Penulisan)
Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Disusun Oleh :
NUR'AINI
NPM. 18.303.278

POLITEKNIK PIKSI GANESHA


BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum wr. wb

Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah swt. atas berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas latihan penyusunan tugas akhir mata
kuliah Metodologi Peneitian (Teknik Penulisan) yang berjudul “Pengaruh
Gangguan Psikosomatik Terhadap Isu Covid-19 yang Beredar di Tengah
Masyarakat Kuningan” dengan penelitian yang saya lakukan di lingkungan rumah
saya.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-
pihak yang memberikan banyak dukungan, yakni:

1. Bapak Dr. H. K. Prihartono AH., Drs., S.Sos., S.Kom., M.M selaku direktur
Politeknik Piksi Ganesha Bandung.
2. Ibu Sali Setiatin, A.Md.Perkes., S.ST., M.M selaku prodi Rekam Medis.
3. Bapak Muhammad Reza Pahlevi, S.Pd., M.Si., selaku dosen pengampu mata
kuliah Metodologi Penelitian (Teknik Penulisan).
4. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan RMIK-R36/18
Akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas latihan penyusunan tugas akhir ini
dengan baik. Saya mohon maaf apabila dalam penulisan masih terdapat kesalahan.
Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Wassalamu’alaikum wr. wb

Kuningan, Mei 2020

i
Penyusun

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.........................................................4
1.3 Rumusan Masalah............................................................4
1.4 Batasan Masalah..............................................................5
1.5 Pelaksanaan Penelitian.....................................................5
1.6 Tujuan..............................................................................5
1.6.1 Tujuan Penelitian.................................................5
1.6.2 Tujuan Penulisan..................................................5

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Corona Virus / Covid-19..................................................7
2.1.1 Pengertian Corona................................................7
2.1.2 Sejarah Wabah Penyakit Sampai Corona di
Tahun 2019..........................................................9
2.1.3 Penyakit Akibat Virus Corona...........................11
2.2 Psikosomatik
2.2.1 Sejarah Fenomena Gangguan Psikosomatik di
Indonesia............................................................13
2.2.2 Kaitan Antara Tubuh dan Jiwa...........................15
2.2.3 Sejarah Munculnya Gangguan Psikosomatik.....16
2.2.4 Teori – Terori Psikosomatik...............................20
2.2.5 Kaitan Gangguan Psikosomatik Dengan
Kejiwaan............................................................21
2.3 Puskesmas

ii
2.3.1 Pengertian dan Azas Penyelenggaraan
Puskesmas........ .................................................23
2.3.2 Ruang Lingkup Puskesmas................................23
2.3.3 Fungsi Puskesmas..............................................26
2.3.4 Tujuan Puskesmas..............................................28
2.4 Rekam Medis.................................................................28
2.4.1 Pengertian Rekam Medis...................................28
2.4.2 Tujuan Rekam Medis.........................................31
2.4.3 Manfaat Rekam Medis.......................................31
2.4.4 Pengguna Rekam Medis.....................................32
2.4.5 Kegunaan Rekam Medis....................................34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penulisan....................................................38
3.2 Teknik Pengumpulan Data.............................................38
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.....................................39
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Puskesmas Kramatmulya ..............................................41
4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Kramatmulya.........41
4.1.2 Lokasi/Letak Geografis Puskesmas
Kramatmulya. ....................................................41
4.1.3 Visi, Misi, dan Moto Puskesmas
Kramatmulya......................................................42
4.1.4 Struktur Organisas..............................................42
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan....................................................................46
5.2 Saran...............................................................................46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................47

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus corona yang saat ini menjadi perhatian dunia di berbagai aspek
kehidupan baik itu bidang politik, ekonomi, dan yang paling utama adalah
bidang kesehatan. Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO-World Health
Organization) sendiri sudah menetapkan virus corona ini sebagai suatu
pandemi. Pasalnya suatu penyakit yang dikarenakan terinfeksi oleh virus
corona ini menimpa hampir sebagian besar negara-negara di dunia. Tidak
terlepas negara kita Indonesia, saat ini pandemi corona menjadi momok yang
menakutkan bagi negara kita, kematian yang diakibatkan pandemi corona ini
kian hari kian bertambah jumlahnya. Menjadikan suatu keresahan di berbagai
pelosok kehidupan, baik itu kalangan pejabat maupun hanya sebatas rakyat
tak mengkhawatirkan tanpa syarat.
Sebenarnya ada suatu artikel yang menuliskan bahwasanya virus ini
pertama kali terdeteksi pada Desember 2019 di kota Wuhan, provinsi Hubei,
Tiongkok yang pada saat itu beberapa orang mengalami pneumonia tanpa
sebab yang jelas dan prosedur perawatan serta vaksin yang diberikan ternyata
tidak efektif. Untuk sejauh ini, virus corona tercatat telah menjangkit 938.565
orang, 47.303 diataranya meninggal di 203 negara (Kompas.com 2 April
2020).
Peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC)
setelah mengumpulkan data dari berbagai sampel yang telah mereka teliti
mengatakan bahwa penyebaran virus corona memiliki relevansi tinggi dengan
perdagangan hewan liar. Di duga berasal dari pasar Huanan Wuhan, CDC
menyatakan bahwa kondisi pasar yang basah dan lembab membuat virus
corona lebih mudah berpindah, baik dari hewan hidup ke hewan mati, begitu
pula dari penjualnya yang melakukan kontak langsung dengan hewan ke
pembelinya. Selain itu, pasar Hanan Wuhan memang dikenal menjual

1
berbagai hewan liar untuk dikonsumsi. Diperkirakan ada lebih dari 112 jenis
hewan liar diperdagangkan di pasar ini, sebagian jenis hewan di antaranya
kelelawar dan ular yang menjadi dugaan kuat penyebab utamanya karena
sebelumnya kasus virus SARS yang berasal dari China juga ditemukan
pertama kali di kedua hewan eksotis ini.
Di Indonesia sendiri, kini menjadi sorotan khusus terhadap pandemi
corona ini. Pasalnya sampai saat ini tanggal 2 April 2020, terdapat 1.790
kasus dan 170 orang meninggal. Banyaknya informasi yang terkait pandemi
corona di media sosial maupun media nasional serta himbauan-himbauan dari
pemerintahan yang menyarankan untuk social distancing, karantina dan lain
sebagainya menjadikan kecemasan tersendiri terhadap psikologi. Segala
informasi soal virus corona dan kepanikan membeli barang kebutuhan pokok
(Panic Buying), serta tidak bebasnya melakukan rutinitas, dapat
meningkatkan stress pada beberapa orang.
Mewaspadai orang berlebihan, menggunakan pelindung diri berlebihan,
bahkan pada tingkat yang paling tidak wajar mengaitkan segala hal dengan
pandemi corona walau belum tentu kebenaran adanya, merasakan gejala yang
mirip dengan kasus pasien yang terinfeksi saat mengetahui gejala-gejala
kebanyakan orang yang terjangkit virus corona sehingga banyak mendatangi
pelayanan kesehatan untuk sekedar mengetahui keadaan tubuhnya apakah dia
terpapar virus corona atau tidak, bahkan membeli alat-alat yang banyak
dijajakan di pasaran online untuk mendeteksi adanya virus corona, yang
sebenarnya itu bisa dikategorikan termasuk dalam gangguan psikosomatik.
Gangguan psikosomatik sendiri menjadi gangguan terhadap kesehatan
jiwa seseorang bahkan terhadap fisiknya. Karena seperti yang tertulis dalam
UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan bab 1 ayat (1) menyebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.
Pada kasus ini bukan hanya terjadi pada segelintir orang yang
merasakannya bahkan mungkin banyak masyarakat yang mengalaminya,

2
apalagi ditambah setiap hari selalu di suapi dengan kabar korban meninggal
akibat virus corona. Kasus pasien positif yang terkena virus corona di
Indonesia, bahkan di daerah terdekat dengan tempat tinggalnya menjadi
kepanikan tersendiri.
Puskesmaslah yang kadang menjadi tempat pengaduan pertama
masyarakat untuk memeriksakan diri. Karena memang puskesmas dinilai
lebih dapat terjangkau, baik itu pelayanannya maupun segi pembiayaannya.
Puskesmas yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat,
membina peran serta masyarakat, memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Oleh karena itu, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung
jawab atau pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Puskesmas tersebar hampir di berbagai daerah biasanya selalu ada di tiap
kecamatan dengan jangkauan luas daerah operasional yang sesuai.
Puskesmas menyelenggarakan upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat.
Dalam sarana pelayanan kesehatan di puskesmas, pengelolaan rekam
medis akan menjadi hal yang sangat penting dan menjadi perhatian para
tenaga medis, karena sifat rekam medis yang sangat vital bahkan dikatakan
sebagai jantungnya suatu tempat pelayanan kesehatan baik itu puskesmas,
rumah sakit, klinik, dan lain-lain. Terlebih lagi rekam medis berperan dalam
menjaga kerahasiaan riwayat penyakit pasien.
Menurut peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor
269/MENKES/PER/III/2008 bab 1 pasal 1 ayat (1), rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pandemi corona dengan sistem peraturan dari pemerintahan yang

3
berdampak pada kesehatan fisik maupun psikis masyarakat dengan tempat
tujuan pengaduan utama masyarakat adalah puskesmas. Dengan judul yang
penulis tulis “Pengaruh Gangguan Psikosomatik Terhadap Isu Covid-19
yang Beredar di Tengah Masyarakat Kuningan”
Puskesmas yang di pilih adalah puskesmas Kramatmulya Kuningan yang
berada di Jalan Raya Siliwangi Cilowa Kramatmulya Kuningan Jawa Barat
karena kediaman penulis berada di daerah yang dalam pengelolaan
puskesmas tersebut.
Sebelum penulis melakukan penelitian di sana, sudah ada sekelompok
siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Farmasi melakukan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di bagian unit pelayanan farmasi selama kurun waktu satu
bulan dengan koordinator dari kelompok mereka bernama Aab Sihabudin
kisaran bulan Februari tahun 2017.
Walaupun mereka melakukan praktik kerja lapangan di bagian unit
pelayanan farmasi, setidaknya laporan hasil dari praktik kerja lapangan yang
mereka buat sangat membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang tertulis, saya memberikan informasi
berikut tentang masalah yang akan digunakan sebagai bahan penelitian:
a. Berita yang beredar tentang pandemi corona banyak meresahkan
masyarakat.
b. Masyarakat banyak mengalami stress berlebih dan mengaitkan segala hal
dengan pandemi corona yang mengakibatkan gangguan psikosomatik.
c. Banyak berita yang beredar yang tidak diketahui kepastian kebenarannya.

1.3 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan pandemi corona dan gangguan psikosomatik?
b. Bagaimana pengaruh kabar berita yang beredar tentang pandemi corona
dengan kesehatan seseorang?
c. Bagaimana cara agar tidak mengalami gangguan psikosomatik di tengah-
tengah kabar yang beredar tentang pandemi corona?

4
1.4 Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis membatasi
permasalahan hanya pada tentang pandemi corona, gangguan psikosomatik,
dan mengenai berkas rekam medis pasien tentang pasien yang memiliki
gejala yang merujuk ke arah gangguan psikosomatik.
1.5 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang saya lakukan sekitar 14 hari lamanya di tengah-tengah
banyaknya pemberitaan yang beredar tentang pandemi corona kepada
masyarakat di pelosok desa khususnya di tempat tinggal saya yang berada di
desa Bojong Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa
Barat, dengan tenggang waktu antara tanggal 2 April sampai 16 April 2020,
dan dengan bantuan tempat pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas
Kramatmulya Kuningan.

1.6 Tujuan
1.6.1 Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Sebagai salah satu cara mengetahui apa saja yang menjadi
problematika masyarakat dengan adanya pandemi corona.
B. Tujuan Khusus
1) Untuk lebih mengetahui betapa bahayanya pandemi corona.
2) Untuk lebih mengetahui betapa sangat berpengaruhnya
pemberitaan yang beredar terhadap psikologis masyarakat.
3) Untuk lebih mengetahui kekhawatiran masyarakat.

1.6.2 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi
Penelitian (Teknik Penulisan).
B. Tujuan Khusus

5
a. Untuk mengetahui apa itu pandemi corona.
b. Untuk mengetahui gangguan psikologis masyarakat yang
mungkin terjadi di tengah-tengah pandemi corona.
c. Untuk memberi pengetahuan terhadap pembaca.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Corona Virus / Covid-19


2.1.1 Pengertian Corona
Menurut WHO (World Health Organization) virus corona adalah
keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan
atau manusia. Pada manusia corona diketahui dapat menyebabkan
infeksi pernafasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih
parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Virus corona paling terbaru yang
ditemukan adalah virus corona COVID-19. Virus ini termasuk
penyakit menular dan baru ditemukan di Wuhan, China pada
Desember 2019 yang kemudian menjadi wabah.
Namun pada 11 Maret 2020, WHO menetapkan covid-19 sebagai
pandemi. Pandemi adalah sebuah epidemi yang telah menyebar ke
beberapa negara atau benua, dan umumnya menjangkiti banyak
orang. Sementara pandemi adalah sebuah epidemi yang menyebar ke
beberapa negara atau atau benua, dan umumnya menjangkiti
banyakorang. Sementara, epidemi merupakan istilah yang digunakan
untuk peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada suatu
populasi di area tertentu.
Istilah pandemi tidak digunakan untuk menunjukkan tinngkat
keparahan suatu penyakit, melainkan hanya tingkat penyebarannya
saja. Dalam kasus ini covid-19 menjadi pandemi pertama yang
disebabkan oleh virus corona.
WHO pun memiliki fase pandemi yang mungkin dapat menjadi
gambaran bagi pandemi covid-19. Beberapa fase atau tahapan di
mana suatu penyakit bisa dinyatakan sebagai suatu pandemi adalah
sebagai berikut:

7
a. Fase 1
Pada fase ini, tak ada virus yang beredar diantara hewan yang
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
b. Fase 2
Fase 2 ditandai dengan adanya virus yang beredar diantara
hewan yang diketahui dapat menyebabkan infeksi pada manusia
sehingga dianggap sebagai potensi ancaman pandemi.
c. Fase 3
Dalam fase 3, virus yang disebabkan dari hewan atau hewan-
manusia menyebabkan beberapa kasus secara sporadis atau
menjangkiti sekelompok kecil orang. Namun, belum cukup untuk
menetapkannya sebagai wabah di masyarakat. Penularan dari
manusia ke manusia pun masih terbatas.
d. Fase 4
Pada fase ini, penularan virus dari manusia ke manusia atau dari
hewan ke manusia semakin banyak sehingga menyebabkan
terjadinya wabah. Ini juga menunjukkan peningkatan yang
signifikan terhadap risiko pandemi.
e. Fase 5
Pada fase ini, penyebaran virus dari manusia ke manusia telah
terjadi setidaknya pada dua negara di satu wilayah. Sebagian
besar negara tidak akan terpengaruh pada tahap ini. Namun, ini
menjadi signal yang kuat bahwa pandemi sudah dekat dan
implementasi dari langkah-langkah mitigasi yang direncanakan
semakin singkat.
f. Fase 6
Fase 6 merupakan fase yang ditandai dengan wabah semakin
meluas ke berbagai negara. Fase ini juga menunjukkan bahwa
pandemi global sedang berlangsung.
Lamanya setiap fase bisa berbeda-beda, mungkin bisa berbulan-
bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, tidak semua kasus bisa

8
mencapai fase 6 karena mungkin telah berkurang di fase-fase
sebelumnya. Akan tetapi, setelah ditetapkan sebagai pandemi, tentu
saja perlu pengendalian sesegera mungkin agar tingkat keparahan
penyakit tidak semakin tinggi.

2.1.2 Sejarah Wabah Penyakit Sampai Covid-19 di Tahun 2019


Saat ini, pandemi virus corona baru masih terus terjadi di
berbagai belahan dunia. Secara umum, wabah ini memiliki dampak
yang cukup besar terhadap aktivitas dari berbagai aspek di seluruh
negara.
Sebenarnya jika melihat catatan sejarah, peristiwa pandemi
corona bukan kali pertama terjadi ada beberapa pandemi buruk yang
merenggut banyak nyawa telah terjadi.
1) Black Death
Black death atau disebut juga wabah hitam adalah suatu
pandemi dahsyat yang pertama kali melanda Eropa pada
pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1346-1353). Wabah
penyakit ini muncul melalui tiga varian penularan.
Paling umum merupakan Varian Pes berasal dari
pembengkakan kelenjar getah bening yang muncul di leher,
ketiak, atau pangkal paha korban.
Varian kedua merupakan wabah Pneumonia yang menyerang
sistem pernapasan dan disebarkan hanya dengan menghirup
udara dihembuskan oleh korban.
Sementara varian ketiga merupakan penularan wabah
Septicemia, wabah ini menyerang sistem darah. Pandemi ini
disebut memusnahkan lebih dari setengah populasi Eropa.
2) Pandemi Flu
Pandemi ini terjadi pada 1889-1890 dan merupakan pandemi
influenza mematikan yang menewaskan sekitar 1 juta orang di
seluruh dunia. Wabah ini dijuluki “flu Asia” atau “flu Rusia”.

9
Untuk beberapa waktu strain virus disebut sebagai subtipe virus
influenza A H2N2. Namun, baru-baru ini, jenis ini dinyatakan
sebagai subtipe virus influenza A H3N8.
3) Flu Spanyol
Flu Spanyol terjadi pada 1918 hingga 1920, sehingga juga
dikenal sebagai pandemi flu 1918. Ini merupakan pandemi
influenza kategori 5 yang mulai menyebar di Amerika Serikat,
muncul di Afrika Barat dan Prancis, lalu menyebar hampir ke
seluruh dunia.
Penyakit ini disebabkan oleh Virus influenza Tipe A subtipe
H1N1. Kebanyakan korban pandemi ini adalah orang dewasa dan
muda. Diperkirakan 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia
meninggal.
4) Flu Asia
Flu Asia adalah pandemi influenza virus A kategori 2 yang
berasal dari China pada awal 1956 yang berlangsung hingga
1958. Virus yang menyebabkan pandemi ini disebut campuran
dari virus flu burung.
Virus ini pertama kali diidentifikasi di Guizhou lalu menyebar
ke Singapura pada Februari 1957, mencapai Hong Kong pada
bulan April, dan Amerika Serikat pada bulan Juni pada tahun
yang sama.
Korban meninggal di Amerika Serikat sekitar 116 ribu jiwa.
Sementara perkiraan kematian di seluruh dunia yang disebabkan
oleh pandemi ini sangat bervariasi tergantung pada sumbernya,
mulai dari 1 juta hingga 4 juta, dengan WHO menetapkan sekitar
2 juta.
5) Flu Babi (H1N1)
Flu babi terjadi pada 2009 hingga 2010. Galur virus ini
diperkirakan sebagai mutasi empat galur virus influenza A
subtipe H1N1, yaitu dua endemik pada manusia, satu endemik

10
pada burung, dan dua endemik pada babi. Menurut sumber, flu
babi berasal dari Meksiko pada musim semi 2009sebelum
menyebar ke seluruh dunia.
Menurut CDC, dalam satu tahun virus itu menginfeksi
sebanyak 1,4 miliar orang di seluruh dunia dan menewaskan
antara 151.700 dan 575.400 orang. WHO secara resmi
menyatakan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009.
Flu babi terutama menyerang anak-anak dan orang dewasa
muda, dan 80 persen kematian terjadi pada orang lebih muda dari
usia 65 tahun.
Dan kini dunia kembali digemparkan dengan virus yang
menyerang saluran pernapasan. Virus jenis corona yang awalnya
dinamakan 2019-nCov kemudian pada perkembangannya dinamakan
virus corona baru atau covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan,
Provinsi Hubei, China.

2.1.3 Penyakit akibat coronavirus


A. Faktor Risiko Infeksi Coronavirus
Siapa pun dapat terinfeksi virus corona. Akan tetapi, bayi dan
anak kecil serta orang yang kekebalan tubuhnya lemah lebih
rentan terhadap serangan virus corona. Selain itu, orang yang
tinggal atau berkunjung ke daerah atau negara yang rawan
terhadap virus corona.
B. Penyebab Coronavirus
Infeksi coronavirus disebabkan oleh virus corona itu sendiri.
Kebanyakan virus corona menyebar seperti virus lain pada
umumnya, seperti:
 Percikan air liur pengidap
 Menyentuh tangan atau wajah orang yang terinfeksi
 Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang
barang yang terkena percikan air liur pengidap virus corona

11
Pada kasus covid-19 masa inkubasi belum diketahui secara
pasti. Namun rata-rata gejala yang timbul setelah 2-14 hari
setelah virus pertama masuk ke dalam tubuh. Di samping itu,
metode transmisi covid-19 juga belum diketahui dengan pasti.
C. Gejala Coronavirus
Virus corona bisa menimbulkan beragam gejala pengidapnya.
Gejala yang muncul bergantung pada jenis virus corona yang
menyerang, dan seberapa serius infeksi yang terjadi. Berikut
beberapa gejala virus corona yang terbilang ringan:
- Hidung beringus
- Sakit kepala
- Batuk
- Sakit tenggorokan
- Deman
- Merasa tidak enak badan
Hal yang perlu ditegaskan, beberapa virus corona dapat
menyebabkan gejala parah. Infeksinya dapat berubah menjadi
bronkitis dan pneumonia (disebabkan oleh covid-19) yang
mengakibatkan gejala seperti:
- Demam yang mungkin cukup tinggi bila pasien mengidap
pneumonia
- Batuk dengan lendir
- Sesak napas
- Nyeri dada atau sesak saat bernapas dan batuk
Infeksi bisa semakin parah bila menyerang kelompok
individu tertentu. Contohnya orang dengan penyakit jantung
atau paru-paru, orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah,
bayi, dan lansia.
D. Diagnosis Covid-19
Untuk mendiagnosis infeksi virus corona, dokter akan
mengawali dengan anamnesis atau wawancara medis. Di sini

12
dokter akan menanyakan seputar gejala atau keluhan yang
dialami pasien. Selain itu, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah untuk membantu
menegakkan diagnosis.
Dokter mungkin juga akan melakukan tes dahak, mengambil
sampel dari tenggorokan, atau spesimen pernapasan lainnya.
Untuk kasus yang diduga infeksi novel coronavirus, dokter akan
melakukan swab tenggorokan, DPL, fungsi hepar, fungsi ginjal,
dan PCT/CRP.
E. Komplikasi infeksi coronavirus
Virus corona yang menyebabkan penyakit SARS bisa
menimbulkan komplikasi pneumonia, dan masalah pernapasan
parah lainnya bila tak ditangani dengan cepat dan tepat. Selain
itu, SARS juga bisa menyebabkan kegagalan pernapasan, gagal
jantung, hati, dan kematian.
Hampir sama dengan SARS, novel coronavirus juga bisa
menimbulkan komplikasi yang serius. Infeksi virus ini bisa
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,
dan bahkan kematian.

2.2 Psikosomatik
2.2.1 Sejarah Fenomena Gangguan Psikosomatik di Indonesia
Krisis moneter yang melanda Indonesia menimbulkan dampak
yang luas. Salah satu dampak yang muncul berkaitan dengan krisis
ini adalah meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa. Sejumlah
rumah sakit jiwa melaporkan peningkatan pasien yang datang
berobat, baik pasien yang datang untuk rawat inap maupun yang
hanya rawat jalan. Bahkan beberapa rumah sakit jiwa melaporkan,
kapasitas tempat yang bersedia saat ini tidak mencukupi lagi.
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah apa yang sering disebut
sebagai gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik merupakan

13
bentuk gangguan jiwa yang agak unik, karena muncul dalam bentuk
keluhan-keluhan sakit secara fisik sehingga sering kali mendapatkan
perlakuan yang kurang tepat. Menurut Yusuf (tnp. thn.), pada proses
perkembangan terjadinya gangguan psikosomatis, krisis moneter
berfungsi sebagai stresor spikososial, sedangkan gangguan
psikosomatik berfungsi sebagai reaksi individu terhadap stresor
tersebut.
Sebelum krisis berlangsung, dalam suatu survei yang
diselenggarakan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen
Kesehatan, didapatkan bahwa sekitar 30% pengunjung dari salah
satu Puskesmas di Jakarta adalah kasus-kasus dengan gejala-gejala
somatik psikogenik, yang didiagnosis oleh dokter ahli jiwa yang
terlibat dalam survei tersebut sebagai neurosis depresi, neurosis
cemas, gangguan situasional sementara, kegagalan penyesuaian
sosial, dan gangguan psikofisologik. Permasalahan yang terjadi,
kasus-kasus semacam itu masih kurang dapat dikenali dan dideteksi
oleh dokter umum di Puskesmas sehingga tata laksana terapi
penyembuhannya menjadi tidak terarah (Maslim, R., 1997).
Temuan Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan
tersebut serupa dengan penelitian-penelitian yang dilakukan di luar
negeri. Penelitian-penelitian tersebut menyebutkan bahwa gangguan
psikosomatik menyebabkan sejumlah besar penderitaan dan
ketidakmampuan serta masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Disebutkan, tendensi untuk mengalami dan mengkomunikasikan
tekanan-tekanan psikologis ke dalam bentuk simtom-simtom fisik
dan untuk mencari bantuan medis merupakan fenomena klinis yang
meluas, yang mungkin meliputi lebih dari 30-40% dari pasien medis
(Fava, 1992). Bahkan penelitian lainnya berani menyatakan bahwa
antara ½ -2/3 pasien medis menunjukkan gejala-gejala yang
sebagian maupun keseluruhannya berasal dari sebab psikologis
(Lazarus, 1976).

14
Hasil-hasil penelitian tersebut di atas mendukung pendapat yang
dikemukakan oleh Supangat (1992) yang menyatakan bahwa
penyakit manusia abad dua puluh lebih banyak diwarnai dengan
gejala-gejala psikosomatik yang menimbulkan berbagai macam
penyakit. Hal itu merupakan akibat adanya ketidakseimbangan
lahiriah dan batiniah yang menimbulkan stres, frustrasi, ketegangan,
kecemasan, dan lain-lainnya.
Sayangnya, belum pernah terdengar hasil-hasil penelitian yang
berkaitan dengan gangguan psikosomatik di masa krisis ini,
sekalipun banyak ahli yang berpendapat bahwa prevalensi gangguan
psikosomatik tentu meningkat sejalan dengan meningkatnya stres
yang diakibatkan oleh krisis yang tengah berlangsung.

2.2.2 Kaitan Antara Tubuh dan Jiwa


Secara singkat dapat dijelaskan bahwa antara badan dan jiwa
terdapat hubungan yang sangat erat. Ini berlainan dengan pandangan
dualisme yang menyatakan bahwa antara badan dan jiwa terpisah
dan dapat dibedakan. Berdasarkan penelitian, otak ternyata
merupakan pusat integrasi dari badan dan jiwa ini.
Otak manusia selain merupakan pusat pikir (otak besar) yang
merupakan pusat kesadaran, juga merupakan pusat emosi (otak kecil
maupun batang otak). Jadi sebenarnya antara pikiran dan emosi
terdapat jalinan yang sangat erat karena semuanya terjadi di otak.
Berdasarkan anatomi seperti inilah, maka muncul istilah kecerdasan
emosi, yaitu bagaimana orang bisa mengelola emosinya sehingga
berguna untuk meningkatkan kualitas hidup.
Emosi pada gilirannya akan memengaruhi kerja sistem syaraf,
hormonal maupun fungsi otak lainnya. Orang yang cerdas secara
emosi akan mampu mengintegrasikan kerja seluruh bagian otaknya
sehingga mampu berfungsi secara optimal. Misalnya, ketika
menghadapi suatu persoalan, otak kecil dan batang otak akan

15
bereaksi sehingga memacu pengeluaran hormon yang ada di otak.
Hormon ini pada gilirannya akan mempengaruhi kerja kelenjar
hormon lain yang terdapat di ginjal. Bagian dalam kelenjar adrenal
memproduksi hormon adrenalin yang menyebabkan reaksi emosi
takut dan berbagai emosi lainnya dalam jangka waktu yang agak
lama. Apalagi karena hormon-hormon tersebut diserap oleh tubuh
dengan perlahan-lahan. Hormon-hormon ini pada gilirannya akan
mempengaruhi reaksi syaraf otonom dalam jangka waktu yang agak
lama juga. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengalami stres
atau emosi yang tinggi dalam jangka waktu yang lama akhirnya
mudah menjadi sakit. Ini disebabkan fungsi organ tubuh yang tidak
seimbang lagi (mengalami ketegangan dalam jangka waktu yang
lama) sehingga mengganggu metabolisme maupun daya tahan tubuh.
Otak besar (cerebal cortex) berfungsi melakukan evaluasi terhadap
derajat pentingnya situasi tersebut, sehingga menentukan juga
tingkat emosi yang terjadi. Selain itu, otak besar turut menentukan
antisipasi terhadap peristiwa yang sama pada masa yang akan datang
maupun memilih alternatif untuk melakukan koping terhadap
peristiwa yang dialami.
Kecerdasan emosi pada dasarnya memantu individu untuk
menemukan cara-cara yang konstruktif untuk menguatkan
hubungan/jalur antara otak besar (yang berfungsi sebagai pusat
berpikir) dengan pusat emosi sehingga individu tidak hanya
menggunakan otak kecil maupun batang otak (pusat emosi) untuk
melakukan reaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang dihadapi.

2.2.3 Sejarah Munculnya Istilah Psikosomatik


Teori-teori dan sudut pandang mengenai psikosomatik sangat
beragam. Menggunakan istilah umum dari berbagai teori
psikosomatik tersebut, psikosomatik dapat didefinisikan sebagai
tidak ada penyakit somatis (kebutuhan) tanpa didahului oleh

16
anteseden-anteseden emosional dan atau sosial. Sebaliknya, tidak
ada penyakit-penyakit psikis tanpa memunculkan simtom-simtom
somatik. Jelasnya, istilah “reaksi-reaksi psikosomatik” berarti
terjadinya reaksi tubuh yang muncul dalam organ-organ yang
berbeda sebagai konsekuensi dari reaksi emosi dan situasi-situasi
yang penuh tekanan seperti gangguan perut, asma bronkial, dan
lainnya. Sebaliknya, istilah “reaksi-reaksi somato psikis” berarti
keadaan psikis ditentukan oleh simtom-simtom penyakit somatik.
Sebagai contoh, kemurungan dan kesedihan yang mendalam
dihubungkan dengan penyakit kanker. Menurut model psikosomatik,
penyakit berkembang melalui saling mempengaruhi antara faktor-
faktor fisikal dan mental secara terus menerus yang saling
memperkuat satu sama lain, melalui suatu jaringan timbal balik
kompleks. Penyembuhan dari penyakit diasumsikan akan terjadi
dengan cara yang sama (Tamm, 1993). Secara singkat, Kellner
(1994) mengungkapkan bahwa istilah psikosomatik menunjukkan
hubungan antara jiwa dan badan. Gangguan psikosomatik
didefinisikan sebagai suatu gangguan atau penyakit fisik di mana
proses psikologis memainkan peranan penting, sedikitnya pada
beberapa pasien dengan sindrom ini.
Menurut Tamm (1993), sebelum istilah psikosomatik muncul,
yang berkembang dengan sangat baik adalah istilah biomedis.
Perkembangan ini terjadi terutama di negara-negara barat.
Pengobatan biomedis ini berakar pada pengobatan tradisional
Yunani yang secara mendalam dihubungkan dengan filsafat Yunani.
Pola pikir filsafati pada era Yunani kuno adalah abstrak, sistematis,
dan dilakukan dengan cara-cara yang rasional dan logis. Konsepsi
mengenai dunia dimengerti oleh para filsuf pada umumnya sebagai
dualistik. Manusia dipisahkan antara jiwa dan badan. Ini tampak
jelas sekali lewat pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh
Plato dan Aristoteles. Cara berpikir yang seperti ini mempengaruhi

17
dunia Barat bahkan sampai beberapa abad kemudian, misalnya
pandangan yang dikemukakan oleh Descartes. Banyak penyakit
yang dapat ditangani dan disembuhkan oleh model biomedis ini,
seperti infeksi dan penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh
virus misalnya. Itu menjadi salah satu alasan mengapa model
biomedis dapat berkembang dengan baik. Tetapi karena model ini
mempunyai ciri reduksionistik, banyak fenomena yang berhubungan
dengan kesehatan dan penyakit mendapatkan pemahaman yang
keliru. Sebagai contoh adalah perasaan sakit (kesakitan) dan nyeri.
Kesakitan tidak dapat hanya direduksi sebagai tanda-tanda
peringatan karena tubuh sedang melakukan reaksi dalam rangka
mempertahankan diri atau melindungi diri dari serangan penyakit.
Fakta menunjukkan bahwa sebenarnya ada beberapa aspek yang
kompleks yang berhubungan dengan kesakitan, seperti aspek-aspek
biologis, psikologis, fenomenologis dan sosial. Model biomedis
sebagai titik pandang pada akhirnya tidak dapat memuaskan lagi
meskipun telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Jurang antara aspek-aspek biologis dan psikologis dari keadaan
sakit masih tetap berlanjut sampai suatu pendekatan baru muncul
dan mulai dikembangkan pada awal abad kedua puluh. Sigmund
Freud, Ivan Pavlov dan WB Cannon berjasa besar dalam hal ini.
penjelasan Freud mengenai ketidaksadaran, penelitian Pavlov
mengenai refleks yang terkondisi dan perhatian Cannon mengenai
reaksi menyerang dan menghindar menyediakan konsep-konsep
psikologis yang penting dan merangsang tubuhnya pendekatan
psikosomatik dalam bidang perawatan kesehatan. Gerakan
psikosomatik dimulai di Jerman dan Australia pada tahun 1920-an
dan kemudian banyak orang-orang Eropa seperti Fransz Aleksander
yang berimigrasi ke Amerika Serikat membawa serta minat orang
Eropa terhadap gangguan-gangguan psikosomatik (Corsini, 1984).

18
Istilah psikosomatik sendiri dikembangkan oleh Helen Flanders
Dunbar pada sekitar tahun 1930-an yang antara tahun 1930 sampai
tahun 1940-an mempublikasikan sejumlah tulisan-tulisan ilmiah.
Buku-bukunya mengenai serangkaian perkembangan yang intensif
dalam bidang penelitian psikosomatik (Tamm, 1993).
Sayang, dalam sejarahnya, karena tidak berhasil menciptakan
teori-teori psikosomatik yang seragam, lebih-lebih sejak model
psikosomatik muncul secara simultan dalam berbagai tingkat
organisasi dan mendapatkan pengetahuannya baik dari ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu humaniora, istilah psikosomatik mengalami
berbagai kesulitan mendapatkan penerimaan dalam ilmu medis dan
dalam administrasi praktis perawatan pasien. Banyak orang yang
mengeluhkan tentang stres, ketakutan dan kesakitan, atau
menunjukkan simtom-simtom somatik yang menyebar, dengan
sendirinya mendapat pengobatan medis atau dilegitimasi sebagai
dalam keadaan sakit (Corsini, 1984). Eisenberg (Fava, 1992) bahkan
telah mengidentifikasi beberapa halangan untuk melakukan kerja
sama yang luas antara tanggung jawab perawatan humanistik dan
secara psikologis ke dalam praktik medis. Halangan-halangan
berikut ialah:
1) Tanggung jawab secara psikologis mengakibatkan
bertambahnya biaya dan itu dilihat sebagai dapat menurunkan
efisien;
2) Adanya skeptisisme mengenai realita faktor-faktor psikososial
pada riwayat patologis dan penyebab penyakit;
3) Atribusi yang salah terhadap efek terapeutik (pengetahuan
dokter yang terbatas terhadap akibat kekuatan nonspesifik pada
hubungan antara dokter dan pasien);
4) Kesulitan untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang
baru;
5) Konteks sosial yang terdapat pada praktik medis sekarang ini.

19
Sekarang ini istilah psikosomatik tidak digunakan lagi baik dalam
DSM-IV dan ICD-10. Pada bagian Gambar klinis dan petunjuk
diagnosis klasifikasi gangguan mental dan behavioral dalam ICD-10
memberikan penjelasan bahwa istilah psikosomatik tidak digunakan
sebab istilah ini mungkin membawa implikasi bahwa faktor-faktor
psikologis tidak berperan pada timbulnya, jalannya dan keluaran dari
penyakit yang lain yang tidak selalu dapat digambarkan. Sebagai
gantinya, dalam ICD-10 menggunakan istilah seperti somatoform,
gangguan makan, disfungsi seksual, dan faktor-faktor psikologis
serta behavioral yang dihubungkan dengan gangguan atau penyakit
yang diklasifikasikan di mana saja, di mana gangguan psikosomatik
biasanya mengambil peranan pada gangguan tersebut (WHO, 1992).

2.2.4 Teori - Teori Psikosomatik


Teori-teori psikosomatik sangat beragam. Psikologi sendiri
sekurangnya memiliki dua teori dasar untuk menjelaskan gangguan
psikosomatik ini.
Teori-teori psikosomatik formal mula-mula dipengaruhi oleh
gagasan Freudian yang menyatakan bahwa simtom-simtom bisa
merupakan ekspresi simbolik dari konflik-konflik yang tidak
disadari, dorongan-dorongan dan harapan-harapan yang direpresi, di
mana hal tersebut dapat diketemukan dalam sejarah perkembangan
individu. Teori-teori yang dipengaruhi paham psikoanalisa ini
dimasukkan ke dalam teori-teori simtom-simbol, yang menyatakan
bahwa organ atau sistem yang terkena memiliki makna simbolis bagi
pasien (Lachman, 1972: Totman, 1982).
Masalah yang timbul berkaitan dengan pendekatan psikosomatik
ini secara umum didasarkan atas dua kesulitan, yaitu:
a. Definisi dari proses seperti ketidaksadaran mengakibatkan teori-
teori tersebut secara apriori sulit didefinisikan dan dapat
didemonstrasikan secara meyakinkan dalam penelitian.

20
b. Proporsi kunci pada kebanyakan teori-teori tersebut adalah
bersifat dualistik secara eksplisit maupun implisit berpegang pada
pemikiran bahwa perasaan-perasan menyebabkan kondisi
fisiologis.
Sebagian besar kritik terhadap pendekatan psikodinamis ini dapat
diturunkan pada salah satu atau kedua poin dasar tersebut di atas.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh sebagian besar studi kasus
gagal untuk menemukan kriteria bagi objektivitas ilmiah yang dapat
diaplikasikan sehingga akibatnya bahwa akhir tahun 1950-an dan
awal tahun 1960-an minat pada formulasi psikodinamis berangsur
menurun. Alasan utama menurunnya minat pada tradisi psikoanalisis
adalah tumbuhnya popularitas aliran behaviorisme gaya Skinner.
Teori-teori behavioristik yang menjelaskan gangguan
psikosomatik pada umumnya kalau disederhanakan adalah sebagai
berikut:
Situasi Stimulus > Reaksi Fisiologis > Gangguan Psikosomatik
Situasi-situasi stimulus, apakah eksplisit atau implisit,
menimbulkan sejumlah variasi pada kondisi internal, meliputi
aktivitas-aktivitas fisiologis yang dimengerti sebagai aspek-aspek
pokok pada tingkah laku emosional. Juga pola reaksi yang muncul
(atau beberapa bagian darinya) adalah bersifat intens dan
berlangsung dalam jangka waktu yang mencukupi, maka perubahan
struktural maupun fisiologis yang menetap mungkin akan timbul
sebagai suatu konsekuensi langsung.
Umumnya penelitian-penelitian yang dilakukan akan mengacu
pada bagan tersebut di atas, yaitu berusaha mengukur perubahan
fisiologis yang terjadi pada tubuh, atau emosi yang timbul dari
situasi tertentu dan mengaitkannya dengan gangguan psikosomatik
yang terjadi.

2.2.5 Kaitan Gangguan Psikosomatik Dengan Kejiwaan

21
Beberapa penelitian menunjukkan ternyata gangguan
psikosomatik berkaitan dengan kepribadian seseorang. Beberapa
temuan menunjukkan hubungan antara bentuk-bentuk gangguan
psikosomatik tertentu dengan gangguan-gangguan kepribadian
tertentu pula, seperti dipaparkan berikut.
Sebagian besar ahli sependapat bahwa kepribadian alexithymia
berhubungan dengan meningkatnya faktor risiko terkena gangguan
psikosomatik. Alexithymia merupakan suatu konsep untuk
menggambarkan kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi dan
mengomunikasikan perasaan, kehidupan fantasi yang miskin dan
suatu gaya kognitif yang berorientasi keluar (Taylor, dkk, 1993).
Fava dkk. (1995) menyatakan bahwa telah ditemukan kepribadian
alexithymia dalam jangka waktu yang lama daripada subjek-subjek
yang lain.
Sakit kepala merupakan salah satu gangguan yang berhubungan
dan dekat dengan simtom-simtom psikosomatik dan yang paling
umum ditemukan oleh beberapa penelitian (attanasio, dkk,
1984;Biondi, dkk;1994;Tamminen dkk; 1990). Sakit kepala
diketahui disebabkan oleh masalah-masalah kepribadian. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kecemasan, depresei, sifat obsesif
komplusif dan neurotik memiliki hubungan dengan serangan sakit
kepala. Lebih jauh lagi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Schaefer pada tahun 1994 menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian
“tipe melankolik” berhubungan dengan pasien yang terkena
gangguan migraine. Migraine merupakan salah satu bentuk
gangguan sakit kepala. Tipe melankolik adalah struktur kepribadian
yang berhubungan dengan “tipe melankolis” dari Tellenbach yang
sering ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan depresi
unipolar. Orang dengan kepribadian tipe melankolis mempunyai
kesadaran yang terlalu sensitif yang bertujuan untuk menghindari
bahkan perasaan bersalah yang paling kecil sekalipun. Dalam

22
hubungan yang lebih bersifat personal, tipe melankolis ini juga
dicirikan oleh penghindaran perasaan bersalah dan dengan
bersamaan membuat bentuk persahabatan yang menghindari semua
argumen dengan menjaga norma-norma dan konveksi yang dianggap
sebagai kebenaran.
Kaitan antara gangguan somatoform dengan gangguan
kepribadian dilaporkan oleh Bass dkk. (1995) dengan melakukan
studi dengan cara sistematis pada pasien-pasien dengan gangguan
somatoform. Mereka menemukan bahwa sebagian besar pasien
dengan gangguan somatoform kebanyakan juga di diagnosa
memiliki gangguan kepribadian dari pada yang menderita sakit
mental lainnya, seperti yang dikodekan pada axis I dari DSM-IV.
Lebih jauh mereka mengatakan bahwa dua dari tiga pasien dengan
gangguan somatoform memenuhi kriteria untuk gangguan
kepribadian.
Barsky (1995) mengungkapkan, sebelumnya ada gagasan awal
yang mengatakan bahwa gangguan somatoform berhubungan
dengan gangguan kepribadian anti sosial. Hasilnya menunjukkan
bahwa gangguan kepribadian merupakan hal yang jauh lebih umum
daripada gangguan kepribadian antisosial dan histerionik pada
pasien dengan gangguan somatoform. Barsky kemudian
mengumpulkan hasil sejumlah penelitian yang menunjukkan hasil-
hasil tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Smith pada
tahun 1991 dengan menggunakan populasi psikiatri.
Barsky menyarankan bahwa lebih baik menggunakan penelitian
perkembangan dan life-span untuk gangguan somatoform daripada
penelitian deskriptif dan fenomenologi. Argument yang
dikemukakannya adalah bahwa di samping penelitian deskriptif dan
fenomenologi mempunyai pengukuran objektif yang kuat dan
definisi istilah akurat, penguantifikasian yang hati-hati, alat ukur
yang menunjukkan kekuatan psikometrik dan kelompok pembanding

23
yang baik, penelitian deskriptif dan fenomenologi juga memiliki
kelemahan terutama kurang dapat membantu dalam mengerti natur
dari gangguan ini dalam meneliti mekanisme patogenik dan dalam
mempelajari variabel-variabel yang mempunyai implikasi teraupetik
langsung. Dengan kata lain penelitian deskriptif dan fenomenologi
memiliki keterbatasan pada kegunaan klinis.
Sejumlah penelitian mengenai gangguan perut khususnya usus
iritabel yang dilaporkan oleh Kellner (1994) menemukan bahwa
pasien dengan sindrom usus iritabel yang mencari pengobatan medis
mempunyai skor distress yang lebih tinggi pada skala distress dan
pengukuran inventori psikologi yang psikopatologi disbanding
pasien yang mengalami penyakit perut organik asli dan kontrol
kelompok normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Warwick (1990) menunjukkan
bahwa pasien yang mengalami gangguan hipokondriasasi berbeda
dari pasien-pasien psikiatrik yang mengalami kecemasan dan depresi
dengan laporan mengalami kekuatan yang berlebihan dan keyakinan
yang keliru mengenai penyakit, perhatian yang lebih besar pada
sensasi ketubuhan, ketakutan akan kematian yang sering, dan
ketidakpercayaan yang lebih besar pada pendapat dokter meskipun
mereka lebih banyak mengunjungi tempat-tempat perawatan medis
dibanding yang dilakukan oleh pasien yang lain dalam penelitian
tersebut.
Studi yang dilakukan oleh Borkovec (1982) menyimpulkan
bahwa pasien dengan gangguan insomnia yang dites dengan
menggunakan MMPI ternyata lebih sering mempunyai profil
patologis dengan ciri-ciri gambaran klinis setengah depresi.
Eratnya kaitan antara psikosomatik dengan kepribadian dikuatkan
dengan pendapat Halliday (Fava, 1992)yang memasukkan
kepribadian ke dalam salah satu dari enam ciri suatu gangguan
dikenakan ke dalam kelompok psikosomatik.

24
1) Emosi sebagai faktor pencetus
2) Tipe kepribadian
3) Rasio seks
4) Berhubungan dengan gejala-gejala psikosomatik lainnya
5) Sejarah keluarga
6) Tahap-tahap kemunculannya

2.3 Puskesmas
2.3.1 Pengertian dan Azas Penyelenggaraan Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu
pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia.
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Azas Penyelenggaraan:
1. Azas pertanggung jawaban wilayah
2. Azas pemberdayaan masyarakat
3. Azas keterpaduan
4. Azas rujukan

2.3.2 Ruang Lingkup Puskesmas


Beberapa jaringan pelayanan puskesmas adalah sebagai berikut :
a. Puskesmas:
1) Umumnya ada satu buah di setiap kecamatan.
2) Jenis puskesmas menurut pelayanan kesehatan medis, dibagi
dua kelompok yakni :
a) Puskesmas perawatan : pelayanan kesehatan rawat jalan dan
rawat inap.
b) Puskesmas non perawatan, hanya pelayanan kesehatan
rawat jalan.

25
3) Menurut wilayah kerjanya, dikelompokkan menjadi:
a) Puskesmas induk / puskesmas kecamatan.
b) Puskesmas satelit / puskesmas kelurahan.
b. Puskesmas pembantu (pustu) :
1) Biasanya ada satu di setiap desa/kelurahan.
2) Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai
jadwal kunjungan dokter.
c. Puskesmas keliling (pusling):
1) Kegiatan pelayanan khusus ke luar gedung, di wilayah kerja
puskesmas.
2) Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, gizi,
pengobatan dan penyuluhan.
d. Pondok bersalin desa (polides) :
1) Pos pelayanan kesehatan ini sebaiknya ada setiap
desa/kelurahan, sebagai penunjang pelaksana desa/kelurahan
SIAGA.
2) Beberapa pos yang berfungsinya sejenis antara lain :
a) Pos kesehatan desa (poskesdes).
b) Pos kesehatan kelurahan (poskeskel).
c) Balai kesehatan masyarakat (bakesra).
e. Pos pelayanan terpadu (posyandu)
1) Lumrahnya selalu ada satu atau lebih di setiap
RW/desa/kelurahan.
2) Hal ini sangat tergantung kepada peran serta aktif para RT,
RW, lurah, tokoh masyarakat setempat, bersama para kades
kesehatan yang telah dibentuk dan ditunjuk.
3) Dari segi sasaran pelayanan jenis posyandu, dibagi menjadi :
a) Posyandu bayi – balita.
b) Posyandu lansia/ manula.

2.3.3 Fungsi Puskesmas

26
Ada 3 fungsi puskesmas, yaitu :
1. Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan
memantau pelaksanaan program kesehatan.
3. Puskesmas pelayanan kesehatan tingkat pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi :
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit
dengan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

27
kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara
lain adalah promosi kesehatan dan pemberantasan penyakit,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesejahteraan keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat
serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.3.4 Tujuan Puskesmas


Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat.

2.4 Rekam Medis


2.4.1 Pengertian Rekam Medis
1) Menurut Huffman EK. 1992
Rekam Medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa,
apa, mengapa, bilamana dan bagaimana, pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat
pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya
serta memuat informasi yang cukup untuk mengenali pasien,
membenarkan diagnosis, dan pengobatan serta merekam
hasilnya.
2) Menurut Gemala Hatta
Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan
seseorang dan riwayat penyakitnya, termaksud keadaan sakit,
pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para
praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien.
3) Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

28
Rekam Medis adalah sebagai rekaman dalam bentuk tulisan
atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan medis atau kesehatan kepada seorang pasien.
4) Menurut Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien.
5) Menurut surat keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medis
No. 78 tahun 1991
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis.
Pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada
seorang pasien selama dirawat di Rumah Sakit baik di unit
Rawat Jalan maupun unit Rawat Inap dan Gawat Darurat.
Dari pengertian menurut permenkes dan dirjen yanmed tersebut
menurut Shofari (2002) dapat dijelaskan yang di maksud dengan:
1. Catatan yaitu hasil tulisan tentang sesuatu untuk di ingat yang
dilakukan pada media pencatatan yaitu formulir.
2. Rekaman yaitu segala sesuatu yang direkam ( cetakan, gambar,
foto, suara ) untuk dapat dibaca, dilihat, didengar kembali dalam
suatu media rekaman.
3. Identitas pasien adalah data yang khas yang membedakan antara
individu di antaranya yaitu:
- Nama
- Tanggal lahir/ Umur
- Jenis kelamin
- Alamat
- Status Perkawinan
4. Data Sosial, yaitu data yang menjelaskan tentang sosial,
ekonomi dan budaya dari pasien seperti:
- Agama

29
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Identitas orang tua
- Identitas penanggung jawab pembayaran
5. Anamnesa adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien /
keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
berwenang untuk memperoleh keterangan- keterangan tentang
keluhan dan penyakit yang diderita pasien , anamnesa dapat
dilakukan dengan 2 cara auto anamnesa dan allo anamnesae.
6. Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara
melakukan pemeriksaan kondisi fisik dari pasien meliputi:
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultrasi.
7. Pemeriksaan Penunjang, yaitu suatu pemeriksaan medis yang
dilakukan atas indikasi tertentu guna memperoleh keterangan
yang lebih lengkap Yang bertujuan untuk Terapeutik dan
Diagnostik.
8. Diagnosis yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan
analisis hasil anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Diagnosis
ditinjau dari segi prosesnya yaitu: Diagnosis awal. Diagnosis
banding. Diagnosis akhir. Diagnosis utama. Diagnosis
komplikasi. Diagnosis ke dua ketiga dan seterusnya.
9. Prognosis yaitu ramalan medis dan hasil pemeriksaan dan
diagnosis berdasarkan teori2 atau hasil penelitian pada penyakit
yang bersangkutan. Kemungkinannya yaitu cenderung membaik
atau cenderung memburuk.
10. Terapi yaitu pengobatan yang diberikan kepada pasien atas dasar
indikasi medis atau diagnosis yang ditemukan dokter. Terapi
dapat berupa: terapi medikamentosa, Terapi suportif dan terapi
inpasif.
11. Tindakan medis yaitu suatu intervensi medis yang di lakukan
pada seseorang berdasarkan atas indikasi medis tertentu yang

30
dapat mengakibatkan integritas jaringan atau organ terganggu.
Tindakan tersebut dapat berupa: tindakan teurapetik dan
tindakan diagnostik.

2.4.2 Tujuan Rekam Medis


Tujuan utama rekam medis adalah untuk secara akurat dan
lengkap mendokumentasikan sejarah kehidupan dan kesehatan
pasien, penyakit masa lalu dan sekarang, serta pengobatan dengan
penekanan kejadian – kejadian yang mempengaruhi pasien selama
periode perawatan dan menunjang tercapainya tertib administrasi
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan di rumah sakit karena
tanpa didukung suatu pengelolaan Rekam Medis yang baik dan
benar maka tertib administrasi Rumah Sakit tidak akan berhasil
sebagaimana yang diharapkan (Edna K Huffman, RRA, 2008).

2.4.3 Manfaat Rekam Medis


Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam
Medis memiliki 5 ,manfaat yaitu:
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5
manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
1. Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data
adminitratif pelayanan kesehatan.
2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di
pengadilan.
3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk
perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh
pasien

31
4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk
penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan
kesehatan.
5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan
pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan
serta tenaga kesehatan lainnya.

2.4.4 Pengguna Rekam Medis


Pengguna rekam medis adalah pihak-pihak yang memasukkan,
memverifikasi, mengoreksi, menganalisis, atau memperoleh
informasi dari rekaman, baik secara langsung ataupun melalui
perantara. Pengguna rekam medis atau yang tergantung dengan data
yang ada dalam rekam medis sangat beragam.
Ada pengguna rekam medis perorangan (Primer dan sekunder)
serta pengguna dari kelompok institusi.
1. Pengguna Primer
Yang termasuk dalam kelompok primer adalah pihak pihak yang
memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada pasien,
seperti:
a. Para pemberi pelayanan (Provider), meliputi tenaga dokter,
perawat, ahli gizi, bidan, teknisi laboratorium, fisioterapis, ahli
farmasi, tenaga sosial, ahli gizi, konsultan diet, psikolog.
b. Penerima Pelayanan, yaitu pasien dan keluarganya, yang juga
memerlukan informasi rekam medis dirinya untuk berbagai
kepentingan.
2. Pengguna Sekunder
a. Manajer pelayanan dan penunjang pasien
Kelompok ini menggunakan data rekam medis kesehatan
untuk menilai kinerja fasilitas kesehatan serta manfaat
pelayanan yang diberikan. Data yang diperoleh
menggambarkan pola dan kecenderungan pelayanan. Dengan

32
masukan data agrerat tersebut akan memudahkan manajer
instansi pelayanan kesehatan dalam memperbaiki proses
pelayanan, sarana dan prasarana ke depan.
b. Pengganti biaya perawatan
Seperti Instansi penanggung dan asuransi. Pihak ini akan
menelaah sejauh apa diagnosis yang terkait dengan biaya
perawatan. Penggantian biaya harus sesuai dengan diagnosis
akhir dan atau tindakan yang ditegakkan dokter sesudah pasien
pulang perawatan.
c. Pengguna rekam medis sekunder lainnya
Seperti pihak penanggung, pengacara, riset pelayanan
kesehatan dan Investigator klinis, wartawan bidang pelayanan
kesehatan, serta pembuat kebijakan dan hukum.
3. Institusi Pengguna Rekam Medis
1) Pemberi pelayanan rawat jalan dan rawat inap
a) Gabungan usaha, asosiasi, jaringan, sistem pemberi
pelayanan dan jasa
b) Pusat bedah ambulatori
c) Bank darah
d) Panti asuhan
e) Pelayanan hospice
f) Beragam jenis rumah sakit
g) Praktik klinik swasta
h) Fasilitas kesehatan jiwa
i) Puskesmas
j) Program penyalahgunaan zat
2) Manajemen dan telaahan pelayanan
a) Tim menjaga mutu
b) Manajemen risiko
c) Tim utilisasi
3) Pihak pengganti biaya rawat

33
a) Kantor pasien
b) Asuransi bagian kepegawaian
c) Departemen kesehatan/Pemerintah daerah
4) Riset
a) Unit registrasi penyakit
b) Organisasi yang mengelola data
c) Pengembang dan pembuat teknologi Yankes dan
perlengkapan (Mesin, farmasi, perangkat lunak dan keras)
d) Pusat-pusat riset
5) Edukasi
a) Program pendidikan kesehatan berjenjang yang terkait
b) Fakultas kedokteran
c) Fakultas keperawatan
d) Fakultas kesehatan masyarakat
6) Akreditasi
a) Institusi terkait
b) Profesi terkait
7) Pemegang kebijakan
a) Pemerintah pusat
b) Pemerintah daerah

2.4.5 Kegunaan Rekam Medis


Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara
lain :
1. Aspek Administrasi
Di dalam berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi,
karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan
tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan.  Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam
bidang teknologi informasi yang sudah memasuki bidang

34
kesehatan, maka penggunaannya di dalam rekam medis saat ini
sangat diperlukan karena kita melihat proses pengobatan dan
tindakan yang diberikan atas diri seorang pasien dapat diakses
secara langsung oleh bagian yang berwenang atas pemeriksaan
tersebut. Kemudian pengolahan data-data medis secara
komputerisasi juga akan memudahkan semua pihak yang
berwenang dalam hal ini petugas administrasi di suatu instansi
pelayanan kesehatan dapat  segera mengetahui rincian biaya yang
harus dikeluarkan oleh pasien selama pasien yang menjalani
pengobatan di rumah sakit.
2. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena
catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan
dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan melalui kegiatan audit medis, manajemen risiko klinis
serta keamanan/keselamatan pasien dan kendali biaya.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas
dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan
keadilan, Rekam Medis adalah milik Dokter dan Rumah Sakit
sedangkan isinya yang terdiri  dari Identitas Pasien, Pemeriksaan,
Pengobatan, Tindakan dan Pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien adalah sebagai informasi yang dapat dimiliki oleh
pasien sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku (UU Praktik Kedokteran RI N0.29 Tahun 2004 Pasal 46
ayat (1), Penjelasan).
4. Aspek Keuangan

35
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena
isinya mengandung data/ informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek keuangan. Kaitannya rekam medis dengan aspek
keuangan sangat erat sekali dalam hal pengobatan, terapi serta
tindakan-tindakan apa saja yang diberikan kepada seorang pasien
selama menjalani perawatan di rumah sakit, oleh karena itu
penggunaan sistem teknologi komputer di dalam proses
penyelenggaraan rekam medis  sangat diharapkan sekali untuk
diterapkan pada setiap instansi pelayanan kesehatan.
5. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek pendukung penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan.
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan,
karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan
kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien, informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai
bahan/referensi pengajaran dibidang profesi pendidikan
kesehatan.
7. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung
jawaban dan laporan rumah sakit. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi dapat diaplikasikan
penerapannya di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan rekam
medis yang cukup efektif dan efisien .Pendokumentasian data
medis seorang pasien dapat dilaksanakan dengan mudah dan
efektif sesuai aturan serta prosedur yang telah ditetapkan.

36
Dengan melihat dari beberapa aspek diatas, rekam medis
mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya
menyangkut antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan saja.
Kegunaan rekam medis secara umum adalah :
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya
yang ikut ambil bagian di dalam proses pemberian pelayanan,
pengobatan, dan perawatan kepada pasien.
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang
harus diberikan kepada seorang pasien
3. Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan
pelayanan, pengobatan dan perkembangan penyakit selama pasien
berkunjung/dirawat di rumah sakit.
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan
evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan kepada
pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun
dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk
keperluan penelitian dan pendidikan.
7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan
medis yang diterima oleh pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta
sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan.

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi penulisan


Metode penelitian yang digunakan adalah metode Deskriptif dengan
menggunakan Analisis kuantitatif. Metodologi penelitian berasal dari kata
"metode" yang artinya cara cepat untuk melakukan sesuatu, dan "logos"
yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, metodologi adalah cara melakukan
sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai
tujuan. Sedangkan "penelitian" adalah suatu kegiatan untuk mencari,
mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya
(Abd. Nasir, dkk, 2011:91).
Menurut Sugyono (20014:42) metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapat data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Sedangkan menurut (Notoadmodjo, 2010:6) penelitian adalah
metode yang digunakan untuk memperoleh kebenaran empiris.
Metode penelitian deskriptif menurut Efrida Aziz (2011:185) yaitu suatu
metode penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk membuat gambaran
atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif. Metode ini digunakan
untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sering dihadapi pada
situasi sekarang atau variabel yang diteliti. Jenis-jenis penelitian deskriptif
antara lain survey, studi korelasi, studi prediksi dan penelitian evaluasi.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut:
1) Metode Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di
antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan
(Sugiyono, 2010:145).

38
Penulis menganalisis langsung jumlah rekam medis pasien yang
berobat ke puskesmas Kramatmulya dengan diagnosis gejala yang
hampir sama dengan pasien covid-19. Hal ini dilakukan agar penulis
dapat memahami bagaimana pengaruh berita yang beredar terhadap
kondisi fisik serta psikis masyarakat.
2) Metode Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit (Sugiyono, 2010:137).
Selain melakukan observasi, penulis juga melakukan wawancara
dengan masyarakat di sekitar kediamannya.
3) Metode Studi Pustaka
Penulis mengadakan peninjauan dari buku-buku dan karya tulis lain
yang berhubungan dengan pembahasan yang penulis ambil untuk
memperoleh bahan-bahan yang akan dijadikan sebagai landasan
pemikiran teoritis untuk penyusunan karya tulis ilmiah.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


A. Populasi
"Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya". (Sugiyono, 2012:80).
Populasi pada penelitian ini yaitu jumlah rekam medis puskesmas
Kramatmulya Kuningan. Data yang akan dijadikan populasi yaitu
jumlah pasien yang memiliki diagnosis gejala yang mirip dengan gejala
pasien covid-19.
B. Sampel

39
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono,
2011:81).
Dalam menentukan jumlah sampel yang diteliti agar sampelnya
representatif dengan populasi, penulis menggunakan rumus Slovin
(Riduwan, 2005:65):

N
n=
N . d 2 +1
270
n=
270. 0.12 +1
270
n=
3.7
n=73

Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Batas toleransi kesalahan (error tolerance)

40
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Puskesmas Kramatmulya


4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Kramatmulya
Puskesmas Kramatmulya didirikan pada tahun 1982 yang
merupakan unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.
Seiring dengan perubahan sistem pemerintah yang desentralistik
penuh kemandirian di mana daerah kabupaten, kota diberi
keleluasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
maka puskesmas berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan (UPTD Puskesmas). Perubahan tersebut beberapa
kegiatan mengalami penyesuaian terhadap situasi dan kondisi
masyarakat dalam pelayanan kesehatan.

4.1.2 Lokasi/Letak Geografis Puskesmas Kramatmulya


Kecamatan Kramatmulya merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Kuningan yang terletak pada 6 derajat 55’ 50’ di sebelah
utara Kota Kabupaten Kuningan yang berjarak 5 Km, dengan waktu
tempuh +¼ jam menggunakan roda empat.
Dilihat dari keadaan topografinya Kecamatan Kramatmulya
memiliki ketinggian bervariasi yaitu antara 326 sampai dengan 738
meter diatas permukaan laut, geografisnya 95% perbukitan dengan
keadaan tanah 65% pasir dan batu, suhu maksimum 22-23⁰ Celcius,
dengan curah hujan tertinggi pada Bulan Januari yang mencapai
11,23 mm dengan hari rata rata 21 hari sedangkan musim kemarau
terjadi pada Bulan Juni, Juli , Agustus dan September. Wilayah kerja
puskesmas kec. kramatmulya terdiri dari 14 desa antara lain :
cibentang, cikubangsari, bojong, widasari, ragawacana, ciloa, kalapa

41
gunung, pajambon, kramatmulya,cikaso, gandasoli, gereba, cilaja,
dan karangmangu. Dari jumlah Desa tersebut terbagi menjadi 49
Dusun, 60 Rw, 219 Rt dengan jarak Desa terjauh 5 Km dari Ibu Kota
Kecamatan dengan waktu tempuh ½ jam menggunakan roda empat.
Luas wilayah sebesar 15,88 Km². Secara administrasi kec.
kramatmulya berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kec. Jalaksana
Sebelah Timur : Kec. Sindangagung
Sebelah Barat : Kec. Cigugur
Sebelah Selatan : Kec. Kuningan

4.1.3 Visi, Misi, dan Moto Puskesmas Kramatmulya


 Visi
Terwujudnya masyarakat sehat dan mandiri di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kramatmulya tahun 2018.
 Misi
- Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui kerja
sama lintas sektoral.
- Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang menyeluruh
dan berkesinambungan.
- Menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan
kesehatan.
- Meningkatkan ketersediaan dan pemerataan sumber daya
kesehatan.
 Moto
“4S” Senyum, Salam, Sapa, dan Santun.

4.1.4 Struktur Organisasi


1. Unsur pemimpin
Sebagai unsur pemimpin di puskesmas adalah kepala UPTD
Puskesmas yang dijabat oleh seseorang yang bertugas memimpin,
mengawasi, mengendalikan, mengkoordinasikan pelaksanaan

42
pelayanan kesehatan, pembinaan dan pengembangan upaya
kesehatan secara paripurna kepada masyarakat dalam wilayah
kerjanya.
2. Urusan pelayanan
a. Urusan tata usaha
Tata usaha melaksanakan pengelolaan, kepegawaian keuangan,
perlengkapan, surat menyurat dan urusan umum.
b. Urusan keuangan
Bertugas menerima hasil atau pendapatan puskesmas,
menyimpan dan melakukan penyetoran ke dinas kesehatan.
3. Urusan pelaksana
a. Bagian unit Pencegahan, Pemberantasan Penyakit (P2p) dan
PL
Bertugas sebagai penanggung jawab program:
1) Survailance : pengumpulan data epidemiologi pengolahan
data dan evaluasi data penyakit.
2) P2ML : pemantauan pemeriksaan dan pengobatan kasus
penyakit menular langsung.
3) P2 BB : rabies, malaria, filariasis, dll.
4) Penyehatan Lingkungan : Bertugas sebagai penanggung
jawab program penyehatan lingkungan yang merupakan
tugas melaksanakan pengawasan kualitas air dan
lingkungan pemukiman, penyehatan tempat-tempat umum
dan penyehatan makanan dan minuman.
b. Bagian unit Peningkatan dan YANKESDAS
Bagian ini terdiri dari :
1) Sub bagian KIA / KB : Bertugas sebagai koordinator
program peningkatan dan kesehatan keluarga, pemegang
program KIA dan penanggung jawab program KB.
2) Sub bagian Kesehatan Usia Lanjut (Usila) : Bertugas
sebagai penanggung jawab program usaha kesehatan usia

43
lanjut yang meliputi pembinaan, kunjungan rumah dan
merujuk ke PKMS/RS.
3) Sub bagian UKS / APRAS / RMJ : Bertugas sebagai
penanggung jawab program UKS / APRAS / RMJ yang
meliputi : penjaringan anak sekolah, pemeriksaan berkala,
penyuluhan dan konseling kesehatan remaja, pembinaan
dokter kecil /TK.
4) Sub bagian BP Umum : Bertugas sebagai penanggung
jawab medis baik di puskesmas maupun puskesmas
pembantu meliputi pemeriksaan, menegakkan diagnosa,
pengobatan, dan rujukan.
5) Sub bagian BP Gigi dan Mulut : Bertugas sebagai
penanggung jawab medis kasus gigi dan melaksanakan
pemeriksaan kesehatan gigi masyarakat dan sekolah.
c. Bagian Gizi dan Promkes
1) Sub bagian Gizi : Bertugas sebagai pelaksana gizi,
memberikan pelayanan gizi di luar maupun di dalam
gedung.
2) Promkes : Bertugas sebagai pemegang program PKM,
melaksanakan pembinaan dan penyusunan petunjuk teknis
usaha Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di sarana
kesehatan dan metode serta menyebarluaskan informasi
kesehatan.
d. Bagian unit Penunjang
Bagian ini terdiri dari :
1) Sub bagian Farmasi / Obat : Bertugas sebagai penanggung
jawab pengelolaan obat-obatan yang meliputi: perencanaan,
distribusi, pencatatan dan pelaporan obat
2) Sub bagian Laboratorium : Bertugas sebagai penanggung
jawab Lab (pengambilan, pemeriksaan atau rujukan
Spesimen).

44
e. Bagian unit Pelaksana Khusus (JPS – BK)

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan


A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang penulis kirakan bahwasanya kebanyakan
masyarakat yang datang ke puskesmas hanya dengan gejala-gejala
ringan influenza biasa tanpa disertai gejala covid19 yang lainnya, selain
itu ada yang hanya datang tanpa memiliki gejala apa pun namun hanya
sekedar ingin diperiksa oleh dokter, ada juga yang merasa tidak enak
badan setelah mendapat informasi mengenai pasien covid19, dengan
berbagai diagnosis dan gejala-gejala yang di tuliskan oleh dokter di
berkas rekam medis, penulis menyimpulkan kebanyakan masyarakat
mengalami gangguan psikosomatik.
B. Pencegahan
1) Pencegahan Gangguan Psikosomatik
Gangguan psikosomatik disebabkan oleh pikiran yang berisi
tentang kecemasan, ketakutan, dan stres yang berlebih. Maka cara
paling ampuh adalah dengan mengelola pikiran dan menghindari
stres. Yakinkan dalam sugesti masing-masing bahwa semua akan
segera berlalu, kita semua akan baik-baik saja, dan urusan hidup
mati adalah urusan yang maha kuasa.
2) Pencegahan Covid-19
Saat ini belum ada vaksin untuk mencegah penyakit yang
disebabkan oleh novelcorona virus (Covid19). Namun ada upaya-
upaya untuk mencegah dalam hal pola hidup seperti:
- Mencuci tangan secara rutin dengan gel pembersih berbasis
alkohol atau sabun dan bilas dengan air mengalir.
- Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau batuk dan bersin
pada bagian dalam siku.
- Hindari interaksi fisik (1 meter atau 3 kaki) dengan siapa pun
yang memiliki gejala pilek atau flu.

45
46
BAB V

KESIPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1) Coronavirus adalah salah satu jenis virus yang memang sudah lama di
temukan, namun seiring perkembangan zaman kini ditemukan virus
corona yang disebut novelcorona yang dapat menyebabkan infeksi pada
saluran pernafasan dengan nama penyakit disebut covid-19.
2) Covid-19 yang saat ini menjadi pandemi dan duka dunia membuat
kepanikan dan keresahan di tengah masyarakat, belum lagi dengan
adanya pemberitaan yang terlalu fanatik dan kadang banyak oknum
yang melebih-lebihkan memunculkan gangguan psikosomatik pada
masyarakat.
3) Rekam medis yang menjadi pembuktian tentang masyarakat yang
pernah mengunjungi pelayanan kesehatan salah satunya puskesmas.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengajukan saran-saran yang
semoga menjadi bahan pertimbangan untuk kebaikan bersama, baik
masyarakat maupun pihak pemerintah dengan dijembatani pihak puskesmas
1) Diharapkan adanya sosialisasi kepada masyarakat untuk selalu menjaga
kebersihan dan akan tetap baik-baik saja selama kita selalu menjaga
kesehatan.
2) Diharapkan selalu memberikan pencerdasan kepada masyarakat
setempat agar tetap waspada namun jangan panik karena kita akan baik-
baik saja.
3) Diharapkan sebisa mungkin meminimalisir segala pemberitaan yang
bersifat membohongi publik yang hanya menggelisahkan masyarakat.
4) Rekam medis yang menunjukkan pasien dengan gangguan psikosomatik
di simpan secara terpisah, agar kelak menjadi catatan sejarah untuk
kasus pandemi yang melanda negara kita

47
48
DAFTAR PUSTAKA

Sihabudin, Aab dkk. 2017. Laporan Praktik Kerja Lapangan Farmasi Di UPTD
Puskesmas Kramatmulya Kuningan. Kuningan
Dirjenyanmed. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis
Rumah Sakit.
Asmatul, Zahra Nur. 2013. Analisis Pengisian Kelengkapan Identitas Pasien Pada
Lembaran Masuk dan Keluar Rawat Inap Ruang E2 Guna Menunjang Mutu
Rekam Medis Di RSUD Cibabat Cimahi.
Novianty, Dythia. 2020. “Ini 5 Pandemi Terburuk Dalam Sejarah”,
https://www.suara.com/tekno/2020/03/25/153000/ini-5-pandemi-terburuk-
dalam-sejarah, diakses pada 25 Maret 2020 pukul 15:30 WIB
Larasati, Indah. 2017. “Makalah Tentang Psikosomatik (Sejarah, Pengertian,
Teori-Teori, dll)”,
http://seputarpendidikan23.blogspot.com/2017/07/psikosomatik.html?m=1,
diakses pada tanggal 21 Juli 2017 pukul 18:47
Fadli, dr. Rizal. 2020. “Coronavirus”.
http://www.halodoc.com/kesehatan/coronavirus , diakses pada tanggal 30 April
2020

49

Anda mungkin juga menyukai